Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN


TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA
6-12 TAHUN DI SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-C) TULUNGAGUNG

Oleh:

YOSHITA EKA PERMATASARI


NIM. A2R16050

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH SARJANA ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2020
SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN


TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA
6-12 TAHUN DI SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-C) TULUNGAGUNG

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Pada Pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
“Hutama Abdi Husada”
Tulungagung

Oleh :

YOSHITA EKA PERMATASARI


NIM. A2R16050

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH SARJANA ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2020
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : YOSHITA EKA PERMATASARI
NIM : A2R16050
Tempat tanggal lahir : Tulungagung, 15 Juni 1997
Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
“Hutama Abdi Husada” Tulungagung

Menyatakan bahwa skripsi : “HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA


DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA 6-12 TAHUN DI
SEKOLAH LUAR BIASA (SLB-C) TULUNGAGUNG”, adalah bukan skripsi
orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang
telah disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan apabila
ternyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.

Tulungagung, Agustus 2020


Yang menyatakan,

YOSHITA EKA PERMATASARI


NIM. A2R16050
MOTTO

“ Jangan Terlalu Ambil Hati Dengan Ucapan

Seseorang, Kadang Manusia Punya Mulut Tapi

Belum Tentu Punya Pikiran “


PERSEMBAHAN

Untuk semua orang yang aku sayangi ( ayah,

ibu, dan semua orang yang menyayangiku )

Terimakasih atas bantuan, doa dan motivasi

yang telah diberikan 

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Alloh SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang

berjudul “Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Tingkat Kemandirian Anak

Autis Usia 6-12 Tahun di Sekolah Luar Biasa Tulungagung”.

Dalam penulisan Skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak, hingga akhirnya Skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Yitno, S.K.P, M.Pd., selaku Ketua STIKes “Hutama Abdi Husada”

Tulungagung.

2. Ibu Evi Tunjung F, S.Kep, Ns, M.Kep., Sp.Kep.J. selaku Ketua Program Studi

sarjan Ilmu Keperawatan STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung yang

telah memberi arahan dan bimbingan selama pembuatan Skripsi ini.

3. Bapak Lasman, S.Kep, Ners, M.Kep., selaku pembimbing I skripsi ini yang

telah sabar dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi..

4. Ibu Dr. Ketjuk Herminaju, SST, S.Pd, MM, selaku pembimbing II yang telah

sabar dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi.

5. Bapak/Ibu Dosen pengajar STIKes “Hutama Abdi Husada” Tulungagung yang

telah memberikan bimbingan, pertimbangan, serta pengarahan selama peneliti

mengikuti pendidikan.
6. Kepada kedua orang tua tercinta yang telah memberi dukungan dan dorongan

baik material maupun moril selama penyusunan Skripsi ini.

7. Kepada Kepala Sekolah SLB-C Tulungagung yang telah memberikan izin

dalam melaksanakan pengambilan data penelitian.

8. Kepada Pihak Perpustakaan STIKes Hutama Abdi Husada yang telah

mempermudah peminjaman buku reverensi dalam penulisan ini.

9. Kepada responden yang telah bersedia bekerja sama dalam penyelesaian

skripsi ini.

10. Teman-teman Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan STIKes Hutama Abdi

Husada yang telah memberikan semangat, yang tidak bisa penulis ungkapkan

satu persatu. Serta berbagai pihak yang telah membantu selama proses

penyusunan Skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini, masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari

berbagai pihak dan semoga Skripsi ini bermanfaat. Amin.

Tulungagung, 07 Agustus 2020

Yoshita Eka Permatasari


Permatasari, Yoshita Eka. NIM. A2R16050. Hubungan Pola Asuh Keluarga
dengan Tingkat Kemandirian Anak Autis Usia 6-12 tahun di Sekolah Luar Biasa
(SLB-C) Tulungagung. Skripsi, Pembimbing I : Lasman, S.Kep, Ners, M.Kep.,
Pembimbing II : Dr. Ketjuk Herminaju, SST, S.Pd, MM. Program Studi S1
Keperawatan STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung.

ABSTRAK

Pola asuh orang tua sangatlah penting, terlebih dalam memberikan perhatian
kepada anak-anaknya. Akan tetapi perhatian yang diberikan kepada anak
berkebutuhan khsusus bukan sikap untuk memanjakan anak, melainkan perhatian
yang cukup untuk melatih dan mengembangkan kemandirian anak. Tujuan
penelitian mengetahui hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian
anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung tahun 2020.
Penelitian dilakukan tanggal 2-7 Maret 2020. Penelitian metode analitik
cross sectional. Populasi penelitian seluruh ibu dan anak autis yang sekolah di
SLB Kabupaten Tulungagung sebanyak 135 ibu dan anak, sampel diambil dengan
teknik Purposive sampling sejumlah 32 orang. Variabel bebas pola asuh keluarga,
variabel terikat kemandirian anak autis. Data diolah dengan editing, coding,
scoring dan tabulating, kemudian dianalisis menggunakan uji spearma rho dengan
program SPSS.
Hasil penelitian didapatkan sebagian besar dari keluarga mempunyai pola
asuh demokrasi terhadap anaknya yaitu sebanyak 21 responden (65,6%), sebagian
anak autis usia 6-12 tahun besar mandiri, yaitu sebanyak 23 responden (71,9%).
Hasil uji statistik speraman rho didapatkan P Value= 0,000 < 0,05, sehingga H0
ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat
kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung Tahun 2020.
Cara mengasuh orang tua terhadap anak dengan mempertimbangkan
keinginan anak saya sebelum memintanya melakukan sesuatu, mendorong anak
untuk berbicara mengenai perasaan dan masalah-masalahnya, pertimbangkan
pilihan anak dalam merencanakan sesuatu untuk keluarga (misalnya berakhir-
pekan, liburan), memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan, menghibur dan menunjukkan pengertian bila anak
bingung atau marah, meluangkan waktu dengan suasana hangat dan akrab dengan
anak.

Kata Kunci: Pola asuh keluarga, Kemandirian anak autis usia 6-12 tahun
Permatasari, Yoshita Eka. NIM A2R16050. Relationship of Family Parenting
with the Level of Independence of Autistic Children Age 6-12 years in
Tulungagung Extraordinary School (SLB-C). Thesis, Supervisor I: Lasman,
S.Kep, Ners, M.Kep., Supervisor II: Dr. Ketjuk Herminaju, SST, S.Pd, MM.
Nursing S1 Study Program STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung.

ABSTRACT

Parenting is very important, especially in paying attention to their children.


However, the attention given to children with special needs is not an attitude to
pamper children, but enough attention to train and develop children's
independence. The purpose of this study was to determine the relationship of
family parenting to the level of independence of autistic children aged 6-12 years
at SLB-C Tulungagung in 2020.
The study was conducted on 2-7 March 2020. The research was cross
sectional analytic method. The study population of all autistic mothers and
children attending school in SLB Tulungagung Regency was 135 mothers and
children, samples were taken by purposive sampling technique of 32 people. The
independent variable is family parenting, the dependent variable is autism
children independence. Data is processed by editing, coding, scoring and
tabulating, then analyzed using the spearma rho test with the SPSS program.
The results showed that most of the families have a democratic upbringing
to their children as many as 21 respondents (65.6%), most autistic children aged
6-12 years are mostly independent, as many as 23 respondents (71.9%). The
statistical test results obtained by Speraman rho P Value = 0,000 <0.05, so H0 is
rejected and H1 is accepted, meaning that there is a relationship between family
parenting to the level of independence of autistic children aged 6-12 years in
SLB-C Tulungagung 2020.
How to take care of parents of children by considering the wishes of my
child before asking him to do something, encouraging children to talk about
feelings and problems, consider the child's choices in planning something for the
family (for example, weekends, holidays), giving freedom to children to choose
and take action, entertain and show understanding when children are confused or
angry, spending time in a warm and friendly atmosphere with children.

Keywords: Family care patterns, Independence of autistic children aged 6-12


years
DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan................................................................................................... i
Sampul Dalam.................................................................................................. ii
Lembar Pernyataan........................................................................................... iii
Lembar Persetujuan.......................................................................................... iv
Lembar Pengesahan.......................................................................................... v
Kata Pengantar.................................................................................................. vi
Motto................................................................................................................. vi
Persembahan..................................................................................................... vii
Kata Pengantar.................................................................................................. viii
Abstrak.............................................................................................................. x
Abstract............................................................................................................. xi
Daftar Isi........................................................................................................... xii
Daftar Tabel...................................................................................................... xiv
Daftar Bagan..................................................................................................... xv
Daftar Diagram................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran................................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
A. Konsep Pola Asuh Keluarga............................................................ 6
1. Pengertian Pola Asuh................................................................... 6
2. Tipe-tipe Pola Asuh...................................................................... 7
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua.......... 10
B. Konsep Kemandirian Anak.............................................................. 13
1. Pengertian Kemandirian............................................................... 13
2. Perkembangan Kemandirian........................................................ 14
3. Ciri-ciri Kemandirian................................................................... 15
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian....................... 18
C. Konsep Autis.................................................................................... 23
1. Pengertian Anak Autis................................................................. 23
2. Karakteristik Anak Autis............................................................. 24
3. Penyebab Autis............................................................................ 26
D. Kerangka Konsep............................................................................. 28
E. Hipotesis Penelitian.......................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 30
A. Desain Penelitian............................................................................... 30
B. Kerangka Kerja.................................................................................. 31
C. Populasi, Sampeldan Sampling......................................................... 32
D. Identifikasi Variabel.......................................................................... 34
E. Definisi Operasional Variabel........................................................... 35
F. Pengumpulandan Analisa Data.......................................................... 36
G. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 41
H. Etika Penelitian.................................................................................. 41
I. Keterbatasan Penelitian...................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Umum..................................................................................... 44
1. Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan....................... 44
2. Karakteristik orang tua berdasarkan pekerjaan.......................... 44
3. Karakteristik Responden berdasarkan urutan anak autis........... 45
4. Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin anak autis
...................................................................................................
...................................................................................................
46
B. Data Khusus..................................................................................... 46
1. Pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung

46
2. Tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung

48
C. Hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak
autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

49
BAB V PEMBAHASAN
A. Pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung
........................................................................................................
........................................................................................................
51
B. Tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung
........................................................................................................
........................................................................................................
53
C. Hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak
autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung
........................................................................................................
........................................................................................................
55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
........................................................................................................
........................................................................................................
58
B. Saran
........................................................................................................
........................................................................................................
58

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi operasional.........................................................................

35

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun
di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020................
46

Tabel 4.2 Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pendidikan orang tua
di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020................
47

Tabel 4.3 Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pekerjaan orang tua di
SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020....................
47

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat kemandirian anak autis usia 6-12
tahun di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020......
48

Tabel 4.5 Tabulasi silang urutan posiis anak dengan kemandirian di SLB-C
Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020.................................
48

Tabel 4.6 Tabulasi silang jenis kelamin dengan kemandirian di SLB-C


Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020.................................
48

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi hubungan pola asuh keluarga terhadap


tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020.................................
49
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka konsep............................................................................


28
Bagan 3.2 Kerangka Kerja..............................................................................
31
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan di SLB-C


Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020............................
44

Diagram 4.2 Karakteristik orang tua berdasarkan pekerjaan di SLB-C


Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020............................
44

Diagram 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan urutan anak autis


di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020............
45

Diagram 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin anak


autis di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020...
46
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent


Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Rekapitulasi Data Umum Penelitian
Lampiran 4 Rekapitulasi Data Pola Asuh
Lampiran 5 Rekapitulasi Data Kemandirian
Lampiran 6 Hasil Analisis SPSS
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 8 Surat Perizinan Penelitian
Lampiran 9 Plan of action
Lampiran 10 Lembar Konsultasi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah anak autis dalam kehidupan sehari-hari yaitu

kurangnya kemampuan kemandirian dalam melakukaan kegiatan sehari-hari.

Kemandirian merupakan kemampuan individu dalam mengatur dan

mengendalikan pikiran, perasaan serta sikapnya yang dimiliki selama

perkembangan secara kumulatif, dengan kata lain individu akan terus menerus

belajar untuk mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungannya

hingga akhirnya ia akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan

menggunakan kemandiriannya (Desmita, 2011: 185).

