Anda di halaman 1dari 13

1.

Hubungan Pendidikan, Filsafat, Dan Psikologi


1.1 Hubungan Pendidikan dengan Filsafat
Hubungan antara filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi
dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses
pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang
ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan
pengalaman manusia.
Kilpatrik mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha;
berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan,
dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan
filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dan
kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya
dalam kehidupan mereka.
Tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat; filsafat
memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah
melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Jadi, filsafat
pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan
berikut:
1.  filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekaatan yang dipakai dalam
memecahkan problematikan.
2.   filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran
tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan nyata.
3.      filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan
(pedagogik).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan
pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan
mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan
pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan
landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan

1.2 Hubungan Pendidikan dengan Psikologi


Pada awalnya ilmu psikologi adalah bagian dari ilmu filsafat, tetapi kemudian
memisahkan diri dan berdiri sendiri sebagai ilmu yang mandiri. Meskipun psikologi memisahkan
diri dari filsafat, namun psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat, karena
kedua ilmu ini memiliki ilmu obyek yang sama yaitu manusia sebagai makhluk hidup. Namun
berbeda dalam pengkajiannya.
Dalam ilmu psikologi, yang dipelajari dari manusia adalah mengenai jiwa/mental, tetapi
tidak dipelajari secara langsung karena bersifat abstrak dan membatasi pada manifestasi dan
ekspresi dari jiwa/mental tersebut, yakni berupa tingkah laku dan proses kegiatannya. Sedangkan
dalam ilmu filsafat yang dibicarakan adalah mengenai hakikat dan kodrat manusia serta tujuan
hidup manusia. Sehingga ilmu psikologi dan filsafat terdapat suatu hubungan yang timbal balik
dan saling melengkapi antara keduanya
Dapat dikemukakan bahwa ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat itupun
tetap masih ada hubungan dengan filsafat, terutama mengenai hal hal yang menyangkut sifat
hakikat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu (Abu Ahmadi, 2003:28-29).
Tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari Filsafat sebagai ilmu induknya. Pertanyaan-
pertanyaan hakiki (mendasar) “apa dan siapakah manusia itu?” bisa saja diupayakan jawabannya
melalui pengamatan, bahkan eksperimen-eksperimen objektif tentang perilaku. Akan tetapi,
jawaban tuntasnya tetap harus dicari dalam filsafat (Sarlito Wirawan Sarwono, 2012:11).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi dengan filsafat
mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat. Psikologi yang membahas tentang
jiwa/mental akan sangat terbantu dengan filsafat dalam hal mencari jawaban dari penyelidikan-
penyelidikannya.
Sebaliknya, filsafat akan sangat terbantu dengan psikologi dalam hal penyelidikan-
penyelidikannya juga. Dalam hal ini, filsafat memerlukan data dari psikologi untuk membantu
menyelediki manusia, apakah manusia itu, dan gejala tindakan manusia.
1.3 Hubungan Psikologi dengan Filsafat
Psikologi dan cabang cabang psikologi adalah sebuah ilmu tentang jiwa atau ilmu yang
secara khusus mempelajari tentang gejala dari kejiwaan manusia. Sementara filsafat merupakan
sekumpulan masalah langsung yang bisa mendapatkan perhatian dari manusia dan akan
ditemukan jawaban jawabannya dari para ahli filsafat. Psikologi dan juga filsafat sendiri
