Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PRAKTEK PEMAGANGAN

STUDI RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN


HUTAN RAYA

DISUSUN OLEH :

LEON NARDO TRI SADEWO

14314575

FAKULTAS TEKNIK LINGKUNGAN


INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA “ITY– YLH” YOGYAKARTA
FEBRUARI, 2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan magang ini telah diperiksa dan disetujui sebagai hasil kegiatan magang

untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Program Sarjana Teknik

Lingkungan (S1), 4 tahun, Program Studi Teknik Konservasi Lingkungan,

Institut Teknologi Yogyakarta ITY YLH

Periode 2019

Yogyakarta, Februari 2019

Pembimbing Lapangan Magang Pembimbing Akademis Magang

NIP NIDN

Mengetahui

Wakil Rektor I

Dra. Lily Handayani. M.Si


NIDN. 0514125401

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

pemagangan dengan judul Studi Rencana Pengelolaan Kawasan Taman Hutan

Raya. Laporan pemagangan ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mata

kuliah Program Sarjana Teknik Lingkungan (S1), 4 tahun, Program Studi Teknik

Konservasi Lingkungan, Institut Teknologi Yogyakarta ITY YLH.

Pemagangan ini tidak pernah terlepas dari dukungan berbagai pihak yang

membimbing, mengarahkan, menasehati, memotivasi guna mendapatkan hasil

yang memuaskan. Tanpa waktu, tenaga, dan pikiran berbagai pihak, penulis tidak

akan dapat menyelesaikan laporan pemagangan ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Sugiman selaku kepala seksi Penataan dan Perlindungan Hutan

BKPH Yogyakarta dan Pembimbing Lapangan Magang, yang telah

membantu dalam melaksanakan tugas Praktek Pemagangan di balai

Tahura Yogyakarta Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY.

2. Ibu Triatmi Sri Widyaningsih selaku Pembimbing Akademis Magang yang

telah membimbing dan membantu kelancaran tugas Pemagangan

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Chafid Fandeli, SU, selaku Rektor Institut

Teknologi Yogyakarta ITY YLH beserta staf dan jajarannya yang telah

memberi kesempatan studi pada Program Studi Teknik Konservasi

Lingkungan, Institut Teknologi Yogyakarta ITY YLH

4. Ibu Dra. Lily Handayani. M.Si, selaku Wakil Rektor I Institut Teknologi

Yogyakarta ITY YLH atas bantuan yang diberikan.

ii
5. Dosen, staf, dan karyawan Program Studi Teknik Konservasi Lingkungan,

Institut Teknologi Yogyakarta ITY YLH

6. Seluruh Staf dan karyawan di balai Tahura Yogyakarta Dinas Kehutanan

dan Perkebunan DIY yang telah membantu saya dalam melaksanakan

kerja praktek pemagangan ini.

7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan pemagangan ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

8. Ayah dan ibu yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil

Penyusunan laporan pemagangan ini masih jauh dari kesempurnaan

mengingat keterbatasan waktu, tenaga, serta ilmu pengetahuan yang dimiliki

penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun

demi tersusunnya laporan ini yang lebih baik. Penulis berharap semoga hasil dari

tugas ini nantinya dapat berguna bagi semua pihak dan dapat menambah wawasan

serta pengetahuan baik bagi penulis maupun pembaca.

Yogyakarta, Februari 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. viii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1
B. Maksud dan Tujuan……………………………………………………… 3
C. Ruang Lingkup………………………………………………………….. 4
D. Batasan Pengertian……………………………………………………… 5
BAB II DESKRIPSI KAWASAN……………………………………………… 8
A. Risalah Kawasan………………………………………………………… 8
1. Letak……………………………………………………………………… 8
2. Luas……………………………………………………………………… 8
3. Batas-batas……………………………………………………………… 9
4. Sejarah Kawasan………………………………………………………… 10
a. Kondisi Kawasan…………………………………………………….. 10
b. Proses Peralihan Hutan Produksi Menjadi Kawasan Taman Hutan 14

Raya………………………………………………………………….
B. Potensi Hayati dan Non-Hayati ………………………………………… 16
1. Potensi Hayati…………………………………………………………… 16
a. Flora………………………………………………………………….. 16
b. Potensi Fauna………………………………………………………… 18
2. Potensi Non-Hayati……………………………………………………… 20
a. Topografi…………………………………………………………….. 20
b. Fisiografi……………………………………………………………... 21
c. Geologi dan Hidrologi……………………………………………….. 22
d. Tanah…………………………………………………………………. 23
C. Posisi Kawasan dalam Perspektif Tata Ruang dan Pembangunan Daerah 25
D. Permasalahan dan Isu-isu terkait Kawasan………………………………. 27
1. Permasalahan……………………………………………………………. 27
2. Isu-isu Terkait Kawasan………………………………………………… 27
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………. 29
A. Taman Hutan Raya Bunder ……………………………………… 29
B. Visi dan Misi Taman Hutan Raya Bunder ……………………………… 31
1. Visi Tahura Bunder……………………………………………………… 31
2. Misi Tahura Bunder……………………………………………………… 31
C. Strategi dan Program Taman Hutan Raya Bunder ………………….. 32
a. Strategi Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder ………………… 32
b. Program Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder ………………… 32
D. Akses dan Sirkulasi ……………………………………………………. 35
E. Fasilitas ………………………………………………………………… 37
F. Perlindungan Kawasan…………………………………………………. 40

iv
G. Rencana pengembangan keragaman hayati 41
1. Rencana pengembangan vegetasi 41
2. Rencana Pelestarian Fauna…………………………………………. 46
H. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam……………………………… 47
1. Proyeksi Pengunjung………………………………………………… 47
2. Rencana Pengembangan Wisata Alam………………………………… 49
3. Kriteria Pengembangan Tata Letak Taman Hutan Raya Bunder 53
I. Pengembangan Pengelolaan Kawasan, Kerjasama/Kolaborasi………… 56
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 63
A. Kesimpulan……………………………………………………………… 63
B. Saran…………………………………………………………………….. 64
DAFTAR PUSTAKA 65
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Pembagian Luas Berdasarkan Blok………………..…………….. 8
Tabel 2. Potensi Flora Di Tahura Bunder…………………………………. 17
Tabel 3. Kerapatan Vegetasi Di Tahura Bunder…………………………… 18
Tabel 4. Beberapa Jenis Burung Di Kawasan Taman Hutan Raya Bunder.. 18
Tabel 5. Beberapa Jenis Fauna Selain Burung Di Kawasan Taman Hutan 20

v
Raya Bunder……………………………………………………..

Tabel 6. Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng…..………………. 21


Tabel 7. Kondisi Geografi Berdasarkan Petak……………………………. 21
Tabel 8. Luas Lahan Berdasarkan Bahan Induk………………………….. 24

Tabel 9. Luas Lahan Berdasarkan Jenis Tanah……………………………. 24


Tabel 10. Luas Lahan Berdasarkan Tekstur Tanah……………………….. 25
Tabel 11. Perkiraan Luas Rencana Kawasan Lindung Di DIY……………. 26
Tabel 12. Rekapitulasi luas area perlindungan dan area pemanfaatan (Ha) 40

Tabel 13. Rencana pengembangan jenis tanaman pada blok perlindungan 42

Tabel 14. Rencana Pengembangan Jenis Tanaman Pada Blok Pemanfaatan 44


Tabel 15. Guidelines Pengembangan Fisik Kawasan pada Taman Hutan 51
Raya Bunder………………………………………………………………….

Tabel 16. Blok Pemanfaatan Dan Perlindungan…………………………… 55

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Taman Hutan Raya Bunder …………………………………... 5
Gambar 2. Peta Administratif Taman Hutan Raya Bunder……………….. 9
Gambar 3 Peta Pembagian Blok Taman Hutan Raya Bunder……………... 14
Gambar 4 Peta Jenis Tanah Tahura Bunder…………………...…………... 25
Gambar 5. Peta Penataan Blok………………….…………………………. 54
Gambar 6. Diagram Model Politik Ekonomi………………………………. 57

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahura Bunder adalah taman hutan raya yang berlokasi di kawasan konservasi

Hutan Bunder, Gunungkidul, dengan luasan mencapai 634 hektare. Pemda DIY 

mengatur Proses peralihan pengelolaan hutan lindung seluas 136 hektare

itu, memperluas jangkauan Balai Pengelolaan Tahura Bunder dengan mengadopsi

skema Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Dengan skema ini, wilayah

yang dikelola Balai Pengelolaan Tahura Bunder bertambah hingga Bantul demi

manajemen yang lebih baik. Taman Hutan Raya merupakan kawasan pelestarian

alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli

dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi

(Kusnul, 2018). 

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu Tahura, yakni Tahura Bunder.

Terletak di Jalan Jogja-Wonosari KM.30, seluas 634,1 hektar. Ditetapkan oleh

Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : SK.144/ Menhut-II/ 2014 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Hutan

Raya Bunder Seluas 634,10 Ha yang Terletak Di Kecamatan Playen dan Kecamatan

Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Khusus

taman hutan raya memiliki bentuk pengelolaan yang berbeda jika dibandingkan

dengan kawasan konservasi lainnya. Secara umum kawasan-kawasan konservasi

1
tersebut, pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat melalui unit pelaksana

teknisnya yang ada di daerah, sedangkan pada tahura pengelolaan dilakukan secara

desentralisasi oleh pemerintah daerah melalui dinas yang membidangi kehutanan

namun tetap melalui koordinasi dengan UPT Kementerian Kehutanan, dalam hal ini

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Tahura yang diarahkan

sebagai kawasan konservasi yang mampu menjadi penyumbang pendapatan negara

dengan pengelolaan yang dilakukan secara desentralisasi tersebut menjadi menarik

untuk dikaji lebih dalam bagaimana pengelolaannya.

Suatu kawasan hutan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Tahura telah

melewati tahapan dan kajian yang mendalam. Pelestarian alam dan lingkungan. Itulah

yang menjadi salah satu tujuannya. Dengan melindungi kawasan hutan diharapkan

kelestarian alam dapat terjaga. Bukan sekedar hutan lindung, Tahura merupakan

hutan konservasi. Pengelolaan Hutan konservasi lebih mengarah pada perlindungan

ekosistem termasuk dengan kehidupan yang ada di dalamnya. Selain perlindungan,

dalam prakteknya bisa dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan pariwisata. Kawasan

perlindungan dan kawasan pemanfaatan Tahura Bunder telah dibatasi secara jelas,

baik dalam peta maupun dengan pal batas di lapangan. Sehingga telah jelas

pembagiannya. Pemanfaatan Tahura Bunder dilakukan secara terbatas, dan

melibatkan masyarakat sekitar kawasan. Pemanfaatan ini berbentuk perijinan,

kerjasama, dan kemitraan. Perijinan termasuk diantaranya adalah penelitian,

pendidikan, dan pemanfaatan tradisional. Kerjasama diantaranya penangkaran, wisata

alam dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan kemitraan seperti perlindungan

kawasan, wisata alam, serta pemberdayaan masyarakat. Jelas disini bahwa

2
kekhawatiran akan ditinggalkannya masyarakat dalam pengelolaan kawasan Tahura

sudah selayaknya tidak perlu terjadi. Tahura Bunder telah menggandeng masyarakat

sekitar kawasan untuk ikut terlibat. Masyarakat diperkenankan memanfaatkan sarana

dan prasarana di Tahura Bunder seperti kios dan flying fox. Disamping pendopo, jalan

trekking, panggung, area kemah, yang terbuka penggunaannya untuk masyarakat,

tidak hanya masyarakat sekitar kawasan tetapi juga masyarakat umum. Kawasan

Tahura Bunder bukanlah kawasan yang tertutup. Balai Pengelolaan Tahura Bunder

sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola kawasan membuka diri

dan kawasan untuk seluruh lapisan masyarakat, dengan tetap berpegang pada

peraturan perundangan yang berlaku.

Semua potensi diatas perlu dipersiapkan dan dikelola dengan baik agar dapat

berkembang dan bermanfaat secara maksimal. Dengan penunjukan sebagai kawasan

konservasi tersebut, kegiatan ekowisata alam menjadi salah satu upaya pemanfaatan

hutan konservasi yang mendatangkan banyak peluang, jika dikelola dengan baik.

