Anda di halaman 1dari 35

RESUME PERKULIAHAN TEORI PERENCANAAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Teori Perencanaan

Semester III Tahun Akademik 2015/2016

Disusun Oleh :

Afi Rafita 10070314041

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

TAHUN 2016 M/1436 H


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji dan syukur kehadirat Illahi Rabbi dan salawat serta salam penulis
panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya bahwasannya makalah yang merupakan salah satu tugas
dengan judul “Resume Perkuliahan Teori Perencanaan “ dapat diselesaikan
oleh penulis tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunan tugas ini tidak lepas dari peranan dari
berbagai pihak akademis, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keterlibatan pihak-pihak
yang telah memberikan saran dan kritikan selama proses penyusunan tugas ini.
Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dosen Mata Kuliah Teori Perencanaan Ibu DR. Hj. Saraswati, Ir. MSP
yang telah memberikan tugas ini sehingga penulis bisa lebih memahami
tentant perkuliahan Teori Perencanaan.
2. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota.
Penulis akan terus mempelajari dan memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam pembuatan tugas ini, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik dari semua pihak, demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata, semoga penyusunan tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis
secara akademika dan khalayak umum serta dapat menambah wawasan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, 12 Januari 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ajaran Islam diajarkan agar setiap muslimin dan muslimat harus
bisa merencanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan firman Allah
SWT.dalam Al Qur’an surat tAl-Hasyr, ayat 18 yang berbunyi :

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat diatas menjelaskan tentang Allah sebagai pencipta, Allah sebagai


Perencana semua makhluk ciptaannya, Allah adalah Maha Merencanakan, Al-
Bari, sifat tersebut jika diamalkan secara substantif seharusnya menjadi inspirasi
bagi umat islam terutama para planner atau pemimpin. Karena pada dasarnya
Planner atau pemimpin yang harus mempunyai banyak konsep tentang
perencanaan ruang yang sudah diberikan oleh Allah SWT kepada kita agar kita
bisa merencanakan dan menata ruang bumi ini dengan baik dan bijaksana.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, lebih baik, melalui urutan pilihan yang logis, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan telah berkembang
terutama tentang perencanaan kota yang dijadikan sebagai suatu seni dan ilmu
selama hampir 6000 tahun. Dari kota-negara Asiria hingga hingga pembangunan
kembali kota-kota sentral masa kini, terdapat evolusi pemikiran dan praktek yang
dibangun berdasarkan suatu tuntutan sederhana-orang harus dapat
merencanakan kota. Dari evolusi ini timbul sejumlah pelajaran, pengalaman,
tradisi, dan kecenderungan. Khusus mengenai kecenderungan, harus dipahami
bahwa sebagian besar dari apa yang akan kita lakukan dalam perencanaan kota
berasal dari apa yang kita lakukan. Bahkan mereka yang menganjurkan untuk
meninggalkan yang lampau dan menemukan cara-cara yang baru untuk
merencanakan kota akan setuju bahwa perubahan seperti itu harus didasarkan
atas analisis dan pengertian historis, karena mengabaikan pengalaman-
pengalaman pendahulu kita hanya akan mengakibatkan terulangnnya kembali
kesalahan-kesalahan masa lalu.Menurut sifanya yang paling hakiki, perencanaan
kota mengharuskan kita untuk memulai dari mana kita berada dan mana kita
telah berada. Hanya denga cara ini kita dapat memilih secara efektif kemana kita
harus melangkah. Teori perencanaan berusaha untuk menjalankan bagaimana
sistem-sistem sosial berjalan dan yang berusaha untuk menyediakan peralatan
dan teknik-teknik untuk mengendalikan dan mengubah sistem-sistem sosial.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Resume Teori Perencanaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Agar dapat mengetahui pengertian dari teori perencanaan dan
mengetahui perkembangan teori perencanaan dari awal adanya teori
perencanaan hingga sekarang
2. Dengan adanya pembuatan resume ini diharapkan penulis bisa lebih
memahami lagi tentang permasalahan-permasalahan pada teori
perencanaan dan bisa bertindak bijaksana terhadap permasalah-
permasalahan yang ada.

1.3 Sistematika Pembahasan


Sistematika penyajian makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, dan sistematika
pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang resume perkuliahan dari awal hingga
akhir perkuliahan
BAB III KESIMPULAN dan KESAN PESAN
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan kesan pesan tentang
perkuliahan Teori Perencanaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori dan Teori Perencanaan


2.1.1 Pengertian Teori
Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial. Teori adalah
seperangkat konsep/konstruk, defenisi dan proposisi yang berusaha menjelaskan
hubungan sistimatis suatu fenomena, dengan cara memerinci hubungan sebab-
akibat yang terjadi dan dapat diartikan pula menurut beberapa para ahli yaitu
teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori
sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai
“menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan
hubungan dapat saling berhubungan .
Ismaun (2001:32) mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan yang
berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Sedangkan secara lebih
spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan
sebagai berikut :
1. Teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau
ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang
dunia sosial. Teori sosial menurut Neuman adalah sebagai sebuah sistem
dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan
mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia social. Oleh karena itu
Neuman menjelaskan bahwa Teori terdiri atas beberapa elemen: 
 Konsep (simbol dan definisi)
 Scope(lingkup)
 Relationship
2. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel,
dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn
mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang
mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa
variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
3. Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang
pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks
diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta
yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta .Selain itu,
berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima
secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang
konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan
kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan
kesimpulan pada pembuktian matematika.Sedangkan secara lebih
spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman
mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan
abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda
dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam
membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan diantara keduanya,
tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi,
tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah
sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau
Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.Dalam ilmu
pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka
pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu.
Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan
menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-
kejadian di alam, atau tingkah laku hewan).
4. Teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila
kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk
generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang
koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum
pernah terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini,
lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut
teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat
miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah
mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain
tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena
definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap
menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.

2.1.2 Elemen Teori


Di dalam sebuah teori terdapat beberapa elemen yang mengikutinya.
Elemen ini berfungsi untuk mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di
dalam teori tersebut. Pada teori ada 3 buah elemen yaitu :
1. Konsep adalah sebuah ide yang diekspresikan dengan symbol atau
kata. Konsep dibagi dua yaitu, simbol dan definisi.Dalam ilmu alam
konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞” = tak
terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam
ilmu sosial konsep ini lebih diekspresikan dengan kata-kata tidak
melalui simbol-simbol. Menurut Neuman kata-kata juga merupakan
simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena mempelajari
konsep dan teori seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di
mana pun dan selalu kita gunakan.
2. Scope . Dalam teori seperti yang dijelaskan di atas memiliki konsep.
Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan ada juga yang bersifat
kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat
diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding
dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret.
3. Relationship. Teori merupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau
secara lebih jelasnya teori merupakan bagaimana konsep-konsep
berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal
statement) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan
teoritis yang memperincikan hubungan antara dua atau lebih variable,
memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep
dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Ketika
seorang peneliti melakukan tes empiris atau mengevaluasi sebuah
hubungan itu, maka hal ini disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori
sosial juga terdiri dari sebuah mekanisme sebab akibat, atau alasan
dari sebuah hubungan, sedangkan mekanisme sebab akibat adalah
sebuah pernyataan bagaimana sesuatu bekerja.