memiliki hubungan erat sebab filsafat sebetulnya merupakan akar dari psikologi dan psikologi
merupakan salah satu cabang dari filsafat meski sekarang psikologi sudah berdiri sendiri dan
terpisah dari ilmu filsafat. Hubungan utama dari filsafat dengan psikologi adalah ilmu
pengetahuan dimana subjek psikologi adalah manusia dan mempelajari tingkah laku dari
manusia berhubungan dengan kehendak, akal dan juga pengetahuan. Sementara filsafat juga
mengulas tentang tingkah laku manusia namun membutuhkan data dari ilmu. Lalu, apa saja
sebenarnya hubungan psikologi dengan filsafat yang paling utama?, berikut ulasan selengkapnya
untuk anda.
1. Menegaskan Akar Historis
Kontribusi filsafat dalam psikologi yang pertama adalah untuk menegaskan akar historis.
Psikologi dan ilmu ilmu lainnya adalah pecahan dari filsafat dan dalam filsafat sendiri juga bisa
ditemukan refleksi yang mendalam mengenai konsep jiwa dan juga perilaku manusia. Refleksi
refleksi inilah yang nantinya bisa ditemukan dalam teks kuno filsafat atau teks filsafat modern.
Dengan mempelajari tentang ini, maka psikolog bisa semakin paham tentang akar historis dari
ilmu yang mereka miliki dan juga tentang perdebatan yang sedang terjadi didalamnya. Jika
membaca tentang beberapa teks kuno Aristoteles dan Thomas Aquinas mengenai konsep jiwa
dan manusia, maka beberapa teks kuno tersebut akan memberikan sudut pandang dan juga
pemikiran yang baru untuk perkembangan ilmu psikologi.
2. Memberikan Kerangka Berpikir
Jika dilihat secara khusus, fungsi filsafat dalam psikologi juga bisa memberikan kerangka
berpikir yang sistematis, logis sekaligus rasional untuk para psikolog baik praktisi dan juga
akademisi. Dengan menggunakan ilmu logika yang menjadi salah satu cabang filsafat, psikolog
juga akan dibekali dengan kerangka berpikir yang bisa digunakan dalam kerja mereka. Semua
ilmu pengetahuan dibangun atas dasar logika begitu juga dengan psikologi. Metode pendekatan
dan juga penarikan kesimpulan secara menyeluruh akan diambil atas dasar prinsip logika
sehingga dengan belajar logika secara sistematis, para psikolog nantinya bisa mengembangkan
ilmu psikologi secara sistematis, rasional dan juga logis.
3. Pekembangan Etika
Filsafat juga mempunyai cabang yang cukup penting dalam perkembangan ilmu
psikologi yakni etika. Yang dimaksud dengan etika dalam hal ini adalah mengenai moral dan
moral disini mengartikan semua yang berhubungan dengan baik atau buruk. Sementara dalam
praktek ilmiah, ilmuwan juga membutuhkan etika untuk panduan agar penelitian tidak sampai
melanggar nilai moral dasar seperti hak asasi manusia dan juga kebebasan. Sebagai praktisi,
seorang psikolog juga akan membutuhkan panduan etis dalam kerja mereka dan panduan etis
umumnya akan diterjemahkan dalam bentuk kode etik profesi psikologi.
4. Eksistensialisme
Salah satu dari cabang cabang filsafat yang berpengaruh dalam psikologi adalah
eksistensialisme. Beberapa tokoh yang berhubungan dalam hal ini diantaranya adalah Friedrich
Nietzsche, Viktor Frankl, Soren Kierkegaard, Jean Paul Sartre dan juga Rollo May.
Eksistensialisme merupakan cabang filsafat yang merefleksikan manusia dimana akan selalu
bereksistensi dalam hidup sehingga manusia akan dipandang sebagai individu yang akan terus
berproses untuk mendapatkan makna dan tujuan dalam hidup. Eksistensialisme nantinya akan
merefleksikan masalah manusia sebagai individu mengenai kecemasan, makna, otentisitas dan
juga tujuan hidup dari manusia sebagai fungsi filsafat manusia dalam psikologi dan kehidupan
manusia.
5. Mengangkat Asumsi
Hubungan filsafat dengan psikologi selanjutnya adalah ilmu filsafat yang bisa
mengangkat asumsi dalam ilmu psikologi. Filsafat juga berguna untuk fungsi kritik pada asumsi
dan kritik disini bukan mengartikan sebuah kritik yang menghancurkan namun kritik yang
konstruktif agar ilmu psikologi nantinya bisa berkembang menuju arah yang jauh lebih
manusiawi dan bisa memahami realitas kehidupan dari manusia dimana asumsi tersebut bisa
dibagi menjadi tiga yakni antroplogis, epistemologis dan juga metafisis. 

