Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIQIH

“Ibadah Haji Dan Umrah”

Disusun Oleh :
Ketua : Deden Haditia
Sekretaris : Ela Nurlaela
Anggota : 1. Agus Sanroni 5. Deni Hamdani
2. Ahmad Suhandi 6. Deni Wijaya
3. Andri Rusmana 7. Desi Aprianty
4. Asep Suryanto 8. Edwar Azis M.

MADRASAH ALIYAH NEGERI


I BAYAH
2006 / 2007
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang
Maha Sempurna pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-
nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang
diharapkan yaitu makalah tentang “Ibadah Haji dan Umrah”. Dengan harapan
semoga tugas makalah ini bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua.
Amiin.

Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas makalah ini,
karena penulis sadar sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak
tanpa ada interaksi dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat
dan karunia dari –Nya.

Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dengan secermat mungkin.


Namun sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk
itu penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam
lindungan-Nya.

Warlam, Desember 2006

Penyusun
DAFTAR ISI

Hal
JILID................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Alasan Memilih Judul.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan Pembuatan Makalah.......................................................... 1
D. Metode Penulisan........................................................................... 2
E. Sistematika Pembahasan................................................................ 2

BAB II IBADAH HAJI DAN UMRAH........................................................... 3


A. Kewajiban Haji Dan Umrah.......................................................... 3
B. Manasik Haji Dan Umrah.............................................................. 4
C. Hikmah Haji Dan Umrah............................................................... 11
D. Melaksanakan Haji Dan Umrah Jika Mampu................................ 14

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 16


A. Kesimpulan.................................................................................... 16
B. Saran.............................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Alasan Memilih Judul


Makalah ini berjudul “Ibadah Haji da Umrah”. Adapun yang menjadi
masalah penyusun dalam memilih judul ini antara lain :
1. Sepengetahuan penyusun, masalah tersebut sangat bagus untuk
dibahas
2. Penulis tertarik dengan masalah tersebut
3. Sumbernya mudah dipahami
4. Salah satu materi pokok yang sudah ditentukan oleh guru mata
pelajaran fiqih untuk dibahas lebih lanjut

B. Rumusan Masalah
Sebagaimana kita ketahui, ibadah haji dan umrah sangat penting bagi
orang yang mmapu, dan akan berdosa apabila sudah mampu tetapi masih
tidak melakukan kewajiban untuk naik haji ke baitullah, sehingga penyusun
merumuskan masalah ini apa hikmahnya ibadah haji dan umrah bagi umat
manusia yang melaksnakannya ? dan apa kewajiban haji dan umrah,
manasik haji dan umrah serta bagaimana cara melaksanakan haji dan umrah
bagi orang yang mampu ?
Oleh karena itu di dalam pembahasan Makalah ini penyusun hanya
akan membahas masalah “Ibdah Haji dan dan Umrah”.

C. Tujuan Pembuatan Makalah


Adapun yang menjadi tujuan dari pada pembuatan makalah yaitu
sebagai berikut :
1. dapat mengetahui bagaimana cara mau naik haji dan umra, apa
kewajiban haji dan umrah, apa manasik haji dan umrah serta apa
hikamn dan manfaat naik haji dan umrah dalam kehidupan sehari –
hari.
2. Untuk menambah wawasan. Tentang ibadah haji dan umrah
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mencari sumber-sumber yang berhubungan dengan materi Ibdah haji
dan umrah.
2. Pendekatan keperpustakaan sebagai upaya pemantapan naskah penulis
makalah.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang digunakan dalam penulisan makalah ini
adalah :
Kata Pengantar Yang memuat ucapan terima kasih kepada pihak yang
telah memberi motivasi
Daftar isi Yang meliputi rangkuman pokok bahasan yang
diuraikan dalam makalah ini.
Bab I Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
alasan pemilihan judul, tujuan pembuatan makalah,
pembahasan masalah, metode penulisan dan sistematika
penulisan
Bab II Studi tentang Ibdah haji dan umarah yang meliputi
kewajiban haji dan umrah, manasik haji, hikmah haji
dan umrah dan melaksanakan haji dan umrah jika
mampu.
Bab III Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
IBADAH HAJI DAN UMRAH

