Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi terjadinya karies gigi pada penduduk Indonesia meningkat
dari 43,4% (2007) menjadi 53,2% (2013) (Bilitbang Kemenkes RI, 2013). Lesi
karies akan terjadi bila ada ketidakseimbangan antara faktor protektif dan
faktor patologik, yang akan menimbulkan gangguan pada proses
demineralisasi-remineralisasi. Pembentukan biofilm plak menjadi pemicu
proliferasi bakteri kariogenik dengan memproduksi asam hasil fermentasi
karbohidrat. Keadaan ini menyebabkan turunnya pH saliva, sehingga akan
merusak struktur mineral gigi. pH yang rendah meningkatkan populasi flora
patogen. Lesi awal tampak sebagai hasil dari hilangnya kalsium, fosfat, dan
karbonat, membentuk lesi deminerlisasi di subsurface yang sering disebut
sebagai “white spots”, terutama di daerah akumulasi plak. Tahap awal dari lesi
dini dapat dicegah dengan menurunkan faktor patologik seperti plak biofilm,
dan meningkatkan faktor protektif.
Karies yang tidak dirawat akan meluas sampai ke pulpa, maka akan
terjadi respon peradangan kronis yang menyebabkan penderita mengeluh
giginya terasa sakit dan risiko hilangnya vitalitas pulpa.
Semen ionomer kaca ialah bahan restorasi yang paling akhir
berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Sifat utama semen
ionomer kaca adalah kemampuan utama untuk melekat pada email dan dentin
tanpa ada penyusutan atau panas yang bermakna, mempunyai sifat
biokompatibilitas dengan jaringan periodontal dan pulpa, ada pelepasan flour
yang berfungsi sebagai antimikroba dan kariostatik, kontraksi volume pada
pengerasan sedikit, koefesien ekspansi termal sama dengan struktur gigi.
Semen ionomer kaca diindikasikan untuk kavitas kelas III dan kelas V yang
tidak terlalu membutukan estetik yang tinggi.

1
B. Rumusan Masalah
Diskusi 1
1. Sebutkan posisi operator untuk merawat gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
2. Jelaskan pemeriksaan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu
diagnosis.
3. Apakah diagnosis gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
4. Jelaskan klasifikasi ICDAS pada gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
5. Jelaskan etiologi terjadinya lesi putih pada email gigi 23, 33, 34, 35,
36, 24, 25.
6. Bagaimana cara membedakan lesi putih karies dengan lesi putih non
karies.
Diskusi 2
1. Jelaskan proses terbentuknya karies
2. Jelaskan perbedaan preparasi: amalgam, gic, komposit
3. Jelaskan reaksi setting GIC scr lengkap
4. Jelaskan lengkap ttg restorasi closed sandwich dan open sandwich
5. Jelaskan lengkap pelepasan fluoride pada glass ionomer cement
6. Jelaskan sifat biokompatibilitas GIC terhadap pulpa
7. Jelaskan sifat2 fisik GIC

C. Tujuan
Diskusi 1
1. Untuk mengetahui posisi operator dalam merawat gigi pada kasus ini.
2. Untuk mengetahui pemeriksaan yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu diagnosis.
3. Untuk mengetahui diagnosis gigi pada kasus ini.
4. Untuk mengetahui klasifikasi ICDAS pada kasus ini.
5. Untuk mengetahui etiologi terjadinya lesi putih pada email gigi.
6. Untuk mengetahui perbedaan lesi putih karies dengan lesi putih non
karies.

2
Diskusi 2
1. Untuk mengetahui proses terbentuknya karies dan bagaimana cara
restorasi penggunaan bahan amalgam, GIC, dan komposit.
2. Untuk mengetahui reaksi pengerasan GIC , sifat fisik, reaksi pelepasan
fluoride , dan sifat biokompatibilitasnya terhadap pulpa.
3. Untuk mengetahui teknik restorasi open sandwich dan close sandwich

D. Manfaat
Diskusi 1
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui posisi operator dalam merawat gigi
pada kasus ini.
2. Agar mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan yang diperlukan
untuk mendapatkan suatu diagnosis.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui diagnosis gigi pada kasus ini.
4. Agar mahasiswa dapat menjelaskan klasifikasi ICDAS pada kasus ini.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi terjadinya lesi putih pada
email gigi pada kasus ini
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara membedakan lesi putih karies
dengan lesi putih non karies.
Diskusi 2
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui bahan restorasi GIC lebih dalam
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengaplikasian bahan restorasi
berupa GIC, amalgam, dan komposit
3. Agar mahasiswa mengetahui sifat-sifat , kekurangan dan kelebihan dari
GIC
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara restorasi open dan close
sandwich

BAB II
PEMBAHASAN

3
DISKUSI 1
Seorang perempuan 18 tahun datang ke RSGM-P FKG Usakti dengan keluhan
gigi-gigi bagian kiri belakang berbecak putih, setelah dilakukan perawatan ortodonti.
Hasil pemeriksaan klinis menunjukan lesi putih pada permukaan bukal 23, 33, 34, 35,
36, pada distobukal 24, dan pada mesiobukal 25; saat email dalam keadaan basah.
Hasil tes vitalitas pada gigi-gigi tersebut menunjukan gigi vital dengan respon dalam
batas normal. Perkusi negatif.