6. Refleksi Teori Sosial Kontemporer


Dalam perkembangan psikologi sosial, filsafat bisa memberikan wacana atau sudut
pandang yang baru dalam bentuk refleksi teori sosial kontemporer. Dalam filsafat sosial yang
menjadi salah satu cabang filsafat, para filsuf dibekali dengan banyak cara pandang fenomena
sosial politik seperti massa, kekuasaan, negara, masyarakat, legitimasi, ekonomi, hukum dan
juga budaya. Pada pembahasan segala teori tersebut, filsafat sosial nantinya bisa
menyumbangkan banyak hal dalam perkembangan psikologi sosial dan juga bentuk dialog
diantara ilmu yang koperhensif.
7. Membantu Perkembangan Ilmu Psikologi
Ilmu filsafat sebagai salah satu cabang dari filsafat juga dapat menyumbang besar untuk
perkembangan ilmu macam macam psikologi khusus. Ilmu filsafat merupakan cabang dari
filsafat yang bisa merefleksikan beberapa konsep dari para ilmuwan seperti contohnya konsep
metode, objektivitas, pembuatan kesimpulan dan juga konsep standar kebenaran sebuah
pernyataan ilmiah. Psikolog sebagai seorang ilmuwan membutuhkan kemampuan berpikir dari
ilmu filsafat dengan tujuan agar para psikolog bisa tetap sadar jika ilmu sebenarnya tidak pernah
bisa mencapai kepastian yang mutlak namun hanya dalam level probabilitas.
8. Memberikan Cara Berpikir Radikal, Sistematis dan rasional
Hubungan berikut dari filsafat dengan psikologi adalah filsafat yang bisa memberikan
cara berpikir radikal, sistematis sekaligus rasional pada ilmu psikologi sehingga nantinya macam
macam teori belajar dalam psikologi bisa menjelajah ke area yang sebelumnya belum pernah
tersentuh. Teori dari psikologi tradisional masih beranggapan jika manusia bisa diperlakukan
seperti individu yang mutlak dan manusia bisa diperlakukan sebagai objek. Dengan cara berpikir
dalam disiplin filsafat, kepercayaan teori psikologi tradisional nantinya bisa kembali ditelaah
serta mencari kemungkinan pendekatan baru yang lebih sesuai.
9. Memperlancar Integrasi Antara Ilmu
Filsafat juga bisa berguna untuk memperlancar integrasi diantara berbagai ilmu yang
dibutuhkan khususnya ilmu pengetahuan dalam berkembang ke arah spesialisasi yang akhirnya
bisa menimbulkan kebuntuan yang bisa menyebabkan ciri ciri depresi berat.
10. Membedakan Antara Ilmu pengetahuan
Filsafat nantinya juga bisa membantu dalam urusan membedakan antara ilmu
pengetahuan dan juga scientisme dimana scientisme bertujuan untuk tidak mengakui kebenaran
lain dibandingkan dengan kebenaran yang diutarakan ilmu pengetahuan sekaligus tidak
menerima cara pengenalan lainnya dibandingkan dengan cara pengenalan yang dilakukan ilmu
pengetahuan. Dengan ini, maka ilmu pengetahuan akan melewati batasan batasan dan akan
menjadi sebuah filsafat. 
11. Menilai Secara Kritis
Filsafat ilmu bisa memiliki peran untuk menilai secara kritis tentang apa yang dianggap
benar oleh ilmu psikologi kognitif. Seperti yang sudah diungkapkan, ilmu memiliki peran besar
bagi manusia dan akan mendukung peradaban dari manusia sehingga harus sangat dihargai.
Akan tetapi terkadang kelemahan yang harus diperhatikan adalah jika pelaku ilmu berpendapat
jika diluar ilmu mereka tidak ada pengetahuan lain yang bisa dibenarkan. Sedangkan kelemahan
lainnya adalah adanya anggapan mengenai kebenaran yang dikemukakan secara eksplisit dengan
mengabaikan bidang filsafat yang sebenarnya sudah dimasuki oleh para pelaku ilmu yang
bersangkutan.
12. Memberikan Solusi Dari Permasalahan
Filsafat merupakan ilmu yang mempertanyakan sebuah jawaban, sementara psikologi
adalah ilmu yang menjawab pertanyaan atau masalah dengan kata lain berguna sebagai cara
menyelesaikan masalah menurut psikologi. Dengan berfilsafat, psikolog nantinya bisa
memperoleh solusi dari sebuah permasalahan yang sedang dihadapi klien sebab akan terus diberi
pertanyaan seperti kenapa, mengapa, apakah alasannya dan terus seperti itu hingga nantinya
diperoleh kesimpulan dari permasalahan tersebut. Padat saat seseorang sudah bisa
mempertanyakan dirinya, bagaimana dirinya bisa terbentuk dan seperti apa posisinya dalam alam
semesta, itu menandakan seseorang sudah berfilsafat sampai ke taraf tertinggi.
13. Memiliki Pandangan Ilmu Alam dan Supranatural
Psikologi adalah cabang ilmu yang mengulas tentang manusia dimana untuk orang awam
tidak menganggap jika psikologi merupakan ilmu perdukunan atau sebuah ilmu supranatural
seperti bisa meramal, membaca pikiran dan sebagainya. Sedangkan filsafat membahas tentang
refleksi terhadap alam dan semua fenomena yang ada. Dengan menjelaskan fenomena ilmu alam
atau ilmu pengetahuan atau sains, maka psikologi dan filsafat mempunyai pandangan yang bisa
dikatakan berbeda.
14. Berkaitan Dengan Pikiran dan Kognisi
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, psikolog hanya sedikit ambil bagian dari
filsafat yaitu tentang pikiran dan juga kognisi. Akan tetapi 30 tahun terakhir sudah berubah yakni
kecerdasan buatan, antropologi, psikologi kognitif dan juga linguistik serta ilmu saraf yang
akhirnya membuat ilmu psikologi dan filsafat berjalan pada jalur yang sama. Filsuf psikolog
bahkan juga bisa berkontribusi untuk membuat karya ilmiah pada kedua disiplin tersebut.
15. Saling Melengkapi
Hubungan antara filsafat dan juga psikologi juga bersifat saling melengkapi jika dilihat
dari fungsi keduanya. Psikologi bisa menjelaskan secara detail tentang gejala psikis dan
psikologis seseorang sehingga sebab, dinamika dan juga kemungkinan dari perilaku bisa
dijelaskan secara lengkap. Sedangkan filsafat lebih menargetkan pada aspek manusia secara
menyeluruh seperti segi rohani dan jasmani, kebebasan dan determinisme, keilahian dan juga
individualitas, kesejarahan dan kebudayaan, kebahasaan dan simbolisme merupakan kesatuan
dari gejala dan juga kejadian manusia yang selanjutnya akan dilihat sebagai sebuah integral
sehingga fungsi keduanya akan saling melengkapi kebutuhan dari ilmu pengetahuan manusia.
Dari ulasan diatas sudah dijelaskan jka hubungan psikologi dengan filsafat sangatlah erat
dan terkadang saling berhubungan namun terkadang juga bisa saling melengkapi antara satu
dengan yang lain sehingga tidak bisa saling terpisahkan.