Karena itu perlulah disusun Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder

Jangka Panjang yang baik dan terencana.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud disusunnya Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder Jangka

Panjang adalah menyediakan rencana dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang

didasarkan kepada kondisi fisik, sosial ekonomi dan budaya agar Taman Hutan Raya Bunder

dapat dilaksanakan secara tepat dan terarah sesuai kaidah pengelolaan ekosistem yang

mantap dan selanjutnya dapat dijadikan acuan penyusunan rencana pengelolaan baik jangka

menengah maupun review tahunan.

3
Adapun tujuan disusunnya Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder Jangka

Panjang adalah:

1. Acuan dalam menyediakan kawasan yang berfungsi untuk perlindungan lingkungan

2. Acuan dalam melaksanakan pembangunan konservasi yang sesuai dengan

kaidah ekologi yang lestari

3. Acuan melaksanakan upaya konservasi keanekaragaman hayati

4. Acuan melindungi keaslian kawasan konservasi

5. Acuan pengelolaan yang melindungi kawasan konservasi dan kawasan

penyangga berdasarkan upaya kebersamaan dengan pemerintah, masyarakat

dan lembaga terkait

C. Ruang Lingkup

Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder Jangka Panjang ini

mempunyai wilayah berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 144/Menhut-II/2014

dengan luas secara keseluruhan ± 634,1 ha yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, dengan

wilayah tersebar di petqk 11, 15, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 sebagaimana yang dapat dilihat

pada gambar 1.

4
Gambar 1. Taman Hutan Raya Bunder

D. Batasan Pengertian

Beberapa batasan pengertian dari beberapa istilah yang ada dalam dokumen

rencana pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder jangka panjang ini adalah sebagai

berikut :

1. Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk

tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan

atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya pariwisata dan rekreasi alam

yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Gunung Kidul Daerah

Istimewa Yogyakarta atau disebut dengan Taman Hutan Raya Bunder.

2. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di

darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya.

5
3. Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut

yang dilakukan secara sukarela untuk menikmati keunikan dan keindahan

alam.

4. Blok perlindungan adalah bagian dari kawasan tahura yang mutlak harus

dilindungi dan pengunjung dilarang memasuki kecuali untuk kepentingan

penelitian dan pengelolaan kawasan.

5. Blok pemanfaatan adalah bagian dari kawasan tahura yang secara intensif

diperuntukkan untuk kegiatan wisata pengusahaan, pengelolaan dan

pengembangan serta budidaya tanaman.

6. Rencana pengelolaan tahura adalah suatu rencana bersifat umum dalam

rangka pengelolaan Taman Hutan Raya.

7. Perlindungan adalah pengakuan pemerintah terhadap hak dan kewajibannya

sebagai mitra yang telah disepakati bersama untuk dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan

potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi

fungsi utamanya, seperti pemanfaatan untuk wisata alam, pemanfaatan air,

pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.

9. Pemanfaatan kawasan adalah bentuk pemanfaatan kawasan pada tahura

dengan tidak mengurangi fungsi kawasan.

10. Kerjasama adalah kesepakatan antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga

tentang pengelolaan tahura yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak

dan kewajiban.

6
11. Kolaborasi pengelolaan tahura adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau

penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas

pengelolaan tahura secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar

kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

12. Daerah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.

13. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

14. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

7
BAB II

DESKRIPSI KAWASAN

A. Risalah Kawasan

1. Letak

Taman Hutan Raya Bunder Kabupaten Gunung Kidul adalah kawasan

hutan yang terletak wilayah Resort polisi hutan tahura petak 11, 15, 19, 20,

21, 22, 23, 24 bagian daerah hutan (BDH) Playen, dibawah Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis Taman Hutan

Raya Bunder terletak pada koordinat 110° 32’ 55” - 110° 34’ 35” BT dan 7°

53’ 25” - 7° 55’ 10” LS.

2. Luas

Luas dari masing-masing petak yang ada di dalam kawasan Rencana

Taman Hutan Raya Bunder seperti tercantum pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Pembagian Luas Berdasarkan Blok

Sumber : Rencana Pengelolaan Tahura Bunder periode 2013-2023

8
3. Batas-batas

Menurut batas administrasi lokasi Taman Hutan Raya Bunder terletak

di wilayah Desa Bunder Kecamatan Patuk dan wilayah Desa Gading

Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul. Batas-batas dari Taman Hutan

Raya Bunder adalah sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan Desa bunder Kecamatan

Patuk.

 Sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Cilongop, Dukuh

Modoloyo Desa Gading Kecamatan Playen.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Dukuh Dawung, Dukuh

Tiatar, Dukuh Modoloyo Desa Gading Kecamatan Playen.

 Sebelah barat daya berbatasan dengan jalan Wanagama.

Gambar 2. Peta Administratif Taman Hutan Raya Bunder

9
4. Sejarah Kawasan

a. Kondisi kawasan

Kawasan Taman hutan raya Bunder hutan berasal dari hutan produksi

yang sebagian besar didominasi untuk memproduksi daun kayu putih.

Kondisi kawasan pada masing-masing petak dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1) Petak 11

Petak 11 ini memiliki 10 anak petak dengan luas diperkirakan

93,3 ha. Tanaman pada petak ini didominasi oleh tegakan kayu putih

(Melaleuca leucadendron). Tanaman kayu putih yang dimanfaatkan

untuk produksi minyak kayu putih dengan sistem pangkas. Jenis

tanaman yang lain adalah mahoni, kemiri dan gliricidae. Kondisi

tegakan nya murni sampai campur, jarang sampai rapat, dengan umur

tanaman tertua tahun tanam 1932 sampai tahun 1998. Pada petak ini

ini terdapat tanaman tumpangsari. Jenis tanaman agroforestry dan

tanaman tumpangsari hampir mencapai 50% seluruh luas petak. Pada

tahun 2003 telah ditanam program GNRHL jenis kayu putih dengan

luas 5 ha, pada tahun 2004 program GNRHL jenis yang ditanam

adalah kemiri dengan luasan 5 ha.

2) Petak 15

Petak 15 ini memiliki 5 anak petak dengan luas total kawasan

43,0 ha. Jenis vegetasi yang mendominasi Pada peta ini adalah tegakan

kayu putih,hampir mencapai 65%, kemudian tanaman Mahoni sekitar

10
25% Sisanya adalah Akasia sekitar 10% dari luasan seluruh petak.

Pada tahun 2003 ditanam program GNRHL jenis kayu putih dengan

luas 10 ha sampai saat ini pertumbuhannya cukup baik.

3) Petak 19

Petak 19 ini merupakan kawasan Taman Hutan Raya Bunder

yang sangat strategis dan potensial untuk dikembangkan menjadi

kawasan wisata. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada areal petak

ini ialah jenis Akasia (Acacia Auriculiformis), baik secara murni

maupun tercampur dengan jenis lain. Tegakan Akasia pada petak ini

mencapai 66,1 ha atau setara dengan 53,3% luas petak. Jenis lain yang

dapat ditemukan di petak 19 ini adalah jenis Cemara (Casuarina

Equisetifolia), tekateku (Acacia Cafechu), secang sebagai tanaman

pagar, johar (Cassia Slamea), dan tanaman rumput jenis kolonjono

(Pannisetum Purpureum). Di bagian tengah terdapat beberapa mosaik

tumbuhan sesuai dengan kegiatan pengelolaan pada masing-masing

anak petak. Tanaman agroforestry yang dapat dijumpai pada petak ini

adalah talok (Grewia sp.), sukun (Artocarpus Cummini), mangga

(Mangivera Indica), jambu mete (Anacardium Occidentale), rumput

dan palawija. Pada kegiatan agroforestry, tumbuhan tanaman pangan

berada dalam sistem tumpang sari dan pertumbuhannya tergantung

pada kondisi lahan dan musim.

11
4) Petak 20

Jenis tumbuhan yang dominan pada petak 20 adalah tanaman

kayu putih (Melaleuca Leucadendron) yang diperkirakan mencapai

38,1 ha atau setara 53,9% luas petak. Tanaman yang lain adalah

mahoni (Swietenia Macrophyla) diperkirakan seluas 20,3 ha atau

setara 28,7% dengan kondisi tegakan murni jarang sampai rapat dan

cukup tua, yakni tanaman tahun 1976. Terdapat juga tanaman

Glerecidea sp. Dengan kondisi rapat pada anak petak 20c seluas 4,2 ha

dan tanaman sengon buto (Albizia sp.) Yang rapat seluas 5 ha pada

anak 20 dengan tahun tanam 1995.

5) Petak 21

Pada petak 21 ini, tanaman yang dominan adalah tanaman kayu

putih yang diperkirakan seluas 66,55 ha atau mencakup 5,3% dari luas

petak dengan kondisi tegakan murni dan rapat. Jenis tanaman lain

yang cukup banyak ialah Kesambi (Schleichera Oleosa) pada anak

petak 21 seluas 17 ha atau setara 16,8% dan tanaman mahoni seluas

12,5 ha atau setara dengan 11,9%. Jenis lain yang dapat dijumpai pada

petak ini adalah tanaman Akasia. Tegakan kayu putih pada kawasan

ini tidak dilakukan pemangkasan (tidak diproduksi daunnya untuk

minyak kayu putih) tetapi dibiarkan sebagai upaya tindakan

konservatif.

12
6) Petak 22

Pada petak 22 ini, jenis tanaman yang dominan adalah kayu

putih dan diperkirakan mencapai luas 41,6 ha atau setara dengan

67,2% luas petak dalam kondisi tegakan murni dan rapat. Jenis

tanaman lain yang dapat ditemukan pada petak ini adalah tanaman jati

dan sukun. Pada petak 22 ini ini terdapat kebun arboretum yang

Luasnya sekitar 10,7 ha dan areal penangkaran satwa. Areal arboretum

ditanami berbagai jenis Myrtaceae dan berbagai jenis Eucalyptus sp.

Arboretum ini dikelola oleh Balai Besar penelitian bioteknologi dan

pemuliaan tanaman hutan. Pada areal penangkaran telah ditangkarkan

rusa. Penangkaran rusa dilakukan dengan model di kandang. Lokasi

penangkaran ini terdapat juga fasilitas kantor untuk urusan

penangkaran. Pengelolaan areal ini adalah Balai konservasi sumber

daya alam DIY.

7) Petak 23

Seluruh areal Petak 23 ditanami kayu putih secara keseluruhan

(100%). Kondisi tegakannya sedang sampai rapat. Kayu putih yang

ada ada tidak dipangkas ( tidak diusahakan untuk produksi daun kayu

putihnya).

8) Petak 24

Jenis vegetasi yang tumbuh pada petak 24 seluruhnya adalah

kayu putih untuk produksi dengan sistem pangkas, kerapatan tegakan

13
dari sedang sampai rapat. Pada petak ini dijumpai pula adanya

tumpangsari dengan tanaman agroforestry maupun tanaman palawija.

Gambar 3 Peta Pembagian Blok Taman Hutan Raya Bunder

b. Proses Peralihan Hutan Produksi Menjadi kawasan Taman Hutan

Raya

Proses Peralihan Hutan Produksi Menjadi kawasan Taman Hutan Raya

adalah :

1) Kawasan hutan RPH Banaran digunakan berbagai keperluan antara

lain adanya perkemahan, berita tentang siswa khususnya lokasi

pengolahan minyak kayu putih dan kerap digunakan sebagai tempat

peristirahatan dilengkapi dengan adanya warung-warung yang tidak

tertata.

14
2) Upaya penataan dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung

Kidul dengan mengajukan permohonan izin penggunaan kawasan

hutan untuk tujuan wisata/tempat peristirahatan (Rest Area) tahun

1998.

3) Pembangunan tempat peristirahatan (Rest Area) oleh Dinas Pariwisata

Kabupaten Gunung Kidul tahun 1999.

4) Pembuatan studi taman wisata alam yang dilakukan oleh fakultas

kehutanan UGM tahun 2003 bekerja sama dengan Dinas Kehutanan

dan perkebunan provinsi DIY.

