Anda di halaman 1dari 23

RANGKUMAN MATERI KULIAH (RMK)

PERILAKU KONSUMEN

“Konsumen Sebagai Individu: Pembelajaran Konsumen”


Dosen pengampu:
Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M.

Kelompok 04:

I Gede Teguh Satya Dharma (1708561019)


Ni Putu Ayu Sherly Anggita S. (1708561053)
I Gusti Ayu Widiantari Putri (1708561057)
Pingkan Anggriani Pitoy (1708561071)
Ni Putu Mira Novita Dewi (1708561073)
Ni Made Sinta Wahyuni (1708561082)

UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perilaku Konsumen dengan materi
Konsumen Sebagai Individu: Pembelajaran Konsumen ini. Kami membuat makalah ini dengan
tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M. Kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak- pihak yang telah membantu dengan menyediakan
dokumen atau sumber sumber informasi, serta memberikan masukan pemikiran.
Kami menyadari, dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan
tugas ini di waktu yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan pembaca pada umumnya.

Denpasar, 14 Oktober 2020

(Kelompok 04)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Definisi Pembelajaran Konsumen ................................................................................... 3
2.2 Elemen-Elemen Pembelajaran Konsumen ...................................................................... 3
2.3 Jenis-Jenis Pembelajaran Konsumen .............................................................................. 6
2.4 Pengolahan Informasi...................................................................................................... 8
2.5 Keterlibatan Konsumen ................................................................................................. 11
2.6 Pembelajaran Pasif ........................................................................................................ 13
2.7 Mengukur Hasil dan Pembelajaran Konsumen .............................................................. 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 17
REFERENSI ............................................................................................................................ 18
STUDI KASUS ........................................................................................................................ 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran adalah aktivitas manusia yang dilakukan selama hidupnya,
bahkan waktu manusia di dalam kandungan. Perilaku manusia termasuk perilaku
konsumen juga merupakan hasil dari pembelajaran. Pengalaman juga termasuk
penyebab perubahan perilaku pada konsumen. Konsumen dapat belajar melalui
pengalaman yang dimilikinya dan hasil belajar tersebut yang kemudian mempengaruhi
perilaku dan pengambilan keputusan pembeliannya. Berdasarkan perspektif
pemasaran, pembelajaran konsumen adalah proses yang berkembang dan berubah saat
konsumen memperoleh pengetahuan dari pengalaman, pengamatan, dan interaksi
dengan orang lain dan pengetahuan yang baru diperoleh mempengaruhi perilaku di
masa depan. Pemasar mencoba melihat proses pembelajaran ini dan mencari kiat-kiat
yang mengena untuk memberikan stimulasi. Bagaimana individu belajar adalah
masalah yang sangat menarik dan penting bagi akademisi, psikolog, peneliti konsumen,
dan pemasar. Pemasar ingin komunikasi mereka direkam, diselesaikan, dan dipahami.
Oleh karena itu, pemasar tertarik pada setiap aspek proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan proses yang berkelanjutan. Konsumen akan
terus belajar dan menerima informasi setiap saat sehingga selalu memperoleh
pengetahuan baru yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada makalah ini
kami merangkum mengenai pembelajaran konsumen, mulai dari definisi, elemen-
elemen, jenis pembelajaran konsumen, pengolahan informasi, pengukuran keterlibatan
konsumen, pembelajaran pasif, dan cara mengukur hasil pembelajaran konsumen.
Kemudian makalah ini diakhiri dengan studi kasus terkait dengan pembelajaran
konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari pembelajaran konsumen?
2. Apa elemen-elemen pembelajaran konsumen?
3. Apa jenis-jenis pembelajaran konsumen?
4. pengolahan informasi?

1
5. Bagaimana mengukur keterlibatan konsumen dan strategi yang digunakan untuk
meningkatkan keterlibatan konsumen?
6. Pembelajaran pasif?
7. Bagaimana mengukur hasil dan pembelajaran konsumen?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan definisi dari pembelajaran konsumen.
2. Mengetahui elemen-elemen pembelajaran konsumen.
3. Mengetahui jenis-jenis pembelajaran konsumen.
4. pengolahan informasi?
5. Mengetahui cara mengukur keterlibatan konsumen dan strategi yang digunakan
untuk meningkatkan keterlibatan konsumen
6. Pembelajaran pasif?
7. Mengetahui cara mengukur hasil dan pembelajaran konsumen.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pembelajaran Konsumen


Belajar merupakan perubahan perilaku yang relative permanen yang
diakibatkan oleh pengalaman. Berdasarkan persfektif pemasaran, pembelajaran
konsumen adalah proses yang berkembang dan berubah saat konsumen memperoleh
pengetahuan dari pengalaman, pengamatan, dan interaksi dengan orang lain dan
pengetahuan yang baru diperoleh mempengaruhi perilaku di masa depan. Proses belajar
merupakan tahapan penting yang dilalui konsumen, karena dengan adanya
pembelajaran konsumen, maka pemasar perlu memahami bagaimana, kapan, dimana,
dalam kondisi apa konsumen mengalami proses belajar. Pengalaman dalam
mengkonsumsi atau menggunakan produk juga menjadi pembelajaran bagi konsumen
terkait dengan keputusan akan mengkonsumsi lagi, mengurangi pemakaian atau tidak
mempergunakan produk tersebut. Pengalaman tersebut akan terekam dalam ingatan
konsumen.
Hal-hal penting dalam proses belajar adalah bahwa belajar merupakan proses
berkelanjutan. Konsumen akan terus belajar dan menerima informasi setiap saat
sehingga selalu memperoleh pengetahuan baru yang akan mempengaruhi
pemngambilan keputusan. Hal penting lainnya adalah pengalaman memiliki peranan
penting dalam proses belajar. Pemasar perlu memahami bagaimana konsumen belajar,
karena untuk mengajarkan konsumen agar konsumen bisa mengenali iklan produknya,
mengingatnya, menyukainya dan membeli produk yang dipasarkan. Pembelajaran
dapat diperoleh secara intentional (sengaja) dan incidental (tidak sengaja).
Pembelajaran yang disengaja adalah pembelajaran yang diperoleh sebagai hasil dari
pencarian informasi, sedangkan pembelajaran incidental merupakan pembelajaran yang
diperoleh secara tidak sengaja atau tanpa banyak usaha.