Peran orang tua sangat penting dalam kehidupan sehari-hari peran

orang tua sangat penting bagi anak, karena orang tua merupakan pendidik

utama bagi anak-anak di rumah. Oleh karena itu, selama di rumah pola asuh

orang tua sangatlah penting, terlebih dalam memberikan perhatian kepada

anak-anaknya. Akan tetapi perhatian yang diberikan kepada anak

berkebutuhan khsusus bukan sikap untuk memanjakan anak, melainkan

perhatian yang cukup untuk melatih dan mengembangkan kemandirian anak.

Prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut data Center

for Disease Control (CDC) tahun 2016 adalah 1 dari 68 anak (14,7 per 1.000

anak usia delapan tahun). Pada tahun 2017 yaitu 1 dari 88 anak (11,3 per

1.000 anak usia delapan tahun) (CDC, 2018). Di Indonesia jumlah anak

berkebutuhan khusus menurut Susenas tahun 2017 adalah 2,45% (472.135

1
2

anak). Dari data tersebut penyandang disabilitas terbanyak adalah anak autis

yang mengalami keterbatasan mental, yaitu sebesar 39,97% (188.712),

(Susenas, 2018). Sementara di provinsi Jawa Timur, data terakhir Dinas Sosial

tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Jawa

Timur sebesar 47.286 jiwa yang tersebar di 38 Kabupaten dan Kota, atau

sekitar 49% dari total penyandang disabilitas di Jawa Timur pada tahun yang

sama sebesar 95.560 jiwa. (www.kominfo.jatimprov.go.id, 2018). Di SLB-C

Kabupaten Tulungagung terdapat 60 berkebutuhan khusus yang mengalami

autis.

Dampak yang dapat terjadi apabila anak autisme tidak mendapat

penanganan secara dini adalah kondisi autis akan menjadi permanen. Pada

usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap cepat dan mempunyai

keberhasilan yang cukup tinggi terutama bagi anak autisme murni tanpa

penyulit lain. Pada anak yang masih berusia balita, terputusnya proses terapi

selama satu minggu saja sudah menyebabkan kemunduran perilaku yang

sangat banyak (Handojo, 2008). Masalah yang sering muncul meskipun anak

autisme telah mengikuti program terapi di tempat terapi autisme dan mendapat

terapi obato-batan, namun masih ditemukan anak autisme yang tidak

memperoleh kesembuhan secara optimal sehingga belum bisa melakukan

aktivitas secara mandiri. Oleh karena itu tanggung jawab program terapi anak

autisme bukan hanya pada terapis atau dokter, tetapi yang terpenting adalah

asuhan dari orang tua.

Salah satu cara terbaik dalam memberikan pola asuh yang tepat bagi

anak autis yakni dengan memahami keadaan apa-adanya (keadaan positif-


3

negatif anak, maupun kelebihan dan kekurangannya). Dengan memahami

keadaan anak, maka orang tua akan mampu melihat sisi positif dari

keberadaan anak dan mampu bersikap lebih hangat setiap kali berada bersama

anak. Sikap orang tua yang positif biasanya membuat anak lebih bersikap

terbuka akan adanya pengarahan yang diberikan orang tua dan lalu mampu

berkembang kea rah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap orang tua yang

cenderung negative kepada anak biasanya akan menghasilkan anak autis yang

sukar untuk diarahkan, dibina dan dididik yang secara langsung akan

berpengaruh pula pada tingkat kemandirian anak autis (Silfia, 2018).

Orang tua yang cenderung melakukan pola asuh authoritative seperti

memperlakukan anak dengan hangat akan baik pada kemampuan

pengembangan diri anak autis. Orang tua yang menggunakan pola asuh

authoritative memiliki kepercayaan pada kemampuan diri untuk membimbing

anak, tetapi juga menghormati independensi anak dalam hal membuat

keputusan, minat, pendapat dan kepribadian. Pola asuh authoritative sangat

ideal untuk membantu pengembangan diri anak autis, karena orang tua

memiliki kepercayaan pada kemampuan diri untuk membimbing anak,

sehingga orang tua mampu membantu pengembangan diri anak autis dan anak

bisa mandiri (Wulandari, 2017).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan Pola Asuh Keluarga terhadap Tingkat Kemandirian Anak

Autis Usia 6-12 Tahun di SLB-C Tulungagung tahun 2020.


4

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian

anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung tahun 2020?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh

keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-

C Tulungagung tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengidentifiasi pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-

C Tulungagung tahun 2020.

b. Mengidentifiasi tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di

SLB-C Tulungagung tahun 2020.

c. Menganalisis hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung tahun

2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

pendidikan dan pembelajaran bagi peneliti dan masyarakat untuk

mengetahui tentang hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun.


5

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat menambah keilmuan

tentang hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak

autis usia 6-12 tahun. Selanjutnya hal ini dapat menjadi sumber informasi

dan pendidikan pengetahuan dasar dalam pembelajaran bagi perawat

dalam konteks asuhan keperawatan anak, keperawatan keluarga, dan

keperawatan komunitas.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pola Asuh Keluarga

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh yang terdiri dari kata “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “pola” berarti corak, model, sistem,

cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap, sedangkan “asuh” berarti menjaga

(merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih

dsb) supaya dapat berdiri sendiri (orang atau negeri) dan memimpin

(mengepalai, menyelenggarakan) suatu badan kelembagaam. Dalam hal ini

kaya asuh dimaksudkan segala aspek yang berkaitan dengan merawat,

mendidik, membimbing guna membantu dan melatih anak dalam

menjalani kehidupan.

Noor, Rohinah (2012: 134) pola asuh dapat didefinisikan sebagai

pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan

kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan

psikologis (Seperti rasa aman, kasih sayang dll) serta sosialisasi norma-

norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan

lingkungannya.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi anak dan orang tua

selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti

mendidik, membiming dan mendisiplinkan untuk mencapai kedewasaan

sesuai dengan norma yang ada di dalam masyarakat (Tarmuji, Tarsis 2001:

37). Adapun pendapat lain mengemukakan bahwa pola asuh berarti

6
7

bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan

mengdisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses

kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang

diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007: 47).

Selain ini, menurut Tri Marsiyanti dan Farida H (2005: 51)

mengemukakan bahwa pola asuh adalah ciri khas dari gaya pendidikan,

pembinaan, pengawasan sikap, hubungan dan sebagaianya yang diterapkan

ornag tua kepada anaknya. Pola asuh orang tua akan mempengaruhi

perkembangan anak mulai dari kecil sampai anak dewasa.

Mengacu pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pola

asuh orang tua merupakan hubungan yang melibatkan interaksi antara

orang tua dengan anak selain pemenuhan kebutuhan fisik, kebutuhan

psikolgi, orang tua juga ikut serta dalam kegiatan mendidik dan

mendisiplinkan anak untuk mencapai tujuan hidupnya.

2. Tipe-tipe Pola Asuh

Orang tua dalam memberikan pengasuhan kepada anak memiliki

pengaruh besar terhadap perkemabangan dan pembentukkan pribadi anak.

Pola asuh yang tepat dari orang tua kepada anaka dapat membantu

perkembangan dan pembentukkan pribadi serta tingkah laki anak menjadi

lebih baik. Akan tetapi sebaliknya, apabila orang tua dalam memberikan

pola asuh yang kurang tepat/salah kepada anak dapat menyebabkan

terlambatnya perkembangan dan pembentukkan pribadu serta tingkah laku

anak. Menurut ahli psikologi perkembangan pola asuh orang tua dalam

mendidik dan memperlakukan anak terbagi oleh beebrapa tipe/jenis


8

pengasuhan. Secara umum pola asuh terbagi menjadi 3 kategori menurut

Rohinah (2012: 134-136) sebagai berikut:

a. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter merupakan orang tua dalam mengasuh anak

cenderung membatasi perilaku kasih sayang, dan keleketan emosi

orang tua dengan anak sehingga antara orang tua dan anak seakan

memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua)

dengan “si patuh” (anak). Dalam pola asuh otoriter yang dilakukan

orang tua terhadap anaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Kekuasaan orang tua dominan

2) Anak tidak diakui sebagai pribadi

3) Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat

4) Orang tua cenderung menghukum anak jika anak tidak patuh

b. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif merupakan pengasuhan orang tua yang

cenderung memberikan kebebasan terhadap anak untuk melakukan

atau bertindak sesuai dengan keinginannya tanpa adanya arahan dari

orang tua. Pola ini dianggap tidak kondusif dalam pembentukkan

karakter anak, karena pada dasarnya pada masa perkembangan anak

pola asuh orang tua berperan penting dalam membentuk kepribadian

anak. Ciri-ciri yang pola asuh permisif, diantaranya:

1) Dominasi pada anak

2) Sikap longgar/kebebasan dari orang tua

3) Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua

4) Kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang


9

c. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang cenderung

mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan

mandiri. Dalam pola asuh in anak diberikan kebebasan dalam

mengutarakan pednapat dan berbuat/ bertindak, akan tetapi orang tua

memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap tindakan anak

berikut ciri-ciri pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua:

1) Ada kerja sama antara orang tua dan anak

2) Anak diakui sebagai pribadi

3) Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua

4) Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku

Menurut Baumrind, ahli psikologi perkembangan mengemukakan

bahwa pola asuh orang tua terbagi menjadi beberapa tipe, diantaranya,

(dalam Purwandari, 2001: 49-51).

a. Pola asuh Authoritative, orang tua memperlakukan anak dengan hangat

tetapi keras, mempunyai standar sikap yang sudah ditentukan, orang

tua menempatkan nilai tinggi pada perkembangan anak dalam

mengurus dan memperindah diri sendiri sehingga anak mandiri.

b. Pola asuh Authoritarian, orang tua cenderung suka menghukum, tidak

ada timbal balik antara orang tua dan anak, orang tua cenderung tidak

memberi motivasi untuk menjadi manusia yang mandiri.

c. Pola asuh Indulgent, memperlakukan anak dengan penuh penerimaan,

tidak menerapkan disiplin keluarga, orang tua menuntut sedikit pada

anak tapi memberi kebebasan untuk beraksi sesuai keinginan, orang

tua sebagai sumber yang dibutuhkan,


10

d. Pola asuh Indifferent, memiliki ciri orang tua memberikan kelonggaran

pada anak dan sedikit sekali interaksi dengan anak, orang tua jarang

berkomunikasi dengan anak, orang tua tidak mempertimbangkan

pendapat anak pada saat membuat keputusan, orang tua secara ekstrim

berperilaku melalaikan anak.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Adapun beberapa faktor yang dapat menentukan cara orang tua

dalam mengasuh anak. Menurut Musser (1994) beberapa faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu sebagai berikut:

a. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal suatu keluarga akan mempengaruhi cara

orang tua dalam menerapkan pola asuh. Hal ini bisa dilihat bila suatu

keluarga tinggal di kota besar, maka orang tua kemungkinan akan

mengontrol karena merasa khawatir, misalnya anak untuk pergi

kemana-mana sendirian. Hal ini sangat jauh berbeda jika suatu

keluarga tinggal di suatu pedesaan, maka orang tua kemungkinan tidak

begitu khawatir jika anak pergi kemana-mana sendirian.

b. Sub kultur budaya

Budaya disuatu lingkungan tempat keluarga menetap akan

mempengaruhi pola asuh orang tua. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak

orang tua di Amerika Serikat yang memperkenankan anak-anak

mereka untuk mempertanyakan tindakan orang tua dan mengambil

bagian dalam argumen tentang aturan dan standar normal.


11

c. Status sosial ekonomi

Keluarga dari status sosial yang berbeda mempunyai pandangan yang

berbeda tentang cara mengasuh anak yang tepat dan dapat diterima,

sebagai contoh: Ibu dari kelas menengah kebawah menentang

ketidaksopanan anak dibanding ibu dari kelas menengah keatas.

Begitupun juga dengan orang tua dari kelas buruh lebih menghargai

penyesuaian dengan standar eksternal, sementara orang tua dari kelas

menengah lebih menekankan pada penyesuaian dengan standar

perilaku yang sudah terinernalisasi.