1. Sebutkan posisi operator untuk merawat gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
Ada 4 zona pada posisi kerja berdasarkan arah jarum jam :
a. Zona operator berada pada posisi arah jarum jam 7 – 12
b. Zona asisten berada pada posisi arah jarum jam 2 – 4
c. Zona statis (untuk instrumen dan bahan) berada pada posisi arah jarum
jam 12 – 2
d. Zona transfer berada pada posisi arah jarum jam 4 – 7

Pada operator right-handed bisa dilakukan pada posisi arah jarum jam 7, 9
dan 11. Sedangkan pada operator left-handed dapat dilakukan pada posisi arah
jarum jam 5, 3, dan 1. Namun idealnya posisi operator untuk semua kasus yaitu
dengan posisi arah jarum jam 11 atau 12. Posisi arah jam 11 atau 12 bukanlah
menjadi patokan seorang dokter gigi dalam melakukan tindakan perawatan,
semua tergantung dari dokternya sendiri yang menentukan posisi kerja yang

4
menurut mereka nyaman. Dokter gigi juga harus tahu posisi operator dalam
melakukan tindakan sesuai dengan gigi yang akan dilakukan tindakan. Yang
harus diperhatikan saat melakukan tindakan, seperti:
 Badan tidak membungkuk, punggung lurus, bahu simetris sama tinggi
 Kedua kaki bertumpu diatas lantai, lengan kaki bagian bawah
membentuk sudut 90° dengan lengan kaki bagian atas/paha.
 Jarak mata kemedan kerja 14-16 inci, tidak boleh terlalu dekat
 Pandangan kemedan kerja tidak terhalang
 Operator dapat menggunakan alat bantu berupa loop untuk melihat
lebih jelas, loop yang dapat digunakan adalah loop 2,5x atau 4,8x.
Selain loop, operator juga dapat menggunakan alat bantu berupa
operating microscope.
 Posisi pasiensebaiknya berbaring 180 ˚. Selain itu, posisi pasien juga
dapat duduk 45˚. Namun posisi pasien tergantung bagian mana yang di
periksa. Untuk kasus ini yaitu gigi anterior, sebaiknya posisi pasien
berbaring, agar lebih mudah di lihat.
 Mulut pasien sama tinggi dengan siku operator
 Tidak meraih obyek/alat kerja yang sulit dijangkau dan melebihi tinggi
bahu.

2. Jelaskan pemeriksaan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu diagnosis.


a. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)
Anamnesis merupakan percakapan antara dokter dengan pasien
untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.
Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian :riwayat
sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang
berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.
i. Menanyakan identitas pasien, seperti nama (Tn/Ny), usia,
jenis kelamin, alamat dan pekerjaan.
ii. Menanyakan Keluhan Utama saat ini (presenting
5
complaint) :keluhan saat pasien datang atau keluhan yang
membuat pasien datang menemui dokter gigi:
- Kapan keluhan terjadi (onset)
- Lamanya keluhan berlangsung (duration)
- Lokasi keluhan
- Faktor-faktor yang memperingan
- Faktor-faktor yang memperberat
- Kronologis (investigation thus far)
- Perawatan yang telah diterima
iii. Riwayat penyakit sebelumnya (RPS) : riwayat penyakit
sistemik yang pernah diderita sebelumnya. Guna
menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk
mencegah kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinis harus
melakukan pemeriksaan rutin. Seperti penyakit jantung
congenital, demam rematik, kelainan darah, hepatitis,
penyakit diabetes, operasi sebelumnya atau penyakit
serius.
iv. Riwayat penyakit keluarga (RPK) :riwayat penyakit yang
bersifat herediter. Seperti: diabetes dan hipertensi.
v. Kebiasaan kultural dan sosial : dapat berupa informasi yang
berhubungan dengan lingkungan sosioekonomi dan
pekerjaan, riwayat perjalanan keluar negeri, riwayat
seksual, hobby dan kebiasaan-kebiasaan pasien yang
relevant.
b. PemeriksaanObjektif (PemeriksaanKlinis)
Pemeriksaan objektif terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan
ekstraoral dan intraoral.
i. Pemeriksaan Ekstraoral
Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat
selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih
6
lanjut.Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata,
bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Pemeriksaan ini
juga memperhatikan di sekitar mulut bagian luar seperti
adanya kecacatan, pembengkakan, benjolan, luka atau
memar.
ii. Pemeriksaan Intra-oral
Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi
yang dilakukan oleh seorang klinisi. Pengujian-pengujian
tersebut adalah sebagai berikut :
 Tes Perkusi
Tes perkusi digunakan untuk mengevaluasi
status periodonsium yang meliputi gingiva, tulang
alveolar, ligament periodontal, dan sementum
sekitar gigi dan apical gigi. Tes perkusi juga
menentukan ada atau tidak adanya penyakit
periradikuler yang meliputi jaringan dentin,
sementum, dan ligament periodontal.
Cara melakukan tes perkusi yaitu dengan
mengetukkan ujung kaca mulut yang dipegang
parallel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota dari gigi
yang diduga mengalami karies. Respon negative
danpositif (menandakan adanya respon inflamasi).
 Tes mobilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui
integritas apparatus-aparatus pengikat di sekeliling
gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau
longgar pada alveolusnya.
Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan

7
gigi kearah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen.
Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek
status periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat
berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat
pertama, keduadan ketiga.
 Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman
jaringan periodontal dengan menggunakan alat
berupa probe. Cara yang dilakukan dengan
memasukan probe kedalam attached gingiva,
kemudian mengukur kedalaman poket periodontal
dari gigi pasien yang sakit.
 Tes termal
Tes termal merupakan kevitalan gigi yang
meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal.
Tes termal terbagi menjadi 2 yaitu tes termal dingin
dan tes panas.
1) Cold Test
Bahan yang digunakan:
- CO2 snow, merupakan metode yang
baik karena memiliki temperature -50°C
dan perubahan bentuk dari solid ke gas
sehingga tidak berpotensi untuk
menstimulus gigi yang berada di
dekatnya.
- Ethyl Chloride

8
- Dichloro difluoro methane (DDM),
prosedurnya adalah dengan
menyemprotkan DDM ke cotton pellet
kemudian aplikasikan ke gigi yang
ingindites. Sama dengan CO2 snow,
DDM tidak memiliki liquid state
2) Heat Test
Bahan yang digunakan adalah Gutta percha
yang sebelumnya gigi tersebut diolesi
petroleum jelly untuk mencegah perekatan,
kemudian gutta percha dipanaskan dan
aplikasikan pada gigi. Tes ini dilakukan jika
pasien mempunyai keluhan saat memakan atau
meminum-minuman panas. Alternatif lain
adalah dengan membungkus gigi dengan rubber
dam kemudian alirkan cairan dingin atau pun
panas. Bila gigi memberikan respon berarti gigi
vital, jika tidak maka gigi nonvital

3. Apakah diagnosis gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
Diagnosis pasien pada skenario adalah pulpa sehat dengan white spot lession.
Pada skenario dituliskan bahwa pada tes vitalitas pada gigi-gigi 23, 33, 34, 35,
36, 24, 25 menunjukkan respon dalam batas normal dan hasil negatif pada
perkusi. Namun pasien datang dengan keluhan adanya bercak putih pada gigi
tersebut dan pada pemeriksaan terlihat bercak putih pada gigi dalam keadaan
basah.