2.2 Elemen-Elemen Pembelajaran Konsumen


Pembelajaran konsumen adalah proses yang berkembang dan berubah saat
konsumen memperoleh pengetahuan dari pengalaman, pengamatan, dan interaksi
dengan orang lain dan pengetahuan yang baru diperoleh mempengaruhi perilaku di

3
masa depan. Pembelajaran terdiri dari empat elemen, yaitu motivasi, isyarat, respon dan
pendorong atau penguatan.

a. Motivasi
Motivasi merupakan daya dorong dari dalam diri konsumen yang muncul
karena adanya kebutuhan. Mengungkap motif konsumen adalah tujuan utama
pemasar yang berusaha mengajari konsumen cara agar dapat memenuhi kebutuhan
dengan membeli produk dan merek tertentu. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengarah pada motivasi, yang memacu pembelajaran. Contohnya pria dan wanita
ingin bersepeda untuk kebugaran dan rekreasi. Mereka akan termotivasi untuk
mempelajari semua tentang bersepeda dan sering berlatih. Mereka akan mencari
informasi mengenai harga, kualitas, dan karakteristik sepeda dan mempelajari
sepeda mana yang terbaik untuk jenis pengendaraan yang dilakukan. Mereka juga
akan membaca artikel apa pun di media terkait tentang jalur sepeda dan mencari
informasi online tentang "liburan aktif" yang melibatkan bersepeda atau hiking.
Indovidu yang tidak tertarik bersepeda cenderung mengabaikan semua informasi
terkait dengan aktivitas itu. Tingkat relevansi, atau keterlibatan menentukan tingkat
motivasi konsumen untuk mencari informasi tentang produk atau layanan dan
berpotensi terlibat dalam pembelajaran.
b. Isyarat
Jika motivasi membantu mendorong pembelajaran, maka isyarat merupakan
rangsangan yang mengarahkan perilaku termotivasi. Iklan adalah isyarat atau
stimulus yang menyarankan cara tertentu untuk memuaskan motivasi yang
menonjol. Dalam pemasaran, harga, gaya, pengemasan, periklanan, dan tampilan
toko adalah isyarat yang dirancang untuk membujuk konsumen memenuhi
kebutuhan mereka dengan membeli produk tertentu. Isyarat yang konsisten dengan
harapan konsumen menjadi satu-satunya hal yang dapat mendorong motivasi.
Dengan demikian, pemasar harus memberikan isyarat yang sesuai dengan harapan
tersebut. Contohnya seorang konsumen mengharapkan pakaian desainer mahal dan
dijual di toko ritel kelas atas. Dengan demikian, perancang busana kelas atas harus
menjual pakaian mereka hanya melalui toko eksklusif dan beriklan hanya di
majalah mode kelas atas. Setiap aspek bauran pemasaran harus memperkuat aspek
yang lain jika isyarat menjadi rangsangan yang memandu tindakan konsumen ke
arah yang diinginkan pemasar.

4
c. Respon
Dalam konteks pembelajaran, respon adalah reaksi individu terhadap dorongan
atau isyarat. Pabrikan mobil yang memberi isyarat yang konsisten kepada
konsumen, kemungkinan tidak selalu berhasil mendorong pembelian. Namun, jika
pabrikan mobil mampu memberi citra model mobil khusus yang menguntungkan
dalam pikiran konsumen, maka kemungkinan konsumen akan mempertimbangkan
merek atau model tersebut ketika dia siap untuk membeli mobil. Suatu kebutuhan
atau motif dapat menimbulkan berbagai macam tanggapan. Misalnya, ada banyak
cara untuk menjawab kebutuhan olah raga selain bersepeda. Isyarat memberikan
beberapa arahan, tetapi ada banyak isyarat yang bersaing untuk mendapatkan
perhatian konsumen. Respon yang akan dibuat konsumen sangat bergantung pada
pembelajaran sebelumnya.
d. Pendorong atau Penguatan
Penguatan adalah imbalan seperti kesenangan, kenikmatan, dan manfaat yang
diterima konsumen setelah membeli dan menggunakan produk atau layanan. Bagi
pemasar yang menjadi tantangan adalah untuk terus menyediakan produk atau
layanan positif yang berkelanjutan kepada konsumen, sehingga memperkuat
pembelian di masa mendatang. Contohnya jika seseorang mengunjungi restoran
untuk pertama kalinya, kemudia ia menyukai makanan, layanan, dan suasananya,
dan juga. Dia juga merasa nilai dari uang yang dibayarkan sesuai dengan diperoleh.
Saat itu pelanggan diperkuat dan kemungkinan akan makan di restoran itu lagi. Jika
orang tersebut menjadi pelanggan tetap, pemilik restoran harus lebih memperkuat
perlindungan lanjutan misalnya dengan memberikan minuman gratis kepada
pelanggan dan mengenali nama orang tersebut pada setiap kunjungan serta tetap
menjaga kualitas makanan dan layanan, karena hal itu adalah elemen kunci yang
memperkuat kunjungan berkelanjutan pelanggan.
Terdapat contoh dari penerapan empat elemen pembelajaran pada pengenalan
Febreze oleh Procter & Gamble yaitu semprotan yang menghilangkan bau tak
sedap. Awalnya Febreze tidak mengikuti prinsip pembelajaran, sehingga produk
tersebut memiliki kinerja yang buruk. Ketika produk diposisikan ulang dengan cara
yang konsisten dengan prinsip pembelajaran, produk itu terjual jauh lebih baik.
Berikut merupakan ilustrasinya, P & G meluncurkan dan memposisikan Febreze
sebagai semprotan tidak berwarna untuk membuat pakaian dan interior ruangan
tidak berbau. P&G berasumsi bahwa orang yang hidup dengan bau tidak sedap