Asmaliyah (2009: 86) mengutip pendapat Hotman dan Lippit ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh antara lain latar belakang

orang tua dan anak.

a. Latar belakang orang tua

1) Hubungan ayah dan ibu meliputi bagaimana hubungan antara ayah

dan ibu, bagamana cara mereka berkomunikasi, siapa uang paling

dominan dalam keluarga dan siapa yang banyak mengambil

keputusan dan siapa yang membiayai kehidupan keluarga.

2) Keadaan keluarga, meliputi besar kecilnya anggota keluarga dan

jenis kelamin dalam keluarga.

3) Keadaan keluarga dalam masyarakat meliputi keadaan sosial

ekonomi keluarga, tempat tinggal (kota, desa, pinggiran).

4) Pribadi orang tua meliputi bagaimana pribadi orang tua dalam

tingkat intelegensinya, bagaimana hubungan sosial dan nilai-

nilainya.
12

5) Pandangan orang tua terhadap anak meliputi tujuan pola asuh

orang tua, arti pola asuh orang tua bagi anak, tujuan pelaksanaan

pola asuh, misalnya : disiplin, hadiah, hukuman.

Bagaimana bentuk-bentuk penolakan dan penerimaan orang

tua, bagaimana sikap orang tua terhadap anak konsisten atau tidak

konsisten, dan bagaimana harapan-harapan orang tua terhadap anak.

b. Latar belakang anak

1) Karakteristik pribadi anak meliputi kepribadian anak, bagaimana

konsep diri, bagaimana kondisi fisiknya kesehatannya, bagaimana

kebutuhan-kebutuhan psikologisnya.

2) Pandangan anak terhadap orang tua meliputi bagaimana anak

tentang harapan orang tua terhadap dirinya, bagaimana sikap orang

tua yang diharapkan anak, bagaimana pengaruh figure orang tua

bagi anak.

3) Sikap anak di luar rumah meiputi bagaimana hubungan sosial anak

di sekolah dan lingkungannya.

Adapun perbedaan hubungan orang tua dan anak disebabkan

oleh beberapa faktor, yaitu: nilai-nilai budaya, pola kepribadian orang

tua, sikap orang tua terhadap pola pengasuhan, dan adanya peran

modeling atau secara tidak disadari orang tua, anak belajar mengenai

pengasuhan dari orang tuanya, dengan demikian dapat dikatakan

bahwa orang tua mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

pembentukkan kepribadian anak.

Keluarga adalah sebagai sistem lingkungan pertama yang

dikenal anak sejak kecil. Orang tua secara manusiawi memelihara


13

pertumbuhan, bertanggung jawab dan berkewajiban mengusahakan

perkembangan anak agar sehat secara jasamani dan rohani.

B. Konsep Kemandirian Anak

1. Pengertian Kemandirian

Menurut Erikson kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri

dari orang tua dengan maksud untuk melepaskan dirinya dengan proses

mencari identitas ego yaitu perkembangan kearah individualitas yang

mantap untuk berdiri sendiri (dalam Monks, 2006, hlm: 279). Menurut

Gea (2002, hlm: 146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk

mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri.

Parker juga bependapat bahwa kemandirian juga berarti adanya

kepercayaan terhadap ide-ide diri sendiri. Kemandirian berkenaan dengan

menyelesaikan sesuatu hal sampai tuntas. Kemandirian berkenaan dengan

hal yang dimilikinya tingkat kompetensi fisikal tertentu sehingga

hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah terjadi ditengah

upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti tidak adanya

keragu-raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak dibatasi oleh kekuatan

akan kegagalan (Parker, 2006, hlm: 226).

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

kemandirian adalah suatu keadaan seseorang dimana seseorang berusaha

berdiri sendiri dalam arti tidak bergantung pada orang lain dalam

keputusan dan mampu melaksanakan tugas hidup dengan penuh

tanggungjawab.
14

2. Perkembangan Kemandirian

Perkembangan kemandirian adalah proses yang menyangkut

unsur-unsur normatif. Ini mengandung makna bahwa kemandirian

merupakan suatu proses yang terarah. Karena perkembangan kemandirian

sejalan dengan hakikat eksistensi manusia, arah perkembangan tersebut

harus sejalan dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia (Ali, 2006,

hlm: 112).

Menurut Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002) perkembangan

menuju kemandirian dan kebebasan pribadi secara normal berkembang

hingga pada saat apabila seseorang telah mencapai kebebasan secara

emosional, financial dan intelektual. Kemandirian, seperti halnya kondisi

psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan

kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara

terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa

pemberian tugas-tugas tanpa bantuan dan tentu saja tugas-tugas tersebut

disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.

Mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang

positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian

diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. Seperti telah

diakui segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati

dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Latihan

kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia

anak. Contoh: Untuk anak-anak usia 3-4 tahun, latihan kemandirian dapat

berupa membiarkan anak memasang kaos kaki dan sepatu sendiri,

membereskan mainan setiap kali selesai bermain.


15

Menurut Parker tahap-tahap kemandirian bisa digambarkan sebagai

berikut (dalam Qomariyah, 2011) :

a. Tahap Pertama, Mengatur kehidupan dan diri mereka sendiri.

Misalnya: makan, kekamar mandi, mencuci, membersihkan gigi,

memakai pakaian dan lain sebagainya.

b. Tahap Kedua, Melaksanakan gagasan-gagasan mereka sendiri dan

menetukan arah permainan mereka sendiri.

c. Tahap Ketiga, Mengurus hal-hal didalam rumah dan

bertanggungjawab terhadap:

1) Sejumlah pekerjaan rumah tangga, misal: menjaga kamarnya tetap

rapi, meletakkan pakaian kotor pada tempat pakaian kotor, dsb

2) Mengatur bagaimana menyenangkan dan menghibur dirinya

sendiri dalam alur yang diperkenankan.

3) Mengelola uang saku sendiri: pada masa ini anak harus

diberikesempatan untuk mengatur uangnya sendiri seperti

membelanjakan seperti yang diinginkan.

4) Tahap Keempat, Mengatur dirinya sendiri diluar rumah, misalnya:

disekolah, di masyarakat, dsb

5) Tahap Kelima, Mengurus orang lain baik didalam maupun diluar

rumah, misalnya menjaga saudara ketika orang tua sedang diluar

rumah.

3. Ciri-ciri Kemandirian

Tentang ciri kemandirian Gea (2002, hlm: 145) menyebutkan

beberapa hal yaitu percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai

keahlian dan keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab.


16

Kemandirian mempunyai ciri-ciri tertentu yang telah digambarkan oleh

Parker dan Mahmud berikut ini:

Menurut Parker pribadi yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu

dan diminta hasil pertanggung jawaban atas hasil kerjanya.

b. Independensi adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung

kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan. Independensi juga

mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri sendiri dan

menyelesaikan masalahnya sendiri.

c. Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri, berarti

mampu untuk mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan

terjadi kepada dirinya sendiri.

d. Keterampilan memecahkan masalah, dengan dukungan dan arahan

yang menandai, individu akan terdorong untuk mencapai jalan keluar

bagi persoalan-persoalan praktis relasional mereka sendiri (Parker,

2006, hlm: 234-237).

e. Memiliki beberapa kemampuan antara lain untuk membuat keputusan-

keputusan sendiri, menjalankan peranan baru, perubahan-perubahan

dalam peranan dan aktivitas sosial, kemampuan memikul tanggung

jawab, memiliki rasa percaya pada diri sendiri serta memiliki kejelasan

pribadi yaitu berupa kemampuan benar dan salah (Mahmud, 2006).

f. Mengerjakan sendiri tugas-tugas rutinnya, yang ditunjukkan dengan

kegiatan yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan bukan

karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.


17

g. Aktif dan bersemangat, yaitu ditunjukkan dengan adanya usaha untuk

mengejar prestasi maupun kegiatan yang dilakukan tekun

merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya.

h. Inisiatif, yaitu memiliki kemampuan berfikir dan bertindak secara

kreatif.

i. Kontrol diri yang kuat, yaitu ditunjukkan dengan adanya

mengendalikan tindakan, mengatasi masalah, dan mampu

mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri (Maulidiyah, 2005: 24).

j. Anak dapat menunjukkan rasa percaya diri. Sikap ini dapat dilihat

dalam kegiatan belajar sehari-hari seperti; berani bertanya secara

sederhana, mau mengemukakan pendapat secara sederhana, mampu

mengambil keputusan secara sederhana. Mengerjakan tugas sendiri.

k. Anak terbiasa menjaga kebersihan diri dan mengurus dirinya sendiri,

sikap ini dapat ditunjukkan anak dalam kegiatan menggosok gigi,

makan minum sendiri, memakai sepatu sendiri, berpakaian sendiri,

memelihara milik sendiri.

l. Anak terbiasa menjaga lingkungan. Sikap ini ditunjukkan anak dalam

kegiatan sehari-hari seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak

mencoret coret tembok, membantu membersihkan lingkungan kelas.

m. Anak dapat bertanggung jawab. Sikap tersebut dapat dilihat waktu

akan melaksanakan kegiatan sendiri sampai selesai, membersihkan

peralatan makan selesai digunakan, merapikan mainan selesai bermain,

mengembalikan alat-alat selesai bekerja (Haditomo, 1998:109).

Dari beberapa pendapat mengenai ciri-ciri kemandirian yang

diungkapkan oleh beberapa ahli diatas di simpulkan bahwa ciri-ciri


18

kemandirian adalah mampu mengendalikan diri, mampu menentukan

nasib sendiri, bertanggung jawab terhadap tingkah laku yang mereka

lakukan, kreatif dan inisiatif, berani mengambil keputusan dan mengatasi

masalah sendiri.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian tidak dapat begitu saja terbentuk tetapi melalui proses

dan berkembang karena adanya pengaruh dari beberapa faktor. Seperti

yang dipaparkan oleh beberapa pakar dibawah ini: Menurut Hurlock

(1990) faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah:

a. Pola asuh orang tua

Orang tua dengan pola asuh demokratis sangat merangsang

kemandirian anak, dimana orang tua memiliki peran sebagai

pembimbing yang memperhatikan terhadap setiap aktivitas dan

kebutuhan anak, terutama yang berhubungan dengan studi dan

pergaulannya baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Namun

ada sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya yaitu

melindungi secara berlebihan (pendampingan ibu) yang

mengakibatkan anak kurang mandiri.

Diana Baumrind (dalam Desmita, 2008, hlm:144-145)

merekomendasikan 3 tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-

aspek yang berbeda dalam tingkah laku social anak, yaitu:

1) Pengasuhan demokrtis (democratic parenting) adalah salah satu

gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat

terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap

responsive, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan,


19

serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Anak-

anak prasekolah dari orang tua yang otoritatif cenderung lebih

percaya pada diri sendiri, pengawasan diri sendiri, dan mampu

bergaul baik dengan teman-teman sebayanya. Pengasuhan otoritatif

juga diasosiasikan dengan rasa harga diri yang tinggi (high self-

esteem), memiliki moral standar, kematangan psikososial,

kemandirian, sukses dalam belajar, dan bertanggung jawab secara

sosial.

2) Pengasuhan otoriter (authoritative parenting) adalah suatu gaya

pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti

perintah-perintah orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan

batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar bagi

anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga

cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam

membuat keputusan, memaksakan peran-peran atau pandangan-

pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan

sendiri, serta kurang menghargai pemikiran dan perasaan mereka.

Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga pada

orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa

canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung

menyesuaikan diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi

belajar yang rendah dibandingankan dengan anak-anak lain.

3) Pengasuhan permisif (permissive parenting) adalah suatu gaya

pengasuhan permisif dibedakan dalam dua bentuk:


20

a) Permissive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana

orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi

menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Pengasuhan

permissive-indulgent diasosiasikan dengan kurangnya

kemampuan pengendalian diri anak, karena orang tua yang

permissive-indulgent cenderung membiarkan anak-anak

melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya anak-

anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka

sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya

dituruti.

b) Permissive-indifferent yaitu suatu gaya pengasuhan di mana

orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-

anak yang dibesarkan oleh orang tua yang permissive-

indifferent cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri

yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.

b. Jenis Kelamin

Anak yang berkembang dengan tingkah laku maskulin lebih

mandiri lebih mandiri dibandingkan dengan anak yang

mengembangkan pola tingkah laku yang feminism. Karena hal tersebut

laki-laki memiliki sifat yang agresif dari pada anak perempuan yang

sifatnya lembah lembut dan pasif.

