Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH IMUNOSEROLOGI

“ Pemeriksaan Reumatoid Faktor “

DISUSUN OLEH :

Elisabeth Amadea Ratu

Nim : 711345319009

Dosen Pembimbing Mata Kuliah

Indra Elisabet Lalangpuling M.Sc

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2020
Judul : Pemeriksaan Reumatoid Faktor

Prinsip : RF pada serum pasien akan bereaksi dengan IgG manusia yang dilekatkan

pada partikel lateks polystyrene membentuk aglutinasi pada slide

Metode : Reaksi Aglutinasi

Dasar Teori :

Arthritis adalah peradangan pada sendi. Arthritis Reumatoid adalah suatu penyakit
autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh system kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.

Penyebab Arthritis Reumatoid hingga sekarang belum diketahui, namun ada beberapa factor
yang diperkirakan berperan dalam timbulnya penyakit ini yaitu system kekebalan tubuh dan
infeksi virus Epstein Barr (EBV).

Gejala pada Arthritis Reumatoid :

• Nyeri sendi dan bengkak


• Kekakuan, terutama dipagi hari atau setelah duduk untuk waktu yang lama
• Kelelahan
• Pada persendian yang sakit akan berwarna kemerah-merahan

Mekanisme Arthritis Reumatoid

Proses inflamasi

o Stimulus antigen mengaktifkan monosit dan limfosit T (sel T). antibody


immunoglobulin membentuk kompleks imun dengan antigen. Fagositosis kompleks
imun dimulai dan menghasilkan reaksi inflamasi (pembengkakan, nyeri dan oedema
pada sendi)
o Fagositosis akan menghasilkan zat kimia seperti leukotriene yang dapat menarik
leukosit lainnya ke daerah inflamasi dan prostaglandin bertindak sebagai modifier
inflamasi. Leukotrien dan prostaglandin menghasilkan enzim kolagenase yang
berfungsi untuk memecah kolagen sehingga menimbulkan edema.
o Proses inflamasi imunologik dimulai dengan disampaikannya antigen pada sel T,
kemudian proligerasi sel T dan sel B. sel B merupakan sumber bagi pembentuk sel-sel
antibody / sel plasma. Sebagai reaksi terhadap antigen yang spesifik, sel plasma
memproduksi dan melepas antibody. Antibody mengikat antigen untuk membentuk
pasangan kompleks imun. Kompleks imun terbentuk dan tertimbun di dalam jaringan
synovial atau organ lain yang dapat memicu reaksi inflamasi.

Factor Reumatoid (Reumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi


dengan molekul igG. RF termasuk autoantibodi. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat
juga berupa IgG atau IgA. RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Uji
RF untuk serum penderita diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi atau
nephelometry. RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang
sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik.

RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma,


dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik
arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua
(di atas 65 tahun). Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes
sering dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan
waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi
RA sering digunakan tes CRP dan ANA.

PRA ANALITIK

➢ PERSIAPAN PASIEN
Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan
laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari
tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang
diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi
pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis
pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi
yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil
laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian
hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga
pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut denganbaik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-
analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang
hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup
variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi,
kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis
kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian.
Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel
biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus
selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.

➢ PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN


Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

• Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan


• Volume mencukupi

• Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah
bentuk, steril (untuk kultur kuman)

• Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat

• Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat

• Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium.


Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam
medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah
ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.
Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa.
Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok,
dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum
alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil
laboratorium.

➢ Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• bersih, kering

• tidak mengandung deterjen atau bahan kimia

• terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen

• sekali pakai buang (disposable)

• steril (terutama untuk kultur kuman)

• tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume
spesimen

➢ Antikoagulan
Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah.
Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan
yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.

➢ Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen


Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang
diperlukan, seperti :

• Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau
vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas
luka, hematoma, oedema, canula, fistula

• Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri
brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).

➢ Waktu Pengambilan
• Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.

• Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)

➢ PENGAMBILAN SPESIMEN
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar
sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
o Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada
yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
o Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk
mencegah spesimen tumpah.
o Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal
seperti berikut :
▪ Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
▪ Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan
agar tidak terjadi hemolisis.
▪ Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak
keliru.
▪ Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan
lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar
tidak hemolisis.

