Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH :
NI NYOMAN MURTI APSARI DEWI (P07120320021)
PROFESI NERS / KELAS.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel (Hidayat, 2009).
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal
pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas
(Wartonah Tarwanto, 2006).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan
adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat
dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres pada miokardium
(Mutaqqin, 2005).

2. Etiologi
a. Gangguan jantung, yang meliputi: ketidakseimbangan jantung seperti
ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-
kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer (Tarwoto & Wartonah, 2010). 
b. Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam
hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan
lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah
nasal; batuk bila di saluran bagian atas; bronkhokontriksi pada asma bronkhiale; dan
rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah. Zat alergan tadi
merangsang membran mukosa saluran, pernapasan sehingga mengakibatkan
vasokontraksi dan vasodilatasi pembuluh darah, seperti pembuluh darah, seperti
pada pasien asma (Tarwoto & Wartonah, 2010).
c. Gaya hidup dan kebiasaan
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernapasan seperti emfisema,
bronkitis, kanker, dan infeksi lainnya. Pengguna alkohol dan obat-obatan
memengaruhi susunan saraf pusat yang akan mendepresi pernapsan sehingga
menyebabkan frekuensi pernapasan menurun (Tarwoto & Wartonah, 2010).
d. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
e. Peningkatan aktivitas tubuh
Aktivitas tubuh membutuhkan metabolisme untuk menghasilkan energi.
Metabolisme membutuhkan oksigen sehingga peningkatan metabolisme akan
meningkatkan kebutuhan lebih banyak oksigen (Tarwoto & Wartonah, 2010).
f. Gangguan pergerakan paru
Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap kemampuan kapasitas
dan volume paru. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pengembangan paru
diantaranya adalah pneumothoraks dan penyakit infeksi paru menurun (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
g. Obstruksi saluran pernapasan
Obstruksi saluran pernapasan seperti pada penyakit seperti pada penyakit asma
dapat menghambat aliran udara masuk ke paru-paru. Hal ini dapat di sebabkan oleh
secret yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, immobilisasi, stasis
sekresi, serta batuk tidak efektif (Tarwoto & Wartonah, 2010)
h. Faktor fisiologi
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasi seperti pada obstruksi napas
bagian atas, penyakit asma.
3) Hipovelimia sehingga tekanan arah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu seperti pada hipotensi, syok, dan dehidrasi.
4) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada obesitas,
muskuloskeletal, yang abnormal serta penyakit kronis seperti TB paru (Tarwoto
& Wartonah, 2010).

3. Patofisologi
Untuk kelangsungan hidupnya manusia butuh bernafas. Sistem pernafasan
sangat penting dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Salah satu
organ yang sangat mebutuhkan oksigen dan peka terhadap kekurangannya adalah otak.
Tidak adanya oksigen dalam 3 menit akan mengakibatkan seseorang kehilangan
kesadaran. 5 menit tidak mendapatkan oksigen sel otak akan rusak secara irreversibel
(tidak bisa kembali ataudiperbaiki). Oksigen dalamudara dibawamasuk ke dalamparu-
paru dan berdifusi dalam darah.
Bersamaan dengan itu dikeluarkannya karbondioksida yang juga berdifusi dari
darah dan kemudian dikeluarkan bersama udara. Oksigen dibutuhkan oleh semua sel
dalam tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan karbondioksida merupakan sisa
hasil metabolisme yang tidak digunakan lagi dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Perjalanan oksigen dan karbondioksida. Dari atmosfer (udara) oksigen masuk
melalui mulut/hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli.
Dari alveoli oksigen berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel
darah merah). Dalam darah oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh
jantung diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk
ke dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme
yang penting untuk kelangsunganhidup. Sedangkan karbondioksida berjalan arah
sebaliknya dengan oksigen.
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-
paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur
dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke
jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti
perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Nurjanah, 2014).

