Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PROSES PENGKONDISIAN & PEMBELAJARAN KONSUMEN


Mata Kuliah : Perilaku Konsumen

Dosen Pengampu : Dr. Rendra Wirtawan .S.E., MM

Disusun oleh :
KELOMPOK 2

1. ERDIN DWI ANGGIANO (221124900) ()


2. ()
3. ()

PROGRAM STUDI MANAJEMEN 2020


INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS WIDYA GAMA
LUMAJANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan topik “Proses Pengkondisian & Pembelanjaan konsumen”.
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar
untuk meraih prestasi yang gemilang.

Lumajang, 27 Februari 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

A. Latar Belakang Masalah............................................................................

B. Rumusan Masalah.....................................................................................

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

A. Pembahasan...............................................................................................

B. Pembahasan...............................................................................................

C. Pembahasan...............................................................................................

D. Pembahasan...............................................................................................

E. Pembahasan...............................................................................................

F. Pembahasan...............................................................................................

G. Pembahasan...............................................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................

B. Saran........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mengurangi kejenuhan
belajar pada peserta didik adalah dengan mengembangkan bahan ajar. Mengembangkan bahan
ajar selayaknya merupakan kemampuan yang harus terus menerus ditingkatkan oleh setiap
guru. Jika seorang guru tidak memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar yang
bervariasi maka guru akan terjebak pada situasi pembelajaran yang monoton dan cenderung
membosankan bagi peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian materi pembelajaran?
2. Apa sajakah jenis materi pembelajaran?
3. Bagaiman ragam bentuk materi pembelajaran?
4. Bagaimana kriteria pemilihan materi pembelajaran?
5. Bagaimana syarat-syarat menentukan materi pembelajaran?
6. Bagaiman cara pemilihan materi pembelajaran?
7. Bagaimana urutan materi pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian materi pembelajaran
2. Untuk mengetahui jenis-jenis materi pembelajaran
3. Untuk mengetahui ragam bentuk materi pembelajaran
4. Untuk mengetahui kriteria pemilihan materi pembelajaran
5. Untuk mengetahui syarat-syarat menentukan materi pembelajaran.
6. Untuk mengetahui cara pemilihan materi pembelajaran.
7. Untuk mengetahui urutan materi pembelajaran
PENGANTAR PERILAKU KONSUMEN 1. Pendahuluan Bab pertama berisi tentang pengantar perilaku
konsumen. Materi yang didiskusikan adalah konsep perilaku konsumen dan konsumen. Topik ini
merupakan pondasi penting sebelum mempelajari perilaku konsumen lebih mendalam. Pada bab ini
juga akan dipaparkan peran teknologi terhadap konsumen dan pemasaran. Terakhir mahasiswa akan
diajak untuk mengkaji asal ilmu perilaku konsumen, bahwa perilaku konsumen merupakan ilmu lintas
disiplin. Setelah mempelajari materi pada bab ini mahasiswa diharapkan: ➢ Mampu memahami dan
menjelaskan konsep konsumen dan perilaku konsumen ➢ Mampu memahami dan menjelaskan
pengaruh perkembangan teknologi pada perilaku konsumen ➢ Mampu memahami dan menjelaskan
perilaku konsumen sebagai ilmu lintas disipilin 2. Konsep Perilaku Konsumen Pemasaran dan perilaku
konsumen berasal dari konsep pemasaran yang menyatakan bahwa esensi pemasaran adalah
memenuhi kebutuhan konsumen, menciptakan nilai yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dan
mempertahankan pelanggan (Kotler & Keller, 2016). Dalam konsep ini perusahaan dituntut untuk
memproduksi barang-barang yang telah mereka tentukan agar konsumen membeli barang tersebut.
Pemasaran adalah suatu aktivitas dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
menghasilkan, dan bertukar penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan
masyarakat (Schiffman & Wisenblit, 2015). Ada tiga kata kunci untuk memahami pemasaran yakni
menciptakan, berkaitan dengan proses produksi; delivering, terakait dengan proses penyamapain
produk pada konsumen, dan mengkomunikasikan terkait dengan proses membangun merek di mata
konsumen (Kotler & Keller, 2016). Inti dari pemasaran adalah mengidentifikasi kebutuhan konsumen
yang tidak terpenuhi kemudian memberikan produk dan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Perilaku konsumen menjelaskan bagaimana individu membuat keputusan untuk
membelanjakan sumber daya yang tersedia (contoh: waktu, uang, usaha) untuk membeli barang
yang ditawarkan oleh pemasar. Konsumen dalam literature pemasaran biasanya dibedakan menjadi
dua, konsumen individual dan kosumen organisasional. Konsumen individual adalah individu yang
membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, rumah tangga, keluarga, atau teman. Konsumen
organisasional adalah entitas bisnis, lembaga pemerintah, atau lembaga lain (laba atau nirlaba) yang
membeli barang, layanan, dan, atau peralatan yang diperlukan agar organisasi bisa berjalan. Perilaku
konsumen adalah studi tentang tindakan konsumen selama mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi, dan membuang produk dan layanan yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka (Kotler & Keller, 2016). Studi tentang perilaku konsumen menggambarkan produk
dan merek yang dibeli konsumen, mengapa mereka membelinya, kapan mereka membelinya, di
mana mereka membelinya, seberapa sering mereka membelinya, seberapa sering mereka
menggunakannya, bagaimana mereka mengevaluasi setelah pembelian, dan apakah mereka akan
melakukan pembelian atau tidak (Schiffman & Wisenblit, 2015). 3. Pengaruh Perkembangan
Teknologi Pada Perilaku Konsumen Teknologi telah merevolusi berbagai konep dan aktivitas
