Anda di halaman 1dari 25

Kurikulum dan Pembelajaran

“Komponen Kurikulum”

OLEH:
KELOMPOK 3
1. Dwiki Anpariza (1712317)
2. Fitria (1712330)
3. Novyta Sari (17129159)
4. Nurhayati Sri Mulyani ( 17129160)

SEKSI : 17 BKT 09

DOSEN PENGAMPU : Dra.Tin Indrawati, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya tugas kolektif yang berbentuk makalah dengan judul
“Komponen Kurikulum” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dan tidak lupa shalawat
serta salam kita ucapkan kepada nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun sebagai tugas yang merupakan implementasi dari program
belajar aktif oleh Ibu Dra.Tin Indrawati, M.Pd selaku Dosen pengajar mata kuliah Kurikulum
dan Pembelajaran.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini bisa menambah khazanah keilmuan dalam
mempelajari kurikulum dan pembelajaran serta memberikan manfaat bagi pembacanya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.

Bukittinggi, 18 September 2020


Penulis

(Kelompok 3)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1
BAB II ISI
A. Pengertian Komponen Kurikulum....................................................2
B. Komponen-Komponen Kurikulum...................................................3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................18
B. Saran....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kurikulum dapat diartikan dengan beragam variasi. Ada yang memandangnya secara
sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang
mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena
pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen
tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan, dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana
yang sudah direncanakan. Tidak semua yang ada dalam kurikulum tertulis, kemungkinan
dilaksanakan dikelas.
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran
pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sempit, seperti program
pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa macam mata pelajaran. Apakah dalam lingkup
yang luas atau sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari
komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.
Kurikulum nasional mempunyai dampak yang nyata terhadap sistem pendidikan dan
sistem sosial suatu negara. Demikian pula terjadi pada kurikulum sekolah dinegara kita. Karena
dengan kurikulum dapat diupayakan tebentuknya kepribadian bangsa sesuai yang
diidealisasikan. Kurikulum indonesia mempunyai tujuan yang ideal, baik pendidikan nasional
ataupun pendidikan islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu menciptakan insani yang beriman
dan bertakwa serta mempunyai pengetahuan intelektual dan ketrampilan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian komponen kurikulum?
2. Apa saja komponen-komponen kurikulum?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui komponen-komponen kurikulum

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KOMPONEN KURIKULUM

Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu
sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem
kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya
dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru
bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat
komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna
Suatu kurikum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua
hal. Pertama  kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu
sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan. Demikian juga evaluasi sesuai dengan
proses, isi dan tujuan kurikulum
Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya, yakni tujuan, materi, metode, media, evaluasi. Komponen-
komponen tersebut baik secara sendiri maupun bersama menjadi dasar utama dalam upaya
mengembangkan sistem pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang menegaskan mengenai
komponen kurikulum. Ralph W. Tyler menyatakan ada empat komponen kurikulum yaitu tujuan,
materi, organisasi dan evaluasi. Senada dengan pendapat tersebut adalah Hilda Taba menulis
bahwa komponen-komponen kurikulum itu antara lain tujuan, materi pelajaran, metode dan
organisasi serta evaluasi. Komponen-komponen kurikulum saling berhubungan. Setiap
komponen bertalian erat dengan komponen lainnya. Tujuan menetukan bahan apa yang
dipelajari, bagaiamana proses belajarnya dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian
dapat mempengaruhi komponen lainnya.

2
B. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Komponen-komponen kurikulum pada prinsifnya terdiri dari empat macam komponen yaitu:
tujuan, bahan, strategi dan evaluasi

1. TUJUAN

Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang
mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. komponen ini sangat penting, karena melalui
tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan
kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran
umum yaitu berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester. Sedangkan tujuan pembelajaran
khusus yang menjadi target setiap kali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis
kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi dan tujuan
pembelajaran khusus disebut dengan istilah kompetensi dasar.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
 Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional
tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan
yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau
satuan pendidikan.
Tujuan merupakan hal paling penting dalam proses pendidikan.yaitu hal yang ingin
dicapai secara keseluruhan, yang meliputi :
a) Tujuan domain kognitif yaitu tujuan yang mengarah pada pengembangan akal dan
intelektual peserta didik.