Yang membedakan anak laki-laki dengan anak perempuan

dimana anak dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan-

ketentuan masyarakat antara lain : sifat logis, bebas dan agresif pada
21

anak laki-laki dan sikap lemah lembut, ramah, feminin pada anak

perempuan

c. Urutan posisi anak

Anak pertama sangat diharapkan untuk menjadi contoh dan

menjaga adiknya lebih berpeluang untuk mandiri dibandingkan dengan

anak bungsu yang mendapatkan perhatian berlebihan dari orang tua

dan saudara-saudaranya berpeluang kecil untuk mandiri.

Anak sulung biasanya lebih beroriantasi pada orang dewasa,

pandai mengendalikan diri, cepat, takut gagal dan pasif. Jika

dibandingkan saudara-saudaranya anak tengah lebih ekstrovert dan

kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka memiliki pendirian,

sedangkan anak bungsu adalah anak yang disayang orang tuanya

(Dimyati, 2009).

d. Usia

Semenjak kecil, anak berusaha mandiri manakala ia mulai

mengeksploitasi lingkungannya atas kemampuannya sendiri, dan

manakala ia ingin melakukan sesuatu akan kemampuannya sendiri,

sehingga semakin bertambah tingkat kemandirian seseorang (Dimyati,

2009).

e. Rasa percaya diri anak

Rasa percaya diri dibentuk ketika anak diberikan kepercayaan

untuk melakukan sesuatu hal yang ia mampu kerjakan sendiri. Rasa

percaya diri dapat dibentuk sejak anak masih bayi (Nayla, 2007).
22

f. Kebiasaan

Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari

adalah membentuk kebiasaan. Jikalau anak sudah terbiasa dimanja dan

selalu dilayani, ia akan menjadi anak yang tergantung kepada orang

lain (Nayla, 2007).

g. Disiplin

Kemandirian berkaitan erat sekali dengan disiplin. Sebelum

anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, ia terlebih dahulu harus

didisiplinkan oleh orang tua (Nayla, 2007).

h. Gen atau keturunan orang tua

Orang yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi, sering kali

menurunkan anak yang kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini

masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa

sesungguhnya bukan sifat kemandirian yang diturunkan pada anaknya

melainkan sifat orang tuanya yang muncul berdasarkan cara orang tua

mendidik anaknya (Ali, 2006:118).

i. Pola asuh orang tua

Cara mengasuh orang tua yang mengasuh dan mendidik anak akan

terlalu banyak melarang anak tanpa alasan yang jelas akan

menghambat kemandirian anak (Ali, 2006:118).

j. Sistem pendidikan

Proses pendidikan yang mengembangkan demokratis

pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi

akan menghambat perkemabangan kemandirian. Proses pendidikan

yang menekankan pentingnya sanksi juga dapat menghambat


23

perkemabangan kemandirian. Sebaliknya proases pendidikan yang

lebih menekankanpentingnya prnghargaan terhadap potensi anak,

pemberian reward dan kompetisi positif akan melancarkan

perkembangan kemandirian anak (Ali, 2006:118).

C. Konsep Autis

1. Pengertian Anak Autis

Autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo

Kanner. Gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan

orang lain, gangguan berbahasa yang ditujnjukkan dengan penguasaan

yang tertunda, ecocalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas

bermain yang repetitive dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan

keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam

lingkungannya (Triantoro Safaria, 2005: 1).

Menurut Wall (2004) dalam (Joko Yuwono, 2009: 25) dituliskan:

Autism is a lifelong developmental disability that prevents individuals

fromproperly understanding what they see, hear and otherwise sense. This

result in severe problem of social relationships, communication and

behavior.

Austis dipahami sebagai gangguan perkembangan neurobiologist

yang berat sehingga gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak

belajar, berkomunikasi, keberadaan anak dalam lingkungan, hubungan

sosial dengan orang lain dan kemampuan anak dalam mengurus diri.

Pendapat lain mengemukakan bahwa anak autis suatu melakukan

tindakan-tindakan tidak wajar, seperti menepuk-nepuk tangan mereka,


24

mengeluarkan suara yang diulang-ulang, atau gerakan tubuh yang tidak

bisa dimengerti seperti menggigit, memukul, atau menggaruk-garuk tubuh

mereka sendiri. Kebanyakan tindakan ini berasal dari kurangnya

kemampuan mereka untuk menyampaikan keinginan serta harapan kepada

orang lain (Mirza Maulana, 2008 :13).

Mengacu pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak autis

merupakan memiliki gangguan perkembangan neurobiologis yang

meliputi gangguan berinteraksi, gangguan bahasa dan gangguan perilaku.

Gangguan perkembangan pada anak autis dapat terlihat sebelum usia 3

tahun.

2. Karakteristik Anak Autis

Karakteristik anak autis yang terjadi pada setiap anak berbeda-beda

satu sama lain. Perbedaan tersebut terlihat sangat spesifik diantara mereka.

Namun, secara garis besar karakteristik tersebut antara lain :

a. Kemampuan komunikasi

Anak autis mengalami beberapa gangguan antara lain pada

cerebellum yang berfungsi dalam sensorik, mengingat, perhatian, dan

kemampuan bahasanya. Sekitar 50% anak autis mengalami

keterlambatan dalam berbahasa dan berbicara (Yosfan Azwandi, 2005:

28). Banyak orang yang tidak memahami ucapan anak autis apabila

diajak berbicara. Anak autis sering mengoceh tanpa arti yang

dilakukan secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dimengerti

orang lain, berbicara tidak digunakan untuk berkomunikasi, serta

senang meniru atau membeo (Agus Sunarya, 2004: 45). Anak biasanya
25

berkomunikasi dengan menunjukkan suatu objek agar orang lain

mengambil objek yang dimaksud.

Secara umum anak autis mengalami gangguan komunikasi

verbal maupun non-verbal. Gejala yang sering muncul adalah sebagai

berikut: perkembangan bahasa lambat, senang meniru atau membeo,

tampak seperti tuli, sulit berbicara, kadang kata yang digunakan tidak

sesuai dengan artinya, mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang,

bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.

b. Gangguan perilaku

Anak autis mengalami gangguan pada sistem limbik yang

merupakan pusat emosi sehingga menyebabkan kesulitan

mengendalikan emosi, mudah mengamuk, marah, agresif, menangis

tanpa sebab, takut pada hal-hal tertentu. Anak menyukai rutinitas yang

dilakukan tanpa berpikir dan dapat berpengaruh buruk jika dilarang

dan membangkitkan kemarahannya (Noor dalam Yosfan Azwandi,

2005: 17). Anak autis menunjukkan pola perilaku, minat, dan kegiatan

yang terbatas, pengulangan dan steriotipik. Perilaku ini cenderung

membentuk sikap kaku dan rutin dalam setiap aktvitas, sering

membeo, sering menarik tangan orang dewasa bila menginginkan

sesuatu, acuh tak acuh ketika diajak berbicara, mencederai diri sendiri,

tidak tertarik pada mainan (Yuniar dalam Pamuji 2007 : 12).

Perilaku negatif yang muncul pada anak sebenarnya tidak

terjadi karena tanpa sebab. Gangguan pada komunikasi menjadi salah

satu penyebab munculnya perilaku tersebut. Kemampuan interaksi

sosial Anak mengalami hambatan perhatian terhadap lingkungan yang


26

disebabkan karena adanya gangguan pada lobus parientalis. Selain itu,

ketika dalam berinteraksi sosial, anak autis sedikit atau bahkan tidak

ada kontak mata terhadap lawan interaksinya (Noor dalam Yosfan

Azwandi 2005 : 17). Anak autis lebih suka menyendiri, tidak ada atau

sedikit kontak mata bahkan menghindar untuk bertatapan, tidak tertarik

untuk bermain bersama teman.

c. Gangguan Interaksi Sosial

Gangguan interaksi sosial ditunjukkan anak dengan

menghindari bahkan menolak kontak mata, tidak mau menoleh jika

dipanggil, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang

lain, lebih senang bermain sendiri, tidak dapat merasakan empati,

seringkali menolak untuk dipeluk, menjauh jika didekati untuk diajak

bermain. Selain itu, anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara

menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang

diinginkannya. Berdasarkan pendapat diatas daapat disimpulkan bahwa

karakteristik pada anak autis yaitu mencakup anak autis mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, meskipun pada anak

autis yang dapat berbicara, ketidak peduliaan dengan lingkungan

sosial. Dalam berperilaku, anak autis memperlihatkan gerakan

berulang-ulang atau bahkan berdiam diri tidak banyak melakukan

kegiatan.

3. Penyebab Autis

Koegel dan lazebnik (Tin Suharmini, 2009: 72), mengatakan

bahwa penyebab anak mengalami gangguan autis adalah adanya gangguan

neurobiologis. Berdasarkan penjelasan ini bahwa kelainan yang dialami


27

anak autis disebabkan ada kelainan dalam neuorobiologis atau gangguan

dalam sistem syarafnya.

Autis banyak disebabkan oleh gangguan syaraf otak, virus yang

ditularkan ibu ke janin, dan lingkungan yang terkontaminasi zat beracun.

Penjelasan tersebut menegaskan bahwa yang menyebabkan anak

mengalami autisme terdiri dari beberapa faktor internal dan juga faktor

eksternal (Galih Vesakriyanti, 2008: 17).

Penyebab anak dapat mengalami gangguan autis adalah faktor

keturunan atau genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan

oksigen, serta akibat polusi udara, air dan makanan (Y.Handojo, 2003:14).

Hal ini senada dengan penjelasan Galih Veskariyanti di atas. Beberapa

pendapat yang telah disampaikan para ahli di atas mengenai penyebab

anak mengalami autis, dikuatkan oleh pendapat yang disampaikan oleh

Nakita (Pamuji, 2007: 9).

Menurut Nakita gangguan autis disebabkan oleh empat faktor yaitu

faktor genetik atau keturunan, faktor prenatal yang dialami saat ibu hamil

bisa jadi ibu terinfeksi virus TORCH, kemudian faktor neonatal yaitu saat

prosesi ibu melahirkan anaknya mengalami permasalahan atau faktor

pascanatal dan lebih mengarah pada lingkungan anak. Berdasarkan

pendapat di atas mengenai penyebab anak mengalami autis, maka dapat

disimpulkan bahwa anak autis bisa disebabkan karena gangguan atau

kelainan yang dialami pada saat prenatal, neonatal, pascanatal dan karena

faktor genetik.
28

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian menurut Notoatmojo (2007) pada dasarnya

adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin diamati atau

diukur melalui penelitian penelitian yang akan dilakukan.

Faktor yang mempengaruhi Pola asuh keluarga 1) Demokratis


pola asuh: 2) Otoriter
1. Lingkungan tempat 3) Permisif
tinggal
2. Sub kultur budaya
3. Latar belakang orag tua
4. Status sosial ekonomi
5. Latar belakang anak

Faktor yang mempengaruhi


kemandirian anak Autis:
1. Pola asuh Kemandirian Anak 1) Mandiri
2. Jenis kelamin Autis 2) Tidak
3. Urutan posisi anak Mandiri
4. Disiplin

Keterangan : = Tidak diteliti

= Teliti

Bagan 2.1 Kerangka konsep hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat
kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung
29

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Nursalam, 2008).

H1 : Ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak

autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

H0 : Tidak ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung


BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang paling penting dalam penelitian,

yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2005).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

bertujuan untuk menentukan hipotesis yang ada, untuk mengetahui hubungan

antara variabel pada situasi atau sekelompok subyek. Hal ini dilakukan untuk

melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain

(Notoatmodjo, 2005: 142). Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

cross sectional dimana tiap subyek penelitian hanya diobservasikan sekali saja

dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat pemeriksaan.

Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang

sama (Arikunto, 2013).

30
31

B. Kerangka Kerja

Kerangka kerja (Frame Work) adalah Sesuatu yang abstrak, logikal

secara harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

em 2008). S
perencanaan dengan body of knowledge (Nursalam,
ua
ib
u
da
Se n
an
ba ak
gia au
n sy ti
ib
u an P
da g s op
n e k ul
ya ana ol as
ng k ah i
m auti di
em s SL
Va en yan S B-
uh g am C
Po riab i k se p Ka
bu
la e l rit ko el
As Ind er lah pa
Ed
iti uh e De Pen ia d te
g n
ng P Ke pen ng u
le n p a m
i nk i S
lu B L Tu
, C en l u de m m ul s i -C lu
od go ar n ba e an da K ng
in l a ga : n a Pu ag
g , ha ro g D n b rpo un
In Sc n bs gun ata e k up
te or Da er a : sk at siv g
De rp in ta va ka lu e n e
Ot mo re g, : si n si Tu sam
o
Pe ri kr tas Ta lu
rm ter ati P iD bu ng pl
s ol in
isi a at la ag g
f as a tin un
uh g g
:
Ke Va
m ria
Ed an be
iti di l D
ng P ria e
,C en n pe
od go An nd
in l a ak en
g, ha Au
Sc n tis
or da
Uj An In
te i ng ta
i S ali rp ,T :
pe sa Ke re ab
a r Da m ta ul
m ta an si ati
Ke an : D ng
sim Rh Ti M iria d ata
pu o d a an n
la k m di an
n an ri ak
:
di
ri

Bagan 3.1 Kerangka Kerja hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat
kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung.
32

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dan anak autis yang

sekolah di SLB Kabupaten Tulungagung sebanyak 135 ibu dan anak.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu dan anak autis di SLB-C

Kabupaten Tulungagung yang memenuhi kriteria inklusi.

Untuk menentukan sampel maka terlebih dahulu ditentukan kriteria

sampel, adapun kriteria sampel secara garis besar dibagi menjadi dua

yaitu:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,

2008).

Kriteria inklusi dalam penelitian adalah :

1) Anak autis yang orang tuanya menyetujui dilakukan penelitian

2) Ibu/keluarga anak autis


33

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam, 2008).

Kriteri eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Anak autis yang sakit saat penelitian.

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013).

Yang bersifat nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel

yang tidak memberi peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013).


34

D. Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini mempunyai 2 variabel yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel independent sering disebut sebagai variabel stimulus,

prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai

variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(terikat) (Arikunto, 2013).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah pola

asuh keluarga.

2. Variabel Terikat

Variabel dependent adalah variabel yang tergantung variabel lain.

(Arikunto, 2013). Variabel ini disebut sebagai variabel output, kriteria,

konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Arikunto, 2013).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah

kemandirian anak autis.


35

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada variabel

dengan memberikan arti yang jelas dan spesifik (Sugiyono, 2009: 100).

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat
kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung.

N Macam Definisi
Parameter Alat Ukur Skala Skor
o Variabel Operasional
1 Independen Cara orang tua Responden mampu Kuesi O Skor:
Pola asuh mendidik, menjawab oner R Ya : Skor 1
keluarga membimbing, pertanyaan tentang D Tidak : Skor 0
melindungi cara orang tua : I
dan 1. Memberikan N Kriteria:
mengontrol perhatian A 1. 0-34%: demokratis
anak-anak 2. Peraturan L 2. 35-67% : otoriter
mereka agar 3. Disiplin 3. 68-100% :
kepribadian 4. Hadiah Permisif
anak dapat 5. Hukuman
berkembang 6. Tanggapan
dengan baik. terhadap
keinginan anak
Yang terdiri dari 20
pernyataan yang
terbagi menjadi:
a. Pola Asuh
Demokratis
b. Pola Asuh
Otoriter
c. Pola Asuh
Permisif

2 Dependen Perilaku anak Anak melakukan O Ya : Skor 1


Tingkat dalam aktivitas tanpa Lembar R Tidak : Skor 0
kemandirian melakukan bantuan dari orang observasi D Kriteria:
anak autis aktivitas lain. I 1. < 50%: Tidak
tanpa N mandiri
bantuan A 2. > 50%: Mandiri
orang lain L
36

F. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Bahan dan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2008: 146).

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yaitu metode pengumpulan

data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan

langsung di lapangan atau lokasi penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini untuk variabel pola asuh

dengan kuesioner dan kemandirian anak diambil dengan menggunakan

lembar observasi.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data (Sugiyono, 2009: 105).

Peneliti meminta surat ijin dari Ketua STIKes Hutama Abdi Husada

Tulungagung. Setelah mendapatkan surat ijin, kemudian meminta

persetujuan penelitian kepada Kepala SLB-C Tulungagung Kabupaten

Tulungagung. Setelah mendapatkan surat ijin peneliti memulai penelitian,

yaitu dengan mendatangi sekolah, kemudian peneliti memberikan

informed consent pada orang tua responden untuk ditanda tangani dan

mereka berhak menyetujui atau menolak.


37

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

instrumen lembar observasi yang akan diisi oleh guru SLB-C dan peneliti

sesuai dengan keadaan responden pada saat itu.

3. Pengolahan Data

a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2007).

1) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisian, mengecek

kelengkapan data, apabila ternyata ada kekurangan isi atau

halaman maka perlu dikembalikan atau diulang pada responden.

2) Mengecek macam-macam isian data, jika di dalam sebuah data

atau beberapa item yang diisi “tidak tahu” atau isian lain tidak

dikehendaki peneliti padahal isian yang diharapkan tersebut

merupakan variable pokok maka item tersebut perlu di drop

(Arikunto, 2013).

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2007).

1) Pola asuh keluarga

Kode 1 = Demokratis

Kode 2 = Otoriter

Kode 3 = Permisif
38

2) Kemandirian Anak

Kode 1 = Tidak Mandiri

Kode 2 = Mandiri

c. Scoring

Scoring adalah pemberian skor atau nilai pada masing-masing jawaban

responden.

1) Pemberian skor untuk indikator pola asuh orang tua sebagai

berikut:

(1) Ya : Skor 1

(2) Tidak : Skor 0

2) Pemberian skor untuk kemandirian anak:

(1) Ya : Skor 1

(2) Tidak : Skor 0

d. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang masuk

(data mentah) kedalam tabel-tabel yang telah dipisahkan meliputi :

1) Mempersiapkan tabel dengan kolom dan barisnya yang disusun

dengan cermat sesuai kebutuhan

2) Menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban.

Menyusun distribusi frekuensi dengan tujuan supaya data yang

sudah distribusi atau mudah untuk dibaca dan dianalisa (Hidayat,

2008).
39

4. Analisis Data Penelitian Analitik

a. Analisis Univariate

Penelitian analisis univariate adalah analisa yang dilakukan

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005).

Pada analisis ini dilakukan dengan menghitung banyaknya frekuensi

untuk tiap kategori jawaban. Menyusun distribusi frekuensi dengan

tujuan supaya data yang sudah distribusi atau mudah untuk dibaca

(Hidayat, 2008).

Rumus yang digunakan adalah:

P=

Keterangan:
P = prosentase
∑f = jumlah frekuensi
n = jumlah responden

Kemudian data diklasifikasikan berdasarkan sebagai berikut:

1) Indikator pola asuh sebagai berikut:

a. Demokrasi : 0-34%

b. Otoriter : 35-67%

c. Permisif : 68-100%

2) Indikator kemandirian anak autis sebagai berikut:

a. Mandiri : > 50%

b. Tidak mandiri : < 50%


40

b. Analisis Bivariate

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

keterkaitan dua variabel (Notoadmodjo, 2005).

Teknik uji statistik yang dipilih berdasarkan tujuan uji yaitu hubungan

(korelasi/asosiasi) dan skala data pola asuh keluarga adalah ordinal,

sedangkan kemandirian anak adalah ordinal.

Berdasarkan acuan tersebut maka digunakan tehnik uji spearman rho

dengan menggunakan rumus (Syarifudin.B, 2009) :

ρ  = 1 – ( 6 Σ bi 2 : N  ( N2 – 1 )

ρ = koefisien korelasi Spearman Rank


bi = beda  antara dua pengamatan berpasangan
N = total pengamatan

Perhitungan dilakukan dengan progam SPSS 16, dengan penarikan

kesimpulan sebagai berikut:

Bila p value <  (0,05) berarti ada hubungan pola asuh keluarga

terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C

Tulungagung tahun 2020.

Bila p value >  (0,05) berarti tidak ada hubungan pola asuh keluarga

terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C

Tulungagung tahun 2020.


41

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB-C Tulungagung.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-7 Maret 2020.

H. Etika Penelitian

1. Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden pada Informed Consent

(Nursalam, 2009).

Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang akan dilakukan serta

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Anonimity adalah kerahasiaan identitas atau biodata dari responden

dan peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar

pengumpulan data (Nursalam, 2009).

Dalam penelitian ini untuk menjaga identitas responden maka data

diri responden hanya diberi nama inisial.


42

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data

tertentu sebagai riset. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari

subyek dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2009).

Peneliti menjamin kerahasiaan responden penelitian ini dengan

tidak memunculkan identitas masing-masing responden.

I. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan adalah kelemahan/ hambatan dalam penelitian (Nursalam,

2003). Dalam penelitian ini keterbatasan peneliti adalah: dalam penelitian ini

respondennya adalah anak autis, sehingga perlu ketelatenan dalam

pengambilan data penelitian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang hubungan pola

asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di

SLB-C Tulungagung tahun 2020 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7

Maret 2020 dengan jumlah sampel 32 orang yang memenui kriteria inklusi

dan pengambilan data menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Pada

hasil penelitian ini disajikan data mengenai hubungan pola asuh keluarga

terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C

Tulungagung tahun 2020.

Hasil penelitian meliputi data umum dan data khusus. Data umum

berisi, umur, pekerjaan, jumlah anak, autis anak keberapa dan jenis

kelamin anak autis. Data khusus pola asuh keluarga dan tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung tahun

2020, serta hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian

anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung tahun 2020.

43
44

A. Data Umum

1. Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan

Pendidikan
9% 31%

SD
SMP
SMA
PT

59%

(Sumber: Data diolah tahun 2020)


Diagram 4.1 Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan di
SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020

Berdasarkan diagram 4.1 diatas menunjukkan bahwa dari total 32

responden, sebagian besar dari responden berpendidikan SMA, yaitu

sebanyak 19 responden (59,4%).

2. Karakteristik orang tua berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan

41%
47% Tidak Bekerja (IRT)
PNS
Wiraswasta
13%

(Sumber: Data diolah tahun 2020)


Diagram 4.2 Karakteristik orang tua berdasarkan pekerjaan di SLB-
C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020
45

Berdasarkan diagram 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari total 32

responden, hampir setengah dari responden bekerja sebagai wiraswasta,

yaitu sebanyak 15 responden (46,9%).

3. Karakteristik Responden berdasarkan urutan anak autis

Autis anak ke
6%

Ke 1
34%
Ke 2
Ke 3 atau lebih
59%

(Sumber: Data diolah tahun 2020)


Diagram 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan urutan
anak autis di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7
Maret 2020

Berdasarkan diagram 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari total 32

responden, sebagian besar dari anak autis adalah anak pertama, yaitu

sebanyak 19 responden (59,4%).


46

4. Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin anak autis

Jenis Kelamin Anak Autis

47% Laki-laki
53% Perempuan

(Sumber: Data diolah tahun 2020)

Diagram 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis


kelamin anak autis di SLB-C Tulungagung periode
tanggal 2-7 Maret 2020

Berdasarkan diagram 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari total 32

responden, sebagian besar dari anak autis adalah laki-laki, yaitu sebanyak

17 responden (53,1%).

B. Data Khusus

1. Pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C


Tulungagung

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pola asuh keluarga anak autis usia 6-
12 tahun di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7
Maret 2020

No Pola Asuh Frekuensi Persentase


1 Permisif 0 0
2 Otoriter 11 34,4
3 Demokratis 21 65,6
Jumlah 32 100
(Sumber: Data diolah tahun 2020)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa dari total 32

keluarga sebagian besar dari keluarga mempunyai pola asuh demokrasi

terhadap anaknya yaitu sebanyak 21 responden (65,6%).