2.1.3 Pengertian Perencanaan dan Teori Perencanaan


Suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, lebih
baik, melalui urutan pilihan yang logis, dengan memperhitungkan sumber daya
yang tersedia. .Perencanaan Terbagi Atas 4 Hal Pokok :
1. Naluri manusia
Setiap orang itu dapat menjadi perencana, everybody can be a planner
2. Idea
Muncul karena adanya suatu reaksi terhadap suatu keadaan, Patric
Geddes terkenal dengan "Modern Planning dan CIassical Planning”,
data-proses dan hasil: Data – Analysis – Planning
3. Ilmu
Perencanaan merupakan hasil penggabungan beberapa ilmu
pengetahuan menjadi pengetahuan perencanaan (theory of planning).
4. Profesi
a. S/d tahun 1950 : Didominasi/berasal dari arsitektur,geografi,biologi.
b. Tahun 1950 : Klasifikasi ada tapi belum jelas : Ekonomi, arsitektur,
geografi, dan “Planning”.
c. Tahun 1950 : Lahir Town Planning Intitute (TPI) wadah profesi
perencanaan di Inggris, syaratnya harus mengerti British Planning.
d. Tahun 1971 : TPI lahir RTPT (Royal Town Planning Institute).
e. Secara profesi planner dimulai tahun 1972.
Proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk mencapai
suatu tujuan yang dikehendaki. Fungsi dari manfaat perencanaan yaitu sebagai
berikut:
 Sebagai penuntun arah dan acuan pembangunan
 Minimalisasi Ketidakpastian
 Minimalisasi inefisiensi sumber daya
 Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
 Menghasilkan keadaan yang lebih baik
Perencanaan juga mempunyai beberapa syarat yang harus terpenuhi
diantaranya : Faktual dan Realistis , Logis dan Rasional ,Dinamis ,Komitmen
dan Komprehensif atau menyeluruh .Adanya kegagalan dalam perencanaan itu
sangat lumrah diantara seperti berikut:
1. Penyusunan Perencanaan tidak tepat, mungkin karena:
o informasinya kurang lengkap, tidak akurat
o metodologinya tidak sesuai, tdk dikuasai dengang baik
o perencanaannya tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa
terlaksana
o pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan-pertimbangan
teknis perencanaan terabaikan
o Kapasitas dan kapabilitas perencana danketerbatasan sumberdaya
lainnya
2. Perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti
seharusnya.
o Kegagalan terjadi karena tidak berkaitnya perencanaan dengan
pelaksanaannya.
o Aparat pelaksana tidak siap atau tidak kompeten,
o Masyarakat tidak punya kesempatan berpartisipasi sehingga tidak
mendukungnya.

Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak


perubahan seiring perkembangan waktu. Perencanaan sendiri telah mengalami
banyak perkembangan sejak Patrick Geddes mencetuskannya untuk pertama
kali. Kebutuhan manusia akan teori tunggal mengenai suatu perencanaan atau
biasa disebut dengan teori perencanaan mengakibatkan pengaruh para ilmuan di
bidang ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam semakin dilibatkan dalam
praktek perencanaan, riset, dan pendidikan. Teori perencanaan mulai
berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industri yang mengakibatkan
adanya kemunduran kota. Hal ini merupakan sebuah perubahan yang sangat
besar dalam kehidupan kota. Revolusi industri sendiri telah menciptakan kota-
kota industri dimana kota tersebut kepentingan buruh sangat besar. Setelah itu,
mulai muncul sebuah gagasan dari Patrick Geddes tentang analisa terperinci dari
pola pemukiman dan lingkungan ekonomi lokal yang merupakan awal dari lebih
berkembangnya sebuah teori perencanaan. Teori perencanaan mulai
berkembang pesat setelah terjadinya revolusi industri sebagai akibat adanya
respon industrialisasi dan urbanisasi. Degradasi lingkungan yang terjadi
membuat pakar kota menginginkan suatu reformasi Hal ini merupakan sebuah
perubahan yang sangat besar dalam kehidupan kota. Revolusi industri sendiri
telah menciptakan kota-kota industri baru yang sebelumnya tidak ada yaitu
terjadi perpindahan penduduk dari daerah pertanian ke daerah industri. Lalu kota
itu sendiri menjadi kepentingan yang sangat besar bagi buruh, karena penduduk
yang pindah dari desa ke kota tidak memiliki pengetahuan tentang industri baru
atau kebutuhan sosial dan teknis untuk hidup di kota. Setelah itu, mulai muncul
sebuah gagasan dari Patrick Geddes tentang analisa terperinci dari pola
pemukiman dan lingkungan ekonomi lokal yang merupakan awal dari lebih
berkembangnya sebuah teori perencanaan.
Teori-teori perencanaan yang dipergunakan dan menjadi pijakan bagi
perencana dan perencanaan,berupa:
 Functional Theories
Teori yang dikembangkan lebih berdasar pada pemikiran si perencana,
dengan orientasi lebih pada target oriented planning atas dasari
dugaan-dugaan, sehingga produk perencanaannya pada umumnya lebih
bersifat instrumental atau top-down.
 Behavioural Theories
Merupakan teori yang dikembangkan dengan lebih memperhatikan
fenomena behavioural melalui gejala-gejala empiris dan lebih berpikir
pada trend oriented planning, serta hasil perencanaannya pada
umumnya lebih bersifat komunikatif atau bottom up.
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan
mengenaisuatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Sebuah teori
biasanya terdiri dari hukum , hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan
yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu kaitan
sebab- akibat.Teori bersifat sementara dan kondisional, terbuka dipengaruhi oleh
sikap, pandangan,selera, semangat. Sedangkan Perencanaan sendiri adalah
suaru proses yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaina
kegiatan berfikir yang rasioanl untuk memecahkan masalah suatu permasalah
seca sistemasik dan berencana untuk mencapai keinginan cita-cita dimasa
mendatang , jadi Teori Perencanaan Perlu diketahui, bahwa, profesi perencana
dibentuk dari berbagai latar belakang, dengan demikian, teori perencanaan
telah berkembang sebagai akumulasi percampuran dari konsep-konsep berbagai
disiplin keilmuan. Sehingga, tidak ada konsensus yang utuh dalam
mendefinisikan ‘teori perencanaan’.

Gambar 2.1
Planning Theory
Sumber : PPT Teori Perencanaan

Pendekatan Teori & Masalah Perencanaan sebagai berikut :