Hubungan Filsafat dengan Pendidikan

Filsafat dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. baik dilihat dari proses,
jalan, serta tujuannya. Hal ini bisa dipahami karena pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil
spekulasi filsafat,

Filsafat,  jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk
dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam
problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan
pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau
pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan
adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.

Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut Arifin, bukan merupakan insidental.
Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran
mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek
realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas
dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalis, dan menjabarkan
aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan
diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh
karena itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum
mengenai pendidikan.

2. Kebenaran Hakiki melalui Filsafat


Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kebenaran hakiki melalui filsafat, perlu
dibahas terlebih dahulu mengenai cara Memperoleh Kebenaran;
Menurut I Gusti Rai Bagus Utama dalam bukunya berjudul “Filsafat Ilmu dan Logika” , ada
beberapa cara menemukan kebenaran , antara lain:
1. Penemuan secara kebetulan,
2. Penemuan kebenaran dengan coba-coba, coba dan ralat (trial n eror),
3. Penemuan kebenaran melalui otoritas atau kewibawaan,
4. Penemuan kebenaran secara spekulatif,
5. Penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional
6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah.
Jika diuraikan maka sebagai berikut:
1. Penemuan kebenaran secara kebetulan
  Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung tanpa sengaja.
Dalam sejarah manusia ada banyak penemuan yang didapatkan secara kebetulan atau tidak
sengaja, dan hal itu akhir menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan umat manusia.
Karena kebenaran ini tidak diperoleh melalui penelitian yang menggunakan metode tertentu,
maka kebenaran jenis ini tidak dapat diterima oleh dunia.keilmuan atau dunia metode ilmiah,
dengan alasan tidak dapat digunakan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
2. Penemuan Kebenaran dengan Trial  And Eror
Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya sesuatu kepastian akan berhasil atau
penemuan coba dan ralat ini belum tentu akan mencapai kebenaran yang dicarinya. Memang ada
aktifitas mencari kebenaran, tetapi aktifitas itu mengandung unsur spekulaitf atau ‘untung-
untung’. Penemuan dengan cara ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena tanpa
rencana, tanpa rencana, tidak terarah, tanpa pedoman dan tidak diketahui tujauannya. Cara coba
dan ralat inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam usaha untuk
mengungkapkankebenaran.
3. Penemuan Kebenaran Melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang memiliki otoritas (kewibawaan, pengaruh, kekuasaan), misalnya
orang-orang yang memiliki kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran,
meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti tidak
ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam merangsang usaha penemuan baru bagi
orang-orang yang menyangsikannya. Namun demikian ada kalanya pendapat itu ternyata tidak
dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian pendapat pemegang otorias itu bukanlah
pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan hanya berdasarkan pemikiran yang diwarnai
oleh subjektivitas.
4. Penemuan Kebenaran Secara Spekulatif.
Penemuan kebenaran secara spekulatif mirip dengan cara coba dan ralat, akan tetapi
perbedaannya dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang yang menghadapi suatu masalah
yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah
alternative pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih salah satu alternative pemecahan itu
sekalipun ia tidak yakin benar mengenai keberhasilannya.
5. Penemuan Kebenaran Melalui Cara Berpikir Kritis dan Rasional
Melalui cara berpikir kritis dan rasional telah banyak mengahsilkan penemuan tentang
kebenaran sesuatu. Dalam menghadapi berbagai masalah, manusia berusaha menganalisisnya
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya untuk sampai pada pemecahan
masalah secara tepat. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan
masalah adalah dengan cara berpikir analitis dan cara berpikir sintesis
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang  ilmiah adalah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan.
Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap
akibat, dan bahwa setyipa gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Pada
setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri umum, yaitu :
a. Pelaksanaannya yang metodis harus mencapai satu keseluruhan yang logis dan koheren.
Artinya, dituntut adanya system dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi, susunannya
logis.
b. Bersifat universal.
Setiap penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami
distorsi karena adanya pelbagai prasangka subjektif. Agar penelitian ilmiah dapat dijamin
objektivitasnya, tuntutan intersubjektivitas perlu dipenuhi.
c. Penelitian ilmiah juga harus diverifikasi oleh semua penelitian yang relevan.
Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuan yang lain. Oleh karena itu,
penelitian ilmiah harus dapat dikomunikasikan.

