PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sektor pertanian sedang menghadapi tantangan besar untuk mencukupi kebutuhan
manusia sehingga memerlukan sistem yang mampu melengkapi petani dan pihak yang
berkepentingan dalam melakukan perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan lahan
pertanian. Smart Farming 4.0 merupakan metode pertanian cerdas berbasis teknologi masa
kini untuk menunjang produktivitas hasil pertaniaan yang maksimal, smart agiculture ini
bertujuan untuk mengatur dan memprediksi hasil panen dan masalah yang dihadapi oleh para
petani. Sistem pertanian yang cerdas yang dijalankan dengan analisis data optimal akan
memampukan para petani dan pihak terkait untuk mengurangi biaya pertanian serta
mengoptimalkan keuntungan. Teknologi yang memanfaatkan jejaringan sensor yang
terkoneksi internet dikenal dengan Internet of Things (Engel dan Suakanto, 2016). Konsep
Internet of Things yang mengkoneksikan sesuatu dengan internet salah satunya melalui
global positioning systems (GPS).
Global Positioning System (GPS) adalah satu satunya sistem navigasi satelit yang
menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi. GPS
merupakan sebuah sistem navigasi berbasiskan radio yang menyediakan informasi koordinat
posisi, kecepatan, dan waktu, ketinggian, dan informasi tambahan lainnya kepada pengguna
di seluruh dunia berdasarkan perbedaan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude).
Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi
mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca, bagi
banyak orang secara simultan (Armira et al., 2017). GPS dapat memberikan informasi posisi
dengan ketelitian bervariasi dari beberapa millimeter (orde nol) sampai dengan puluhan
meter. GPS cukup banyak diaplikasikan untuk survei pemetaan, geodinamika, geodesi,
geologi, geofisik, transportasi dan navigasi, pemantauan deformasi, pertanian, kehutanan, dan
bahkan juga bidang olahraga dan rekreasi (Pramono, 2019).
GPS terdiri atas 3 segmen utama yaitu segmen sistem kontrol, segmen satelit dan
segmen pengguna. Segmen sistem kontrol adalah otak dari GPS, yang bertugas mengatur
semua satelit GPS yang ada agar berfungsi sebagaiman mestinya. Segmen satelit adalah
satelit – satelit GPS yang mengorbit di angkasa sebagai stasiun radio. Satelit GPS tersebut
dilengkapi antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal gelombang. Segmen
pengguna adalah para pengguna satelit GPS dalam hal ini receiver GPS yang dapat menerima
dan memproses sinyal yang dipancarkan oleh satelit GPS (Pramono, 2019). Oleh karena itu,
dilakukannya praktikum ini agar praktikan mengenal penggunaan GPS terutama di bidang
pertanian untuk menentukan koordinat tanaman perkebunan dan menghitung luas lahan.
b. Tujuan
1. Menentukan koordinat tanaman perkebunan dan luas lahan dengan global positioning
system (GPS).
2. Membandingkan antara pengukuran lahan secara konvensional dengan pengukuran
dengan menggunakan global positioning system (GPS).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar sumber mata pencaharian
penduduknya berasal dari bertani atau bercocok tanam. Salah satu tanaman tersebut yaitu
karet. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut
dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut
terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Sun, 2013).
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka
perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini.
Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka
pertumbuhan tanaman akan terhambat (Muryamto et al.,2014). Lingkungan yang kurang baik
juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai habitat aslinya di Amerika
Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia,
yang sebagian besar ditanam di Sumatera Utara dan Kalimantan. Sejak dekade 1980 hingga
saat ini tahun 2017, permasalahan karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu
karet yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat.
Sebagai gambaran produksi karet rakyat hanya 600 - 650 kg KK/ha/thn. Meskipun
demikian, peranan Indonesia sebagai produsen karet alam dunia masih dapat diraih kembali
dengan memperbaiki teknik budidaya dan pasca panen/pengolahan, sehingga produktivitas
dan kualitasnya dapat ditingkatkan secara optimal. Secara umum ada dua jenis karet, yaitu
karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang
berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Saat ini karet yang digunakan di
Industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam
adalah:
1. Memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi,
2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah.