 Fisik Estetika, hanya menutupi dan menyelesaikan permasalahan secara
visualisasi / fisik estetis saja.
 Comprehensif, melihat permasalahan secara menyeluruh, dengan melihat
berbagai aspek penyebab yang terkait dan penyelesaiannya berjangka
panjang.
 Mixed Scanning, yaitu menyelesaikan masalah melalui kajian secara
sepintas terlebih dahulu (scanning) kemudian merumuskan konsep
penyelesaian masalah dari hasil kajian sepintas tadi.
 Incremental, yaitu menyelesaikan masalah secara terpilah, dan sifatnya
langsung memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan hal-hal yang
terkait secara tidak langsung. Contohnya adalah tindakan sektoral.
 Disjointed Incrementalism, penggabungan antara pendekatan menyeluruh
(Comprehensive) dan Incremental.
2.2. Perkembangan Teori Perencanaan
Teori perencanaan tiap waktu selalu berkembang dimulai pada Pra Abad
19 memasuki masa perancanaan Pra Modernmunculnya ide perencanaan di
Acropolis (Athena), sebelum abad 19. Perencanaan fisik kota – kota dengan
sistem jalan untuk kelancaran perdagangan. , kemudian pada abad 19
Perencanaan sebagai proyek modern (Almendinger, 2000), dengan timbulnya
revolusi industri (Munford, 1956). Perencanaan humanisme, kesehatan, air
bersih, dll ,kurang dapat membawa masyarakat ke arah pemerataan dan
kesejahteraan , memasuki abad ke-20 Era Modern (Friedman, 1987) gugatan
pada pra modern yang authoritative dan selanjutnya abang ke-21 atau sekarang
yaitu Post Modern, rasionalitas politik, pandangan spiritualitas . Perencanaan
melibatkan masyarakat dengan memperhatikan lingkungan.
Teori perencanaan berkembang didasarkan kepada pengalaman
penerapan teori – teori di dalam perencanaan.Teori perencanaan yang
dikembangkan oleh para pemikir deskriptif misalnya tentang evolusi kota dan
pemukiman yang kemudian memberikan suatu pengamatan tentang fenomena
dan perkembangan kota – kota sebagai perwatakan kota yang menghasilkan
fenomena tata ruang (munculah teori letak pusat dan teori struktur kota)Teori
perencanaan aliran preskriptif mengembangkan dua pendapat yaitu utopis
menuju kepemikiran holistik dan moderat dengan ruang lingkup pemikiraan yang
bersifat incremental. (muncullah kota – kota baru dan urban redevelopment atau
urban renewal).

2.2.1. Pekembangan Teori Perencanaan sampai dengan masa Postmodern


Teori perencanaan kota mulai dikenal sejak tahun 1945, yaitu sejak
Perang Dunia Pertama, dan mengalami perubahan yang signifikan sejak jaman
Postmodern, yaitu sekarang ini. Menurut Nigel Taylor (1998), perubahan yang
mendasar adalah pada paradigma perencanaan kota itu sendiri. Pada awal
lahirnya teori perencanaan kota, perencanaan kota dipakai sebagai alat untuk
menggambarkan ide-ide sosial dari penguasa saat itu. Pada awal abad 21,
perubahan banyak terjadi pada kultur dan nilai-nilai yang mempengaruhi
paradigma perencanaan kota. Ada tiga konsep pemikiran yang mendasar pada
teori perencanaan kota tahun 1945, khususnya di Eropa, yaitu:
1. perencanaan kota sebagai perencanaan fisik kota
2. perancangan kota sebagai esensi dari perencanaan kota
3. ketepatan spasial dalam bentuk ‘gambar’ ataupun ‘blue print’ sebagai
produk akhir
Dari suatu perencanaan kota sangat dituntut (Taylor, 1998,p.5).
Ketiga konsep perencanaan kota diatas bertahan sampai Perang Dunia Kedua,
dimana perencanaan kota lebih dianggap sebagai bagian dari arsitektur atau
seni, ruang kota seperti layaknya kanvas yang luas. Meskipun konsep tentang
perencanaan kota sebagai produk fisik masih tetap diakui sampai sekarang ini.
Perubahan ini dapat dikatakan sebagai perubahan yang bersifat internasional:
perencanaan kota adalah arsitektur dalam skala yang lebih luas. Sehingga
konsekuensinya, profesi perencana kota sebagian besar adalah juga arsitek.
Sejak 1960-an, perencanaan kota lebih dilihat sebagai suatu sistem dari pada
produk fisik. Yaitu merencanakan sistem suatu kota yang pada dasarnya
merupakan akumulasi dari sistem-sistem yang lebih kecil di dalam kota yang
saling berhubungan, seperti jaringan jalan kota, dan sistem jaringan air kota.
Konsep ini lebih didasari pada nilai sosial dan kegiatan ekonomi dari kota, yang
pada akhirnya melibatkan banyak keilmuan dalam merencanakan suatu kota.
Hingga akhir 1960, yang dianggap sebagai awal dari jaman Postmodern,
perencanaan kota lebih cenderung pada perencanaan yang komprehensif, yang
mempertahankan keragaman dan pluralisme. Masyarakat dengan bebas
menentukan nilai-nilai unik yang mereka miliki, dan menjadi pertimbangan yang
signifikan pada perencanaan kota. Bisa diambil contoh yaitu proses pengambilan
keputusan terhadap perencanaan suatu kawasan di banyak negara maju yang
saat ini lebih bersifat bottom-up.
Perkembangan teori perencanaan kota sangat tergantung pada
perkembangan kota itu sendiri (urban development). Paul Balchin, David Isaac,
dan Jean Chen (2000), menggambarkan siklus perkembangan kota sebagai
kurva yang meningkat sejak abad 18 sampai pertengahan abad 19 bisa
dijelaskan sebagai berikut:
1. Proses urbanisasi.
Yaitu proses tumbuhnya kota karena perpindahan penduduk dari rural ke
urban yang diawali dengan adanya Revolusi Industri pada abad 18.
2. Proses urbanisasi atau sub-urbanisasi.
Proses urbanisasi menimbulkan berkembangnya sektor jasa yang cukup
pesat dan kegiatan manufaktur yang cenderung memilih lokasi pinggiran/
luar pusat kota, sehingga pada tahap ini menyebabkan tumbuhnya
suburbansuburban.
3. Proses sub-urbanisasi.
Proses sub-urbanisasi yang diikuti dengan menurunnya populasi di pusat
kota.
4. Proses re-urbanisasi atau de-urbanisasi.
Yaitu proses yang disebabkan oleh berkembangnya suburban menjadi
urban.
Teori perencanaan kota mulai berkembang pada tahap urbanisasi dan
suburbanisasi, dimana sudah dikenal adanya pertumbuhan daerah pinggiran
kota. Pusat kota tumbuh pesat akibat Revolusi Industri (urbanisasi) dan dipicu
dengan rusaknya kota karena Perang Dunia Pertama, penguasa kota baru
menyadari pentingnya merencanakan suatu kota, dengan menganggap
perencanaan kota sebagai bagian dari arsitektur yang lebih makro. Proses sub-
urbanisasi mengikuti proses urbanisasi, selama Perang Dunia Kedua,
memandang kota lebih kepada integrasi dari banyak system didalam kota,
termasuk sistem yang menyatukan pusat kota dan daerah pinggiran yang mulai
tumbuh. Pada proses re-urbanisasi atau deurbanisasi, yaitu sejak abad 21, lebih
banyak dipengaruhi oleh issue globalisasi.