4. Jelaskan klasifikasi ICDAS pada gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25.
Klasifikasi karies ICDAS (International Caries Detection and Assesment System)

9
Kod Deskripsi
e
D0 Gigi sehat
D1 Perubahan awal pada tampilan email. Saat kondisi basah, tidak terlihat
perubahan warna yang berasal dari aktivitas karies, namun setelah dikeringkan
dengan udara selama 5 detik, email terlihat opak.
D2 Terdapat perubahan yang jelas pada email walau saat kondisi basah, yaitu
terlihat opak atau terdapat diskolorasi yang tidak konsisten dengan tampilan
klinis email normal.
D3 Kerusakan awal email karena karies dan tidak melibatkan dentin.

D4 Karies email, namun terdapat bayangan gelap dibawahnya yang berasal dari
dentin.
D5 Terdapat kavitas yang terlihat jelas dan ekstensif dan dentin terekspos. Tampak
dengan jelas ada struktur gigi yang hilang. Kavitas bisa dalam atau lebar.
Dinding dan dasar dentin terlihat jelas.
D6 Kavitas yang dalam, dentin terekspos dan terdapat keterlibatan pulpa

Klasifikasi pada gigi 23,33,34,35,36,24,25 menurut klasifikasi ICDAS ini


adalah D2 yaitu terlihat lesi putih pada email walau dalam kondisi basah.

5. Jelaskan etiologi terjadinya lesi putih pada email gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24,
25.
Lesi putih pada email gigi 23,33,34,35,36,24,25 merupakan lesi karies dini
pada email yaitu berupa bercak putih buram yang disebabkan oleh proses
demineralisasi awal. Proses demineralisasi gigi merupakan proses larutnya
mineral dari hidroksiapatit. Proses ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu
mikroorganisme, substrat (karbohidrat), permukaan gigi yang rentan, dan waktu.
Faktor-faktor tersebut harus bergabung agar terjadi proses demineralisasi dan bila
tidak ditangani akan berlanjut menjadi karies gigi. Selain faktor-faktor tersebut
terdapat juga faktor dari orang itu sendiri seperti sifat-sifat saliva yang
dikeluarkannya. Proses diawali dari karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri
10
plak (S. mutans, Lactobacillus sp.) dan menghasilkan asam. Asam yang
dihasilkan bakteri tersebut akan mengakibatkan pH mulut menjadi turun. pH
dinyatakan kritis apabila mencapai 5,5 untuk ikatan hidroksiapatit sedangkan
untuk ikatan fluoroapatit memiliki pH kritis 4,5. Apabila penurunan pH mulut
terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan mineral (terutama kalsium
dan fosfat) larut dari hidroksiapatit pada email dan disebut sebagai proses
demineralisasi.

6. Bagaimana cara membedakan lesi putih karies dengan lesi putih non karies.
a. Gigi yang akan dicek dikeringkan terlebih dahulu
b. Cek lesi putih:
i. Lesi putih karies
 Warnanya opaque
 Permukaannya kasar/ berporus
ii. Lesi putih non karies
 Permukaannya licin
 Permukannya tidak berporus
 Permukaannya halus

White Spot Lesion
- Memiliki resiko karies
- Terletak pada tempat-tempat terjadinya akumulasi plak
- Tidak mengkilat
- Permukaannya kasar

DISKUSI 2
1. Jelaskan proses terbentuknya karies

11
Proses terbentuknya karies merupakan proses demineralisasi gigi, yaitu
larutnya mineral dari hidroksiapatit. Proses ini disebabkan oleh banyak faktor
yaitu mikroorganisme, substrat (karbohidrat), permukaan gigi yang rentan, dan
waktu. Faktor-faktor tersebut harus bergabung agar terjadi proses demineralisasi
dan bila tidak ditangani akan berlanjut menjadi karies gigi. Proses diawali dari
karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri plak (S. mutans, Lactobacillus sp.)
dan menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan bakteri tersebut akan
mengakibatkan pH mulut menjadi turun. pH dinyatakan kritis apabila mencapai
5,5 untuk ikatan hidroksiapatit sedangkan untuk ikatan fluoroapatit memiliki pH
kritis 4,5. Apabila penurunan pH mulut terjadi secara terus menerus maka akan
menyebabkan mineral (terutama kalsium dan fosfat) larut dari hidroksiapatit pada
email dan disebut sebagai proses demineralisasi. Jika proses demineralisasi ini
tidak mampu diimbangi dengan remineralisasi gigi maka lama-kelamaan akn
terbentuk karies gigi.

2. Jelaskan perbedaan preparasi : amalgam, GIC, komposit


Bahan restorasi Amalgam
Dental amlgam adalah jenis bahan restorasi metalik yang terbentuk dari
campuran silver – tin – copper alloy dan merkuri. Amalgam sebagai jenis
restorasi direk memiliki kemudahan insersi ke dalam kavitas, dan ketika
mengeras memiliki kemampuan merestorasi gigi dalam bentuk dan fungsi yang
baik. Preparasi kavitas untuk tumpatan amalgam selain membuang jaringan
karies dan struktur gigi yang lemah, juga harus dapat memberikan bentuk yang
baik sehingga amalgam dapat berfungsi maksimal. Syarat preparasi untuk
tumpatan amalgam harus menyediakan tempat untuk ketebalan minimal amalgam
dan memberikan retensi mekanis pada gigi. Tanpa pemenuhan kriteria tersebut,
restorasi amalgam dapat lepas atau fraktur. Amalgam merupakan bahan yang
tidak terlalu technique sensitive / operator sensitive di bandingkan tumpatan
komposit, karena penumpatannya yang cukup mudah. Pada preparsi amalgam