3. Mempunyai daya aus yang tinggi.
4. Tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap keretakan (groove cracking resistance).
Di dalam pembudidayaan tanaman karet, juga perlu dilakukan persiapan bibit unggul
dengan harapan agar produksi yang dihasilkan baik. Untuk mendapatkan bibit standar dapat
diawali dengan menyeleksi biji yang mempunyai daya kecambah tinggi (> 70%), umur
kecambah kurang dari 21 hari sejak disemaikan, akar tunggang lurus, dan bebas penyakit
jamur akar putih (JAP). Pemilihan batang bawah yang sesuai untuk batang atas pada tanaman
karet sangat penting untuk diperhatikan karena sering kali terjadi ketidaksesuaian antara klon
batang bawah dan batang atas. Akibatnya, kombinasi tersebut tidak mampu menampilkan
potensi produksi dan karakter unggul lainnya secara maksimal.
Potensi klon batang atas yang maksimal hanya akan tercapai apabila batang bawah
yang digunakan sesuai dengan batang atas. Dijkman (1951) menyatakan bahwa kesalahan
penggunaan batang bawah dapat menurunkan produksi hingga 40%. Hal ini berarti mutu
genetis batang bawah sangat memengaruhi produksi batang atas. Mutu fisiologis batang
bawah yang digunakan menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya, terutama menyangkut
kejaguran. Penggunaan biji yang berkualitas akan menghasilkan pertumbuhan batang bawah
yang seragam sehingga dapat mempersingkat masa tanaman dan belum menghasilkan (TBM)
sekitar 5-9 bulan (Gan, 1989). Saat ini, biji yang dianjurkan sebagai benih untuk batang
bawah berasal dari klon GT1, AVROS2037, BPM24, PB260, PB330, dan RRIC100 (LRPI
2009). Oleh karena itu, upaya yang dianjurkan untuk memperpendek masa matang sadap
antara lain adalah menggunakan bibit polibeg yang mempunyai pertumbuhan cepat,
berdiameter besar, dan seragam (Boerhendhy & Amypalupy, 2011).
Persiapan lahan juga termasuk komponen penting dalam melakukan budidaya karet.
Persiapan lahan untuk budidaya tanaman karet bertujuan untuk memberikan kondisi
pertumbuhan yang baik dan mengurangi sumber infeksi/inokulan Rigidophorus lignosus yang
menyebabkan penyakit jamur akar putih (JAP). Lahan yang digunakan untuk perkebunan
karet dapat berasal dari hutan sekunder, semak belukar atau padang alang-alang. Pembukaan
lahan hutan sekunder dan semak belukar dapat dilakukan secara manual, sedangkan untuk
lahan alang-alang dianjurkan dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida.
Pertanian di Indonesia semakin hari terus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Konsep smart farming mulaibanyak diterapkan. Berbagai upaya dan tekhnologi mulai
dimanfaatkan untuk menunjang kualitas dan hasil dari pertanian. Tidak hanya itu tekhnologi
juga memudahkan dalam proses persiapan lahan maupun pengolahan hasil pertanian. Salah
satu tekhnologi yang telah di gunakan yaitu GPS ( Global Positioning System).
GPS merupakan sistem navigasi berbasis satelit yang terdiri dari seridaknya 24 satelit.
Pemakaian GPS (Global Positioning System) di bidang pertanian telah demikian luas.
Teknologi ini digunakan antara lain untuk perencanaan pertanian, pemetaan lapangan,
pengambilan sampel tanah, pemandu traktor, pencarian tanaman, aplikasi tingkat variabel,
dan pemetaan hasil. Saat ini, pemakaian GPS memungkinkan aplikasi pestisida, herbisida,
dan pupuk yang lebih tepat, sehingga dapat menghemat biaya, mendapatkan hasil produksi
yang lebih tinggi, dan menciptakan pertanian yang lebih ramah lingkungan. GPS
memungkinkan petani bekerja dalam kondisi lapangan dengan visibilitas rendah seperti
hujan, debu, kabut, dan gelap.
Informasi lokasi yang dikumpulkan oleh penerima GPS memungkinkan petani untuk
memetakan batas lahan pertanian, jalan, sistem irigasi, dan area bermasalah karena terdapat
tanaman pengganggu seperti gulma atau penyakit. Data lapangan yang sama juga dapat
digunakan untuk memandu pesawat penyemprot pestisida, sehingga pesawat lebih akurat
terbang di atas lahan yang dituju dan dapat mengurangi pemakaian bahan kimia. Terdapat
tiga bagian penting dari sistem ini, yaitu bagian kontrol, bagian angkasa, dan bagian
pengguna. Fungsi bagian ini untuk mengontrol, setiap satelit dapat berada sedikit di luar
orbit, sehingga bagian ini melacak orbit satelit, lokasi, ketinggian, dan kecepatan.