5) Presentasi Hasil studi taman wisata alam dengan menteri kehutanan

Muhammad Prakosa tahun 2003 yang menghasilkan adanya

persetujuan menjadi kawasan konservasi dengan ketentuan

mempunyai luas minimum 600 ha. Selain hal itu lokasi kawasan hutan

ini dianjurkan agar pengelolaannya mempertahankan suasana alami

dan disarankan mengunjungi lokasi wisata alam di pulau Bali.

6) Dinas Kehutanan dan perkebunan provinsi DIY mengajukan usulan

peralihan fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan konservasi

dalam bentuk taman hutan raya Bunder ke Kementerian kehutanan

pada tahun 2003.

7) Gubernur provinsi DIY memberikan rekomendasi persetujuan

terhadap proses alih fungsi yang diajukan Dinas Kehutanan dan

perkebunan provinsi DIY pada tahun 2003.

15
8) Tim terpadu yang dibentuk oleh Kementerian kehutanan melakukan

studi dan langsung melakukan rapat studi di Kantor Dinas Kehutanan

dan perkebunan provinsi DIY tahun 2004 yang menghasilkan proses

alih fungsi hutan produksi dapat disetujui.

9) Badan Planologi kehutanan meneruskan proses alih fungsi hutan

produksi menjadi Taman Hutan Raya Bunder ke menteri kehutanan

agar diterbitkan penunjukan.

Penunjukan kawasan Taman hutan raya Bunder dikeluarkan oleh

keputusan menteri kehutanan no : 353/Menhut-II/2004 tanggal 28 September

2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan produksi tetap Banaran petak

11, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24 seluas ± 617 ha yang terletak di kabupaten

gunung Kidul provinsi DIY menjadi Taman Hutan Raya. Pengukuhan

terhadap penunjukan menteri kehutanan telah dilakukan Dan selesai tahun

2006 oleh Balai pemantapan kawasan hutan wilayah XI Yogyakarta melalui

tahapan inventarisasi trayek, pemasangan Tata Batas sementara dan

pemasangan Tata batas tetap. Proses selanjutnya adalah penetapan Taman

Hutan Raya Bunder yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan.

B. Potensi Hayati dan non Hayati

1. Potensi Hayati

a. Flora

Hutan di wilayah Bunder telah dimanfaatkan dalam berbagai bentuk

kegiatan antara lain penelitian jenis tumbuhan, persemaian, penangkaran rusa,

agroforestry dan industri pengolahan minyak kayu putih. Kegiatan tersebut

16
berpengaruh terhadap ragam jenis tumbuhan penyusun flora kawasan Taman

hutan raya Bunder. Potensi flora disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. Potensi Flora Di Tahura Bunder


No. Spesies Petak Populasi
1. Acasia Auriformis 19, 20, 21, 22
2. Bamboosa sp. 11 1 rumpun
3, 11, 15, 19,
3. Gliricidae Immaculate Banyak (11, 15)
20,21, 22
4, 11, 15, 19, 20,
4. Kayu Putih Dominasi
21, 22, 23, 24
5. Kesambi 21 Sangat sedikit
6. Mahoni 15, 19, 20 Sedikit
7. Nyamplung 15, 19, 20 Sedikit
8. Pilang 21
9. Jati 19, 20 Agak banyak
10. Gmelina 19, 20
11. Podocarpus sp. 19, 20 Agak banyak
12. Kemiri 11, 19, 20
13. Kapuk Randu 15 Sangat sedikit
14. Duwet 11
15. Eboni 19, 20 Sangat sedikit
16. Johar 20, 21 Sedikit
17. Secang 20, 21 Agak banyak
18. Nangka 20, 21 Sedikit
19. Pete 20, 21 Sedikit
20. Sukun 20, 21 Agak banyak
21. Lamtoro 20, 21 Sangat sedikit
Sumber : Buku Kajian Pengembangan Wisata Alam Bunder Kerjasama Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003.

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan dibantu dengan foto

satelit, kerapatan vegetasi yang ada di dalam kawasan Taman hutan raya

Bunder adalah seperti terlihat dalam tabel 3 dibawah ini :

17
Tabel 3. Kerapatan Vegetasi Di Tahura Bunder
Tata Guna Lahan Luasan (Ha) Prosentase
Hutan Kerapatan Rendah / Hutan 113,25 17,86
Campuran
Hutan Kerapatan Sedang 117,47 18,53
Hutan Kerapatan Tinggi 154,36 24,34
Vegetasi Rendah Jarang 100,82 15,90
Vegetasi Rendah Rapat 148,20 23,37
TOTAL 634.10 100.00
Sumber : Hasil pengamatan lapangan dan interpretasi foto satelit, 2006

b. Potensi Fauna

Berdasarkan buku laporan akhir studi pengembangan konservasi

wisata alam Bunder kerjasama antara fakultas kehutanan Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta dengan Dinas Kehutanan dan perkebunan

provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2003 menyebutkan kawasan ini

menyimpan potensi satwa liar yang cukup beragam, yaitu ada sekitar 46

Jenis satwa liar yang dapat dijumpai di di kawasan ini. Untuk jenis burung

sekitar 37 jenis, disajikan pada table 4. Sedangkan untuk jenis reptilia,

mamalia dan serangga kupu-kupu sekitar 9 jenis, secara rinci disajikan

pada tabel 5.

Tabel 4. Beberapa Jenis Burung Di Kawasan Taman Hutan Raya Bunder


No Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan
.
1. Elang Ular Bido Spilornis Chella Jarang, sulit dijumpai
2. Cucak Kutilang Picnonotus Aurigaster Mudah dijumpai
3. Gagak Kampong Corvus Macrorhyncos Jarang
4. Burung Madu Nectarinia Jugularis Mudah dijumpai
Sriganti
5. Bambangan Merah Ixobrychus cinnamomeus Mudah dijumpai
6. Caladi Ulam Dendrocopus Macei Mudah dijumpai
7. Sepah Kecil Pericrocotus Cinnamomeus Mudah dijumpai
8. Cabai Jawa Dicaeum Trochieum Mudah dijumpai

18
9. Bentet Kelabu Lanius Schach Mudah dijumpai
10. Walet Sapi Collocalia Esculenta Mudah dijumpai
11. Ciboh Kacat Aegithina Tiphia Mudah dijumpai
12. Cabai Polos Dicaeum Concolor Jarang
13. Cekakak Sungai Todirhampus Chloris Jarang
14. Tekukur Biasa Streptopelia Chinensis Mudah dijumpai
15. Gelatik Batu Parus Major Mudah dijumpai
Kelabu
16. Cinenen Kelabu Orthotomus Ruficeps Mudah dijumpai
17. Trinil Pantai Tringa Hypoleucos Jarang
18. Walet Sarang Putih Collocalia Fuchifaga Mudah dijumpai
19. Kepodang Sungu Coracina javensis Jarang
Jawa
20. Bendol Jawa Lonchura leucogastroides Mudah dijumpai
21. Cinenen Pisang Orthotomus sutorius Jarang
22. Cekakak Jawa Halcyon cyanoventris Mudah dijumpai
23. Kekep Babi Artamus leucorhynchus Jarang
24. Tangkar Cetrong Crypsirina temia Jarang
25. Ayam Hutan Gallus gallus Jarang
Merah
26. Gemak Tegalan Turnix silvatica Jarang
27. Raja Udang Alcedo meninting Jarang
Meninting
28. Wiwik Lurik Cacomantis sonneratii Jarang
29. Kepasan Kemiri Lalage nigra Jarang
30. Cucak Kuricang Pycnonotus atriceps Jarang
31. Kareo Padi Amaurornis phoenicurus Mudah dijumpai
32. Kirik-kirik Senja Merops leschenaulti Jarang
33. Srigunting Hitam Dicrucus Leucogastra Jarang
34. Sikatan Besi Muscicapa Ferruginea Jarang
35. Bondol Perut Putih Lonchura Leucogastra Mudah dijumpai
36. Kangkok Ranting Cuculus Saturates Mudah dijumpai
37. Wiwik Kelabu Cacomantis Merulinus Jarang
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM 2003 dalam RPJP
Tahura Bunder periode 2013-2023

Melihat potensi kawasan Tahura Bunder yang memiliki banyak jenis burung

maka kawasan ini baik digunakan untuk kegiatan pengamatan burung (Bird

Watching) yang diarahkan ke pengenalan mengenai berbagai jenis burung dan

19
usaha pelestariannya. Mengajak peserta didik untuk melakukan usaha

pelestarian terhadap berbagai jenis hewan.

Tabel 5. Beberapa Jenis Fauna Selain Burung Di Kawasan Taman Hutan Raya
Bunder

Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam RPJP Tahura
Bunder periode 2013-2023

2. Potensi Non Hayati

a. Topografi

Topografi kawasan Taman hutan raya Bunder adalah datar hingga

berbukit-bukit, dari kajian terdahulu menyebutkan bahwa kawasan ini

masuk dalam kawasan lembah Oyo, dimana secara fisiografi dicirikan

bentuk permukaan tanah yang berbukit-bukit dengan batuan karst yang

kasar. Biografi Gunung Kidul menunjukkan bahwa Kecamatan Playen

sebagian termasuk lembah Oyo dan sebagian termasuk dataran Wonosari.

Taman hutan raya Bunder masuk ke dalam kawasan Lembah Oyo (Halim

Khan dalam Anonim, 1988). Fisiografi berupa bukit angkatan dan Bukit

lipatan (Soepraptohardjo, 1966).

Topografi gunung Kidul berturut-turut adalah karts yang kasar di

sebelah Selatan, Lembah Wonosari (Wonosari Basin), dan bukit-bukit

20
yang lebih tinggi di sebelah utara, timur laut dan Barat laut (Anonim,

1988). Topografi kawasan Taman hutan raya Bunder di seluruh petak

pada umumnya datar sampai berbukit-bukit, dan tempat yang terendah

sampai tempat yang tertinggi terletak pada ketinggian antara 110 - 200 m

di atas permukaan laut ( Direktorat topografi angkatan darat, 1960).

Tabel 6. Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng


Kemiringan Lereng Luas (Ha) Prosentase
0 – 3% 138,80 21,89
3 – 10% 79,50 12,54
10 – 20% 312,80 49,33
20 – 30% 70,20 11,07
>30% 32,80 5,17
TOTAL 634,10 100,00
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam
RPJP Tahura Bunder periode 2013-2023

b. Fisiografi

Kondisi fisiografi pada masing-masing petak dapat dijelaskan

sebagaimana tertuang pada tabel 7.

Tabel 7. Kondisi Geografi Berdasarkan Petak


Nomor Petak Kondisi Fisiografis
11 Datar, landai, bergelombang, sampai berbukit dan
berjurang
15 Datar sampai berbukit
19 Datar, landai, bergelombang, sampai berbukit dan
berjurang
20 Datar sampai berbukit
21 Datar, bergelombang, pantai berbukit
22 Datar sampai berbukit
23 Landai, bergelombang, sampai jurang
24 Landai, bergelombang, sampai jurang
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan
UGM, 2003 dalam RPJP Tahura Bunder periode 2013-2023

21
c. Geologi dan Hidrologi

Geologi atau batuan taman hutan raya Bunder terdiri dari batuan

karst yang tersusun oleh tuff, marl dan batu gamping yang sangat tebal.

Tanah taman hutan raya Bunder tersusun dari jenis tanah Regosol kelabu,

Grumusol dan Litosol Dengan warna tanah kemerahan, keabuan sampai

kehitaman. Pada umumnya tanahnya lengket, pada musim kemarau pecah-

pecah, lapisan lopsoil sampai sub soilnya antara 10 - 50 cm. Dari hasil

pengukuran suhu tanah antara 27° - 32° Celcius, kelembaban tanah dari

tempat yang terdapat naungan maupun tempat terbuka antara 70 - 100%,

tingkat keasamannya (pH) tanah bervariasi isi antara 5,7 - 6,9.