2.2.2. Perkembangan Teori Perencanaan Pembangunan (Development


planning)
. Pada tahun 1929 dengan menggunakan Pendekatan perencanaan
ekonomi terpusat, Soviet menyusun perencanaan pembangunan lima tahunan
negaranyaSetelah PD II, banyak negara baru yang merdeka. Ingin segera
melakukan pembangunan dan mendapatkan pinjaman dari negara donor,
Negara-negara ini mulai menyusun perencanan pembangunan nasionalnya
(Indonesia 1950, India 1951, piliphina 1950, Negara-negara Amerika latin
sebelum 1960-an). Pada tahun 1960-an Pendekatan perencanaan berbasis
pembangunan ekonomi lah yang menjadi primadona dalam perencanaan
pembangunan nasional. Dalam perkembangannya pendekatan ini ternyata
memiliki berbagai kelemahan. Pada akhir tahun 1960-an, dengan semakin
luasnya cakupan perencanaan pembangunan, maka teori ini mengembangkan
basis pendekatannya tidak hanya ekonomi, tapi juga sosial, politik, fisik dan
lingkungan.Pembangunan (development) dan perubahan (change) tidak dapat
dipisahkan. Myrdal (1968): mengatakan bahwa Pembangunan merupakan
pergerakan keatas dari seluruh sistem sosial. Pengertian lain dalam
Tjokroamijoyo, Bintoro 1988 mendefinisikan Pembangunan adalah upaya suatu
masyarakat bangsa yang merupakan suatu perubahan sosial yang besar dalam
berbagai bidang kehidupan ke arah masyarakat yang lebih maju dan baik, sesuai
dengan pandangan masyarakat bangsa itu. Definisi lain menyebutkan bahwa
pembangunan adalah transformasi social dari masyarakat tradisional agraris
menuju ke masyarakat industrial modern (Fakih, 2000 ). Meski terdapat
perbedaan dalam mendefinisikan pembangunan namun secara umum
pembangunan dapat didefinisikan sebagai perubahan (change). Pada awal
pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang
mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan
modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi.
Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana
pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara
keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal
tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing
mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip
kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang
merefleksikan perubahan. Teori pembangunan mengerucut pada dua buah
teori besar, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Teori Modernisasi
berasal dari dua teori dasar yaitu teori pendekatan psikologis dan teori
pendekatan budaya. Teori pendekatan psikologis menekankan bahwa
pembangunan ekonomi yang gagal pada negara berkembang disebabkan oleh
mentalitas masyarakatnya. Menurut teori ini, keberhasilan pambangunan
mensyaratkan adalah dengan adanya perubahan sikap mental penduduk negara
berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih melihat kegagalan
pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh ketidaksiapan tata
nilai yang ada dalam masyarakatnya. Secara garis besar teori modernisasi
merupakan perpaduan antara sosiologi, psikologi dan ekonomi. Teori dasar yang
menjadi landasan teori modernisasi adalah ide Durkheim dan Weber . Teori
dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx tentang kapitalisme dan konflik
kelas. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa
kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan.
Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap
sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitasi terhadap kaum buruh
yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses
kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi
untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
Sejak tahun 1980-an, pendekatan yang digunakan semakin kompleks,
disamping pendekatan diatas, perencanaan pembangunan juga menggunakan
pendekatan keadilan sosial (social justice), pemerataan persebaran
pembangunan (equal distribution) terhadap kelompok berpenghasilan rendah
(low income group) dan kawasan yang kurang berkembang (less developed
region)Sejak tahun 1990-an, pendekatan perencanaan pembangunan yang mulai
digiatkan adalah perencanaan pembangunan partisipatif, yang dianggap paling
ideal karena melibatkan semua stakeholders yang ada
Teori bersifat abstrak, yang melandasi, menjadi pedoman dan digunakan
sebagai pendekatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat praktis.
Manfaat teori dalam tindakan perencanaan, adalah untuk menjelaskan
fenomena, menjadi landasan berpikir, dan meramalkan
perencanaan.Pembangunan adalah hasil atau output dari adanya suatu
perencanaan, sehingga pembangunan terjadi setelah adanya perencanaan.
Namun jika kita lihat di lapangan, banyak sekali pembangunan yang tidak sesuai
dengan perencanaannya. Apa yang terjadi dalam kenyataannya bukan hasil dari
perencanaan, namun karena suatu mekanisme pasar, dalam hal ini perencanaan
mempunyai fungsi mengarahkan pembangunan agar sesuai dengan tujuan
utamanya. Kegiatan perencanaan perlu dilakukan sebagai jaminan bagi
terlaksananya proses transformasi tersebut melalui kegiatan pengendalian arah
pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan. 
Gambar 2.2
Perkembangan Teori Perencanaan
Sumber : zejimandala.wordpress.com

2.2.3. Perkembangan Teori Perencanaan Fisik


Physical Planning (Perencanaan fisik) adalah Perencanan yang perlu
dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan
perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota
dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul
aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian
kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan
kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam
bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan
penggunaan lahan )

2.3. Teori Perencanaan Rasional Menyeluruh (Rational


Comprehensive Planning)
Rational Comprehensive Planning merupakan suatu kerangka
pendekatan atau metode pembuatan keputusan yang disusun secara teratur dan
logis (Banfield dalam Faludi dalam Saraswati). Akan tetapi, dalam prakteknya
ternyata perencanaan menyeluruh tidak dapat menjawab seluruh aspek
perencanaan, sehingga kritik terhadap kelemahan model tersebut mulai muncul
sejak dekade 1960-an, yaitu kritik terhadap keefektifan London Masterplan
buatan Sir Patrick Abercrombie. Hal ini menunjukan bahwa Rational
Comprehensive Planning memiliki kelemahan-kelemahan dalam proses dan
implentasi rencana seperti (1) membutuhkan keandalan, ketersediaan dan
validitas data yang sangat tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lama, (2)
Produk perencanaan berupa master plan dirasakan kurang memberikan
informasi dan arahan mengenai penanganan masalah, (3) Belum siapnya
kelembagaan yang mapan yang menimbulkan adanya kehilangan koordinasi
(Sujarto, 1990). Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut Lindblom (1960)
memandang pentingnya adanya alternative pendekatan yang berfungsi
menjembatani antara perencanaan komprehensif jangka panjang dengan
perencanaan proyek jangka pendek. Di sini kemudian muncul model
perencanaan succesive limited comparisons/branch method karena lebih efisien
dan tidak dibatasi oleh keterbatasan kapasitas intelektual dan sumber informasi
yang mencoba menjawab kelemahan perencanaan rasional menyeluruh (rational
comprehensive planning/root methode).
Selanjutnya dalam pemahaman tentang karakteristik dasar sejarah
perencanaan yang dikemukakan oleh Krueckeber dalam Campbell dan Fainstein
(1996) terdiri dari: (1)  penetapan kurun waktu para pelopor perencananya; (2)
periode kelembagaan, profesionalisasi, dan pengakuan perencanaan regional
dan perencanaan federal; dan (3) era pasca perang, masa krisis, dan
diversifikasi perencanaan. Sebagai contoh teori-teori perencanaan di Amerika
pada dekade 60an tidaklah terlepas dari sejarah kehidupan bangsa Amerika,
dengan berbagai konflik tentang deskriminasi rasial dan ketidak adilan sosial,
kemiskinan yang masih melanda sebagian besar warga negara Amerika yang
berkulit hitam pada saat itu baru mulai membuka mata para perencana, bahwa
pada hakekatnya perencanaan pembangunan harus pula melihat segi-segi sosial
serta peran serta masyarakat dalam pembangunan (David Harvey,1980).
Oleh karena itu, teori perencanaan identik dengan munculnya model-
model pendekatan perencanaan seperti procedural planning, radical planning,
communicative planning, collaborative planning, dan lain-lain. Friedman (1987) 
dalam saraswati menjelaskan runtutan perjalanan teori perencanaan ke dalam 4
tahapan yaitu: (1)  Reformasi Sosial (Social Reform); (2) Analisis Kebijakan
(Policy Analysis); (3) Pembelajaran Sosial (Social Learning); dan (4) Mobilisasi
Sosial (Social Mobilization).
Adanya tingkat variabilitas yang amat tinggi kemana tujuan perencanaan
ditetapkan, tersedianya metode yang dapat dipahami untuk mencapai tujuan
tersebut, maka tidaklah mengherankan bahwa beberapa pendekatan yang
berbeda-beda telah dilakukanTidak satupun dari pendekatan & teori
perencanaan yang satu lebih baik dibanding dengan yang lainnnya, tetapi setiap
pendekatan tersebut tampaknya akan jauh lebih memadai dalam satu keadaan
tertentu.

