Anda di halaman 1dari 3

Surat Cinta Untuk Kelompok 2 PAPF 2021

From: Annisa N(20175019) Kel 8


To: Kel 2 PAPF 2021

Dear Kelompok 2 PAPF 2021,

1. Jika sebuah instrumen terbukti valid namun tidak reliabel, bagaimana kualitas
instrumen tersebut? Dan bagaimana jika terjadi kebalikannya?
Jawab: Validitas dan reliabilitas memang saling terkait dan bersifat saling
melengkapi, namun terkadang juga dapat bersifat bertolak belakang. Contoh misalnya
suatu instrumen memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitasnya rendah.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa instrumen memiliki suatu
kondisi keteraturan yang tetap dan tidak berubah dalam mengukur namun kurang
tepat dalam mengukur apa yang hendak diukur. Atau sebaliknya, instrumen tersebut
mampu mengukur apa yang hendak diukur, namun tidak konsisten hasil pengukuran
tiap waktu. Jadi, menurut saya apabila instrumen memiliki reliabilitas yang tinggi
namun validitas rendah, instrumen tersebut tidak dapat mengenai sasaran terhadap apa
yang ingin diukur, atau dengan kata lain instrumen tersebut memiliki kualitas yang
rendah. Namun sebaliknya, jika suatu instrumen valid maka kemungkinan besar
reliabilitasnya akan dapat mengikuti menjadi baik juga. Sederhananya, instrumen
yang valid akan cenderung memiliki reliabilitas yang tinggi namun alat ukur yang
memiliki reliabilitas yang tinggi belum tentu valid.
2. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?
Jawab: Validitas menjadi tidak berlaku ketika validitas sebuah alat ukur digunakan
untuk melihat validitas alat ukur lainnya, maka validitas tersebut menjadi tidak
berlaku. Hal ini disebabkan tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua
tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid
untuk satu tujuan yang spesifik. Sedangkan reliabilitas menjadi tidak berlaku pada dua
kondisi. Yang pertama, alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur populasi atau
sampel yang berbeda dengan rancangan alat ukur itu. Ini disebut sampling error,
mengacu kepada inkonsistensi hasil ukur karena digunakan ulang pada kelompok
individu yang berbeda. Contoh timbangan badan tadi, menjadi tidak reliabel jika yang
ditimbang adalah monyet, bukan manusia. Sedangkan yang kedua, reliabilitas menjadi
tidak berlaku jika terjadi kesalahan pengukuran atau error of measurement. Alat ukur
yang dipakai tidak konsisten dalam mengukur. Timbangan badan, menjadi tidak
reliabel ketika mengukur berat badan orang yang sama beberapa kali namun
menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut cukup besar. Misalkan:
hasil timbangan pertama pada si A, 60 kg. Timbangan kedua, 58 kg dan timbangan
ketiga 60,5 kg. Dari hasil timbangan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa alat
timbangan badan itu tidak reliabel.
3. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan
wawancara? Jelaskan!
Jawab: Validitas untuk alat tes berkaitan dengan ketepatan dan kecermatan alat tes
tersebut dalam melakukan fungsi tes atau fungsi ukurnya. Menurut buku Standards,
yang ditulis oleh Asosiasi Psikolog Amerika (APA), validitas mengacu pada derajat
dimana bukti dan teori menyokong interpretasi dari skor tes dan mengacu pada tujuan
tes. Validitas adalah hal yang paling mendasar dalam pengembangan dan evaluasi tes.
Proses validasi meliputi akumulasi, membuktikan tujuan dari evaluasi tersebut, bukan
terhadap test itu sendiri. Pada alat tes biasanya validitas akan dihitung secara statistik
dan dalam bentuk rumusan angka. Sedangkan validitas untuk kegiatan observasi dan
wawancara berkaitan dengan konsep yang digunakan untuk mendasari tujuan
observasi dan wawancara itu sendiri. Sebelum seseorang melakukan kegiatan
observasi dan wawancara, ia harus mendefinisikan konsep atau teori yang akan
dipakai sebagai acuan kerangka konsepnya sehingga kegiatan observasi dan
wawancara yang dilakukan memiliki acuan yang jelas. Hasil dari observasi dan
wawancara dapat dijadikan referensi yang akurat untuk membuat deskripsi tentang
orang, situasi atau kejadian. Validitas observasi dan wawancara tidak dihitung secara
statistik, namun cukup dengan menguraikan konsep atau teori menjadi beberapa
indikator..
4. Apa beda reliabilitas alat tes dengan reliabilitas untuk kegiatan observasi dan
wawancara?Jelaskan!
Jawab: Perbedaan penerapan reliabilitas dalam alat tes dan obserasi/wawancara dapat
dijelaskan dengan perbedaan pendekatan kuantitatif (untuk alat tes) dan pendekatan
kualitatif (observasi/wawancara). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa reliabilitas
pada pendekatan kuantitatif bersifat tetap dan statis sedangkan reliabilitas pengukuran
dengan pendekatan kualitatif bersifat berkembang dan tumbuh bersama kedekatan
antara observer dengan observee (Neuman, 2007).
5. Bagaimana perlakuan terhadap butir pertanyaan yang tidak valid? Dan apabila
butir-butir pertanyaan sudah valid semua, tetapi tidak reliabel? Apa yang
menyebabkan hal tersebut terjadi? Jelaskan!
Jawab: Butir yang tidak valid berarti tidak mampu mengukur suatu konstruk yang
akan diukur, sehingga sebaiknya dikeluarkan dari model penelitian. Meskipun ada
kecenderungan bahwa jika semua butir sudah valid akan reliabel, akan tetapi hal
tersebut tidak merupakan suatu jaminan. Upaya yang dapat dilakukan agar menjadi
reliabel adalah dengan menggunakan pengujian reliabilitas yang lain, atau
memodifikasi indikator yang dipergunakan.

Anda mungkin juga menyukai