12
dibutuhkan pengambilan jaringan sehat yang cukup luas. Selain itu, dibutuhkan
juga untuk membentuk dove tail dan dinding yang convergent untuk
meningkatkan rentensi pada tumpatan amalgam.
a. Kelebihan Amalgam
Menurut Anusavice (2004) kelebihan amalgam adalah sebagai berikut : 
i. Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal
yang paling kuat dibandingkan dengan  bahan tambal lain
dalam melawan tekanan kunyah, sehingga amalgam dapat
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam
mulut. 
ii. Ketahanan terhadap keausan tinggi, tidak seperti bahan lain
yang pada umumnya lama kelamaan mengalami aus karena
faktor-faktor dalam mulut yang saling berinteraksi seperti
gaya kunyah dan cairan mulut. 
iii. Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan
mudah dan tidak terlalu sulit dibandingkan dengan resin
komposit. 
iv. Biaya relatif lebih rendah 
b. Kekurangan Amalgam 
Menurut Anusavice (2004) kekurangan amalgam adalah sebagai berikut : 
i. Secara estetik kurang baik karena warnanya yang kontras
dengan warna gigi, sehingga tidak dapat diindikasikan
untuk gigi depan atau dimana pertimbangan estetis sangat
diutamakan. 
ii. Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus dimana tepi-
tepi tambalan yang berbatasan langsung dengan gigi dapat
menyebabkan perubahan warna pada gigi sehingga tampak
kehitaman.

13
iii. Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata
alergi dengan logam yang terkandung dalam bahan tambal
amalgam
c. Indikasi Amalgam
 Untuk gigi posterior
 Karies pit dan fisur gigi posterior, karies proksimal gigi
posterior, karies permukaan halus (sisi bukal atau lingual)
 Pasien dengan insidensi karies tinggi
d. Kontra indikasi Amalgam
 Gigi yang memerlukan estetika baik (terutama gigi
anterior)
 Mengutamakan estetik untuk gigi posterior
 Restorasi kecil sampai sedang yang tidak dapat dilakukan
isolasi dengan baik
 Restorasi kelas 6 yang kecil
e. Prinsip preparasi Amalgam
Tahap I preparasi kavitas adalah memperoleh jalan masuk ke lesi
karies di dentin. Bila karies mengenai permukaan bukal gigi karena
sudah tidak terhalang email maka pencapaian ini mudah dilakukan, bila
karies mengenai email di proksimal maka akses langsung akan
terhambat oleh gigi tetangga. Oleh karena itu, hanya dilakukan
pengeboran email sehat di bagian dalam ridge tepi (marginal ridge)
i. Outline form
Outline form adalah bentuk dan batas dari suatu
preparasi, meliputi daerah yang terkena karies dan daerah
yang rentan terhadap karies. Yang harus diperhatikan
dalam membentuk outline form :

a. Convenience form
Preparasi harus dilakukan sedemikian rupa
14
sehingga memudahkan operator dalam
menggunakan peralatan dan menempatkan bahan
tumpatan ke dalam kavitas.
b. Extention for prevention
Perluasan untuk pencegahan, bahwa pit dan
fisure yang dalam perlu diikutsertakan dalam
preparasi (meskipun belum terkena karies) untuk
mecegah terjadinya karies sekunder. Ada 4 alasan
perluasan kavitas dengan menghilangkan pit dan
fissure yang dalam :
- Penetrasi bakteri mungkin sudah terjadi
di daerah pertautan email-dentin tapi
tidak terdeteksi
- Sulit sekali membuat tepi kavitas yang
baik pada fissure yang dalam
- Fissure yang dalam mempunyai resiko
tinggi terserang karies lebih lanjut
- Lebih mudah melebarkan kavitas
dengan sedikit membuang fissure 
ii. Retention form
Suatu bentukan kavitas sedemikian rupa sehingga
bahan restorasi tidak mudah lepas.
iii. Resistance form
Preparasi dengan tidak terlalu banyak membuang
jaringan gigi yang sehat sehingga sisa jaringan gigi dan
restorasi cukup tahan terhadap beban kunyah.

iv. Removal of caries


Membuang seluruh jaringan karies yang infeksius
terutama dentin yang lunak.
15
v. Finish of enamel wall
Menghaluskan seluruh ruang patah karena amalgam
amat rapuh. Oleh karena itu, preparasi gigi dibuat
mempunyai ketebalan 2 mm. Bila karies dentin menembus
lebih dalam dari 2 mm, pelapik atau basis semen harus
ditempatkan (Eccles, 1994).
Untuk mengimbangi sifat rapuh dari amalgam, seluruh kavitas dibentuk ke
dalam gigi. dinding-dinding rata sejajar atau tegak dengan permukaan gigi,
menyusun bentuk preparasi seperti boks. Retensi dari bahan dicapai dengan
kesejajaran dinding yang berlawanan atau dengan sedikit underkut pada dentin
(Eccles, 1994).
Amalgam, bahan plastik yang renyah seperti adonan dempul, beradaptasi
sendiri ke dalam bentuk internal dari kavitas. Restorasi campuran yang mencakup
dua atau lebih permukaan gigi, membutuhkan suatu bentuk atau pola yang
membatasi bahan sehingga dapat dipadatkan ke tempatnya dengan tekanan.
Seperti sifat kayu yang membatasi beton sampai mengeras pita matriks
membentuk dinding bagi pemampatan amalgam (Eccles, 1994).
Setelah pengisian kavitas dengan amalgam, matriks dilepas dan diukir ke
bentuk gigi semula. Pada kunjungan berikutnya baru tambalan amalgam ini
dipoles (Eccles, 1994).