pemasaran yang selama ini kita kenal. Seperti bauran pemasaran, segmentasi, penargetan, posisi,
dan retensi pelanggan. Pada era tradisional konsumen adalah objek dari aktivitas perusahaan.
Konsumen jarang dilibatkan dalam berbagai aktivitas pemasaran. Perusahaan merasa mereka lebih
tau tentang segala sesuatu disbanding konsumen. Kini di era digital konsumen memiliki banyak
mendapatkan informasi lewat gawai mereka. Mereka bahkan tau tentang informasi produk tidak lagi
mengandalkan komunikasi perusahaan, tapi lebih memilih mendengar informasi dari sesama
konsumen (terlihat maraknya pemengaruh di medsos, adanya ulasan produk dari konsumen yang
pernah membeli). Era digital mengubah semuanya, dari cara konsumen membeli hingga
menghabiskan waktunya. Pemasar yang tidak peka dan sadar dengan perubahan ini akan kalah dari
pesaing mereka. Teknologi membuat hubungan timbal balik antara konsumen dan pemasar. Ketika
konsumen menggunakan komputer, ponsel, tablet, dan perangkat elektronik lainnya, mereka
memberikan pemasar jenis informasi yang memungkinkan perusahaan untuk menargetkan mereka
yang jauh lebih efektif daripada masa sebelum ada internet. Pemasar memberikan nilai kepada
konsumen dalam bentuk informasi yang mengubah pembeli menjadi pelanggan yang selalu
terbaharui, termasuk peluang untuk kustomisasi produk dengan mudah, mendapatkan konten
hiburan yang sesuai, dan banyak lagi. Ketika di dalam jaringan konsumen memberikan nilai kepada
pemasar dengan memberikan informasi tentang mereka sendiri yang memungkinkan perusahaan
untuk memasarkan dengan lebih efisien dan tepat. Dengan kata lain, konsumen “membayar” untuk
konten yang tampaknya gratis di Internet dengan memberikan informasi yang hampir tidak terbatas
tentang diri mereka kepada pemasar. Kemudian pemasar mengumpulkan, menganalisis, dan
menggunakan informasi tersebut untuk menargetkan pembeli. Secara singkat pengaruh teknologi
bagi pemasara antara lain adalah akan lebih banyak produk dan jasa yang terkostumisasi, semakin
sering terjadinya pertukaran sesaat (instantanous exchange), dan semakin banyak data yang bisa
dikumpulkan, dianalisis dan dimanfaatkan. Selanjutnya pengaruh teknologi bagi konsumen
diantaranya adalah konsumen semakin memiliki kekuasaan (power), konsumen semakin memiliki
informasi yang semakin lengkap tentang suatu produk, sehingga pemasar tidak lagi menjadi
satusatunya pihak yang memiliki informasi; teknologi ini juga membuat konsumen memiliki banyak
alat teknologi (gawai, komputer, TV pintar, dll) yang membantu konsumen untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhannya. 4. Perilaku konsumen sebagai ilmu lintas disiplin Perilaku konsumen
berasal dari empat disiplin ilmu. Psikologi merupakan studi tentang pikiran manusia dan faktor-faktor
mental yang mempengaruhi perilaku (yaitu, kebutuhan, kepribadian, persepsi, pengalaman, dan
sikap). Sosiologi adalah studi tentang perkembangan, struktur, fungsi, dan permasalahan masyarakat
(kelompok sosial yang paling menonjol adalah keluarga, teman sebaya, dan kelas sosial). Antropologi
membandingkan budaya dan perkembangan masyarakat manusia (contoh, nilai-nilai budaya dan
subkultur). Komunikasi adalah proses menyampaikan atau bertukar informasi secara pribadi atau
melalui media dan menggunakan strategi persuasif (Schiffman & Wisenblit, 2015; Swastha &
Handoko, 2014). 5. Rangkuman ➢ Perilaku Konsumen adalah perilaku yang ditampilkan konsumen
dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang (disposing) produk dan
layanan yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka ➢ Konsumen dalam literatur
pemasaran biasanya dibedakan menjadi dua, konsumen individual dan kosumen organisasional.
Konsumen individual adalah individu yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, rumah
tangga, keluarga, atau teman. Konsumen organisasional adalah entitas bisnis, lembaga pemerintah,
atau lembaga lain
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahan Ajar (Materi Pembelajaran)
Materi pembelajaran merupakan bagian yang penting dalam proses belajar mengajar,
yang mnempari kedudukan yang menentukan keberhasilan belajar mengajar yang berkaitan
dengan ketercapaian tujuan pengajaran, serta menentukan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.
B. Jenis-Jenis Materi Pembelajaran
Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut.
C. Ragam Bentuk Bahan Ajar
1) Bahan ajar dalam bentuk cetak; misalnya lembar kerja siswa (LKS), handout,
buku, modul, brosur.
D. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar
Materi pelajaran berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Karena itu, pemilihan
materi pelajaran tentu saja harus sejalan dengan ukuran-ukuran (kriteria) yang digunakan
untuk memilih isi kurikulum bidang studi bersangkutan. Sebagai gambaran dapat kita
utarakan dalam garis besarnya sebagai berikut di bawah ini:
E. Syarat-Syarat Menentukan Materi Pembelajaran
Dalam menentukan uraian materi pembelajaran harus diperhatikan apakah materinya
berupa fakta, konsep, prinsip, ataukah prosedur, sebab seperti telah diuraikan di muka, dalam
kegiatan pembelajaran masing-masing jenis uraian materi tersebut memerlukan strategi media
pembelajaran yang berbeda-beda. Selain memerhatikan jenis uraian materi juga harus
memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan uraian materi
pembelajaran, yaitu menyangkut kekuasaan cakupan dan kedalaman materinya. Keluasaan
cakupan materi menggambarkan beberapa banyak materi-materi yang perlu dimasukan ke
dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail
konsep-konsep yang terkandung didalamnya harus dipelajari; dikuasai oleh siswa.
F. Cara Pemilihan materi pembelajaran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi  pelajaran:
G. Urutan Materi Pendidikan /Pembelajaran
Urutan penyajian berguna untuk menentukan urutan proses pembelajaran. Tanpa
urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang
bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya.
Misalnya, materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Peserta didik akan mengalami kesulitan mempelajari pengurangan jika materi penjumlahan
belum dipelajari. Peserta didik akan mengalami kesulitan melakukan pembagian jika materi
perkalian belum dipelajari.