Kumpulan satelit-satelit ini diatur sedemikian rupa sehingga alat navigasi setiap saat
dapat menerima paling sedikit sinyal dari empat buah satelit. Sinyal satelit ini dapat melewati
awan, kaca, atau plastik, tetapi tidak dapat melewati gedung atau gunung. Satelit mempunyai
jam atom, dan juga akan memancarkan informasi waktu/jam. Data ini dipancarkan dengan
kode ‘pseudo-random’. Masing-masing satelit memiliki kodenya sendiri-sendiri. Nomor kode
ini biasanya akan ditampilkan di alat navigasi, maka kita bisa melakukan identifikasi sinyal
satelit yang sedang diterima alat tersebut. Data ini berguna bagi alat navigasi untuk mengukur
jarak antara alat navigasi dengan satelit, yang akan digunakan untuk mengukur koordinat
lokasi. Kekuatan sinyal satelit juga akan membantu alat dalam perhitungan (Firmansyah,
2013)
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara III yang berjudul “Penggunaan Global
Positioning System (GPS) untuk Penentuan Koordinat Tanaman Perkebunan dan Perhitungan
Luas Lahan” dilaksanakan pada hari Selasa, 3 Maret 2020 di Kebun Karet Pusat Inovasi Agro
Teknologi (PIAT) UGM Mangunan, Girirejo (Magir), Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah komoditas tanaman
perkebunan yaitu karet. Alat yang digunakan antara lain alat tulis, GPS Garmin Tipe 64s, dan
meteran.
Pada praktikum ini satu golongan dibagi menjadi dua kelompok besar. Setiap kelompok
besar terdapat satu atau dua narasumber yang menjelaskan budidaya dan cara penyadapan
karet. Setelah itu, setiap kelompok besar melakukan tagging dan tracking. Tagging yaitu
penentuan titik pohon menggunakan GPS, sedangkan tracking yaitu penentuan luas lahan
menggunakan GPS dan meteran (konvensional). Tagging dan tracking dilakukan pada 6
pohon (lebar) dan 10 pohon (panjang). Langkah-langkah penggunaan GPS untuk tagging
yaitu GPS dinyalakan dan ditunggu sampai mendapatkan sinyal dan dipastikan posisi
pengukur berada di dekat pohon yang akan diukur. Kemudian dipilih “Mark” lalu di klik
“Menu” dan dipilih “Lokasi rata-rata”. Setelah itu dipilih “Mulai” dan ditunggu hingga
100%. Sedangkan langkah-langkah penggunaan GPS untuk tracking sebagai berikut. GPS
dinyalakan dan ditunggu sampai mendapatkan sinyal. Dari menu utama dipilih “Kalkulasi
Area” dan kemudian “Mulai”. Kemudian pengukur berjalan di sekitar tepi area yang akan
diukur yaitu pada 6 pohon (lebar) dan 10 pohon (panjang) yang telah ditentukan sebelumnya.
GPS akan merekam posisi pengukur secara berkala dan melacak jarak yang pengukur telah
dilalui di setiap arah. “Kalkulasi” pada GPS dienter pada menu dilayar dan hasilnya akan
keluar. Untuk mengubah satuan pengukuran dengan menekan tombol menu dan dipilih
“Ubah Satuan” kemudian dienter. Hasil pengukuran menggunakan GPS dicatat.
Prosedur pengambilan data sebagai berikut. Pengambilan data berupa koordinat
tanaman, diameter tanaman, dan produksi tanaman. Tanaman dikebun di-record berdasarkan
koordinat GPS kemudian diidentifikasi diameter tanaman dan tingkat produksi tanaman
(sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk). Diameter pohon diukur ada ketinggian
±120 cm dari permukaan tanah. Kalsifikasi produksi tanaman berdasarkan standar potensi
hasil pada masing-masing komoditas tanaman perkebunan (≥80% kategori sangat baik, ˂80%
- ≥60% kategori baik, ˂60% - ≥ 40% kategori sedang, ˂40% - ≥ 20% kategori buruk, dan
˂20% kategori sangat buruk). Tahapan perhitungan luas lahan dilakukan dengan cara
konvensional yaitu luasan lahan diukur secara konvensional berdasarkan batas-batas kebun
( 6 pohon untuk lebar dan 10 pohon untuk panjang) menggunakan meteran kemudian
dikonversi dalam satuan luas m2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara luas lahan
yang dihitung secara konvensional dengan menggunakan GPS dilakukan analisis chi-square
(X2). Jika terdapat perbedaan nyata antara perhitungan secara konvensional dengan
perhitungan menggunakan GPS dibuat persamaan regresi linier sederhana dengan variabel
terikat (y) berupa luas lahan secara konvensional dan variabel bebas (x) berupa luas lahan
menggunakan GPS. Analisis data mengguankan uji X2 digunakan untuk membandingkan
hasil perhitungan luas lahan secara konvensional dengan hasil perhitungan menggunakn GPS.