47

a. Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pendidikan orang tua

Tabel 4.2 Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pendidikan


orang tua di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7
Maret 2020

Pola Asuh
Total
No Pendidikan Otoriter Demokratis
F % F % F %
1 SMP 6 18.8 4 12.5 10 31.3
2 SMA 5 15.6 14 43.8 19 59.4
3 PT 0 0 3 9.4 3 9.4
Jumlah 21 65.6 3 100
11 34.4
2

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dinterpretasikan bahwa hampir

setengah responden berpendidikan SMA dan memiliki pola asuh

demokratis, yaitu sejumlah 14 (43,8%) responden.

b. Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pekerjaan orang tua

Tabel 4.3 Tabulasi silang pola asuh keluarga dengan pekerjaan


orang tua di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7
Maret 2020

Pola Asuh
Total
No Pekerjaan Otoriter Demokratis
F % F % F %
1 Tidak bekerja (IRT) 4 12.5 9 28.1 13 40.6
2 PNS 2 6.3 2 6.3 4 12.5
3 Wiraswasta 5 15.6 10 31.3 15 46.9
Jumlah 21 65.6 3 100
11 34.4
2

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dinterpretasikan bahwa hampir

setengah responden bekerja wiraswasta dan memiliki pola asuh

demokratis, yaitu sejumlah 10 (31,3%) responden.


48

2. Tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C


Tulungagung

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat kemandirian anak autis usia


6-12 tahun di SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7
Maret 2020

No Kemandirian Frekuensi Persentase


1 Tidak Mandiri 9 28,1
2 Mandiri 23 71,9
Jumlah 32 100
(Sumber: Data diolah tahun 2020)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diinterpretasikan bahwa dari total 32

anak autis sebagian besar mandiri, yaitu sebanyak 23 responden (71,9%).

a. Tabulasi silang urutan posisi anak dengan kemandirian

Tabel 4.5 Tabulasi silang urutan posiis anak dengan


kemandirian di SLB-C Tulungagung periode tanggal
2-7 Maret 2020

Kemandirian
Total
No Urutan Posisi Anak Tidak Mandiri Mandiri
F % F % F %
1 Anak ke 1 6 18.8 13 40.6 19 59.4
2 Anak ke 2 3 9.4 8 25 11 34.4
3 Anak ke 3/lebih 0 0 2 6.3 2 6.3
Jumlah 9 28.1 23 71.9 32 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dinterpretasikan bahwa hampir

setengah responden adanal anak ke-1 dan mandiri, yaitu sejumlah 13

(40,6%) responden.

b. Tabulasi silang jenis kelamin anak dengan kemandirian

Tabel 4.6 Tabulasi silang jenis kelamin dengan kemandirian di


SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020

Kemandirian
Total
No Jenis Kelamin Tidak Mandiri Mandiri
F % F % F %
1 Laki-laki 8 25 9 28.1 17 53.1
2 Perempuan 3 9.4 12 37.5 15 46.9
49

Jumlah 9 28.1 23 71.9 32 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dinterpretasikan bahwa hampir

setengah responden adalah perempuan dan mandiri, yaitu sejumlah

12 (37,5%) responden.

C. Hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis


usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

Hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis

usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung dapat dilihat dari tabulasi silang dan

hasil uji statistik sebagai berikut:

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi hubungan pola asuh keluarga terhadap


tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C
Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020

Kemandirian
Total
No Pola Asuh Tidak Mandiri Mandiri
F % F % F %
1 Permisif 0 0 0 0 0 0
2 Otoriter 8 25 3 9.4 11 34.4
3 Demokratis 1 3.1 20 62.5 21 65.6
Jumlah 9 28.1 23 71.9 32 100
Uji
Spearman P value = 0,000 α = 0,05
Rho

Hasil penelitian pada tabel 4.7 dapat diinterpretasikan bahwa dari total

32 responden sebagian besar dari responden mempunyai pola asuh demokrasi

dan anaknya yang autis mempunyai kemandirian, yaitu sejumlah 20

responden (62,5%) dan sebagian kecil responden mempunyai pola asuh

otoriter dan anaknya yang autis tidak memiliki kemandirian, yaitu sejumlah 8

responden (25%).

Hasil analisa data kuantitatif dengan uji statistic Spearman Rho

dengan berbantuan program komputer SPSS dapat diinterpretasikan hasil uji


50

statistik spearman rho dengan signifikan 0,05 menghasilkan nilai P Value =

0,000 lebih kecil dari nilai  = 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak dan H1

diterima, yang berarti ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung Tahun 2020.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa dari total 32

keluarga sebagian besar dari keluarga mempunyai pola asuh demokrasi

terhadap anaknya yaitu sebanyak 21 responden (65,6%) .

Salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah latar belakang

pendidikan orang tua. Hasil penelitian dapat dinterpretasikan bahwa hampir

setengah responden berpendidikan SMA dan memiliki pola asuh demokrasi,

yaitu sejumlah 14 (43,8%) responden.

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang cenderung mendorong

anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri. Dalam pola asuh

ini anak diberikan kebebasan dalam mengutarakan pendapat dan berbuat/

bertindak, akan tetapi orang tua memberikan pengarahan dan bimbingan

terhadap tindakan anak (Rohinah, 2012). Menurut Asmaliyah (2009) bahwa

pribadi orang tua meliputi tingkat intelegensinya, hubungan sosial dan nilai-

nilai sosial, dapat mempengaruhi pola asuh orang tua. Semakin tinggi

intelegensi seseorang maka pola asuh terhadap anaknya pun akan semakin

baik.

Orang tua yang berpendidikan SMA memiliki tingkat pendidikan dan

intelegensi yang cukup sehingga dapat memberikan pola asuh yang baik

terhadap anaknya dimana orang tua menerapkan pola asuh yang demokratis

bukan pola asuh yang kolot dan kaku.

51
52

Pekerjaan orang tua juga dapat mempengaruhi pola asuh. Hasil

penelitian didapatkan bahwa hampir setengah responden bekerja wiraswasta

dan memiliki pola asuh demokratis, yaitu sejumlah 10 (31,3%) responden.

Menurut hasil penelitian orang tua yang bekerja sebagai wiraswasta dan

ada yang ibu rumah tangga, maka cenderung memiliki pola asuh demokratis

karena orang yang mempunyai pekerjaan tersebut memiliki waktu luang untuk

memberikan perhatian kepada anaknya.

Adanya berbagai macam pola asuh sebagai orang tua harus dapat

menerapkan pola asuh yang tepat pada anaknya. Misalnya menggunakan pola

asuh demokrasi yang dapat menumbuhkan kreativitas anak namun tetap dalam

pengawasan orang tua. Pola asuh yang demokratis lebih baik diterapkan

kepada anak dibandingkan dengan pola asuh otoriter dan permisif. Pola asuh

otoriter memberikan kesan egois orang tua terhadap anaknya, akibatnya anak

memiliki sikap penakut. Sedangkan, pola asuh yang permisif akan berakibat

tumbuhnya sikap anak yang egois tidak mengindahkan aturan.

Keluarga yang memiliki pola asuh demokratis di tempat penelitian

dapat dilihat dari jawaban responden atas beberapa pernyataan tentang pola

asuh demokrasi yaitu: mempertimbangkan keinginan anak saya sebelum

memintanya melakukan sesuatu, mendorong anak untuk berbicara mengenai

perasaan dan masalah-masalahnya, pertimbangkan pilihan anak dalam

merencanakan sesuatu untuk keluarga (misalnya berakhir-pekan, liburan),

memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu

tindakan, menghibur dan menunjukkan pengertian bila anak bingung atau

marah, meluangkan waktu dengan suasana hangat dan akrab dengan anak.
53

B. Tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa dari total 32 anak

autis sebagian besar mandiri, yaitu sebanyak 23 responden (71,9%).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah urutan posisi

anak. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah responden adanal

anak ke-1 dan mandiri, yaitu sejumlah 13 (40,6%) responden.

Kemandirian berkenaan dengan hal yang dimilikinya tingkat

kompetensi fisikal tertentu sehingga hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak

akan pernah terjadi ditengah upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian

berarti tidak adanya keragu-raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak

dibatasi oleh kekuatan akan kegagalan (Parker, 2006: 226). Anak sulung

biasanya lebih beroriantasi pada orang dewasa, pandai mengendalikan diri,

cepat, takut gagal dan pasif. Jika dibandingkan saudara-saudaranya anak

tengah lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka

memiliki pendirian, sedangkan anak bungsu adalah anak yang disayang orang

tuanya (Dimyati, 2009).

Menurut peneliti banyak anak autis yang mandiri tersebut karena

mereka kebanyakan adalah anak pertama. Anak pertama sangat diharapkan

untuk menjadi contoh dan menjaga adiknya lebih berpeluang untuk mandiri

dibandingkan dengan anak bungsu yang mendapatkan perhatian berlebihan

dari orang tua dan saudara-saudaranya berpeluang kecil untuk mandiri.

Banyaknya anak yang mandiri dikarenakan banyak anak yang merupakan

anak pertama dalam keluarga, sehingga sudah mulai belajar mandiri sesuai

dengan kemampuannya sendiri.


54

Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi kemandirian anak. Hasil

penelitian didapatkan bahwa hampir setengah responden adalah perempuan

dan mandiri, yaitu sejumlah 12 (37,5%) responden.

Menurut Desmita *2008) Anak yang berkembang dengan tingkah laku

maskulin lebih mandiri lebih mandiri dibandingkan dengan anak yang

mengembangkan pola tingkah laku yang feminism. Karena hal tersebut laki-

laki memiliki sifat yang agresif dari pada anak perempuan yang sifatnya

lembah lembut dan pasif. Yang membedakan anak laki-laki dengan anak

perempuan dimana anak dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan-

ketentuan masyarakat antara lain : sifat logis, bebas dan agresif pada anak

laki-laki dan sikap lemah lembut, ramah, feminin pada anak perempuan.

Fakta dan teori tersebut sesuai bahwa kondisi di tempat penelitian lebih

banyak anak perempuan yang mandiri. Hal ini dikarenakan perempuan

memiliki sifat feminine dan lemah lembut, serta tidak manja, sehingga lebih

mampu melakukan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kemandirian merupakan aspek penting dalam kehidupan.

Kemandirian ini perlu dilatih sejak dini agar anak tidak memiliki

ketergantungan yang berlebih dengan orang lain. Anak autis merupakan salah

satu anak yang memiliki kelainan dalam perkembangan mental yang

disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan. Anak autis mengalami

kesulitan dalam merawat diri, sehingga perlu penanganan yang sesuai dengan

kondisi dan kemampuan anak. Sekolah hendaknya dapat memberikan

penanganan yang sesuai dengan kondisi anak. Anak autis memerlukan

pendidikan khusus yang dapat mengembangkan kemampuan pada diri anak


55

secara optimal. Sarana penunjang yang digunakan juga harus disesuaikan

dengan kemampuan anak.

C. Hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis


usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

Hasil penelitian pada tabel 4.3 dapat diinterpretasikan bahwa dari total

32 responden sebagian besar dari responden mempunyai pola asuh

demokratis dan anaknya yang autis mempunyai kemandirian, yaitu sejumlah

20 responden (62,5%) dan sebagian kecil responden mempunyai pola asuh

otoriter dan anaknya yang autis tidak memiliki kemandirian, yaitu sejumlah 8

responden (25%).

Hasil analisa data kuantitatif dengan uji statistic Spearman Rho dengan

berbantuan program komputer SPSS dapat diinterpretasikan hasil uji statistik

spearman rho dengan signifikan 0,05 menghasilkan nilai P Value = 0,000

lebih kecil dari nilai  = 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga H 0 ditolak dan H1

diterima, yang berarti ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat

kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung Tahun 2020.

Berdasarkan teori dijelaskan bahwa orang tua dengan pola asuh

demokratis sangat merangsang kemandirian anak, dimana orang tua memiliki

peran sebagai pembimbing yang memperhatikan terhadap setiap aktivitas dan

kebutuhan anak, terutama yang berhubungan dengan studi dan pergaulannya

baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Namun ada sikap orang tua

yang khas dalam mengasuh anaknya yaitu melindungi secara berlebihan

(pendampingan ibu) yang mengakibatkan anak kurang mandiri (Hurlock,

2000). Diana Baumrind (dalam Desmita, 2008:144-145) merekomendasikan 3


56

tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam

tingkah laku social anak, yaitu: pengasuhan demokrtis (democratic parenting)

adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra

ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsive,

menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan

anak dalam pengambilan keputusan. Anak-anak prasekolah dari orang tua

yang otoritatif cenderung lebih percaya pada diri sendiri, pengawasan diri

sendiri, dan mampu bergaul baik dengan teman-teman sebayanya. Pengasuhan

otoritatif juga diasosiasikan dengan rasa harga diri yang tinggi (high self-

esteem), memiliki moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses

dalam belajar, dan bertanggung jawab secara sosial.