Adapun filsafat tidak berdiri sendiri, melainkan melalui tingkatan antara lain; filsafat,
teori ilmu, konsep, metodologi dan hamparan.
Filsafat diperoleh melalui teori-teori, dalam hal ini filsafat kebenaran. Sebelum adanya filsafat
kebenaran, telah didahului dengan adanya teori kebenaran, ilmu pengetahuan terkait erat dengan
pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia,
namun tidak semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya
pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis,
melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, adapun contoh
teori kebenaran ialah;
Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas
oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan
fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu
berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan
atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya
jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka pernyataan
itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta
memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota
Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota
Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada
kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta,
maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah.
Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian
bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau
pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence)
dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa
yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa
kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan
realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran
empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah
pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika
ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka
sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory of truth), menerangkan bahwa
kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran
dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu
yaitu :
a. Statemaent (pernyataan)
b. Persesuaian (agreemant)
c. Situasi (situation)
d. Kenyataan (realitas)
e. Putusan (judgements)
Demikian halnya dengan teori, teori pada dasarnya bersumber dari konsep-konsep
ilmiah. Sebagaimana dijelaskan oleh beberapa pakar sebagai berikut;
1. Jonathan H. Turner : teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu
kita menjelaskanbagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi
2. Littlejohn & Karen Foss: teori merupaka sebuah sistem konsep yang abstrak dan
hubungan-hubungan konsep tersebutyang membantu kita untuk memahami sebuah
fenomena
3. Kerlinger : teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang
mengandung suatupandangan sistematis dari suatu fenomena.
4. Nazir : teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu
peristiwa atau kejadian.
5. Emory – Cooper : teori merupakan suatu kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan
variable yang berkaitan satusama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan ,
sehingga dapat menjelaskan danmemprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu.
6. Calvin S. Hall & gardner linzey : teori adalah hipotesis (dugaan sementara) yang belum
terbukti atau spekulasi tentang kenyataanyang belum diketahui secara pasti.
7. Manning : teori adalah sekumpulan konsep yang ketika dijelaskan memiliki hubungan
dan dapat diamatidalam dunia nyata
8. King : teori adalah seperangkat asumsi dan kesimpulan logis yang mengaitkan
seperangkat variabelsatu sama lain. Teori akan menghasilkan ramalan-ramalan yang
dapat dibandingkan denganpola-pola yang diamati.

Hal yang sama juga terjadi pada konsep, dimana konsep diperoleh berdasarkan
metodelogi-metodelogi yang menggabungkan beberapa data maupun variabel sehingga bisa
ditarik sebuah konsep. Penjelasan lebih rinci mengenai hal tersebut sebagai berikut;
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan gejala secara
abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan, kelompok. Diharapkan peneliti mampu
memformulasikan pemikirannya kedalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan
penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Dalam dunia penelitian dikenal dua pengertian mengenai konsep, yaitu Pertama konsep
yang jelas hubungannya dengan realita yang diwakili, contoh : meja, mobil dan lain-lainnya.
Kedua konsep yang abstrak hubungannya dengan realitas yang diwakili, contoh : kecerdasan,
kekerabatan, dan lain-lainnya.
Konsep merupakan unsur pokok daripada penelitian. konsep merupakan hal yang abstrak,
maka per;u diterjemahkan dalam kata-kata sedemikian rupa, sehingga dapat di ukur secara
empiris.
- Proposisi
Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian
mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi : “proses migrasi tenaga kerja ditentukan
oleh upah“ (Harris dan Todaro).
Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yang pertama aksioma atau
postulat, yang kedua teorema. Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi
dalam penelitian; sedang teorema ialah proposisi yag dideduksikan dari aksioma.
- Variable
Menurut Y. W, Best yang disunting oleh Sanpiah Faisal bahwa variable penelitian adalah
kondisi-kondisi atau serenteristik yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi
dalam suatu penelitian. sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Tinggi Depdikbud bahwa
variable penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian.

