Anda di halaman 1dari 12

15 Hubungan Psikologi Dengan Filsafa

https://dosenpsikologi.com/hubungan-psikologi-dengan-
filsafat#:~:text=Hubungan%20utama%20dari%20filsafat
%20dengan,namun%20membutuhkan%20data%20dari%20ilmu .

Psikologi dan cabang cabang psikologi adalah sebuah ilmu tentang jiwa atau ilmu yang secara khusus

mempelajari tentang gejala dari kejiwaan manusia. Sementara filsafat merupakan sekumpulan masalah

langsung yang bisa mendapatkan perhatian dari manusia dan akan ditemukan jawaban jawabannya dari para

ahli filsafat. Psikologi dan juga filsafat sendiri memiliki hubungan erat sebab filsafat sebetulnya merupakan

akar dari psikologi dan psikologi merupakan salah satu cabang dari filsafat meski sekarang psikologi sudah

berdiri sendiri dan terpisah dari ilmu filsafat. Hubungan utama dari filsafat dengan psikologi adalah ilmu

pengetahuan dimana subjek psikologi adalah manusia dan mempelajari tingkah laku dari manusia berhubungan

dengan kehendak, akal dan juga pengetahuan. Sementara filsafat juga mengulas tentang tingkah laku manusia

namun membutuhkan data dari ilmu. Lalu, apa saja sebenarnya hubungan psikologi dengan filsafat yang paling

utama?, berikut ulasan selengkapnya untuk anda.


1. Menegaskan Akar Historis

Kontribusi filsafat dalam psikologi yang pertama adalah untuk menegaskan akar historis. Psikologi dan ilmu

ilmu lainnya adalah pecahan dari filsafat dan dalam filsafat sendiri juga bisa ditemukan refleksi yang

mendalam mengenai konsep jiwa dan juga perilaku manusia. Refleksi refleksi inilah yang nantinya bisa

ditemukan dalam teks kuno filsafat atau teks filsafat modern. Dengan mempelajari tentang ini, maka psikolog

bisa semakin paham tentang akar historis dari ilmu yang mereka miliki dan juga tentang perdebatan yang

sedang terjadi didalamnya. Jika membaca tentang beberapa teks kuno Aristoteles dan Thomas Aquinas

mengenai konsep jiwa dan manusia, maka beberapa teks kuno tersebut akan memberikan sudut pandang dan

juga pemikiran yang baru untuk perkembangan ilmu psikologi.


2. Memberikan Kerangka Berpikir

Jika dilihat secara khusus, fungsi filsafat dalam psikologi juga bisa memberikan kerangka berpikir yang

sistematis, logis sekaligus rasional untuk para psikolog baik praktisi dan juga akademisi. Dengan

menggunakan ilmu logika yang menjadi salah satu cabang filsafat, psikolog juga akan dibekali dengan

kerangka berpikir yang bisa digunakan dalam kerja mereka. Semua ilmu pengetahuan dibangun atas dasar

logika begitu juga dengan psikologi. Metode pendekatan dan juga penarikan kesimpulan secara menyeluruh

akan diambil atas dasar prinsip logika sehingga dengan belajar logika secara sistematis, para psikolog nantinya

bisa mengembangkan ilmu psikologi secara sistematis, rasional dan juga logis.
3. Pekembangan Etika
Filsafat juga mempunyai cabang yang cukup penting dalam perkembangan ilmu psikologi yakni etika. Yang

dimaksud dengan etika dalam hal ini adalah mengenai moral dan moral disini mengartikan semua yang

berhubungan dengan baik atau buruk. Sementara dalam praktek ilmiah, ilmuwan juga membutuhkan etika

untuk panduan agar penelitian tidak sampai melanggar nilai moral dasar seperti hak asasi manusia dan juga

kebebasan. Sebagai praktisi, seorang psikolog juga akan membutuhkan panduan etis dalam kerja mereka dan

panduan etis umumnya akan diterjemahkan dalam bentuk kode etik profesi psikologi.

4. Eksistensialisme

Salah satu dari cabang cabang filsafat yang berpengaruh dalam psikologi adalah eksistensialisme. Beberapa

tokoh yang berhubungan dalam hal ini diantaranya adalah Friedrich Nietzsche, Viktor Frankl, Soren

Kierkegaard, Jean Paul Sartre dan juga Rollo May. Eksistensialisme merupakan cabang filsafat yang

merefleksikan manusia dimana akan selalu bereksistensi dalam hidup sehingga manusia akan dipandang

sebagai individu yang akan terus berproses untuk mendapatkan makna dan tujuan dalam hidup.