5
memiliki masalah dan membutuhkan Febreze, padahal tidak. Febreze tidak menjual
karena orang yang menjadi target tidak menyadarinya. P&G mencoba mengajari
konsumen suatu perilaku baru, tetapi salah satu dari empat elemen, yaitu isyarat
hilang karena konsumen yang ditargetkan tidak menyadari bau pada dirinya.
Kemudian, peneliti P & G mengamati bahwa para wanita yang membersihkan
kamar dan merapikan tempat tidur, menyemprot Febreze di bagian akhir. P&G
mewawancarai beberapa wanita dan menganalisis perilaku yang diamati menurut
elemen pembelajaran, yaitu isyaratnya adalah seorang wanita masuk ke ruangan
kotor, responnya adalah dia membersihkan ruangan dan penguatannya adalah
beberapa wanita menyemprot Febreze di kamar yang sudah dibersihkan dan
mencium baunya. Mereka merasa nyaman dengan pekerjaannya. Spraying Febreze
pada akhirnya menghadiahinya, oleh karena itu dia akan menggunakannya di masa
depan.

2.3 Jenis-Jenis Pembelajaran Konsumen


Secara umum, terdapat dua jenis pembelajaran yang dilakukan oleh konsumen :
a. Behavioral Learning
Behavioral learning yang juga dikenal dengan nama stimulus-response learning
merupakan pembelajaran yang berdasarkan atas premis bahwa tanggapan yang
dapat diamati untuk sinyal rangsangan eksternal tertentu bahwa pembelajaran telah
terjadi. Pembelajaran perilaku tidak mementingkan proses belajar, tetapi lebih pada
masukan dan hasil belajar; yaitu, dalam rangsangan yang dipilih konsumen dari
lingkungan dan perilaku yang dapat diamati yang dihasilkan. Behavioral learning
terbagi atas 3 bentuk, yakni :
a) Classical Conditioning
Classical Conditioning didasarkan atas respon automatis yang dibangun dari
perulangan exposure dan reinforcement. Contohnya ketika Bryant membeli
telepon bermerek iPhone, kemudian ia dipuji temannya maka Bryant akan
memiliki kemungkinan untuk membeli telepon bermerek iPhone di pembelian
berikutnya (menambahkan prioritas pada produk).
b) Instrumental Conditioning
Instrumental Conditioning (atau Operant Condition) didasarkan pada gagasan
bahwa pembelajaran terjadi melalui proses coba-coba, dengan kebiasaan yang
terbentuk sebagai hasil dari penghargaan yang diterima untuk tanggapan atau

6
perilaku tertentu. Psikolog Amerika B. F. Skinner menyusun model
pengkondisian instrumental. Menurut Skinner, sebagian besar pembelajaran
terjadi di lingkungan di mana individu diberi "penghargaan" karena memilih
perilaku yang sesuai. Dalam istilah perilaku konsumen, pengkondisian
instrumental menunjukkan bahwa konsumen belajar melalui proses trial-and-
error di mana beberapa perilaku pembelian menghasilkan hasil yang lebih
menguntungkan (yaitu, penghargaan) daripada yang lain. Pengalaman yang
menyenangkan adalah instrumen untuk mengajar individu mengulangi perilaku
tertentu.
c) Observational (modelling) Learning
Observational Learning (atau modeling) adalah proses di mana individu
mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi
dari perilaku tersebut. Untuk jenis pembelajaran ini terjadi, penguatan harus
dilakukan. Misalnya, Joe — seorang komuter — memperhatikan bahwa
semakin banyak pengendara kereta yang menggunakan e-reader, jadi dia
membeli satu untuk mencobanya, mengetahui bahwa dia memiliki waktu 30
hari untuk mengembalikannya. Kemudian, seorang kondektur yang dikenal dan
dilihat Joe setiap hari memujinya atas pembelian tersebut dan juga menanyakan
pertanyaan tentang perangkat tersebut. Pembelian Joe adalah hasil dari
pembelajaran observasional. Karena pujian kondektur memperkuat
pembeliannya (dan juga karena dia menyukai perangkat dan berfungsi dengan
baik), Joe memutuskan untuk menyimpan perangkat tersebut.
b. Cognitive Learning
Pembelajaran kognitif (Cognitive Learning) adalah evaluasi sistematis dari
informasi dan alternatif yang diperlukan untuk memecahkan kebutuhan yang diakui
tetapi tidak terpenuhi atau masalah yang tidak terpecahkan. Tidak seperti
pembelajaran perilaku, yang terdiri dari respons naluriah terhadap rangsangan,
pembelajaran kognitif melibatkan pemrosesan informasi mental yang disengaja.
Pembelajaran kognitif terjadi ketika seseorang memiliki tujuan dan harus
mencari serta mengolah data untuk mengambil keputusan atau memecahkan suatu
masalah. Untuk waktu yang lama, peneliti konsumen percaya bahwa semua
konsumen melewati serangkaian tahapan mental dan perilaku yang kompleks untuk
sampai pada keputusan pembelian. Tahapan ini berkisar dari kesadaran akan opsi
pembelian (paparan informasi), evaluasi dan preferensi mengenai alternatif yang

7
tersedia, hingga kemungkinan mencoba satu atau lebih versi produk, dan kemudian
membeli atau tidak membelinya (perilaku yang dinyatakan sebagai adopsi atau
penolakan) . Misalnya, konsumen yang ingin membeli kamera digital point-and-
shoot super tipis (tujuan) harus memilih di antara banyak merek dan model
(pemecahan masalah). Konsumen pertama-tama akan mengetahui fitur model yang
berbeda (paparan informasi yang menghasilkan pengetahuan), kemudian
mengembangkan preferensi dan evaluasi mengenai alternatif yang berbeda, dan
kemudian memutuskan model mana yang akan dibeli dan mana yang tidak untuk
dibeli (penolakan).