3
b) Tujuan domain afektif yaitu tujuan yang mengarah pada penggerakan hati nurani para
peserta didik.
c) Tujuan domain psikomotor yaitu tujuan yang menngarah pada pengembangan
ketrampilan jasmani peserta didik

Tingkat tujuan Kurikulum


Tujuan itu berbeda-beda tingkatannya. Ada tujuan pada tingkat nasional yang berkaitan
erat dengan falsafah bangsa dan negara dan dengan politik negara pada suatu saat. Tujuan
pendidikan nasional tak dapat tiada bersifat sangat umum seperti membentuk manusia Pancasila,
manusia demokrasi, manusia yang taqwa kepada Tuhan, manusia pembangunan, dan sebagainya.
Segala tujuan kurikulum lainnya harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional itu dan
harus merupakan langkah dan sumbangan ke arah perwujudannya. Ini dilakukan melalui
berbagai tingkatan pendidikan dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tiap lembaga
pendidikan mempunyai apa yang disebut tujuan institusional. Tujuan ini pun masih sangat umum
dan tak akan tercapai oleh satu tingkatan pendidikan saja.
Tujuan umum pendidikan akan berupa pernyataan-pernyataan tujuan yang lebih umum
akan dicapai oleh proses pendidikan di sekolah. Sedangkan tujuan khususnya sudah merupakan
pernyataan-pernyataan khusus yang memuat tujuan pendidikan ditinjau dari bidang pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap. Tujuan tiap lembaga pendidikan dicapai melalui berbagai pelajaran
yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan yang tercantum dalam tujuan institusional ternyata
tidak dapat dicapai melalui salah satu matapelajaran, misalnya berpikir kritis objektif. Tujuan ini
terdapat dalam berbagai matapelajaran atau bidang studi. Agar dapat berpikir kritis ini dapat
dicapai seharusnya tiap guru menyadari tujuan itu dan dengan sengaja berusaha untuk
mengembangkannya dalam pelajaran yang diberikan masing-masing. Prinsip ini lebih penting
lagi bila mengenai tujuan nasional, yaitu membentuk manusia Pancasila. Selain itu tiap
matapelajaran mempunyai bukan hanya satu melainkan beberapa tujuan. Kesusastraan misalnya
antara lain bertujuan untuk memperkenalkan pengarang, ahli sastera serta karyanya, dapat pula
membangkitkan kepekaan keindahan bahasa, atau mendidik siswa menghasilkan karya sastera,
dan sebagainya.

4
Menurut Taba, tujuan kurikulum itu bisa diperoleh di beberapa sumber, diantaranya:
1. Kebudayaan Masyarakat
2. Individu
3. Mata Pelajaran, disiplin ilmu

Fungsi pendidikan dapat dipandang sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar anak
menjadi anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah bangsa dan negara.
Ada kalanya diharapkan agar sekolah turut serta memberantas kekurangan-kekuranagan dalam
masyarakat misalnya, polusi, pengrusakan alam, narkotika, dan berusaha secara aktif untuk
memperbaiki dan membangun masyarakat yang lebih bahagia. Seperti kita ketahui penganut
konsep rekontruksi sosial sangat mengutamakan tujuan serupa itu. Kurikulum yang dihasilkan
lebih bersifat “society centered” atau berorientasi pada masyarakat. Oleh sebab kurikulum ini
ditentukan oleh orang dewasa, maka kurikulum itu juga bersifat “adult-centered”. Kurikulum ini
banyak ditentukan oleh golongan yang ingin mengutamakan anak sebagai sumber utama bagi
tujuan kurikulum dalam bentuk kurikulumyang ”child-centered”.