Taman hutan raya Bunder dilalui oleh beberapa sungai, baik

sungai besar maupun sungai kecil kecil. Sungai besar yang melalui taman

hutan raya bunder adalah sungai Oyo yang bermata air di Gunung Gajah

Oyo, yaitu wilayah pegunungan seribu yang mempunyai formasi batuan

karst Manyaran Kabupaten Wonogiri. Sungai Oyo memiliki daerah aliran

sungai seluas sekitar 750 km2 dengan panjang sungai utama 106,75 km

dan kondisi alur secara umum berbelok-belok (maendering). Sungai oyo

mempunyai beberapa anak sungai yang alurnya melalui areal taman hutan

raya Bunder, yaitu sungai widoro, sungai juwet dan sungai Dondong.

Zona air tanah yang mempengaruhi sifat-sifat air tanah di wilayah

studi ini adalah zona Aquitard Baturagung dan zona aquifer Wonosari. Air

tanah di zona Aquitard Baturagung relatif tidak besar dan dibawa oleh

formasi Nglanggran, sambipitu dan informasi Oyo di pegunungan Selatan,

oleh lava dan breksi andesit, batu pasir, batu lempung, serpih dan

batulanau gampingan, napal, tufa dan batugamping konglomeratan. Pada

22
zona Aquifer Wonosari lapisan pembawa air tanah adalah Formasi

Wonosari Faries Lagoon di Pegunungan Selatan, yang merupakan air

tanah bebas dengan potensi cukup besar.

d. Tanah

Sesuai dengan uraian pada buku, Kawasan Taman Hutan Raya

Bunder memiliki beberapa jenis tanah yaitu kompleks Regosol Kelabu

dan Grumusol Kelabu Tua (Re), Grumusol Hitam (Gr), Litosol (Li), dan

kompleks Mediteran Coklat kemerahan dan Litosol (Me)

(Soepraptohardjo, 1996). Taman Hutan Raya Bunder masuk ke dalam

lembah Wonosari sehingga tanah Bunder berwarna coklat keabuan gelap,

abu-abu sangat tua terdapat besi dan dalam hal tanah yang lebih dalam,

dibawah 40 cm terdapat konkresi kapur. Top soil tebalnya 30 cm. Peta

tanah menunjukkan kawasan Taman hutan raya Bunder adalah lapangan

yang berbukit-bukit sepanjang Sungai oyo kebanyakan tanahnya dangkal

dan banyak besi, tidak ada konkresi kapur. Pada umumnya hanya tinggal

tanah tipis di antara lapisan-lapisan batu kapur yang keras. Tanah yang

ada di pinggir sungai oyo termasuk tanah lateristis berwarna coklat

keabuan gelap, lempung berat, sangat lekat tebalnya bervariasi antara 10 -

50 cm, terdapat besi, yang menurut Soepraptohardjo merupakan tanah

kompleks regosol kelabu dan grumusol kelabu tua dengan bahan induk

batu kapur napal. Di lapangan yang miring subsoil hampir tidak ada.

Banyak dijumpai lapisan batu kapur yang keras tidak bertanah. Tanah

terdiri dari : 10 - 25 % pasir, 15 - 30 % debu, dan 50 - 70 % lempung.

Apabila tanah kering, berkerut membentuk balok balok besar dan keras

dipisahkan oleh celah-celah yang lebar dan dalam. Permeabilitas sangat

23
jelek, daya penahan air kuat, sangat lekat dan plastis, pH 6,0 - 6,5, banyak

yang sudah terlanda erosi.

Tabel 8. Luas Lahan Berdasarkan Bahan Induk


Bahan Induk Luas Prosentase
(Ha)
Batu Gamping 225,12 35,50
Batu Kapur 148,05 23,35
Breksi 2,40 0,38
Endapan Liat 99,89 15,75
Komplek batu gamping dan batu kapur 21,36 3,37
Komplek breksi dan tufa dasit 4,41 0,70
Komplek tufa volkan dan batu pasir 129,36 20,40
Komplek batu kapur dan batu gamping 3,52 0,55
TOTAL 634,10 100,00
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam
RPJP Tahura Bunder periode 2013-2023

Sedangkan luas lahan berdasarkan jenis tanah yang yang ada di

kawasan Taman hutan raya Bunder adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Luas Lahan Berdasarkan Jenis Tanah

Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase


Lithic Haplustols 78,45 12,37
Lithic Ustorthants 135,25 21,33
Lithic Ustropepts 152,90 24,11
Typic Hapluderts 94,12 14,84
Typic Ustropepts 7,04 1,11
Vertic Eutropepts 5,17 0,82
Vertic Tropaquepts 7,15 1,13
Singkapan Batuan 154,01 24,29
TOTAL 634,10 100,00
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam RPJP
Tahura Bunder periode 2013-2023

Keadaan tekstur tanah dengan klasifikasi tanah lempung dan tanah liat dapat

dijelaskan pada tabel berikut ini :

24
Tabel 10. Luas Lahan Berdasarkan Tekstur Tanah

Tekstur Tanah Luas (Ha) Prosentase


Lempung 132,02 20,82
Lempung Liat Berdebu 9,07 1,43
Liat 397,60 62,70
Liat Berdebu 95,41 15,05
TOTAL 634,10 100,00
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam
RPJP Tahura Bunder periode 2013-2023

Gambar 4 Peta Jenis Tanah Tahura Bunder

C. Posisi Kawasan dalam Perspektif Tata Ruang dan Pembangunan Daerah

Kawasan hutan negara wilayah DIY mempunyai luas sekitar 5% dari luas

DIY sehingga pengendalian potensi dan kawasan hutan sangat diperlukan guna

mencegah adanya proses penggunaan kawasan selain peruntukannya sesuai dengan

fungsi hutan. Selain hal tersebut, pertumbuhan populasi yang cukup pesat mempunyai

potensi pemilikan lahan milik masyarakat semakin terbatas sehingga mereka

terdorong untuk dapat memanfaatkan ruang dalam kawasan hutan.

25
Antisipasi dalam rangka mencukupi wilayah hutan dalam rangka menjaga

keseimbangan Tata air dan perlindungan rawan bencana diperlukan keterkaitan antara

fungsi kawasan. Dalam rencana tata ruang wilayah Provinsi DIY sesuai peraturan

daerah RTRWP nomor 3 tahun 2010 khususnya wilayah yang telah ditetapkan

sebagai kawasan lindung telah dapat mencukupi batasan perlindungan untuk menjaga

keseimbangan Tata air dan perlindungan rawan bencana yang meliputi : taman hutan

raya, hutan lindung, kawasan resapan air, cagar alam geologi yang cukup luas,

kawasan sempadan waduk, Telaga, sungai dan pantai serta kawasan suaka

margasatwa. Dalam rangka mendukung penataan ruang wilayah yang lebih aplikatif

terhadap kawasan di luar wilayah hutan negara ( khususnya hutan berfungsi lindung

setempat dan cagar alam geologi), kawasan tersebut dibedakan kawasan lindung,

hutan rakyat, kawasan penyangga dan kawasan budidaya tahunan.

Sebaran kawasan lindung secara kuantitatif dapat dilihat dalam tabel 10 dan

pola ruang dari kawasan lindung disajikan dalam gambar 2 sebelumnya.

Tabel 11. Perkiraan Luas Rencana Kawasan Lindung Di DIY

Rencana Pola Ruang Kawasan Perkiraan Luas % Terhadap


No.
Lindung (Ha) Luas Provinsi
1. Cagar Alam 11.4150 0,0036
2. Hutan Lindung 2.312.8000 0,7271
3. Hutan Berfungsi Lindung 9.751.3400 3,0656
4. Hutan Penelitian/Taman Hutan 815.2300 0,2563
Raya
5. Kawasan Cagar Budaya 3.580.0400 1,1255
6. Kawasan Hutan Produksi 13.411.7000 4,2164
Terbatas
7. Sempadan Pantai 1.240.0000 0,3898
8. Sempadan Sungai 7.029.5700 2,2100
9. Taman Nasional Gunung Merapi 1.743.2500 0,5480
10. Kawasan Budidaya Terbatas 24.542.3500 7,7156

26
11. Kawasan Perbukitan Karst 79.838.0000 25,0995
12. Kawasan Perbukitan Baturagung 38.445.0000 12,0664
13. Luas Kawasan Lindung 182.720.6950 57,4438
14. Luas Provinsi 318.085.7400 100,0000
Sumber : Hasil perhitungan dangen alat Sistem Informasi Goegrafis (GIS) pada
peta skala 1 : 25.000 Tim Penyusun RTRWP DIY

D. Permasalahan dan Isu-isu terkait kawasan

1. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang dihadapi saat ini menjadi landasan untuk

menentukan instrumen kebijakan adalah sebagai berikut :

a. Sumber daya manusia dan lembaga keutamaan sampai tingkat lapangan

belum terpenuhi.

b. Lemahnya pengembangan wana wisata dalam rangka mendukung pusat

rekreasi dan pariwisata kehutanan.

c. Pengembangan laboratorium keanekaragaman hayati dalam rangka

mendukung pusat pelatihan dan pendidikan tenaga kehutanan belum

terprogram.

d. Pengelolaan kawasan hutan konservasi yang melibatkan masyarakat

belum optimal.

e. Pemanfaatan jasa lingkungan belum terprogram.

2. Isu-isu Terkait Kawasan

Taman hutan raya merupakan sumber daya alam yang bersifat

kawasan konservasi yang bersifat melindungi jenis-jenis insitu ataupun jenis-

jenis eksitu. Faktor-faktor eksternal yang secara langsung maupun tidak

27
langsung mempengaruhi pengelolaan kawasan hutan (1) kebutuhan papan dan

pangan, (2) nilai tambah jasa kehutanan, (3) pola ruang, (4) kelembagaan

pengelolaan hutan, (5) tata kelola hutan, (6) bencana dan perubahan

lingkungan global.

28
BAB III

PEMBAHASAN

A. Taman Hutan Raya Bunder

Taman hutan raya atau biasa disingkat Tahura merupakan kawasan hutan

yang ekosistemnya dilindungi, termasuk tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.

Tahura biasanya berlokasi tak jauh dari perkotaan atau permukiman yang gampang

diakses, tidak terletak di tengah hutan belantara. Eksosistem tahura ada yang alami

ada juga yang buatan. Begitu juga dengan tumbuhan dan satwanya, bisa asli atau

didatangkan dari luar kawasan.1

Dilihat dari status hukumnya, taman hutan raya merupakan kawasan lindung

yang dikategorikan sebagai hutan konservasi bersama-sama dengan cagar alam, suaka

margasatwa, taman nasional, taman wisata alam dan taman buru. Meski

dikategorikan sebagai kawasan lindung, tahura memungkinkan untuk dimanfaatkan

sebagai tempat rekreasi dan pariwisata komersial. Namun pengusahaan tahura

sebagai kawasan wisata komersial dibatasi dengan peraturan yang ketat agar fungsi

pelestariannya tetap terjaga.

Taman Hutan Raya Bunder terletak di wilayah Desa Bunder Kecamatan Patuk

dan Desa Gading Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Pada tahun 2002 Fakultas Kehutanan UGM membuat sebuah

studi/penelitian tentang Taman Wisata Alam di kawasan Hutan Bunder. Hasil studi

Taman Wisata Alam dipresentasikan di depan Menteri Kehutanan Mohamad Prakosa

pada tahun 2003 yang menghasilkan adanya persetujuan kawasan Hutan Bunder

29
menjadi kawasan konservasi dengan ketentuan mempunyai luas minimum 600 ha.

Hal tersebut ditindaklanjuti oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY

dengan mengajukan usulan peralihan fungsi kawasan hutan produksi menjadi

kawasan konservasi dalam bentuk Tahura Bunder ke Kementerian Kehutanan pada

tahun 2003.

Gubernur Provinsi DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X kemudian

memberikan rekomendasi terhadap proses alih fungsi yang diajukan Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Provinsi DIY. Tim Terpadu yang dibentuk oleh kementerian

kehutanan melakukan studi dan langsung melakukan rapat studi di kantor Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY tahun 2004 yang menghasilkan proses alih

fungsi hutan produksi disetujui. Badan Planologi Kehutanan meneruskan proses alih

fungsi hutan produksi menjadi Taman Hutan Raya Bunder ke Menteri Kehutanan

agar diterbit penunjukan.