2.4 Pengolahan Informasi


Banyak pembelajaran terjadi melalui pemikiran konsumen dan pemecahan
masalah. Terkadang diperlukan pencarian informasi dan evaluasi dengan cermat terkait
dengan apa yang sudah dipelajari. Jenis pembelajaran ini disebut dengan pembelajaran
kognitif. Pembelajaran ini terdiri atas pemrosesan data mental dari respon naluriah
terhadap rangsangan. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap struktur dan
komponen pemrosesan informasi sebelum menjelaskan mengenai pembelajaran
kognitif. Berikut ini adalah gambaran proses tersebut.

Konsumen mengolah informasi tentang suatu produk berdasarkan sifat-sifat,


merk, perbandingan antara merk, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Walaupun
sifat-sifat yang terkandung dalam pesan dan merk mempengaruhi tingkat pengolahan
informasi, namun konsumen yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi jelas akan
memperoleh informasi yang lebih banyak dan mempu memadukan informasi mengenai
beberapa sifat produk dari pada konsumen yang memiliki kemampuan lebih rendah.
Semakin banyak pengalaman yang dimiliki konsumen dengan suatu kategori produk,
maka semakin besar kemampuannya untuk menggunakan informasi produk tersebut.
Pemahaman yang lebih baik dengan kategori produk juga meningkatkan pembelajaran
selama keputusan pembelian baru untuk item dalam kategori yang sama. Komponen

8
dari pemrosesan informasi yaitu penyimpanan (storing), proses mempertahankan
(retaining), pengambilan informasi (retrieving information).

a. Penyimpanan informasi (storing information)


Memori manusia merupakan pusat pemrosesan informasi. Pemrosesan
informasi terjadi secara bertahap dalam tiga “storehouses” tempat informasi
tersebut disimpan. Ketiganya tersebut adalah penyimpanan sensorik,
penyimpanan jangka pendek, dan penyimpanan jangka panjang.
• Penyimpanan sensorik
Penyimpanan sensorik adalah sebuah ruang mental di dalam pikiran
manusia dimana masukan sensorik ini hanya berlangsung selama satu
atau dua detik. Jika tidak segera diproses, maka akan hilang. Bagi para
pemasar, memasukkan informasi ke dalam penyimpanan sensoris
konsumen relatif lebih mudah, tetapi sulit membuat kesan yang
berjangka panjang. Lebih lanjut, otak secara otomatis dan tidak sadar
menandai semua persepsi dengan nilai positif atau negatif. Evaluasi
tersebut lalu ditambahkan ke persepsi awal dalam mikrodetik pertama
kognisi. Kesan pertama atau persepsi awal ini cenderung bertahan lama
dan beresiko memperkenalkan suatu produk yang prematur ke pasar.
• Penyimpanan jangka pendek
Penyimpanan jangka pendek adalah tempat informasi diproses dan
disimpan hanya untuk waktu yang singkat. Jika informasi dalam
penyimpanan jangka pendek mengalami proses pelatihan, yang
merupakan proses pengulangan informasi secara diam-diam, kemudian
ditransfer ke penyimpanan jangka panjang. Maka proses transfer
tersebut memakan waktu 2 hingga 10 detik. Jika informasi tidak dilatih
dan ditransfer, maka itu akan hilang dalam waktu sekitar 30 detik atau
kurang.
• Penyimpanan jangka panjang
Penyimpanan jangka panjang adalah ruang mental dimana informasi
disimpan untuk waktu yang lama, berbeda dengan penyimpanan jangka
pendek, dimana informasi hanya berlangsung beberapa detik. Setelah
informasi mencapai penyimpanan jangka panjang, data dalam

9
penyimpanan jangka panjang biasanya bertahan selama berhari-hari,
berminggu-minggu, atau bahkan bertahun-tahun. Sebuah studi terhadap
tiga generasi konsumen menemukan bahwa ingatan dan pengalaman
paling awal orang tentang mobil menentukan arti merk mobil bagi
mereka dan mempengaruhi preferensi merk mereka di kemudian hari.
b. Pelatihan informasi dan pengkodean (information rehearsal and encoding)
Jumlah informasi yang tersedia untuk pengiriman dari penyimpanan
jangka pendek ke penyimpanan jangka panjang bergantung pada jumlah latihan
yang diterimanya. Kegagalan dalam melatih masukan dapat mengakibatkan
pemudaran dan akhirnya kehilangan informasi. Informasi juga dapat hilang
karena persaingan mendapatkan perhatian. Misalnya, jika penyimpanan jangka
pendek menerima sejumlah besar input secara bersamaan dari penyimpanan
sensorik, kapasitasnya dapat dikurangi menjadi hanya dua atau tiga informasi.
Tujuan dari latihan ini adalah untuk menyimpan informasi dalam penyimpanan
jangka pendek yang cukup lama untuk proses pengkodean. Pengkodean adalah
proses dimana kita memilih kata atau gambar visual untuk mewakili objek yang
dirasakan. Pemasar membantu menyandikan merk mereka dengan
menggunakan simbol merk mereka. Misalnya, Apple menggunakan
lambangnya yang bergaya dan khas. Memproses atau mengingat gambar
membutuhkan lebih sedikit waktu daripada mempelajari informasi verbal.
Ketika konsumen menerima terlalu banyak informasi dan kemudian
mengalami kesulitan untuk mengkodekan dan menyimpannya, terjadilah
informasi yang berlebihan. Misalnya, dalam kategori produk yang memiliki
beberapa merk kuat dipromosikan dengan gencar, konsumen tidak mengingat
informasi produk yang ditampilkan dalam iklan promosi tersebut. Hal tersebut
menyebabkan konsumen menjadi kelebihan beban secara kognitif ketika
mereka menerima banyak informasi dalam waktu yang terbatas. Kelebihan
tersebut dapat menyebabkan frustrasi konsumen, kebingungan, dan keputusan
pembelian yang buruk.
c. Retensi dan Pengambilan Informasi (information retention and retrieval)
Mengingat kembali merupakan proses untuk menemukan kembali
informasi dari penyimpanan jangka panjang karena informasi tidak hanya
berada dalam penyimpanan jangka panjang dan menunggu untuk diambil
kembali. Komponen kunci retensi disebut “chunking”, yang didefinisikan

