Filsafat dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. baik dilihat dari proses,
jalan, serta tujuannya. Hal ini bisa dipahami karena pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil
spekulasi filsafat,
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk
dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam
problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan
pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau
pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan
adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut Arifin, bukan merupakan insidental.
Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran
mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek
realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas
dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalis, dan menjabarkan
aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan
diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh
karena itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum
mengenai pendidikan.
Adapun filsafat tidak berdiri sendiri, melainkan melalui tingkatan antara lain; filsafat,
teori ilmu, konsep, metodologi dan hamparan.
Filsafat diperoleh melalui teori-teori, dalam hal ini filsafat kebenaran. Sebelum adanya filsafat
kebenaran, telah didahului dengan adanya teori kebenaran, ilmu pengetahuan terkait erat dengan
pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia,
namun tidak semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya
pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis,
melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, adapun contoh
teori kebenaran ialah;
Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas
oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan
fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu
berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan
atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya
jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka pernyataan
itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta
memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota
Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak
terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota
Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada
kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta,
maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah.
Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian
bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau
pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence)
dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa
yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa
kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan
realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran
empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah
pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika
ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka
sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory of truth), menerangkan bahwa
kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran
dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu
yaitu :
a. Statemaent (pernyataan)
b. Persesuaian (agreemant)
c. Situasi (situation)
d. Kenyataan (realitas)
e. Putusan (judgements)
Demikian halnya dengan teori, teori pada dasarnya bersumber dari konsep-konsep
ilmiah. Sebagaimana dijelaskan oleh beberapa pakar sebagai berikut;
1. Jonathan H. Turner : teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu
kita menjelaskanbagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi
2. Littlejohn & Karen Foss: teori merupaka sebuah sistem konsep yang abstrak dan
hubungan-hubungan konsep tersebutyang membantu kita untuk memahami sebuah
fenomena
3. Kerlinger : teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang
mengandung suatupandangan sistematis dari suatu fenomena.
4. Nazir : teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu
peristiwa atau kejadian.
5. Emory – Cooper : teori merupakan suatu kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan
variable yang berkaitan satusama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan ,
sehingga dapat menjelaskan danmemprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu.
6. Calvin S. Hall & gardner linzey : teori adalah hipotesis (dugaan sementara) yang belum
terbukti atau spekulasi tentang kenyataanyang belum diketahui secara pasti.
7. Manning : teori adalah sekumpulan konsep yang ketika dijelaskan memiliki hubungan
dan dapat diamatidalam dunia nyata
8. King : teori adalah seperangkat asumsi dan kesimpulan logis yang mengaitkan
seperangkat variabelsatu sama lain. Teori akan menghasilkan ramalan-ramalan yang
dapat dibandingkan denganpola-pola yang diamati.
Hal yang sama juga terjadi pada konsep, dimana konsep diperoleh berdasarkan
metodelogi-metodelogi yang menggabungkan beberapa data maupun variabel sehingga bisa
ditarik sebuah konsep. Penjelasan lebih rinci mengenai hal tersebut sebagai berikut;
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan gejala secara
abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan, kelompok. Diharapkan peneliti mampu
memformulasikan pemikirannya kedalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan
penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Dalam dunia penelitian dikenal dua pengertian mengenai konsep, yaitu Pertama konsep
yang jelas hubungannya dengan realita yang diwakili, contoh : meja, mobil dan lain-lainnya.
Kedua konsep yang abstrak hubungannya dengan realitas yang diwakili, contoh : kecerdasan,
kekerabatan, dan lain-lainnya.
Konsep merupakan unsur pokok daripada penelitian. konsep merupakan hal yang abstrak,
maka per;u diterjemahkan dalam kata-kata sedemikian rupa, sehingga dapat di ukur secara
empiris.
- Proposisi
Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian
mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi : “proses migrasi tenaga kerja ditentukan
oleh upah“ (Harris dan Todaro).
Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yang pertama aksioma atau
postulat, yang kedua teorema. Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi
dalam penelitian; sedang teorema ialah proposisi yag dideduksikan dari aksioma.
- Variable
Menurut Y. W, Best yang disunting oleh Sanpiah Faisal bahwa variable penelitian adalah
kondisi-kondisi atau serenteristik yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi
dalam suatu penelitian. sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Tinggi Depdikbud bahwa
variable penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian.
3. Menurut saya orang yang berkata jujur akan selalu yakin dan tenang tenang menghadapi
permasalahan hidup, baik kehidupan sosial maupun personal. Jujur adalah sebuah keindahan.
Kejujuran akan membuat hidup terasa indah dan menyenangkan. Kejujuran adalah sebuah sifat
yang akan menghasilkan sebuah sikap. Dan, sikap inilah yang nantinya akan dinilai oleh semua
orang yang ada di dunia. Kejujuran adalah atribut orang yang berjiwa besar, pintar, bijaksana,
dan berani dalam kehidupan. Hanya orang berjiwa besar dan berani yang mengungkapkan
keadaan sebenarnya.
Sikap itu terwujud dalam perilaku, baik jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri
sendiri (tidak menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi maupun kenyataan batin
dalam diri seseorang individu. Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya, yaitu,
perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian
seseorang bisa dilihat dari kualitas kejujurannya.
Selain itu kejujuran adalah kunci dari kesuksesan manusia menghadapi dunia. Kejujuran
akan membawa dampak yang positif bagi kehidupan. Karena itu, jujurlah untuk mengungkapkan
apa adanya tanpa harus menutupinya dengan alasan apapun, termasuk alasan dan ketakutan akan
rasa malu karena harus menanggung risiko dari kejujuran.
Terkadang, kejujuran memang mengandung risiko ketika seseorang harus menerima
kenyataan “pahit” yang harus ditanggung oleh para pelaku kejujuran. Namun, bukan berarti
setiap kejujuran itu harus dibayar dengan harga “pahit”, sebab banyak orang dimuliakan dan
terhormat karena kejujurannya (Susilo, 2014: 120).
Menurut Susilo, (2014: 119), seseorang yang berkata jujur biasanya tutur katanya sopan
tidak memaksa, dan pembawaannya tenang. Hal ini berbeda dengan orang yang suka berbohong,
yang cenderung emosional dan gelisah. Berkata jujur akan membuat orang merasakan
ketenangan dan kenyamanan ketika bersama orang lain. Ketika kejujuran inheren dalam diri
seseorang, maka akan memberikan dampak terhadap seseorang menjadi merasa tenang dan
makmur. Pribadi yang jujur juga akan disenangi banyak orang.
Lebih lanjut Susilo, (2014: 121) menjelaskan bahwa kejujuran tidak mengenal tempat dan
situasi. Dalam keadaan dan situasi apa pun, kejujuran harus tetap dilakukan dan ditegakan dalam
kehidupan. Kita tidak bisa berapologi berbohong demi kebaikan. Kebohongan atau kejujuran
akan terungkap lewat bahasa tubuh kita. Sikap dan ekspresi dari anggota tubuh akan
menunjukkan kita berkata jujur atau berbohong. Kejujuran mengungkap kebenaran, baik
terhadap dirinya pribadi maupun orang lain. Orang yang bisa jujur pada dirinya sendiri, maka
kepercayaan orang lain akan meningkat. Ketika kita mampu memberikan kepercayaan bagi
orang lain, berarti kita telah mengaplikasikan hidup yang penuh kebahagiaan dan keindahan.
Kejujuran memiliki kaitan yang erat dengan kebenaran dan moralitas. Bersikap jujur
merupakan salah satu tanda kualitas moral seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang
berkualitas, kita mampu membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih otentik dan khas
manusiawi. Fisuf Socrates, misalnya mengatakan jika seseorang sungguh-sungguh mengerti
bahwa perilaku mereka itu keliru, mereka tidak akan memilihnya. Seseorang itu akan semakin
jauh dari kebenaran dan karena itu tidak jujur jika ia tidak menyadari bahwa perilakunya itu
sesungguhnya keliru. Kesadaran diri bahwa setiap manusia bisa salah dan mengakuinya
merupakan langkah awal bertumbuhnya nilai kejujuran dari diri seseorang (Tresnawati , 2012: 4)