Penunjukan kawasan Tahura Bunder dikeluarkan oleh Keputusan Menteri

Kehutanan No.: 353/Menhut-II/2004 tanggal 28 September 2004 tentang Perubahan

Fungsi Kawasan Hutan Produksi Tetap Banaran Blok 11, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24

seluas ± 617 ha yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, DIY menjadi Tahura.

Pengukuhan kawasan menjadi Tahura telah dilakukan oleh Menteri Kehutanan

melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Yogyakarta dan telah melalui

tahapan inventarisasi trayek, pemasangan tata batas sementara dan pemasangan tata

batas tetap pada tahun 2006. Tahura Bunder di Daerah Istimewa Yogyakarta berasal

dari alih fungsi Hutan Produksi menjadi Hutan Konservasi berdasarkan Keputusan

Menteri Khutanan Nomor 353/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan

30
Hutan Bunder petak 11, 15, 20, 21 dan Banaran petak 19, 22, 23, 24 seluas ± 617 Ha

yang terletak di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi

Taman Hutan Raya.

B. Visi dan Misi Taman Hutan Raya Bunder

Tahura Bunder Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta

memiliki visi dan misi sebagai berikut :

1. Visi Tahura Bunder

Visi Tahura Bunder adalah sebagai Tahura yang mampu memberikan

akomodasi bagi konservasi sumberdaya alam di bidang kehutanan dan

kegiatan pariwisata dengan pengelolaan secara profesional dan mandiri serta

diharapkan ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya.

Terwujudnya Tahura Bunder sebagai pusat edukasi konservasi alam yang

berbasis budaya Yogyakarta

2. Misi Tahura Bunder

a. Memberikan layanan akomodasi bagi konservasi sumber daya alam

khususnya bidang kehutanan dan kegiatan pariwisata secara optimal.

b. Membuka lapangan kerja di sektor Kehutanan dan pariwisata khususnya

bagi masyarakat sekitar.

c. Ikut serta meningkatkan pendapatan asli daerah khususnya sektor

pariwisata.

d. Menjadi generator pengembangan kawasan sekitarnya dengan tingkat

interdependensi yang cukup tinggi.

e. Dapat dikelola secara profesional.

31
C. Strategi dan Program Taman Hutan Raya Bunder

Secara umum, upaya pengelolaan sumber daya alam di sekitar kehutanan

yang berlaku secara nasional adalah sebagai berikut :

a. Strategi Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder

1) Inventarisasi dan penatagunaan habitat untuk memantapkan status

kawasan, perlindungan nutfah, biodiversitasnya, serta ekosistem

dengan segala unsurnya.

2) Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis, konservasi lahan, rawa,

hutan bakau, terumbu karang, flora dan fauna langka dan

pengembangan fungsi daerah aliran sungai.

3) Partisipasi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan

hutan dalam pengembangan kehutanan dengan memberi peluang dan

meningkatkan peran mereka.

4) Pembangunan kehutanan secara luas harus ditunjang dengan kegiatan

penyuluhan, pendidikan, pelatihan, perundang-undang,

penyebarluasan informasi, serta penelitian dan pengembangan.

5) Perang dan mutu lembaga kehutanan, baik pemerintah maupun

Lembaga Kemasyarakatan lainnya harus ditingkatkan. Penyuluhan

kehutanan harus diutamakan pada peningkatan kemampuan dan peran

serta masyarakat yang berdiam di dan sekitar hutan dalam bentuk

perhutanan sosial.

b. Program Pengelolaan Taman Hutan Raya Bunder

Upaya untuk menerapkan kebijakan di bidang kehutanan mencakup :

32
1) Inventarisasi Hutan Nasional. Untuk membangun sektor kehutanan,

diperlukan informasi yang terlalu diperbaharui. Data mengenai luas,

mutu dan keragaman areal hutan harus dikumpulkan melalui kegiatan

pengukuran dan pemetaan pada tingkat nasional.

2) Pemantapan Kawasan Hutan. Untuk memperoleh kepastian hukum

kawasan hutan, maka pemantapan kawasan hutan harus dilakukan

melalui penataan batas, pengukuhan dan penyediaan lahan untuk

sektor lain.

3) Perlindungan dan Pengamanan Kawasan. Pengaturan pemanfaatan

sumber daya alam/hutan secara umum dilakukan melalui kegiatan

perlindungan dan pengamanan kawasan. Kegiatan tersebut dilakukan

secara lintas sektoral dengan mengutamakan partisipasi aktif

masyarakat secara edukatif dan persuasif sehingga upaya perlindungan

dan pengamanan dapat berlangsung secara optimal. Pendekatan

kesejahteraan akan lebih ditingkatkan agar masyarakat dapat

memperoleh manfaat hutan secara langsung maupun tidak langsung

yang dapat meningkatkan pendapatan mereka dan meningkatkan peran

serta mereka dalam upaya perlindungan dan pengamanan.

4) Pelestarian Kemampuan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.

Setiap kegiatan pembangunan mempunyai dampak negatif terhadap

lingkungan. Dalam rangka pelestarian sumber daya alam dan

lingkungan hidup perlu kegiatan terencana, terarah dan terpadu agar

dapat menekan dampak negatif tersebut. Dampak dapat berupa

33
musnahnya flora dan fauna setempat akibat kegiatan pembangunan

yang tidak berwawasan lingkungan. Iya pelestarian dilakukan melalui

pembinaan hutan lindung, hutan suaka margasatwa, rehabilitasi flora

dan fauna, pembangunan taman wisata alam dan taman nasional.

Setiap pembangunan kehutanan yang berpotensi dampak penting harus

melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

5) Rehabilitasi Lahan Kritis dan Konservasi Tanah. Rehabilitasi lahan

kritis dan konservasi tanah difokuskan pada pengendalian banjir dan

erosi secara efektif di daerah aliran sungai yang diprioritaskan.

Tujuannya adalah meningkatkan daya dukung lahan untuk

meningkatkan produksi, mengatur Tata air dan menstabilkan

lingkungan, fungsi penting lainnya.

6) Penyuluhan Kehutanan. Masyarakat yang berdiam di areal hutan dan

sekelilingnya harus dilibatkan dalam pengelolaan sumber alam.

Layanan informasi bagi masyarakat ini perlu ditingkatkan, sehingga

kesadaran mengenai hak dan kewajiban masyarakat terhadap sumber

daya alam serta pemanfaatannya dapat meningkat. Untuk itu dapat

bekerjasama dengan organisasi non pemerintah. Penyuluhan sadar

wisata kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka

mengembangkan dan mendidik tenaga di bidang tersebut.

Sehingga Pemerintah Daerah mengelola Tahura berdasarkan Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003 Tentang Penyelenggaraan Tugas

Pembantuan, Pengelolaan Tahura dengan tahapan perencanaan; pelaksanaan;

34
dan Pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Rencana pengelolaan Tahura

meliputi :

a. Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang;

b. Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah; dan

c. Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek.

Dengan Rencana pengelolaan disusun sebagai acuan pengelolaan mengenai:

a. Pemanfaatan kawasan sebagai pembangunan sarana dan prasarana serta

kelembagaan pengelolaan yang memadai;

b. Perlindungan hutan sebagai penyangga kehidupan; dan

c. Pengawetan tumbuhan dan/atau satwa langka, tumbuhan dan/atau satwa

yang memiliki nilai budaya dan kearifan lokal bagi masyarakat, serta yang

berpotensi untuk menunjang budidaya.

Dalam pelaksanaannya pengelolaan Tahura meliputi :

1. Pemantapan dan penataan kawasan;

2. Pengelolaan potensi kawasan;

3. Perlindungan dan pengamanan kawasan;

4. Pembinaan lingkungan hidup; dan

5. Pengembangan pariwisata

D. Akses dan Sirkulasi

Dalam Pengelolaan Tahura Bunder, akkses yang dikembangkan di setiap blok

pengembangan baik yang menuju serta meninggalkan blok serta lingkage dengan

fungsi lainnya pada kawasan Tahura Bunder adalah sebagai berikut :

35
1) Resort Pengembangan I

 Akses menuju Resort Pengembangan I (petak 11 dan 15) melalui jalan

lokal di sisi timur petak 11 Yogyakarta – Wonosari.

 Sirkulasi di dalam Resort Pengembangan I difasilitasi dengan jalan

setapak (untuk pedestrian) dan jalan kaki.

 Terdapat jalur sirkulasi (jalan lokal) yang mengelilingi blok

pengembangan.

2) Resort Pengembangan II

 Akses menuju Resort Pengembangan II (petak 19 dan 22) melalui

jalan lokal di sisi barat yang menjadi batas petak 19 dan 22, diakses

langsung dari jalan arteri Yogyakarta – Wonosari.

 Sirkulasi di dalam Resort Pengembangan II difasilitasi dengan jalan

setapak (untuk pedestrian) dan jalan lokal.

 Terdapat titik-titik entrance untuk pedestrian.

 Terdapat sirkulasi (jalan lokal) yang mengelilingi blok pengembangan

dan jalur sirkulasi pedestrian (berupa jembatan) yang menghubungkan

kawasan tepian air blok pengembangan III dengan kawasan tepian air

blok pengembangan II.

3) Resort Pengembangan III

 Akses menuju Resort Pengembangan III (petak 20 dan 21) melalui

jalan lokal di sisi barat yang menjadi batas petak 20 dan 21, diakses

langsung melalui jalan arteri Yogyakarta - Wonosari.

36
 Sirkulasi di dalam Resort Pengembangan III difasilitasi dengan jalan

setapak (untuk pedestrian) dan jalan lokal.

 Terdapat titik-titik entrance untuk pedestrian.

 Terdapat jalur sirkulasi (jalan lokal) yang mengelilingi blok

pengembangan dan jalur sirkulasi pedestrian (berupa jembatan) yang

menghubungkan kawasan tepian air blok pengembangan II dengan

kawasan tepian air blok pengembangan III.

4) Resort Pengembangan IV

 Akses menuju Resort Pengembangan IV (petak 23 dan 24) melalui

jalan lokal di sisi barat petak 23, diakses melalui jalan lokal dari petak

22.

 Sirkulasi di dalam Resort Pengembangan IV difasilitasi dengan jalan

setapak (untuk pedestrian) dan jalan lokal.

 Terdapat jalur sirkulasi (jalan lokal) yang mengelilingi blok

pengembangan.

E. Fasilitas

1) Resort Pengembangan I meliputi : petak 11 dan 15

 Fasilitas parking dan area, publik toilet pada area kedatangan dan

fasilitas gardu pandang pada petak 11.

 Aneka fasilitas wisata di di ruang publik.

 Fasilitas bangunan sebagai penunjang kegiatan konservasi satwa.

37
 Signage pengarah akses blok pengembangan yang dilengkapi peta

Blok pengembangan serta signage penanda petak.

 Penerangan yang memadai pada akses menuju blok pengembangan.

2) Resort Pengembangan II meliputi : petak 19 dan 22

 Fasilitas rest area dan tourism information Center pada Main Gate area

kawasan Tahura Bunder.

 Parking dan sitting area, publik toilet pada area kedatangan, fasilitas

jogging track, fasilitas rekreasi tepian air (fishing spot, gazebo), serta

fasilitas gardu pandang.

 Aneka fasilitas wisata di ruang publik.

 Fasilitas camping ground terdapat pada sisi Selatan petak 22.

 Signage pengarah akses blog pengembangan yang dilengkapi peta

Blok pengembangan signage penanda petak.

 Penerangan yang memadai pada akses menuju blok pengembangan.

3) Resort Pengembangan III meliputi : petak 20 dan 21

 Fasilitas rest area dan tourism information Center pada Main Gate area

kawasan Tahura Bunder.

 Parking dan sitting area, publik toilet pada area kedatangan, fasilitas

jogging track, fasilitas rekreasi tepian air (fishing spot, gazebo), serta

fasilitas gardu pandang.

 Aneka fasilitas wisata di ruang publik.

 Fasilitas camping ground terdapat pada sisi Selatan petak 22.

38
 Signage pengarah akses blog pengembangan yang dilengkapi peta

Blok pengembangan signage penanda petak.

 Penerangan yang memadai pada akses menuju blok pengembangan.