10
sebagai proses dimana konsumen mengodekan ulang apa saja yang telah mereka
kodekan. Proses ini sering kali menghasilkan penarikan kembali informasi
tambahan. Pemasar telah mempelajari jenis dan jumlah pengelompokan
informasi yang dapat ditangani konsumen. Mereka menemukan bahwa ingatan
konsumen menurun ketika potongan yang ditampilkan dalam iklan tidak cocok
dengan apa yang tersimpan di benak konsumen. Selain itu, konsumen yang
memiliki lebih banyak pengetahuan tentang suatu kategori produk dapat
menyerap potongan informasi yang lebih kompleks daripada konsumen yang
kurang memiliki pengetahuan tersebut.
Contoh proses retrieval adalah ketika kita melihat produk di toko atau di
TV, kita secara otomatis mengambil informasi yang berlaku yang telah
disimpan oleh otak kita. Jika merknya khas dan banyak diiklankan, atau jika
konsumen memiliki pengalaman yang tidak terlupakan dalam
menggunakannya, pengambilannya akan lebih cepat daripada merk yang
kurang dicari.

2.5 Keterlibatan Konsumen


Keterlibatan konsumen adalah tingkat relevansi pribadi yang dimiliki produk
atau pembelian bagi konsumen. Tingkat keterlibatan Konsumen ini menjadi hal
penting, karena jika suatu produk atau brand memiliki keterlibatan konsumen yang
rendah, perusahaan tersebut dapat dikatakan gagal, karena jika keterlibatan konsumen
dengan produk kecil dapat diartikan produk yang diproduksi perusahaan tersebut tidak
menarik dan dapat kalah dalam persaingan yang terjadi pada pasar. Pembelian dengan
keterlibatan tinggi sangat penting bagi konsumen dan dengan demikian akan memicu
penyelesaian masalah dan pemrosesan informasi yang ekstensif. Misalkan mobil dan
sampo anti ketombe dapat mewakili pembelian yang melibatkan banyak orang. Mobil
memiliki risiko finansial yang dianggap tinggi bagi kebanyakan orang, sementara
sampo anti ketombe mimiliki persepsi risiko sosial yang tinggi bagi sebagian orang.
Pembelian dengan keterlibatan yang rendah tidak terlalu diutamakan, memiliki sedikit
relevansi, sedikit risiko, dan memicu pemrosesan informasi yang terbatas.
a. Pengukuran Keterlibatan Konsumen
Terdapat banyak variasi dalam konseptualisasi dan pengukuran keterlibatan
konsumen. “Keterlibatan" didefinisikan dalam berbagai cara, termasuk keterlibatan

11
produk, keterlibatan merek, dan keterlibatan iklan. Karena tidak ada definisi
universal tentang keterlibatan, untuk mengukurnya dapar digunakan banyak cara.
Beberapa dapat mengukurnya dengan melihat faktor kognitif, seperti
pentingnya pembelian bagi pembeli dan risiko positif atau negatif yang dirasakan
karena pembelian tersebut. Pengukuran lainnya melihat aspek perilaku keterlibatan
dan penilaian faktor-faktor seperti pencarian dan evaluasi informasi produk.
Alat pengukuran yang paling popular digunakan adalah survey yang dikelola
sendiri dengan menilai kognisi atau perilaku konsumen terkait produk atau kategori
produk tertentu, dan mengukur keterlibatan dalam sebuah kontinum. Contohnya,
skala yang mengukr keterlibatan e-book mengharuskan responden untuk menilai
buku tersebut dengan memberikan bintang satu sampai lima atau dengan menilai
buku sesuai dengan pilihan yang ada seperti “menarik atau membosankan”,
“bermanfaat atau tidak”.
b. Aplikasi Strategis Keterlibatan Konsumen
Pemasar mempunyai tujuan untuk menciptakan pelanggan yang terlibat dengan
pembelian dan melihat brand mereka sebagai produk yang menarik. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa keterlibatan yang tinggi dengan kategori
produk dan persepsi brand tertentu sebagai keunggulan dan mengarah pada
loyalitas brand. Satu studi menemukan bahwa konsumen yang sangat terlibat
dalam program olahraga yang mereka tonton akan mengingat iklan secara
signifikan lebih baik daripada mereka yang tidak menonton program olahraga
tersebut.
Studi lain juga menemukan bahwa keterlibatan dengan video game dapat
mempengaruhi ingatan akan brand yang bersangkutan. Player yang tidak terbiasa
dengan game, tetapi menjadi sangat terlibat dengan game tersebut setelah
mempelajari cara bermainnya dan dapat mengingat brand yang terdapat pada game
yang dimainkan.Tidak sedikit pemasar yang menampilkan avatars-animated,
virtual-reality. Dengan menggunakan avatar membuat keterlibatan konsumen
dalam suatu brand menjadi meningkat. Satu studi menemukan bahwa agen
penjualan avatar yang menarik, efektif dalam membuat keterlibatan konsumen
terhadap produk menjadi lebih tinggi.
Selain meningkatkan keterlibatan produk dan brand, pemasar juga harus
memperluas keterlibatan konsumen dengan iklan. Pemasar dapat menggunakan
jejaring social atau menggunakan selebriti untuk melakukan endorsement.