 Karakter Model RCP


1. Pencapaian tujuan : Harus ada goal setting yang akan dicapai.
2. Mengkaji pilihan : Perencanaan Rasional harus mengkaji pilihan-
pilihan yang ada hingga memperoleh pilihan yang
paling tepat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Orientasi ke masa depan : Waktu sebagai sumber daya yang dapat habis
dan sangat bernilai maka PRK hrs berorientasi ke
masa depan.
4. Tindakan : Perencanaan harus aplicable & memperoleh
suatu hasil.
5. Kekomprehensifan : Perencanaan harus mampu menghubungkan
komponen-komponen sistem dan secararinci
memberikan kemungkinan-kemungkinan alternative
dalam proposolnya.

 Ciri Utama RCP


Ciri utama dari suatu pendekatan perencanaan rasional yang
komprehensif adalah sebagai berikut (Banfield & Meyerson, dalam Sujarto
1990:6)
• Dilandasi oleh suatu kebijakan umum yang tepat, strategis dalam
merumuskan tujuan yang ingin dicapai sebagai suatu kesatuan yang
utuh.
• Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh
dan terpadu
• Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi dan data
yang lengkap, handal, dan rinci
• Peramalan yang diarahkan pada tujuan-tujuan strategis jangka panjang.

 Kemampuan Perencana RCP


Kelompok Perencana yang mengaku termasuk dalam kelompok
perencana yang komprehensif menyatakan bahwa fungsi mereka yang
terpenting adalah (Altshuler, dalam Faludi, 1983 : 193)

• Memahami kepentingan masyarakat secara menyeluruh dan utuh ke


masa depan
• Memiliki pengetahuan untuk mengukur perkiraan pengaruh tindakan yang
diusulkan tersebut, terhadap kepentingan masyarakat.
• Memiliki kemampuan/kapasitas preskripsi yang kuat
• Memahami konsekuensi yang secara luas dan tajam
• Memiliki daya talar yang holistik

 Kelebihan & Asumsi


Secara khusus, bentuk perencanaan seperti ini memberikan penekanan
yang amat kuat dalam hal teknik-teknik pengumpulan data, pengukuran, dan
analisis. Memberikan dampak menyeluruh, holistik dan terpaduDiasumsikan
bahwa semua informasi yang relevan mengenai situasi dapat diperoleh, valid,
akurat, dan dapat dianalisis untuk pengambilan suatu keputusan. Pendekatan
perencanaan rasional akan sangat bermanfaat bila semua kondisi diketahui,
sebagian tujuan dan alat-alat untuk mencapai tujuan tersebut telah disiapkan
dan dipahami dengan jelas, serta tersedia cukup waktu untuk melakukan analisis
yang diperlukan. Sumberdaya Manusia dan Biaya tidak menjadi kendala
Sayangnya, kondisi seperti ini sangat jarang diperoleh

 Kendala RCP
Kendala pelaksanaan Perencanaan rasional Comprehensive Planning
(Djoko Sujarto, 1990) :
1.Produk perencanaan rasional comprehensive planning dirasakan kurang
memberikan informasi dan arahan yang relevan bagi pembuat keputusan
mengenai prioritas penanganan masalah.
2.Usaha menyelesaikan masalah yang mencakup berbagai unsur secara
menyeluruh, dinilai sebagai hal yang sukar direaliasasikan mengingat adanya
keterbatasan berbagi faktor, sementara perkembangan berbagai sitem di
masyarakat berlangsung sangat cepat.
3.Karena anggapan serta analisis perencanaan rasional ini menekan pada
asas totalitas, maka ini perlu ditunjang oleh berbagai sistem informasi
sebagai masukan data yang bersifat lengkap, rinci dan handal. Rencana
yang lama dan keandalan mutu data yang sering kali tidak sesuai dengan
harapan.
4.Salah satu syarat tercapainya pelaksanaan perencanaan rasional adalah
adanya sistem koordinasi kelembagaan yang mapan, yang pada
kenyataannya justru hal ini menjadi maslah besar.
5.Nilai praktisnya rendah.

2.4. Alternatif Model Perencanaan Disjointed Incremental Planning


Theory
Model ini pada awalnya diajukan oleh Charles E. Lindblom (1964).
Pendekatan dari model ini apabila dilihat dari lingkup perencanaannya mirip
dengan perencanaan proyek, dan pada kenyataannya pendekatan ini
mengutamakan unsur atau sub sistem tertentu yang perlu diprioritaskan tanpa
perlu melihatnya dalam wawasan yang luas (Djoko Sujarto, 1990).Pendekatan ini
memungkinkan bagi pembuat keputusan untuk menerapkan strategi
pengambilan keputusan dengan kapasitas kognitif yang terbatas dan
rasional.Sasaran dan tujuan yang digariskan dalam perencanaan bersifat
langsungpada kebutuhan pengembangan suatu unsur atau sub sistem tertentu
saja.Bagi para pembuat keputusan model ini dirasakan memberikan kemudahan
dalam penangguhan masalah (Etzioni dalam Faludi, 1982).

2.4.1. Karakteristik Model Disjointed Incremental


Mekanisme yang menjadi ciri utama model ini adalah suatu pemilihan
kebijaksanaan diantara sejumlah kecil alternatif kebijaksanaan, yang masing-
masing hanya memiliki perbedaan yang sedikit dengan kebijaksanaan yang telah
ada atau tengah berlaku (Bambang B. S, 1992).Model ini tidak mensyaratkan
sistem informasi yang lengkap dan menyeluruh. Data terinci hanya dibutuhkan
untuk aspek sub sistem tertentu yang menjadi prioritas penanganannya (Djoko
Sujarto, 1990).Selain itu, model ini dapat menghemat dana dan waktu dalam
penelaahan dan analisis maupun proses teknis perencanaannya.
Ciri dari model Disjointed Incrementalism :
• Tidak terlalu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif rencana
secara menyeluruh.
• Hanya mempertimbnagkan bagian-bagian tertentu dari kebijaksanaan
umum yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem yang
diprioritaskan.
• Berdasarkan lingkup perencanaan, maka perencanaan model ini lebih
mudah.
Model perencanaan disjointed incrementalism dapat menjadi alternatif dari
perencanaan komprehensif, khususnya untuk mengatasi problem perencanaan
yang sangat mendesak karena adanya keterbatasan finansial.