Persamaan untuk menghitung X2 adalah :
(Oi−Ei )2
X2=
Ei
Dimana ;
Oi = nilai luas lahan yang diukur secara konvensional
Ei = nilai luas lahan yang diukur dengan GPS
i = sampel pengamatan ke-i
IV.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Pengamatan Koordinat Tanaman
Koordinat Tanaman Klasifikasi
Diameter Produksi Tanaman
No Produksi
x y Tanaman (cm) (kg/tanaman/tahun)
Tanaman
07°55’38,8
1 110°24’34,3” ” 15,61 30 Sangat baik
07°55’38,7
2 110°24’34,4” ” 17,83 30 Sangat baik
07°55’38,6
3 110°24’34,4” ” 18,15 30 Sangat baik
07°55’38,6
4 110°24’34,6” ” 19,43 30 Sangat baik
07°55’38,6
5 110°24’34,9” ” 18,15 30 Sangat baik
07°55’39,0
6 110°24’34,4” ” 16,24 30 Sangat baik
07°55’39,1
7 110°24’34,4” ” 12,10 30 Sangat baik
07°55’39,4
8 110°24’34,3” ” 18,28 30 Sangat baik
07°55’38,8
9 110°24’34,7” ” 16,24 30 Sangat baik
110°24’34,9 07°55’39,1
10 ” ” 15,22 30 Sangat baik
Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui tanaman yang digunakan untuk praktikum pengamatan
koordinat tanaman adalah tanaman karet klon PB 260 di PIAT UGM. Tanaman karet tersebut
memiliki jarak tanam yaitu 3 x 4 m dengan luas lahan 1 hektar. Jumlah tanaman karet pada
lahan tersebut adalah 834 tanaman. Pengamatan dilakukan pada sepuluh tanaman yang
memiliki klasifikasi diameter antara 15 hingga 19 cm. Produksi tanaman karet tersebut yaitu
30 kg/tanaman/tahun. Klasifikasi produksi tanaman dapat diketahui dengan menghitung
produktivitas actual dan produktivitas potensial. Produktivitas actual adalah 30 kg x 834
tanaman = 25.020 kg/ha. Produktivitas potensial adalah = 17.1 kg/ha=17.000 kg/ha.
Klasifikasi produksi tanaman didapat dengan cara membandingkan produktivitas aktual dan
potensial yang dikali 100%. Klasifikasi produksi tanman karet dapat dihitung dengan cara
(25.020/17.100)x100% dan didaptkan hasil 148.32%. Diketahui kriteria klasifikasinya adalah
sebagai berikut:
≥80% = sangat baik
<80%-≥60% = baik
60% -≥40% = sedang
<40%-≥20% = buruk
20% = sangat buruk
Berdasarkan hasil perhitungan klasifikasi produksi tanaman didapatkan hasil 143,82% yang
berarti hasil klasifikasi tergolong sangat baik dikarenakan lebih dari 80% (≥80%).
Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki
nilai ekonomis tinggi. Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, lebih
tepatnya negara Brasil. Tanaman karet termasuk dalam famili Euphorbiacea atau dapat
disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun havea. Klasifikasi tanaman
karet adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg. (Setyamidjaja, 1993).
Budidaya tanaman karet harus dapat dilakukan di kondisi agroklimat yang tepat agar tanaman
dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Tanaman karet mempunyai adaptasi yang
tinggi pada semua tipe lahan kecuali untuk lahan tergenang. Ketinggian tempat yang ideal
untuk pengembangan karet adalah 0 - 200 meter dari permukaan laut (Astuti et al., 2014).
Tanaman karet sangat ditentukan oleh bahan tanam yang digunakan. Bahan tanam
tanaman karet ditentukan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang sangat penting tersebut
adalah bibit. Bibit karet sangat berperan terhadap keberhasilan budidaya karet sehingga
dalam menyiapkan bibit karet diperlukan perhatian yang khusus dan teknis budidaya yang
tepat dalam penyediaan batang bawah maupun pengelolaan batang atas pada kebun entres.