Eksistensialisme nantinya akan merefleksikan masalah manusia sebagai individu mengenai kecemasan, makna,

otentisitas dan juga tujuan hidup dari manusia sebagai fungsi filsafat manusia dalam psikologi dan kehidupan

manusia.
5. Mengangkat Asumsi
6. Hubungan filsafat dengan psikologi selanjutnya adalah ilmu filsafat yang bisa mengangkat asumsi
dalam ilmu psikologi. Filsafat juga berguna untuk fungsi kritik pada asumsi dan kritik disini bukan
mengartikan sebuah kritik yang menghancurkan namun kritik yang konstruktif agar ilmu psikologi
nantinya bisa berkembang menuju arah yang jauh lebih manusiawi dan bisa memahami realitas
kehidupan dari manusia dimana asumsi tRefleksi Teori Sosial Kontemporer

Dalam perkembangan psikologi sosial, filsafat bisa memberikan wacana atau sudut pandang yang baru dalam

bentuk refleksi teori sosial kontemporer. Dalam filsafat sosial yang menjadi salah satu cabang filsafat, para

filsuf dibekali dengan banyak cara pandang fenomena sosial politik seperti massa, kekuasaan, negara,

masyarakat, legitimasi, ekonomi, hukum dan juga budaya. Pada pembahasan segala teori tersebut, filsafat

sosial nantinya bisa menyumbangkan banyak hal dalam perkembangan psikologi sosial dan juga bentuk dialog

diantara ilmu yang koperhensif.


7. Membantu Perkembangan Ilmu Psikologi

Ilmu filsafat sebagai salah satu cabang dari filsafat juga dapat menyumbang besar untuk perkembangan

ilmu macam macam psikologi khusus. Ilmu filsafat merupakan cabang dari filsafat yang bisa merefleksikan

beberapa konsep dari para ilmuwan seperti contohnya konsep metode, objektivitas, pembuatan kesimpulan dan

juga konsep standar kebenaran sebuah pernyataan ilmiah. Psikolog sebagai seorang ilmuwan membutuhkan
kemampuan berpikir dari ilmu filsafat dengan tujuan agar para psikolog bisa tetap sadar jika ilmu sebenarnya

tidak pernah bisa mencapai kepastian yang mutlak namun hanya dalam level probabilitas.
8. Memberikan Cara Berpikir Radikal, Sistematis dan rasional

Hubungan berikut dari filsafat dengan psikologi adalah filsafat yang bisa memberikan cara berpikir radikal,

sistematis sekaligus rasional pada ilmu psikologi sehingga nantinya macam macam teori belajar dalam

psikologi bisa menjelajah ke area yang sebelumnya belum pernah tersentuh. Teori dari psikologi tradisional

masih beranggapan jika manusia bisa diperlakukan seperti individu yang mutlak dan manusia bisa

diperlakukan sebagai objek. Dengan cara berpikir dalam disiplin filsafat, kepercayaan teori psikologi

tradisional nantinya bisa kembali ditelaah serta mencari kemungkinan pendekatan baru yang lebih sesuai.

ersebut bisa dibagi menjadi tiga yakni antroplogis, epistemologis dan juga metafisis. 

9. Memperlancar Integrasi Antara Ilmu

Filsafat juga bisa berguna untuk memperlancar integrasi diantara berbagai ilmu yang dibutuhkan khususnya

ilmu pengetahuan dalam berkembang ke arah spesialisasi yang akhirnya bisa menimbulkan kebuntuan yang

bisa menyebabkan ciri ciri depresi berat.


10. Membedakan Antara Ilmu pengetahuan

Filsafat nantinya juga bisa membantu dalam urusan membedakan antara ilmu pengetahuan dan juga scientisme

dimana scientisme bertujuan untuk tidak mengakui kebenaran lain dibandingkan dengan kebenaran yang

diutarakan ilmu pengetahuan sekaligus tidak menerima cara pengenalan lainnya dibandingkan dengan cara

pengenalan yang dilakukan ilmu pengetahuan. Dengan ini, maka ilmu pengetahuan akan melewati batasan

batasan dan akan menjadi sebuah filsafat. 