Proses Pembentukan Perilaku


Konsumen

Konsumen melakukan tindakan pembelian suatu produk tentu didasarkan


pada tindakan sebelumnya. Di mana ada proses tahapan pembentukan
perilaku konsumen ini. Proses tersebut digolongkan menjadi tahapan –
tahapan sebagai berikut:

Pengenalan Masalah
Biasanya, konsumen membeli atas dasar kebutuhan, keinginan, atau
kepentingan yang dihadapi. Karena timbul pengenalan masalah ini,
kemudian konsumen akan mengetahui manakah produk yang harus dibeli.

Pencarian Informasi
Dalam proses ini, konsumen akan mencari tahu sumber atau informasi
untuk menyelesaikan masalahnya. Dari sini kembali lagi pada faktor
perilaku konsumen, yaitu internal dan eksternal. Konsumen dapat mencari
informasi ini dari diri sendiri maupun dari orang lain.
Mengevaluasi Alternatif
Setelah mengumpulkan informasi yang diperlukan, proses selanjutnya
adalah melakukan evaluasi terhadap alternatif yang ada. Dari sini,
konsumen akan memilih produk mana yang dapat menjadi penyelesai
masalah yang dihadapi.

Keputusan Pembelian
Setelah mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif yang ada,
selanjutnya adalah tahapan keputusan pembelian. Di mana konsumen akan
memutuskan produk mana yang akan dibeli.

Evaluasi setelah Pembelian


Di proses ini, konsumen akan menilai mengenai produk yang telah
digunakan. Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan, memuaskan atau
justru mengecewakan, sehingga memengaruhi juga pada tindakan
selanjutnya terkait pembelian kembali.

Sebagai produsen, mengenal perilaku konsumen sangatlah penting.


Dengan demikian, produsen dapat membuat produk sesuai dengan target
konsumen. Di mana menyesuaikan dengan perilaku serta faktor – faktor
yang memengaruhi perilaku konsumen hingga membeli.

Berikut ini adalah cara mengenali perilaku konsumen:

Pendekatan Sains Pemasaran


Pendekatan konsumen dengan cara ini mengacu pada teori dan metode
Ilmu Ekonomi dan Statistika. Yang menggunakan Teori Hierarki
Kebutuhan Abraham Maslow, mengenai hierarki kebutuhan manusia yang
kemudian diuji coba dengan matematika. Pendekatan sains pemasaran
ditujukan untuk memprediksi moving rate analysis atau pengaruh dari
strategi marketing terhadap pemilihan dan pola konsumsi.

Pendekatan Interpretif
Pendekatan yang mendalam mengenai perilaku konsumen. Dilakukan
dengan observasi mendalam, mengamati, wawancara, hingga focus group
discussion. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kesimpulan tentang
adanya makna dari suatu produk untuk para konsumen.

Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional dilakukan dengan studi lapangan, melalui
eksperimen dan survei. Tujuannya adalah untuk menguji hipotesa dari
penelitian yang berkaitan dengan teori. Kemudian mencari pemahaman
tentang proses dari konsumen menganalisa beberapa informasi untuk
kemudian membuat keputusan.

PENGKONDISIAN KLASIK

Pengkondisian klasik adalah jenis pembelajaran yang memiliki pengaruh besar pada sekolah
pemikiran dalam psikologi yang dikenal sebagai behaviorisme. Ditemukan oleh ahli fisiologi
Rusia, Ivan Pavlov , pengkondisian klasik adalah proses pembelajaran yang terjadi melalui
asosiasi antara stimulus lingkungan dan stimulus alami.

Dasar-dasar Pengkondisian Klasik


Meskipun pengkondisian klasik tidak ditemukan oleh seorang psikolog sama sekali, itu
memiliki pengaruh yang luar biasa atas sekolah pemikiran dalam psikologi yang dikenal
sebagai behaviorisme .

Behaviorisme didasarkan pada asumsi bahwa:

 Semua pembelajaran terjadi melalui interaksi dengan lingkungan


 Lingkungan membentuk perilaku
Penting untuk dicatat bahwa pengkondisian klasik melibatkan
menempatkan sinyal netral sebelum refleks alami. Dalam eksperimen klasik
Pavlov dengan anjing, sinyal netral adalah suara nada dan refleks yang
terjadi secara alamiah adalah air liur sebagai respons terhadap makanan.
Dengan mengaitkan stimulus netral dengan stimulus lingkungan (penyajian
makanan), suara nada saja dapat menghasilkan respons air liur.
Untuk memahami bagaimana cara kerja pengkondisian klasik, penting
untuk mengenal prinsip-prinsip dasar proses.

MODEL PAVLOVIAN PENGKONDISIAN

Bukan penghkondisian response

 Bukan penghkondisian stimulus (meat paste)


 Pengkondisian stimulus (bell)

Penghkondisian response

 After repeated paorings


 Penghkondisian stimulus (Bell)

Bagaimana Cara Kerja Pengkondisian Klasik?


Pengkondisian klasik pada dasarnya melibatkan pembentukan hubungan
antara dua rangsangan yang menghasilkan respons yang dipelajari. Ada
tiga fase dasar dari proses ini:

Tahap 1: Sebelum Mengondisikan

Bagian pertama dari proses pengkondisian klasik membutuhkan stimulus


alami yang secara otomatis akan mendapatkan respons. Saliva sebagai
respons terhadap bau makanan adalah contoh yang baik dari stimulus
alami.

Selama fase proses ini, stimulus unconditioned (UCS) menghasilkan


respons yang tidak terkondisi (UCR).

Misalnya, menyajikan makanan (UCS) secara alami dan otomatis memicu


respons air liur (UCR).

Pada titik ini, ada juga stimulus netral yang tidak menghasilkan efek -
namun. Tidak sampai stimulus netral ini dipasangkan dengan UCS
sehingga akan muncul respon.

Mari kita lihat lebih dekat dua komponen penting dari fase pengkondisian
klasik ini.

Stimulus tak terkondisi adalah yang tanpa syarat, alami, dan secara


otomatis memicu respons. Misalnya, ketika Anda mencium salah satu
makanan favorit Anda, Anda mungkin langsung merasa sangat lapar.
Dalam contoh ini, bau makanan adalah stimulus yang tidak terkondisi.

Respons yang tidak terkondisi adalah respons yang tidak terpakai yang


terjadi secara alami sebagai respons terhadap stimulus yang tidak
terkondisi. Dalam contoh kita, rasa lapar sebagai respons terhadap bau
makanan adalah respons yang tidak terkondisi.

Tahap 2: Selama Pengondisian

Selama fase kedua dari proses pengkondisian klasik, stimulus netral


sebelumnya berulang kali dipasangkan dengan stimulus yang tidak
terkondisi. Sebagai hasil dari pasangan ini, hubungan antara stimulus netral
sebelumnya dan UCS terbentuk. Pada titik ini, stimulus sekali netral dikenal
sebagai stimulus terkondisi (CS).

Subjek sekarang telah dikondisikan untuk menanggapi stimulus ini.

Stimulus yang terkondisi sebelumnya merupakan stimulus netral yang,


setelah dikaitkan dengan stimulus yang tidak terkondisi, akhirnya muncul
untuk memicu respons yang terkondisi. Dalam contoh kita sebelumnya,
anggaplah bahwa ketika Anda mencium makanan favorit Anda, Anda juga
mendengar bunyi peluit. Sementara peluit tidak terkait dengan bau
makanan, jika bunyi peluit dipasangkan beberapa kali dengan baunya, bunyi
itu pada akhirnya akan memicu respons yang terkondisi. Dalam hal ini,
bunyi peluit adalah stimulus yang dikondisikan.

Tahap 3: Setelah Mengondisikan

Setelah asosiasi dibuat antara UCS dan CS, menyajikan stimulus yang
terkondisi saja akan muncul untuk membangkitkan respons bahkan tanpa
stimulus yang tidak terkondisi. Respons yang dihasilkan dikenal sebagai
respons yang dikondisikan (CR).