➢ Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :

1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :


o Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
o pH menurun, hemokonsentrasi
o PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan
ke dalam sirkulasi darah
2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan
pH menurun
3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
o trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
o kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
o natrium meningkat pada infus saline
o kalium meningkat pada infus KCl
o glukosa meningkat pada infus dextrose
o PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
o kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit
menurun pada semua jenis infus
5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan
homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
6. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase,
LDH, fosfatase asam total

➢ IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus
dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi
pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada
wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya
memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.
Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus
pada label dan formulir permintaan laboratorium.

➢ PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM


Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah


memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing
pemeriksaan.
2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap.
Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke
laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan
spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi
yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan.

➢ PENANGANAN SPESIMEN
• Identifikasi dan registrasi specimen
• Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius
• Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar
• Gunakan sentrifus yang terkalibrasi
• Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label
• Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

➢ PENYIMPANAN SPESIMEN
• Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan
dikirim ke laboratorium lain
• Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya
• Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator
• Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan
terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.
• Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan
• Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -
70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.
• Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka
plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.
• Memberi bahan pengawet pada spesimen
• Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :


▪ Imunologi : 1 minggu dalam referigerator.

➢ Prinsip Permeriksaan Rheumatoid Factor.

Berdasarkan reaksi imunologi antara rheumatoid factor didalam serum yang


berhubungan dengan IgG ( imunoglobulin G ) yang telah dilekatkan pada partikel latex
yang pembacaan hasilnya dalam bentuk aglutinasi yang dapat diamati secara langsung.

➢ Material yang Disediakan


- RF reagen latex: suspensi dari partikel latex polystyrene yang dibalut IgG manusia
dalam buffer dan 0.1% sodium azide.
- RF kontrol positif: serum manusia yang mengandung lebih dari 20 IU/ml RF dan
0.1% sodium.
- RF kontrol negatif: serum manusia yang mengandung 0.1% sodium azide sebagai
pengawet.
- Glycine-saline buffer (20x) concentrate: yang harus diencerkan 1:20 dengan air yang
disuling. Pipet disposable secukupnya dan kartu tes.
- Alat tambahan: tuba tes 12 x 75 mm, alat penentu waktu, dan pipet serologis.

➢ Penyimpanan dan Stabilitas


- Simpan reagen pada suhu 2 - 8˚C saat tidak digunakan
- JANGAN DIBEKUKAN
- Sebelum digunakan reagen dan kontrol harus mencapai suhu ruangan.
- Tanggal kadaluarsa tercantum pada label kit dan pada setiap vial
- Indikasi biologis dan instabilitas produk dibuktikan oleh reaksi tidak wajar dari
reagen latex yang sesuai dengan kontrol positif dan negatif.

➢ Tindakan Pencegahan
Produk ini hanya untuk penggunaan in-vitro diagnostic. Meskipun serum kontrol
yang tersedia dalam tes kit RF telah diuji oleh metode resmi FDA tentang antigen
kemunculan hepatitis B dan antibodi HTLV-III yang telah non reaktif, semua produk
serum manusia dan spesimen pasien, harus dianggap berpotensi berbahaya dan harus
ditangani dengan cara yang sama seperti menangani agen yang terinfeksi. Sodium azide
pengawet bisa bereaksi pada pipa ledeng dan menyebabkan ledakan metal oxides. Untuk
membuangnya, siram dengan banyak air untuk mencegah penumpukkan metal azide.

➢ Pengumpulan Spesimen
Tes ini harus diujikan pada serum. Jangan menggunakan plasma karena fibrinogen
dapat mengakibatkan aglutinasi non spesifik pada partikel latex. Kontaminasi bakterial
yang parah juga bisa mengakibatkan aglutinasi positif semu. Serum lipemic secara tegas
jangan diujikan karena kemungkinan reaksi nonspesifiknya.

Spesimen segar yang akan digunakan sebagai RF dalam pelaksanaan pengujian


adalah spesimen labil. Jika pengujiannya ditunda, maka spesimen harus disimpan dalam
tempat dingin (kalau perlu dibekukan).