2.4.2. Asumsi Model Disjointed Incrementalism:


Model perencanaan ini dikembangkan karena dengan landasan bahwa
manusia baik secara individu maupun kelompok dalam masyarakat mempunyai
keinginan, pandangan, kendala dan sifat yang berbeda-beda.Bertolak dari
asumsi tersebut, maka dalam model ini dikenal asumsi-asumsi sebagai berikut :
• Menolak kemungkinan terjadinya konsensus dalam isu perencanaan yang
luas (komprehensif).
• Konsensus hanya dapat dicapai pada hal-hal yang mendekati perubahan
secara bertahap.
• Diperlukannya mekanisme perencananaan yang bersifat desentralisasi
(Bambang B. S, 1992).
Berdasarkan asumsi di atas, maka model perencanaan terpilah lebih tepat
diterapkan untuk rencana-rencana yang bersifat khusus, misalnya rencana
taman rekreasi, rencana kampus, rancang bangunan dan daerah sekitarnya
yang terbatas, dan lain-lain.
2.4.3. Kelemahan Model Disjointed Incrementalism :
Model disjointed incrementalism pada dasarnya merupakan problem
solving and planning yang mengantisipasi permasalahan dalam jangka
pendek.Koordinasi antar sektor dan antar lembaga biasanya tidak terjalin dengan
optimalDapat terjadi saling mengandalkan masing-masing sectorBiaya yang
dipakai relatif boros, karena tidak menyeluruh dan tidak terpaduPerlu kejelian
dalam memilih dan memilah permasalahan & prioritas perencanaan

2.5. Kritikan Terhadap Perencanaan


Seringkali membuat perencanaan itu terkendala dengan waktu , biaya ,ijin
, gap rencana dan pelaksanaan ,regulasi, budaya, data, kondisi wilayah dan
politik,Perencanaan seringkali memberi sedikit ruang bagi masyarakat
umum,kurang multiplierbagi ekonomi masyarakat manfaat yang pendek kalah
oleh desakan investor ,keadilan yang rendah kurang berpihak pada pelaku
ekonomi lemah kurang membangkitkan multiplier lokal seringkali terlalu berfihak
pada ekonomi regional selain itu perencanaan pun seringkali sulit dijangkau
masyarakat marginal ,sulit diterima ,sulit dijalankan dan sulit dipahami.
Critical planning merupakan (1) ketepatan merespon dan
menformulasikan isu, (2) interaksi dengan publik yang dilakukan dengan tepat,
(3) hal tidak miopik/sempit (Widiarto, 2005). Terlebih dahulu Kemp (1980)
berpendapat bahwa critical planning adalah mencari pemahaman tentang
hubungan kekuatan politik dan ekonomi yang membentuk dan dibentuk dalam
proses perencanaan, serta menunjukkan bentuk eksistingnya. Pemahaman
terhadap critical planning dimulai dari bagaimana critical thinking dan critical
theory dipahami sehingga pemahaman dasar yang timbul adalah bagaimana
teori kritik memberikan kontribusi berupa metoda baru untuk memahami
perencanaan atau apa yang dilakukan perencana adalah lebih pada
communicative action daripada instrumental action. Kandungan teori kritik
terhadap perencanaan tidak hanya bersifat empiris, interpretatif dan normatif.
Tetapi juga praktis (pragmatics with vision), karena dapat membantu mengatasi
dan mengantisipasi (a) keragu-raguan dan ketidakpercayaan perencana,
(b)hambatan dalam meninjau desain perencanaan secara efektif dan proses
perencanaan yang demokratis, (c) kontraproduktifdalam praktek perencanaan.
Forester (1980) kembali menegaskan bahwa teori kritik sosial untuk perencanaan
adalah (a) bagaimana suatu perencanaan dapat bekerja sebagai aksi yang
komunikatif, (b) bagaimana suatu perencanaan dan kekuatan ekonomi-politik
dapat bekerja untuk menghambat/mendukung proses perencanaan yang
demokratis, (c) bagaimana suatu teori perencanaan dapat memprediksikan
perencanaan secara empiris dan normatif, serta strategi pragmatis dan ber-visi
politis.

2.5.1. Prinsip-prinsip dan Tinjauan kritis terhadap Critical Planning


Pada prinsipnya critical planning memiliki proses yang terpadu dimana
planning menuntut cara berpikir yang komprehensif, yaitu secara menyeluruh
dengan memikirkan berbagai aspek berkenaan dengan informasi yang diterima.
Dengan mempertimbangkan pula hubungan yang berkaitan antara informasi
yang diterima sampai membentuk validitas yang bisa diterima atau disepakati.
Kemudian dalam prakteknya diperlukan tindakan yang tepat pada sasaran,
dengan mengkombinasikan hasil dari pemikiran dengan kondisi aktual yang
sedang dihadapi sebagai bentuk penerapan perencanaan. Komunikasi dan
perencanaan sebagai aksi sosial merupakan hal yang tidak natural. Oleh karena
itu diperlukan norma-norma yang dapat dipahami (comprehensibly), sungguh-
sungguh (sincerely), sah dan logis (legitimately), memiliki kebenaran (truth)
dalam proses komunikasi perencanaan. Sebuah paradigma bahwa Teori Critical
Planning dapat digambarkan dalam tiga kategori: (a) pendekatan kritik (critique
as criticism) menekankan pada isu status quo dimana perencanaan sebagai
suatu yang ortodok untuk mendukung status quo (b) pendekatan analitik (critique
as reconstruction) menekankan pada isu perencanaan sebagai alat kapitalis
sehingga dengan cara tersebut dia mampu melegitimasi intervensi pemerintah
untuk tujuan mensejahterakan masyarakat (c) pendekatan normatif (critique as
reason) menekankan pada isu validity-claim (tuntutan keabsahan). Dimana pada
saat sebuah bentuk communicative planning tertekan/terdistorsi maka validity-
claim dapat didiskusikan dalam sebuah forum (debat). Dalam kaitannya dengan
aktivitas perencanaan sebagai proses komunikasi, Forester menunjukkan bahwa
proses tersebut menjadi ”tidak perlu” mengingat secara sistematis telah
terdistorsi oleh ideologi politik. Tinjauan yang mengkritisi critical planning sebagai
bagian perencanaan adalah tidak menciptakan solusi yang nyata dan hanya
menyediakan kerangka kerja. Kemudian menimbulkan pertanyaan yang
sistematik daripada sebuah hipotesis dari suatu eksperimen. Sehingga seringkali
membawa masyarakat pada tindakan yang menghasilkan permasalahan baru
dan cenderung memperumit masalah. Pernyataan yang mencerminkan Critical
Planning adalah Think Globally, Act Locally and Do Appropriately,
dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa critical planning menuntut cara berpikir
yang komprehensif dan cara bertindak yang strategik. Dalam pengembangan
critical planning seorang perencana harus memperhatikan: (1) efek knowledge
terhadap sebuah kritik karena seringkali knowledge ini mendistorsi atau
terdistorsi oleh kepentingan politik-ekonomi (2) sebuah kritik yang dilontarkan
oleh publik (meskipun itu berpengaruh terhadap perencanaan secara ekstrim),
tidak ditanggapi sebagai sebuah ancaman terhadap profesi dan keahlian
Perencana. Akan tetapi sebagai sebuah fenomena pembelajaran demokrasi (3)
kepentingan Sosialis vs Kapitalis dengan menjembatani antara keduanya yang
melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.