Bahan restorasi GIC


GIC adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang dan mempunyai
sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan dentin melalui
ikatan kimia. Komposisi GIC terdiri atas kaca kalsium fluoroalminosilikat yang
larut dalam asam dan cairannya merupakan larutan asam poliakrilik. Reaksi
pengerasan dimulai ketika bubuk kaca fluoroalminosilikat dan larutan asam
poliakrilik dicampur, kemudian menghasilkan reaksi asam – basa dimana bubuk
kaca fluoroalminosilikat sebagai basanya. Sifat GIC ini adalah adhesive, karena

16
berikatan dengan gigi melalui ikatan kimiawi. Kekuatan dari resotasi GIC lebih
rendah dibandingkan dengan resin komposit dan amalgam. Sifat
biokompatibilitas GIC terhadap jaringan sangat baik ( tidak menimbulkan reaksi
merugikan terhadap tubuh ). Bahan tambal ini sangat populer karena sifatnya
dapat melepas fluor yang sangat berperan sebagai anti karies. Dengan adannya
bahan tambal GIC, resiko kemungkinan untuk terjadinya karies sekunder
dibawah tambalan jauh lebih kecil di bandingkan menggunakan bahan tambal
lain. GIC melekat dengan baik ke struktur gigi karena mekanisme perlekatanya
adalah secara kimiawi yaitu dengan pertukaran ion antara tumpatan dan gigi.
Oleh karena itu, gigi tidak perlu di preparasi terlalu banyak seperti halnya bila
menggunakan bahan tambal lain. Pada tumpatan ini tidak bisa digunakan untuk
bagian gigi yang menerima tekanan oklusi yang besar terutama pada karies kelas
2 dan 4. Preparasi yang dilakukan adalah minimal invasive sesuai dengan besar
dan kedalamnya karies yang terjadi.
a. Kelebihan GIC
 Melepaskan fluor sehingga baik untuk pasien dengan resiko
karies tinggi, flow saliva yang rendah, dan mencegah karies
sekunder
 Bersifat biocompatible yang sangat baik yaitu tidak
menimbulkan iritasi dan inflamasi terhadap jaringan.
 Melekat dengan baik ke struktur gigi karena mekanisme
perlekatannya secara kimia yaitu dengan pertukaran ion
antara tumpatan dan gigi. Oleh karena itu juga, gigi tidak
perlu dipreparasi terlalu banyak.
 Memilliki marginal seal yang baik, yaitu koefisien muai
dari GIC hampir sama dengan gigi sehingga menurunkan
kebocoran tepi.
 Bersifat self adhesive karena tidak perlu etsa dan bonding
agent.

17
b. Kekurangan GIC
 Dalam hal estetik warna tambalan lebih opaque sehingga
kurang baik untu menumpat karies kelas IV, Karena dapat
dibedakan secara jelas antara tambalan dengan permukaan
gigi asli.
 Berporus dan sulit dipoles.
 Tidak dapat digunakan sebagai bahan tumpatan untuk
restorasi kelas I karena bersifat rapuh dan tidak kuat untuk
menahan oklusal.
 Kekuatan lebih rendah bila dibandingkan bahan tambalan
lain sehingga tidak disarankan pada gigi yang menerima
beban kunyah besar seperti gigi molar.
 Tambalan GIC lebih aus dibandingkan tambalan lain.
c. Indikasi GIC
 Restorasi pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas
 Penumpatan pit dan fisura oklusal
 Restorasi gigi sulung
 Restorasi lesi karies kl. V
 Restorasi lesi karies kl. III lebih diutamakan yang
pembukaannya arah lingual
 Reparasi kerusakan tepi restorasi mahkota (Craig, 2004).
d. Kontra indikasi GIC
 Kavitas-kavitas yang ketebalannya kurang
 Kavitas-kavitas yang terletak pada daerah yang menerima
tekanan tinggi
 Lesi karies kelas IV atau fraktur insisal
 Lesi yang melibatkan area luas pada email labial yang
mengutamakan faktor estetika (Craig, 2004).
e. Prinsip preparasi GIC
i. Isolasi gigi
18
Mengisolasi dapat menggunakan rubber dam atau
cotton roll untuk menghindari kontaminasi dari saliva.
ii. Preparasi kavitas
Membuka kavitas dengan round bur dan membersihkan
jaringan karies dengan ekskavator. Ekskavasi karies sampai
dengan infected dentin dan meninggal affected dentin.
iii. Bersihkan karies dengan pumis air
iv. Oleskan dentin conditioner selamat 10 detik, kemudian
bilas dan dikeringkan dengan menggunakan cotton pellet
sehingga permukaan dentin lembab. Dentin conditioner
digunakan untuk menghilangkan smear layer untuk
meningkatkan perlekatan

Bahan restorasi Resin Komposit


Resin komposit adalah bahan tumpatan yang kandungan utamanya adalah
matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Komponen lainnya adalah bahan
coupling untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks
resin, juga activator untuk polimerisasi resin. Resin komposit merupakan bahan
tumpat adhesive yang memiliki nilai estetik, sehingga banyak dipilih baik untuk
restorasi gigi anterior maupun posterior. Hal ini disebabkan selain estetis, resin
komposit terkini memiliki compressive strength yang baik sehingga dapat
digunakan untuk gigi posterior. Preparasi yang dibutuhkan untuk restorasi
komposit adalah minimal invasive karena resin komposit tidak memerlukan
perlekatan mekanis, sehingga mendukung preservasi jaringan keras semaksimal
mungkin. Pada penumpatan ini dibutuhkan pembuatan bevel untuk meningkatkan
perlekatan pada jaringan gigi karena resin komposit secara mekanis lebih melekat
pada email dari pada dentin selain itu pembuatan bevel juga berfungsi sebagai
gradasi warna agar warna tumpatan sama dengan warna gigi sehingga tidak ada
batas antara tumpatan dengan gigi. Pada preparasi resin komposit dilakukan juga