4. Pohon masalah

Udara di atmosfer

Udara masuk melalui


hidung terdapat infeksi
patogen

Sumbatan Bronkus

Terjebaknya udara di paru

Udara diserap oleh aliran darah

Susunan gas dalam darah Tidak ada saluran untuk


meloloskan udara yang
terjebak
Oksigen lebih cepat diserap
dari nitrogen dan helium
Ventilasi kolateral

Gangguan Terjadi dengan


pengeluaran cepat dan luas Udara lolos melalui pori
mukus alveoli/fistula bronkioi
alveolar
Akumulasi mucus pada dispnea
bronkus
Gangguan
Pola nafas cepat pengembangan
BERSIHAN JALAN NAFAS
dan dangkal paru/kolaps alveoli
TIDAK EFEKTIF

POLA NAFAS TIDAK Ventilasi dan


EFEKTIK perfusi tidak
seimbang

GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
5. Gejala Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan laring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan
dada, nafas pendek, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan
gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi.
Selain itu terdapat tanda dan gejala lainnya seperti:
a. Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
b. Suara napas tidak normal.
1) Stridor: adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi
yg terjadi baik pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan
terdengar tanpa menggunakan alat stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada
lokasi saluran nafas atas (laring) atau trakea, disebabkan lantaran adanya
penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa, kondisi ini
mengarahkan pada dugaan adanya edema laring, tumor laring, kelumpuhan pita
suara, stenosis laring yg umumnya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau
dapat pula akibat pipa endotrakeal (Nurjanah, 2014).
2) Wheezing (mengi): Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih
lama dari krekels. Terdengar selama: inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih
jelas pada saat melakukan ekspirasi. Penyebab: akibat udara melewati jalan
napas yg menyempit/tersumbat sebagian. Bisa dihilangkan dengan cara batuk.
Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yg berhubungan dengan
aliran udara melalui jalan nafas yg menyempit (seperti pada asma & bronchitis
kronik). Wheezing dapat terjadi oleh lantaran perubahan temperature, allergen,
latihan jasmani, & bahan iritan pada bronkus.
3) Ronchi: Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu ekspirasi.
Penyebab: gerakan udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi
obstruksi nafas. 
c. Perubahan jumlah pernapasan.
d. Batuk disertai dahak.
e. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
f. Dispnea (sesak napas).
g. Takhipnea
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang
menghambat jalan nafas.
b. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
c. Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi
paru.
d. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal.
e. Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometry
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran
oksigen dan karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan secara efisien dengan
menggunakan masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi
untuk mencatat volume paru, cadangan inspirasi, volume rasidual dan volume
cadangan ekspirasi (Andarmoyo, 2012).
f. Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama
ekspirasi dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas
menjadi besar (Andarmoyo, 2012).
g. Pemeriksaan gas darah arteri
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah
arteri yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida dan saturasi hemoglobin, pemeriksaan ini dapat
menggambarkan bagaimana difusigas melalui kapiler alveolar dan keadekuatan
oksigenasi jaringan (Andarmoyo, 2012).
h. Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan
oksimetri. Saturasi oksigen adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
Keuntungannya; mudah dilakukan, tidak invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan
tidak menimbulkan nyeri. klien yang bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien
yang mengalami kelainan perfusi/ ventilasi, seperti Pneumonia, emfisema,
bronchitis kronis, asma embolisme pulmunar, dan gagal jantung congestive
(Andarmoyo, 2012).
i. Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah
putih per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel
darah merah. Defisiensi sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang
menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin
yang terseda untuk mengangkut ke jaringan lebih sedikit. Apanila jumlah sel darah
merah meningkat kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat. Namun
peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan dan risiko
terbentuknya trombus (Andarmoyo, 2012).
j. X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang memungkinkan
perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanay cairan
(misalnya fraktur klavikula dan tulang iga dan proses abnormal lainnya
(Andarmoyo, 2012).
k. Bronskokopi
Bronskokopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobonkeal melalui
bronskokop serat optic yang fleksibel, dan sempit. Bronskokopi dilakukan untuk
memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel sputum untuk mengangkat plak
lender atau benda asing yang menghambat jalan napas (Andarmoyo, 2012).
l. Pemindaian paru
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT)
Scan paru. Sebuah pemindaian CT paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal
melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan maka
harus dilakukan biposi (Andarmoyo, 2012).
m. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum (misalnya TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum
yang diambil untuk mengidentifikasi kanker pau abnormal dan dengan tipe sel yang
ada didalamnya (Andarmoyo, 2012).