3. Menurut saya orang yang berkata jujur akan selalu yakin dan tenang tenang menghadapi
permasalahan hidup, baik kehidupan sosial maupun personal. Jujur adalah sebuah keindahan.
Kejujuran akan membuat hidup terasa indah dan menyenangkan. Kejujuran adalah sebuah sifat
yang akan menghasilkan sebuah sikap. Dan, sikap inilah yang nantinya akan dinilai oleh semua
orang yang ada di dunia. Kejujuran adalah atribut orang yang berjiwa besar, pintar, bijaksana,
dan berani dalam kehidupan. Hanya orang berjiwa besar dan berani yang mengungkapkan
keadaan sebenarnya.
Sikap itu terwujud dalam perilaku, baik jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri
sendiri (tidak menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi maupun kenyataan batin
dalam diri seseorang individu. Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya, yaitu,
perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian
seseorang bisa dilihat dari kualitas kejujurannya.

Selain itu kejujuran adalah kunci dari kesuksesan manusia menghadapi dunia. Kejujuran
akan membawa dampak yang positif bagi kehidupan. Karena itu, jujurlah untuk mengungkapkan
apa adanya tanpa harus menutupinya dengan alasan apapun, termasuk alasan dan ketakutan akan
rasa malu karena harus menanggung risiko dari kejujuran.
Terkadang, kejujuran memang mengandung risiko ketika seseorang harus menerima
kenyataan “pahit” yang harus ditanggung oleh para pelaku kejujuran. Namun, bukan berarti
setiap kejujuran itu harus dibayar dengan harga “pahit”, sebab banyak orang dimuliakan dan
terhormat karena kejujurannya (Susilo, 2014: 120).
Menurut Susilo, (2014: 119), seseorang yang berkata jujur biasanya tutur katanya sopan
tidak memaksa, dan pembawaannya tenang. Hal ini berbeda dengan orang yang suka berbohong,
yang cenderung emosional dan gelisah. Berkata jujur akan membuat orang merasakan
ketenangan dan kenyamanan ketika bersama orang lain. Ketika kejujuran inheren dalam diri
seseorang, maka akan memberikan dampak terhadap seseorang menjadi merasa tenang dan
makmur. Pribadi yang jujur juga akan disenangi banyak orang.
Lebih lanjut Susilo, (2014: 121) menjelaskan bahwa kejujuran tidak mengenal tempat dan
situasi. Dalam keadaan dan situasi apa pun, kejujuran harus tetap dilakukan dan ditegakan dalam
kehidupan. Kita tidak bisa berapologi berbohong demi kebaikan. Kebohongan atau kejujuran
akan terungkap lewat bahasa tubuh kita. Sikap dan ekspresi dari anggota tubuh akan
menunjukkan kita berkata jujur atau berbohong. Kejujuran mengungkap kebenaran, baik
terhadap dirinya pribadi maupun orang lain. Orang yang bisa jujur pada dirinya sendiri, maka
kepercayaan orang lain akan meningkat. Ketika kita mampu memberikan kepercayaan bagi
orang lain, berarti kita telah mengaplikasikan hidup yang penuh kebahagiaan dan keindahan.
Kejujuran memiliki kaitan yang erat dengan kebenaran dan moralitas. Bersikap jujur
merupakan salah satu tanda kualitas moral seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang
berkualitas, kita mampu membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih otentik dan khas
manusiawi. Fisuf Socrates, misalnya mengatakan jika seseorang sungguh-sungguh mengerti
bahwa perilaku mereka itu keliru, mereka tidak akan memilihnya. Seseorang itu akan semakin
jauh dari kebenaran dan karena itu tidak jujur jika ia tidak menyadari bahwa perilakunya itu
sesungguhnya keliru. Kesadaran diri bahwa setiap manusia bisa salah dan mengakuinya
merupakan langkah awal bertumbuhnya nilai kejujuran dari diri seseorang (Tresnawati , 2012: 4)

Anda mungkin juga menyukai