12
Strategi terbaik untuk meningkatkan keterlibatan konsumen dengan produk atau
brand adalah dengan memberikan manfaat yang penting bagi konsumen, memiliki
perbedaan dengan produk pesaing, meningkatkan produk yang diproduksi, dan
menambah manfaat yang lebih relevan terutama saat persaingan dipasaran semakin
ketat.

2.6 Pembelajaran Pasif


Teori Krugman membicarakan mengenai media televisi sebagai sarana
pembelajaran pasif. Artinya, seluruh informasi yang ditayangkan di televisi merupakan
informasi yang datang menghampiri penonton/konsumen, dan bukan penonton yang
mencari-cari iklan di televisi. Kita tidak pernah mendengar orang berkata bahwa saya
mau mencari/melihat iklan merek produk tertentu di televisi, tetapi hampir bisa
dipastikan orang menonton televisi adalah karena ingin melihat acara intinya, dan
bukan menonton selingan iklan. Oleh karena itu, ketika konsumen melihat iklan di
televisi, dia berada dalam kondisi pasif.
Krugman membuat hipotetis bahwa televisi adalah media low involvement yang
menghasilkan pembelajaran pasif. Krugman juga mempertanyakan mengapa media
televisi mampu menghasilkan daya ingat merek yang tinggi, tetapi menghasilkan
sedikit perubahan dalam sikap terhadap merek. Misalnya mengapa sebuah merek
produk sangat dikenal oleh masyarakat, akan tetapi perilaku mereka terhadap merek itu
tidak berubah. Krugman beralasan karena pada saat konsumen menerima stimulus
(iklan) dia tidak menghubungkan dengan kebutuhannya, kepercayaan terhadap
mereknya, dan pada pengalaman masa lalu.
Dengan perkataan lain, ketika menonton televisi melihat iklan obat sakit kepala,
pada saat itu dia tidak mengalai sakit kepala, atau misalnya ketika penonton televisi
melihat iklan shampoo, pada saat itu dia sedang tidak perlu keramas. Adapun daya ingat
yang melekat pada konsumen atas suatu merek tertentu karena konsumen sering melihat
iklan merek itu di televisi. Dengan demikian daya ingat yang melekat pada benak
konsumen dibangun dengan penayangan iklan yang secara berulang-ulang. Hal ini akan
berbeda dengan perilaku pembelian yang tingkat keterlibatannya tinggi. Konsumen
akan mencari informasi atau iklan, ketika kebutuhan mengevaluasinya dan menentukan
pilihan. Jadi pencarian informasi didahului oleh adanya kebutuhan.
Beberapa implikasi dari teori pembelajaran pasif dapat diidentifikasi adalah
sebagai berikut. Pertama, implikasi pada media sebagai sarana pemasang iklan. Produk-

13
produk yang biasa dibeli dengan tingkat keterlibatan rendah sebaiknya memasang iklan
pada media televisi dan radio. Majalah dan surat kabar kurang cocok untuk iklan produk
yang dikategorikan low involvement, tetapi lebih cocok untuk iklan produk-produk
yang dibeli dengan keterlibatan tinggi. Kedua, implikasi pada sifat iklan yang harus
ditampilkan. Karena konsumen dalam keadaan pasif dan tidak mempunyai kepentingan
terhadap merek produk yang diiklankan, evaluasi merek tidak mungkin dilakukan,
maka iklan sebaiknya tidak bersifat informasional. Iklan bisa berupa simbol, atau
penimbulan kesan untuk menyampaikan pesan kepada konsumen. Misalnya, iklan yang
menampilkan simbol kesuksesan, simbol kelaki-lakian dan lain-lain.

2.7 Mengukur Hasil dan Pembelajaran Konsumen


Tujuan diadakannya pembelajaran konsumen guna meningkatkan pangsa pasar
dan menentukan kesetiaan konsumen pada suatu brand. Pemasar akan mengejar
kestabilan antara pangsa pasar yang dimana apabila pangsa pasar yang lebih besar
memiliki pembeli dalam jumlah besar. Untuk itu dirancang strategi pemasaran untuk
memperkenalkan kepada konsumen bahwa brand dari produk tersebut merupakan
solusi terbaik dalam pemenuhan kebutuhan. Untuk itu pemasar perlu melakukan
pengukuran sejauh mana konsumen mempelajari informasi yang terkandung dalam
pesan promosi. Adapun ukuran yang paling populer dari pembelajaran konsumen, yaitu
pengenalan dan ingatan pesan, evaluasi sikap dan perilaku dari loyalitas brand.
1. Tindakan Pengenalan dan Pengingatan Kembali
Adapun tujuan dilakukannya pengukuran ini yaitu untuk mengetahui tingkat
minat konsumen melalui daya ingat saat melihat iklan suatu brand dan dengan
mengingat sejauh mana informasi yang terkandung pada brand tersebut. Pada tes
pengenalan dilakukan dengan cara memperlihatkan iklan dari brand tersebut
kemudian ditanya apakah pernah melihat sebelumnya, sedangkan tes keingatan
yaitu dengan mengingat poin informasi yang terkandung dalam iklan tersebut.
Salah satu contoh tes pengenalan dan pengingatan, yaitu sebuah studi iklan
pembaca Starch mengevaluasi keefektifan iklan majalah menurut tiga kriteria, yaitu
memperhatikan iklan, mengaitkan informasi yang terkandung dalam iklan dengan
brand yang diiklankan, dan keterlibatan dengan iklan (didefinisikan sebagai teks
iklan yang telah dibaca hampir keseluruhannya).
Pada awal survey Strach, responden diberikan sebuah edisi majalah dan
pertanyaan terkait apakah pernah membacanya. Apabila tanggapan yang didapat

14
positif, akan ditampilkan sejumlah iklan terkait masalah tersebut dengan nama
brand tidak dicantumkan. Selanjutnya diuku ingatan dan pengenalan dari iklan
tersebut. Hasil dari survey tersebut dikelompokkan menjadi 3, yaitu pembaca telah
melihat setiap iklan, pembaca dapat menemukan keterkaitan iklan dengan brand,
dan pembaca telah membaca sebagian besar dari iklan. Pemasar pun dapat
mengukur kefektifan setiap iklan dengan membandingkan skor pada pengukuran
Strach ini. Disisi lain Strach juga menilai minat konsumen dalam membeli dan
menyebarkan informasi (promosi) dari mulut ke mulut terkait produk yang telah
dilihat. Dari pengukuran tersebut dapat dijadikan acuan bagi pemasar terkait iklan
yang dibuat sudah mengandung informasi tekait brand dengan informasi
pendukung lainnya.
2. Loyalitas Brand
Loyalitas brand dapat didefinisikan sebagai seberapa sering seorang konsumen
untuk tetap membeli brand yang sama. Bagi pemasar, tingkat loyalitas yang tinggi
pada brand adalah hasil yang paling diinginkan dari pembelajaran konsumen dan
juga pemasar sudah secara efektif dalam memperkenalkan brand tersebut. Adapun
loyalitas brand terdiri atas dua komponen, yaitu perilaku dan sikap, dimana
komponen tersebut harus diukur. Pengukuran dilakukan secara keseluruhan
termasuk keinginan membeli di masa mendatang dan pengukuran perilaku berfokus
pada perilaku faktual yang dapat diamati, seperti jumlah yang dibeli konsumen,
frekuensi pembelian, dan pembelian berulang.
Ilmuwan yang mempelajari perilaku yang mendukung teori pengkondisian
instrumental percaya bahwa loyalitas terhadap brand dihasilkan dari uji coba
produk awal yang diperkuat dengan kepuasan dari pembeli, ini menyebabkan
patronasi yang berulang dan berkelanjutan. Sebaliknya, para peneliti pembelajaran
kognitif percaya bahwa konsumen terlibat dalam pemecahan masalah yang
ekstensif, pencarian informasi, dan evaluasi alternatif yang pada akhirnya mengarah
pada preferensi brand yang kuat dan perilaku pembelian yang berkelanjutan.
Banyaknya brand yang ditemukan dalam kategori tertentu memungkinkan
konsumen untuk tidak loyal terhadap suatu brand. Untuk itu, pemasar perlu
membedakan produknya dari produk pesaing sehingga memiliki keunikan yang
menonjol, sehingga konsumen menjadi enggan untuk memandang dan menerima
kehadiran brand lain.

15
Adapun derajat loyalitas brand tergantung pada tiga faktor, yaitu penghindaran
risiko konsumen atau pencarian variasi, reputasi brand dan ketersediaan brand
pengganti, dan pengaruh kelompok sosial dan rekomendasi dari teman. Selain itu
terdapat tiga jenis loyalitas brand, yaitu :
1. Loyalitas brand mendambakan untuk mencakup pembelian yang tidak
konsisten atas brand tertentu, meskipun memiliki keterikatan yang kuat
padanya.
2. Loyalitas brand inersia merupakan pembelian suatu brand karena kebiasaan
dan kenyamanan, namun tanpa adanya keterikatan emosional.
3. Loyalitas brand premium berarti keterikatan yang tinggi akan suatu brand dan
pembelian berulang.
Keterlibatan yang rendah pada suatu produk menghasilkan kebiasan membeli
tanpa keterikatan emosional. Konsumen akan merasakan perbedaan kecil atau
bahkan tidak ada pada pembelian brand hingga melakukan pembelian secara
berulang pada brand tersebut yang didasari hanya karena keakraban dan
kenyamaan. Berbeda pada loyalitas premium yang mewakili konsumen loyal
terhadap brand.
3. Ekuitas Brand
Loyalitas brand yang tinggi akan meningkatkan nilai moneter brand tersebut.
Istilah ekuitas brand mewakili nilai intrinsik dari sebuah nama brand. Nilai ini
berasal dari dasar – dasar loyalitas, yaitu persepti konsumen mengenai keunggulan
brand, penghargaan sosial yang diberikan, dan kepercayaan serta identifikasi
pelanggan terhadap brand. Adapun brand yang dipromosikan dengan waktu yang
lama mendapatkan pengakuan nama dan loyalitas konsumen yang cukup, sehingga
menghasilkan ekuitas brand yang tinggi. Terjadinya peningkatan biaya dalam
pengembangan produk baru dan tingkat kegagalan yang tinggi, banyak perusahaan
memanfaatkan ekuitas brand dalam bentuk brand keluarga dan perluasan lini
produk dari pada meluncurkan brand baru.
Ekuitas brand paling penting untuk pembelian dengan keterlibatan rendah,
seperti barang konsumen murah yang dibeli secara rutin dan dengan sedikit
pemrosesan informasi kognitif. Dalam keadaan seperti itu, strategi terpenting
adalah periklanan berkelanjutan yang dirancang untuk mencegah pindahnya
konsumen akibat lupa terhadap brand tersebut.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses belajar merupakan tahapan penting yang dilalui konsumen, karena
dengan adanya pembelajaran konsumen, maka pemasar perlu memahami bagaimana,
kapan, dimana, dalam kondisi apa konsumen mengalami proses belajar. Pembelajaran
konsumen adalah proses yang berkembang dan berubah saat konsumen memperoleh
pengetahuan dari pengalaman, pengamatan, dan interaksi dengan orang lain dan
pengetahuan yang baru diperoleh mempengaruhi perilaku di masa depan. Pembelajaran
terdiri dari empat elemen, yaitu motivasi, isyarat, respon dan pendorong atau
penguatan. Terdapat 2 jenis pembelajaran konsumen, yaitu behavioral learning dan
cognitive learning. Komponen dari pemrosesan informasi yaitu penyimpanan (storing),
proses mempertahankan (retaining), pengambilan informasi (retrieving information).
Keterlibatan konsumen adalah tingkat relevansi pribadi yang dimiliki produk
atau pembelian bagi konsumen. Tingkat keterlibatan konsumen ini menjadi hal penting,
karena jika suatu produk atau brand memiliki keterlibatan konsumen yang rendah,
perusahaan tersebut dapat dikatakan gagal.
Tujuan diadakannya pembelajaran konsumen guna meningkatkan pangsa pasar
dan menentukan kesetiaan konsumen pada suatu brand. Adapun ukuran yang paling
populer dari pembelajaran konsumen, yaitu pengenalan dan ingatan pesan, evaluasi
sikap dan perilaku dari loyalitas brand