11. Menilai Secara Kritis

Filsafat ilmu bisa memiliki peran untuk menilai secara kritis tentang apa yang dianggap benar oleh

ilmu psikologi kognitif. Seperti yang sudah diungkapkan, ilmu memiliki peran besar bagi manusia dan akan

mendukung peradaban dari manusia sehingga harus sangat dihargai. Akan tetapi terkadang kelemahan yang

harus diperhatikan adalah jika pelaku ilmu berpendapat jika diluar ilmu mereka tidak ada pengetahuan lain

yang bisa dibenarkan. Sedangkan kelemahan lainnya adalah adanya anggapan mengenai kebenaran yang

dikemukakan secara eksplisit dengan mengabaikan bidang filsafat yang sebenarnya sudah dimasuki oleh para

pelaku ilmu yang bersangkutan.


12. Memberikan Solusi Dari Permasalahan

Filsafat merupakan ilmu yang mempertanyakan sebuah jawaban, sementara psikologi adalah ilmu yang

menjawab pertanyaan atau masalah dengan kata lain berguna sebagai cara menyelesaikan masalah menurut
psikologi. Dengan berfilsafat, psikolog nantinya bisa memperoleh solusi dari sebuah permasalahan yang

sedang dihadapi klien sebab akan terus diberi pertanyaan seperti kenapa, mengapa, apakah alasannya dan terus

seperti itu hingga nantinya diperoleh kesimpulan dari permasalahan tersebut. Padat saat seseorang sudah bisa

mempertanyakan dirinya, bagaimana dirinya bisa terbentuk dan seperti apa posisinya dalam alam semesta, itu

menandakan seseorang sudah berfilsafat sampai ke taraf tertinggi.


13. Memiliki Pandangan Ilmu Alam dan Supranatural

Psikologi adalah cabang ilmu yang mengulas tentang manusia dimana untuk orang awam tidak menganggap

jika psikologi merupakan ilmu perdukunan atau sebuah ilmu supranatural seperti bisa meramal, membaca

pikiran dan sebagainya. Sedangkan filsafat membahas tentang refleksi terhadap alam dan semua fenomena

yang ada. Dengan menjelaskan fenomena ilmu alam atau ilmu pengetahuan atau sains, maka psikologi dan

filsafat mempunyai pandangan yang bisa dikatakan berbeda.

14. Berkaitan Dengan Pikiran dan Kognisi

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, psikolog hanya sedikit ambil bagian dari filsafat yaitu tentang

pikiran dan juga kognisi. Akan tetapi 30 tahun terakhir sudah berubah yakni kecerdasan buatan,

antropologi, psikologi kognitif dan juga linguistik serta ilmu saraf yang akhirnya membuat ilmu psikologi dan

filsafat berjalan pada jalur yang sama. Filsuf psikolog bahkan juga bisa berkontribusi untuk membuat karya

ilmiah pada kedua disiplin tersebut.


15. Saling Melengkapi

Hubungan antara filsafat dan juga psikologi juga bersifat saling melengkapi jika dilihat dari fungsi keduanya.

Psikologi bisa menjelaskan secara detail tentang gejala psikis dan psikologis seseorang sehingga sebab,

dinamika dan juga kemungkinan dari perilaku bisa dijelaskan secara lengkap. Sedangkan filsafat lebih
menargetkan pada aspek manusia secara menyeluruh seperti segi rohani dan jasmani, kebebasan dan

determinisme, keilahian dan juga individualitas, kesejarahan dan kebudayaan, kebahasaan dan simbolisme

merupakan kesatuan dari gejala dan juga kejadian manusia yang selanjutnya akan dilihat sebagai sebuah

integral sehingga fungsi keduanya akan saling melengkapi kebutuhan dari ilmu pengetahuan manusia.

Dari ulasan diatas sudah dijelaskan jka hubungan psikologi dengan filsafat sangatlah erat dan terkadang saling

berhubungan namun terkadang juga bisa saling melengkapi antara satu dengan yang lain sehingga tidak bisa

saling terpisahkan.
Hubungan Filsafat Ilmu
dengan Psikologi
Posted: March 26, 2010 in Filsafat Ilmu
https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafat-ilmu-dengan-
psikologi/
PENDAHULUAN

Ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya telah jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain dan dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. Dari
pengertian inilah sebenarnya berkembang pengertian ilmu sebagai disiplin yakni pengetahuan yang mengembangkan
dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. (Jujun S.
Suriasumantri, 2007:33-34)

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-
permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan
filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, dan tidak
mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom, karena keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan
sesuatu,dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berfikir dan berperasaan (Gleitman, 1986). Psikologi juga
dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental. (Hillgard, 1953:15)

Dalam makalah ini, kami mencoba mengkaji bagaimana hubungan antara filsafat ilmu dan psikologi. Karena psikologi
sendiri terlahir dari filsafat yang merupakan mother of science.
“Aku akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-Ku dari yang terbentang di horison ini dan dari jiwa mereka
sendiri, sehingga tahulah mereka akan kebenaran itu”. (Q.S Fushshilat, 41 : 53)
PEMBAHASAN