A. Kewajiban Haji Dan Umrah


Sejak tahun ke- 6 Hijriyah, ibadah haji resmi menjadi kewajiban umat
islam. Penetapan kewajiban ini terjadi setelah turunnya ayat. Dan
sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah. (QS. Al-Baqarah : 196).
Kata haji berasal dari bahasa arab yang berarti menyengaja, menuju
suatu tempat, mengunjunginya secara berulang-ulang. Begitu juga dengan
umrah, yang juga dapat berbarti mengunjungi atau menuju suatu tempat.
Sedang menurut istilah syara’ haji dan umrah berarti “menyengaja
mengunjungi ka’bah dengan niat untuk beribadah pada waktu tertentu,
dengan syarat-syarat tertentu dan tata cara tertentu.” Pengertian ini erat
keitannya dengan segala ketetntuan haji yang sifatnya pekerjaan fisik,
berbentuk “bepergian beribadat” ke mekkah. Hampir seluruh bentuk
bepergian beribadat tersebut dipaksakan , atau disengajakan, seperti
melakukan thawaf, sa’i, wukuf di arafah atau mabit di Mina.
Yang dimaksud “mampu” dalam pelaksanaan ibadah haji, di samping
mampu secara fisik (tidak sakit, dewasa, dan sebagainya), juga paling
penting adalah mampu menanggulangi kebutuhan biaya perjalanannya.
Kewajiban ini pun masih ditentukan pula oleh kondisi keamanan di
perjalanan dan kemampuan penampungan (kuota) tempat berhaji. Dasar
hukum tentang kewajiban haji ini adalah firman Allah SWT yang artinya :
Dan karena Allah, diwajibkan atas manusia melakukan ibadah haji ke
Baitullah, bagi yang mampu melaksanakannya. (Q.s. Ali Imran : 97).

B. Manasik Haji Dan Umrah


1. Tata Urutan Pelaksanaan Haji Dan Umrah
Bagi yang hendak melaksanakan ibadah haji atau umrah di
makkah Al-Mukarramah, ia akan mengerjakan hal-hal rukniyah secara
berurutan, yaitu :
a. Pada tanggal 8 dzulhijah (hari tarwiyah) jamaah haji dimulai
ihram dengan berniat haji, ihram tersebut dilaksanakan sejak
dari miqat (makkah atau dari mana saja jamaah haji tinggal di
daerah haram). Selanjutnya bersiap diri menuju mina. Hingga di
sana mereka diharuskan bermalam. Batas terakhir berada di
mina adalah sampai matahari terbit yaitu waktu pagi-pagi hari
berikutnya (tanggal 9 Dzulhijah) kurang lebih jam sembilan.
b. Pada tanggal 9 Dzulhijah setelah matahari terbit ini, jamaah haji
selanjutnya berangkat menuju Arafah untuk berwukuf (berhenti,
“tinggal di sana”) hingga matahari terbenam. Dalam istilah fiqih
hari inilah yang dikenal dengan sebutan hari Arafah.
c. Pada tanggal 9 Dzulhijah seteah matahri terbenam, jamaah haji
mulai meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah. Di sini mereka
harus melaksanakan shalat Magrib dan Isya’ secara jamak
ta’khir, bermalam sampai datangnya waktu shalat Shubuh dan
mengerjakannya. Jamaah haji selanjutnya bersiap-siap untuk
berangkat ke Mina.
d. Sebelum matahari terbit pada tanggal 10 Dzulhijah (tepat pada
hari raya idul Adha) ini, jamaah haji hendaknya sudah berada di
Mina. Karena itu bagi mereka yang lemah seperti anak-anak dan
orang-orang lanjut usia dibolehkan meninggalkan Muzdalifah
sejak tengah malam. Di mina inilah jamaah haji diwajibkan
melakukan jumrah aqadah, menyembelih qurban (bagi yang haji
tamattu’ dan qiran) dan memotong rambut. Hingga di sini
jamaah haji berarti sudah melaksanakan tahalul pertama.
e. Selanjutnya jamaah haji menuju makkah untuk melakukan
thawaf (ifadah) dan sa’i
f. Kemudian jamaah haji kembali lagi ke Mina, lantas bermalam di
sana pada malam sebelas dan dua belas Zulhijah, dan sepanjang
mabit mereka diperintahkan dalam setiap harinya melempar tiga
jumrah.
g. Dengan tertibnya melaksanakan urutan rukun-rukun haji di atas
selesailah pelaksanaan ibadah haji.