17
REFERENSI

Setiadi, Nugroho J. 2010. Perilaku Konsumen. Kencana. Jakarta.


Schiffman, L.G. and Wisenblit, J.L. 2015. Consumer Behavior. Eleventh Edition. Boston:
Pearson Education.

18
STUDI KASUS
Consumer Learning Embedded In Electronic Word Of Mouth

Studi kasus yang kami gunakan adalah eWOM (electronic Word-Of-Mouth). Dalam
konteks pemasaran, WOM adalah komunikasi informal yang diarahkan pada konsumen lain
tentang kepemilikan, penggunaan, atau karakteristik barang tertentu dan jasa dari penjual.
Dengan munculnya Web 2.0, paradigma pengguna internet memiliki beberapa alat seperti
sistem review pelanggan, forum diskusi online, dan situs jaringan sosial untuk berbagi
pendapat mereka dan pertukaran informasi. Hal tersebut merupakan jenis baru WOM baru
yaitu WOM elektronik (eWOM). eWOM ditandai sebagai pesan positif atau negatif yang
tersedia untuk setiap pengguna internet yang berasal oleh konsumen masa lalu yang
berpengaruh terhadap masa depan potensi tentang produk, layanan atau perusahaan. Ketika
pengguna internet membuat keputusan pembelian, mereka cenderung percaya ulasan secara
online yang dihasilkan oleh konsumen dan dianggap lebih persuasif dibandingkan dengan iklan
tradisional dari pemasar dan perusahaan.
Dalam transaksi secara online, pembeli akan mengidentifikasi beberapa resiko yang
mungkin timbul. Dalam rangka meminimalkan risiko, konsumen perlu mencari, memperoleh,
dan memproses informasi yang relevan sebelum membuat keputusan pembelian. Pengetahuan
yang diperoleh akan dipergunakan konsumen sebagai umpan balik dan dasar untuk perilaku di
masa depan.
a. Pembelajaran observasional
Penelitian telah menegaskan bahwa keputusan pembelian konsumen dipengaruhi
dengan mengamati volume penjualan dan dengan mengacu kepada eWOM.
Pembelajaran observasional terjadi ketika konsumen mengamati tindakan orang lain
dan membuat pilihan yang sama dengan orang lain. Ketika terdapat sedikit atau tidak
ada informasi yang tersedia untuk mendukung kebijaksanaan dari keputusan
pembelian, orang cenderung untuk mengamati tindakan pembelian pelanggan masa
lalu. Berdasarkan penelitian bahwa informasi pembelajaran observasional positif
(volume penjualan yang tinggi) secara signifikan meningkatkan penjualan dan begitu
sebaliknya.
b. Pembelajaran kognitif
Konsumen belajar dengan mengamati pendapat orang lain, rekomendasi, dan logika
yang mendasari tertanam dalam ulasan teks online. Konsumen percaya bahwa mereka

19
dapat memprediksi keberhasilan pembelian online dan kualitas produk berdasarkan
isyarat yang tertanam dalam ulasan online.
c. Pembelajaran sosial
Media sosial dari berbagai sumber di komunitas online digunakan untuk memfasilitasi
pembelajaran konsumen, yang mengarah ke hasil perilaku konsumen. Konsumen akan
mencari interaksi online serta pengakuan dari komunitas melalui kunjungan situs dan
partisipasi. Isyarat sosial dan informasi latar belakang adalah nilai penting untuk calon
pembeli ketika mereka mengevaluasi kelayakan suatu produk untuk diri mereka sendiri.
Ulasan konsumen cenderung untuk memeriksa kinerja produk dari aspek
kemampuannya untuk mencocokkan situasi penggunaan konsumen.
Konsumen potensial di masa depan mengambil pendekatan yang berbeda untuk belajar tentang
produk secara online dan vendor pada platform transaksi, termasuk belajar observasional,
pembelajaran kognitif dan pembelajaran sosial dengan berbagai tingkat keterlibatan.

20

Anda mungkin juga menyukai