Menurut peneliti bahwa kenyataan di tempat penelitian terdapat

hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-

12 tahun tersebut sudah sesuai dengan teori yang ada. Hal ini terlihat dari cara

mengasuh orang tua terhadap anak dengan mempertimbangkan keinginan

anak saya sebelum memintanya melakukan sesuatu, mendorong anak untuk

berbicara mengenai perasaan dan masalah-masalahnya, pertimbangkan

pilihan anak dalam merencanakan sesuatu untuk keluarga (misalnya berakhir-

pekan, liburan), memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan

melakukan suatu tindakan, menghibur dan menunjukkan pengertian bila anak

bingung atau marah, meluangkan waktu dengan suasana hangat dan akrab

dengan anak. Dengan pola asuh tersebut anak akan lebih cepat mandiri karena

dapat melakukan sendiri apa yang menjadi tugasnya serta dapat belajar dari

petunjuk dan perilaku orang tua yang mendampinginya. Namun demikian


57

orang tua juga tetap harus memberikan pengawasan terhadap anaknya.

Pendampingan ibu tetap harus dilakukan dalam perkembangan anaknya. Ibu

harus mempunyai pola asuh yang sesuai dengan kondisi anaknya sehingga

dapat mendukung kemandirian anaknya. Pendampingan dan pola asuh yang

baik memberikan hal positif bagi anak, diantaranya kepercayaan diri pada

anak autis.

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Dika Dwi Lestari (2018)

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua (X) dan

kemandirian anak autis (Y) dimana nilai korelasi spearman rho sebesar 0.873

dengan taraf signifikansi 0.000. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya

hubungan linier positif dan searah antara pola asuh orang tua (X) dan

kemandirian anak autis (Y) dan memiliki hubungan yang kuat.

Pola asuh orangtua dengan tiga jenis pola pengasuhan dapat

mempengaruhi kemandirian anak autis. Dengan pola asuh yang baik akan

menciptakan kemandirian yang tinggi, sehingga dapat diartikan pola asuh

mampu menciptakan hubungan yang selaras, serasi dan seimbang apabila

diterapkan dengan bijak dan baik, guna meningkatkan kemandirian anak

autis. Dengan demikian dapat dipahami apabila pola pengasuhan anak

terpenuhi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari antara orangtua dan anak

maka kemandirian anak autis akan meningkat


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasakan data yang diperoleh dari penelitian yang dilaksanakan di

SLB-C Tulungagung periode tanggal 2-7 Maret 2020 dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola asuh keluarga anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

sebagian besar dari keluarga mempunyai pola asuh demokrasi terhadap

anaknya yaitu sebanyak 21 responden (65,6%).

2. Tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung

sebagian besar mandiri, yaitu sebanyak 23 responden (71,9%).

3. Ada hubungan pola asuh keluarga terhadap tingkat kemandirian anak

autis usia 6-12 tahun di SLB-C Tulungagung Tahun 2020 dimana hasil uji

statistik speraman rho dengan signifikan 0,05 menghasilkan nilai P Value

= 0,000 lebih kecil dari nilai  = 0,05 (0,000 < 0,05)

B. Saran

1. Bagi Pengembangan Ilmu

a. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah bahan kajian dalam pengembangan

ilmu keperawatan yang berkaitan dengan hubungan pola asuh

keluarga terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun.

58
59

b. Bagi SLB-C Tulungagung

Hendaknya pihak sekolah bekerja sama dengan pihak orang tua

untuk menyamakan pola asuh antara di sekolah dan di rumah dalam

rangka meningkatkan kemandirian anak autis.

2. Bagi Pengembang Program

a. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan

dalam memberikan informasi tentang hubungan pola asuh keluarga

terhadap tingkat kemandirian anak autis usia 6-12 tahun sehingga

pada nantinya dapat diberikan solusi pada anak autis yang belum

mandiri dalam pemenuhan kebutuhan diri.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dengan adanya karya tulis ini, diharapkan dapat menjadi

inspirasi bagi mahasiswa untuk meneruskan penelitian ini dengan

metode yang lebih baik lagi. Dengan menambah materi-materi

penelitian yang lebih lengkap dan terbaru sesuai dengan kemajuan

ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin berkembang serta

metode penelitian yang berbeda tingkat kesulitannya dibandingkan

dengan apa yang sudah dilakukan oleh peneliti.


60

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian, Edisi Revisi VI, Cetakan


ketigabelas. Jakarta : Rineka Cipta.

Aris Sudiyanto. 2001. “Gangguan Perkembangan Anak Autis”. Seminar Ehari


Diagnosa dan Intervensi Serta Peran Ortu dalam Menangani Autis.

Budi Santoso. 2000. "Autisme " Makalah Politeknik Kesehatan Surakarta.

Chaplin, J. P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. penerjemah : Kartini Kartono.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

D.S. Prasetyono. 2008. Serba-serbi Anak Autis (Autisme dan Gangguan


Psikologis Lainnya).Yogyakarta: Diva Press.

Depdiknas. 2006 . Kurikilum Tingkat Satuan pendidikan. Jakarta : Badan Standar


Nasional Pendidikan

Desmita, R. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Firdy Permana. 2000.” Seminar Deteksidan Intervensi Dini Autisme”,


Yogyakarta.

Galih A Veskarisyanti. 2008. 12 Tempi Autis Paling Efektif & Hemat Untuk
Autisme, Hiperaktif, Retardasi Mental Yogyakarta: Pustaka Anggrek.

Gayatri Pamodji. 2007. Seputar Autisme Jakarta: Gramedia Gina Green. 2008,
Autism and ABA. Jakarta: Gramedia.

Handojo. 2008. Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Hidayat, Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data.
Surabaya : Salemba Medika.
Hurlock, Elizabeth, B. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Mirza Maulana. 2007. Anak Autis (Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental
Lain Menuju Cerdas dan Sehat). Yogyakarta: Katahati.

Mohammad Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta :


Bumi Aksara.

Monks, & Knoers. 2006. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai


Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah University Press.
61

Muhammad Idrus. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Graha Indonesia.


Munawir Yusuf dan Edy Legowo. 2007. Mengatasi Kebiasaan Buruk Anak
Dalam Belajar Melalui Pendekatan Modofikasi Perilaku. Surakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Mulyono Abdurrahman, 2003, Pendidikan Bagi Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Ngalim Purwanto. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku kesehatan.Cetakan 2 Jakarta:PT.


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka cipta

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Edisi I. Jakarta : Salemba Medika

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sunardi dan Sunaryo, 2007. Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas.

Surakarta. RS. Dr. Oen. Arief Sadiman, dkk. 2006. Media Pendidikan
(Pengamatan Pengembangan dan Pemanfaatan) Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Yoswan Azwandi. 2005. Mengenal dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional.
62

Lampiran 1
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang keuntungan dan
kerugian tentang penelitian yang berjudul “HUBUNGAN POLA ASUH
KELUARGA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA 6-
12 TAHUN DI SEKOLAH LUAR BIASA TULUNGAGUNG” yang dilakukan
oleh Yoshita Eka Permatasari, Mahasiswa STIKes Hutama Abdi Husada (HAH)
Tulungagung, maka saya bersedia turut terlibat sebagai responden penelitian
dengan catatan apabila sewaktu saya dirugikan dalam bentuk apapun, maka saya
berhak membatalkan persetujuan ini dan saya percaya apa yang saya informasikan
ini dijamin kerahasiaannya.

Tulungagung,

Responden

__________________
63

Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA 6-12 TAHUN
DI SEKOLAH LUAR BIASA TULUNGAGUNG

Kode responden :

Petunjuk : Berilah tanda (X) pada huruf yang sesuai dengan jawaban anda

A. Data Demografi Responden


1. Berapa umur anda saat ini ?
a. < 25 tahun
b. 25 – 30 tahun
c. 31 – 40 tahun
d. > 40 tahun
2. Apa pekerjaan anda ?
a. Tidak bekerja (ibu rumah tangga)
b. PNS
c. Wiraswasta
3. Berapa jumlah anak anda?
a. 1 anak
b. 2-4 anak
c. > 4 anak
4. Anak ke berapa yang mengalami autis
a. Ke 1
b. Ke 2
c. Ke 3 atau lebih
5. Jenis kelamin anak yang mengalami autis
a. Laki-laki
b. Perempuan
64

B. Koesioner Pola Asuh Orang Tua

Petunjuk : - Bacalah setiap pernyataan dengan seksama

- Berilah tanda (X) pada huruf yang sesuai dengan jawaban anda

N Jawaban
PERNYATAAN
O Ya Tidak
1 Saya terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan anak saya
sebelum memintanya melakukan sesuatu.
2 Saya mendorong anak saya untuk berbicara mengenai
perasaan dan masalah-masalahnya.
3 Saya pertimbangkan pilihan anak saya dalam merencanakan
sesuatu untuk keluarga (misalnya berakhir-pekan, liburan).
4 Saya memberikan kebebasan kepada anak saya untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan.
5 Saya menghibur dan menunjukkan pengertian bila anak saya
bingung atau marah.
6 Saya meluangkan waktu dengan suasana hangat dan akrab
dengan anak saya.
7 Saya menencubit atau menyentil anak saya kalau tidak suka
dengan apa yang dilakukan atau dikatakannya.
8 Saya memarahi anak saat anak tidak setuju dengan keputusan
atau peraturan yang saya buat.
9 Saya menghukumnya dengan mengurangi kebebasannya .
(misalnya nonton TV, main game, mengunjungi teman).
10 Saya berusaha untuk mencoba mengubah sikap atau perasaan
anak saya.
11 Saya berteriak atau menghardik bila tidak setuju dengan
tingkah laku anak saya.
12 Saya tidak pernah memberikan pujian saat anak melakukan
perbuatan terpuji.
13 Bila anak menannyakan mengapa dia harus melakukan
sesuatu, saya jawab karena saya yang menyuruh, saya adalah
orangtuanya, atau karena hal itu yang saya inginkan.
14 Saya mengkritik anak saya supaya dia memperbaiki tingkah
lakunya sesuai dengan keinginan saya.
15 Saya membebaskan anak saya melakukan segala sesuatu
65

sesuai kehendaknya.
16 Ketika anak bermain saya sibuk dengan hal lain, (misalnya
berbincang-bincang, bermain gadget, menonton televisi).
17 Saya memenuhi apapun yang diinginkan anak tanpa
terkecuali.
18 Saat anak ingin bermain kerumah temannya, saya
membiarkan anak berkehendak sesuka hati
19 Saya tidak menegur atau menasehati anak saat anak
melakukan kesalahan.
20 Ketika anak saya melakukan kesalahan, saya tetap
mendukung segala tindakannya karena dia masih kanak-
kanak.
Sumber: Mumayyizah MJ, 2017

Keterangan:

Ya : Skor 1
Tidak : Skor 0

Kriteria:
1. Demokratis : 0-34%
2. Otoriter : 35-67%
3. Permisif : 68-100%
66

C. Kemandirian Anak Autis

No Pernyataan Ya Tidak
1 Bertanggung jawab dalam mengrjakan tugas yang diminta
guru
2 Tidak bergantung pada orang lain dan kemampuan
menggurus diri sendiri
3 Mampu untuk mengendalikan atau mempengaruhi apa yang
akan terjadi kepada dirinya sendiri
4 Memiliki rasa percaya pada diri sendiri serta memiliki
kejelasan pribadi yaitu berupa kemampuan benar dan salah
5 Mengerjakan sendiri tugas-tugas rutinnya, yang ditunjukkan
dengan kegiatan yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri
dan bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang
lain
6 Aktif dan bersemangat, yaitu ditunjukkan dengan adanya
usaha untuk mengejar prestasi maupun kegiatan yang
dilakukan tekun merencanakan serta mewujudkan harapan-
harapannya
7 Memiliki kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif
8 Anak dapat menunjukkan rasa percaya diri; berani bertanya
secara sederhana, mau mengemukakan pendapat secara
sederhana
9 Anak terbiasa menjaga kebersihan diri dan mengurus dirinya
sendiri, menggosok gigi, makan minum sendiri, memakai
sepatu sendiri, berpakaian sendiri
10 Membuang sampah pada tempatnya, tidak mencoret coret
tembok, membantu membersihkan lingkungan kelas
11 Membersihkan peralatan makan selesai digunakan, merapikan
mainan selesai bermain, mengembalikan alat-alat selesai
bekerja

Keterangan:

Ya : Skor 1
Tidak : Skor 0

Kriteria:
1. < 50% : Tidak mandiri
2. 50% : Mandiri
67

Lampiran 3
REKAPITULASI DATA UMUM PENELITIAN
DI SEKOLAH LUAR BIASA TULUNGAGUNG TAHUN 2020

Autis Anak JK
No. Resp. Pendidikan Pekerjaan
Ke Autis
1 3 3 1 1
2 4 3 2 2
3 3 1 1 1
4 3 1 1 2
5 3 1 1 1
6 3 2 2 2
7 2 1 1 1
8 3 3 2 1
9 2 1 1 2
10 2 1 3 1
11 3 1 1 1
12 3 2 2 2
13 2 1 1 2
14 2 3 1 1
15 4 3 2 2
16 3 3 1 2
17 3 3 1 1
18 3 2 2 1
19 3 1 3 2
20 4 3 1 1
21 3 1 1 2
22 2 3 1 1
23 2 3 2 2
24 3 3 2 1
25 3 3 1 1
26 2 2 2 2
27 2 3 1 1
28 3 3 1 2
29 3 3 2 1
30 3 1 1 2
31 2 1 1 1
32 3 1 2 2
68

Rekapitulasi
Pendidika
n
Kode Pendidikan Jumlah Persen
1 SD 0 0
2 SMP 10 31.25
3 SMA 19 59.38
4 PT 3 9.375
  Toal 32 100

Pekerjaan
Kode Pekerjaan Jumlah Persen
1 Tidak Bekerja (IRT) 13 40.63
2 PNS 4 12.50
3 Wiraswasta 15 46.88
  Toal 32 100

Autis anak ke
Kode Autis Anak ke Jumlah Persen
1 Ke 1 19 59.38
2 Ke 2 11 34.375
3 Ke 3 atau lebih 2 6.25
  Total 32 100

Jenis kelamin anak autis


Kode JK Autis Jumlah Persen
1 Laki-laki 17 53.13
2 Perempuan 15 46.88
3 Total 32 100
Lampiran 4
REKAPITULASI DATA KHUSUS PENELITIAN
POLA ASUH ORANG KELUARGA DI SLB TULUNGAGUNG

No. Nomor Soal dan Jawaban Responden Skor Skor Persen Kriteria Kode
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 Jawaban Maksimal Pengetahuan
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
3 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
4 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
5 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
6 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
7 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
8 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 20 40.00 Otoriter 2
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 12 20 60.00 Otoriter 2
10 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 7 20 35.00 Otoriter 2
11 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
12 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
13 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
14 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 20 35.00 Otoriter 2
15 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
16 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
17 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 8 20 40.00 Otoriter 2
18 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
19 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3

69
70

20 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
21 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
22 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
23 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
24 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
25 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
26 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
27 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
28 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
29 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3
30 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 20 30.00 Demokratis 3
31 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 20 45.00 Otoriter 2
32 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 20 25.00 Demokratis 3

Rekapitulas
i
Jumla Perse
Kode Pola Asuh h n
1 Permisif 0 0.00
2 Otoriter 11 34.38
Demokrat 65.62
3 is 21 5
  Total 32 100
71

Lampiran 5
REKAPITULASI DATA KHUSUS
KEMANDIRIAN ANAK AUTIS USIA 6-12 TAHUN DI SLB TULUNGAGUNG

Skor Skor
Pernyataan Persen Kriteria Kode
No. Perolehan Maksimal
Resp 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1
1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 11 36.36 Tidak Mandiri 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 100.00 Mandiri 2
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 100.00 Mandiri 2
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 100.00 Mandiri 2
5 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 11 36.36 Tidak Mandiri 1
6 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 100.00 Mandiri 2
8 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
9 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
10 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
11 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
12 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
13 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
14 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
15 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
16 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
17 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
18 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 9 11 81.82 Mandiri 2
72

19 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
20 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
21 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
22 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
23 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
24 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
25 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 9 11 81.82 Mandiri 2
26 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
27 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
28 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 9 11 81.82 Mandiri 2
29 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
30 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2
31 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 5 11 45.45 Tidak Mandiri 1
32 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 11 90.91 Mandiri 2

Rekapitulasi
Kemandiria Jumla Perse
Kode n h n
Tidak
1 Mandiri 9 28.13
2 Mandiri 23 71.88
  Total 32 100
Lampiran 6

Hasil Analisis SPSS

Frequencies

Statistics

Jenis Kelamin
Pendidikan Pekerjaan Autis anak ke Autis Pola Asuh Kemandirian
N Valid 32 32 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 2.7813 2.0625 1.4688 1.4688 2.6563 1.7188
Median 3.0000 2.0000 1.0000 1.0000 3.0000 2.0000
Std. Deviation .60824 .94826 .62136 .50701 .48256 .45680

Frequency Table

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 10 31.3 31.3 31.3
SMA 19 59.4 59.4 90.6
PT 3 9.4 9.4 100.0
Total 32 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja (IRT) 13 40.6 40.6 40.6
PNS 4 12.5 12.5 53.1
Wiraswasta 15 46.9 46.9 100.0
Total 32 100.0 100.0

Autis anak ke

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ke 1 19 59.4 59.4 59.4
ke 2 11 34.4 34.4 93.8
ke 3 / lebih 2 6.3 6.3 100.0
Total 32 100.0 100.0

73
74

Jenis Kelamin Autis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 17 53.1 53.1 53.1
Perempuan 15 46.9 46.9 100.0
Total 32 100.0 100.0

Pola Asuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Otoriter 11 34.4 34.4 34.4
Demokrasi 21 65.6 65.6 100.0
Total 32 100.0 100.0

Kemandirian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Mandiri 9 28.1 28.1 28.1
Mandiri 23 71.9 71.9 100.0
Total 32 100.0 100.0
75

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan * Pola Asuh 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Pendidikan *
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kemandirian
Pekerjaan * Pola Asuh 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Pekerjaan * Kemandirian 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Autis anak ke * Pola Asuh 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Autis anak ke *
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kemandirian
Jenis Kelamin Autis *
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Pola Asuh
Jenis Kelamin Autis *
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Kemandirian

Pendidikan * Pola Asuh Crosstabulation

Pola Asuh
Otoriter Demokrasi Total
Pendidikan SMP Count 6 4 10
% within Pendidikan 60.0% 40.0% 100.0%
% of Total 18.8% 12.5% 31.3%
SMA Count 5 14 19
% within Pendidikan 26.3% 73.7% 100.0%
% of Total 15.6% 43.8% 59.4%
PT Count 0 3 3
% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% 9.4% 9.4%
Total Count 11 21 32
% within Pendidikan 34.4% 65.6% 100.0%
% of Total 34.4% 65.6% 100.0%
76

Pendidikan * Kemandirian Crosstabulation

Kemandirian
Tidak Mandiri Mandiri Total
Pendidikan SMP Count 4 6 10
% within Pendidikan 40.0% 60.0% 100.0%
% of Total 12.5% 18.8% 31.3%
SMA Count 5 14 19
% within Pendidikan 26.3% 73.7% 100.0%
% of Total 15.6% 43.8% 59.4%
PT Count 0 3 3
% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% 9.4% 9.4%
Total Count 9 23 32
% within Pendidikan 28.1% 71.9% 100.0%
% of Total 28.1% 71.9% 100.0%

Pekerjaan * Pola Asuh Crosstabulation

Pola Asuh
Otoriter Demokrasi Total
Pekerjaan Tidak bekerja (IRT) Count 4 9 13
% within Pekerjaan 30.8% 69.2% 100.0%
% of Total 12.5% 28.1% 40.6%
PNS Count 2 2 4
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
% of Total 6.3% 6.3% 12.5%
Wiraswasta Count 5 10 15
% within Pekerjaan 33.3% 66.7% 100.0%
% of Total 15.6% 31.3% 46.9%
Total Count 11 21 32
% within Pekerjaan 34.4% 65.6% 100.0%
% of Total 34.4% 65.6% 100.0%
77

Pekerjaan * Kemandirian Crosstabulation

Kemandirian
Tidak Mandiri Mandiri Total
Pekerjaan Tidak bekerja (IRT) Count 3 10 13
% within Pekerjaan 23.1% 76.9% 100.0%
% of Total 9.4% 31.3% 40.6%
PNS Count 3 1 4
% within Pekerjaan 75.0% 25.0% 100.0%
% of Total 9.4% 3.1% 12.5%
Wiraswasta Count 3 12 15
% within Pekerjaan 20.0% 80.0% 100.0%
% of Total 9.4% 37.5% 46.9%
Total Count 9 23 32
% within Pekerjaan 28.1% 71.9% 100.0%
% of Total 28.1% 71.9% 100.0%

Autis anak ke * Pola Asuh Crosstabulation

Pola Asuh
Otoriter Demokrasi Total
Autis ke 1 Count 7 12 19
anak % within Autis anak ke 36.8% 63.2% 100.0%
ke % of Total 21.9% 37.5% 59.4%
ke 2 Count 3 8 11
% within Autis anak ke 27.3% 72.7% 100.0%
% of Total 9.4% 25.0% 34.4%
ke 3 / lebih Count 1 1 2
% within Autis anak ke 50.0% 50.0% 100.0%
% of Total 3.1% 3.1% 6.3%
Total Count 11 21 32
% within Autis anak ke 34.4% 65.6% 100.0%
% of Total 34.4% 65.6% 100.0%
78

Autis anak ke * Kemandirian Crosstabulation

Kemandirian
Tidak Mandiri Mandiri Total
Autis ke 1 Count 6 13 19
anak % within Autis anak ke 31.6% 68.4% 100.0%
ke % of Total 18.8% 40.6% 59.4%
ke 2 Count 3 8 11
% within Autis anak ke 27.3% 72.7% 100.0%
% of Total 9.4% 25.0% 34.4%
ke 3 / lebih Count 0 2 2
% within Autis anak ke .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% 6.3% 6.3%
Total Count 9 23 32
% within Autis anak ke 28.1% 71.9% 100.0%
% of Total 28.1% 71.9% 100.0%

Jenis Kelamin Autis * Pola Asuh Crosstabulation

Pola Asuh
Otoriter Demokrasi Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 8 9 17
Autis % within Jenis
47.1% 52.9% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 25.0% 28.1% 53.1%
Perempuan Count 3 12 15
% within Jenis
20.0% 80.0% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 9.4% 37.5% 46.9%
Total Count 11 21 32
% within Jenis
34.4% 65.6% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 34.4% 65.6% 100.0%
79

Jenis Kelamin Autis * Kemandirian Crosstabulation

Kemandirian
Tidak Mandiri Mandiri Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 5 12 17
Autis % within Jenis
29.4% 70.6% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 15.6% 37.5% 53.1%
Perempuan Count 4 11 15
% within Jenis
26.7% 73.3% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 12.5% 34.4% 46.9%
Total Count 9 23 32
% within Jenis
28.1% 71.9% 100.0%
Kelamin Autis
% of Total 28.1% 71.9% 100.0%
80

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pola Asuh * Kemandirian 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

Pola Asuh * Kemandirian Crosstabulation

Kemandirian
Tidak Mandiri Mandiri Total
Pola Asuh Otoriter Count 8 3 11
% within Pola Asuh 72.7% 27.3% 100.0%
% of Total 25.0% 9.4% 34.4%
Demokrasi Count 1 20 21
% within Pola Asuh 4.8% 95.2% 100.0%
% of Total 3.1% 62.5% 65.6%
Total Count 9 23 32
% within Pola Asuh 28.1% 71.9% 100.0%
% of Total 28.1% 71.9% 100.0%

Nonparametric Correlations

Correlations

Pola Asuh Kemandirian


Spearman's rho Pola Asuh Correlation Coefficient 1.000 .718**
Sig. (2-tailed) . .000
N 32 32
Kemandirian Correlation Coefficient .718** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
81

Lampiran 7
82
83
84
85

Lampiran 8
Dokumentasi Penelitian
86
87
88

Anda mungkin juga menyukai