4) Resort Pengembangan IV meliputi : petak 23 dan 24

 Fasilitas parking dan area, publik toilet pada area kedatangan yang

dilengkapi dengan research information center.

 Fasilitas penunjang wisata pendidikan dan penelitian kekayaan plasma

nutfah.

 Aneka fasilitas wisata di ruang publik.

 Signage pengarah akses blog pengembangan yang dilengkapi peta

Blok pengembangan signage penanda petak.

 Penerangan yang memadai pada akses menuju blok pengembangan.

5) Area Jalan Arteri Yogyakarta – Wonosari yang berbatasan dengan

Tahura

 Signage pengarah akses ke resort-resort pengembangan yang

dilengkapi peta lokasi resort-resort pengembangan serta signage

penanda kawasan.

 Penerangan yang memadai pada akses utama kawasan.

Dalam kawasan luas, secara kuantitatif pembagian blok perlindungan dan

blok pemanfaatan pada Tahura Bunder seperti pada tabel dibawah ini :

39
Tabel 12. Rekapitulasi luas area perlindungan dan area pemanfaatan (Ha)
Blok Blok Blok
Petak Jumlah
Perlindungan Pemanfaatan lainnya
11 -15 94,11 47,251 - 141,361
16 - 22 135,747 54,251 -
20 -21 111,318 51,718 13,597
23 - 24 92,395 34,577 -

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat pete-peta tematik yang

merupakan peta-peta rencana pengembangan Taman Hutan Raya Bunder yang

meliputi:

 Peta rencana pemanfaatan lahan / pembagian blok perlindungan dan

blok pemanfaatan.

 Peta rencana pembagian sub blok.

F. Perlindungan Kawasan

Perlindungan kawasan dilakukan untuk menjamin kondisi kawasan tetap utuh

dan dapat memecahkan permasalahan gangguan serta meningkatkan kesadaran

apresiasi masyarakat untuk tetap melindungi kawasan dan kehidupan masyarakat pun

terjamin pada saat ini maupun saat mendatang. Upaya-upaya perlindungan yang

dapat dilakukan adalah :

 Identifikasi daerah-daerah rawan gangguan,

 Perlindungan dan pengamanan batas fisik kawasan,

 Pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam rangka upaya

melindungi dan mengamankan kawasan,

 Pencegahan kebakaran,

40
 Pengendalian perburuan dan pencurian hasil hutan,

 Penanganan perhutanan sosial,

 Pemantauan dampak lingkungan,

 Pemantauan hama dan penyakit,

 Pemasangan tanda-tanda larangan di tempat-tempat yang strategis,

 Penegakan hukum.

G. Rencana pengembangan keragaman hayati

1. Rencana pengembangan vegetasi

Dalam rangka pengembangan vegetasi di lokasi Taman Hutan Raya

Bunder serta dalam rangka mewujudkan Tahura Bunder yang mampu

menawarkan berbagai pesona alam dan sosial bagi masyarakat termasuk

wisatawan perlu dilakukan upaya-upaya strategis ke depan antara lain :

a. Upaya penghijauan jenis tanaman yang mampu menciptakan suasana

sejuk dan nyaman pada lokasi-lokasi yang diperuntukan untuk aktivitas

wisata.

b. Penanaman jenis-jenis tanaman yang memiliki nilai estetika dari aspek

pembungaan, bentuk tajuk, habitus, buah, maupun tegakkannya.

c. Penanaman jenis tanaman yang dapat mengundang kehadiran burung

sehingga dapat menambah keindahan kawasan Tahura Bunder.

d. Sinkronisasi pengelolaan Tahura dengan kawasan di sekitarnya misalnya

wanagama, bobung dan desa atau dusun sehingga mampu mewujudkan

suatu ekosistem yang utuh, indah dan lestari.

41
e. Upaya untuk mendukung aspek pelestarian sumber daya alam yang

dikembangkan di Tahura Bunder diperlukan suatu Stasiun penelitian yang

terdiri dari aspek : penelitian tumbuhan baik tanaman kehutanan, tanaman

buah-buahan, tanaman bahan baku industri kerajinan rakyat, tanaman hias

untuk mendukung pengembangan industri tanaman hias di DIY. Stasiun

penelitian tumbuhan ini dapat dibuat dalam bentuk arboretum yang di

dalamnya dapat dibagi menjadi blok-blok penelitian. Sementara untuk

tanaman hias dapat dikembangkan di sekitar persemaian kehutanan yang

perlu dilengkapi dengan green house. Keberadaan persemaian ini selain

berfungsi sebagai penyedia bibit tetapi juga sebagai sarana penelitian bibit

tanaman kehutanan, buah-buahan dan tanaman hias.

Berdasarkan strategi diatas, maka telah disusun usulan bagi

pengembangan vegetasi di setiap bagian blok perlindungan pada taman hutan

raya Bunder seperti pada tabel 12.

Tabel 13. Rencana Pengembangan Jenis Tanaman Pada Blok Perlindungan


Petak 11.a Petak 11.c Petak 11.d Petak 11.f
Mirtaceae : Sapotaceae : Apocynaceae : Caesalpiniaceae :
 Salam  Tanjung  Pule (bahan  Flamboyan
 Jambu Biji  Sawo Kecik topeng)  Asam Jawa
 Jambu Air  Sawo  Bintoro  Johar
 Jambu Beludru  Jelutung  Trengguli
Dersana  Trengguli Wang
 Cengkeh  Nam-nam
 Ampuku  Tayuman
 Duwet

42
Petak 15.a Petak 19.a Petak 19.b Petak 19.c
Verbenanceae : Pengayaan Vegetasi :
 Jati  Akasia  Akasia  Akasia
 Jati Malabar  Mahoni  Mahoni  Mahoni
 Jati Kluwih  Jati  Kayu Manis  Jati
 Laban  Podocarpus  Nyamplung  Podocarpus
 Govasa  Beringin  Bendo
 Melina  Jati
 Molucana  Podocarpus

Petak 19.g Petak 22.a Petak 22.b Petak 20.a


Tanaman Hias : Arboretum : Pengayaan Anarcadiaceae
Vegetasi : :
 Flamboyan Berisi semua  Akasia  Mete
 Trengguli jenis tanaman  Mahoni  Pakel
 Nogosari yang ada di  Jati  Kedondong
 Nam-nam Taman Hutan  Podocarpus  Melinjo
 Kenanga Raya Bunder
 Cempaka
 Johar
 Tayuman

Petak 20.b Petak 20.d Petak 21.a Petak 21.b


Miliaceae : Tanaman Hias Mimosaceae : Papilionaceae :
:
 Mahoni  Bungur  Pilang  Sonosiso
 Kesambi  Sepatudeae  Kedawung  Sonokeling
 Akasia  Dadap  Sengon Buto  Angsana
 Mimbo  Nogosari  Segawe  Ploso
 Suren  Cempaka  Trembesi  Gayam
 Mahoni  Wuni  Petai
Afrika
 Langsap
 Mindi

43
Petak 21.c Petak 23.b Petak 23.c Petak 24.a
Palmae :  Eboni  Cemara  Kemloko
 Aren  Cendana  Kepuh  Pule
 Siwalan  Babol  Nogosari  Timoho
 Macam-  Kunto Bimo
macam  Macam-
Pinang macam
Beringin

Petak 24.b Petak 24.c Petak 24.d


 Gondang  Kesambi  Rukam
 Mentaos  Pucung  Tanjung
 Mentega  Miren  Randu
 Randu Alas

Tabel 14. Rencana Pengembangan Jenis Tanaman Pada Blok Pemanfaatan


Petak 11.b dan 11.e (buffer) Petak 15.b Petak 15.c
Tanaman Buah dan Pakan : Casuarinaceae : Bambuceae :
 Nangka  Cemara Laut  Jenis bambu-bambu
 Sukun  Cemara Udang  Ori
 Kluwih  Cemara Gunung  Petung
 Petai  Tusam  Legi
 Kemiri  Gading
 Melina
 Molucana
Petak 15.d Petak 19.d Petak 19.e
Main Gate Persemaian
Petak 19.f Petak 19.h Petak 20.c
Tanaman Hias :
 Kepel
 Sawo Kecik
 Duku
Gate dan Camping Ground  Langsap Gate
 Kelengkeng
 Manggis
 Matoa
 Kenitu

44
Petak 23.a Petak 23.d Petak 24.e (buffer)
Buah-buahan  Mundu
 Mundung
 Sawo Kecik
 Kepel

Dalam kaitannya dalam upaya pelestarian hutan melalui kegiatan

pendidikan lingkungan, keberadaan kawasan hutan di DIY yang luasnya

hanya 5% dari luas wilayah DIY menuntut adanya dukungan dan tanggung

jawab dari masyarakat akan pelestarian kawasan. Guna mewujudkan

kelestarian kawasan hutan tersebut diperlukan suatu upaya sosialisasi kepada

masyarakat. Salah satu upaya dan kegiatan sosialisasi yang dapat

dikembangkan adalah pengembangan pendidikan lingkungan bagi masyarakat

untuk meningkatkan kesadaran lingkungannya.

Pendidikan lingkungan yang menjadi sasaran utama adalah kalangan

masyarakat pendidikan guna mendukung simbol DIY sebagai Kota

Pendidikan. Pendidikan lingkungan bagi mahasiswa, siswa sekolah menengah

dan sekolah serta pra SD. Desain kegiatan untuk masing-masing kelompok

sasaran berbeda-beda sehingga kompetensi lokasi yang dikembangkan untuk

masing-masing sasaran perlu dirancang dengan baik.

Jenis kegiatan pendidikan lingkungan yang dapat dikembangkan dapat

meliputi :

 Pendidikan Lingkungan bidang vegetasi antara lain :

- Tumbuhan kehutanan,

- Tanaman buah-buahan,

45
- Bidang agroforestry,

- Tanaman buah,

- Tanaman hias dan

- Tanaman khas daerah kritis.

 Pendidikan lingkungan bidang satwa dan burung berupa

pengamatan satwa dan burung.

2. Rencana Pelestarian Fauna

Pelestarian dan pemanfaatan fauna di Tahura Bunder dapat dipandang

dalam skala yang lebih luas tidak terbatas pada upaya pelestarian dalam

kawasan tetapi juga kaitannya dengan sumber daya fauna yang ada di DIY,

Jawa dan fauna lahan kritis yang memiliki kondisi tapak yang kurang lebih

sama. Dalam konteks ini pelestarian fauna dapat dibagi menjadi 2 kelompok

yaitu :

 Pelestarian plasma nutfah satwa

 Pelestarian plasma nutfah burung

Kaitannya dengan sasaran kelompok pertama dalam upaya pelestarian

fauna, keberadaan Sakura Bunder harus mampu mengoleksi satwa yang

endemik DIY, Jawa lahan kritis. Langkah awal yang dapat dilakukan dengan

melakukan upaya Sinergi dengan pengembangan kebun binatang Gembira

Loka (KBGL) dan pusat penyelamatan satwa Jogjakarta (PPSJ). Posisi Tahura

Bunder adalah mendukung Kebun Binatang Gembira Loka. Perbedaannya

terletak pada kondisi kawasannya, keberadaan KBGL diperuntukan sebagai

46
eksebisi sementara Tahura Bunder dapat di model semacam " Taman Safari"

yang menangkarkan satwa yang menyerupai habitat alaminya. Sementara

posisi PPSJ seperti yang dilakukan sekarang untuk menyelamatkan satwa

yang disita kemudian direhabilitasi untuk selanjutnya dilepas ke alam. Dalam

konteks ini keberadaan Tahura Bunder dapat menjadi suatu solusi untuk

menjadi kawasan pelestarian satwa wa yang dapat menampung dan

mengembangbiakan pada habitat alami.

Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran kelompok kedua

dalam upaya pelestarian fauna dilandasi oleh suatu kenyataan di Yogyakarta

yang menjadikan burung sebagai suatu komoditas perdagangan sehingga

penangkapan liar dan Perdagangan liar dapat menghilangkan jenis burung dan

plasma nutfahnya. Kondisi ini harus diantisipasi melalui kolektif jenis burung-

burung di di Tahura Bunder dengan melakukan penanaman jenis-jenis

tanaman pakan dan habitat alami dari jenis Burung endemik DIY, Jawa dan

lahan kritis. Keberhasilan Upaya ini tidak dapat dilepaskan dari jaminan

keamanan untuk mencegah adanya pencurian dari jenis burung yang

dikembangkan dalam kawasan.

H. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam

1. Proyeksi Pengunjung

Berdasarkan analisis profil pengunjung yang tidak ada, dapat dibuat suatu

proyeksi tentang tataran kelompok pengunjung potensial sebagai target pasar

dalam tiga kerangka waktu sebagai berikut :

47
a. Jangka Pendek

Promosi lebih diintensifkan dengan sasaran utama institusi pendidikan

dasar dan menengah yang berlokasi terutama di wilayah Gunung Kidul

sendiri. Pesan ....... yang disampaikan kepada kelompok untung ini adalah

pemosisian Kawasan hutan Bunder sebagai tempat yang ideal untuk

kegiatan perkemahan pendidikan (atau Jambore Pramuka) dan sarana

pengenalan keragaman hayati. Target pasar lain yang juga potensial untuk

dipenetrasi dalam jangka pendek adalah kelompok pengunjung instansi

pemerintah dan organisasi kemasyarakatan di wilayah Gunung Kidul. Daya

tarik yang di komunikasikan kepada kelompok pengunjung ini ini adalah

pencitraan hutan sebagai tempat yang ideal untuk rapat dan konggregasi

organisasi karena ketenangan suasana alam hutan, ketersediaan fasilitas,

dan kemudahan akses. Kelompok pengunjung umum dapat pula dijadikan

target pasar dengan pemosisian hutan Bunder sebagai tempat alternatif

yang memiliki keunikan suasana untuk acara kekeluargaan dan sosial.

Masuk dalam target pasar untuk jangka pendek ini adalah keluarga dan

wisatawan (lokal, domestik, maupun asing) yang sedang tahu akan

berkunjung di wilayah Gunung Kidul.

b. Jangka Menengah

Kelompok pengunjung yang menjadi target dalam jangka menengah

sama dengan target untuk jangka pendek tetapi dengan jangkauan geografis

yang lebih luas untuk wilayah DIY dan kota-kota di Jawa Tengah yang

tidak terlalu jauh dari DIY.

48
c. Jangka Panjang

Penargetan kelompok pengunjung untuk jangka panjang adalah semua

kelompok pengunjung Seperti dideskripsikan di atas yang berasal bukan

hanya dari DIY dan Jawa Tengah, tetapi wilayah-wilayah lain dalam skala

nasional. Namun demikian, hal ini membutuhkan pengadaan fasilitas yang

lebih lengkap dan inovatif dan dibentuknya jejaring promosi dan distribusi

yang terorganisir dan luas.

2. Rencana Pengembangan Wisata Alam

Pengembangan pariwisata yang tepat untuk dilaksanakan di lokasi

taman hutan raya Bunder adalah pengembangan pariwisata yang berwawasan

lingkungan yang mengedepankan daya dukung (carryng capacity) lingkungan

aset alam. Kondisi daya dukung lingkungan aset alam dipengaruhi oleh

beberapa faktor saling terkait satu sama lain. Faktor yang signifikan yaitu

jumlah wisatawan, aktivitas, intensitas, pengaruh wisatawan, kualitas ODTW

serta tingkat pengelolaan.

Beberapa ide pengembangan wisata alam yang terkait dengan

keberadaan serta pengembangan taman hutan raya Bunder adalah sebagai

berikut :

 Wisata alam yang berupa kegiatan berkemah dapat selalu

dilaksanakan di area camping ground yang berada di petak 22.

49
 Wisata yang lebih menekankan pada kegiatan penelitian pada

pelestarian plasma nutfah flora dapat dikembangkan pada

petak 23 dan 24 yang dilengkapi dengan arboretum.

 Wisata pendidikan dan penelitian dapat dikembangkan secara

lebih spesifik bagi pendidikan dan penelitian lingkungan

khususnya pada kegiatan sektor kehutanan dengan

memanfaatkan sarana yang sudah ada di petak 19 dan 22

seperti pabrik penyulingan minyak kayu putih, pusat indukan

rusa, persemaian modern dan juga Fasilitas yang akan

dibangun dengan penekanan pada pendidikan dan penelitian.

 Wisata alam pada penekanan konservasi dan koleksi flora dan

fauna baik endemik maupun introduksi dapat dikembangkan di

petak 11 dan 15 serta petak 20 dan 21.

 Wisata jalan kaki di sepanjang jalur akses taman hutan raya

Bunder difasilitasi dengan jogging track dengan ketentuan

yang bersifat khusus terutama perlindungan terhadap vegetasi

pada blok perlindungan.

 Pengembangan jenis wisata lainnya yang bersifat wisata alam.

Pendekatan dalam perancangan kawasan binaan pada dasarnya dapat

dibagi dua, dimana pendekatan yang satu akan lebih melihat pada tradisi isi

dan keberadaan hal-hal yang sudah ada, untuk kemudian mencoba

mengembangkannya secara inkremental, berdasar yang ada tersebut.

50
Pendekatan yang lain akan lebih mencoba mendasarkan pada tujuan yang

akan diraih, mengembangkannya secara visioner, dengan melihat pada

kriteria-kriteria dan measures yang akan diraih. Pendekatan mana yang dipilih

akan tergantung pada kondisi konteks di mana proyek perancangan kawasan

tersebut dilakukan. Pada perencanaan kawasan Taman hutan raya Bunder

tampaknya kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan melihat dan

berpijak pada hal-hal yang sudah ada kemudian dikembangkan berdasarkan

potensi kawasan Taman hutan raya Bunder yang diarahkan pada tujuan

visioner yang akan dicapai.

Tabel 15. Guidelines Pengembangan Fisik Kawasan pada Taman Hutan Raya
Bunder.
Aspek Tujuan Rencana
Zoning Zonasi dilakukan untuk Penzoningan dibedakan
melindungi sumber- menjadi :
sumber daya dan  Low Use Zone
memberikan keragaman  Recreational Zone
pengalaman perjalanan  Visitor Center Tourism
wisata bagi pengunjung. Zone
Site Plan Tercipta hubungan yang Semua elemen dalam site plan
harmonis dan efisien (rencana tapak) harus
dengan area proteksi, zona dipertimbangkan rancangannya
pemanfaatan dan fasilitas sebagai berikut :
lainnya.  Struktur buatan/bangunan
baru harus seminimal
mungkin mengintervensi
natural ekosistem;
 Pemeliharaan dan penjagaan
ekosistem harus menjadi
prioritas utama;
 Penempatan bangunan baru
harus menghindari
penebangan pohon/vegetasi
dan meminimalkan
gangguan terhadap elemen
ekosistem alam lainnya;

51
 Bangunan harus diletakkan
pada area yang tidak
memerlukan penebangan
pohon dan menekan
serendah mungkin
gangguan terhadap objek
alam lain;
 Bangunan harus cukup
terpisah satu dengan yang
lainnya, sehingga tidak
mengganggu pola
pergerakan satwa dan
pertumbuhan hutan.
Bangunan Terciptanya bangunan  Bangunan harus menyatu
yang menyatu dan selaras dengan lingkungan alam di
dengan lingkungan alam sekitarnya dan bila mungkin
sekitar. tercover oleh karakter alami
lingkungan serta pepohonan
yang ada;
 Menggunakan bentuk
arsitektur lokal, teknik
konstruksi serta
bahan/material lokal;
 "Low Tech" design
solutions harus
diimplementasikan
semaksimal mungkin;
Transportas  Menciptakan  Penggunaan mobil dan
i dan kenyamanan pada kendaraan harus dibatasi
Sirkulasi lingkungan alam dengan tegas;
 Mencegah  Membatasi pembuatan jalan
terganggunya untuk kendaraan (sebatas
ekosistem alam yang diperlukan);
 Membatasi lebar jalan dan
desain jalan harus
mendorong kendaraan
berjalan lambat;
Jalur Lintas Menciptakan jalur setapak  Trail sytem harus
Alam/Jalur yang alami dan menyatu melindungi habitat dan pola
setapak dengan lingkungan pergerakan satwa liar;
(Nature  Jalan setapak alami (natural
Trail) trail) sebaiknya pendek
(antara 0,5 – 1,5 km)
dengan waktu tempuh 30 –

52
60 menit (sehingga
pengunjung dapat
menikmati perjalanan);
 Survei harus dilakukan di
lokasi di mana jalur pejalan
kaki tersebut akan melintas,
existing trail semaksimal
mungkin dimanfaatkan,
jalur yang tidak tepat perlu
ditutup;
 Nature trail sebaiknya tidak
lurus, tetapi kurva organik;
 Nature trail sebaiknya
dilengkapi dengan
interpretive information
serta tanda-tanda untuk
meningkatkan apresiasi
pengunjung terhadap
lingkungan;
 Jalur pejalan kaki tersebut
sebaiknya dibuat pada titik
yang memungkinkan
penikmatan objek/atraksi
namun menghindari
gangguan serius terhadap
kondisi alami setempat;
 Persilangan antara Jalan
Setapak dengan sungai dan
aliran air diusahakan
seminimal mungkin.

3. Kriteria Pengembangan Tata Letak Taman Hutan Raya Bunder

Kriteria pengembangan tata letak Taman Hutan Raya Bunder dalam

penyusunan rencana pengelolaan Tahura Bunder mempunyai dua klasifikasi

utama, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Blok perlindungan

diarahkan untuk fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan

pengawetan keaneka ragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

53
Sedangkan blok pemanfaatan diarahkan untuk fungsi utama sebagai wilayah

yang dimungkinkan untuk dilaksanakannya kegiatan wisata alam dan

dibangun berbagai fasilitas, sarana dan prasarana penunjang kegiatan

pariwisata alam dan rekreasi. Pembagian blok ini juga dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Peta Penataan Blok

Blok perlindungan dan blok pemanfaatan, dilihat dari batas pemanfaatan

yang diijinkan :

a. Batas Pemanfaatan Blok Pemanfaatan

1) Dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan kawasan dan potensinya dalam

bentuk kegiatan penelitian, pendidikan wisata alam.

2) Dapat dilakukan kegiatan pengusahaan wisata alam yang dalam

pelaksanaannya dapat diberikan kepada pihak ketiga,

3) Dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan

penangkaran jenis sepanjang untuk menunjang kegiatan penelitian

54
ilmu pengetahuan, pendidikan, restocking Wijaya plasma nutfah oleh

masyarakat setempat.

4) Dapat dibangun sarana prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan

alam contoh Pondok Wisata, bumi perkemahan, caravan, penginapan

remaja, usaha makanan, angkutan wisata, wisata budaya dan penjualan

cinderamata dan lain-lain.

5) Tidak dapat digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan yang

bersifat merubah bentang alam.

b. Batas pemanfaatan blok perlindungan

1) Dapat dilakukan kegiatan monitoring sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya serta kegiatan wisata terbatas.

2) Bangun sarana dan prasarana untuk kegiatan monitoring sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya.

3) Tidak dapat dilakukan kegiatan yang bersifat merubah bentang alam.