2.1  Filsafat Ilmu

A. Pengertian Filsafat Ilmu

Pengertian filsafat ilmu menurut beberapa ahli :

 Robert Ackerman : “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to
proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu
kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual).
 Lewis White Beck : “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole”. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan).
 A. Cornelius Benjamin : “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of
its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.” (Cabang
pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).
 Michael V. Berry : “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory,
i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan
dan teori, yakni tentang metode ilmiah).
 May Brodbeck : “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and
clarifications of science”. (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan –
landasan ilmu).
ADVERTISEMENT
REPORT THIS AD

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengakaji hakikat ilmu.

B. Sistematika Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu
seperti :

1)   Ontologis

Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek
tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?

2)   Epistemologis

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-
hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu
sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang dapat membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu?

3)   Aksiologis

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/ profesional? (Jujun S. Suriasumantri, 2007:34)

C. Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa
dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
 Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
 Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
 Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
 Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam
memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu sebagai confirmatory
theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of
explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu

Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

 Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik, dan (3)
metodologi disiplin ilmu.
 Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends,
melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
 Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai kebudayaan, produk domain kognitif
dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu
ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif.
Bila etik dimasukkan perlu ditambah human/ manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan
lagi menjadi tidak merusak lingkungan.

2.2  Psikologi

A. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu
pengetahuan. Jadi, secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut
dengan ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya
jasmaniyah yang keberadaannya tergantung pada hidup jasmaniyah dan menimbulkan perbuatan badaniyah organik
behavior, yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Misalnya: Insting, refleks, nafsu, dan sebagainya.
Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya.

Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniyah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian
perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan
sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniyah, sosial, dan lingkungan. Proses
belajar ialah proses untuk meningkatkan kepribadian ( personality ) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian
baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses dalam menghadapi
kontradiksi- kontradiksi dalam  hidup (Abu Ahmadi, 2009:1). Adapun definisi menurut para ahli itu antara lain
sebagai berikut:
 Plato dan Aristoteles : Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai
akhir.
 Wilhelm Wundt : Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman- pengalaman yang timbul
dalam diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling) dan kehendak.
B. Ruang Lingkup Psikologi

Ditinjau dari segi objeknya, Psikologi dapat dibedakan dalam dua golongan yang besar, yaitu:

1. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia.


2. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umumnya lebih tegas di sebut psikologi hewan.
Psikologi yang sekarang ini yang berobjekkan manusia dibedakan menjadi dua yaitu psikologi umum dan psikologi
khusus. Psikologi umun adalah psikologi yang mempelajari  atau menyelidiki kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis
manusia pada umumnya yang dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum mencari dalil
yang bersifat umum dari pada kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis. Psikologi umum memandang manusia
seakan-akan terlepas dari manusia yang lain.

Psikologi khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhusususan dari aktivitas psikis
manusia. Hal-hal khusus yang menyimpang dari hal- hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus. Macam-
macam psikologi khusus, antara lain:

1)   Psikologi perkembangan

2)   Psikologi sosial

3)   Psikologi pendidikan

4)   Psikologi kepribadian dan tipologi

5)   Psikopatologi

6)   Psikologi kriminal

7)   Psikologi perusahaan

2.3  Hubungan Filsafat Ilmu dengan Psikologi

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia.
Akan tetapi, ilmu-ilmu tersebut secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan pengetahuan yang setepat
mungkin, semua ilmu membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Dengan demikian ilmu-ilmu khusus tidak
menggarap pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut manusia sebagai keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang
dinamis. Dalam hal ini, peranan filsafat terhadap semua disiplin ilmu termasuk psikologi, hanya sebagai penggagas
dan peletak dasar, dan selanjutnya ilmu-ilmu itulah yang berkembang sesuai dengan objek kajianya masing-masing.

K. Bertens memberikan lima hal yang menyangkut peranan dari filsafat bagi perkembangan ilmu-ilmu yang lain :
1)   Filsafat dapat menyumbang untuk memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang sangat dibutuhkan, yang
disinyalir kecondongan ilmu pengetahuan untuk berkembang ke arah spesialisasi yang akhirnya menimbulkan
kebuntuan. Tetapi pada filsafat tidak ada spesialisasi khusus, filsafat bertugas untuk memperhatikan keseluruhan dan
tidak berhenti pada detail-detailnya.

2)   Filsafat dapat membantu dalam membedakan antara ilmu pengetahuan dan scientisme.
Dengan scientisme dimaksudkan pendirian yang tidak mengakui kebenaran lain daripada kebenaran yang
disingkapkan oleh ilmu pengetahuan dan tidak menerima cara pengenalan lain daripada cara pengenalan yang
dijalankan oleh ilmu pengetahuan, dengan demikian ilmu pengetahuan melewati batas-batasnya dan menjadi suatu
filsafat.
3)   Tidak dapat disangkal bahwa hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih erat dalam bidang
pengetahuan manusia daripada bidang ilmu pengetahuan alam.

4)   Salah satu cabang filsafat yang tumbuh subur sekarang ini adalah apa yang disebut “foundational research“ suatu
penelitian kritis tentang metode-metode, pengandaian-pengandaian dan hasil ilmu pengetahuan positif.
5)   Peranan filsafat dalam kerja sama interdisipliner pasti tidak dapat dibayangkan sebagai semacam “pengetahuan
absolut“.

Manusia sebagai makhluk hidup juga merupakan objek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal hakikat
kodrat manusia, tujuan hidup manusia, dan sebagainya. Sekalipun psikologi pada akhirnya memisahkan diri dari
filsafat, karena metode yang ditempuh sebagai salah satu sebabnya, tetapi psikologi masih tetap mempunyai
hubungan dengan filsafat. Bahkan sebetulnya dapat dikemukakan bahwa ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari
filsafat itupun tetap masih ada hubungan dengan filsafat terutama mengenai hal-hal yang menyangkut sifat
hakikat dan tujuan dari ilmu pengetahuan.

Seperti telah dikemukakan diatas, psikologi mempunyai hubungan antara lain dengan biologi, sosiologi, filsafat, ilmu
pengetahuan, tetapi ini tidak berarti bahwa psikologi tidak mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain diluar ilmu-
ilmu tersebut. Justru karena psikologi memilki mempelajari manusia sebagai makhluk bersegi banyak, makhluk yang
bersifat kompleks maka psikologi harus bekerjasama dengan ilmu-ilmu lain. Tetapi sebaliknya setiap cabang ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan manusia akan kurang sempurna bila tidak mengambil pelajaran dari
psikologi. Dengan demikian, akan terdapat hubungan yang timbal balik.

Setelah psikologi berpisah dengan filsafat dan berdiri sendiri sebagai sebuah cabang ilmu yang baru; nampaknya
psikologi, melalui berbagai penelitiannya berusaha memberikan gambaran bahwa psikologi mengikuti aturan-aturan
penelitian yang berlaku dengan menggunakan cara yang sistematik dan metodologis sehingga hasil penelitiannya
dapat dipertanggungjawabkan secara empirik.

Kebutuhan keilmiahan psikologi tersebut nampaknya baru terpecahkan ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) dan
kawan-kawannya memulai menerapkan metode yang baru dalam bidang psikologi eksperimen. Dalam laboratorium
eksperimen pertama yang didirikannya pada tahun 1879 di Universitas Leipzig (Jerman), Wundt kemudian mulai
melakukan serangkaian eksperimen untuk menguji fenomena-fenomena yang dulunya merupakan bagian dari
filsafat.

Namun demikian, meskipun pengaruh filsafat bagi perkembangan ilmu psikologi masih dapat dirasakan dalam setiap
penelitian yang dihasilkan, hal ini tentunya tidak terlepas dari bidang garapan yang lebih banyak mempunyai
kesamaan dengan filsafat itu sendiri. Dengan diakuinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha
menempatkan metode penelitian yang sistematis dan ilmiah, psikologi menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu
cabang ilmu yang mampu menempatkan metode-metode ilmiah sebagai bagian dari penelitiannya.

Filsafat ilmu, sebagai salah satu cabang filsafat, memberikan sumbangan besar bagi perkembangan
ilmu psikologi. Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang hendak merefleksikan konsep-konsep yang diandaikan
begitu saja oleh para ilmuwan, seperti konsep metode, obyektivitas, penarikan kesimpulan, dan konsep standar
kebenaran suatu pernyataan ilmiah. Hal ini penting, supaya ilmuwan dapat semakin kritis terhadap pola kegiatan
ilmiahnya sendiri, dan mengembangkannya sesuai kebutuhan masyarakat. Psikolog sebagai seorang ilmuwan
tentunya juga memerlukan kemampuan berpikir yang ditawarkan oleh filsafat ilmu ini. Tujuannya adalah, supaya
para psikolog tetap sadar bahwa ilmu pada dasarnya tidak pernah bisa mencapai kepastian mutlak, melainkan hanya
pada level probabilitas. Dengan begitu, para psikolog bisa menjadi ilmuwan yang rendah hati, yang sadar betul akan
batas-batas ilmunya, dan terhindar dari sikap saintisme, yakni sikap memuja ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya
sumber kebenaran.

Sebagai cabang ilmu, psikologi termasuk dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, khususnya ilmu-ilmu sosial. Ciri ilmu-ilmu
kemanusiaan adalah memandang manusia secara keseluruhan sebagai objek dan subjek ilmu. Ciri lainnya terletak
pada titik pandang dan kriterium kebenaran yang berbeda dari ilmu-ilmu alam. Ciri lain lagi muncul sebagai akibat
ciri tersebut yaitu bahwa antara subjek dan objek ilmu -ilmu kemanusiaan terdapat proses saling mempengaruhi.
Psikologi sebagai bagian dari ilmu kemanusiaan juga memiki ciri-ciri tersebut . Berhadapan dengan ilmu-ilmu itu
salah satu tugas pokok filsafat ilmu adalah menilai hasil ilmu-ilmu pemngetahuan dilihat dari sudut pandang
pengetahuan manusia seutuhnya. Ada dua bidang sehubungan dengan masalah pengetahuan yang benar, yaitu (1)
ikut menilai apa yang dianggap tepat atau benar dalam ilmu-ilmu; (2) memberi penilaian terhadap sumbangan ilmu-
ilmu pada perkembangan manusia guna mencapai pengetahuan yang benar.

Dengan demikian, filsafat ilmu dapat berperan dalam menilai secara kritis apa yang dianggap sebagai
pengetahuan yang benar dalam ilmu psikologi. Sebagaimana telah diungkapkan, ilmu-ilmu mempunyai sumbangan
yang sangat besar bagi manusia. Sumbangan-sumbangan itu mendukung peradaban manusia, karena itu patut
dihargai. Namun demikian kadang terdapat kelemahan yang perlu dicermati, yakni apabila para pelaku ilmu
berpendapat bahwa di luar ilmu-ilmu mereka tidak terdapat pengetahuan yang benar. Kelemahan lainnya adanya
anggapan tentang kebenaran dikemukakan secara eksplisit dengan mengabaikan bidang filsafat yang dengan
demikian sebenarnya sudah dimasuki oleh para pelaku ilmu yang bersangkutan.

Filsafat itu mempertanyakan jawaban, sedangkan psikologi menjawab pertanyaan (masalah).  Jadi dengan
berfilsafat, psikolog mendapatkan solusi dari permasalahan kliennya, karena terus diberikan pertanyaan,
kenapa, mengapa, alasannya apa, terus begitu sampai akhirnya ada kesimpulan dari pertanyaan (dari permasalahan)
itu. Ketika seseorang sudah mampu mempertanyakan siapa dirinya, bagaimana dirinya terbentuk, bagaimana posisi
dirinya di alam semesta ini, itu berarti orang tersebut sudah berfilsafat ke taraf yang paling tinggi. Untuk itu
dibutuhkan perenungan, karena apabila didiskusikan, bisa jadi orang lain menganggap kita gila, karena itu
adalah insight, dan tidak semua orang bisa mendapatkan insight.
Filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Dalam penyelidikannya filsafat berangkat dari apa yang dialami manusia. Ilmu psikologi menolong filsafat dalam
penelitiannya. Kesimpulan filsafat tentang kemanusiaan akan ‘pincang’ dan jauh dari kebenaran jika tidak
mempertimbangkan hasil psikologi.

Filsafat bisa menegaskan akar historis ilmu psikologi. Seperti kita tahu, psikologi, dan semua ilmu lainnya,
merupakan pecahan dari filsafat. Di dalam filsafat, kita juga bisa menemukan refleksi-refleksi yang cukup mendalam
tentang konsep jiwa dan perilaku manusia. Refleksi-refleksi semacam itu dapat ditemukan baik di dalam teks-teks
kuno filsafat, maupun teks-teks filsafat modern. Dengan mempelajari ini, para psikolog akan semakin memahami
akar historis dari ilmu mereka, serta pergulatan-pergulatan macam apa yang terjadi di dalamnya. Saya pernah
menawarkan kuliah membaca teks-teks kuno Aristoteles dan Thomas Aquinas tentang konsep jiwa dan manusia.
Menurut saya, teks-teks kuno tersebut menawarkan sudut pandang dan pemikiran baru yang berguna bagi
perkembangan ilmu psikologi.

Filsafat juga memiliki cabang yang kiranya cukup penting bagi perkembangan ilmu psikologi, yakni etika. Yang
dimaksud etika disini adalah ilmu tentang moral. Sementara, moral sendiri berarti segala sesuatu yang terkait dengan
baik dan buruk. Di dalam praktek ilmiah, para ilmuwan membutuhkan etika sebagai panduan, sehingga penelitiannya
tidak melanggar nilai-nilai moral dasar, seperti kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Sebagai praktisi, seorang
psikolog membutuhkan panduan etis di dalam kerja-kerja mereka. Panduan etis ini biasanya diterjemahkan dalam
bentuk kode etik profesi psikologi. Etika, atau yang banyak dikenal sebagai filsafat moral, hendak memberikan
konsep berpikir yang jelas dan sistematis bagi kode etik tersebut, sehingga bisa diterima secara masuk akal.
Perkembangan ilmu, termasuk psikologi, haruslah bergerak sejalan dengan perkembangan kesadaran etis para
ilmuwan dan praktisi. Jika tidak, ilmu akan menjadi penjajah manusia. Sesuatu yang tentunya tidak kita inginkan.

Salah satu cabang filsafat yang kiranya sangat mempengaruhi psikologi adalah eksistensialisme. Tokoh-tokohnya
adalah Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Viktor Frankl, Jean-Paul Sartre, dan Rollo May. Eksistensialisme sendiri
adalah cabang filsafat yang merefleksikan manusia yang selalu bereksistensi di dalam hidupnya. Jadi, manusia
dipandang sebagai individu yang terus menjadi, yang berproses mencari makna dan tujuan di dalam hidupnya.
Eksistensialisme merefleksikan problem-problem manusia sebagai individu, seperti tentang makna, kecemasan,
otentisitas, dan tujuan hidup. Dalam konteks psikologi, eksistensialisme mengental menjadi pendekatan psikologi
eksistensial, atau yang banyak dikenal sebagai terapi eksistensial. Berbeda dengan behaviorisme, terapi
eksistensial memandang manusia sebagai subyek yang memiliki kesadaran dan kebebasan. Jadi, terapinya pun
disusun dengan berdasarkan pada pengandaian itu. Saya pernah memberikan kuliah psikologi eksistensial, dan
menurut saya, temanya sangat relevan, supaya ilmu psikologi menjadi lebih manusiawi. Ini adalah pendekatan
alternatif bagi psikologi klinis.

Dalam metode, filsafat bisa menyumbangkan metode fenomenologi sebagai alternatif pendekatan di dalam ilmu
psikologi. Fenomenologi sendiri memang berkembang di dalam filsafat. Tokoh yang berpengaruh adalah Edmund
Husserl, Martin Heidegger, Alfred Schultz, dan Jean-Paul Sartre. Ciri khas fenomenologi adalah pendekatannya yang
mau secara radikal memahami hakekat dari realitas tanpa terjatuh pada asumsi-asumsi yang telah dimiliki terlebih
dahulu oleh seorang ilmuwan. Fenomenologi ingin memahami benda sebagai mana adanya. Slogan fenomenologi
adalah kembalilah kepada obyek itu sendiri. Semua asumsi ditunda terlebih dahulu, supaya obyek bisa tampil apa
adanya kepada peneliti. Metode fenomenologi dapat dijadikan alternatif dari pendekatan kuantitatif, yang memang
masih dominan di dalam dunia ilmu psikologi di Indonesia. Dengan menggunakan metode ini, penelitian psikologi
akan menjadi semakin manusiawi, dan akan semakin mampu menangkap apa yang sesungguhnya terjadi di dalam
realitas.

Filsafat juga bisa mengangkat asumsi-asumsi yang terdapat di dalam ilmu psikologi. Selain mengangkat asumsi,
filsafat juga bisa berperan sebagai fungsi kritik terhadap asumsi tersebut. Kritik disini bukan diartikan sebagai
suatu kritik menghancurkan, tetapi sebagai kritik konstruktif, supaya ilmu psikologi bisa berkembang ke arah yang
lebih manusiawi, dan semakin mampu memahami realitas kehidupan manusia. Asumsi itu biasanya dibagi menjadi
tiga, yakni asumsi antropologis, asumsi metafisis, dan asumsi epistemologis. Filsafat dapat menjadi pisau analisis
yang mampu mengangkat sekaligus menjernihkan ketiga asumsi tersebut secara sistematis dan rasional. Fungsi kritik
terhadap asumsi ini penting, supaya ilmu psikologi bisa tetap kritis terhadap dirinya sendiri, dan semakin
berkembang ke arah yang lebih manusiawi.

Dalam konteks perkembangan psikologi sosial, filsafat juga bisa memberikan wacana maupun sudut pandang baru
dalam bentuk refleksi teori-teori sosial kontemporer. Di dalam filsafat sosial, yang merupakan salah satu
cabang filsafat, para filsuf diperkaya dengan berbagai cara memandang fenomena sosial-politik, seperti kekuasaan,
massa, masyarakat, negara, legitimasi, hukum, ekonomi, maupun budaya. Dengan teori-teori yang membahas
semua itu, filsafat sosial bisa memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan psikologi sosial, sekaligus
sebagai bentuk dialog antar ilmu yang komprehensif.

Terakhir, filsafat bisa menawarkan cara berpikir yang radikal, sistematis, dan rasional terhadap ilmu
psikologi, bagi para psikolog, baik praktisi maupun akademisi, sehingga ilmu psikologi bisa menjelajah ke
lahan-lahan yang tadinya belum tersentuh. Dengan ilmu logika, yang merupakan salah satu cabang filsafat,
para psikolog dibekali kerangka berpikir yang kiranya sangat berguna di dalam kerja-kerja mereka. Seluruh ilmu
pengetahuan dibangun di atas dasar logika, dan begitu pula psikologi. Metode pendekatan serta penarikan
kesimpulan seluruhnya didasarkan pada prinsip-prinsip logika. Dengan mempelajari logika secara sistematis, para
psikolog bisa mulai mengembangkan ilmu psikologi secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam hal ini, logika klasik
dan logika kontemporer dapat menjadi sumbangan cara berpikir yang besar bagi ilmu psikologi.
Teori psikologi tradisional masih percaya, bahwa manusia bisa diperlakukan sebagai individu mutlak. Teori psikologi
tradisional juga masih percaya, bahwa manusia bisa diperlakukan sebagai obyek. Dengan cara berpikir yang terdapat
di dalam displin filsafat, ‘kepercayaan-kepercayaan’ teori psikologi tradisional tersebut bisa ditelaah kembali,
sekaligus dicarikan kemungkinan-kemungkinan pendekatan baru yang lebih tepat. Salah satu contohnya adalah,
bagaimana paradigma positivisme di dalam psikologi kini sudah mulai digugat, dan dicarikan alternatifnya yang lebih
memadai, seperti teori aktivitas yang berbasis pada pemikiran Marxis, psikologi budaya yang menempatkan manusia
di dalam konteks, dan teori-teori lainnya.

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dan psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia. Hubungan antara filsafat ilmu dengan psikologi, diantaranya :

 filsafat ilmu dapat berperan dalam menilai secara kritis apa yang dianggap sebagai pengetahuan yang benar dalam ilmu
psikologi;
 filsafat itu mempertanyakan jawaban, sedangkan psikologi menjawab pertanyaan (masalah).  Jadi dengan berfilsafat,
psikolog mendapatkan solusi dari permasalahan kliennya;
 ilmu psikologi menolong filsafat dalam penelitiannya;
 filsafat bisa menegaskan akar historis ilmu psikologi;
 dalam metode, filsafat bisa menyumbangkan metode fenomenologi sebagai alternatif pendekatan di dalam ilmu
psikologi;
 filsafat juga bisa mengangkat asumsi-asumsi yang terdapat di dalam ilmu psikologi. Selain mengangkat asumsi, filsafat
juga bisa berperan sebagai fungsi kritik terhadap asumsi tersebut;
 dalam konteks perkembangan psikologi sosial, filsafat juga bisa memberikan wacana maupun sudut pandang baru
dalam bentuk refleksi teori-teori sosial kontemporer;
 filsafat bisa memberikan kerangka berpikir yang radikal, sistematis, logis, dan rasional bagi para psikolog, baik praktisi
maupun akademisi, sehingga ilmu psikologi bisa menjelajah ke lahan-lahan yang tadinya belum tersentuh.
 DAFTAR PUSTAKA
 Suriasumantri, Jujun S.. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
 Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
 Hillgard & Atkinson. (2007). Pengantar Psikologi. Edisi ke-11. Jakarta: Interaksara.
 Wattimena, Reza A.A.. (2005). Peranan Filsafat bagi Perkembangan Ilmu Psikologi [Paper].
Tersedia : http://www.rezaantonius.wordpress.com. [9 November 2009]
 Anonymous. Filsafat Ilmu. (2009). Tersedia : http://www.members.tripod.com/ aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.
[9 November 2009]

Anda mungkin juga menyukai