2.6. Advocacy Pluralism and Transactive Planning


Tahun 1960-an teori ini dilandasi oleh sejarah kehidupan bangsa Amerika
dengan berbagai konflik seperti diskriminasi rasial, ketidakadilan sosial dan
kemiskinan. Sehingga orang-orang planner harus mempertimbangkan segi sosial
dan peran serta masyarakat. Daviddof berangkat bahwa perlu kondisi urban
democracy yang mapan yang memungkinkan setiap warga negara berberan aktif
dalam proses transformasi “public policy”.Friedmann memandang komunikasi
tidak efektif karena pada umumnya planner menganggap dirinya superior dari
kliennya. Kemudian mengusulkan transactive sebagai the life of dialogue
(planner bukan superior). Karakteristik the life of dialogue :
1. Originalitas interactive, dialog didasarkan pada suatu hubungan antara dua
belah pihak didasarkan atas keaslian dari tiap pendapat orang yang terlibat.
2. Objektif dalam tindakan, didasarkan pada pemikiran, perimbangan moral,
perasaan senuanya bersatu sebagai satu kesatuan.
3. Komplementer, konflik bukan kendala.
4. Ekspresi substansi perencanaan komunikasi yang ditunjang dengan gesture
dan ekspresi yang lain adalah sama pentingnya dengan substansi komunikasi.
5. Interes dan komitmen, harus dalam kesepahaman yang seimbang.
6. Interaktif, hubungan yang timbal balik.
7. Time frame equal, didasarkan pada satuan waktu yang setara dan adanya
anggapan hubungan sekarang dan serta kondisi pada saat ini, jangka pendek,
menengah, panjang, walau hal yang dibicarakan berhubungan dengan masa
lalu.
Keadilan dalam alokasi kesejahteraan sosial, pengetahuan, ketrampilan,
dan masalah lainnya yang belum terpecahkan. Pergeseran pendekatannya
adalah: Non teknis dan sosial. Davidoff beranggapan bahwa perlu kondisi
“URBAN DEMOCRACY” yang mapan yang memungkinkan setiap warganegara
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan proses transformasi :
“PUBLIC POLICY”. (DAVIDOFF (1965):)
Dalam perencanaan transactive juga didasarkan pada:
 Efektifitas Komunikasi antara Perencana dan Klien
 Mutual learning (saling belajar yang menguntungkan)
Dua tingkat komunikasi:
1. Tingkat komunikasi person centered,yakni yang berhubungan
dengan segala macam tingkah laku manusia (Bersifat Individu, misal
psikoanalitis).
2. Komunikasi subject-matter-related communication, yang
sangat didukung oleh hubungan-hubungan primer dari dialog serta tidak
untuk dipahami secara sendiri-sendiri (Kesepahaman, kondisi sosial budaya

2.6.1. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan


Perencanaan harus partisipatif dengan melibatkan masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan.Widiarto (2004) menyatakan : perencanaan harus
mampu memfasilitasi masyarakat untuk berimajinasi mengenai masa depannya,
imajinasi yg memberikan stimulan bagi masyarakat itu untuk turut bergerak ke
arah keadaan yg lebih baik yang diimajinasikan itu .Dalam proses perencanaan
dikenal 4 (empat) tradisi (Nugroho dan Dahuri, 2004. Friedman, 1987, 1992),
yaitu:
(1) Tradisi analisis kebijakan (policy analysis)
(2) Tradisi reformasi sosial (social reform)
(3) Tradisi pembelajaran sosial (social learning)
(4) Tradisi mobilisasi sosial (social mobilization).
2.7. Participatory Planning
Perencanaan pasrtisipatif digunakan salah satunya untuk mengantisipasi
terjadinya perpecahan. Karena mengingat benbentuk goegrafis Indonesia yang
terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa. Perencanaan merupakan sebuah
istilah yangs sangat umum di dunia pemerintahan. Perencanaan terbagi atas dua
jenis yakni perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom
up). Negara manapun didunia selalu berupaya memajukan negaranya dan selalu
mengontrol perkembangan negaranya. Control tersebut dapat dilakukan melalui
prisip manajemen umum yang disebut dengan POAC (planning, organizing
actuating, controlling).
Dalam sejarah Indonesia, pernah mengalami beberapa masa
pemerintahan. Mulai dari orde lama, orde baru samapai dengan sekarang era
reformasi. Pada masa era orde baru pemerintahan Indonesia bercorak otoriter.
Bila kita mendengar istilah otoriter, terkesan negative. Namun jika dipahami
secara mendalam otoriter juga banyak yang positif. System perencanaan yang
dianut oleh era orde baru cenderung kepada top down. Berbeda dengan
sekarang, yang lebih condong kepada perencanaan yang bersifat partisipatif
(bottom up). Perencanaan semacam ini bertujuan mewujudkan pembangunan
yang didasarkan kepada kenyataan rill harapan dan kebutuhan masyarakat.
Perencanaan partisipatif saat ini terdukung dengan adanya otonomidaerah.
Salah satuu upaya pemerintah daerah mewujudkan perencanaan partisipatif
adalah dengan Musrenbang. Musrenbang dilaksanakan mulai dari tingkat
kelurahan dan desa sampai dengan tingkat nasional. Namun demikian masih ada
saja beberapa kementrian di pemerintah pusat yang mempertahankan status
quo, dan melaksanakan programnya sendiri tanpa ada pertimbangan dan
partisipasi dari bawah. Contohnya adalah permasalahan saat ini menganai
penanganan ujian nasional yang carut marut. Sebenarnya pemerintah pusat
dapat melaksanakan programnya secara top down, jikala memang sudah ada
survey yang dilakukan sejak jau-jauh hari. Tidak bias perencanaan top down
hanya didasarkan kepada data yang tidak up date

2.7.1. Perencanaan Partisipatif Di Indonesia


Sejak tahun 2001 pemerintahan indonesia mengalami perubahan.
Perubahan itu bias dikatakan berubah secara radikal. Hal tersebut karena
berubah dari pemerintahan sentralisasi menjadi desntralilasi demokrasi.
Desentralisasi memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk
leluasa dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri yang bersifat
local. Pmerintah daerah mempunyai kewengan menyelenggarakan urusan
pemerintah yang sangat luas dan utuh. Luas artinya pemerintah daerah
menyelenggarakan semua urusansesuai dengan potensi yang dimilikinya tanpa
campur tangan dari pemerintah pusat. Utuh artinya daerah diberi kepercayaan
penuh untuk mengatur dan mengurus semua urusan yang menjadi
kewenangannya tersebut mulai dari perencanaa, pelaksanaannya dan
evaluasinya.Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang luas dan utuh tersebut
daerah dituntut mampu membuat perencanaan pembangunan secara mandiri.
Sesuai dengan era demokratis pembuatan perencanaan pembangunan juga
tidak boleh mengabaikan prinsip demokrasi. Perencanaan tidak lagi menganu
pendekatan top down dari atas ke bawah, tetapi menggunakan pendekatan
bootom up atau dari bawah keatas, yaitu dengan melibatkan partisipasi
masyarakat. Fakta bahwa rakyatlah yang terkena dampak langsung dari rencana
pembangunan tersebut. Perencanan yang melibatkan partisipasi masyarakat
seperti ini dilakukan dengan perencanaan pembangunan pasrtisipatif

2.7.2. Konsep-Konsep Dan Paradigm Partisipasi


Partispasi menurut Mikkelsen, Biasanya digunakan masyarakat dlam
berbagai makna umum diantaranaya :
 Partisipasi kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek
(pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses
pengambilan keputusan
   Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka
dalam rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan
 Partisipasi adalah proses aktif yang bermakna bahwa orang ataupun
kelompok yang sedang ditugaskan mengambil insiatif dan mempunyai
otonomi untuk melakukan itu
 Partisipasi merupakan proses menjembatani dialog antar komunitas
local dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka
1. Persiapan
2. Pengimplementasian
3. Pemantauan
4. Pengalokasian staf
Tujuannya agar dapat memperoleh informasi tentang konteks social
maupun dampak social terhadap masyarakat Partisipatif adalah keterlibatan
masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan oleh masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan kehidupan dan
diri mereka sendiri.