19
pengaplikasian etsa dan bonding. Fungsi dari etsa adalah untuk membuat
mikroporusitas pada jaringan gigi. Pengaplikaisan etsa dilakukan selama 15 detik.
Kemudian bilas dengan air hingga bersih lalu di keringkan. Kemudian
dilanjutkan dengan pengaplikasian bahan bonding. Bahan bonding ini berfungsi
dalam melekatkan komposit (hidrofobik) pada jaringan gigi (hidrofilik).
Pengaplikaisan bonding dilakukan selama 20 detik kemudian di light cure.
a. Kelebihan Resin Komposit
 Shrinkage polimerisasi yang rendah.
 Penyerapan air yang rendah
 Koefisian pemuaian panas yang sama dengan struktur gigi.
 Ketahanan terhadap fraktur yang tinggi
 Radiopak yang tinggi
 Berikatan dengan baik terhadap enamel atau dentin
 Sewarna dengan gigi
 Manipulasi yang mudah
 Finishing dan polishing yang mudah.
b. Kekurangan Resin Komposit
 Mengalami penyusutan
 Kurang kuat dibanding amalgam
c. Indikasi Resin Komposit
 Lesi interproksimal (klas III) pada gigi anterior
 Lesi pada permukaan fasial gigi anterior (klas V)
 Lesi pada permukaan fasial gigi premolar
 Hilangnya sudut insisal gigi
 Fraktur gigi anterior
 Membentuk kembali gigi untuk mendukung restorasi tuang
 Lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior (klas I dan
klas II dengan keterbatasan)
d. Kontra indikasi Resin Komposit
 Lesi distal dari premolar
20
 Tambalan rutin untuk posterior
 Pasien dengan insidens karies tinggi serta kebersihan mulut
tidak terjaga
 Lesi distal kaninus
e. Prinsip preparasi resin komposit
Jika prosedur komposit hanya membutuhkan sedikit preparasi
atau bahkan tidak melakukan preparasi pada gigi sama sekali, maka
diperlukan pembersihan area operasi dengan
menggunakan slurry pumice untuk menghilangkan plak, pelikel, dan
pewarnaan superfisial. Menghilangkan kalkulus dengan beberapa
instrumen juga diperlukan. Tahapan-tahapan tersebut akan
menciptakan area yang baik untuk dilakukan bonding. Prophy
paste terdiri dari flavoring agents, gliserin, atau fluoride yang berperan
melawan kontaminan dan sebaiknya diberikan untuk mencegah
kemungkinan timbulnya masalah saat prosedur etsa asam.

3. Jelaskan reaksi setting GIC secara lengkap


Reaksi pengerasan dimulai saat cairan asam poliakrilik berkontak dengan
permukaan kaca aluminosilikat yang kelak akan menghasilkan pelepasan
sejumlah ion. SIK mengalami 3 fase reaksi pengerasan yang berbeda dan saling
overlapping. Fase pertama adalah fase pelepasan ion yang diawali reaksi ionisasi
radikal karboksil (COOH) yang terdapat dalam rantai asam (asam poliakrilat)
menjadi ion COO- (ion karboksilat) dan ion H+. Ion H+ bereaksi pertama kali
pada permukaan partikel kaca menyebabkan terlepasnya ion-ion seperti Ca2+ dan
Na+ ke dalam cairan. Kemudian ion H+ tersebut berpenetrasi kembali hingga
mencapai struktur yang kurang terorganisasi menyebabkan terlepasnya ion Al3+.
Saat fase ini, dilepaskan panas dengan suhu berkisar antara 3 oC sampai 7oC.
Semakin besar rasio bubuk dan cairan SIK maka panas yang dilepaskan akan
semakin besar .

21
Selama tahap awal tersebut terjadi, SIK berikatan dengan struktur gigi.
Secara fisik SIK terlihat berkilau. Penempatan pada struktur gigi harus dilakukan
pada fase ini karena matriks poliasam bebas yang dibutuhkan untuk perlekatan ke
gigi tersedia dalam jumlah yang maksimum. Pada tahap akhir dari fase pelepasan
ion ini, yang ditandai dengan hilangnya tampilan berkilau SIK, matriks poliasam
bebas bereaksi dengan kaca sehingga kurang mampu berikatan dengan struktur
gigi atau struktur lainnya .
Fase kedua dari reaksi pengerasan SIK adalah fase hidrogel. Fase hidrogel
terjadi 5 sampai 10 menit setelah pencampuran dilakukan. Selama fase ini, ion-
ion kalsium yang dilepas dari permukaan kaca akan bereaksi dengan rantai
poliasam polianionik yang bermuatan negatif untuk membentuk ikatan silang
ionik. Pada fase hidrogel ini mobilitas rantai polimer berkurang sehingga
menyebabkan terbentuknya gelasi awal matriks ionomer. Selama fase hidrogel
berlangsung,permukaan SIK harus dilindungi dari lingkungan yang lembab dan
kering karena ion kalsium yang bereaksi dengan rantai poliasam polianionik
mudah larut dalam air. Jika SIK tidak dilindungi, maka ikatan silang ionik yang
mudah larut tersebut akan melemahkan SIK secara keseluruhan dan terjadi
penurunan derajat translusensi sehingga turut mempengaruhi estetika .
Pada fase hidrogel ini, SIK memiliki bentuk yang keras dan opak. Opaksitas
tersebut disebabkan adanya perbedaan yang besar pada indeks refraksi antara
filler kaca dan matriks. Opaksitas SIK ini sifatnya sementara dan akan
menghilang selama reaksi pengerasan akhir terjadi.
Fase terakhir adalah gel poligaram, yang terjadi ketika SIK mencapai
pengerasan akhir, dapat berlanjut selama beberapa bulan. Matriks yang terbentuk
akan menjadi mature ketika ion-ion aluminium, yang pelepasannya dari
permukaan kaca lebih lambat, terikat ke dalam campuran semen membantu
membentuk hidrogel poligaram yang menyebabkan semen menjadi lebih kaku .
Fase gel poligaram ini menyebabkan SIK terlihat lebih menyerupai gigi,
disebabkan indeks refraksi gel silika yang mengelilingi filler kaca hampir sama

22
dengan matriks. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya penyebaran cahaya dan
opaksitas. Jika SIK masih terlihat opak, maka hal tersebut mengindikasikan
bahwa gel poligaram tidak terbentuk disebabkan karena adanya kontaminasi air.
SIK yang telah mengeras secara sempurna terdiri atas tiga komponen, yaitu kaca
pengisi, gel silika, dan matriks poliasam .

4. Jelaskan lengkap tentang restorasi closed sandwich dan open sandwich


Open sandwich
GIC digunakan untuk mengganti dentin dan juga mengisi bagian servikal
box, yang menyebabkan sebagian GIC terekspos. Teknik ini digunakan saat tidak
ada enamel yang tersisa pada gingival margin.

Close sandwich
Dentin ditutupi oleh GIC, yang sepenuhnya ditutupi oleh komposit. Teknik
ini digunakan pada saat enamel masih ada tersisa pada gingival margin.

a. Preparasi dan Lining


Kavitas dipreparasi untuk mengambil semua jaringan karies
dengan menggunakan diamond bur. Setelah itu tepi email dibevel.
b. Perawatan Permukaan

23
Kavitas dibersihkan dan dikeringkan kemudian dioleskan dentin
kondisioner pada permukaan kavitas agar ikatan GIC ke gigi dapat
diperkuat yang mengandung asam poliakrilik.
c. Pemberian Semen
Kavitas dibersihkan dan dikeringkan, aplikasikan tumpatan GIC
kedalam kavitas dan menutupi tepi cavosurface.
d. Preparasi Semen Tepi Email
Setelah mengeras, tumpatan yang berlebihan dibuang dari tepi-tepi
dan ke dinding dentin
e. Pemberian Resin Bonding
Bonding diaplikasikan ke basis semen dan dinding kavitas.
Pastikan pengaplikasiannya dengan lapisan tipis. Setelah itu dilakukan
light cured
f. Pemberian Resin Komposit
Aplikasikan tumpatan resin dan dikontur ke posisinya. Tumpatan
dibersihkan dari yang berlebihan dan dengan adaptasi yang tepat dapat
menggunakan matriks serta dilakukan light cure.
g. Penyelesaian
Setelah disinari restorasi tersebut diselesaikan dengan bur diamond
rata atau bur karbid. Dilakukan pemolesan dengan menggunakan “cup
polishing”karet abrasif dan bubuk aluminium oxida yang halus.

5. Jelaskan lengkap pelepasan fluoride pada glass ionomer cement


GIC mempunyai kelebihan tersendiri yaitu mampu melepaskan ion fluoride.
Inisial fluoride yang dilepaskan oleh GIC merupakan jumlah fluoride terbanyak
sehingga hal ini sering disebut dengan ‘initial burst effects’. Hal ini akan terjadi
terutama selama 24 jam pertama. Setelah itu fluoride yang dikeluarkan GIC akan
menurun lalu stabil dan dikeluarkan dalam jangka waktu yang lama paling tidak
selama 8 tahun.

24
Fluoride yang dilepaskan oleh GIC ini mampu menggantikan ion hidroksil
yang berada pada ikatan hidroksiapatit dan menggantikannya menjadi ikatan
fluoroapatit yang lebih stabil dan lebih resisten terhadap karies. Oleh karena itu,
bagian gigi yang berada di sekitar tumpatan GIC akan lebih resisten terhadap
karies dan mengurangi kemungkinan untuk terjadinya karies sekunder. Selain itu
juga dapat menghindari terjadinya kebocoran tepi dari tumpatan serta
menghindari kegagalan restorasi. Daerah affected dentine dan email yang berada
di sekitar tumpatan pun juga dapat terremineralisasi dengan adanya fluoride yang
dilepaskan oleh tumpatan GIC ini.1–3

6. Jelaskan sifat biokompatibilitas GIC terhadap pulpa


Glass ionomer cement mempunyai sifat biokompatibilitas, melepaskan
fluorida secara long acting, melekat baik pada lapisan dentin. Karena sifat-sifat
glass ionomer cement tersebut beberapa peneliti menganjurkan untuk pemakaian
endodontik sealer. Glass ionomer cement terbukti lebih efektif dari pada zinc
okside eugenol untuk mencegah kebocoran secara in vitro, tapi bila ditanam
dalam tulang menyebabkan terjadinya peradangan.
a. Potensi biologis
Terjadinya pertukaran ion menyebabkan tumpatan menempel pada
jaringan gigi sehingga mencegah pertumbuhan bakteri. Jadi tumpatan
GIC dapat ditekan pada daerah yang mendekati pulpa tanpa
menyebabkan pulpitis irreversible
b. Resistensi terhadap plak
Adanya fluoride release pada tumpatan ini membuat tumpatan ini
mencegah pertumbuhan bakteri seperti bakteri Streptococcus mutans
c. Fluoride release
Peningkatan fluoride release beberapa hari setelah aplikasi
tumpatan kemudian menurun pada minggu pertama setelah aplikasi
dan akan stabil pada 2-3 bulan setelah pengaplikasian

25
7. Jelaskan sifat-sifat fisik GIC
 Biokompatibilitas
Respon pulpa terhadap GIC baik di bandingkan dengan respon
pulpa terhadap zinc oxide dan zinc polikarboksilat. Jaringan
periodontal memiliki respon yang baik terhadap GIC, selain itu GIC
dapat mengurangi biofilm subgingiva di bandingkan dengan restorasi
resin komposit.
 Linear-Elastic Mechanical Properties
Karakteristik parameter mekanik dasar pada material dental
restoratif diantaranya adalah modulus elastisitas, kekuatan fraktur,
fracture toughness, dan kekerasan permukaan. Produk komersial GIC
memiliki modulus elastisitas sebesar 2-10 Mpa. Kontaminasi
kelembaban yang berlebihan pada sesaat setelah pencampuran semen
menyebabkan menurunnya modulus elastisitas dan kekuatan fraktur.
GIC memiliki kekuatan kompresif berkisar diantara 60-300 Mpa dan
kekuatan fleksuralnya hingga 50 Mpa. GIC memiliki resistensi
terhadap cairan-cairan yang ber pH asam.
 Fluoride release
GIC memiliki sifat fluoride release, sehingga mampu mengganti
ikatan hidroksiapatit pada gigi menjadi ikatan fluoroapatit yang lebih
stabil dan lebih resisten terhadap karies sehingga mencegah terjadinya
karies sekunder di bawah tumpatan.