Tabel 12. Blok Pemanfaatan Dan Perlindungan

Blok Blok Blok


Resort / Petak Jumlah
Perlindungan Pemanfaatan Lainnya
I / 11 dan 15 84,48 52,14 136,66
II / 19 dan 22 121,45 72,63 194,09
III / 20 dan 21 126,246 17,644 12,663 176,17
IV / 22 dan 24 79,38 47,46 126,84
Sumber : Buku Kajian pengembangan wisata Alam Bunder kerjasama Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Propinsi D.I. Yogyakarta dengan Fakultas Kehutanan UGM, 2003 dalam RPJP Tahura
Bunder periode 2013-2023

55
I. Pengembangan Pengelolaan Kawasan, Kerjasama/Kolaborasi

1. Pengembangan Kelembagaan

Proyeksi kelembagaan dilakukan dalam rangka merancang bentuk

lembaga pengelola taman hutan raya Bunder dan mekanisme saling

keterkaitan antara pihak yang terlibat, sehingga pengelolaan taman hutan raya

Bunder dapat dilaksanakan (stakeholders). Butir-butir proyeksi dipaparkan

dalam hal sebagai berikut :

a. Konsep Dasar

Konsep dasar kelembagaan pengelolaan taman hutan raya Bunder

bersifat tripartit dengan pelibatan untuk pemerintah, swasta dan

masyarakat. Konsep tripartit ini didasarkan pada suatu metode politik

ekonomi Mi mengingat hutan bunder merupakan sumber daya alam yang

memiliki nilai utilisasi yang strategis sebagai aset ekonomi maupun

ekologi, sehingga konsep idealisme pengelolaannya dicakup dalam aturan

konstitusi (UUD 1945 Amandemen Keempat, Pasal 33 ayat 3 yang

merupakan dokumen politik kenegaraan yang tertinggi. Model politik,

ekonomi tersebut adalah sebagai berikut :

56
EKSEKUTIF LEGISLATIF YUDIKATIF

legitimasi legitimasi
profit
SISTEM POLITIK
RAKYAT

pelaku pelaku
pelaku
PRODUKSI KONSUMSI

SISTEM EKONOMI
DISTRIBUSI
utilisasi utilisasi

utilisasi

SUMBER DAYA

Gambar 6. Diagram Model Politik Ekonomi

Berdasarkan model tersebut, dapat paparkan kepentingan masing-

masing pihak dalam konsepsi tripartit sebagai berikut :

1) Pemerintah berkepentingan Sebagai pemegang kekuasaan dan

otoritas yang mampu mengatur mengalokasikan kepemilikan dan

atau penguasaan sumber daya dan realisasinya sehingga dapat

memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat sebagai pihak yang

memberikan legitimasi politik.

2) Swasta sebagai salah satu rakyat berkepentingan dalam konteks

peran, yaitu sebagai pemilik atau pengelola sumber daya

(investor/pemilik kapital) yang dituntut mampu mengoptimalkan

utilisasi ekonomi sumberdaya demi maksimalisasi profit.

57
3) Masyarakat sekitar berkepentingan dalam konteks peran mereka

sebagai rakyat yang merupakan pelaku produksi yang akan

berdampingan dengan pemilik capital dan sumber daya.

b. Manfaat dan Resiko Potensial

Pembagian peran antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam

konsepsi tripartit mengandung potensi manfaat dan resiko yang mengikat.

Manfaat dan resiko potensial tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1) Penciptaan Sinergi hasil paduan antara keunggulan sektor

pemerintah (publik) dan sektor swasta dalam suatu pola hubungan

yang saling menguntungkan. Paduan kekuatan masing-masing

sektor tersebut diharapkan akan dapat menciptakan suatu bentuk

lembaga pengelola yang dapat bertindak rasional, efisien dan

inovatif yang juga memiliki kepekaan politis sehingga tetap

memiliki akuntabilitas kepada masyarakat yang secara politis

merupakan pemberi legitimasi kepada pemerintah.

2) Konsepsi tripartit memungkinkan adanya mekanisme pembagian

resiko (risk sharing) terutama dalam aspek pendanaan mengingat

keterbatasan kepemilikan dan fleksibilitas pengalokasian dana

pemerintah (instansi terkait) dan keterbatasan kepemilikan dana

masyarakat.

3) Kemitraan dalam model privatif berpotensi untuk menghasilkan

mekanisme pembuatan dan penerapan kebijakan yang lebih

58
inovatif dan kreatif. Keterlibatan masyarakat diharapkan akan

mampu menghasilkan kebijakan yang lebih tepat (sensible) karena

pengetahuan mereka yang mendalam tentang kondisi kondisi lokal.

4) Model tripartit diharapkan juga mampu meminimalkan potensi-

potensi konflik secara horizontal, baik konflik fisik maupun

konflik hukum.

5) Di sisi lain, model pengelolaan tripartit juga memiliki potensi

resiko berupa lemahnya perlindungan lingkungan karena orientasi

profit yang menjadi terlalu dominan.

6) Potensi ini dimungkinkan terjadi karena melalui kemitraan tripartit

berarti pemerintah menyerahkan sebagian kekuasaan strukturalnya

kepada swasta dalam hal mengelola dan mendayagunakan sumber

daya alam yang secara politis sebelumnya berada dalam

Kekuasaan pemerintah sebagai wakil publik.

7) Potensi resiko lain adalah adanya dominasi dan kooptasi oleh

sektor swasta karena kekuatan dan posisi tawar mereka yang lebih

besar. Kondisi ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena

kelebihan sektor swasta dalam hal penguasaan kapital dan

pencitraan mereka sebagai organisasi yang memiliki banyak

kelebihan yang dibutuhkan untuk menggerakkan dinamika

ekonomi publik.

8) Potensi resiko juga dapat terjadi dalam bentuk resistensi dan

manipulasi birokrasi karena kepentingan politik yang lebih

59
mendominasi. Pengutamaan kepentingan politik ini dapat

membawa dampak negatif karena orientasi pendekatan politik

adalah ah kan pihak-pihak yang dinilai atau telah berjasa dalam

kolaborasi meraih, mempertahankan, dan memperbesar kekuasaan.

9) Potensi resiko lain yang secara logis dapat muncul adalah

manajemen yang tidak efektif dan efisien karena pelibatan

masyarakat yang tidak cukup memiliki pengalaman, pengetahuan

dan keterampilan manajerial (pelanggaran terhadap prinsip the

right person at the right place on the right time).

c. Bentuk Kelembagaan

Bentuk kelembagaan pengelolaan taman hutan raya Bunder dirancang

dengan memperhatikan potensi-potensi manfaat dan risiko yang melekat

dalam tahapan berdasarkan bingkai Waktu sebagai berikut :

1) Pengembangan Jangka Pendek

Dalam jangka pendek pengelolaan taman hutan raya bunder

akan lebih tepat dilembagakan dalam bentuk pelaksana teknis

(UPT) sebagai kepanjangan tangan pemerintah. Urusan teknis

yang dimaksud dalam konteks ini mencakup :

a. Pengelolaan dan pendayagunaan taman hutan raya bunder

sebagai objek wisata untuk menghasilkan pendapatan

(income) bagi lembaga dan masyarakat dan

60
b. Pengelolaan dan pendayagunaan taman hutan raya Bunder

sebagai sarana konservasi hutan untuk menjaga

keseimbangan ekologi.

Berdasarkan konteks pengertian teknik seperti ini maka

keanggotaan personil UPT mencakup unsur Dinas Kehutanan

provinsi dan kabupaten, Dinas Pariwisata Gunung Kidul.

Keterlibatan masyarakat dalam konteks ini diwadahi dalam bentuk

organisasi yang longgar (seperti pauyuban) sebagai Mitra UPT.

Keterlibatan seperti ini diharapkan akan dapat menjamin

terakomodasinya kepentingan masyarakat untuk dilibatkan dalam

peran sebagai pekerja/karyawan di unit-unit kerja dalam UPT Jan

sebagai pemanfaat dan pengelolaan fasilitas dan lahan. Sementara

itu keterlibatan swasta dalam tahap ini dibatasi sebagai investor

dan pengelola untuk fasilitas tertentu yang lebih bersifat sebagai

sarana hiburan. Keterlibatan masyarakat dan swasta diatur dalam

waktu nota kesepahaman dan mekanisme KSO (kerjasama operasi)

dengan dinas Kehutanan provinsi sebagai instansi vertikal yang

pokok.

2) Jangka Menengah

Pelembagaan institusi pengelola dalam jangka menengah

dilakukan dalam bentuk badan Otorita yang merupakan institusi

independen. Dalam kapasitas ini, personalia badan Otorita

merupakan suatu tim manajemen profesional yang dikontrak oleh

61
instansi terkait dan menampung pula wakil masyarakat yang

memenuhi kriteria profesional. Penetapan kriteria profesional dan

seleksi keanggotaan badan Otorita lebih Kredibel jika dilakukan

oleh suatu lembaga independen yang memiliki Kualifikasi

profesional dalam bidang manajemen SDM. Keterlibatan swasta

dalam tahap ini dapat diperluas sebagai investor dan pengelola

yang diberi kewenangan pada suatu area khusus.

3) Jangka Panjang

Skenario kelembagaan pengelola taman hutan raya bunder

dalam jangka panjang adalah berbentuk Persero dalam status

sebagai badan usaha milik daerah (BUMD). Dalam bentuk

kelembagaan seperti ini, pelibatan unsur pemerintah, swasta, dan

masyarakat diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham,

walaupun hak mayoritas kepemilikan saham tetap dipegang oleh

pemerintah (pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten).

Kepemilikan saham oleh masyarakat dilakukan melalui

kelembagaan koperasi. Skenario kelembagaan merupakan bentuk

yang paling mampu memaksimalkan pencapaian potensi manfaat

sekaligus meminimalkan munculnya potensi resiko dari penerapan

konsep kemitraan tripartit.

62
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Tahura Bunder yang memberikan layanan akomodasi bagi konservasi sumber

daya alam khususnya bidang kehutanan dan kegiatan pariwisata secara optimal,

diharapkan dapat dikelola secara professional sehingga membuka lapangan kerja di

sektor Kehutanan dan pariwisata khususnya bagi masyarakat sekitar, meningkatkan

pendapatan asli daerah khususnya sektor pariwisata, dan menjadi generator

pengembangan kawasan sekitarnya dengan tingkat interdependensi yang cukup

tinggi.

Dalam merencanakan pengelolaan taman hutan raya bunder disussun dalam 3

perencanaan, yaitu rencana jangka pendek, rencana jangka menengah dan rencana

jangka panjang disusun sebagai dasar untuk melaksanakan pembangunan konservasi

sumberdaya alam di bidang kehutanan dan kegiatan pariwisata dengan pengelolaan

secara profesional dan mandiri. Tahura juga diharapkan ikut serta meningkatkan

pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Terwujudnya Tahura Bunder sebagai pusat

edukasi konservasi alam yang berbasis budaya Yogyakarta dalam rangka

meningkatkan kegiatan pariwisata khususnya berkaitan dengan wisata alam, wisata

pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

63
B. Saran

Penelaahan ulang terhadap persebaran dan batas spasial Tahura Bunder ini

harus dilakukan berdasarkan tujuan khusus konservasinya. Selanjutnya, dengan

mengelompokkan berbagai fungsi kawasan konservasi seperti cagar alam, suaka

alam, taman wisata alam, dan/atau taman buru, diversifikasi pengelolaan kawasan

dan termasuk sosial dapat diterapkan. Tugas selanjutnya diharapkan dapat

memberikan kemungkinan kerja sama dan kolaborasi dengan pihak lain dalam

mencapai tujuan pengelolaan Tahura. Berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan

pemerintah daerah dalam mengembangkan zona penyangga KPHK di kawasan

perbatasan dan memperkuat pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan

kapasitas, memberikan akses pemanfaatan bagi masyarakat, dan melibatkan

masyarakat lokal dalam pengelolaan informasi, pengamanan, pemeliharaan, dan

pengendalian.

64
DAFTAR PUSTAKA

.Anonim, 2003, Buku Kajian Pengembangan Wisata Alam Bunder kerjasama Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
Fakultas Kehutanan UGM, 2003.

Anonim, 2004, Penunjukan Kawasan Taman Hutan Raya Bunder dikeluarkan oleh
Keputusan Menteri Kehutanan No SK. 353/Menhut-II/2004 tentang penetapan
perubahan fungsi kawasan hutan produksi tetap pada kelompok hutan bunder
menjadi taman hutan raya.

Kusnul Isti Qomah, 2018, Gunungkidul Tak Minat, Wilayah Pengelolaan Tahura
Bunder Diperluas Sampai Bantul, dalam -c diakses pada 24 Februari, 23.05
WIB.

Padmonoadi, Noor, 2017, Tahura Sebagai Kawasan Perlindungan Sistem Penyangga


Kehidupan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pemerintahan Provinsi Daerah
istimewa Yogyakarta,
http://www.dishutbun.jogjaprov.go.id/arsip/pilihartikel/420

PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahura.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.144/ Menhut-


II/ 2014 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Hutan Raya Bunder

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.10/Mehut-II/2009


tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahura.

UU No. 41 Tahun 1999; tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahura.

65

Anda mungkin juga menyukai