Dalam pelaksanaan ibadah haji dikenal ada tiga cara haji yaitu
haji ifrad, tamattu dan qiran. Mereka yang menunaikan ibadah haji
diperbolehkan memilih salah satu dari ketiga cara tersebut. Dasar
hukum tata cara pelaksanaan haji ini adalah sabda Nabi saw yang
artinya :
Dari aisyahra berkata : “kami berangkat haji bersama
rasulullah saw dalam haji wada’, di antara kami ada yang
melakukan ihram umrah, ada pula yang melakukan ihram untuk
haji dan umrah, dan ada pula yang berihram untuk haji.
Sedangkan rasulullah saw berihram untuk haji. Orang yang
melakukan ihram untuk haji, atau untuk haji bersama-sama
umrah tidak melakukan tahalul sampai selesai pada hari
nahar.” (HR. Ahmad Bukhori Muslim dan Malik).

2. Tiga Cara Berhaji


Untuk memahami ketiga cara berhaji ini lebih lanjut, diuraikan
penjelasan masing-masing secara singkat.
a. Haji Ifrad
Haji Ifrad artinya haji yang disendirikan (atau umrah yang
disendirikan). Keduanya dilaksanakan secara terpisah, tetai haji
dilaksanakan lebih dahulu. Pada saat ihram, jamaah haji yang
berhaji secara ifrad hendaknya berniat dengan “labbaikallah
bihajjin” (ya Allah, saya berniat haji). Dan selama ihram pula
hendaknya seluruh ketentuan haji dilakukan, kecuali setelah
selesai melaksanakan haji ifrad ini, jamaah diperkenankan
melaksanakan umrah.
b. Haji Tamattu’
Haji tamattu’ ialah cara melaksanakan ibadah haji secara
terpisah dengan umrah. Sesuai dengan arti kata tamattu’ yaitu
bersenang-senang atau bersantai, maka pelaksanaan ibadah haji
dengan cara ini pun bersantai, yakni bersenggang waktu cukup
lama antara umrah dan haji. Dalam haji tamattu’ ini umrah lebih
didahulukan. Niat yang dilafadkan adalah “labbaika bi umratin”
(Ya Allah, saya berniat umrah).
Setelah itu jamaah haji tamattu’ menuju ke mekah untuk
melakukan thawaf, sa’i dan memotong rambut. Hingga di sini
mereka berarti telah bertahallul. Mereka melepas pakaian ihram
dan otomatis semua larangan ketika berihram sudah bebas
dikerjakan seperti biasa. Hal ini berlaku sampai tiba waktu
ibadah haji. Adapun bila saat haji tiba, maka mereka harus
berihram kembali dari makkah.
c. Haji Qiran
Arti qiran adalah menggabung, membersamakan, dalam
hal ini membersamakan berihram untuk melaksanakan haji dan
umrah secara seklaigus. Ketika bertalbiyah pelaku haji qiran
mengucapkan “labbaikan bihajin wa umratin” (ya Allah, saya
berniat haji dan umrah). Hal ini diucapkannya ketika berada di
miqat.
Sepanjang berihram hendaknya seluruh ketetapan umrah
dan haji diselesaikan hingga bertahalul dengan memotong
rambut setelah jumrah aqabah.

Dari tiga pembahasan tentang cara berhaji ini tentu muncul


pertanyaan, mana yang lebih utama ? Para sahabat dan jumhur ulama
sepakat, bahwa haji ifrad lebih utama. Setelah itu baru tamattu’ dan
qiran. Setelah Rasulullah saw wafat, para khulafaurrasyidin selalu
melakukan haji ifrad.

3. Pelaksanaan Umrah Di Luar Musim Haji


Umrah berasal dari kata arab “I’timar” yang berarti ziarah atau
berkunjung. Umrah dapat dilakukan sewaktu-waktu, sepanjang tahun,
dan sangat utama dikerjakan pada bulan ramadhan dan bualn – bulan
haji (seperti syawal, zulqa’dah dan dzulhijjah). Daalam fiqih, umrah
dikategorikan dalam kerangka hukum fardhu ‘ain, yaitu peribadatan
yang wajib dilaksanakan oleh setiap mukallaf meski satu kali dalam
seumur hidup seperti halnya haji. Dasar hukum perwajibannya adalah
firman Allah SWT yang artinya :
Sempurnakan oleh kamu haji dan umrah karena Alla. (Qs. Al-
Baqarah : 196)

Syarat, rukun dan wajib umrah sama dengan syarat-syarat,


rukun dan wajib haji. Demikian juga tentang larangan-lrangannya.
Hanya pada umrah tidak ada pelaksanaan wuquf di arafah, tidak
ada mabit di muzdalifah dan tidak ada lontar jumrah. Beberapa
perbuatan yang dilakukan saat berumrah adalah thawaf, sa’i dan
memotong rambut, dengan terlebih dahulu diawali oleh ihram umrah
dan miqat sebelumnya. Semuanya dilaksanakan secara tertib.
Banyak sekali hadits nabi yang mendorong umatnya untuk
mengerjakan umrah, misalnya yang menyatakan bahwa, “umrah di
dalam bulan ramadhan sangan dengan haji”. Atau hadits lainnya yang
artinya :
Dari abu huraiarah ra bahwasanya rasulullah saw bersabda :
“Umrah ke umrah menjadi enebus apa-apa di antara keduanya,
dan tiada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga”. (HR.
Bukhari-muslim).

Demikian besarnya manfaat umrah bagi kehidupan rohani kita,


maka tidak heran bila kita menjumpai kebiasaan penyelenggaraan
ibadah umrah di luar bulan (musim) haji.
Secara historis sebenarnya umrah di luar musim haji biasa
dilakukan oleh para sahabat. Misalnya, siti ‘aisyah berumrah tiga kali
dalam satu tahun, umar ra melakukan umrah pada bulan syawal dan
kembali ke madinah tanpa melakukan ibadah haji. Nabi sendiri,
menurut riwayat ibnu abbas melakukan umrah empat kami, yaitu
umrah hudaibiyah, umrah wadha. Umrah dari ji’ranah, dan umrah
yang dilakukan bersama dengan haji beliau.
4. Kedudukan Berhaji Setelah Berumurah Di Luar Musim Haji
Perbedaan-perbedaan antara ibadah haji dan umrah bagaimana
telah dikemukakakn di atas melandasi cara berfikir pemisahan dua
hukum umrah dan haji ini. Artinya, bahwa umrah bisa berdiri sendiri
sebagai satu bentuk ibadah tanpa harus selalu dikaitkan dengan haji.
Karena itu, umrah yang telah kita lakukan berbeda waktu (tepatnya,
tahun pelaksanaan) sebelum berhaji, adalah umrah saja, dan tidak ada
pengaruhnya bagi pelksanaan haji sesudahnya.
Adapun hukum dan nilai umrah yang selalu terkait dengan
pelaksanaan ibadah haji adalah umrah yang dilaksanakan dalam tahun
pelaksanaan yang sama, sepert hubungan pelaksanaan umrah dan haji
pada tiga cara berihram di atas, yaitu haji ifrad, tamattu dan qiran.
Ketiga cara berhaji itu mendudukkan umrah sebagai faktor pelengkap
pelaksanaan ibadah haji. Maka sangat mustahi melakukan haji tanpa
mengerjakan umrah. Dalam ibadah haji, umrah dan haji merupakan
satu kesatuan.
Bahkan untuk menyatukan perbedaan umrah umrah dan haji
kenyataan bahwa para jumaah haji pada umumnya, setelah selesai
melaksanakan umrah untuk berhaji, mereka juga melakukan umrah di
luar ibadah haji. Hal ini sama dengan orang yang melaksanakan
umrah di luar musim haji. Jadi menunaikan haji setelah umrah di luar
musim haji tetap wajib hukumnya. Umrah itu tidak berpengaruh pada
haji yang akan dilaksanakannya, di antaranya karena niat umrah di
luar musim haji tidak bisa dijadikan syarat sah haji berikutnya.

5. Prosedur Pelaksanaan Ibadah Haji Di Indonesia


Prosedur pelaksanaan ibadah haji pada setiap negara berbeda,
tergantung pada kebijakan pemerintah terhadap sektor keagamaan
yang diberikan. Bagi jamaah haji indonesia, prosedur pelaksanaan haji
ini selalu berkembang semakin baik. Sejak era pra kemerdekaan
(zaman kolonial tahun 1945), yang membatasi keberangkatan haji
masyarakat karena dicurigai akan membawa pengaruh pada gerakan
keagamaan sesudahnya era awal kemerdekaan (1945 – 1960-an), yang
merupakan masa konsolidasi dan penataan prosedur pemberangkatan
haji, di mana kemudahan-kemudahan administrasi, teknis dan fasilitas
terus ditingkatkan dan era pembangunan (1960-an hingga sekarang)
yang telah berhasil merumuskan prosedur penerangan, rekruitmen,
pendaftaran, pendataan, pemberangkatan, pelayanan dan pemulangan
jamaah haji secara terarah dan sistematis. Di samping kemudahan
pelayanan administrasi, juga penambahan fasilitas yang semakin
berkualitas.
Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan ibadah haji ini, calon
haji akan memperoleh penerangan dari departemen agama melalui
bidang atau pembimbingan urusan haji daerah tingkat II / kabupaten.
Penerangan yang diberikan meliputi berbagai aspek yang berkaitan
langsung dengan pemberangkatan calon haji, seperti besarnya ONH
(ongkos naik haji), cara penyetorannya, pendaftaran, tes kesehatan,
penataran calon haji, pengelompokkan, panggilan keberangkatan,
pengasramaan, pemulangan dan sebagainya.

Adapun tahapan-tahapannya secara rinci sebagai berikut :


a. Menjelang pendaftaram calon jamaah haji, pemerintah
mengumumkan besarnya ONH.
b. Setiap peserta diperiksa kesehatannya, baik jasmani maupun
rohani.
c. Kemudian menyetorkan ONH ke bank-bank yang membuka
penerimaan ONH
d. Paling lambat 10 hari setelah penyetoran ONH, calon haji
mendaftarkan diri kepada bupati / wali kota / kstaf urusan haji
setempat dengan membawa tanda bukti ONH, surat keterangan
dokter, pas photo 3 x 4 sebanyak 15 lembar dan ukuran 6 x 6
sebanyak 2 lembar.
e. Setelah itu, calon jamaah haji akan menerima :
1) Buku tuntunan manasik haji
2) Petunjuk perjalanan haji dan ziarah ke tanah suci
3) Petunjuk bergambar perjalanan haji di indonesia
4) Doa-doa manasik haji
f. Sambil menunggu pemberangkatan, diadakan penataran calon
haji
g. Kemudian dibentuk pengelompokkan jamaah, seperti regu
kelompok terbang (kloter)
h. Mendapat panggilan untuk masuk asrama embarkasi
i. Pemeriksaan kembali kesehatan dan diberi dokumentasi
perjalanan haji dan living cost (biaya hidup)
j. Pemberangkatan
Guna memudahkan pelaksanaan haji, pemerintah
membentuk petugas-petugas haji, seperti TPHI (team petugas
haji indonesia), TKHI (team kesehatana haji internasional),
TPIH (team pembimbing ibadah haji) dan PPH ( pas perjalanan
haji). Hingga tahun 1995 pelaksanaan prosedur pemberangkatan
haji telah diuji kekurangan dan kelebihannya. Namun demikian,
pemerintah telah berusaha dengan maksimal untuk melayani
masyarakat yang hendak melaksanakan haji.

C. Hikmah Haji Dan Umrah


Ibadah haji yang dilaksanak setiap tahun di makkah al-mukarramah
itu, menurut ali syariati – cendikiawan muslim berkembangsaan iran –
merupakan doktrin islam yang praktis teoritis yang diterima oleh berjuta-
juta umat islam ari berbagai penjuru dunia. Pada saat berlangsungnya ibadah
haji mereka mepelajari hakikat ajaran islam mengenai persatuan, persamaan,
perhatian terhadap nasib bangsa seagama dan sebagainya. Informasi dan
pengetahuan yang mereka terima tersebut pada dilirannya harus mampu
menerangi masyarakat lainnya yang tidak memiliki kesempatan menunaikan
ibadah haji.
Ungkapan Ali Syariati tersebut mengajak kepada kita untuk menggali
hikmah yang terkandung oleh perintah melaksanakan ibadah haji ini. Dapat
dipastikan bahwa ibadah haji memiliki dua dimensi nilai.
Pertama, ibadah haji sebagai ibadah perorangan yang mendidik
pribadi pelakunya meningkatkan nilai ketaatan pada agamanya.
Kedua, ibadah haji sebagai ibadah yang dilakukan berjamaah (secara
massif) akan memiliki nilai-nilai kemasyarakatan bahkan kebangsaan yang
dapat meningkatkan kehramonisan dan kemajuan hidup bermsayarakat /
berbangsa. Dua dimensi nilai ajaran atau hikmah pelaksanaan ibadah haji ini
lebih lanjut di jabarkan sebagai berikut :
1. Hikmah Haji Dan Umrah Bagi Pelakunya
Bagi seorang individu muslim yang telah melaksanakan ibadah
haji, akan memperoleh hikmah :

a. Meningkatkan nilai keteguhan dan keyakinan terhadap


keberadaan dan keagungan Allah SWT sebab pelaksanaan
ibadah haji / umrah sangat mengutamakan keikhlasan,
ketawaduan dan kekhusyukan.

b. Memperkuat ketahanan fisik (jasmani) dan ketahanan mental


(rohaniyah) serta meningkatkan pengendalian keseimbangannya.
Sebab ibadah haji hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang
sehat jasmani dan rohani. Ketika haji berlangsung, ajaran
syariah memberikan batasan-batasan kebolehan dan larangan
terhadap perbuatan para pelaku haji. Bila kemampuan
pengendalian kurang kuat, besar kemungkinan hajinya cacat.

c. Meningkatnya semangat berkorban, karena ibadah haji memang


membutuhkan pengorbanan sejak awal, baik biaya, waktu,
tenaga dan sebagainya.

d. Meningkatnya keampuan psikologis terhadap setiap penderitaan


yang dialami oleh siapa pun secara pribadi maupun kelompok.
Sebab ketika berhaji, penderitaan (kesulitan) yang sifatnya
pribadi hendaknya mampu dipecahkan secara pribadi pula,
tetapi terkadang menjumpai penderitaan orang lain yang
membutuhkan pertolongan kita.

e. Tergalinya nilai kebersamaan dan kesederajatan sesama manusia


secara sosial, karena ketika berihram pakaian yang dikenakan
seragam. Perbedaan tingkatan kemuliaan hanya ditentukan oleh
kemampuannya memperoleh derajat takwa di hadapan Allag
SWT.

f. Membangkitkan nilai tanggung jawab, karena berhaji / umrah


secara batiniyah menunjukkan nilai-nilai tanggung jawab
pribadi saat berprlaku di hadapan kelompok besar jamaah haji
lainnya/ lebih utama lagi ketika harus mengakui kekecilan
dirinya di hadapan Allah SWT di depan Ka’bah
.
2. Hikmah Haji Dan Umrah Bagi Masyarakat Umum

Adapaun keuntungan atau himah melaksanakan ibadah haji bagi


masyarakat pada umumnya, adalah :

a. Melalui ibadah haji atau umrah, umat islam disegenap penjuru


dunia dapat mengadakan silaturahim. Hal ini memudahkan
tercapainya ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah
sesama muslim dari berbagai bangsa di dunia.

b. Ibadah haji atau umrah dapat dijadikan sebagai suatu standar


internasional keberhasilan atau kegagalan dakwah islamiyah
yang dilakukan oleh berbagai organisasi dakwah di dunia.
Melalui ibadah haji atau umrah ini dapat diketahui nilai keluasan
dan pengalaan ajaran-ajaran keagamaan dari setiap pelaku haji.

c. Memontum yang dapat dijadikan sebagai inspirasi terjalinnya


kerja sama antar bangsa-bangsa muslin se dunia bagi perjuangan
dalam meraih kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia.

d. Peristiwa yangd apat mempertemukan pada pemikir,


cendikiawan dan ulama dari berbgaai penjuru dunia untuk saling
mengkomunikasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi masing-masing bangsanya.

e. Dalam konteks bangsa tertentu seperti indonesia, ibadah haji dan


umrah dapat menumbuhkan semangat keagamaan dalam
kehidupan masyarakat scara umum. Mereka yang telah berhaji
oleh masyarakat sendiri seringkali dijadikan sebagai orang yang
patut dijadikan panutan dan tokoh.

f. Pendapatan dari pengelolaan secara produktif terhadap dana


tabungan haji telah ikut menumbuhkan tingkat perekonomian
dan kesejahteraan rakyat secara langsung. Hal ini sudah
dibuktikan di negara kita.

g. Semangat untuk berhaji atau berumrah yang membutuhkan


penyediaan dana yang tidak sedikit, secara pasti ikut membentuk
etos kerja masyarakat dalam budaya economic minded yang
sehat.

D. Melaksanakan Haji Dan Umrah Jika Mampu

Melaksanakan ibadah haji itu wajib hukumnya bagi yang mampu,


sebagaimana dijelaskan di dalam Qs. Ali Imran : 97, yang artinya : Jika
seorang muslim yang sudah mampu dan punya kesempatan, lalu tidak
segera menunaikan ibadah haji, maka hukumnya adalah dosa. Bahkan
rasulullah saw. Pernah memperingatkan kita dalam haditsnya yang artinya
“Siapa yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat menyampaikannya
pergi haji ke baitullah, kemudian ia tidak segera berhaji, maka tidak ada
halangan bagianya untuk mati dalam keadaan yahudi atau nasrani.” HR.
Turmudzi dan nasai dai Ali bin Abi thalib).

Sesungguhnya wajib haji dan umrah itu hanya satu kali seumur hidup
atas orang-orang yang mampu. Maka siapa yang mati atau lumpuh dan tidak
dapat menunaikan ibadah haji setelah ia mampu dan sempat, maka ia mati
dalam kefasikan. Demikian pula yang lumpuh, hingga ia dihajikan oleh
orang lain.
Imam Al-Ghazali mengatakan : “Siapa yang telah mampu berhaji.
Lalu menunda-nunda hingga pailit, maka harus berusaha meminta zakat /
shadaqah untuk berhaji. Jika tidak, maka ia mati dalam keadaan berdosa /
maksiat.”
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata haji berasal dari
bahasa arab yang berarti menyengaja, menuju suatu tempat,
mengunjunginya secara berulang-ulang. Begitu juga dengan umrah, yang
juga dapat berbarti mengunjungi atau menuju suatu tempat. Sedang menurut
istilah syara’ haji dan umrah berarti “menyengaja mengunjungi ka’bah
dengan niat untuk beribadah pada waktu tertentu, dengan syarat-syarat
tertentu dan tata cara tertentu.” Pengertian ini erat keitannya dengan segala
ketetntuan haji yang sifatnya pekerjaan fisik, berbentuk “bepergian
beribadat” ke mekkah. Hampir seluruh bentuk bepergian beribadat tersebut
dipaksakan , atau disengajakan, seperti melakukan thawaf, sa’i, wukuf di
arafah atau mabit di Mina.

Saran
Dari penjelasan di atas penyusun menyarankan kepada orang yang
sudah mmapu untuk naik haji maka laksanakan ibadah haji dan umrah ke
baitullah. Dan jika mau melaksanakannya kita harus tahu dahulu kewajiban-
kewajiban haji dan umrah serta bagaimana manasik haji dan umrah.

Anda mungkin juga menyukai