Respons yang terkondisi adalah respons yang dipelajari dari stimulus yang


sebelumnya netral. Dalam contoh kita, respons yang terkondisi akan terasa
lapar ketika Anda mendengar bunyi peluit.

Prinsip Utama Pengkondisian Klasik


Behavioris telah menjelaskan sejumlah fenomena berbeda yang terkait
dengan pengkondisian klasik. Beberapa elemen ini melibatkan
pembentukan awal tanggapan sementara yang lain menggambarkan
hilangnya respons. Unsur-unsur ini penting dalam memahami proses
pengkondisian klasik.

5 prinsip utama pengkondisian klasik

1. Akuisisi

Akuisisi adalah tahap awal pembelajaran ketika respons pertama kali


dibentuk dan diperkuat secara bertahap. Selama fase akuisisi dari
pengkondisian klasik, stimulus netral berulang kali dipasangkan
dengan stimulus yang tidak terkondisi . Seperti yang Anda ingat, stimulus
yang tidak terkondisi adalah sesuatu yang secara alami dan otomatis
memicu respons tanpa belajar apa pun. Setelah asosiasi dibuat, subjek
akan mulai memancarkan perilaku sebagai respons terhadap stimulus
netral sebelumnya, yang sekarang dikenal sebagai stimulus terkondisi .
Pada titik inilah kita dapat mengatakan bahwa respons telah diperoleh.

Misalnya, bayangkan Anda sedang mengondisikan anjing untuk


mengeluarkan air liur sebagai tanggapan terhadap bunyi lonceng. Anda
berulang kali memasangkan presentasi makanan dengan bunyi lonceng.
Anda dapat mengatakan bahwa respons telah diperoleh segera setelah
anjing mulai mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap nada bel.

Begitu respons telah ditetapkan, Anda dapat secara bertahap memperkuat


respons air liur untuk memastikan perilaku tersebut dipelajari dengan baik.

2. Kepunahan

Kepunahan adalah saat terjadinya respons yang terkondisi menurun atau


menghilang. Dalam pengkondisian klasik, ini terjadi ketika stimulus
terkondisi tidak lagi dipasangkan dengan stimulus yang tidak terkondisi.

Sebagai contoh, jika bau makanan (stimulus yang tidak terkondisi) telah
dipasangkan dengan bunyi peluit (stimulus yang dikondisikan), maka pada
akhirnya akan muncul untuk membangkitkan respons kelaparan yang
terkondisi. Namun, jika stimulus tidak terkondisi (bau makanan) tidak lagi
dipasangkan dengan stimulus terkondisi (peluit), akhirnya respon yang
terkondisi (kelaparan) akan hilang.

3. Pemulihan Spontan

Kadang-kadang respon yang dipelajari dapat tiba-tiba muncul kembali


bahkan setelah periode kepunahan. Pemulihan spontan adalah kemunculan
kembali respons terkondisi setelah periode istirahat atau periode respons
berkurang. Misalnya, bayangkan bahwa setelah melatih anjing untuk
mengeluarkan air liur ke suara lonceng, Anda berhenti memperkuat tingkah
laku dan responsnya akhirnya menjadi punah. Setelah periode istirahat di
mana stimulus yang dikondisikan tidak disajikan, Anda tiba-tiba
membunyikan lonceng dan hewan itu secara spontan memulihkan respons
yang telah dipelajari sebelumnya.

Jika stimulus terkondisi dan stimulus tidak terkondisi tidak lagi terkait,
kepunahan akan terjadi sangat cepat setelah pemulihan spontan.

4. Generalisasi Stimulus

Generalisasi Stimulus adalah kecenderungan stimulus terkondisi untuk


membangkitkan tanggapan serupa setelah respons dikondisikan.

Sebagai contoh, jika seekor anjing dikondisikan untuk mengeluarkan air liur
saat mendengar lonceng, hewan itu mungkin juga menunjukkan respons
yang sama terhadap rangsangan yang mirip dengan stimulus terkondisi.
Dalam Little Albert Experiment John B. Watson yang terkenal, misalnya,
seorang anak kecil dikondisikan untuk takut pada tikus putih. Anak itu
menunjukkan generalisasi stimulus dengan juga menunjukkan rasa takut
sebagai tanggapan terhadap benda-benda putih kabur lainnya termasuk
boneka mainan dan rambut Watson sendiri.

5. Diskriminasi Stimulus

Diskriminasi adalah kemampuan untuk membedakan antara stimulus


terkondisi dan rangsangan lain yang belum dipasangkan dengan stimulus
yang tidak terkondisi.

Misalnya, jika nada bel merupakan stimulus terkondisi, diskriminasi akan


melibatkan kemampuan untuk mengetahui perbedaan antara nada bel dan
suara serupa lainnya. Karena subjek mampu membedakan rangsangan-
rangsangan ini, ia hanya akan merespons ketika stimulus terkondisi
disajikan.

Contoh Pengkondisi Klasik


Akan sangat membantu untuk melihat beberapa contoh bagaimana proses
pengkondisian klasik beroperasi baik dalam pengaturan eksperimental dan
dunia nyata.
Pengkondisian Klasik dari Respon Ketakutan

Salah satu contoh paling terkenal dari pengkondisian klasik adalah


eksperimen John B. Watson di mana respons rasa takut dikondisikan pada
seorang bocah yang dikenal sebagai Little Albert. Awalnya anak itu tidak
menunjukkan rasa takut pada tikus putih, tetapi setelah tikus itu
dipasangkan berulang kali dengan suara keras dan menakutkan, anak itu
akan menangis ketika tikus itu ada. Ketakutan anak juga digeneralisasikan
ke objek putih kabur lainnya.

Mari kita periksa elemen-elemen dari eksperimen klasik ini. Sebelum


pengkondisian, tikus putih adalah stimulus netral. Stimulus yang tidak
terkondisi adalah bunyi keras yang berdentang dan respons yang tidak
terkondisi adalah respons rasa takut yang diciptakan oleh kebisingan.
Dengan berulang kali memasangkan tikus dengan stimulus yang tidak
terkondisi, tikus putih (sekarang stimulus terkondisi) datang untuk
membangkitkan respon rasa takut (sekarang respon terkondisi).

Eksperimen ini mengilustrasikan bagaimana fobia dapat terbentuk melalui


pengkondisian klasik. Dalam banyak kasus, pasangan tunggal stimulus
netral (anjing, misalnya) dan pengalaman yang menakutkan (digigit oleh
anjing) dapat menyebabkan fobia yang langgeng (takut pada anjing).

Pengkondisian Klasik dari Taste Aversions

Contoh lain dari pengkondisian klasik dapat dilihat dalam


pengembangan keengganan rasa yang dikondisikan. Peneliti John Garcia
dan Bob Koelling pertama kali memperhatikan fenomena ini ketika mereka
mengamati bagaimana tikus yang telah terkena radiasi penyebab mual-
mula mengembangkan rasa benci pada air yang beraroma setelah radiasi
dan air disajikan bersama. Dalam contoh ini, radiasi mewakili stimulus yang
tidak terkondisi dan mual mewakili respons yang tidak terkondisi. Setelah
pasangan keduanya, air yang beraroma adalah stimulus terkondisi,
sementara mual yang terbentuk saat terkena air saja adalah respons yang
terkondisi.

Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa keengganan yang dikondisikan


secara klasik dapat dihasilkan melalui pasangan tunggal dari stimulus yang
terkondisi dan stimulus yang tidak terkondisi. Para peneliti juga
menemukan bahwa keengganan tersebut bahkan dapat berkembang jika
stimulus yang dikondisikan (rasa makanan) disajikan beberapa jam
sebelum stimulus tidak terkondisi (stimulus penyebab mual).

Mengapa asosiasi semacam itu berkembang begitu cepat? Jelas,


membentuk asosiasi semacam itu dapat memiliki manfaat kelangsungan
hidup bagi organisme. Jika seekor hewan memakan sesuatu yang
membuatnya sakit, maka perlu menghindari makan makanan yang sama di
masa depan untuk menghindari penyakit atau bahkan kematian. Ini adalah
contoh yang bagus dari apa yang dikenal sebagai

Model Penkondisian InstrumentaL;


Pengkondisian Instrumental adalah suatu proses pembelajaran di
mana suatu perilaku dipelajari melalui penghargaan atas perilaku
tersebut atau perkiraan yang berurutan dari perilaku tersebut
Pembelajaran terjadi melalui proses coba coba (trial-and-error-process),
Dimana kebiasaan terbentuk sebagai hasil dari pengalaman positif
(penguatan ) karena dilakukanya perilaku tertentu.

 Dari suatu perilaku (membeli merek A, di toko B ), konsumen


memperoleh hasil (reward) yang lebih baik dibandingkan perilaku
yang lainya (membeli produk C, do toko D).
 Pengalaman yang baik merupakan instrumental dalam mengajari
seseorang untuk melakukan perilaku tertentu
Pengkondisian instrumental
 Kepuasan pelanggan
 Jadwal penguatan
 Pembentukan perilaku
 Pembelajaran tertumpuk versus pembelajaran tersebar

Penguatan Perilaku , dibagi dua :


1. Penguatan positif : berbagai peristiwa yang memperkuat timbulnya tanggapan
khusus contoh : iklan kosmetik
2. Penguatan negatif : daya tarik yang menekankan rasa takut dalam pesan iklan
Pola belanja konsumen (consumer spending pattern) adalah perubahan
dari waktu ke waktu dalam total uang yang dihabiskan oleh individu
terhadap barang dan jasa untuk penggunaan pribadi. Itu juga merujuk
pada proporsi relatif atas apa yang dikonsumsi oleh individu. Komparasi
mungkin berdasarkan waktu atau yang lain seperti lokasi, area geografis,
usia  dan pendapatan. Misalnya, orang kota cenderung menghabiskan
uang lebih banyak untuk belanja daging  daripada orang desa.
Belanja konsumen mungkin tidak bervariasi dalam jangka pendek, misalnya
dari hari ke hari. Namun, ketika kita mengamatinya untuk waktu yang lama, itu
bisa berubah cukup dramatis. Beberapa alasan menjelaskan itu. Misalnya,
konsumen mungkin menanggapi perubahan dalam harga, pendapatan, atau
selera untuk mengubah belanja mereka. Karena faktor-faktor tersebut berubah
tidak setiap hari, sehingga pola belanja akan mengikuti itu. 

