Anda di halaman 1dari 3

1. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?

(indy)

Validitas menjadi tidak berlaku ketika validitas sebuah alat ukur digunakan untuk melihat
validitas alat ukur lainnya, maka validitas tersebut menjadi tidak berlaku. Hal ini
disebabkan tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran.
Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang
spesifik. Sedangkan reliabilitas menjadi tidak berlaku pada dua kondisi. Yang pertama,
alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur populasi atau sampel yang berbeda dengan
rancangan alat ukur itu. Ini disebut sampling error, mengacu kepada inkonsistensi hasil
ukur karena digunakan ulang pada kelompok individu yang berbeda. Contoh timbangan
badan tadi, menjadi tidak reliabel jika yang ditimbang adalah monyet, bukan manusia.
Sedangkan yang kedua, reliabilitas menjadi tidak berlaku jika terjadi kesalahan
pengukuran atau error of measurement. Alat ukur yang dipakai tidak konsisten dalam
mengukur. Timbangan badan, menjadi tidak reliabel ketika mengukur berat badan orang
yang sama beberapa kali namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan perbedaan
tersebut cukup besar. Misalkan: hasil timbangan pertama pada si A, 60 kg. Timbangan
kedua, 58 kg dan timbangan ketiga 60,5 kg. Dari hasil timbangan tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa alat timbangan badan itu tidak reliabel.

2. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan
wawancara? (anggi)
Validitas dalam kegiatan observasi dan wawancara pada pengukuran psikologi perlu
untuk dilakukan karena subjek pengukurannya adalah manusia. Untuk mengungkap
aspek-aspek atau variabel-variabel dari keadaan psikologis manusia, diperlukan
instrumen observasi dan wawancara yang reliabel dan valid agar kesimpulan penelitian
tidak keliru dan dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai subjek penelitian
3. Jika sebuah alat tes mencapai validitas namun tidak reliabel, bagaimana kualitas alat tes
tersebut? (risanti)
Validitas dan reliabilitas bersifat saling melengkapi namun terkadang juga dapat bersifat
bertolak belakang (Neuman, 2007). Dalam suatu contoh misalnya ada suatu alat ukur
yang memiliki validitas tinggi namun memiliki reliabilitas rendah, hal ini dapat terjadi
dalam pengukuran dengan pendekatan kualitatif. Misalnya konstrak yang diukur
merupakan suatu konstrak yang sangat abstrak yaitu “alienasi” yang digali melalui
metode wawancara, hal ini mungkin dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi
namun reliabilitas yang rendah karena tergantung pada bagaimana peneliti menggunakan
instrumen penelitian.
Contoh lain misalnya suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi namun
validitasnya rendah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatan bahwa suatu alat ukur
memiliki keajegan dalam mengukur namun kurang tepat dalam mengukur apa yang
hendak diukur. untuk memudahkan pembahasan ini penulis mengutip gambar dari
Neuman (2007) sebagai berikut:
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika ketika suatu alat tes memiliki
reliabilitas yang tinggi namun validitas rendah tidak dapat mengenai sasaran terhadap apa
yang ingin diukur. Berdasarkan penjabaran tersebut maka dapat dikatakan bahwa ketika
suatu alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitas yang rendah maka alat
ukur itu memiliki kualitas yang rendah. Namun sebaliknya, jika suatu alat ukur valid
maka kemungkinan besar reliabilitasnya akan dapat mengikuti menjadi baik juga. Secara
sederhana dapat diakatakan bahwa suatu alat ukur yang valid akan cenderung memiliki
reliabilitas yang tinggi namun alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi belum
tentu valid.
4. Bagaimana hubungan antara validitas dan reliabilitas? (firda)
Reliabilitas diperlukan untuk pengujian validitas dan lebih mudah untuk dicapai daripada
validitas. Meskipun reliabilitas diperlukan untuk memiliki ukuran yang valid dari suatu
konsep, hal itu tidak menjamin ukuran tersebut bisa berlaku. Suatu ukuran yang reliabel
(dapat menghasilkan hasil yang sama berulang-ulang), belum tentu bisa valid atau
mungkin hasil pengukuran tidak cocok dengan definisi konstruk. Jadi, hasil pengukuran
yang konsisten atau tepat dan teliti dari suatu tes belum menjamin bahwa hasil
pengukuran yang demikian itu merupakan hasil yang dikehendaki oleh tes tersebut.
Dengan kata lain, hasil pengukuran dari suatu tes yang konsisten belum tentu valid.
Reliabilitas pengukuran instrument evaluasi diperlukan untuk mencapai hasil pengukuran
yang valid. Dalam kaitannya dengan posisi konsistensi, para penilai bisa memiliki
instrumen evaluasi yang reliable tanpa valid, sebaliknya kita mempunyai instrument valid
dengan reliabilitas yang baik.
Validitas dan reliabilitas merupakan konsep yang saling melengkapi, namun dalam
beberapa situasi keduanya bertentangan satu sama lain. Kadang-kadang, validitas
meningkat namun reliabilitas lebih sulit dicapai, atau sebaliknya. Hal ini terjadi ketika
memiliki definisi konstruk yang sangat abstrak dan tidak mudah diamati. Reliabilitas
paling mudah dicapai ketika ukuran secara tepat dan dapat diamati. Dengan demikian,
ada pertentangan antara esensi sebenarnya dari konstruk yang sangat abstrak dan harus
mengukurnya secara konkret (Neuman, 2007).
5. Apa perbedaan hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrument yang valid dan
reliabel? (giovany)
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan
data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti, sedangkan hasil penelitian yang
reliabel bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
Disisi lain, instrument yang valid berarti instrument yang digunakan untuk mendapatakan
data bisa mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan instrument yang reliabel
adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama
dapat menghasilkan data yang sama.

Anda mungkin juga menyukai