Pertentangan antara kurikulum yang society-centered dan child-centered dalam praktek


tidak setajam apa yang digambarkan dalam teori. Antara anak dan masyarakat senantiasa
terdapat interaksi. Anak hidup dalam masyarakat, memperoleh tujuan hidupnya dari masyarakat.
Kebutuhannya ditentukan oleh masyarakat tempat ia hidup. Tujuan pendidikan tidak dapat
dipahami semata-mata berdasarkan kepentingan individu. Adanya perbedaan individu yang juga
harus diperhatikan dalam pendidikan justru dapat memperkaya kehidupan masyarakat. Maka
sebenarnya individualisasi dan sosialisasi bukan dua hal yang bertentangan melainkan yang
bersifat komplementer dan saling melenngkapi.

Sumber tujuan ketiga ialah pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai disiplin ilmu.
Anak dikirim ke sekolah oleh orang tua agar anak itu belajar ilmu, mengumpulkan sebanyak-
banyaknya pengetahuan. Di samping berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan
sekolah, aspek pengetahuan masih tetap merupakan tujuan utama, yang diperoleh melalui
berbagai mata pelajaran. Aspek inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan
yang setinggi-tingginya.

5
Tingkat-tingkat pengembangan kurikulum

1. Pengembangan kurikulum tingkat nasional


Pada tingkatan ini pengembangan kurikulum dibahas dalam lingkup nasional, meliputi
jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, baik secara vertical maupun secara horizontal dalam
rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional.
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui
kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur pembelajaran
diluar sekolah melalui kegiatan pembelajaran yang tidak berjenjang dan berkesinambungan.
Secara vertikal berkaitan dengan kontinuitas pengembangan kurikulum antara berbagai jenjang
pendidikan (pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi , sedangkan secara horizontal
berkaitan dengan keselarasan antar berbagai jenis pendidikan dengan berbagai jenjang.
Pengembangan kurikulum tingkat nasional ini dilakukan dalam rangka mengembangkan standar
kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan
sekolah.

2. Pengembangan kurikulum tingkat institusional / lembaga


Kegiatan dalam pengembangan kurikulum tingkat lembaga ini harus diketahui, yaitu:
a. Perumusan tujuan institusional
Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan dalam merumuskan tujuan internasional
sekurang-kurangnya ada 3 sumber yang penting, yaitu tujuan pendidikan nasional yang
tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, pandangan atau harapan
masyarakat dan dunia pekerjaan, harapan lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
Ciri-ciri tujuan institusional dapat dikaji melalui tiga segi:
1. Segi katagori
Tujuan institusional dapat dikelompokkan menjadi tujuan institusional umum atau khusus.
Tujuan institusional umum yaitu tujuan yang menggambarkan pengetahuan dan sikap yang
bersifat umum perlu dimiliki oleh para lulusan lembaga sekolah tersebut, misalnya:
- Memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga Negara yang baik
- Sehat jasmani atau rohani, dan seterusnya

6
Tujuan institusional khusus merupakan jabatan dari tujuan, institusional umum yang juga
dirumuskan bersifat umum.

3. Segi yang dicakup


Cakupan aspek domain tujuan istitusional atau sekolah meliputi aspek domain tujuan aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diharapkan kepada lulusannya setelah menyelesaikan
program studi.

4. Segi tingkat ke khususan

b. Penetapan isi dan struktur program


Struktur program yang memiliki pemantapan:
- Jenis-jenis pendidikan (umum, akademis, keterampilan, dan lain-lain )
- Sistem / jumlah kelas dan unit waktu yang digunakan semester atau caturwulan
- Jumlah bidang studi yang diajarkan dalam setiap harinya.
- Jumlah jam pelajaran untuk setiap bidang studi perhari.
c. Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum
Dalam penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum ini ada empat cakupan yang diperhatikan,
yaitu:
1. Pelaksanaan pengajaran
2. Pengadaan penilaian
3. Pengadaan bimbingan dan penyuluhan
4. Pelaksanaan administrasi dan supervisi

Dari rumusan hasil pengembangan tingkat institusional atau kelembagaan tersebut,


kemudian oleh guru dijabarkan kembali secara lebih terinci karenanya pada tingkat
pengembangan kurikulum yang paling rendah pun, yaitu tingkat pengajaran guru selalu
mengawalinya dengan merumuskan tujuan yang telah konkrit atau jelas. Tujuan yang konkrit

7
dan jelas mencakup jenis kemampuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan setelah siswa
mengikuti proses belajar-mengajar.
Pada pengembangan kurikulum tingkat pengajaran ada beberapa hal yang harus
dilakukan oleh guru sehubungan dengan pengembangan kurikulum tingkat pengajaran, yaitu:
1. Menganalisis tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam kurikulum
2. Mengembangkan alat evaluasi berdasarkan tujuan
3. Merumuskan bahan yang sesuai dengan isi kurikulum
4. Merumuskan bentuk kegiatan belajar-mengajar yang dapat member pengalaman belajar
kepada murid
5. Melaksanakan apa yang telah diprogramkan

3. Pengembangan kurikulum tingkat bidang studi / mata pelajaran


Pengembangan pada tingkat bidang studi atau mata pelajaran, dimaksudkan agar setiap
bidang studi atau mata pelajaran secara efektifitas dan konsisten dapat menunjang tujuan
kelembagaan yang telah dirumuskan sebelumnya
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan setiap program studi ini,
meliputi:
a. Merumuskan tujuan kurikulum
Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah rumusan tujuan pengetahuan , keterampilan, dan sikap
yang diharapkan dimiliki para murid pada bidang studi tertentu, setelah mereka menyelesaikan
keseluruhan program pada seluruh lembaga pendidikan tertentu.
b. Merumuskan tujuan pengajaran
Yang dimaksud dengan tujuan pengajaran adalah rumusan tujuan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang merupakan jabaran tujuan kurikulum dan sebagai dasar untuk menetapkan bahan
pengajaran dalam setiap bidang studi .
c. Menetapkan pokok bahasan / sub pokok bahasan
Ada beberapa langkah yang ditempuh dalam upaya memilih topik ( konsep pokok atau sub
pokok bahasan, antara lain:
- Mengidentifikasi topic-topik yang diperkirakan dapat dijadikan bahan untuk dipelajari murid
agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
- Memilih topik-topik yang paling relevan, fungsional, efektif dan konprehensif bagi pencapaian

8
tujuan yang telah di identifikasi
d. Menyusun pedoman khusus

4. Pengembangan kurikulum tingkat satuan bahasan


Dalam mengembangkan program pengajaran, GBPP ( gari-garis besar program
pengajaran ) bidang studi yang ada harus dikaji dan diolah para guru sehingga menjadi satuan-
satuan bahan pelajaran yang disajikan kepada murid.
Satuan bahan adalah satuan konsep, pengertian atau masalah yang dapat disajikan kepada
murid tugas guru dalam menyusun program pengajaran ini berarti para guru secara langsung
menjadi pengembangan kurikulum , mengapa digunakan istilah pengembangan, karena guru
harus berupaya mengembangkan topik-topik yang menjadi bahasan pelajaran yang jelas isi dan
luasnya. Ini berarti, guru harus menjabarkan topic yang ada kedalam sub-sub topik.

Perumusan Tujuan

Agar suatu tujuan dapat diwujudkan diingikan agar perumusannya spesifik. Tiap
matapelajaran mempunyai sejumlah tujuan, seperti menghargai keindahan karya sastera. Namun
tujuan serupa itu masih dianggap umum dan harus dirinci lagi, dispesifikan, sehingga berupa
bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dengan demikian dapat pula diukur taraf
ketercapainnya.

Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara merumuskan tujuan, antara lain:

 Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsur proses dan
produk. Yang termasuk proses antara lain menganalisis, menginterpretasi,
mengingat, dan sebagainya. Produk adalah bahan yang terdapat dalam tiap
matapelajaran. Jadi tujuan dapat berbunyi seperti: menganalisis sebab-sebab
terjadinya revolusi, menafsirkan makna peraturan pajak, memahami dan
menghafal rumus-rumus tentang gravitasi, dan sebaginya.
 Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi spesifik sehingga
diperoleh bentuk kelakuan yang diharpkan dan diamati.

9
 Memberi petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk mencapai
tujuan itu. Misalnya menghasilkan karya sastera tidak diperoleh dengan membaca
karya sastera akan tetapi dengan membuat suatu karangan yang mengandung
corak seni.
 Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera akan tetapi ada
kalanya memakan waktu yang lama, seperti berfikir kritis, menghargai seni
sastera, dan sebagainya. Sering dalam perumusan tujuan timbul kesan bahwa
suatu ketrampilan berfikir atau sikap dapat diwujudkan dalam satu-satuan
pelajaran tertentu
 Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan atau
pengalaman belajar tertentu. Tujuan yang terlampau umum dan muluk sering
mirip dengan slogan-slogan yang indah, merupakan harapan-harapan yang hampa.
Itu sebabnya sering terdapat jurang yang lebar antara apa yang dicantumkan
dalam buku kurikulum dengan apa yang nyata dilakukan di dalam kelas. Yang
satu disebut ”ideal curriculum”, yang merupakan cita-cita, yang kedua ”real
curriculum” kurikulum yang nyata. Sekalipun setiap kurikulum selalu
menggambarkan “das sollen”, apa yang dicita-citakan namun janganlah
hendaknya terlampau jauh jaraknya dengan “das sein”, yang nyata. Rencana
apapun yang terlampau menjauhi apa yang dapat direalisasikan akan
menimbulkan kekecewaan, atau akan menghilangkan makna rencana, atau makna
dalam hal ini kurikulum, yang akhirnya tidak dipedulikan dan hanya disimpan
dalam lemari di kantor kepala sekolah saja.
 Tujuan itu harus komprehensif , artinya meliputi segala tujuan yang ingin dicapai
di sekolah, bukan hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga ketrampilan
berfikir, hubungan sosial, sikap terhadap bangsa dan negara, dan sebagainya.

Cara Merumuskan Tujuan

Tentang cara merumuskan tujuan, Robert F. Mager memberi petunjuk, sebagai berikut:

1. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan
dapat diukur, hingga manakah tujuan itu dicapai.

10
2. Harus dinyakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai, misalnya apakah menghitung
dengan menggunakan kalkulator.
3. Harus pula ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleg siswa,
misalnya membaca rata-rata sekian kata dalam satu menit.
4. Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata-kerja yang menunjukan apa yang
dapat dilakukan siswa setelah belajar. Misalnya kata kerha memahami, tidak serasi
karena tidak dapat diobservasi, sebaliknya kata kerja “dapat menjelaskan”,
“menyebutkan” menunjukkan bentuk kelakuan yang nyata yang dapat diamati bahkan
diukur kebenarannya.

Davies, cs., memberikan petunjuk yang dapat melengkapi cara perumusan tujuan spesifik
menurutMager. Langkah-langkah yang mereka anjurkan ialah:

a) Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.
b) Tentukan suatu “referent situation” yaitu suatu situasi dimana tujuan itu dapat
diterapkan secara nyata, misalnya berbahas inggris dalam toko inggris.
c) Tulis suatu teks berkenaan dengan situasi refernsi itu yang dengan cermat
menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standar kelakukan dalam situasi itu.
Tujuannya ialah agar siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya dalam
situasi nyata.
d) Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang berhubungan
dengan situasi referensi itu

2. BAHAN

Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori
pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum
yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi
pembelajaran menjadi hal yang utama.

Materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:

11
1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi
hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,
merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam
garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan


tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran
harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran
yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa
dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang
krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu

12
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian
atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.

Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun
dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya
dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan
fleksibel. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal


berikut :.

1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar
telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi
untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik.
Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari
3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun
non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih
lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup
dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya
terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.

13
5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi
peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga
memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997)
mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :

1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.


2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-
akibat.
3. Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran
dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada
yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju
bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens
logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari
fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan
tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan
diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah
akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah,
meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan
hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik
diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru
menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik
diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-
tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk

14
mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa
yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.

3. STRATEGI

Pengertian Strategi Pengembangan Kurikulum

Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (stratos = militer dan Ag =

memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jenderal perang

dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Strategi merupakan istilah yang banyak

dipakai dalam berbagai konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam kamusnya Peter
Salim dan Yenny Salim mengartikan bahwa strategi adalah rencana cermat tentang suatu

kegiatan guna meraih suatu target atau sasaran. Sedangkan pengertian strategi secara umum

dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan.

Dalam strategi pendidikan inilah segala perencanaan program sampai dengan

pelaksanaannya dirumuskan sehingga output yang diharapkan akan benar-benar sesuai dengan

tujuan pendidikan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang baik, efektif dan efisien merupakan

persyaratan mutlak yang perlu diwujudkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan yang dimaksud

strategi adalah suatu cara atau taktik yang digunakan untuk mencapai suatu sasaran yang efektif

dan efisien, dengan melakukan suatu tindakan atau suatu usaha yang telah ditentukan melalui

suatu perencanaan.

Pengertian pengembangan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,

perbuatan mengembangkan. Sedangkan pengertian pengembangan kuikulum adalah proses atau

cara dalam mengembangkan kurikulum. Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah

mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai

pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan

agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.

15
Strategi Pengembangan Kurikulum

Menurut T. Rakjoni strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum perbuatan

guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan.

Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran

(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning

experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning

experiences), dan mengevaluasi (evaluating).

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)

Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang

harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source

of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah

merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan

landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam

pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan

psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise

education atau kompetensi dasar (KD)

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of

learning experiences)

Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam

pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi

belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami

atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan

ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity

menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar.

3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning

experiences)
16
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk

belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang

mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak

didik, dan kebutuhan masyarakat.

4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum

Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah

proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan

memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan

kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai

proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan. Perencana kurikulum

menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses,

dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi

lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi

sumatif (outcome atau produk).

Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum

a) Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi.


Disini guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi yang bersifat
makro, mereka berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim khusus,
guru menyusun kurikulum dalam jangka waktu 1 tahun, atau 1 semester. Menjadi tugas guru
untuk menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran
sesuai kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar
yang bervariasi, kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan memudahkan guru dalam
implementasinya.

b) Peranan guru dalam pengembangan kurikulum desentralisasi.

17
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah. Pengembangan ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan
daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Jadi kurikulum terutama isinya sangat beragam, tiap
sekolah punya kurikulum sendiri. Peranan guru lebih besart daripada dikelola secara sentralisasi,
guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran dalam program
tahunan/semester/satuan pengajaran, tetapi didalam menyusun kurikulum yang menyeluruh
untuk sekolahnya. Disini guru juga bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi perencana,
pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.

c) Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentral desentral

Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara
keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral desentral. dalam kurikulum yang yang dikelola
secara sentralisasi desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru dalam dalam
pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi.
Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraban kurikulum induk ke dalam
program tahunan/ semester/ atau satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum
yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam
setiap komponen dan unsur dari kurikulum.

Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun,
pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum. Peran sentral guru yang lain adalah
bahwa mereka yang harus menyelenggarakan pembelajaran aktif, mengkondisikan peserta didik
mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotorik, dan mengevaluasi peserta didik secara holistik dengan mempertimbangkan kinerja
di kelas maupun di luar kelas. Tugas guru tidak hanya sebatas di ruang kelas ketika mengajar
saja, namun juga di luar kelas bahkan luar sekolah. Karena begitu banyaknya perhatian yang
harus dicurahkan guru dalam menjabarkan sebuah kurikulum, maka ibaratnya diperlukan sosok
guru dengan dua karakter sekaligus, yaitu Superman dan Doraemon.

Tipe Superman mengindikasikan bahwa diperlukan kekuatan luar biasa dari guru untuk
mendidik anak dengan berbagai keunikannya. Idealnya, tidak ada hal yang terlewatkan guru dari
perilaku peserta didik. Seharusnya, guru hanya menghadapi 20 orang siswa saja, namun

18
realitasnya dia harus mengajar di banyak kelas dan lebih dari satu mata pelajaran karena
keterbatasan sumber daya manusia. Sementara itu, tipe Doraemon menggambarkan bahwa
seorang guru harus mampu memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai masalah yang
dihadapi siswa, dia harus mampu mengidentifikasi masalah, mendiaknosa, dan memberikan
solusinya. Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya
menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau
membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan.

Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah
mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan
yang berkaitan dengan materi tersebut. Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan
kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa.

4. EVALUASI

Penilaian (Evaluasi) kurikulum meliputi semua aspek batas belajar. Menurut Schwartz
dan kawan – kawannya, penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan
penentuan arti atau faedah suatu pengalaman.

Syarat – syarat umum evaluasi adalah penilaian yang harus dilaksanakan harus
memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki validitas, artinya evaluasi harus benar – benar mengukur apa yang hendak
diukur.
2. Mempunyai realibiltas, menunjukkan ketetapan hasilnya. Dengan kata lain, orang yang
akan dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang
sama
3. Efisiensi, suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunkan tanpa membuang waktu dan
uang banyak.
4. Kegunaaan/kepraktisan, alat evaluasi harus berguna. Yaitu untuk memperoleh keterangan
tentang siswa.

Evaluasi Hasil belajar

19
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran dan pengumpulan
data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan
tentang tingkat hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar
menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indicator
adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.

Komponen evaluasi untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Evaluasi sebagai


alat untuk melihat keberhasilan dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu tes dan
nontes.

 Tes

Tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan reabilitas. Jenis – jenis tes
terdiri atas tes hasil belajar yang dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berdasakan jumlah
peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu. Dilihat dari
cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes standar.

 Nontes

Nontes adlah alat evaluasi yang digunkan untuk menilai aspek tingkah laku temasuk
sikap, minat dan motivasi. Ada bebrapa jenis nontes sebagai alat evaluasi, di antaranya
wawancara observasi, studi kasus, skala penilaian.

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen atau bagian-bagian


yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum
menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan
pembelajaran untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional maupun tujuan pendidikan
islam. Di dalam kurikulum terdadapat komponen yang tidak bisa dipisahkan karena antar
komponen itu saling terkait. Dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus bias
menciptkan suasana yang kondusif serta mampu memunculkanj motivasi peserta didik. Strategi
pengajaran mengatur seluruh komponen, baik pokok maupun penunjng dalam sistem pengajaran

B. SARAN

21
Penulisan buku ini di tujukan sekadar bisa menjadi gambaran sekilas, tambahan dan
wawasan tentang komponen-komponen kurikulum. Penulis berharap agar bisa menjadi
pengetahuan bagi para pembaca dalam memahami kurikulum yamg dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulloh, 2010, Pengembangan  Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum


Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

Hambali,O.2014.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Mulyasa. 2009. Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan


Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda
karya.

Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007 Tim Pengembang MKDK. 2002. Kurikulum
dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan UPI.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar

Biru Algensindo.

22

Anda mungkin juga menyukai