Misalnya, pengeluaran untuk jasa seringkali meningkat seiring dengan


peningkatan pendapatan masyarakat dan kemakmuran dalam ekonomi. Ketika
pendapatan mereka rendah, belanja untuk makanan biasanya mengambil
porsi yang dominan. Namun, ketika pendapatan mereka meningkat, belanja
untuk item seperti perjalanan atau pendidikan menjadi semakin besar.

Mengapa pola belanja konsumen penting?


Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan konsumen adalah kunci agar
perusahaan berhasil. Sebagian besar perusahaan besar datang dari ide
seorang pengusaha untuk menemukan solusi bagi konsumen. Solusi mereka
termanifestasi dalam produk yang mereka tawarkan. Misalnya, produk mereka
mungkin belum ada sebelumnya di pasar. Atau, produk mereka mengevolusi
yang telah ada. Dan mereka berusaha menawarkan yang lebih baik dengan
mempertimbangkan aspek seperti harga dan kualitas.

Kemudian, mengamati pola belanja konsumen menjadi penting karena


beberapa alasan. Pertama, kebutuhan konsumen tidak statis. Namun, mereka
berubah dari waktu ke waktu, mungkin karena perubahan dalam pendapatan
atau selera. Sehingga, apa yang perusahaan tawarkan saat ini mungkin tidak
relevan di masa depan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Kedua, riset dalam pola belanja konsumen menjadi input dalam


mengembangkan strategi. Perusahaan memerlukan wawasan untuk
memahami konsumen di pasar sasaran dan kemudian mengembangkan
strategi yang efektif. Sehingga, strategi mereka lebih relevan dengan pasar
sasaran.
Riset tersebut tidak hanya mengungkapkan apa yang paling diinginkan
konsumen. Tapi, itu juga bisa mengungkap informasi seperti berapa
pendapatan yang dihabiskan konsumen untuk membeli. Berkat informasi
tersebut, perusahaan bisa memperkirakan ukuran pasar dan prospek
pertumbuhannya di masa depan. 

Ketiga, memahami pola belanja konsumen memungkin perusahaan untuk


tetap adaptif dengan kebutuhan di pasar. Pelanggan adalah raja. Dan ketika
kebutuhan mereka berubah, perusahaan harus beradaptasi.

Perusahaan meneliti dan mendalami apa perubahan tersebut dan


menanggapinya dengan strategi yang lebih relevan untuk berhasil.
Sebaliknya, kegagalan mereka untuk menanggapi perubahan dalam
kebutuhan konsumen mengarah pada kegagalan bisnis. 

Keempat, mengamati tren belanja konsumen memungkinkan perusahaan


untuk lebih memahami keputusan di balik mengapa konsumen membeli
produk tertentu dan tidak yang lain. Selain itu, mereka bisa mengidentifikasi
apa saja yang mempengaruhi keputusan belanja konsumen. Sehingga,
mereka bisa memahami proses pengambilan keputusan belanja konsumen
dan akhirnya menyesuaikan strategi pemasaran mereka.

Mengapa pola belanja konsumen berubah?


Belanja konsumen terus berubah dari waktu ke waktu. Beberapa mungkin
berubah dengan cepat seperti pengeluaran untuk fashion. Sementara itu, yang
lain mungkin berubah dengan lambat seperti pengeluaran untuk makanan.
Beberapa faktor mempengaruhi perubahan tersebut, termasuk:

 Selera dan preferensi


 Pendapatan
 Teknologi 
 Usia
 Harga
 Suku bunga

Selera dan preferensi konsumen


Ketika selera berubah, pola belanja konsumen juga berubah. Mereka akan
menghabiskan uang pada apa yang mereka sukai dan meninggalkan yang
lain. 
Di beberapa bisnis, faktor ini cukup dominan. Restoran adalah contohnya.
Restoran perlu mengikuti perubahan dalam selera konsumen agar terus
diminati. Misalnya, sekarang ini konsumen  lebih sadar terhadap kesehatan.
Mereka mengubah preferensi mereka terhadap makanan, di mana lebih
menyukai menu makanan sehat.

Selera juga bervariasi antar konsumen di wilayah berbeda. Misalnya,


McDonald’s melayani selera lokal alih-alih menawarkan menu yang
terstandarisasi di seluruh dunia. Strategi ini memungkinkan perusahaan
tersebut sukses dalam bisnis mereka. 

Tapi, dalam kasus lain, perusahaan makanan cepat saji mungkin menawarkan
menu dari negara lain ke operasi lokal mereka, memungkinkan selera lokal
beradaptasi. Faktor seperti teknologi informasi mengembangkan minat
konsumen untuk mencoba menu-menu dari negara lain. 

Bisnis fashion adalah contoh lain. Di industri ini, selera dan preferensi
konsumen juga berubah cukup cepat. Mislanya, apa yang dipakai di musim
gugur tidak sama dengan apa yang dipakai di musim semi. Kemudian,
konsumen juga sering mengikuti gaya orang lain seperti selebritas untuk
memilih pakaian. Karena alasan-alasan ini, bisnis fashion mengubah
persediaan cukup sering untuk mengikuti apa yang diinginkan pelanggan
mereka. 

Pendapatan
Konsumen yang rasional menyesuaikan pengeluaran mereka dengan
pendapatan mereka. Misalnya, rumah tangga berpendapatan
rendah cenderung menghabiskan lebih banyak uang untuk kebutuhan inti atau
primer seperti makanan, pakaian, utilitas, dan sewa. Sebaliknya, rumah
tangga kaya menghabiskan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan
tersier seperti liburan, pakaian bermerek dan barang mewah 

Ketika rumah tangga berpendapatan rendah mendaki ke kelas yang lebih


tinggi, pola konsumsi mereka berubah. Pendapatan mereka meningkat,
mendorong mereka menghabiskan uang untuk kebutuhan kurang esensial
seperti liburan. Dengan pendapatan yang lebih tinggi, mereka masih bisa
memenuhi kebutuhan inti sambil memuaskan keinginan mereka (liburan).

Faktor ekonomi biasanya berperan untuk mempengaruhi pendapatan  rumah


tangga dan karena itu, pola belanja mereka. Misalnya, konsumen
menghabiskan uang untuk barang-barang mahal seperti mobil ketika
pendapatan mereka meningkat, misalnya selama perekonomian makmur.
Tapi, sebaliknya, selama resesi mereka mengurangi belanja untuk produk
yang lebih mahal atau bahkan menghentikannya sama sekali.
Usia
Apa yang dibutuhkan orang yang lebih tua berbeda dengan yang lebih muda.
Dan secara umum, tahap kehidupan seperti mendapatkan pekerjaan pertama,
pernikahan, memiliki anak, dan pensiun berdampak besar pada pola
pengeluaran konsumen.

Misalnya, orang yang lebih tua akan menghabiskan uang yang lebih banyak
untuk keamanan finansial dan perawatan kesehatan. Sebaliknya, orang muda
lebih banyak menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan gaya
keseharian mereka. Secara spesifik, kelompok di bawah 35
tahun mengalokasikan lebih banyak untuk transportasi, pendidikan, pakaian
dan jasa, makanan jauh dari rumah, dan tempat tinggal. Sementara itu,
kelompok 65 dan lebih tua lebih banyak menghabiskan uang untuk perawatan
kesehatan dan kontribusi tunai kepada amal, dan organisasi sosial lainnya.

Perubahan teknologi
Teknologi baru mengevolusi kebutuhan konsumen dan membuat barang lama
tidak lagi relevan dengan kebutuhan. Misalnya, komputer menggantikan mesin
ketik. Smartphone menggantikan telepon kabel. 

Sebagai akibat perubahan semacam itu, belanja konsumen juga berubah.


Mereka tidak lagi membeli mesin ketik tapi komputer. Dan perubahan
teknologi pula yang mendorong orang beralih dari personal computer ke
laptop. 

Harga
Perubahan harga mempengaruhi apa yang dibelanjakan konsumen. Mereka
cenderung mengurangi permintaan terhadap sebuah produk ketika harganya
naik. Sebaliknya, permintaan akan naik ketika harga mereka turun. 

Dan secara agregat, perubahan harga tersebut terwakili oleh tingkat inflasi.


Selama tingkat inflasi tinggi, konsumen cenderung berbelanja sekarang untuk
produk harian mereka sebelum harga meningkat di masa depan. Sebaliknya,
ketika inflasi turun (atau deflasi), konsumen memutuskan untuk menunda
belanja mereka sekarang, menunggu harga turun di masa depan untuk
mendapatkan yang lebih murah.

Suku bunga
Konsumen seringkali mengandalkan pinjaman untuk belanja item seperti mobil
dan item tahan lama lainnya. Karena harganya mahal, pendapatan mereka
tidak cukup untuk membeli secara tunai. Melainkan mereka membeli secara
kredit. 
Sehingga, ketika suku bunga tinggi, pengeluaran konsumen untuk item-item
semacam itu akan berkurang. Sebaliknya, ketika ketika suku bunga rendah,
mereka bisa membeli item-item tersebut dibiayai dengan pinjaman yang lebih
murah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan oleh guru/instruktur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebh fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan bisa dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran yang
membangun terhadap penulisan.
DAFTAR  PUSTAKA

https://id.reoveme.com/apa-itu-pengkondisian-klasik/

https://cerdasco.com/pola-belanja-konsumen/

Anda mungkin juga menyukai