➢ Alat dan Bahan untuk pemeriksaan :


- Flebotomi kit
- Centrifuge
- Tb Plain
- Mikropipet 10-100 µl
- Tip kuning
- Batang Pengaduk
- Slide test
- Rotator
- Sampel
- Alcohol 70%
- NaCl 0,9%
- Kit reagen RF
▪ Sampel
Serum, bebas dari kontaminasi, hemolysis dan lipemia, stabil 3 hari suhu 2-8℃. > 4
minggu suhu 20℃.

ANALITIK

Prosedur Kerja :

➢ Pemeriksaan secara Kualitatif


- Bawa reagen dan sampel ke suhu ruang
- Masukkan 50µl sampel, control negatif, control positif pada lingkaran slide
- Resuspensikan lateks
- Tambahkan 50µl reagen lateks pada setiap lingkaran uji
- Campurkan dengan menggunakan batang pengaduk
- Rotasikan selama 2 menit kecepatan 100 rpm

➢ Pemeriksaan secara Semi Kuantitatif


- Gunakan pipet semi autometik. Tambahkan 50µl dan 9 gr/l saline ke lingkaran
2,3,4 dan 5. Jangan sampai saling menyebar
- Tambahkan 50µl sampai ke lingkaran 1 dan 2
- Campurkan saline dan sampel sampai ke dalam lingkaran 2 dengan cara
horizontal dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya gumpalan
- Pindahkan 50µl dari lingkaran 2 ke lingkaran 3
- Lakukan pengenceran sampai pada lingkaran 5, kemudian buanglah 50µl pada
lingkaran 5
- Campurkan menggunakan batang pengaduk . lakukan dari lingkaran 5 sampai
lingkaran 1
- Lakukan tes kualitatif dari langkah ke 3.
HASIL :

Aglutinasi dari suspensi partikel latex merupakan hasil positif. (Pengelompokan yang
dapat dilihat muncul dalam waktu 3 menit.) Serum yang bereaktif lemah menghasilkan
butiran-butiran yang sangat halus atau pengelompokan parsial. Hasil harus dibaca dalam
jangka 3 menit, karena reaksi non spesifik dapat terjadi setelah periode waktu yang
ditentukan.

Serum yang positif dalam tes pengecekan harus dites ualng dalam tes titrasi untuk
menghasilkan sebuah verifikasi untuk penginterpretasian garis batas. Pengenceran terbesar
dari sampel tes yang menunjukkan aglutinasi dianggap sebagai nilai akhir. Pengalian dari
faktor pengenceran dengan 20IU/ml akan menghasilkan level perkiraan dari RF.

➢ Cara Kualitatif
- Hasil (-) : Tidak terjadi Aglutinasi pada Well/lingkaran < 8 IU/ml
- Hasil (+) : Adanya Aglutinasi yang diidentifikasi pada level ≥ 8 IU/ml

➢ Cara Semi Kuantitatif


Pengenceran RF (IU/ml)
Normal 8
1:2 16
1:4 32
1:8 64
1 : 16 128

Melakukan test pada setiap pengenceran sesuai dengan prosedur kualitatif sampai tidak ada
aglutinasi yang terlihat. Konsentrasi RF kemudian dapat dihitung dari pengenceran terakhir
yang ada aglutinasi.
RF (IU/ml) = pengenceran tertinggi reaksi positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml)

Pembacaan Hasil
Cara pembacaan dari pemeriksaan Rheumatoid faktor secara aglutinasi latex:

A B
Gambar 1. Reaksi positif dan negatif pada slide test
A: Reaksi positif bila terjadi aglutinasi
B. Reaksi negatif bila campuran keruh seperti susu
Jika terjadi hasil yang meragukan pada pemeriksaan, diulangi dan dibandingkan dengan
kontrol positif dan negatif.
• Pengenceran
1+1(1:2)
1+3(1:4)
1+7(1:8)
1 + 15 ( 1 : 16 )
1 + 31 ( 1 : 32 )