2.7.3. Tahap- tahap partisipasi


1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan Pada umumnya, setiap
program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber daya
lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah
pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-
kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan
kebutuhan masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang
memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam
proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan
di wilayah setempat atau di tingkat lokal (Mardikanto, 2001).
2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan Slamet (1993)
membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi dalam tahap
perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi dalam
tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan
tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat
keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut
membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan
target.
Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah
mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok
masyarakat dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap
sumber-sumber yang dapat diraih di dalam sistem lingkungannya.
Pengetahuan para perencana teknis yang berasal dari atas umumnya
amat mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah
akhirnya yang mau membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan
menanggung kehidupan mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan
harus didesain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya karena
keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam meraih komitmen, tetapi
karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang relevan yang
tidak dapat dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993)
3. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat
banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela
menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain
pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang
kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan,
tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,
uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan
dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan
(Mardikanto, 2001)

2.8. Kearifan Lokal dan Indigenious Planning


Kearifan Lokal merupakan pengetahuan masyarakat lokal yang menyatu
dengan kepribadian dan tingkah laku bijaksana. Tingkah laku bijaksana
merupakan suatu wujud atau bentuk yang berasal dari pemikiran-pemikiran
mendalam atau pertimbangan-pertimbangan yang sangat hati-hati, artinya suatu
tingkah laku itu terjadi menurut keputusan akal pikiran. Pengendalian
pemanfaatan ruang harus juga dapat berfungsi sebagai alat pemacu
perkembangan kota, yang dapat meningkatkan keuntungan secara sosial,
ekonomi maupun fisik. Dengan demikian, maka pengendalian pemanfaatan
ruang didasarkan atas :
 Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan
 Kebijaksanaan umum pertanahan (land policy)
 Kebijaksanaan daerah (kearifan lokal).
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan mekanisme
perijinan, mekanisme pemberian kompensasi, pedoman pengawasan dan
penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Dalam Kearifan Lokal terkandung di
dalamnya : Tata Nilai, etika, norma, aturan, dan ketrampilan dari suatu komunitas
dalam memenuhi tantangan yang berkelanjutan dalam kehidupannya. Atau
sering juga disenbut sebagai Local Level Decision Making (Kusnaka, 2004:
4).Kearifan Lokal merupakan sistem pengetahuan dan teknologi yang spesifik
yang berkembang, diperbaiki, diperkaya oleh pendukungnya sehingga menjadi
pengetahuan yang mantap, adaptif, dan sangat efektif dalam kehidupan suatu
masyarakat (Warren & Cashman, LIED Gatekeeper, SAI 10) .Kearifan dapat
dijadikan sumber ilmu dan diharapkan menjadi salah satu sumberdaya yang
mampu berkontribusi terhadap krisis ilmu pengetahuan dan krisis metodologi
dalam perencanaan pembangunan.
BAB III
KESIMPULAN DAN KESAN PESAN

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil oleh penulis tentang Teori Perencanaan
yaitu
 bahwa teori perencanaan sendiri dari masa kemasa terus berkembang
melalukan perubahan perencanaan yang lebih baik untuk kedepannnya
 Perencanaan sendiri tidak dapat dilalukan dengan individu , kita bisa
merencanakan tetepi belum tentu rencana yang kita fikirkan bisa diterima
oleh semua kalangan masyarakat
 Perencanaan harus bersifat bijaksana tidak boleh hanya mengambil
keputusan dari sebelah pihak, kita harus memperhatikan pula lingkungan
sekitar karena di bumi ini bukan hanya manusia saja yang hidup tetapi
binatang dan tumbuhan pun hidup didalamnya .
 Ruang lingkup perencanaan mencakup berbagai demensi baik waktu,
spasial,tingkatan dan teknis perencanaa dan yang paling penting dalam
sebuah perencanaan perlu komunikasi dengan masyarakat, semua itu
ada hubungannya di mana saling memberi, saling mendukung, dan saling
menguntungkan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat
 Perencanaan sangat penting baik ditinjau dari sisi manajemen maupun
dari pandangan agama islam, mengingat adanya pesan nabi Muhammad
saw. Dan ayat al-qur’an yang menekankan hal tersebut, diantara
pengertian perencanaan adalah suatu proses menetapkan tujuan,
mengembangkan strategi, dan menguraikan tugas dan jadwal untuk
mencapai tujuan. Perencanaan itu dilakukan untuk mencapai tujuan masa
datang.

3.2. Kesan dan Pesan


Terimakasih banyak penulis sampaikan kepada DR. Hj. Saraswati, Ir.
MSP. yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis bisa
mengerti tentang teori perencanaan ini maksud dan tujuannya seperti apa.
Kesan penulis untuk mata kuliah Teori Perencanaan, penulis sangat senang
ketika ibu menjelaskan tentang matakuliah ini karena ibu mengajar selalu
menggunakan teknik presentasi yang sangat baik dengan menggunakan
gambar-gambar dan contoh-contoh kasus yang membuat penulis selalu menjadi
ingat ketika ibu menjelaskan tentang inti dari yang dipelajari dikelas, cara
menyampaikannya simple dan mudah diingat, ibu selalu menciptakan suasana
nyaman ketika mengajar, interaksi terhadap mahasiswa pun sangat baik dan
mahasiswa tidak menjadi tegang tetapi mahasiswa menjadi senang jika
melakukan interaksi dikelas. Pesannya semoga ibu terus mengajar kami semua
karena kami sangat senang dengan proses penjelasan pembelajaran yang
disampaikan oleh ibu dan jangan bosen-bosen ya bu untuk selalu memotivasi
mahasiswanya agar bisa lebih baik lagi dan bisa seperti ibu .
DAFTAR PUSTAKA

DR. Hj. Saraswati, Ir. MSP. Bahan perkuliahan teori perencanaan.ppt.

Nang setiawan.Perkembangan teori perencanaan kota sampai dengan masa


post modern. http://geoinsight.wordpress.com di upload pada tanggal 17 Maret
2011. di unduh 10 Januari 2016

Teori Perencanaan. http://makalahmajannaii.blogspot.com di upload pada


tanggal 3 Desember 2011. Diunduh 10 Januari 2016

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28086/3/Chapter%20II.pdf.
diunduh 10 Januari 2016

Zeji.Kritik terhadap teori perencanaan planning theory dalam konteks


pembaharuan kota. http://zejimandala.wordpress.com. di upload 22 juni 2012. Di
unduh 11 Januari 2016

nuswanto. Pengertian perencanaan partisipasi.


http://nuswantorotejo.blogspot.com. di upload 4 Desember 2012. diunduh 11
Januari 2016

Perencanaan partisipatif. http://staff.blog.ui.ac.id. di upload 3 mei 2012. diunduh


11 Januari 2016

http://ilmutataruang.blogspot.com/ Ringkasan Cangkupan Perencanaan Wilayah


dan Kota. Diposkan oleh joe harefa di 16.23. Selasa, 12 Januari 2016

http://www.serdangbedagaikab.go.id/bappeda/document/2013-01-14-19-10-
34Bab%20VIII%20%20rutrk%20sei%20rampah,%20kab.%20sergai
%20%202006-2016%20.pdf. diunduh 12 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai