“Komponen Kurikulum”
OLEH:
KELOMPOK 3
1. Dwiki Anpariza (1712317)
2. Fitria (1712330)
3. Novyta Sari (17129159)
4. Nurhayati Sri Mulyani ( 17129160)
SEKSI : 17 BKT 09
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya tugas kolektif yang berbentuk makalah dengan judul
“Komponen Kurikulum” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dan tidak lupa shalawat
serta salam kita ucapkan kepada nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun sebagai tugas yang merupakan implementasi dari program
belajar aktif oleh Ibu Dra.Tin Indrawati, M.Pd selaku Dosen pengajar mata kuliah Kurikulum
dan Pembelajaran.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini bisa menambah khazanah keilmuan dalam
mempelajari kurikulum dan pembelajaran serta memberikan manfaat bagi pembacanya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.
(Kelompok 3)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1
BAB II ISI
A. Pengertian Komponen Kurikulum....................................................2
B. Komponen-Komponen Kurikulum...................................................3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................18
B. Saran....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kurikulum dapat diartikan dengan beragam variasi. Ada yang memandangnya secara
sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang
mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena
pengarahan, bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen
tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan, dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana
yang sudah direncanakan. Tidak semua yang ada dalam kurikulum tertulis, kemungkinan
dilaksanakan dikelas.
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran
pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sempit, seperti program
pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa macam mata pelajaran. Apakah dalam lingkup
yang luas atau sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari
komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.
Kurikulum nasional mempunyai dampak yang nyata terhadap sistem pendidikan dan
sistem sosial suatu negara. Demikian pula terjadi pada kurikulum sekolah dinegara kita. Karena
dengan kurikulum dapat diupayakan tebentuknya kepribadian bangsa sesuai yang
diidealisasikan. Kurikulum indonesia mempunyai tujuan yang ideal, baik pendidikan nasional
ataupun pendidikan islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu menciptakan insani yang beriman
dan bertakwa serta mempunyai pengetahuan intelektual dan ketrampilan
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian komponen kurikulum?
2. Apa saja komponen-komponen kurikulum?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui komponen-komponen kurikulum
1
BAB II
PEMBAHASAN
Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu
sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem
kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya
dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru
bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya terdapat
komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak sempurna
Suatu kurikum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua
hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan
perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu
sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan. Demikian juga evaluasi sesuai dengan
proses, isi dan tujuan kurikulum
Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya, yakni tujuan, materi, metode, media, evaluasi. Komponen-
komponen tersebut baik secara sendiri maupun bersama menjadi dasar utama dalam upaya
mengembangkan sistem pembelajaran. Ada beberapa pendapat yang menegaskan mengenai
komponen kurikulum. Ralph W. Tyler menyatakan ada empat komponen kurikulum yaitu tujuan,
materi, organisasi dan evaluasi. Senada dengan pendapat tersebut adalah Hilda Taba menulis
bahwa komponen-komponen kurikulum itu antara lain tujuan, materi pelajaran, metode dan
organisasi serta evaluasi. Komponen-komponen kurikulum saling berhubungan. Setiap
komponen bertalian erat dengan komponen lainnya. Tujuan menetukan bahan apa yang
dipelajari, bagaiamana proses belajarnya dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian
dapat mempengaruhi komponen lainnya.
2
B. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Komponen-komponen kurikulum pada prinsifnya terdiri dari empat macam komponen yaitu:
tujuan, bahan, strategi dan evaluasi
1. TUJUAN
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang
mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. komponen ini sangat penting, karena melalui
tujuan, materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan
kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran
umum yaitu berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester. Sedangkan tujuan pembelajaran
khusus yang menjadi target setiap kali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis
kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi dan tujuan
pembelajaran khusus disebut dengan istilah kompetensi dasar.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional
tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan
yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau
satuan pendidikan.
Tujuan merupakan hal paling penting dalam proses pendidikan.yaitu hal yang ingin
dicapai secara keseluruhan, yang meliputi :
a) Tujuan domain kognitif yaitu tujuan yang mengarah pada pengembangan akal dan
intelektual peserta didik.
3
b) Tujuan domain afektif yaitu tujuan yang mengarah pada penggerakan hati nurani para
peserta didik.
c) Tujuan domain psikomotor yaitu tujuan yang menngarah pada pengembangan
ketrampilan jasmani peserta didik
4
Menurut Taba, tujuan kurikulum itu bisa diperoleh di beberapa sumber, diantaranya:
1. Kebudayaan Masyarakat
2. Individu
3. Mata Pelajaran, disiplin ilmu
Fungsi pendidikan dapat dipandang sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar anak
menjadi anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah bangsa dan negara.
Ada kalanya diharapkan agar sekolah turut serta memberantas kekurangan-kekuranagan dalam
masyarakat misalnya, polusi, pengrusakan alam, narkotika, dan berusaha secara aktif untuk
memperbaiki dan membangun masyarakat yang lebih bahagia. Seperti kita ketahui penganut
konsep rekontruksi sosial sangat mengutamakan tujuan serupa itu. Kurikulum yang dihasilkan
lebih bersifat “society centered” atau berorientasi pada masyarakat. Oleh sebab kurikulum ini
ditentukan oleh orang dewasa, maka kurikulum itu juga bersifat “adult-centered”. Kurikulum ini
banyak ditentukan oleh golongan yang ingin mengutamakan anak sebagai sumber utama bagi
tujuan kurikulum dalam bentuk kurikulumyang ”child-centered”.
Sumber tujuan ketiga ialah pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai disiplin ilmu.
Anak dikirim ke sekolah oleh orang tua agar anak itu belajar ilmu, mengumpulkan sebanyak-
banyaknya pengetahuan. Di samping berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan
sekolah, aspek pengetahuan masih tetap merupakan tujuan utama, yang diperoleh melalui
berbagai mata pelajaran. Aspek inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan
yang setinggi-tingginya.
5
Tingkat-tingkat pengembangan kurikulum
6
Tujuan institusional khusus merupakan jabatan dari tujuan, institusional umum yang juga
dirumuskan bersifat umum.
7
dan jelas mencakup jenis kemampuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan setelah siswa
mengikuti proses belajar-mengajar.
Pada pengembangan kurikulum tingkat pengajaran ada beberapa hal yang harus
dilakukan oleh guru sehubungan dengan pengembangan kurikulum tingkat pengajaran, yaitu:
1. Menganalisis tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam kurikulum
2. Mengembangkan alat evaluasi berdasarkan tujuan
3. Merumuskan bahan yang sesuai dengan isi kurikulum
4. Merumuskan bentuk kegiatan belajar-mengajar yang dapat member pengalaman belajar
kepada murid
5. Melaksanakan apa yang telah diprogramkan
8
tujuan yang telah di identifikasi
d. Menyusun pedoman khusus
Perumusan Tujuan
Agar suatu tujuan dapat diwujudkan diingikan agar perumusannya spesifik. Tiap
matapelajaran mempunyai sejumlah tujuan, seperti menghargai keindahan karya sastera. Namun
tujuan serupa itu masih dianggap umum dan harus dirinci lagi, dispesifikan, sehingga berupa
bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dengan demikian dapat pula diukur taraf
ketercapainnya.
Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara merumuskan tujuan, antara lain:
Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsur proses dan
produk. Yang termasuk proses antara lain menganalisis, menginterpretasi,
mengingat, dan sebagainya. Produk adalah bahan yang terdapat dalam tiap
matapelajaran. Jadi tujuan dapat berbunyi seperti: menganalisis sebab-sebab
terjadinya revolusi, menafsirkan makna peraturan pajak, memahami dan
menghafal rumus-rumus tentang gravitasi, dan sebaginya.
Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi spesifik sehingga
diperoleh bentuk kelakuan yang diharpkan dan diamati.
9
Memberi petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk mencapai
tujuan itu. Misalnya menghasilkan karya sastera tidak diperoleh dengan membaca
karya sastera akan tetapi dengan membuat suatu karangan yang mengandung
corak seni.
Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera akan tetapi ada
kalanya memakan waktu yang lama, seperti berfikir kritis, menghargai seni
sastera, dan sebagainya. Sering dalam perumusan tujuan timbul kesan bahwa
suatu ketrampilan berfikir atau sikap dapat diwujudkan dalam satu-satuan
pelajaran tertentu
Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan atau
pengalaman belajar tertentu. Tujuan yang terlampau umum dan muluk sering
mirip dengan slogan-slogan yang indah, merupakan harapan-harapan yang hampa.
Itu sebabnya sering terdapat jurang yang lebar antara apa yang dicantumkan
dalam buku kurikulum dengan apa yang nyata dilakukan di dalam kelas. Yang
satu disebut ”ideal curriculum”, yang merupakan cita-cita, yang kedua ”real
curriculum” kurikulum yang nyata. Sekalipun setiap kurikulum selalu
menggambarkan “das sollen”, apa yang dicita-citakan namun janganlah
hendaknya terlampau jauh jaraknya dengan “das sein”, yang nyata. Rencana
apapun yang terlampau menjauhi apa yang dapat direalisasikan akan
menimbulkan kekecewaan, atau akan menghilangkan makna rencana, atau makna
dalam hal ini kurikulum, yang akhirnya tidak dipedulikan dan hanya disimpan
dalam lemari di kantor kepala sekolah saja.
Tujuan itu harus komprehensif , artinya meliputi segala tujuan yang ingin dicapai
di sekolah, bukan hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga ketrampilan
berfikir, hubungan sosial, sikap terhadap bangsa dan negara, dan sebagainya.
Tentang cara merumuskan tujuan, Robert F. Mager memberi petunjuk, sebagai berikut:
1. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan
dapat diukur, hingga manakah tujuan itu dicapai.
10
2. Harus dinyakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai, misalnya apakah menghitung
dengan menggunakan kalkulator.
3. Harus pula ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleg siswa,
misalnya membaca rata-rata sekian kata dalam satu menit.
4. Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata-kerja yang menunjukan apa yang
dapat dilakukan siswa setelah belajar. Misalnya kata kerha memahami, tidak serasi
karena tidak dapat diobservasi, sebaliknya kata kerja “dapat menjelaskan”,
“menyebutkan” menunjukkan bentuk kelakuan yang nyata yang dapat diamati bahkan
diukur kebenarannya.
Davies, cs., memberikan petunjuk yang dapat melengkapi cara perumusan tujuan spesifik
menurutMager. Langkah-langkah yang mereka anjurkan ialah:
a) Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.
b) Tentukan suatu “referent situation” yaitu suatu situasi dimana tujuan itu dapat
diterapkan secara nyata, misalnya berbahas inggris dalam toko inggris.
c) Tulis suatu teks berkenaan dengan situasi refernsi itu yang dengan cermat
menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standar kelakukan dalam situasi itu.
Tujuannya ialah agar siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya dalam
situasi nyata.
d) Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang berhubungan
dengan situasi referensi itu
2. BAHAN
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori
pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum
yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi
pembelajaran menjadi hal yang utama.
11
1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi
hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,
merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam
garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum.
12
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian
atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun
dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya
dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan
fleksibel. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar
telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi
untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik.
Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari
3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun
non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih
lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup
dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya
terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
13
5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi
peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga
memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997)
mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
14
mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa
yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
3. STRATEGI
Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (stratos = militer dan Ag =
memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jenderal perang
dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Strategi merupakan istilah yang banyak
dipakai dalam berbagai konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam kamusnya Peter
Salim dan Yenny Salim mengartikan bahwa strategi adalah rencana cermat tentang suatu
kegiatan guna meraih suatu target atau sasaran. Sedangkan pengertian strategi secara umum
dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
pelaksanaannya dirumuskan sehingga output yang diharapkan akan benar-benar sesuai dengan
tujuan pendidikan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang baik, efektif dan efisien merupakan
persyaratan mutlak yang perlu diwujudkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan yang dimaksud
strategi adalah suatu cara atau taktik yang digunakan untuk mencapai suatu sasaran yang efektif
dan efisien, dengan melakukan suatu tindakan atau suatu usaha yang telah ditentukan melalui
suatu perencanaan.
Pengertian pengembangan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,
mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai
pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan
15
Strategi Pengembangan Kurikulum
Menurut T. Rakjoni strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum perbuatan
guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang
harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source
of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah
merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan
landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam
psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise
learning experiences)
pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi
belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami
atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity
experiences)
16
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk
belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak
proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan
memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan
kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai
menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses,
dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi
lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi
17
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah. Pengembangan ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan
daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Jadi kurikulum terutama isinya sangat beragam, tiap
sekolah punya kurikulum sendiri. Peranan guru lebih besart daripada dikelola secara sentralisasi,
guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran dalam program
tahunan/semester/satuan pengajaran, tetapi didalam menyusun kurikulum yang menyeluruh
untuk sekolahnya. Disini guru juga bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi perencana,
pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.
Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara
keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral desentral. dalam kurikulum yang yang dikelola
secara sentralisasi desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru dalam dalam
pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi.
Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraban kurikulum induk ke dalam
program tahunan/ semester/ atau satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum
yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam
setiap komponen dan unsur dari kurikulum.
Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun,
pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum. Peran sentral guru yang lain adalah
bahwa mereka yang harus menyelenggarakan pembelajaran aktif, mengkondisikan peserta didik
mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotorik, dan mengevaluasi peserta didik secara holistik dengan mempertimbangkan kinerja
di kelas maupun di luar kelas. Tugas guru tidak hanya sebatas di ruang kelas ketika mengajar
saja, namun juga di luar kelas bahkan luar sekolah. Karena begitu banyaknya perhatian yang
harus dicurahkan guru dalam menjabarkan sebuah kurikulum, maka ibaratnya diperlukan sosok
guru dengan dua karakter sekaligus, yaitu Superman dan Doraemon.
Tipe Superman mengindikasikan bahwa diperlukan kekuatan luar biasa dari guru untuk
mendidik anak dengan berbagai keunikannya. Idealnya, tidak ada hal yang terlewatkan guru dari
perilaku peserta didik. Seharusnya, guru hanya menghadapi 20 orang siswa saja, namun
18
realitasnya dia harus mengajar di banyak kelas dan lebih dari satu mata pelajaran karena
keterbatasan sumber daya manusia. Sementara itu, tipe Doraemon menggambarkan bahwa
seorang guru harus mampu memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai masalah yang
dihadapi siswa, dia harus mampu mengidentifikasi masalah, mendiaknosa, dan memberikan
solusinya. Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya
menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau
membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan.
Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah
mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan
yang berkaitan dengan materi tersebut. Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan
kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa.
4. EVALUASI
Penilaian (Evaluasi) kurikulum meliputi semua aspek batas belajar. Menurut Schwartz
dan kawan – kawannya, penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan
penentuan arti atau faedah suatu pengalaman.
Syarat – syarat umum evaluasi adalah penilaian yang harus dilaksanakan harus
memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki validitas, artinya evaluasi harus benar – benar mengukur apa yang hendak
diukur.
2. Mempunyai realibiltas, menunjukkan ketetapan hasilnya. Dengan kata lain, orang yang
akan dites itu akan mendapat skor yang sama bila dites kembali dengan alat uji yang
sama
3. Efisiensi, suatu alat evaluasi sedapat mungkin dipergunkan tanpa membuang waktu dan
uang banyak.
4. Kegunaaan/kepraktisan, alat evaluasi harus berguna. Yaitu untuk memperoleh keterangan
tentang siswa.
19
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran dan pengumpulan
data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan
tentang tingkat hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar
menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indicator
adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.
Tes
Tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan reabilitas. Jenis – jenis tes
terdiri atas tes hasil belajar yang dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berdasakan jumlah
peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu. Dilihat dari
cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes standar.
Nontes
Nontes adlah alat evaluasi yang digunkan untuk menilai aspek tingkah laku temasuk
sikap, minat dan motivasi. Ada bebrapa jenis nontes sebagai alat evaluasi, di antaranya
wawancara observasi, studi kasus, skala penilaian.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
21
Penulisan buku ini di tujukan sekadar bisa menjadi gambaran sekilas, tambahan dan
wawasan tentang komponen-komponen kurikulum. Penulis berharap agar bisa menjadi
pengetahuan bagi para pembaca dalam memahami kurikulum yamg dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda
karya.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007 Tim Pengembang MKDK. 2002. Kurikulum
dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan UPI.
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar
Biru Algensindo.
22