• Rumus :
Volume Sampel (serum)
Vol. Sampel + Vol.
Pengencer

• Contoh :
1. 50µl/50µl + 50µl = 50 / 100 = ½
2. 25µl/25µl + 75µl = 25 / 100 = ¼
3. Dst..
PEMBAHASAN
Radang sendi reumatik adalah penyakit sistemik kronis, yang mana umumnya
memiliki gejala: pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, inflamasi, proses degeneratif
pada tulang rawan, membran synovial, atau pada otot. Umumnya penyakit ini mulai
menyerang orang dewasa di usia 30 – 40an. Sementara ini belum ditemukan penyembuhan
spesifiknya, terapi dini membantu menghentikan atau meminimalisir kerusakan permanen
pada sendi. Untuk alasan ini, diagnosis yang jitu menjadi hal yang penting.

Salah satu ciri radang sendi reumatik adalah munculnya sekumpulan protein yang
reaktif di dalam darah dan cairan synovial yang secara kolektif dikenal sebagai Rheumatoid
factors. Mereka adalah macroglobulins yang memiliki 1 juta berat molecular.Menurut
pendapat para penyelidik, RF adalah antibodi yang diarahkan untuk melawan gamma
globulin manusia yang dibedakan. RF ditemukan pada 70 – 100% kasus dari radang sendi
reumatik yang mana keakuratannya bergantung pada prosedur tes yang dipakai untuk
mendeteksi RF. Karena efek RF yang menyebar luas, kemunculannya merupakan kriteria
laboratoris yang berguna untuk diagnosa dari kasus yang dicurigai adanya radang sendi
reumatis. Sebagai perbandingan adanya RF dalam penyakit osteoarthritis atau demam
reumatik secara berturut-turut kurang dari 2% dan 3%. Harus dicatat bahwa penyebaran RF
telah dilaporkan dalam penyakit-penyakit non-reumatik seperti pulmonary tuberculosis,
bakterial endocarditis, syphilis dan pada penyakit yang lain. Adanya kejadian RF yang
signifikan juga dialami oleh kelompok lansia.

Sensitivitas
Sensitivitas analitik tes RF ini adalah 8 IU/L.

Prosedur Kontrol Kualitas


Biasanya dalam satu menit:
➢ kontrol positif akan menghasilkan aglutinasi terhadap background yang jernih,
aglitinasi nyata dalam waktu 2 menit
➢ Kontrol negatif tidak akan menghasilkan aglutinasi. Ini harus digunakan sebagai dasar
perbandingan, suspense halus tanpa aglutinasi setelah 2 menit
Kadar relatif atas kehalusan reagen RF itu sendiri harus diperhitungkan dan dimasukkan
dalam pembacaaan hasil. Jika hasil yang diindikasikan, dengan menggunakan positif dan
negatif tidak didapat, maka tes kit RF DALF jangan digunakan.

Keterbatasan Prosedur
Kekuatan aglutinasi dalam tes pengecekan tidak bersifat indikatif dari titer aktual RF. Waktu
reaksi yang lebih dari 3 menit dapat menghasilkan reaksi positif yang nampak semu, ini
karena efek pengeringannya.

Serum lipemic atau yang telah terkontaminasi dapat dengan menghasilkan reaksi positif
semu.

Karakteristik Pelaksanaan Spesifik


Kepentingan klinis dari penentuan RF terdiri dari pembedaan antara radang sendi
reumatik, yang mana telah muncul dalam serum hingga kurang lebih 80% dari kasus yang
diperiksa, dengan demam reumatik yang mana RF hampir tidak ada. Tes RF lebih sering
positif dalam proses aktif dari durasi yang lebih tinggi, daripada dalam penyakit yang kurang
aktif atau masih dalam tahap dini.

RF terkadang ditemukan di dalam serum pasien dengan polyarteritis nodosa systemic


lupus erythematosus, dan di berbagai penyakit inflamasi kronis seperti TBC, lepra, syphilis,
dan bacterial endocarditis. Serum ini telah diuji dari penyakit-penyakit tersebut dan
menunjukkan reaksi positif sekita 6% dari kasus yang diujikan. Sekitar 3.5% dari pasien yang
diketahui reumatik tidak bereaksi pada tes pengujian, sebaliknya 2% dari serum pra individu
yang kelihatannya sehat justru memberikan reaksi RF positif.

Performa dari uji RF DALF telah dibandingkan dengan tes dari perusahaan lain dalam uji
klinis. Uji RF Dalf dinyatakan memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 95%.

Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma,
mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis, sifilis,
infeksi kronis, lansia.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

• Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah terjadi
pemulihan klinis.
• Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit kolagen,
kanker, sirosis hati.
• Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit apapun.
• Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini, temuan
positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam status klinis
pasien.

Catatan :
Sensitivitas tes dapat berkurang pada saat suhu rendah. Hasil terbaik diperoleh pada suhu
lebih dari 10℃.
Keterlambatan membaca hasil dapat mengakibatkan positif palsu tingkat RF. Hasil yang
diperoleh dengan uji lateks tidak bisa dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan uji
Waaler Rose. Perbedaan dalam hasil tidak mencerminkan perbedaan antara teknik dalam
kemampuan untuk mendeteksi factor rheumatoid.
KESIMPULAN
Antigen X yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel immunokompeten
dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan antibody terhadap antigen tersebut.
Antibodi yang dibentuk dalam beberepa sendi ini terutama adalah dari kelas IgG walaupun
kelas antibody yang lain juga terbentuk. Pada beberapa penderita dengan arthritis rheumatoid,
secara genetic didapatkan adanya kelainan dari sel limposit T-supresornya sehingga tidak
dapat menekan sel limposit T-helper dengan akibat timbulnya rangsangan berlebihan pada sel
plasma sehingga terjadi pembentukan antibody yang berlebihan pula.

Dalam jangka waktu yang lama hal ini dapat menyebabkan gangguan glikosilasi IgG
sehingga terbentuk IgG yang abnormal, dan menimbulkan pembentukan auto antibody yang
dikenal sebagai factor rematoid (IgG,IgA,IgE, dan IgM anti-IgG). IgG yang abnormal
tersebut akan difagositosis oleh magrofag atau APC yang lain. Di dalam APC, IgG tersebut
akan dproses namun pada orang normal tidak menimbulkan respons imun sebab bahan yang
berasal dari tubuh sendiri tidak dapat membangkitkan molekul konstimulatoris B7 pada
permukaan APC sehingga tak dapat terikat pada molekul konstimulatoris CD28.

Pada penderita RA, oleh karena HLA-nya, terjadi peningkatan kadar molekul B7-1 dan
B7-2, sehingga dapat mengikat molekul CD28, dan menimbulkan respons imun CD4 Th2
yang menghasilkan otoantibodi, yaitu IgG atau factor rheumatoid. Umunya FR baru
terbentuk setelah panderita menderita penyakit lebih dari 6 bulan, tetapi dapat pula terjadi
lebih awal atau sesudah waktu yang lama. Dalam tahap selanjutnya antibody tersebut
(terutama IgG) akan mengadakan ikatan dengan antigen X dalam bentuk kompleks IgG-
antigen X atau dengan IgG sendiri dalam bentuk kompleks IgG-IgG. Kompleks imun yang
terjadi akan mengaktifkan komplemen , dan menimbulkan kemotaksin yang menarik lekosit
PMN ketempat proses. PMN ini akan mengadakan fagositosis kompleks imun tersebut, dan
mengalami kerusakan atau mati dengan akibat pengeluaran enzim lysosin yang dapat
merusak tulang rawan sendi.

Pengendapan kompleks imun yang disertai komplemen pada dinding sendi juga dapat
menyebabkan kerusakan sendi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa jaringan sinovia sendi
(sel dendritik abnormal) yang mengalami arthritis rematoid mengeluarkan enzim collagenase
dalam jumalah yang cukup banyak sehingga dapat menyebabkan tulang rawan sendi yang tak
dapat pulih lagi (irreversible).
DAFTAR PUSTAKA
PPT dari Ibu Rahmah
https://www.slideshare.net/mobile/syifarosifah1/rheumatoid-factor
https://www.academia.edu/10217530/makalah_rheumatoid_factor_RF_

Anda mungkin juga menyukai