 Performa klinis
Kegagalan yang sering terjadi pada restorasi GIC Fatigue
fractures. Kerusakan restorasi seperti fraktur marginal atau cups sering
ditemukan.
 Wear and Fatique
Sifat mekanik jangka panjang GIC dipengaruhi oleh kekuatan
26
mastikasi. Kekuatan mastikasi akan berdampak pada permukaan
restorasi.
 Thermal
Ekspansi dan kontraksi saat mengonsumsi makanan panas dan
dingin akan mempengaruhi marginal seal pada bahan restoratif.
 Adhesi
Perlekatan kimia GIC terhadap jaringan keras gigi melalui
kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit. Kekuatan ikatan
GIC dengan email lebih besar daripada dentin. Namun, dengan
pemberian conditioner seperti polikarboksilat, asam sitrat atau fosfat
dapat meningkatkan ikatan antara GIC dan jaringan keras gigi.
Conditioner berperan sebagai bahan yang menghilangkan smear layer
dari tubuli dentin. GIC juga memiliki beberapa keterbatasan, seperti
kekuatan meaknis dan kekerasan yang rendah.

BAB III
SIMPULAN

Diskusi 1
Posisi yang ideal operator untuk semua kasus yaitu dengan posisi arah jarum jam
11 atau 12. Posisi arah jam 11 atau 12 bukanlah menjadi patokan seorang dokter gigi
dalam melakukan tindakan perawatan, semua tergantung dari dokternya sendiri yang

27
menentukan posisi kerja yang menurut mereka nyaman. Untuk menegakkan suatu
diagnosis dokter pertama kali melakukan pemeriksaan subjektif berupa anamnesis dan
kemudian melakukan pemeriksaan objektif berupa pemeriksaan klinis yang meliputi
pemeriksaan ekstraoral dan intraoral. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
pada pasien, diagnosis gigi23, 33, 34, 35, 36, 24, 25 adalah pulpa normal dengan
white spot lession. Menurut ICDAS (International Caries Detection and Asessment
System), gigi 23, 33, 34, 35, 36, 24, 25 termasuk dalam klasifikasi D2 yaitu terlihat
adanya lesi putih pada permukaan gigi dalam keadaan basah. Lesi putih yang
terbentuk pada gigi merupakan proses demineralisasi awal yang dipengaruhi oleh
frekuensi makanan berkarbohidrat dan plak yang menimbulkan adanya bakteri pada
gigi. Lesi putih karies memiliki warna opaque dan permukaannya kasar/berporus
berbeda dengan lesi putih non karies yang permukaannya cenderung lebih licin dan
tidak berporus.

Diskusi 2
Dari hasil diskusi diatas dapat kami simpulkan bahwa proses terjadinya karies
melibatkan 4 faktor utama yaitu substrat, microorganisme, waktu, dan host. Kami
juga telah mampu mejelaskan tentang perbedaan dari preparasi penumpatan amalgam,
GIC, dan komposit. Menjelaskan reaksi setting dari GIC dan tentang restorasi closed
dan open sandwich. Menjelaskan tentang pelepasan fluoride pada GIC, serta
menjelaskan tentang sifat biokompabilitas dari GIC, maupun sifat fisik dari GIC.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Heymann HO, Jr EJS, Ritter AV. Sturdevant’s Art and Science of Operative

Dentistry. Elsevier Health Sciences; 2014. 756 p.


2. Masri R, Driscoll CF. Clinical Applications of Digital Dental Technology.
John Wiley & Sons; 2015. 275 p.
3. AlSheri A, Kwon SR. Decisions in dentistry : Etiology and Management of

White Spot Lesion. 2016;


4. Fourianalistyawati, E. 2012. Komunikasi yang Relevan dan Efektif antara
Dokter dan Pasien. Jurnal Psikogenesis. Vol 1, pp. 82-87
5. Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam
Praktek, edisi kesebelas, EGC, Jakarta.
6. Athena S. Papas, Mabi L. Singh. Remineralization Strategies : Dental caries’
slow progression offers dental professionals an opportunity for early
intervention. Inside Dentistry, Feb 2010 ; 6 (2).
7. Winn DM, Brunelle JA, Selwitz RH, et al. Coronal and root caries in the
dentition of adults in the United States, 1988-1991. J Dent Res 1996; 75: 642-
51.
8. Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Material. 3rd Ed. Toronto: Mosby
Elsevier.
9. Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillip’s Science of  Dental Materials 11th Edition.
SaundersCompany, Pennsylvania.
10. Anusavice, K. J. 2009. Science of Dental Materials. 11th Edition. India.
Elsevier: 400-430
11. Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental Materials
Properties and Manipulation 9th Edition. Mosby Elsevier, Missouri.
12. GCA_Sandwich_Brochure_01-19-2017_Ver1.pdf.

13. Restorasi Sandwich Semen Ionomer Kaca Dengan Resin Komposit. :6.
14. Medeiros A, Cardoso R, De Sousa Leitão A, Cordeiro J, Neto L, Lúcio T, et al.

Brazilian Research in Pediatric Dentistry and Integrated Clinic.


29
2015;15(1):23–9.Availablefrom:
http://dx.doi.org/10.4034/PBOCI.2015.151.03
15. Forsten L. Fluoride release and uptake by glass-ionomers and related materials
and its clinical effect. Biomaterials [Internet]. 1998 Mar;19(6):503–8.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9645556
16. Madhyastha P, Kotian R, Pai V, Khader A. Fluoride Release from Glass
Ionomer Cements: Effect of Temperature, Time Interval and Storage
Condition. J Contemp Dent [Internet]. 2013;3(2):68–73. Available from:
https://pdfs.semanticscholar.org/56a7/e0def7ed74bd3d105d65ba79bc563eb6c
7cc.pdf
17. Harty. FJ. alih bahasa Lilian Yuono. Endodontik Klinis. Jakarta Hipokrates.
1992. 184-213.
18. Rodneey C Brown, Russel jackson, A.E.Skimora, An Evaluation of Apikal
Leakage of Glass Ionomer Root Canal Sealer, J.Endodon. 1994.
19. Khairiyah, Estika Winta. “PENDALAMAN MATERI BIDANG ILMU
KONSERVASI GLASS IONOMER CEMENT (GIC),” n.d., 19.

30

Anda mungkin juga menyukai