Terdapat klon - klon anjuran berdasarkan hasil rumusan Lokakarya Nasional Pemuliaan
Tanaman Karet 2005 sebagai berikut:
a. Klon penghasil lateks : BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217, PB 260
b. Klon penghasil lateks-kayu : BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5,
IRR 32, IRR 39, IRR 42, 112, IRR 118
c. Klon penghasil kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72, IRR 78 10
Klon yang digunakan merupakan klon anjuran dan telah disertifikasi oleh BP2MB. Syarat
kebun sumber biji untuk batang bawah yaitu:
a. Terdiri dari klon monoklonal anjuran untuk sumber benih
b. Kemurnian klon minimal 95%
c. Umur tanaman 10-25 tahun
d. Pertumbuhan normal dan sehat
e. Penyadapan sesuai norma
f. Luas blok minimal 15 ha
g. Topografi relatif datar.
Sumber benih Klon karet di Indonesia dihasilkan oleh lembaga riset pemerintah
maupun lembaga riset swasta seperti Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet,
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet,
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Balai Penelitian Getas, Pusat Penelitian Karet,
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bah Lias Riset Center, dan PT London Sumatera
Plantation.
Kualitas dan standar mutu benih harus diperhatikan mulai dari biji untuk batang bawah
sampai bibit karet yang siap ditanam di lahan dengan peryaratan masing-masing tahapan
sebagai berikut:
1. Biji untuk batang bawah
a. Berasal dari pohon induk yang berumur minimal 10 tahun dan asal klon diketahui secara
pasti (propellegitim)
b. Umur biji diketahui dengan pasti dan masih segar
c. Biji yang baik adalah biji yang bernas, dengan permukaan mengkilat, biji tidak
berlobang, dan tidak cacat serta telah mencapai ukuran/besar optimal dan kesegaran
minimal 70%.
Armira, A.F., A. S. Handayani, dan Ciksadan. .2017. Pengembangan sistem estimasi posisi
node sensor dengan teknologi GPS pada wireless sensor network. Prosiding
Annual Research Seminar 3 (1) : 157-159.
Astuti, M., Hafiza, E. Yuningsih, A.R. Wasingun, I.M. Nasution, D. Mustikawati. 2014.
Pedoman Budidaya Karet (Hevea Brasiliensis) yang Baik. Direktorat Jendral
Perkebunan Kementrian Pertanian, Jakarta.
Boerhendhy, Island. 2013. Prospek perbanyakan bibit karet unggul dengan teknik okulasi
dini. Jurnal Litbang Pertanian 32(2):85-95.
Dijkman, M.J. 1951. Hevea. Thirty Years of Research in the Far East. University of Miami
Press, Coral Gables, Florida.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2009. Teknis Budidaya Tanaman Karet : Komoditas Tanaman
Karet. Kementrian Pertanian, Jakarta.
Engel, V. J. L, dan S. Suakanto. 2016. Model inferensi konteks Internet of things pada system
pertanian cerdas. Jurnal Telematika 11 (2) : 49 – 54.
Firmansyah, E. 2013. Pemanfaatan Global Positioning System (GPS) untuk menghitung luas
tanah. STMIK Sumedang, Jawa Barat
Hadi, H., E. Afifah, N.E. Prasetyo, dan L. Atmojo. 2012. Prospek teknik okulasi dini dalam
penyediaan bibit karet klonal. Makalah pada Konferensi Nasional Karet,
Yogyakarta 1920 September 2012. Pusat Penelitian Karet, Medan.
Kaplan, E. D. and C. J. Hegarty. 2006. Understanding GPS: Principles and Application 2 nd
Edition. Artech House Inc, Norwood.
Muryamto, R, Waljiyanto, U. Rahardjo, G. Riyadi, R. Andaru, I. Taftazani, Wahyu Marta, A.
Farida. 2014. Pembuatan peta dan sistem informasi geospasial lahan pertanian di
Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Geomatika.
Pramono, H.S. 2011. Pembacaan posisi koordinat dengan gps sebagai pengendali palang
pintu rel kereta api secara otomatis untuk penambahan aplikasi modul praktik
mikrokontroler. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 20 (2) : 181-188.
Sun , C.H, W. Li , C. Zhou, M. Li, X. Yang. 2013. Anti-counterfeit system for agricultural
product origin labeling based on GPS data and encrypted Chinese-sensible Code.
Journal of Computers and Electronics in Agriculture (92) : 82–91.
Susetyo, I., & Hadi, H. (2012). Pemodelan produksi tanaman karet berdasarkan potensi klon,
tanah, dan iklim. Jurnal Penelitian Karet, 30(1), 23-35.
.
LAMPIRAN
Gambar 1. Kegiatan belajar Gambar 2. Batang karet yang Gambar 3. Hasil sadapan karet
menyadap getah karet telah disadap