7. Penatalaksaan Medis
a. Terapi Pemberian Oksigenasi
1) Kateter nasal: Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan
nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
2) Kanul nasal: Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien.
3) Sungkup muka sederhana: Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):5-8.
4) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan
(L/menit): 8-12.
5) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran yang
disarankan (L/menit): 8-12
(Asmadi, 2008).
b. Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik melalui
sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru-
paru). Pemantauan Hemodinamika adalah pemantauan dari hemodinamika status.
c. Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas permukaan
bronkus dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen
paru-paru meningkat. Senyawa bronkolidator dapat tersedia secara alami dari dalam
tubuh, maupun didapat melalui asupan obat-obatan dari luar.
d. Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu
pemberian oksigen bila diperlukan.
e. Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
f. Pelatihan batuk efektif
g. Fisioterapi dada.
h. Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase
postural, tepukan dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem
pernafasan. Tujuan Tindakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan
dan membersihkan jalan nafas.
i. Atur posisi pasien (semi fowler)
j. Tekhnik bernapas dan relaksasi
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dari ganguan pemenuhan oksigen adalah:
a. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak
terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons
yang normal.
b. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk
menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena
dapat mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.
c. Disorientasi
Meliputi disorientasi waktu, tempat, dan orang. Pasien tidak mampu mengenali
kondisi atau suasana yang ada
(Nurjanah, 2014).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi (menggunakan 3S: SDKI, SLKI, SIKI)

1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik
maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui
hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit dan tiingkat
pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengutahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
b. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien
pada saat perawat mengkajii, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama
seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio,
Skala, dan Time).
c. Riwayat perkembangan
1) Neonates : 30-60 x/mnt
2) Bayi : 44 x/mnt
3) Anak : 20 – 25 x/mnt
4) Dewasa : 15 – 20 x/mnt
5) Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
d. Riwayat kesehatan keluarga
Alam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami
masalah / penyakit yang sama.
e. Riwayat social
Perlu dikaji kebiasaan – kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok,
pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor- faktor allergen dll.
f. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi : ada
atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung dan
tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit
rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah
dan kanker), obstruksi nasal (akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, dan
influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada
tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal – hal yang perlu diperhatikan adallah
keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan
nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,50 C, sakit
kepala, lemas, sakit perut hingga muntah – muntah (pada anak – anak), faring
berwarna merah dan adanaya edema.
g. Pola batuk dan produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk
termasuk batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing, berat dan
berubah – ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga
dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada tenggorokan pada
saat batuk kronis dan produktif serta saat di mana pasien sedang makan,
merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal
pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya kecenderungan menyebabkan
alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa
warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang
dikeluarkan oleh pasien.
h. Sakit dada
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit,
luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada
apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu
inspirasi dan ekspirasi dengan rasa saki.
i. Pengkajian fisik
1) Inspeksi, pengkajian ini meliputi:
a) Pertama, penentuan tipe jalan nafas, seperti menilai apakah nafas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau trachcostomi, kemudian menentukan status kondisi seperti
kebersihan, ada atau tidaknya secret, pendarahan, bengkak, atau
obstruksi mekanik.
b) Kedua, perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
(umumnya wanita bernapas lebih cepat) yaitu, 20 kali per menit orang
dewasa, kurang dari 30 kali per menit oada anak-anak, pada bayi
pernapasan kurang dari 50 kali per menit.
c) Ketiga, pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal, dan
kombinasi dari keduanya.
d) Keempat, pengkajian irama pernapasan, yaitu menelaah, masa inspirasi
dan ekspirasi. Pada keadaan normal ekspirasi lebih lama dari inspirasi
yaitu 2 : 1 pada orang sesak napas ekpirasi lebih cepat. Dalam keadaan
normal perbandingan frekuensi pernapasan dan frekuensi nadi adalah 1 :
1 sedangkan pada orang yang keracunan berbiturat perbandingannya
adalah 1 : 6. Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah
regular atau irregular.
(1) Cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi
lambat dan kadang diselingi apnea.
(2) Kusmaul yaitu pernapsan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot
yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitudonya tidak teratur dan
diselingi periode apnea.
e) Kelima, pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pada
pernapasan dangkal dinding toraks hamper kelihatan tidak bergerak ini
biasanya dijumpai pada pasien penderita emfisema.
2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri tekan yang
dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis tumor ganas,
pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Melalui palpasi dapat
diteliti gerakan dinding toraks pada saat ekspirasi dan inspirasi terjadi.
Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus vocal, dapat dideteksi
bila terdapat getaran sewaktu pemeriksaan meletakkan tangannya sewaktu
pasien berbicara. Getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa dapat juga
ditimbulkan oleh dahak dalam bronkus yang bergetar pada waktu inspirasi
dan ekspirasi atau oleh pergeseran antara membrane pleura pada pleuritis.
3) Perkusi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengkaji suara normalnya suara perkusi
paru. Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
a) Suara perkusi normal
(1) Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan
normalnya bergaung dan bersuara rendah.
(2) Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
(3) Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya
bersifat musical.
b) Suara perkusi abnormal
(1) Hiperresonor: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal
berisi udara.
(2) Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat di
dengar pada perkusi daerah paha, di mana seluruh areanya
berisi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkupp
mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal). Suara napas
normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke
alveoli dan bersifat bersih.
a) Jenis suara napas normal adalah:
(1) Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada
jeda di antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di
atas trachea atau daerah lekuk suprasternal.
(2) Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas
bronkhial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dengan
intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E
= I). Suara ini terdengar di daerah dada di mana bronkus
tertutup oleh dinding dada.
(3) Vesicular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspiras lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar
seperti tiupan (E < I)
b) Jenis suara napas tambahan adalah:
(1) Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan
karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang
disebabkan aliran udara melalui napas yang menyempit.
(2) Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus –
menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
(3) Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat
dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien
mengalami nyeri saat bernapas dalam.
(4) Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
(a) Fine crackles: setiap fase lebh sering terdengar saat
inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat
udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau
bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
(b) Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter
suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat
terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang
besar. Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


No Diagnosa
Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Latihan Batuk Efektif (I.01006)
tidak efektif keperawatan selama ….. x ….. maka Tindakan:
diharapkan bersihan jalan napas Observasi:
Penyebab membaik dengan kriteria hasil: □ Identifikasi kemampuan batuk
Fisiologis □ Monitor adanya retensi sputum
□ Spasme jalan napas Bersihan jalan napas (L.01001) □ Monitor tandan dan gejala infeksi
□ Hipersekesi jalan □ Batuk efektif meningkat (50) saluran napas
napas □ Produksi sputum menurum (5) □ Monitor input dan output cairan
□ Disfungsi □ Mengi menurun (5) (mis. Jumlah dan karakteristik)
neuromuskuler □ Dipsnea menurun (5)
□ Benda asing dalam □ Frekuensi napas membaik (5) Terapeutik:
jalan napas □ Pola napas membaik (5) □ Atur posisi semi fowler atau
□ Adanya jalan napas fowler
buatan □ Pasang perlak dan bengkok di
□ Sekresi yang pangkuan pasien
tertahan □ Buang secret pada tempat sputum
□ Hiperplasia
□ Proses infeksi Edukasi:
□ Respon alergi □ Jelaskan tujuan dan prosedur
□ Efek agen batuk efektif
farmakologi □ Anjurkan Tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian
Situasional keluarkan dari mulut dengan bibir
□ Merokok aktif dibulatkan selama 8 detik
□ Merokok pasif □ Anjurkan mengulangi Tarik napas
□ Terpajam polutan dalam hingga 3 kali
□ Anjurkan batuk dengan kuat
Gejala dan Tanda langsung setelah Tarik napas
Mayor dalam yang ketiga
Subjektif
- Kolaborasi:
Objektif □ Kolaborasi pemberian
□ Batuk tidak efektif bronkodilator, mukolitik,
□ Tidak mampu ekspektoran, jika perlu
batuk
□ Sputum berlebih Manajemen Jalan Napas (I.01011)
□ Mengi, wheezing Tindakan:
dan atau ronkhi Observasi:
kering □ Monitor pola napas (frekuensi,
□ Mekonium di jalan kedalaman, usaha napas)
napas (neonatus) □ Monitor bunyi napas tambahan
(mis. gurgling, mengi, wheezing,
Gejala dan tanda ronchi kering)
Minor □ Monitor sputum (jumlah, warna,
Subjek aroma)
□ Dispneu
□ Sulit bicara Terapeutik:
□ Ortopnea □ Pertahankan kepatenan jalan
Objektif napas dengan head-tilt dan chin-
□ Gelisah lift (jaw-thrust jika curiga trauma
□ Sianosis servical)
□ Bunyi napas □ Posisikan semi-fowler atau fowler
menurun □ Berikan minum hangat
□ Frekuesi napas □ Lakukan fisioterapi dada, jika
berubah perlu
□ Pola napas □ Lakukan penghisapan lendiri
berubah kurang dari 15 detik
□ Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Kondisi Klinis penghisapan endotrakeal
Terkait □ Keluarkan sumbatan benda pada
□ Gullian barre dengan forsep McGill
sydrome □ Berikan oksigen, jika perlu
□ Sklerosis multipel
□ Myasthenia Edukasi:
gravis □ Anjurkan asupan cairan 2000
□ Prosedur ml/hari, jika tidak kontraindikasi
diagnostik □ Ajarkan tehnik batuk efektif
□ Depresi sistem
saraf pusat Kolaborasi:
□ Cedera kepala □ Kolaborasi pemberian
□ Stroke bronkodilator, ekspektoran,
□ Kuadriplegia mukolitik, jika perlu
□ Sindrom
aspirasi Terapi Oksigen I.01026
meconium Tindakan:
□ Infeksi saluran Observasi:
napas □ Monitor kecepatan aliran oksigen
□ Monitor alat terapi oksigen
□ Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
□ Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis. Oksimetri, AGD,), jika
perlu
□ Monitor tanda-tanda hipoventilasi
□ Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelectasis
□ Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
□ Monitor integritas mukos hidung
akibat pemasangan oksigen

Terapeutik:
□ Bersihkan secret pada mulut
hidung dan trakea, jika perlu
□ Pertahankan kepatenan jalan
napas
□ Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
□ Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
□ Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
□ Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi:
□ Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi:
□ Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
□ Kolaborasi penggunaan dosis
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Efektif keperawatan selama ….. x ….. maka Tindakan:
pola napas membaik dengan kriteria Observasi:
Penyebab hasil: □ Monitor pola napas (frekuensi,
□ Depresi pusat kedalaman, usaha napas)
pernapasan Pola napas L.01004 □ Monitor bunyi napas tambahan
□ Hambatan upaya □ Dispnea menurun (5) (mis. gurgling, mengi, wheezing,
napas □ Penggunaan otot bantu napas ronchi kering)
□ Defomitas dinding menurun (5) □ Monitor sputum (jumlah, warna,
dada □ Pemanjangan fase ekspirasi aroma)
□ Defomitas tulang menurun (5)
dada □ Ortopnea menurun (5) Terapeutik:
□ Gangguan □ Pernapasan cuping hidung □ Pertahankan kepatenan jalan
neuromuskular menurun (5) napas dengan head-tilt dan chin-
□ Gangguan □ Frekuensi napas membaik (5) lift (jaw-thrust jika curiga trauma
neurologis □ Kedalaman napas membaik (5) servical)
□ Imaturitas □ Posisikan semi-fowler atau fowler
neurologis □ Berikan minum hangat
□ Penurunan energi □ Lakukan fisioterapi dada, jika
□ Obesitas perlu
□ Posisi tubuh yang □ Lakukan penghisapan lendiri
meghambat kurang dari 15 detik
ekspansi paru □ Lakukan hiperoksigenasi sebelum
□ Sindrom penghisapan endotrakeal
hipoventilasi □ Keluarkan sumbatan benda pada
□ Kerusakan inervasi dengan forsep McGill
diafragma □ Berikan oksigen, jika perlu
□ Cedera pada
medula spinalis Edukasi:
□ Efek agen □ Anjurkan asupan cairan 2000
farmakologis ml/hari, jika tidak kontraindikasi
□ Kecemasan □ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi:
Gejala dan Tanda □ Kolaborasi pemberian
Mayor bronkodilator, ekspektoran,
Subjektif mukolitik, jika perlu
□ Dispnea
Objektif Pemantauan Respirasi I.01014
□ Penggunaan otot Tindakan:
bantu jalan Observasi:
pernapasan □ Monitor frekuensi, irama,
□ Fase ekspirasi kedalam dan upaya napas
memanjang □ Monitor kemampuan batuk efektif
□ Pola napas abnormal □ Monitor adanya produksi sputum
□ Monitor adanya sumbatan jalan
Gejala dan Tanda napas
Minor □ Palpasi kesimetrisan ekspansi
Subjektif paru
□ Ortopnea □ Monitor pola napas
Objektif □ Monitor saturasi oksigen
□ Pernapasan pursed- □ Monitor AGD
lip □ Monitor x-ray thoraks
□ Pernapasan cuping
hidung Terapeutik:
□ Diameter thoraks □ Atur internal pemantau respirasi
anterior-posterior sesuai kondisi pasien
meningkat □ Dokumentasikan hasil
□ Ventilasi semenit pemantauan
menurun
□ Kapasitas vital Edukasi:
menurun □ Jelaskan tujuan dan prosedur
□ Tekanan pemantauan.
ekspirasi menurun
□ Tekanan
inspirasi menurun
□ Ekskursi dada
berubah.

Kondisi Klinis
Terkait
□ Depresi sistem
saraf
□ Cedera Kepala
□ Trauma thoraks
□ Gullian bare
sydrome
□ Mutiple sclerosis
□ Myasthenia gravi
□ Stroke
□ Kuadriplegia
□ Intosikasi alkohol

3. Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi I.01014


Gas keperawatan selama ….. x ….. maka Tindakan:
pertukaran gas meningkat dengan Observasi:
Peyebab kriteria hasil: □ Monitor frekuensi, irama,
□ Ketidakseimbangan kedalam dan upaya napas
ventilasi-perfusi Pertukaran gas L.01003 □ Monitor kemampuan batuk efektif
□ Perubahan □ Dispnea menurun (5) □ Monitor adanya produksi sputum
membran alveolus- □ Bunyi nafas tambahan □ Monitor adanya sumbatan jalan
kapiler menurun (5) napas
□ Gelisah menurun (5) □ Palpasi kesimetrisan ekspansi
□ Napas cuping hidung paru
Gejala dan Tanda menurun (5) □ Monitor pola napas
Mayor □ PCO2 membaik (5) □ Monitor saturasi oksigen
Subjektif □ PO2 membaik (5) □ Monitor AGD
□ Dispnea □ pH arteri membaik (5) □ Monitor x-ray thoraks
Objektif □ Sianosis membaik (5)
□ PCO2 meningkat □ Pola napas membaik (5) Terapeutik:
atau menurun □ Warna kulit membaik (5) □ Atur internal pemantau respirasi
□ PO2 menurun sesuai kondisi pasien
□ Takikardi □ Dokumentasikan hasil
□ pH arteri meningkat pemantauan
atau menurun
□ Bunyi napas Edukasi:
tambahan □ Jelaskan tujuan dan prosedur
Gejalan dan Tanda pemantauan.
Minor
Subjektif Terapi Oksigen I.01026
□ Pusing Tindakan:
□ Peglihatan kabur Observasi:
□ Monitor kecepatan aliran oksigen
Gejala dan Tanda □ Monitor alat terapi oksigen
Minor □ Monitor aliran oksigen secara
Subjektif periodic dan pastikan fraksi yang
- diberikan cukup
Objektif □ Monitor efektifitas terapi oksigen
□ Sianosis (mis. Oksimetri, AGD,), jika
□ Diaforesis perlu
□ Gelisah □ Monitor tanda-tanda hipoventilasi
□ Napas cuping □ Monitor tanda dan gejala toksikasi
hidung oksigen dan atelectasis
□ Pola Napas □ Monitor tingkat kecemasan akibat
abnormal terapi oksigen
□ Warna kulit □ Monitor integritas mukos hidung
abnormal akibat pemasangan oksigen
□ Kesadaran menurun
Terapeutik:
Kondisi Klinis □ Bersihkan secret pada mulut
Terkait hidung dan trakea, jika perlu
□ PPOK □ Pertahankan kepatenan jalan
□ Gagal jantung napas
kongestif □ Siapkan dan atur peralatan
□ Asma pemberian oksigen
□ Pneumonia □ Berikan oksigen tambahan, jika
□ Tuberkolusis paru perlu
□ Peyakit membran □ Tetap berikan oksigen saat pasien
hialin ditransportasi
□ Asfiksia □ Gunakan perangkat oksigen yang
□ Prematuritas sesuai dengan tingkat mobilitas
□ Infeksi saluran pasien
napas
Edukasi:
□ Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi:
□ Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
□ Kolaborasi penggunaan dosis
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S., 2012. Kebutuhan DAsar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Asmadi. 2012. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 13.
Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Nurjanah, W., 2014. Laporan Oksigenasi. [Online] Available


at: http://www.academia.edu/10554306/LAPORAN_KDM_OKSIGENASI_OK
SIGENASI [Accessed Sabtu 15 Agustus 2020].

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2010. Kebutuhan Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4.


Jakarta: Salemba Medika.

Tarwoto & Wartonah, 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawtan Edisi
5. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai