Anda di halaman 1dari 5

CONTOH KASUS PENDEKATAN PERSPEKTIF NEUROBIOLOGIS

Dewasa ini, banyak peneliti telah menunjukkan dengan jelas, bahwa ada hubungan
erat antara aktivitas otak dengan perilaku dan pengalaman. Rangsangan pada bagian otak
tertentu akan menimbulkan perasaan senang, sakit, bahkan kenangan yang jelas mengenai
kejadiaan masa lampau. Rumitnya susunan otak dan adanya kesenjangan pengetahuan kita
mengenai bagaimana mekanisme saraf itu beroperasi menyebabkan adanya penggunaan
pendekatan perspektif neurobiologis untuk menyelidiki fenomena psikologis tertentu
(Supardan, 2008). Fenomena psikologis tertentu yang membutuhkan pendekatan perspektif
neurobiologis itu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Skizofrenia
a. Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah
dan “frenia” yang artinya jiwa. Seorang yang menderita gangguan jiwa
skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian. Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai gangguan psikiatri
yang meliputi cakupan luas dari gangguan perilaku yang berat. Umumnya,
gejala klinis yang muncul dapat berupa gangguan pikiran, sering dengan
karakteristik gejala seperti halusinasi, berperilaku aneh, dan kemunduran
tingkat kemampuan secara umum (Zuraida, 2017).
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau
dewasa muda. Pada laki-laki biasanya terjadi pada usia antara 15-25 tahun
dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk
pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Gejala-gejala yang
muncul pada penderita skizofrenia di antaranya adalah penampilan yang
kurang terawat; gangguan berbicara seperti asosiasi longgar, inkoherensi,
dll; gangguan perilaku seperti katatoni (stupor atau gaduh gelisah),
manerisme, negativisme, dll; gangguan afek, seperti kedangkalan emosi,
afek yang tidak sesuai, dan sensitivitas emosi; gangguan persepsi seperti
halusinasi; dan gangguan pikiran seperti delusi (Papilaya, 2019).
b. Etiologi
Etiologi dari terjadinya skizofrenia sangatlah beragam. Sebuah
penelitian telah membuktikan bahwa faktor genetik/ keturunan merupakan
salah satu faktor penyebab seseorang menjadi skizofrenia. Risiko
seseorang menderita skizofrenia akan menjadi lebih tinggi jika terdapat
anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofrenia, apalagi jika
hubungan keluarga dekat. Selain genetik, adanya faktor diatesis atau
kerentanan sepesifik juga menjadi salah satu etiologi skizofrenia. Faktor
diatesis adalah kondisi yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki
kerentanan atau kecenderungan untuk mengembangkan depresi. Beberapa
orang memiliki diatesis untuk mengembangkan depresi daripada orang
lain. Dengan adanya kerentanan ini, seseorang akan lebih mudah terkena
skizofrenia. Lalu, salah satu penyebab yang menjadi penyumbang terbesar
pada skizofrenia adalah faktor neurobiologis. Pada pasien skizofrenia,
ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Dalam beberapa
penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa area tertentu dalam otak
yang berperan dalam membuat kondisi patologis pada seseorang, yaitu
sistem limbik, korteks frontal, cerebellum, dan ganglia basalis. Keempat
area tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada satu area
mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Hal itu
memperkuat teori bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu (Zuraida, 2017).
c. Treatment atau perawatan untuk penderita
Penderita skizofrenia yang tidak menunjukkan atau bahkan
menunjukkan gejala patologis harus mendapatkan perawatan yang tepat.
Perawatan yang biasa digunakan adalah rehabilitasi. Rehabilitasi adalah
suatu proses yang kompleks dan merupakan gabungan dari usaha medik,
sosial, dan pendidikan yang terpadu untuk mempersiapkan, meningkatkan,
mempertahankan dan membina seseorang agar dapat mencapai kembali
taraf kemampuan fungsional yang lebih baik (Zuraida, 2017). Program
rehabilitasi seperti terapi psikososial yang bisa digunakan antara lain:
- Terapi seni; menggunakan media seni, seperti tari, musik,
pahat, dll. Terapi ini bertujuan untuk mengekspresikan
ketegangan-ketegangan psikis, keinginan yang terhalang
sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa
seseorang.
- Terapi Rekreasi; menggunakan terapi yang mempergunakan
media rekreasi seperti bermain, berolahraga, berdarmawisata,
menonton film, dll. Terapi ini bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan emosional dan memperbaiki perilaku melalui
diskusi tentang kegiatan rekreasi yang telah dilakukan sehingga
perilaku yang baik diulang dan yang buruk dihilangkan.
- Terapi Keluarga; terapi keluarga dapat mengurangi tingkat
kekambuhan untuk anggota keluarga penderita skizofrenia.
Terapi keluarga dapat mengurangi stres, mengatasi strategi dan
arah penyatuan kembali secara bertahap ke dalam kehidupan
sehari-hari.
- Pelatihan Keagamaan; berupa kegiatan ritual seperti
sembahyang, berdoa, dan ceramah keagamaan.
2. Autisme
a. Pengertian
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak
yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Autisme terjadi karena adanya gangguan neurobiologis berat yang
mempengaruhi fungsi otak sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan
berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Kebiasaan anak-anak
autis sangat terganggu secara fisik maupun mental, bahkan seringkali
menjadi anak-anak yang terisolir dari lingkungannya dan hidup dalam
dunianya sendiri dengan berbagai gangguan mental dan perilaku. Perilaku
itu biasanya, sering bersikap semaunya sendiri tidak mau diatur, perilaku
tidak terarah (mondar-mandiri, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar,
lompat-lompat, ngepak-ngepak, teriak-teriak, agresif, menyakiti diri
sendiri, tantrum (mengamuk), sulit konsentrasi, perilaku refetitif (Suteja,
2013).
b. Etiologi
Etiologi dari autisme sangatlah beragam, bisa karena kondisi
kongenital, faktor psikososial, faktor neurobiologis, dll. Secara
neurobiologis, terdapat tiga tempat yang berbeda dengan mekanisme yang
berbeda yang dapat menyebabkan autisme yaitu (Suteja, 2013):
- Gangguan fungsi mekanisme kortikal menyeleksi atensi,
akibat adanya kelainan pada proyeksi asending dari
serebelium dan batang otak
- Gangguan fungsi mekanisme limbic untuk mendapatkan
informasi, misalnya daya ingat
- Gangguan pada proses informasi oleh korteks asosiasi dan
jaringan pendistribusiannya.
c. Treatment atau perlakuan untuk penderita
Perlakuan yang bisa diberikan kepada penderita autisme adalah dengan
metode terapi. Metode terapi tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
- Terapi perilaku; digunakan untuk mengurangi perilaku yang
tidak lazim. Terapi ini dilakukan dengan cara terapi okuvasi
dan terapi wicara. Terapi okuvasi dilakukan dalam upaya
membantu menguatkan, memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan ototnya. Sedangkan terapi wicara dapat
menggunakan metode ABA (Applied Behaviour Analysis).
- Terapi Biomedik; dilakukan pengobatan oleh dokter spesialis
jiwa anak berupa pemberian obat, food supplement, dan
vitamin.
- Terapi Fisik; dilakukan dengan pemberian fisioterapi bagi
anak-anak autis bertujuan untuk mengembangkan,
memelihara, dan mengembalikan kemampuan maksimal gerak
dan fungsi anggota tubuh sepanjang kehidupannya
- Terapi visual, terapi musik, terapi bermain, dll.

MASUKIN PUNYA MAJES. BARU KESIMPULAN DI BAWAH INI. OKAY


LOVE, SEMANGAT! 😊

Dengan adanya beberapa kondisi di atas yang disebabkan oleh adanya faktor
neurobiologis, maka dalam proses pemahamannya memerlukan pendekatan perspektif
neurobiologis yang sesuai.

KESIMPULAN
Terdapat hubungan erat antara aktivitas otak dengan perilaku dan pengalaman.
Rumitnya susunan otak dan adanya kesenjangan pengetahuan kita mengenai bagaimana
mekanisme saraf itu beroperasi menyebabkan adanya penggunaan pendekatan perspektif
neurobiologis untuk menyelidiki fenomena psikologis tertentu. Fenomena psikologis tertentu
yang membutuhkan pendekatan perspektif neurobiologis itu antara lain adalah skizofrenia,
autisme, gangguan berbicara, dan kecanduan game. Kondisi-kondisi tersebut disebabkan oleh
faktor neurobiologis yang tentunya membutuhkan pendekatan perspektif neurobiologis yang
sesuai pula.

DAFTAR PUSTAKA

Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.

Jakarta: Bumi Aksara.

Suteja, Jaja., et al. 2013. Bentuk dan Model Terapi Terhadap Anak-Anak Penyandang
Autisme

(Keterbelakangan Mental). Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 1.

Zuraida. 2017. Konsep Diri Penderita Skizofrenia Setelah Rehabilitasi. Kognisi Jurnal

Vol.1 No.2

Papilaya, Jeanet O. 2019. Dinamika Psikologis Pasien Skizofrenia Residual: Laporan Kasus.

Jurnal Molucca Medica Volume 12, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai