v
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ................................................... IV
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................... V
DAFTAR ISI .......................................................... VI
DAFTAR TABEL ....................................................XII
DAFTAR GAMBAR ...............................................XIII
KATA PENGANTAR ............................................ XIV
PRAKATA ........................................................... XVI
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Mata Kuliah ................................ 1
B. Prasyarat Mata Kuliah ............................... 1
C. Rencana Pembelajaran ............................ 1
D. Petunjuk Penggunaan Buku .................... 10
E. Capaian Lulusan ...................................... 10
F. Bentuk Evaluasi ...................................... 12
vii
3. Objek Kajian Linguistik .......................... 29
4. Manfaat Studi LInguistik ........................ 33
5. Linguistik Modern .................................. 34
E. Rangkuman ................................................ 36
F. Daftar Pustaka ............................................ 37
G. Tes Formatif ............................................... 38
viii
BAB IV KAJIAN MORFOLOGI
A. Deskripsi...................................................... 77
B. Relevansi .................................................... 77
C. Capaian Pembelajaran MK ......................... 78
D. Materi Pelajaran ......................................... 78
4.1 Pengerti dan Ruang Lingkup Morfologi .. 78
4.2 Morfem .................................................. 80
4.3 Morf dan Alomorf ................................... 82
4.4 Jenis Fonem .......................................... 84
4.5 Kata ....................................................... 91
4.6 Proses Morfofonemis ............................. 92
6.1 Afiksasi ............................................ 92
6.2 Reduplikasi ....................................... 94
6.3 Komposisi ......................................... 95
6.4 Konversi,Modifikasi,Internal,Suplesi . 96
6.5 Pemendekan .................................... 97
6.6 Produktivitas Proses Morfemis ......... 97
E. Rangkuman ................................................ 98
F. Pustaka .................................................... 101
G. Tes Formatif ............................................. 101
ix
2.1 Urutan Kata .................................... 106
2.2 Bentuk Kata .................................... 106
2.3 Intonasi .......................................... 107
2.4 Konektor ......................................... 108
3. Kaidah Frasa ........................................ 109
3.1 pengetian Frasa ............................. 109
3.2 Jenis Frasa ..................................... 110
4. Klausa .................................................. 110
5. Kalimat ................................................. 111
6. Pembentuk Unsur Kalimat .................... 113
7. Analisis Fungsi dan Peran Semantis .... 114
7.1 Analisis Fungsi Sintaksis ................ 114
7.2 Analisis Fungsi Semantis ............... 115
E. Rangkuman .............................................. 117
F. Pustaka .................................................... 119
G. Tes Formatif ............................................. 120
x
d. Makna Konotatif ............................. 127
e. Makna Referensial ......................... 128
f. Makna Nonreferensial .................... 129
g. Makna Konseptual .......................... 130
h. Makna Asosiatif .............................. 131
3. Relasi Makna ....................................... 131
a. Relasi Makna Sinonim – Antonim ... 132
b. Relasi Makna Homonim, Homofon,
Homograf ....................................... 133
c. Relasi Makna Hiponim – Hipernim . 133
d. Relasi Makna Polisemi Ambiguitas . 134
4. Faktor dan Jenis Perubahan Makna ..... 135
E. Rangkuman .............................................. 141
F. Pustaka .................................................... 142
G. Tes Formatif ............................................. 143
xi
G. Tes Formatif ............................................. 155
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
KATA PENGANTAR
Di abad yang semakin modern ini, orang yang
berminat pada kajian tentang ilmu bahasa (linguistik)
semakin banyak. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya
manusia tidak bisa dilepaskan dari bahasa itu sendiri,
sehingga kajian-kajian tentang bahasa merupakan kajian-
kajian tentang kemanusiaan. Artinya antara manusia dan
bahasa merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan.
Mempelajari linguistik merupakan pintu gerbang awal
dalam menuju berbagai pintu masuk pada kajian
kebahasaan dan ilmu-ilmu lainnya. Buku ini akan
mengantarkan kita kepada pemahaman-pemahaman
tentang bahasa secara umum. Selain itu buku ini
merupakan sebuah rancangan awal untuk mempermudah
mahasiswa dalam proses pembelajaran mata kuliah
Linguistik Umum dan sekaligus sebagai wahana
membuka horizon dunia linguistik bagi pembacanya.
Berdasarkan rencana pembelajaran semester yang
dibuat oleh tim teaching, capaian pembelajaran yang
diharapkan sudah sesuai dengan materi yang disajikan
dalam buku Linguistik Umum ini. Dalam capaian
pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan menganalisis Hakikat Bahasa, Kajian
Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan Semantik. Dalam buku
ini pula Dra. Sulistyawati. M.Hum, dan Abdul Rahman
Jupri, M.Pd. menyajikan bahasa yang mudah dipahami
oleh semua kalangan, sehingga buku ini dapat dikatakan
berbeda dari buku kebanyakan.
xv
Semoga buku yang ditulis ini menjadi bermanfaat bagi
pembacanya. Selain itu dapat mengembangkan khasanah
pembelajaran bahasa Indonesia.
xvi
PRAKATA
Penulis
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
C. Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran mata kuliah ini dapat Anda
lihat pada lembar selanjutnya.
1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
MATA KULIAH KODE Rumpun MK BOBOT SEMES Tgl
(sks) TER Penyusunan
Linguistik Umum Kebahasaan 2 1 1 November
2016
OTORISASI Pengembang RP Koordinator RMK Ka PRODI
Capaian CPL
Pembelajaran
(CP) S13 Mengetahui dan memahami hakikat Tuhan, manusia, dan kehidupan sesuai dengan tuntunan
Al Quran dan Hadist yang shahih dan ilmu pengetahuan.
S15 Beraklakul karimah dalam bermuamalah yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, bangsa dan
negara
P1 Mampu memahami konsep, teori, metode, dan filosofi linguistik, yang meliputi fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik di bidang bahasa Indonesia dan mampu menganalisis
permasalahan kebahasaan yang meliputi teks, wacana, kesalahan berbahasa dan
2
penyuntingan;
P2. Mampu memahami konsep, teori, metode dan filosofi serta mampu menganalisis di bidang
ilmu sastra yang meliputi sejarah, teori, apresiasi dan kritik sastra Indonesia.
P3 Mampu memahami konsep, teori, metode dan filosofi keterampilan berbahasa.
KU1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inivatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan
dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya.
KU2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur.
KU3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan teknologi
yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya
berdasarkan kaidah, tatacara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan,
desain atau kritik seni, menyusun deskripsi saintifik hasil kajiannya dalam bentuk skripsi
atau laporan tugas akhir, dan menggunggahnya dalam laman perguruan tinggi.
KU5. mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang
keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data.
KK1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, kreatif dan mengembangkan teknologi di
bidang kebahasaan dan ilmu sastra, ilmu kependidikan dan keterampilan berbahasa serta
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
3
KK2. Terampil berbahasa dan bersastra, mampu menghasilkan makalah, proposal penelitian,
mengembangkan teknologi di bidang kebahasaan dan perangkat pembelajaran.
KK3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan
teknolgi di bidang kebahasaan, kesastraan, keterampilan berbahasa, kependidikan dan
pembelajaran bahasa Indonesia serta mampu secara saintfik menghasilkan bentuk penelitian
yang berwujud skripsi dan artikel ilmiah yang dipublikasikan (diunggah dalam laman
perguruan tinggi).
KK5. Mampu mengambil keputusan dalam suatu permasalahan kebahasaan, kesastraan,
keterampilan berbahasa, kependidikan dan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan hasil
analisis informasi dan data.
KK6. Mampu bertanggung jawab terhadap hasil kerja kelompok dalam proses pembelajaran,
penyusunan karya ilmiah dan menulis kreatif serta melakukan refleksi terhadap hasil kerja
yang dilakukan pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya.
CP-MK
1. Mahasiswa mampu merumuskan pengertian lingusitik, hakikat linguistik dan ruang
lingkup kajian linguistik ( S13, P1, P2, KU1, KK1)
2. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran linguistik :Fonologi (Fonetik
dan fonemik). Kajian fonetik meliputi alat ucap, proses fonasi, klasifikasi bunyi vokal,
konsonan, diftong, unsur segmental-suprasegmental. Kajian fonemik meliputi identifikasi
fonem, alofon, klasifikasi fonem, perubahan fonem, asimilasi-disimilasi. (S15, P1, P3,
4
KU1, KU2, KK1, KK2, KK3).
3. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran Morfologi yang meliputi
identifikasi morfem, alomorf, klasifikasi morfem, kata dan hakikatnya, klasifikasi dan
pembentukkan kata (S13, S15, P2, P3, KU2, KK1, KK2, KK3).
4. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran Sintaksis yang meliputi struktur
sintaksis, kata sebagai satuan sintaksis, frasa dan jenisnya, klausa dan jenisnya, kalimat
dan jenisnya. (S15, P2,,P3, KU2,KU3, KK1, KK2,KK3).
5. Mahasiswa memahami secara mendalam tataran semantic yang meliputi hakikat makna,
jenis makna, relasi makna, medan makna dan komponen makna (S15, P2,P3, KU2, KU3,
KK1, KK2,KK3 ).
6. Mahasiswa memahami secara mendalam kajian Wacana yang meliputi pengertian
wacana, ciri-ciri dan jenis wacana, alat kohesi, konteks wacana (S15, P2, P3, KU2,
KU3,KU5, KK 2, KK3, KK5)
7. Mahasiswa memahami secara mendalam kajian sosiolinguistik yang meliputi masyarakat
bahasa dan variasi bahasa (S6, S15, P1, P3, KU1,KU2, KU3, KK1,KK2, KK5)
DiskripsiSingkat Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang ruang lingkup kajian lingusitik, linguistik sebagai
MK
sebuah ilmu, objek kajian linguistik, memahami tataran linguistik Fonologi (Fonetik dan
Fonemik), Tatatan Linguistik Morfologi, Tataran Linguistik Sintaksis, Tataran Linguistik
Semantik, Memahami Wacana, Memahami Masyarakat Bahasa, hingga menyusun makalah
sebagai tugas akhir kajian ini.
Materi Pelajaran/ 1) Memahami pengertian dan Ruang Lingkup Kajian Linguistik.
pokok bahasan
2) Memahami Tataran Fonologi (Fonetik dan Fonemik)
3) Memahami Tataran Morfologi dalam linguistik
4) Memahami Tataran Sintaksis dalam linguistik
5) Memahami Tataran Semantik dalam linguistik
5
6) Memahami Tataran Wacana dalam linguistik
7) Memahami Masyarakat Bahasa dalam linguistik
Pustaka Utama:
1) Abdul Chaer, Lingustik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2015 (revisi)
2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, Depdiknas, 2011
3) Soenjono Dardjowidjojo, Beberapa Aspek Linguistik Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1983
Pendukung :
1) Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1986.
2) Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1989
3) JMW. Verhaar, Pengantar Linguistik, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988
4) Robert Lado (Terjemahan Soenjono Dardjowidjojo), Linguistik di Berbagai Budaya,
Bandung: Ganasco, 1970.
Media Perangkat lunak : Perangkat keras :
Pembelajaran
Power point, video LCD, Laptop
Team Teaching
6
Mg Sub-CP-MK Indikator Kriteria & Bentuk Metode Pembelajaran Materi Bobot
Ke- Penilaian Pembelajaran Penilaian
[ Estimasi Waktu] (%)
(4) [Pustaka]
(2) (3) (5) (7)
(1) (6)
6) Klasifikasi fonem
dan perubahan
fonem
5-6 Mahasiswa mampu 1)Ketepatan dalam Kriteria Kuliah & diskusi Pengertian 15
menjelaskan tataran menjelaskan morfem,
dalam bidang pengertian morfem; Ketepatan, (TM 2( 2X50 menit) perbedaan morf,
Linguistik: Morfologi kesesuaian
2) Ketepatan dalam alomorf,
(C2, A2) dan
mengidentifikasi Tugas 3: klasifikasi
penguasaan morfem, kata dan
morfem; Tugas:
materi pembentukkan
Membuat peta konsep
3)Ketepatan dalam kata.
tentang seluruh kajian
menjelaskan Tugas:
perbedaan morf yang menyangkut
Membuat
dan alomorf; bidang Morfologi
mind
4) Ketepatan dalam mapping
mengklasifikasikan tentang
8
morfem; bidang
Morfologi
5) Ketepatan dalam
proses
pembentukan Kata.
6) Proses morfemis
7) Morfofonemik
5)Ketepatan
menjelaskan
pengertian dan
jenis klausa
9
9 Ujian Tengah Semester
10-11 Mahasiswa mampu 1)Ketepatan Kriteria Kuliah & diskusi Proses Perubahan 15
menjelaskan secara menjelaskan makna, medan
mendalam tataran proses perubahan; Ketepatan, (TM 2( 2X50 menit) makna, komponen
Linguistik: Semantik kesesuaian dan makna, kesesuaian
(C3,A2) 2)Ketepatan penguasaan makna semantic
Tugas 5:
menjelaskan materi dengan sintaksis
makna dalam Membuat Mind mapping
semantik;
tentang proses Perubahan
3)Ketepatan Tugas: makna, medan makna,
menjelaskan komponen makna,
Membuat Mind kesesuaian makna
medan makna dan
mapping tentang
komponen makna; semantik dengan sintaksis
Proses
4) Ketepatan Perubahan
menjelaskan makna, medan
kesesuaian makna, komponen
semantik dengan makna,
sintaksis. kesesuaian
makna semantik
dengan sintaksis
12-13 Mahasiswa mampu 1) Menjelaskan Kriteria Kuliah & diskusi Pengertian wacana, 15
menjelaskan secara pengertian wacana ciri-ciri dan jenis
mendalam tataran Ketepatan, (TM 2 ( 2X50 menit) wacana, alat kohesi
Linguistik: Wacana ) 2) Menjelaskan ciri- kesesuaian dan wacana dan
(C3,A2) ciri dan sifat penguasaan konteks wacana.
Tugas 6:
wacana materi
Menganalisis sebuah
3) Menjelaskan alat Tugas: teks sederhana dengan
kohesi wacana menerapkan kaidah
Menganalisis analisis wacana.
10
4) Menjelaskan sebuah teks
konteks wacana. sederhana
dengan
menerapkan
kaidah analisis
wacana.
Membuat mind
mapping tentang
masyarakat
bahasa
11
D. Petunjuk Penggunaan Buku Ajar
Bagi dosen buku ini dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan untuk mengajarkan mata kuliah
linguistik umum. Buku ini terdiri dari uraian tentang
secara teoritis dan disertai contoh-contoh yang akan
membantu dosen dalam mengajarkan tentang hakikat
linguistik dan hakikat bahasa, dasar-dasar fonologi,
dasar-dasar morfologi, dasar-dasar sintaksis, hakikat
semantik, dan dasar-dasar wacana, serta masyarakat
bahasa
Bagi mahasiswa buku ini akan membantu untuk
memahami bahasa serta kajian bahasa secara umum.
selain itu dibuku ini juga dibahas tentang masyarakat
bahasa agar mahasiswa mampu memahami kajian
dalam masyarakat bahasa.
Kerjakanlah latihan yang ada di dalam setiap
akhir bab, untuk mengukur capaian pemahaman Anda
terhadap materi yang telah dibaca dan pelajari.
Peran dosen dalam pembelajaran Linguistik
adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu mahasiswa
dalam memahami bahasa dan kajian bahasa secara
umum.
E. Capaian Lulusan
Capaian lulusan dalam mata kuliah ini adalah:
1. Mampu berbahasa dan bersastra Indonesia, secara
lisan dan tulisan dalam konteks keseharian atau
12
umum, akademis, dan pekerjaan; serta mampu
menggunakan salah satu bahasa daerah (KK1).
2. Mampu merencanakan dan melakukan kajian
terhadap implementasi pendidikan bahasa dan
sastra Indonesia melalui pendekatan secara
terintegrasi (KK4);
3. mampu menerapkan pemikiran logis, kritis,
sistematis, dan inovatif dalam konteks pen-
gembangan atau implementasi ilmu pengeta-huan
dan teknologi yang memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora yang sesuai den-gan
bidang keahliannya (KU1);
4. mampu mengkaji implikasi pengembangan atau
implementasi ilmu pengetahuan teknologi yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah,
tata cara dan etika ilmiah dalam rangka
menghasilkan solusi, dan gagasan (KU3),
5. mampu mengambil keputusan secara tepat dalam
konteks penyelesaian masalah di bidang
keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi
dan data (KU5); dan
6. mampu memahami konsep, teori, metode, dan
filosofi interdisipliner serta menganalisis
permasalahan interdisipliner di bidang kebahasaan
dan kesastraan (P6).
13
F. Bentuk Evaluasi
Dalam buku ajar ini dilengkapi dengan tes evaluasi
formatif yang disajikan dalam bentuk esai. Setiap bab
terdiri dari lima soal esai yang mencakup berbagai
tingkatan dalam taksonomi Bloom.
14
BAB II
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
KAJIAN LINGUISTIK
A. Deskripsi
15
mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai
persoalan kebahasaan mulai dari aspek fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik.Selain itu, materi ini
sangat membantu mahasiswa dalam memahami dan
mendalami sejarah perkembangan linguistik yang pernah
ada di dunia dari masa lampau sampai masa moderen ini
sebagai bahan kajian perbandingan bahasa secara
diakronis. Lebih dari itu, dengan memahami secara
mendalam berbagai aliran linguistik yang ada, mahasiswa
dapat memilih dan menerapkan aliran mana yang cocok
digunakan untuk menganalisis suatu persoalan
kebahasaan yang muncul dewasa ini.
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
16
D. Materi Pelajaran
1. Hakikat Linguistik
17
Langue adalah nama salah satu bahasa, misalnya
bahasa Indonesia, bahasa Inggris ataupun bahasa Jawa.
Langage diartikan sebagai sifat khas yang dimiliki
manusia. Misalnya dalam kajian linguistik, kita
menyatakan manusia memiliki bahasa, sedangkan
tumbuhan dan hewan tidak memiliki bahasa. Parole
adalah tuturan, ucapan atau perkataan yang bersifat
konkret. Parole inilah yang disebut dengan bahasa
sesungguhnya, yang menjadi ciri khas seseorang.
Biasanya disebut dengan logat atau dialek. Sehingga
dalam kajian linguistik, sifat dari parole berwujud
konkret/nyata karena berupa ujaran bahasa. Sedangkan
wujud langue dan langage bersifat abstrak.
Dalam kajian bahasa juga dikenal istilah linguis
(bahasa Indonesia), linguist (bahasa Inggris) yang
diartikan sebagai ahli bahasa ataupun orang yang
menguasai berbagai bahasa. Walaupun kita juga
menyatakan bahwa ahli atau pakar bahasa belum tentu
menguasai berbagai bahasa. Seseorang yang menguasai
berbagai bahasa juga belum tentu disebut pakar bahasa.
Artinya tidak berlaku mutlak orang yang menguasai
berbagai bahasa adalah ahli bahasa, begitu pula ahli
bahasa tidak mutlak menguasai berbagai bahasa.
Ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum.
Artinya ilmu linguistik tidak hanya mempelajari satu
bahasa saja seperti bahasa Inggris, bahasa Perancis atau
bahasa Indonesia, tapi juga mempelajari bahasa Sunda
18
maupun bahasa Jawa. Artinya berdasarkan pendapat de
Saussure kita dapat menyatakan bahwa linguitik itu
mempelajari semua bahasa, mempelajari semua langue,
juga langage dan parole.
20
(tidak ada hubungan wajib). Artinya tidak ada hubungan
antara pilihan warna dengan kematianan.
21
<rumah>memiliki unsur makna dan unsur bunyi, yang
mengacu kepada sebuah referen yang berada di luar
bahasa. Kita tidak dapat mempersoalkan mengapa
sebuah benda yang terdiri dari bangunan yang memiliki
atap, jendela, pintu dan dinding disebut dengan istilah
rumah.
Tanda-tanda lainnya adalah sinyal, gerak,
isyarat,gesture, gejala, kode, indeks dan ikon. Sinyal atau
isyarat adalah tanda yang sengaja dilakukan agar si
penerima tanda melakukan sesuatu aktivitas. Artinya
sinyal ini bernada perintah untuk melakukan aktivitas yang
sudah ditentukan oleh pemberi sinyal. Misalnya warna
lampu pengatur lalu lintas yang berwarna merah, kuning
dan hijau menandakan pengemudi harus mematuhi warna
lampu itu. Marna merah berarti pengemudi harus berhenti,
hijau berarti pengemudi dipersilakan jalan dan warna
kuning berarti pengemudi harus bersiap-siap untuk
mengurangi laju kendaraaannya karena harus berhenti
jika diikuti lampu warna merah.
22
seseorang menyatakan sependapat dengan orang lain,
maka ia akan menggagukkan kepalanya dan sebaliknya
bila menyatakan tidak sependapat maka ia akan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak ada hubungan
wajib antara anggukan dan gelengan dengan makna
persetujuan atau ketidaksetujuan. Hal itu disebut bersifat
arbitrer/manasuka.
Gejala atau symptom adalah tanda yang tidak
disengaja yang menunjukkan sesuatu akan terjadi secara
alamiah. Misalnya seseorang yang radang tenggorokkan
dan badannya panas, akan merasakan tanda sulit
menelan, tidak selera makan. Dokter bisa saja
menyatakan bahwa radang tenggorokkan itu sebagai
petanda kita akan terserang demam. Artinya badan panas
dan sulit menelan itu sebagai gejala dari radang
tenggorokkan yang akan mengakibatkan penyakit demam.
Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan dengan
sesuatu yang diwakilinya. Misalnya gambar bangunan,
tiruan benda, patung Sukarno adalah contoh dari sebuah
ikon.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan sesuatu yang
lain. Misalnya suara gemuruh air sebagai petanda adanya
air terjun atau sungai yang airnya deras, debur ombak
menyatakan adanya laut dan sebagainya.
Kode adalah tanda yang memiliki ciri-ciri karena
adanya sebuah sistem. Kode dapat berupa symbol, sinyal
23
maupun gerak isyarat yang mewakili ide, benda, pikiran ,
perasaan maupun tindakan yang telah disepakati
bersama. Kode sering kali memiliki bahasa rahasia dalam
pengungkapannya.
2.2.2 Bahasa adalah Sebuah Sistem
Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa Sintaksis
Kata
Morfologi
Morfem
Fonologi
25
Fenom
Fon
27
makna yang lainnya akan mengakibatkan komunikasi
tidak berjalan dengan lancar.
29
Banyumas, bahasa Jawa dialek Surabaya dan lain
sebagainya. Variasi bahasa berdasarkan tempat atau
lokasi sering disebut dengan dialek regional,dialek
geografis.
2.2.10 Bahasa itu Dinamis
30
Bahasa sebagai lambing bunyi yang konvensional dan
arbitrer akan digunakan dalam komunikasi. Penggunaan
bahasa itu dilakukan sebagai sarana berinteraksi sosial
dengan sesame di masyarakat. Artinya bahasa itu dipakai
sebagai bagian dari interaksi sosial.
2.2.13 Bahasa sebagai Identitas Penutur
32
3.3 Kajian Berdasarkan Hubungan Bahasa dengan
Faktor Luar Bahasa.
33
antropolinguistik, etnolinguistik, filologi, dialektologi,
neurolinguistik dan lain sebagainya.
Sosiolinguitik adalah gabungan antara ilmu sosiologi
(masyarakat) dan linguistik (bahasa). Sosiolinguistik
adalah ilmu yang mempelajari pemakaian bahasa di
masyarakat. Sehingga fokusnya adalah bagaimana
masyarakat menggunakan bahasa saat berkomunikasi.
Hal yang diteliti antara lain pengguna dan penggunaan
bahasa, waktu bahasa itu digunakan, tata tingkat bahasa,
pola penggunaan bahasa, maupun ragam penggunaan
bahasa itu.
Psikolinguistik adalah gabungan antara ilmu psikologi
(kejiwaan) dan linguistik (bahasa). Psikolinguistik adalah
ilmu yang mempelajari tentang hubungan bahasa dengan
perilaku berbahasa serta bagaimana bahasa itu diperoleh.
Antropolinguistik adalah gabungan ilmu antropologi
(budaya) dengan linguistik (bahasa), sehingga antropologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
bahasa dengan budaya dan tataran budaya manusia.
Stilistika adalah ilmu yang mempelajari bahasa yang
digunakan dalam karya sastra, yang merupakan
gabungan antara ilmu kesusastraan dengan bahasa.
Filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa,
kebudayaan dan pranata sejarah dalam bahan-bahan
tertulis di daun lontar, bebatuan dan lain sebagainya.
Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari batas-
batas wilayah dialek dan bahasa dalam suatu wialayah
34
tertentu. Ilmu ini merupakan gabungan antara ilmu bahasa
dengan geografi.
3.4 Berdasarkan Tujuan Kajian Linguistik
36
mis. Hubungan antara kami, bermain, dan bola dalam
kalimat (Kami bermain bola). Hubungan itu disebut
hubungan in praesentia. Hubungan sintagmatis dapat
diuji dengan memindahkan (permutasian) satuan unsur-
unsur bahasa, artinya dalam (kalimat kami bermain bola)
tidak dapat diubah menjadi (bola kami bermain).
Hubungan paradigmatik atau hubungan asosiasi
adalah hubungan ke bawah yaitu menyangkut hubungan
unsur-unsur bahasa pada tingkat tertentu dengan unsur
bahasa lainnya di luar tingkatan itu. Hubungan
paradigmatik ini memiliki hubungan yang bersifat subtitusi
antara satuan yang satu dengan satuan lainnya yang
memiliki kesesuaian. Misalnya kata: kesatu, kedua, ketiga,
kesepuluh memiliki kesamaan bentuk yng disebut dengan
paradigmatic.
Berikut ini adalah hubungan antara sintagmatik dan
paradigmatik:
Hubungan SINTAGMATIK
PARADIGMATIK
37
Anak-anak itu bercermin sehabis mandi.
Mahasiswa belajar di kampus Uhamka.
Kami bernyanyi gembira sepulang kuliah.
Dia berlarian saat turun hujan lebat.
38
E. Rangkuman
F. Pustaka
39
Chaer, Abdul. 2015. Linguistik Umum, , Jakarta:
Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur Kategori,
dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Atmajaya.
TIM. 2011. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
Pusat Bahasa, Jakarta: Depdiknas,
Soenjono Dardjowidjojo, 2006. Beberapa Aspek
Linguistik Indonesia, Jakarta: Djambatan,
G. Tes Formatif
40
BAB III
KAJIAN FONOLOGI
A. Deskripsi
D. Materi Pelajaran
1. Pengertian Fonologi
42
Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata
Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang
berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi.
Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan
bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang
dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis
yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari
dalam fonologi kita sebut dengan istilah fonem.
2. Hakikat Fonetik
43
makna atau tidak (Chaer, 2013).Sedangkan Kridalaksana
menyatakan bahwa (1) Fonetik adalah ilmu yang
menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan
bunyi bahasa, sebagai ilmu interdisipliner linguistik
dengan fisika, anatomi, dan psikologi. (2) sistem bunyi
suatubahasa (Kridalaksana, 2002).
Dalam fonologi bunyi bahasa dapat dianalisis
berdasarkan tiga sudut pandang,yaitu dengan
memperhatikan asal sumber bunyi bahasa dan
bagaimana manusia mampu menangkap bunyi bahasa
yang dihasilkan.
44
artikulatoris inilah yang dikaji lebih jauh dalam bidang
fonologi.
2.2 Alat Ucap Penghasil Bunyi Bahasa
Gambar 3.2
45
(Sumber gambar: www. Google. com)
Keterangan
1) bibir atas (labium)
2) bibir bawah (labium)
3) gigi atas (dentum-dental)
4) gigi bawah (dentum-dental)
5) gusi (alveolum)
6) langit-langit keras (palatum)
7) langit-langit lembut (velum)
8) anak tekak (uvula)
9) ujung lidah (tip of the tongue-apex)
10) daun lidah (blade of the tongue, laminum)
11) depan lidah
12) tengah lidah (middle of the tongue, medium)
13) belakang lidah (back of the tongue, dorsum)
14) akar lidah
15) faring
16) rongga mulut (oral cavity)
17) rongga hidung (nasal cavity)
18) epiglottis
19) pita suara
20) pangkal tenggorokkan (laring)
46
21) trakea
47
Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai
dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru
melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorok yang di
dalamnya terdapat pita suara. Selanjutnya untuk
memperoleh bunyi bahasa, bergantung pada ada atau
tidaknya hambatan setelah udara terpompa. Hambatan
yang pertama adalah pada pita suara itu sendiri. Jika pita
suara dalam posisi terbuka lebar, maka tidak ada
hambatan apa-apa, artinya udara yang dipompa bisa terus
keluar bebas, sehingga tidak ada bunyi yang dihasilkan,
selain bunyi napas secara normal (gb a).
48
Penjelasan di atas memberikan pemahaman
bahwa dalam memperoleh bunyi bahasa diperlukan
hambatan atau penggunaan arus udara yang
dipompakan dari paru-paru,kemudian arus udara itu
diteruskan ke alat-alat ucap tertentu yang terdapat di
rongga mulut atau rongga hidung.
49
sebagai pembentuk bunyi tersebut, misalnya depan lidah
(pembentuk vokoid depan), tengah lidah (pembentuk
vokoid pusat/tengah), dan belakang lidah (pembentuk
belakang).
Bunyi vokoid menghasilkan bunyi vokal, karena
udara yang keluar dari paru-paru menuju pita suara
hingga kerongga mulut tidak mendapat hambatan
sehingga akan menghasilkan bunyi (a,i,u,e,o).
50
Bergerak atau tidaknya lidah dalam memroduksi
bunyi bahasa akan menghasilkan bunyi bahasa yang
berbeda, untuk itu ada pengklasifikasian jenis vokal
menurut bagian lidah yang bergerak. Adapun
pengklasifikasian yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. vokal depan
b. vokal belakang
c. vokal tengah.
3) Dilihat dari bentuk bibir
Bentuk bibir yang dimaksud dalam
pengklasifikasian jenis vokal berikut adalah bentuk bibir
ketika proses produksi bunyi bahasa. Bentuk bibir
ketika memroduksi bahasa terbagi atas dua jenis vokal
yakni
a. vokal bundar;
b. vokal tak bundar
53
Di samping dasar ucapan, klasifikasi konsonan
harus dilakukan pula berdasarkan jenis ucapan (cara
ucapan). Terdapat lima jenis artikulasi yaitu hentian (stop),
spiran, sengau, lateral, getar. Yang termasuk konsonan
hentian ialah [p], [b], [t], [d], [c], [j], [k], dan [g]. Bunyi-bunyi
itu disebut plosif atau eksplosif sebab dibentuk dengan
jalan menutup jalan udara secara sementara saja
kemudian dibuka sehingga terjadi letupan. Penutupan
jalan udara itu biasa terjadi karena bibir atas dan bawah
dirapatkan (bilabial); bisa juga terjadi karena bibir
disentuhkan dengan gigi, atau alveolo (apikodental atau
apiko alveolar) kalau penutupan itu terjadi karena dorsum
dilekatkan pada velum maka akan terjadi bunyi-bunyi
dorsovelar.
54
d. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah dan
langit-langit keras [c], [j];
e. Bunyi yang dihasilkan oleh pangkal lidah dan
langit-langit tekak [k], [g].
2. Gugus/Klaster, konsonan rangkap atau lebih yang
termasuk dalam satu suku kata yang sama
3. Konsonan Sengau, dihasilkan dengan menutup arus
udara keluar dari rongga mulut dengan membuka
agar dapat keluar melalui hidung. Konsonan sengau
dibagi atas empat jenis yaitu:
a. Bunyi yang dihasilkan antara bibir [m]
b. Bunyi yang dihasilkan ujung lidah dan lengkung
gigi atas/gusi [n]
c. Bunyi yang dihasilkan tengah lidah dan langit-
langit keras [ny]
d. Bunyi yang dihasilkan pangkal lidah dan langit-
langit lunak [ng]
4. Konsonan Samping, konsonan yang dihasilkan
dengan menghalangi arus udara sedemikian rupa
sehingga dapat keluar hanya melalui sebelah/kedua
belah sisi lidah. Tempat artikulasinya adalah ujung
lidah dengan lengkung kaki gigi [l]
5. Konsonan Geseran/Frikatif, konsonan yang
dihasilkan oleh alur yang amat sempit sehingga
sebagian besar arus udara terhambat.
Penghambatan terjadi pada:
a. penyempitan dinding varing dan pangkal lidah [h];
b. penyempitan pangkal lidah dan anak tekak [r];
55
c. penyempitan daun lidah dan lengkung kaki gigi [s],
[z];
d. penyempitan bibir bawah dan gigi atas [f], [v].
6. Konsonan Paduan/Afrikat, dihasilkan dengan
menghambat arus udara pada salah satu tempat
artikulasi secara implosif lalu dilepaskan secara
penyempitan
7. Konsonan Getaran [r]
8. Konsonan Kembar, yang diperpanjang pelafalannya.
56
mendeskripsikan bahwa bunyi pada hakikatnya adalah
gejala yang timbul akibat adanya benda yang bergetar
dan menggetarkan udara di sekelilingnya. Oleh karena
bunyi bahasa juga merupakan bunyi, dan bunyi bahasa
tersebut tentunya diciptakan dari adanya getaran suatu
benda yang menyebabkan udara ikut bergetar.
Perbedaan antara bunyi bahasa dengan bunyi
lainnya menurut fonetik adalah bunyi bahasa tercipta atas
getaran alat-alat ucap manusia sedangkan bunyi biasa
tercipta dari getaran benda-benda selain alat ucap
manusia. Namun demikian, pada dasarnya deskripsi bunyi
bahasa fonetik ini masih kurang lengkap sehingga akan
dilengkapi oleh deskripsi bunyi bahasa menurut fonemik.
Sedangkan fonemik sendiri adalah ilmu yang
mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda
makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang
diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa.
Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat
mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna
yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan
makna. Contoh:
p a k u
↓ ↓
b a k u
57
Pada contoh di atas, kata paku terdiri dari bunyi [p]
[a] [k] [u] sedangkan kata baku terdiri dari bunyi [b] [a] [k]
[u] dari keempat bunyi tersebut hanya ada satu yang
bunyinya berbeda yaitubunyi [p] pada kata paku dan bunyi
[b] pada kata baku. Dari hal tersebut kita bisa
membuktikan bahwa bunyi [p] pada kata paku dan bunyi
[b] pada kata baku adalah sebuah fonem karena kalau
bunyi [p] dan bunyi [b] posisinya bertukar atau diganti
akan mengalami perubahan makna. inilah yang dikaji oleh
fonemik.
Untuk lebih jelaskan berikut dijelaskan pengertian
fonemik menurut Verhaar dan Kridalaksana, Menurut
Verhaar, fonemik adalah bidang khusus dalam linguistik
yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu
menurut fungsinya untuk membedakan leksikal dalam
bahasa. Sedangkan menurut Harimurti Kridalaksana,
fonemik adalah penyelidikan mengenai sistem fonem dan
prosedur untuk menenentukan fonem suatu bahasa.
3.2 Identifikasi Fonem
59
tempe, vokal /E/ : bebek, nenek, vokal /«/: emas,
bandeng, tante, vokal /a/: apa, papa, mama, vokal /u/:
unggas, ungu, pintu, vokal /U/: sarung, burung, karung,
vokal /o/: obat, soto, took, vokal /O/: ongkos, tokoh, balon.
3.3.2 Diftong
60
Pemberian nama terhadap konsonan didasarkan
pada artikulator yang bekerja. Misalnya labio- (bibir
bawah), apiko- (ujung lidah), lamino-(daun lidah), dorso-
(belakang lidah), radiko- (akar lidah), diikuti dengan
daerah artikulasinya: --labial (bibir atas), -dental (gigi
atas), -alveolar (gusi), -palatal (langit-langit keras), -velar
(langit-langit lunak), dan –uvular (anak tekak).
61
Bilabi Labiodent Dental Palata Vela Glota
al al / l r l
Alveola
r
Daerah Artikulasi
Cara Artikulasi
Plosif / tak p t k ?
Stop bersuar
a
(Hambat)
Bersuar b d g
a
Afrikat Tak c
bersuar
(Paduan) a
Bersuar j
a
Frikat Tak f s š x H
bersuar
(Geseran) a
Bersuar v z
a
Nasal Bersuar m n ñ N
(Sengauan) a
62
Lateral Bersuar l
(Sampinga a
n)
Semivokal Bersuar w y
a
63
menyertai terjadinya artikulasi utama atau artikulasi
primer. Dalam peristiwa ini dikenal adanya proses-
proses labialisasi retrofleksi, palatalisasi, velarisasi,
faringalisasi, dan glotalisasi.
2. Akibat pengaruh bunyi lingkungan
Perubahan fonem akibat pengaruh bunyi
lingkungan dibagi menjadi asimilasi dan disimilasi.
2.1 Asimilasi
Asimilasi dalam pengertian biasa berarti
penyamaan. Dalam Ilmu Bahasa asimilasi berarti
proses di mana dua bunyi yang tidak sama
disamakan atau dijadikan hampir bersamaan.
Namun, terdapat definisi lain bahwa asimilasi
adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi
bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada
di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama
atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi
yang mempengaruhinya. Hal ini terjadi akibat dari
bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan,
sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi
dan dipengaruhi.
Misalnya, kata sabtu dalam bahasa Indonesia
sering diucapkan /saptu/, dimana terlihat bunyi /b/
berubah menjadi /p/ sebagai akibat pengaruh /t/,
bunyi /b/ adalah bunyi hambat bersuara sedangkan
bunyi /t/ adalah bunyi hambat tak bersuara. Oleh
karena itu bunyi /b/ yang bersuara itu karena
64
pengaruh bunyi /t/ yang tak bersuara, berubah
menjadi bunyi /p/ yang juga tidak bersuara.
Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa
segi, yaitu asimilasi progesif dan asimilasi regresif,
Chaer, (2013). Berikut akan dijelaskan kedua
bentuk asimilasi tersebut,
2.1.1 Asimilasi Progresif
Asimilasi Progresif adalah bunyi yang
mengalami perubahan di belakang bunyi
lingkungannya atau dengan kata lain, bunyi yang
diubah itu terletak dibelakang bunyi yang
mempengaruhinya atau diasimilasikan sesudah
bunyi yang mengasimilasikannya.
Misalnya dalam kata bahasa Inggris top
diucapkan [tOp’] dengan [t] apiko-dental. Tetapi,
setelah mendapatkan [s] lamino-palatal pada stop,
kata tersebut diucapkan [stOp’] dengan [t] juga
lamino-palatal. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa [t] pada [stOp’] disesuaikan atau
diasimilaskan artikulasinya dengan [s] yang
mendahuluinya sehingga sama-sama lamino-
palatal.
Berdasarkan hasil contoh dari asimilasi
progresif ini tergolong merupakan asimilasi fonetis
karena perubahannya masih dalam lingkup alofon
dari satu fonem, yaitu fonem /t.
65
Contoh lain kata yang mengalami asimilasi
adalah kata dalam bahasa Belanda zak ‘kantong’
diucapkan [zak’] dengan [k] velar tidak bersuara,
dan doek ‘kain’ diucapkan [duk’] dengan [d] apiko-
dental bersuara. Ketika kedua kata itu digabung,
sehingga menjadi zakdoek ‘sapu tangan’,
diucapkan [zagduk’]. Bunyi [k] pada zak berubah
menjadi [g] velar bersuara karena dipengaruhi oleh
bunyi [d] yang mengikutinya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa [k] pada [zak’]
disesuaikan atau diasimilasikan artikulasi dengan
bunyi [d] yang mengikutinya sehingga sama-sama
bersuara.
Berdasarkan contoh di atas, tergolong
merupakan asimilasi fonetis karena perubahan dari
[k’] ke [g’] dalam posisi koda masih tergolong alofon
dari fonem yang sama. Bunyi yang diasimilasikan
terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikannya.
Dengan demikian dapat kita simpulkakn bahwa
disimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua
yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak
sama atau berbeda.
2.2 Disimilasi
Proses disimilasi merupakan perubahan yang
menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi
berbeda atau berlainan. Terdapat dua contoh
66
disimiasi antara lain ialah disimilasi sinkronis dan
disimilasi diakronis. Dalam bahasa Indonesia kata
cipta dan cinta yang berasal dari bahasa sanskerta
citta, bunyi [tt] pada kata citta berubah menjadi
bunyi [pt] pada kata cipta dan menjadi [nt] pada
kata cinta. (disimilasi diakronis)
Misal kata belajar [bəlajar] berasal dari
penggabungan prefiks ber [bər] dan bentuk dasar
ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan
menjadi berajar [bərajar] Tetapi, karena ada dua
bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau
didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi
[bəlajar]. Karena perubahan tersebut sudah
menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon
dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem
/l/, maka disebut disimilasi fonemis. (disimilasi
sinkronis).
3. Akibat Distibusi
Distribusi adalah letak atau tempat suatu
bunyi dalalm satu ujaran. Akibat distribusi ini akan
terjadi perubahan bunyi yang disebut aspirasi,
pelepasan (release), pemaduan, dan netralisasi.
67
Perubahan bunyi akibat adanya proses
morfologi biasa disebut dengan istilah
morfofonemik atau morfofonologi. Berikut aan
dijelaskan perubahn fonem akibat proses morologi
68
Contoh:
69
Contoh:
Contoh:
70
peN- + lompat → pelompat
peN- + lawak → pelawak
peN- + lupa → pelompat
peN- + lestari → pelestari
peN- + licin → pelicin
meN- + rampas → merampas
meN- + rampok → merampok
meN- + ramalkan → meramalkan
meN- + rusakkan → mersakan
meN- + rendahkan → merendahkan
peN- + rampok → perampok
peN- + ramal → peramal
peN- + ramah → peramal
peN- + rusuh → perusuh
peN- + riang → riang
meN- + yakinkan → meyakinkan
meN- + wakilkan → mewakilkan
meN- + wajibkan → mewajibkan
meN- + warnai → mewarnai
meN- + wahyukan → mewahyukan
meN- + wakapkan → mewakapkan
peN- + waris → pewaris
peN- + warna → pewarna
peN- + wangi → pewangi
peN- + wawancara → pewawancara
meN- + nasihati → menasihati
meN- + naiki → menaiki
meN- + nyanyi → menyanyi
71
meN- + nganga → menganga
peN- + malas → pemalas
peN- + nasihat → penasihat
peN- + nyanyi → penyanyi
peN- + ngawur → pengawur
Contoh:
Contoh:
73
peN- + kait → pengait
peN- + kuat → penguat
peN- + kukus → pengukus
peN- + kacau → pengacau
meN- + pakai → memakai
meN- + paksa → memaksa
meN- + pudar → memudar
meN- + perintah → memerintah
meN- + pinta → meminta
peN- + potret → pemotret
peN- + pasang → pemasang
peN- + putih → pemutih
peN- + putar → pemutar
peN- + pukul → pemukul
meN- + tulis → menulis
meN- + tolak → menolak
meN- + topang → menolak
meN- + tendang → menendang
meN- + turun → menurun
peN- + tusuk → penusuk
peN- + tabuh → penusuk
peN- + toreh → penoreh
peN- + teliti → peneliti
peN- + tisik → penisik
meN- + suap → menyuap
meN- + sekap → menyekap
meN- + sandra → menyandra
meN- + segel → menyegel
74
meN- + susul → menyusul
peN- + sindir → penyindir
peN- + sandra → penyandra
peN- + sulap → penyulap
peN- + sulam → penyulam
peN- + sumbang → penyumbang
Contoh:
Contohnya:
mengkondisikan
75
pentafsirkan
mentabulasikan
menskor
mensurvey
penterjemah
pensuply
E. Rangkuman
F. Pustaka
Chaer, Abdul. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia.
Jakarta Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Kamus Linguistik.
77
Marsono.1999. Fonetik. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press.
Muslich, Masnur. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia
Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara.
G. Tes Formatif
1. Apa konsep perbedaan fonetik dan fonemik?
2. Jelaskan jalur fonetik artikulatorik gambar di
bawah ini?
78
3. Jelaskan perbedaan vokoid, kontoid dan
semivokoid?
4. Berikan contoh kata-kata yang mengalami
perubahan fonem akibat adanya pengaruh bunyi?
5. Berikan contoh-contoh proses hilangnya fonem ?
BAB IV
KAJIAN MORFOLOGI
A. Deskripsi
79
pengetahuan tentang proses morfofonemis, jenis afiksasi,
proses pembentukan kata, pemajemukan, dan reduplikasi.
Untuk memberikan pengayaan yang mendalam
mahasiswa diminta membahas berbagai persoalan yang
berkaitan dengan proses morfonemis, pembentukan kata,
proses pemajemukan, dan reduplikasi.
B. Relevansi
80
2. Membedakan kajian morfologi pada aspek
morfonemik secara tepat.
3. Menjelaskan proses pembentukan kata, proses
pemajemukan dan proses reduplikasi.
4. Menganalisis proses pembentukan kata, proses
pemajemukan, dan proses reduplikasi.
D. Materi Pelajaran
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Morfologi
81
(struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
2. Morfem
83
a. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang
mempunyai makna (Chaer, 2008 :146).
b. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang
maknanya secara relatifstabil dan yang tidak
dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih
kecil; misalnya (ter), (di-), (pensil), dan sebagainya
adalah morfrm (Kridalaksana, 1993:141).
c. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam
pembentukan kata dan yang dapat dibedakan
artinya (Keraf, 1994:52).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut kita
dapat menyimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah
satuan bahasa atau satuan gramatikal terkecil yang
bermakna, yang bentuknya dapat berupa kata atau
imbuhan.
Morfem sebagai pembeda makna dapat kita
lakukan dengan menggabungkan morfem itu dengan kata
yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan itu
menghasilkan makna baru, berarti unsur yang
digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem.
Contoh : ditendang, diambil, dipukul adalah contoh
morfem (tendang, ambil, pukul sebagai morfem bebas)
dan (di- sebagai morfem terikat).
Kata makan sebagai morfem bebas (memasukkan
sesuatu ke dalam mulut), bila digabungkan dengan
morfem terikat (di-, me-, ter-, an-, -lah) bila digabungkan
akan menjadi kata berimbuhan makanan, dimakan,
84
termakan,, makanan, makanlah. Setiap kata-kata itu
mempunyai makna yang berbeda-beda.
melarang
merajuk
membawa
membantu
mendesak
menduga
menyapa
menyanyi
menggantung,
mengebom
mengebor,
mengukur,
85
Bentuk-bentuk deretan di atas terlihat
bentuknyasamadengan makna yang memiliki kesamaan.
Bentuk sepertime- pada kata merajuk, melarang, mem-
pada membantu, membawa, men- pada mendesak dan
menduga, meny- pada kata menyapa dan menyanyi,
meng- pada menggantung, mengebom, mengukur.
Permasalahannya adalah apakah bentuk me-, mem-,
men-,meny-, menye-, meng-, menge- termasuk kategori
morfem atau bukan.
Secara fonologis dapat dijelaskan bahwa bentuk
me- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya
konsonan /l dan r/; bentuk mem- berdistribusi pada
bentuk yang diawali fonem / b dan p/; bentuk meny-
berdistribusi pada bentuk yang berawal fonem /s/, bentuk
meng- berdistribusi pada bentuk yang diawali fonem / g
dan k/, sedangkan bentuk menge- berdistribusi pada
bentuk dasar yang tidak dapat dibagi lagi menjadi suku
kata baru atau yang hanya memiliki ekasuku kata.
4. Jenis Morfem
3.4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
88
disebut dengan morfem bebas tetapi secara
sintaksis termasuk bentuk terikat.
4) Bentuk klitika merupakan bentuk yang sulit
ditentukan statusnya, apakah termasuk morfem
terikat atau bebas. Bentuk klitika (ku-) disebut
dengan proklitik karena posisinya di depan.
Misalnya pada kata kupukul, kubawa, Sedangkan
klitik (-lah, -nya,ku-) disebut enklitik yaitu klitik yng
posisinya di belakang. Misalnya pada kata dialah,
rumahnya serta kubawa.
89
(gabungan prefiks dan sufiks) seperti bentuk { ke-/-an},
{ber-/-an}, {per-/-an}, {pe-/-an} termasuk morfem terbagi.
Namun bentuk {ber-/-an} juga merupakan konfiks yaitu
pada bentuk bermunculanartinya ‘banyak yang tiba-tiba
muncul’, bentuk bersalaman artinya ‘ saling menyalami’. 2)
Infiks atau sisipan {-el-, -em-, -er-} dalam bentuk {patuk}
diberi infiks –el- akan menjadi {pelatuk}. Gigi akan menjadi
geligi, getar akan menjadi gemetar. Pada {gigi} menjadi
{geligi} artinya infiks tersebut telah mengubah morfem
utuh {gigi} menjadi morfem terbagi {g-/-gi}. Morfem utuh
{getar} menjadi morfem terbagi {g-/-etar}.
3.4.3 Morfem Segmental dan Suprasegmental
90
3.4.4 Morfem Beralomorf Zero
91
3.4.6 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem)
dan Akar (Root)
3.6.1 Afiksasi
94
Afikasasi adalah proses pembubuhan afiks pada
sebuah dasar atau bentuk dasar atau disebut juga proses
pengimbuhan. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur dasar
atau bentuk dasar, afiks dan makna gramatikal yang
dihasilkan. Afiks adalah morfem terikat yang apabila
ditambahkan atau dilekatkan pada morfem dasar akan
mengubah makna gramatikal morfem dasar.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam
proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil
yang tidak dapat disegmenkan lagi, misalnya meja,
makan, pulang, dan sikat dalam bahasa Indonesia. Dapat
juga dalam bentuk kompleks, seperti terbelakang pada
kata ‘keterbelakangan’. Dapat juga berupa frase, seperti
istri simpanan dalam ‘istri simpanannya’.
3.6.2 Reduplikasi
96
Reduplikasi dapat dibedakan menjadi empat golongan,
yaitu:
3.6.3 Komposisi
97
a. Ketaktersisipan; artinya, di antara komponen-
komponen kompsitum tidak dapat disisipi apa pun.
Bulan warna adalan kompositum karena tidak
dapat didipi apa pun, sedangkan alat negara
merupakan frasa karena dapat disisipi partikel dari
menjadi alat dari negara.
b. Ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu
masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau
dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum kereta
api dapat dimodifikasikan menjadi per-keretaapian.
c. Ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum
tidak dapat dipertukarkan. Gabungan seperti bapak
ibu, pulang pergi, dan lebih kurang bukanlah
kompositum, melainkan frasa koordinatif karena
dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu
memberi kesempatan kepada penutur untuk
memilih mana yang akan didahulukan). Konstruksi
seperti arif bijaksana, hutan belantara, bujuk rayu
bukanlah frasa, melainkan kompositum.
98
Konversi sering juga disebut devirasi zero,
transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah
katta menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.
Contoh dalam bahasa Indonesia, katacangkul adalah
nomina dalam kalimat ayah membeli cangkul baru; tetapi
dalam kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru
ditanami adalah sebuah verba.
Modifikasi internal (sering disebut juga
penambahan internal) adalah proses pembentukan kata
dengan pembahan unsur-unsur (yang biasanya berupa
vokal) kedalam morfem yang berkerangka tetap (yang
biasanya berupa konsoanan).
Suplesi, dalam proses suplesi perubahannya
sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau
hampir tidak tampak lagi, boleh dikatakan bentuk dasar itu
berubah total. Misalnya, bentuk lampau dari kata inggris
go yang menjadi went.
3.6.5 Pemendekan
99
pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang
dipenekan itu. Misalnya, dok dari bentuk dotkter, perpus
dari bentuk perpustakaan.
101
They hit me They hit me
Morfem dasar, bentuk dasar (disebut based),
pangkal (stem) dan akar (root) adalah beberapa nama
dalam kajian morfologi. Istilah morfem dasar biasanya
digunakan sebagai bandingan dengan morfem yang
terlihat seperti afiks. Morfem {tikus}, {pulang}, { juang},
{henti}, {abai} termasuk morfem dasar. Morfem dasar ini
ada yang termasuk morfem bebas { tikus}, {pulang}, da
nada yang termasuk morfem terikat {juang}, {henti}, {abai}.
Sedangkan semua afiks (imbuhan) termasuk morfem
terikat seperti {me-N}, {ter-}, {ber} dan lain sebagainya.
102
Pengertian akar (root) digunakan untuk menyebut
sebuah bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih dalam
lagi. Artinya akar (root) adalah bentuk akhir yang tersisa
setelah semua afiks ditanggalkan/dihilangkan dari bentuk
itu.
F. Pustaka
103
Kridalaksana.H.1989.Pembentukan Kata Dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Kridalaksana H, 1993. Kamus Linguistik. Jakarta.
PT.Gramedia.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia Komprehensif. Jakarta.
Panebar Aksara.
G. Tes Formatif
Untuk mengukur pemahaman mahasiswa tentang
morfologi, jawablah pertanyaan berikut
1. Jelaskan perbedaan morf, morfem, dan morfologi?
2. Apa yang dimaksud derivatif dalam pembentukan
kata ?
3. Proses afiksasi terdiri dari prefiks, infiks, konfiks
dan sufiks, jelaskan keempat proses afikasai
tersebut berserta contohnya?
4. Jelaskan dan berikan contoh dari komposisi dan
reduplikasi?
5. Apa yang dimaksud dengan produktivitas proses
morfemis?
BAB V
KAJIAN SINTAKSIS
A. Deskripsi
104
Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari
secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang
berkaitan dengan kalimat yaitu tentang sintaksis. Dalam
materi ini dibahas tentang pengertian dan ruang lingkup
sintaksis, mencakup 5 bagian besar yaitu : 1) Kedudukan
dan ruang lingkup sintaksis, 2) Kaidah frasa, 3) Kaidah
klausa, 4) Kaidah kalimat, dan 5) Analisis fungsi, kategori
dan peran semantis. Dalam pembahasan tentang
kedudukan dan ruang lingkup sintaksis, pembahasan
materi mencakup pada hal yang berkaitan dengan
pengertian sintaksis, kedudukan dan alat-alat sintaksis,
serta konstruksi sintaksis. Selanjutnya untuk kaidah frasa,
mahasiswa mendapatkan materi tentang pengertian frasa,
jenis frasa, dan makna unsur pembentuk frasa.
Sementara itu, untuk kaidah klausa, materi pembahasan
mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengertian
klausa, jenis klausa dan hubungan antarunsur klausa. Di
bagian kalimat, mahasiswa dibekali dengan pembahasan
tentang pengertian kalimat dan unsur kalimat, klasifikasi
kalimat, makna pembentuk unsur kalimat. Terakhir dalam
pembahasan materi ini juga mahasiswa akan dibekali
dengan pembahasan tentang bagaimana menganalisis
fungsi, dan kategori semantis.
B. Relevansi
105
dengan ilmu fonologi, morfologi, maka pembelajaran
selanjutnya adalah lebih meningkat lagi dan lebih
kompleks yaitu tentan sintaksis. Dengan memahami
sintaksis secara mendalam dan menyeluruh , mahasiswa
memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan
kebahasaan yang timbul pada aspek sintaksis, mulai pada
tataran frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, mahasiswa
memiliki kemampuan untuk menganalisis proses
pembentukan frasa, kluasa, dan kalimat dalam bahasa
Indonesia. Lebih jauh lagi, mahasiswa memiliki potensi
untuk menganalisis fungsi, dan katergori semantik dalam
kalimat.
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
D. Materi Pelajaran
1. Pengertian Sintaksis
106
Dalam sintaksis pembicaraan atau pembahasaan
pada umumnya dilakukan secara analitis. Maksudnya,
satuan bahasa dari yang terbesar sampai yang terkecil,
dibicarakan strukturnya, kategorinya, jenisnya, dan
maknanya. Suatu cara yang harus dilakukan untuk
mengenalkan satuan-satuan sintaksis yaitu kalimat,
klausa, dan frasa. Kemudian dalam pembicaraan tentang
sintaksis, bidang yang menjadi lahannya adalah unit
bahasa berupa kalimat, klausa, dan frasa.
Menurut Kridalaksana (2002) satuan bahasa itu
membentuk hierarkis, mulai dari kata frasa, klausa,
kalimat, gugus kalimat, paragraf gugus paragraf, sampai
wacana. Akan tetapi tataran itu tidk statis karena kadang-
kadang terjadi pelompatan tataran dan penurunan dan
penyematan.
Lebih Jauh Chaer (2012) menjelaskan sintaksis
adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan
penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-
satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis,
yakni kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Senada
dengan Chaer, Ahmad (2002), mengemukakan sintaksis
mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan
yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang
disebut kalimat.
Setiap unsur dalalm sintaksis dipahami
berdasarkan fungsinya dalam sistem. Fungsi suatu
sintaksis akan tampak apabila satuan itu muncul dalam
107
satu susunan. Misalnya susunan kata dalam frasa,
susunan frasa dalam klausa, susunan klausa dalam
kalimat, susunan kalimat dalam paragraf, dan susunan
paragrap dalam wacana. Oleh karena itu satuan bahasa
yang dikaji dalam sintaksis adalah kata, frasa, klausa,
kalimat dan wacana. Satuan bahasa ini disebut satuan
sintaksis.
2. Kedudukan dan Alat-Alat Sintaksis
109
makna dan peran yang berbeda. Misalnya, kata pemuda
dan pemudi, terjemahanan dan penerjemahan, pekerjaan
dan pengerjaan, langganan dan pelanggan, dan
kesimpulan dan simpulan.
2.3 Intonasi
110
Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa intonasi
merupakan alat yang sangat penting di dalam sintaksis
bahasa Indonesia karena dapat mengubah makna.
2.4 Konektor
3. Kaidah Frasa
3.1 Pengertian Frasa
4. Klausa
113
ini yang predikatnya berupa verba transitif (kata
kerja aktif).
c. Klausa adjektival ialah klausa yang predikatnya
berkategori berupa adjektiva (kata sifat).
Misalnya kakakku yang tua masih cantik
(kakakku yang tua sebagai subjek, masih cantik
sebagai predikat).
d. Klausa preposisional ialah klausa yang
predikatnya berkategori preposisi. Misalnya,
saya ke kampus ( sayasebagai subjek, ke
kampus sebagai predikat yang berkategori
preposisi).
e. Klausa numeral ialah klausa yang predikatnya
berkategori numeralia. Misalnya anaknya dua
orang (anaknya sebagai subjek, dua orang
sebagai predikat yang berkategori numeralia).
5. Kalimat
116
ada dalam kalimat. Misalnya informasi tentang tempat,
waktu, cara, sebab, dan tujuan.
7. Analisis Fungsi dan Peran Semantis
7.1 Analisis Fungsi Sintaksis
117
preposisional, adverbial atau klausa. Contohnya saya
membeli kerudung di pasar. Fungsi pelengkap seringkali
dicampuradukkan dengan objek. Hal itu dikarenakan
konsep pelengkap dan objek terdapat kemiripan.
Keduanya sering menduduki tempat yang sama sebagai
verba. Contohnya temanku mendagangkan berbagai
kerudung di kampus (kerudung sebagai objek). Kalimat
temanku berdagang berbagai kerudung di kampus
(berbagai kerudung sebagai pelengkap).
118
Sasaran adalah partisipan yang dikenai perbuatan
yang dinyatakan oleh verba predikat. Contohnya saya
mengambilkan adik makanan (adik sebagai sasaran). Irfan
sedang belajar bahasa Indonesia (bahasa Indonesia
sebagai sasaran).
119
sebagai waktu). Atribut adalah peran partisipan yang
berfungsi menjelaskan unsur subjek atau objek. Peran
atribut merupakan peran partisipan yang berfungsi
sebagai predikat atau pelengkap. Contohnya saya
ditetapkan sebagai ketua Rimpala (ketua Rimpala sebagai
atribut). Peran hasil adalah peran partisipan yang
menyatakan hasil dari perbuatan yang dinyatakan oleh
verba predikat. Contohnya dia membuat meja dari kayu
(meja sebagai hasil)
E. Rangkuman
120
Kalimat dapat diartikan sebagai satuan sintaksis
yang biasanya berupa klausa dan dilengkapi dengan
konjungsi serta dengan intonasi final. Kalimat merupakan
sebuah bentuk bahasa yang di dalamnya terdapat sebuah
gagasan seseorang yang utuh. Kalimat yang benar dan
jelas akan mudah dipahami orang lain sesuai dengan
gagasan yang ingin disampaikan.
Dalam analisis kalimat kedudukan alat-alat
sintaksis sangat penting yang digunakan untuk memahami
makna kalimat itu. Alat-alat sintaksis secara umum dikenal
dengan istilah struktur yang terdiri dari fungsi, kategori,
dan peran semantik. Fungsi sintaksis terdiri dari subjek,
predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel).
Sedangkan kategori sintaksis meliputi seluruh kelas kata
yang ada di dalam bahasa Indonesia (nomina, verba,
adjektiva, numeralia, adverbia dll).
Urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu
dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis.
Dalam kajian semantik ada prinsip umum bahwa apabila
bentuk katanya berbeda, maka makna akan berbeda,
meskipun perbedaannya sedikit.
Dalam kajian sintaksis, frasa menduduki tempat
yang penting dalam kalimat. Frasa dibentuk dari dua kata
atau lebih yang mengisi salah satu fungsi sintaksis.
Secara umum jenis frasa dapat dibedakan menjadi frasa
koordinatif dan frasa subordinatif. Frasa koordinatif adalah
frasa yang kedudukan kedua kata sederajat. Sedangkan
121
Klausa merupakan komponen berupa kata atau frasa
yang berfungsi sebagai predikat. Klausa dapat dibedakan
berdasarkan kategori yang menjadi tipe predikatnya.
F. Pustaka
HP, Ahmad. 2002. Sintaksis Bahasa Indonesia.
Jakarta : Manasco Offset.
Chaer, Abdul. 2012. Sintaksis Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta
_________ . 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa
Indonesia. Jakart : Rineka Cipta.
Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi: Sebuah
Pengantar Kemahiran Berbahasa. Flores: Ende Nusa
Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur Kategori,
dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Atmajaya.
Putrayasa, Ida B. 2006. Tata Kalimat Bahasa
Indonesia. Bandung : Refika Aditama.
G. Tes Formatif
1. Jelaskan fungsi dan kategori sintaksis dalam
bahasa?
2. Buatah lima kalimat disertakan dengan penjelasan
unsur-unsurnya?
3. Jelaskan unsur-unsur pada kalimat berikut :
122
a. andi bermain bola
b. dia belajar bahasa
c. petugas KPK datang tadi pagi
d. polisi menahan pencuri sepeda motor
e. kemarin pagi polisi menembak perampok
motor
4. Klausa dibedakan menjadi klausa nomina, klausa
verba. Klausa adjektifal, klausa preposisional, dan
klausa numeral. Jelaskan kelima jenis klausa
tersebut dan berikan contohnya.?
5. Jelaskan peran semantis dalam sintaksis?
BAB VI
KAJIAN SEMANTIK
A. Deskripsi
123
Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari
secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang
berkaitan dengan makna kalimat yaitu tentang semantik.
Dalam materi ini dibahas tentang tiga hal yaitu: Makna
dalam semantik, Relasi makna, dan Faktor dan jenis
perubahan makna. Dalam pembahasan tentang makna
dalam semantik, materi mencakup tentang pengertian dan
cakupan semantik, hakikat makna, dan ragam makna.
Sementara untuk relaksi makna, berbagai relasi makna
akan dibahas secara mendalam mulai dari sinonim-
antonim, homonim-homofon, dan homograf, hiponimi-
hipernimi, serta polisemi dan ambiguitas. Terakhir
mahasiswa akan dibekali dengan pembahasan tentang
faktor, penyebab, dan jenis perubahan makna.
B. Relevansi
124
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
D. Materi Pelajaran
1. Semantik dan Hakikat Makna
125
Makna merupakan bagian penting dalam kajian
bahasa, karena melihat dan menilai suatu bahasa bisa
dilihat dan dinilai dari maknanya. Kita akan mengetahui
maksud dari bahasa itu apabila kita mengetahui
maknanya.
126
berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki
oleh setiap kata atau leksem (Chaer, 2011)
2. Ragam Makna
127
Berkaitan dengan ragam makna pada subbab ini
akan dibahas makna leksikal dan makna gramatikal,
makna denotatif dan makna konotatif, makna referensial
dan makna nonreferensial, serta makna konseptual dan
makna asosiatif. Kesemua makna itu akan dibahas satu
persatu sebagai berikut,
128
pada kalimat tersebut bukan bermakn hewan, artinya kata
tikus pada kalimat tersebut tidak bermakna leksikal. Kata
tikus yang mempunyai makna hewan, berubah menjadi
tikus yang bermakna orang.
130
memantau memiliki konotasi positif sedangkan mengintip
memiliki konotasi negatif.
131
Contoh lain yaitu: Orang itu menampar orang
1 2
Pada contoh diatas bahwa orang (1) dibedakan
maknanya dari orang (2) karena orang (1) sebagai pelaku
dan orang (2) sebagai yang mengalami. Hal tersebut
menunjukkan makna kategori yang berbeda, tetapi makna
referensil mengacu kepada konsep yang sama, yaitu
sama-sama manusia.
132
b. ”Hujan terjadi hampir setiap hari di sini”, kata
walikota Bogor.
c. Di sini, di negara kita, hal seperti itu sangat
sering terjadi. Atas nama masyarakat
Indonesia, saya mengucapkan permintaan
maaf yang sebesar-besarnya”, kata Presiden.
133
makna yang memiliki referen yang sesuai dengan
konsepnya.
3. Relasi Makna
134
3.1 Relasi Makna Sinonim – Antonim
135
dapat atau mampu. Homofon adalah dua kata yang
mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan
keejaannya, dengan makna yang berbeda. Misalnya kata
bang memiliki arti sebutan saudara laki-laki, dan bang
sebagai tempat penyimpanan dan pengkreditan uang.
Sedangkan homograf adalah dua kata yang memiliki
ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda. Misal,
kata apel yang berarti buah, dan apel yang berarti
rapat atau pertemuan.
Ada cara untuk menentukan homonim dengan
polisemi. Patokan pertama adalah dua buah bentuk ujaran
atau lebih yang kebetulan sama, dan maknanya tentu
berbeda, sedangkan polisemi sebuah ujaran yang
memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi
meski berbeda tetapi masih dapat dilacak secara etimologi
dan semantik bahwa makna itu masih mempunyai
hubungan.
3.3 Relasi Makna Hiponim-Hipernim
136
berhiponim dengan superordinat. Sedangkan hubungan
antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah lainnya adalah
hiponim.
137
karena itu pada pembahasan ini akan dijelasakn faktor
dan jenis perubahan makna pada sebuah kata.
4.1 Faktor Penyebab Perubahan Makna
138
meskipun makna yang dikandungnya telah
berubah,
g. faktor perbedaan bidang pemakaian lingkungan,
seperti halnya yang terjadi pada kata-kata yang
menjadi pembendaharaan dalam bidang
kehidupan atau kegiatan tertentu juga dilakukan
dalam bidang kehidupan lain,
h. faktor pengaruh bahasa asing, perubahan makna
juga banyak disebabkan oleh pengaruh bahasa
asing yang berupa peminjaman makna,
i. faktor asosiasi, kata-kata yang digunakan di luar
bidang asalnya sering masih ada hubungannya
dengan makna kata tersebut pada bidang
asalnya,
j. faktor pertukaran tanggapan indera dalam
perubahan makna ini berhubungan dengan
indera manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah
dan kulit,
k. faktor perbedaan tanggapan pemakaian bahasa,
sejumlah kata yang digunakan oleh pemakainya
tidaklah mempunyai nilai sama,
l. Faktor penyingkatan, sejumlah ungkapan dalam
bahasa Indonesia sekalipun tidak diucapkan
secara tidak keseluruhan namun umumnya
masyarakat sudah memahami maksudnya.
4.2 Jenis Perubahan Makna
Jenis-jenis perubahan makna dalam bahasa
Indonesia yaitu :
139
4.2.1 Generalisasi (Perluasan)
140
berhubungan lagi dengan pertanian, tetapi bermakna
pangkal atau sumber.
4.2.2 Spesialisasi atau Penyempitan makna
141
dan terhormat daripada bini. Selain itu kata melahirkan
dianggap lebih baik daripada beranak. Kata tunawisma
dianggap lebih baik daripada gelandangan.
4.2.4 Peyorasi (Peyoratif)
142
Selain kalimat di atas sinestesia bisa juga dilihat
pada kalimat berikut
a. Kalimat Sorot matanya cukup tajam menatapku.
b. Dengan senyum pahit kuterima keputusan itu.
c. Dengan sikap dingin kami diterima. Dengan kata
masam kami ditolaknya.
Ketiga kalimat diatas mengalami perubahan makna
karena adanya pertukaran dua indra yang berbeda.
4.2.6 Asosiasi
143
5. Rangkuman
144
MaknaHomonim, Homofon, Homograf, Relasi Makna
Hiponim-Hipernim, Relasi Makna Polisemi dan
Ambiguitas.
Jenis perubahan makna dibagi menjadi Generalisasi
(Perluasan), spesialisasi atau penyempitan makna,
Ameliorasi (Amelioratif), Peyorasi (Peyoratif), Sinestesia
dan Asosiasi.
6. Daftar Pustaka
7. Tes Formatif
145
Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa tentang
semantik jawabah pertanyaan berikut ini
BAB VII
146
WACANA
A. Deskripsi
147
benar, jika proses analisis secara parsial yang telah
dipelajari sebelumnya tidak dipahami dengan baik.
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
D. Materi Pelajaran
1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan padanan dari discourse. Pada
mulanya wacana dalam bahasa Indonesia hanya
mengacu pada bahan bacaan, percakapan, dan tuturan.
Di buku-buku pelajaran bahasa Indonesia kata wacana
digunakan sebagai kata umum. Akan tetapi, istilah
wacana ini ternyata mempunyai acuan yang lebih luas dari
sekedar bacaan. Rani (2000) menyatakan wacana
sebagai satuan paling besar yang digunakan dalam
komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya berturut-turut
adalah kalimat, frasa, kata, dan bunyi.
149
Wacana merupakan teks yang pada dasarnya
merupakan satuan dari makna . oleh karena itu, teks
harus dipandang dari dua sudut secara bersamaan yaitu
sebagai produk dan hasil. Teks sebagai produk
merupakan keluaran (output), sesuatu yang dapat diremak
atau dipelajari karena mempunyai susunan tertentu dan
dapat diungkapkan dengan peristilahan yang sistemik.
Sedangkan teks sebagai proses dinyatakan dalam arti
bahwa teks tersebut memiliki proses pemilihan makna
yang terus-menerus, suatu perubahan melalui jaringan
makna, dengan setiap perangkat lebih lanjut.
150
mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata
kalimat, atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan
maupun tulis.
3. Jenis-Jenis Wacana
151
a. Wacana Naratif
Wacana naratif merupakan tuturan yang
menceritakan atau menyajikan suatu hal atau
kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku.
Kekuatan naratif terletak pada urutan cerita
berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita, atau
diatur melalui plot.
b. Wacana Prosedural
Wacana prosedural merupakan wacana yang
melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak
boleh di bolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur
yang lebih dahulu menjadi landasan unsur
berikutnya. Wacana ini biasanya disusun untuk
menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja
atau terjadi, atau bagaimana cara mengerjaan
sesuatu. Tokohnya boleh orang dan yang
dilukiskannya tidak terikat dengan urutan waktu.
c. Wacana Hortatorik
Wacana hortatorik merupakan rangkaian tuturan
yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-
kadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan
atau agar lebih menyakinkan. Wacana ini tidak dapat
disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan
hasil atau produksi suatu waktu.
d. Wacana Ekspositorik
Wacana ini merupakan wacana yang mempunyai
sifat memaparkan suatu pokok pikiran. Pokok pikiran
tersebut lebih dijelaskan lagi dengan cara
152
menyampaikan uraian bagian-bagian atau detailnya.
Tujuan pokok yang ingin dicapai pada wacana ini
adalah tercapainya tingkat pemahaman akan
sesuatu supaya lebih jelas mendalam, dan luas
daripada sekedar sebuah pertanyaan yang bersifat
global atau umum. Orientasi pokok wacana ini lebih
pada materi, bukan pada tokohnya.
e. Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi merupakan wacana yang
memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik
berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan
penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana
ini adalah tercapainya penghayatan yang agak
imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar
atau atau pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri
mengalami atau mengetahui secara langsung.
Wacana ini sering sekali ditemuka dalam novel dan
cerpen.
153
(bahasa) dan konteksnya. Itulah yang menjadi aspek
utama wacana.
Secara sederhana, dapat diakatakan bahwa aspek
keutuhan wacana terdiri atas kohesi dan koherensi. Aspek
kohesi meliputi leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan
koherensi mencakup semantik dan topikalisasi.
Untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh,
kalimat-kalimat pendukung wacana harus kohesif. Hanya
dengan hubungan kohesif seperti itulah unsur-unsur di
dalam wacana dapat diinterpretasikan sesuai dengan
unsur lain. Hubungan kohesif sering ditandai oleh
kehadiran penanda khusus yang bersifat formal bahasa
(lingual formal).
Koheresi merupakan kepaduan bentuk (bahasa),
yang secara struktural membentuk ikatan sintaksis.
Kohesi dapat dibagi menjadi kohesi gramatikal yang terdiri
dari referensi (reference), subsitusi (substitution), elipsis
(ellipsis), dan konjungsi (conjungtion), dan kohesi leksikal
terdiri dari atas reiterasi (reiteration), dan kolokasi
(collaction)
Pada dasarnya, kohesi mengacu pada hubungan
bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat)
yang digunakan untuk menyusun sebuah wacana memiliki
keterkaitan sintaksis (bentuk) secara padu dan utuh.
Kohesi termasuk kelompok unsur internal struktur wacana
(menjadi bagian dari aspek formal atau aspek bahasa dari
wacana itu), sedangkan koherensi termasuk kelompok
unsur eksternal struktur wacana.
154
5. Konteks Wacana
Berbicara tentang wacana tidak selalu
membicarakan tentang teks, karena membicarakan
wacana juga harus membicarakan tentang konteksnya.
Seperti yang dikatakan oleh Kridalaksana (2001) bahwa
konteks dalam sebuah wacana merupakan ciri-ciri alam
diluar bahasa yang menumbuhkan makna pada sebuah
wacana. Konteks wacana dibentuk dari berbagai unsur,
seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat,
adegan topik, peristiwa, amanat, kode dan saluran. Unsur-
unsur tersebut berkaitan dengan unsur yang terdapat
dalam setiap komunikasi bahasa. Lebih jauh Hymes
dalam Darma (2009) menjelaskan tentang unsur tersebut,
antara lain
a. Latar (setting)
Latar mengacu pada tempat (ruang/space) dan
waktu (tempo/time) terjadi percakapan.
b. Peserta (participant)
Peserta mengacu pada peserta percakapan, yaitu
pembicara (penyapa) dan lawan bicara (pesapa).
c. Hasil (ends)
Hasil mengacu pada percakapan dan tujuan
percakapan, misalnya seorang guru yang
mempunyai tujuan ingin memberikan pelajaran
terbaik bagi siswanya.
d. Amanat (message)
155
Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat.
Bentuk amanat bisa berupa surat, essai, iklan,
pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya.
e. Cara (key)
Cara mengacu pada semangat melaksanakan
percakapan, misalnya bercakap-cakap dengan
penuh semangat, santai atau tenang menyakinkan.
f. Sarana (instrument)
Sarana mengacu pada penggunaan bahasa baik
lisan maupun tulis dan mengacu pula pada variasi
bahasa yang digunakan.
g. Norma (norms)
Norma mengacu pada perilaku peserta percakapan.
Misalnya, dikusi dan kuliah memiliki norma yang
berbeda.
h. Jenis (genre)
Genre mengacu ada kategori, seperti sajak, teka-
teki, kuliah dan doa.
Penggunaan wacana dalam konteks tertentu
menentukan kebermaknaan tuturan dalam wacana itu
sendiri. Artinya konteks dapat sangat memperngaruhi
makna dari sebuah teks.
E. Rangkuman
Wacana merupakan padanan dari discourse .
Wacana merupakan satu kesatuan semantik, dan bukan
kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan lantaran
156
bentuknya (morfem, kata, klausa, atau kalimat) tetapi
kesatuan arti.
Berdasarkan ciri dan sifat wacana dapat diartikan
berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau
rangkaian tindak tutur. Wacana mengungkapkan satu hal
(subjek). Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan
lengkap dengan semua situasi pendukungnya. Memiliki
satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.
Wacana dibagi menjadi wacana Wacana Naratif
wacana naratif merupakan tuturan yang menceritakan
atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan
menonjolkan tokoh pelaku. Wacana Prosedural
merupakan wacana yang melukiskan sesuatu secara
berurutan yang tidak boleh di bolak-balik unsurnya, karena
urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur
berikutnya. Wacana Hortatorik merupakan rangkaian
tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Wacana
Ekspositorik merupakan wacana yang mempunyai sifat
memaparkan suatu pokok pikiran. Wacana Deskripsi
merupakan wacana yang memaparkan sesuatu atau
melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman
maupun pengetahuan penuturnya.
Konteks wacana dibedakan menjadi latar (setting),
peserta (participant), hasil (ends), amanat (message),
cara (key), sarana (intrument), norma (norms), jenis
(genre). Kedelapan konteks tersebut sangat
mempengaruhi sebuah teks, karena teks yang sama bisa
157
berbeda makna ketika dikaitkan dengan konteks yang
berbeda.
F. Daftar Pustaka
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis.
Yrama Widya. Bandung.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Wacana dan
Pragmatik. Bandung:Refika Aditama.
Kridalaksana. 2011. Teks dan Konteks Wacana.
Bandung.
Abdul Rani. 2000. Analisis Wacana Bentuk Kajian
dan Pemakaiannya. Malang: Bayumedia Publishing.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana.
Bandung: ANGKASA.
158
BAB VIII
MASYARAKAT BAHASA
159
pengetahuannya tentang masyarakat pengguna
bahasa. Dengan mempelajari antardisiplin ilmu ini,
mahasiswa memiliki potensi untuk memahami secara
mendalam tentang berbagai persoalan yang berkaitan
dengan penggunaan bahasa di masyarakat.
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
D. Materi Pelajaran
1. Masyarakat Bahasa Masyarakat Bahasa (Speech
Community)
Masyarakat bahasa merupakan sekumpulan
manusia yang menggunakan sistem syarat bahasa
yang sama untuk berkomunikasi sesamanya.
Sementara menurut Corder dalam Kunjana (2010),
mengatakan bahwa masyarakat bahasa adalah
sekelompok orang yang satu sama lain biasa saling
mengerti sewaktu mereka berbicara. Lebih jauh
Firshman dalam Sumarsono, (2011) berpendapat
160
bahwa masyarakat bahasa adalah masyarakat
yang semua anggotanya memilih bersama paling
tidak satu ragam ujaran dan norma-norma untuk
pemakainya yang cocok.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat bahasa itu dapat
terjadi dalam sekelompok orang yang
menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok
orang yang menggunakan bahasa yang berbeda
dengan syarat di antara mereka terjadi saling
pengetian. Untuk dapat disebut masyarakat bahasa
adalah adanya perasaan di antara penuturnya
bahwa mereka menggunakan bahasa yang sama.
Pada pokoknya masyarakat bahasa itu terbentuk
karena adanya saling pengertian (mutual
intelligibility), terutama karena adanya
kebersamaan dalam kode-kode linguistik secara
terinci dalam aspek-aspeknya, yaitu system bunyi,
sintaksis dan semantick. Dari pengertian
masyarakat bahasa dapat kita bedakan masyakarat
bahasa menjadi tiga, yaitu:
1. Sebahasa dan saling mengerti
2. Sebahasa tapi tidak saling mengerti
3. Berbeda bahasa tapi saling mengerti
Dari ketiga penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa masyakarat bahasa terdiri dari masyarakat
yang mereka sebahasa dan saling mengerti,
mereka yang sebahasa tapi tidak saling mengerti,
161
dan mereka yang berbeda bahasa tapi saling
mengerti. Mereka yang berbeda bahasa tapi saling
mengerti, bisa kita anggap sebagi satu speech
community karena mereka mempunyai mutual
intelligibility yang dalam sosialisasi merupakan
jaminan bagi terciptanya speech community dan
komunikasi. Kalau mereka saling mengerti walau
berbeda bahasa itu adalah interaksi. Dua bahasa
yang berbeda ini bisa dianggap sebagai dua dialek
atau varian (ragam bahasa) bahasa yang sama.
2. Variasi Bahasa
Setelah membahas tentang masyarakat bahasa
di atas muncul pertanyaan, siapakah yang menjadi
atau termasuk dalam satu masyarakat bahasa?
Yang termasuk dalam satu masyarakat bahasa
adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa
yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa
Indonesia adalah semua orang yang merasa
memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia.
Yang termasuk anggota masyarakat bahasa Sunda
adalah orang-orang yang merasa memiliki dan
menggunakan bahasa Sunda, dan yang termasuk
anggota masyarakat bahasa Bima adalah mereka
yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa
Bima. Dengan demikian, banyak orang Indonesia
yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat
bahasa, karena di samping dia sebagai orang
162
Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna
bahasa daerahnya.
Setiap bahasa yang digunakan oleh
sekelompok orang yang termasuk dalam suatu
masyarakat bahasa biasanya lebih dari satu jenis
bahasa. Hal ini disebabkan karena kemampuan
seseorang biasanya yang mempunyai pemahaman
lebih dari satu bahasa yang menyebabkan
komunikasi mereka juga bilingual. Sebagai contoh,
setiap manusia pada dasarnya memiliki
kemampuan berbahasa yang didapatkan dari ibu
atau bahasa ibu (B1), dan juga kemampuan bahaa
yang didapat dari proses belajar bahasa atau
bahasa diluar bahasa ibu (B2).
Anggota masyarakat suatu bahasa terdiri dari
berbagai orang dengan berbagai jenis status sosial
dengan berbagai latar budaya yang tidak sama.
Oleh karena itu, karena latar belakang dan
lingkungannya tidak sama, maka bahasa yang
mereka gunakan menjadi variasi atau beragam., di
mana antara variasi atau ragam yang satu dengan
yang lain seringkali mempunyai perbedaan yang
besar.
Berbicara tentang variasi dan jenis bahasa,
secara umum dapat dibedakan berdasarkan segi
penutur, segi pemakaian, segi keformalan, dan segi
sarana. Variasi dan jenis bahasa tersebut akan
dibahas lebih lanjut sebagai berikut
163
2.1.1 Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa berdasarkan penuturnya adalah
yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area
tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah
atau area tempat tinggal penutur. Para penutur
dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai
idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri
yang menandai bahwa mereka berada pada satu
dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur
lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan
ciri lain yang menandai dialeknya juga.
Sebagai contoh, bahasa Minang dialek
Pasaman Barat memiliki ciri tersendiri yang
berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Minang
dialek Ujung Gading, dialek Banten atau juga dialek
Bogor. Para penutur bahasa Minang dialek
Pasaman Barat dapat berkomunikasi dengan baik
dengan para penutur bahasa Minang dialek
Pasaman Barat. Mengapa? Karena dialek-dialek
tersebut masih termasuk bahasa yang sama.
2.1.2 Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian
ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk
keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra
jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan
164
kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan
bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya
adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang
kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah
kosakata khusus atau tertentu yang tidak bisa
digunakan dalam bidang lain. Ragam bahasa yang
juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan
bebas dari keambiguan, serta segala macam
metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan
karena bahasa ilmiah harus memberikan informasi
keilmuan secara jelas, tanpa keraguan akan
makna, dan terbeba dari kemungkinan tafsiran
makna yang berbeda. Oleh karena itu jugalah,
bahasa ilmiah tidak menggunakan segala macam
metafora dan idiom.
Variasi berdasarkan fungsi ini lazim disebut
register. Dalam pembicaraan tentang register ini
biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau
dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan
oleh siapa, di mana, dan kapan. Maka register
berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan
untuk kegiatan apa. Dalam kehidupannya mungkin
saja seseorang hanya hidup dengan satu dialek,
misalnya, seseorang penduduk di desa terpencil di
lereng gunung atau di tepi hutan. Tetapi, dia pasti
tidak hidup hanya dengan satu register, sebab
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat,
bidang kegiatan yang dilakukan pasti lebih dari
165
satu. Dalam kehidupan modern pun ada
kemungkinan adanya seseorang yang mengenal
hanya satu dialek; namun, pada umumnya dalam
masyarakat modern orang hidup denga lebih dari
satu dialek (regional maupun sosial) dan
menggeluti sejumlah register, sebab dalam
masyarakat modern orang sudah pasti berurusan
dengan sejumlah kegiatan yang berbeda.
2.1.3 Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan tingkat keformalannya, Chaer
(2004) membagi variasi bahasa dalam lima macam
gaya , yaitu ragam gaya beku (frozen), gaya atau
ragam resmi (formal),gaya atau ragam usaha
(konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan
gaya atau ragam akrab (intimate).
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling
formal, yang digunakan dalam situasi-situasi
khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya
dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata
cara pengambilan sumpah; dan surat-surat
keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan
kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak
boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam buku ini
kita dapati dalam dokumen-dokumen bersejarah,
seperti undang-undang dasar, akte notaris, naskah-
naskah perjanjian jual-beli, atau sewa-menyewa.
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa
yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat
166
dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan,
buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Ragam
resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam
bahasa baku atau standar yang hanya digunakan
dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang
tidak resmi. Jadi, percakapan antarteman yang
sudah karib atau percakapan dalam keluarga tidak
menggunakan ragam resmi ini. Tetapi pembicaraan
dengan seorang dekan di kantornya, atau diskusi
dalam ruang kuliah adalah menggunakan ragam
resmi ini.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah
variasi bahasa yang lazim digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau
pembicaraan yang berorientasi kepada hasil dan
produksi. Jadi, dapat dikatakan ragam usaha ini
adalah ragam bahasa yang paling operasional.
Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam
formal dan ragam informal atau ragam santai.
Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi
bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi
untuk berbincang–bincang dengan keluarga atau
teman karib pada waktu istirahat, berolahraga,
berekreasi dan sebagainya. Ragam santai ini
banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk
kata ujaran yang dipendekkan. Kosakatanya
banyak dipenuhi unsur leksikal dan unsur bahasa
daerah.
167
2.1.4 Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi
sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau
juga ragam dalam berbahasa dengan
menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya
dalam bertelepon dan bertelegraf. Adanya ragam
bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan
pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa
tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.
Bahasa tulis bisa menembus waaktu dan
ruang, padahal bahasa lisan begitu diucapkan
segera hilang tak berbekas. Bahasa tulis dapat
disimpan lama sampai waktu yang tak terbatas.
Karena itulah, kita bisa memperoleh informasi dari
masa laluatau dari tempat yang jauh melalui
bahasa tulis ini; tetapi tidak melalui bahasa lisan.
Hanya kemajuan teknologilah kini yang tampaknya
dapat menggeser kedudukan bahasa tulis. Dengan
peralatan radio dan telepon yang canggih dewasa
ini kita berkomunikasi menembus ruang; kita bisa
berkomunikasi dengan siapa saja di belahan bumi
mana saja. Bahkan juga di luar angkasa. Selain itu,
teknologi juga kini dapat merekam bahasa lisan
persis sama denga yang diucapkan dalam pita
rekaman dan sebagainya. Jadi, juga kini bahasa
lisan (dalam bentuk rekaman) bisa menembus
waktu dan ruang.
168
Bahasa tulis pun sebenarnya merupakan
“rekaman” bahasa lisan, sebagaimana usaha
manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk
bisa disampaikan kepada orang lain yang berada
dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun,
ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak
sempurna. Banyak unsur bahasa lisan, seperti
tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat
direkam secara sempurna dalam bahasa tulis;
padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur
itu sangat penting. Jika dibandingkan dengan
rekaman pada pita rekaman, rekaman bahasa tulis
itu memang jauh daripada sempurna.
E. Rangkuman
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang
menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang
yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat
di antara mereka terjadi saling pengetian. Masyakarat
bahasa bisa terjadi dari masyarakat yang mereka
sebahasa dan saling mengerti, mereka yang sebahasa
tapi tidak saling mengerti, dan mereka yang berbeda
bahasa tapi saling mengerti. Mereka yang berbeda
bahasa tapi saling mengerti, bisa kita anggap sebagi satu
speech community karena mereka mempunyai mutual
intelligibility yang dalam sosialisasi merupakan jaminan
bagi terciptanya speech community dan komunikasi.
169
variasi dan jenis bahasa, secara umum dapat
dibedakan berdasarkan segi penutur, segi pemakaian,
segi keformalan, dan segi sarana. Variasi bahasa
berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek dan
idialek. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini
adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan
atau bidang apa. Berdasarkan tingkat keformalannya,
variasi bahasa dibagi dalam lima macam gaya , yaitu
ragam gaya beku (frozen), gaya atau ragam resmi
(formal),gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau
ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab
(intimate). Variasi bahasa dari segi sarana dibagi menjadi
bahasa lisan dan bahasa tulis.
F. Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leony Agustina. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik Ihwal
Kode & Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia.2010.
Sumarsono. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
170
G. Tes Formatif
Untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam
memahami materi masyaraka bahasa ini, jawablah
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Jelaskan tentang masyarakat bahasa ?
2. Variasi bahasa dibedakan berdasarkan empat
aspek, jelaskan keempat varaisi bahasa tersebut?
3. Kemukakan kelebihan dan kekurangan variasi
bahasa lisan dan bahas tulis?
4. Berikan contoh variasi bahasa ragam beku
(frozen)?
5. Jelaskan perbedaan dialek dan idialek berserta
contohnya?
171
INDEKS F
Ferdinand de
A
Saussure,19
Arbitrer 15,17,18,21,24 fonem 54, 56, 60
Asimilasi 39, 61 62 fonologis 83, 91, 100
Auditoris 42, 74 frasa, 102, 103
Artikulasi 49,50
Alomorf 82, 83 G
Gramatikal,125, 126, 134
B
Generalisasi 137
bahasa,17, 18, 29, 34, 35
C
H
Chaer, 19, 37, 40, 41
Hortatorik 149, 152
D
I
Diakronik, 30
denotatif, 125, 127, 130 Ikon, 18, 20
dialek 159 Indeks 21
derivatif 94 inflektif 90
Deskriptif, 75, 130 intonasi, 105, 107
K
E kalimat 103, 113, 114
Ekspositorik149 konteks, 112, 113
konvensional17, 18, 24
konotatif, 125, 127
172
Konvensi 25 P
klausa,110, 111, 112 Produktif, 20, 21
komposisi 86, 92
pragmatik, 155
progesif 62, 63
L Prefiks64, 85
Peyoratif 139
linguistik, 31, 32
leksikal, 23, 31
langue 16 R
leksem 97, 123, 127 register, 162, 165
Leksikal 23, 125 regresif, 62, 63, 90
M reduplikasi 94, 126
referensial 125 128
Masyarakat Bahasa,123,
128, 156
morfem, 65 66, 67 S
morfologis 89, 92, 99, semantis, 105,114
morf, 82,83, 84
suplesi 96
N semiotik, 18
Segmental 87, 96
Naratif 149, 154 Suprasegmental, 87, 96
Nomina 36, 91, 93 Semivokoid 47,49
sintaksis 102,103
O T
173
V W
Vokoid, 47, 49
Vokal, 28,47, 96 Wacana104,117,124,145
verba,36,91,96
174
GLOSARIUM
Arbitrer : Mana suka
Asimilasi : Perubahan bunyi konsonan
akibat pengaruh konsonan
yang berdekatan
Artikulasi : Lafal pengucapan kata;
perubahan rongga dan ruang
dalam saluran suara untuk
menghasilkan bunyi Bahasa.
Alomorf : Anggota morfem yang sama,
yang variasibentuknya
disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang dimasukinya.
Bilabeal : Dihasilkan dengan
menyempitkan kedua bibir;
bunyi atau fonem yang terjadi
karena penyempitan kedua
bibir
Diakronik : Berkenaan dengan
pendekatan terhadap Bahasa
dengan melihat perkembangan
sepanjang waktu; bersifat
historis
Denotatif : Makna kata atau kata atau
175
kelompok kata yang
didasarkan atas penunjukan
yang lugas pada sesuatu di
luar Bahasa atau yang
didasarkan atas konvensi
tertentu dan bersifat objektif.
Dialek : Variasi Bahasa yang berbeda-
beda menurut pemakai
(misalnya Bahasa dari suatu
daerah tertentu, kelompok
social tertentu, atau kurun
waktu tertentu
Derivatif : Berasal dari kata (yang
memperoleh imbuhan)
Deskriptif : Bersifat deskripsi; bersifat
menggambarkan apa adanya.
Fonem : Satuan bunyi yang berupa
tekanan, nada, atau jeda yang
fonemis
Frasa : Gabungan dua kata atau lebih
yang bersifat non predikatif.
Gramatikal : Tata Bahasa.
Hortatorik : Ajakan. Jenis Wacana
Hortatorik (persuasi)
Indeks : Rasio antara dua unsur
kebahasaan tertentu yang
176
mungkin menjadi ukuran suatu
ciri tertentu.
Inflektif : Perubahan bentuk kata (dalam
Bahasa fleksi) yanf
menunjukan berbagai
hubungan gramatikal (seperti
deklinasi nomina, pronominal,
adjektiva, dan konjungsi
verba).
Intonasi : Lagu kalimat
Konteks : Bagian suatu uraian atau
kalimat yang dapat
mendukung atau menambah
kejelasan makna.
Konotatif : Makna yang tidak sesuai
dengan makna refrennya.
Konvensi : (Tentang kata) mempunyai
makna tautan; mengandung
konotasi.
Klausa : Satuan gramatikal yang
mengandung predikat dan
berpotensi menjadi kalimat.
Kontoid : Bunyi ujar yang pada dasarnya
dihasilkan oleh alat ucap
dengan hambatan pada pita
suara (digunakan dalam
177
bidang fonetik yang
maksudnya sama dengan
konsonan dalam bidang
fonemik)
Konsonan : Bunyi Bahasa yang dihasilkian
dengan menghambat aliran
udara pada sala satu tempat di
saluran suara di atas glotis
Leksikal : Berkaitan dengan kata;
berkaitan dengan leksem;
berkaitan dengan kosakata.
Leksem : Satuan leksikal dasar yang
abstrak yang mendasari
pelbagai bentuk kata; satuan
terkecil dalam leksikon; lema.
Morfem : Satuan bentuk Bahasa terkecil
yang mempunyai makna
secara relative stabil dan tidak
dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil.
Morf : Fonem atau untaian fonem
yang berasosiasi dengan suatu
makna
Nomina : Kelas kata yang dalam Bahasa
Indonesia ditandai oleh tidak
dapatnya bergabung dengan
178
kata tidak.
Pragmatik : Berkenaan dengan syarat-
syarat yang mengakibatkan
serasi tidaknya pemakaian
Bahasa dalam komunikasi
Peyoratif : Perubahan makna yang
mengakibatkan sebuah
ungkapan menggambarkan
sesuatu yang lebih tidak enak,
tidak baik, dan sebagainya.
Prefiks : Imbuhan yang ditambahkan
pada bagian awal sebuah kata
dasar atau bentuk dasar;
awalan.
Referensial : Hubungan antara referen dan
lambing (bentuk Bahasa) yang
dipakai untuk mewakilinya.
Reduplikasi : Proses atau hasil perulangan
kata atau unsur kata.
Segmental : Satuan Bahasa yang
diabstraksikan dari satua
kesatuan wicara atau teks.
Semiotik : Berhubungan dengan sistem
tanda dan lambang dalam
kehidupan manusia.
179
Vokoid : Bunyi ujar yang pada dasarnya
dihasilkan oleh alat ucap tanpa
hambatan pada pita suara.
Verba : Kata yang menggambarkan
proses, perbuatan, atau
keadaan; kata kerja
Wacana : Satuan Bahasa terlengkap
yang direalisasikan dalam
bentuk karangan atau laporan
utuh, seperti novel, buku,
artikel, pidato, atau khotbah
180
KUNCI JAWABAN
181
(12) bahasa itu sebagai alat interaksi sosial,
(13) bahasa itu manusiawi
3. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi bahasa
dapat diartikan bahwa bahasa itu memiliki pola
keteraturan dalam setiap bahasa. Unsur-unsur
bahasa itu membentuk pola susunan yang teratur
yang bersifat tetap dan kemunculannya dapat
diprediksi oleh seorang penutur asli bahasa itu.
Misalnya dalam bahasa Indonesia, kita
menemukan kalimat yang seperti ini:
(4) Dosen saya me….. mahasiswa yang ...lambat
masuk …kelas tadi pagi.
(5) Ibu menggoreng ikan di dapur.
(2a) Ikan menggoreng ibu di dapur.
(6) Ayam itu di kejar-kejar kucing besar
(3a) Kucing ayam di kejar-kejar itu besar.
Secara cepat, kita dapat memastikan bahwa pada
kalimat (1) di atas terdapat kata [marahi, ter-, ke]
yang merupakan unsur yang membentuk kalimat
menjadi sempurna yang bermakna. Kalimat nomor
(2) adalah kalimat yang tepat, bahwa ada seorang
ibu (perempuan) yang sedang melakukan aktivitas
(menggoreng ikan) di dapur. Sedangkan kalimat
(2a) tidak berterima dalam bahasa Indonesia,
karena seekor ikan tidak akan dapat menggoreng
ibu (manusia), walaupun secara struktural tepat.
Kalimat (3) merupakan kalimat yang tepat karena
sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
182
4. Bahasa itu memiliki sifat masing-masing yang
bersifat unik. Artinya ada ciri-ciri bahasa yang
sama-sama dimiliki oleh bahasa. Hal itulah yang
disebut dengan bersifat universal. Ciri-ciri universal
itu bersifat umum, seperti bunyi vokal dan
konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa. Bahasa
Indonesia memiliki 6 buah vokal dan 22 konsonan.
Gabungan bunyi vokal dan konsonan itu akan
membentuk bahasa yang bermakna.
5. Berdasarkan cakupan objek kajiannya, dibedakan
menjadi linguistik umum dan linguistik khusus.
Berdasarkan kurun waktu penelitian terhadap
bahasa, dapat dibedakan menjadi linguistik
sinkronik dan linguistik diakronik. Kajian linguistik
yang dilihat berdasarkan objek kajiannya dibedakan
menjadi linguistik mikro (mikrolinguitics) dan
linguistik makro (macrolinguitics). Berdasarkan
tujuan kajian linguistik, dikenal istilah linguistik
teoretis dan linguistik terapan. Berdasarkan aliran
dalam penyelidikan bahasa, maka muncul istilah
linguistik tradisional, linguistik sstruktural, linguistik
trasnformasional, linguistik generative maupun
linguistik relasional.
183
KUNCI JAWABAN BAB III
Jawab :
1. Fonetik adalah cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi
sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan
fonemik adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi
bahasa sebagai pembeda makna.
2.
Keterangan
22) bibir atas (labium)
23) bibir bawah (labium)
24) gigi atas (dentum-dental)
25) gigi bawah (dentum-dental)
26) gusi (alveolum)
27) langit-langit keras (palatum)
28) langit-langit lembut (velum)
29) anak tekak (uvula)
184
30) ujung lidah (tip of the tongue-apex)
31) daun lidah (blade of the tongue, laminum)
32) depan lidah
33) tengah lidah (middle of the tongue, medium)
34) belakang lidah (back of the tongue, dorsum)
35) akar lidah
36) faring
37) rongga mulut (oral cavity)
38) rongga hidung (nasal cavity)
39) epiglottis
40) pita suara
41) pangkal tenggorokkan (laring)
42) trakea
3. Vokoid ialah bunyi-bunyi bahasa yang terjadi
karena udara dari paru-paru ke luar dengan bebas
tidak mengalami rintangan atau hambatan.
Kontoid adalah bunyi yang bunyi yang dihasilkan
dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu
bagian alat bicara. Semivokoid atau semi vokal
adalah bunyi yang proses pembentukannya diawali
secara vokoid (vokal) lalu diakhiri dengan kontoid
(konsonan).
4. Asimilasi : Misalnya, kata sabtu dalam bahasa
Indonesia sering diucapkan /saptu/,
Disamilasi : Proses disimilasi merupakan
perubahan yang menyebabkan dua buah fonem
yang sama menjadi berbeda atau berlainan.
185
Contoh : zak ‘kantong’ diucapkan [zak’] dengan [k]
velar tidak bersuara.
186
KUNCI JAWABAN BAB IV
Jawab :
1. Morfem berasal dari kata “morphe” yang berarti
bentuk kata dan “ema” yang berarti membedakan
arti. Jadi secara sederhana morfem merupakan
suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti
atau makna. Sedangkan morfologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang proses pembentukan
kata.
2. pembentukan kata baru atau kata yang bentuk
leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Misalnya, dari kata Inggris sing “menyanyi”
terbentuk kata singer “penyanyi”. Antara sing dan
singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain
maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing
berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina.
3. Prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal
morfem dasar, misalnya me- N (me-, mem-, meng-,
menge-, meny-, menye) be- (be-, ber-, bel-).
Infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di
tengah morfem dasar, misalnya –in-, -em-, -er-
(gerigi dari kata gigi).
Sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir
morfem dasar, misalnya kan-, al, -an.
Konfiks atau sirkumfiks adalah gabungan dua afiks
yang sebagian di letakkan di awal dan sebagian
187
yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an,
ber-kan, per-an, misalnya pertanggungjawaban.
4. Reduplikasi adalah proses morfemis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan
perubahan bunyi. Reduplikasi dapat dibedakan
menjadi empat golongan, yaitu:
Reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh
morfem dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak
berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,
misalnya meja dalam meja-meja dan buku dalam
buku-buku.
Reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian
dari morfem dasarnya, misalnya pertama menjadi
pertama-tama, berapa jadi beberapa.
Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, ialah reduplikasi yang terjadi
bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks
dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi,
misalnya anak menjadi anak-anakan, hitam
menjadi kehitam-hitaman.
Reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya
gerak menjadi grak-gerik, serba menjadi serba-
serbi dan sebagainya.
Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua
morfem untuk menghasilkan satu kata.
5. produktivitas dalam proses Morfemis adalah dapat
tidaknya proses pembentukankata itu, terutama
188
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan
berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas;
artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru
dengan proses tersebut.
189
KUNCI JAWABAN BAB V
6. Jelaskan fungsi dan kategori sintaksis dalam
bahasa?
7. Buatah lima kalimat disertakan dengan penjelasan
unsur-unsurnya?
8. Jelaskan unsur-unsur pada kalimat berikut :
a. andi bermain bola
b. dia belajar bahasa
c. petugas KPK datang tadi pagi
d. polisi menahan pencuri sepeda motor
e. kemarin pagi polisi menembak perampok
motor
9. Klausa dibedakan menjadi klausa nomina, klausa
verba. Klausa adjektifal, klausa preposisional, dan
klausa numeral. Jelaskan kelima jenis klausa
tersebut dan berikan contohnya.?
10. Jelaskan peran semantis dalam sintaksis?
Jawab
1. Fungsi sintaksis: subjek, predikat, objek,
keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel).
Kategori sintaksis : seluruh kelas kata yang ada di
dalam bahasa Indonesia (nomina, verba, adjektiva,
numeralia, adverbia dll).
2. Guru bahasa Indonesia yang baik itu membaca
buku.
S P O
190
Bu Rini adalah Guru bahasa Indonesia yang baik.
S P
Dosen itu membaca buku Bahasa Indonesia
S P O
Hakim membacakan vonis hukuman
S P O
Indonesia berlandaskan pancasila dan UUD
1945.
S P Pel
4. Jenis Klausa
a. Klausa nominal adalah klausa yang
predikatnya berkategori nomina contohnya
191
ibunya orang Jawa. Ibunya sebagai subjek,
sedangkan orang Jawa sebagai predikat.
b. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verba. Contohnya ibu (subjek)
membaca (predikat) buku (objek). Klausa
seperti ini yang predikatnya berupa verba
transitif (kata kerja aktif).
c. Klausa adjektival ialah klausa yang
predikatnya berkategori berupa adjektiva (kata
sifat). Misalnya kakakku yang tua masih cantik
(kakakku yang tua sebagai subjek, masih cantik
sebagai predikat).
d. Klausa preposisional ialah klausa yang
predikatnya berkategori preposisi. Misalnya,
saya ke kampus ( sayasebagai subjek, ke
kampus sebagai predikat yang berkategori
preposisi).
e. Klausa numeral ialah klausa yang predikatnya
berkategori numeralia. Misalnya anaknya dua
orang (anaknya sebagai subjek, dua orang
sebagai predikat yang berkategori numeralia).
5. Peran semantis dalam sintaksis merupakan
partisipan yang dinyatakan oleh nomina atau frasa
nominal. Peran semantis dalam unsur-unsur
kalimat terdiri dari pelaku, sasaran, pengalam,
peruntung, alat, tempat, waktu, atribut, dan hasil.
192
KUNCI JAWABAN BAB VI
Jawab
1. Semantik adalah salah satu kajian ilmu yang
mempelajari tentang arti bahasa atau arti kata.
Sebagai objek dari tataran linguistik semantik
berada diseluruh atau disemua tatatran yang
bangun membangun, makna berada di tataran
Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis
2. Makna Leksikal :
Kalimat : dirumah kosong itu banyak tikusnya
Tikus : Hewan
Makna Gramatikal :
Berkendara, Kebarat-baratan berbeda dengan arti
kata Barat. Kata meja dan hijau ketika bergabung
menjadi bentukan baru meja hijau. kata tangan dan
kanan menjadi tangan kanan.
Makna Donotatif :
Motor : Kendaraan
Tikus : Hewan
Makna Konotatif:
Kalimat: hujan di mata mu (Air Mata)
Makna Konseptual :
Buku : Jilidan kertas
Makna Asosiatif :
Bunglon : orang yang tidak berpendirian tetap
193
3. Honomin: dua kata yang memiliki bentuk, ucapan,
tulisannya sama tetapi berbeda makna, Contoh :
bisa,
Homofon: dua kata yang mempunyai kesamaan
bunyi tanpa memperhatikan keejaannya, dengan
makna yang berbeda. Contoh: bang
Homograf: dua kata yang memiliki ejaan sama,
tetapi ucapan dan maknanya beda. Contoh: apel
194
konsep yang sederhana sampai kini tetap
dipakai meskipun makna yang dikandungnya
telah berubah,
g. faktor perbedaan bidang pemakaian lingkungan,
seperti halnya yang terjadi pada kata-kata yang
menjadi pembendaharaan dalam bidang
kehidupan atau kegiatan tertentu juga dilakukan
dalam bidang kehidupan lain,
h. faktor pengaruh bahasa asing, perubahan
makna juga banyak disebabkan oleh pengaruh
bahasa asing yang berupa peminjaman makna,
i. faktor asosiasi, kata-kata yang digunakan di luar
bidang asalnya sering masih ada hubungannya
dengan makna kata tersebut pada bidang
asalnya,
j. faktor pertukaran tanggapan indera dalam
perubahan makna ini berhubungan dengan
indera manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah
dan kulit,
k. faktor perbedaan tanggapan pemakaian
bahasa, sejumlah kata yang digunakan oleh
pemakainya tidaklah mempunyai nilai sama,
l. Faktor penyingkatan, sejumlah ungkapan dalam
bahasa Indonesia sekalipun tidak diucapkan
secara tidak keseluruhan namun umumnya
masyarakat sudah memahami maksudnya.
5. Generalisasi (Perluasan) : kata-kata yang
maknanya mengalami pergeseran menjadi lebih
195
luas dibanding dengan makna sebelumnya. Contoh
: papan (Kayu menjadi Barang Kebutuhan).
Spesialisasi atau Penyempitan makna : proses
penyempitan makna kata. Contoh : Kata sarjana
dahulu bermakna cendekiawan atau orang pandai,
sekarang kata sarajan hanya diperuntukan oleh
orang yang sudah selesai studi S1, artinya
berkaitan dengan gelar kesarjanaan.
Ameliorasi (Amelioratif) : makna yang baru
dianggap lebih baik, lebih terhormat daripada
makna yang lama . Contoh : wanita kini dirasakan
oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia lebih
tinggi nilainya daripada kata perempuan.
Peyorasi (Peyoratif) : proses perubahan makna
kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada
makna semula. Contoh : Kata cerai dirasakan lebih
kasar daripada kata talak.
Sinestesia : perubahan makna kata akibat
pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda atau
bisa diartikan sebagai perubahan makna kata yang
timbul karena tanggapan dua indera yang berbeda.
Misalnya dalam kalimat Kata-katamu sungguh
pedas untuk didengar. Kata pedas seharusnya
ditanggapi oleh indra perasa dengan bibir atau
mulut tetapi justru ditanggapi oleh indra
pendengaran.
Asosiasi : perubahan makna kata
akibat persamaan sifat atau makna yang
196
dihubungkan dengan benda lain yang dianggap
mempunyai kesamaan sifat. Contoh : Ia memberi
amplop kepada petugas sehingga urusannya cepat
selesai
197
KUNCI JAWABAN BAB VII
Jawab:
1. Wacana merupakan padanan dari discourse.
Wacana merupakan satu kesatuan semantik, dan
bukan kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan
lantaran bentuknya (morfem, kata, klausa, atau
kalimat) tetapi kesatuan arti.
2. konteks dalam sebuah wacana merupakan ciri-ciri
alam diluar bahasa yang menumbuhkan makna
pada sebuah wacana. Konteks wacana dibentuk
dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara,
pendengar, waktu, tempat, adegan topik, peristiwa,
amanat, kode dan saluran.
3. Wacana Naratif
Wacana naratif merupakan tuturan yang
menceritakan atau menyajikan suatu hal atau
kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku.
Wacana Prosedural
Wacana prosedural merupakan wacana yang
melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak
boleh di bolak-balik unsurnya.
Wacana Hortatorik
Wacana hortatorik merupakan rangkaian tuturan
yang isinya bersifat ajakan atau nasihat.
Wacana Ekspositorik
198
Wacana ini merupakan wacana yang mempunyai
sifat memaparkan suatu pokok pikiran.
Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi merupakan wacana yang
memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu,
baik berdasarkan pengalaman maupun
pengetahuan penuturnya.
199
KUNCI JAWABAN BAB VIII
Jawab :
1. Masyarakat bahasa merupakan sekumpulan
manusia yang menggunakan sistem syarat bahasa
yang sama untuk berkomunikasi sesamanya.
Sementara menurut Corder, (2007:8) mengatakan
bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok
orang yang satu sama lain biasa saling mengerti
sewaktu mereka berbicara.
2. Variasi bahasa dibedakan berdasarkan empat
aspek yaitu:
a. Variasi bahasa dari segi penutur
Variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan
sudut pandang, kecirikhasan penutur. Secara
umum dibagi menjadi dua yaitu dialek dan
idealek. Dialek adalah ciri khas bahasa dimiliki
oleh sekelompok masyarakat. Idialek ciri khas
yang dimiliki oleh seseorang, idialek ini sifatnya
pribadi.
b. Variasi dari segi pemakaian.
Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian
ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan
untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya,
bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian,
200
pelayaran, perekonomian, perdagangan,
pendidikan, dan kegiatan keilmuan.
c. Variasi dari segi keformalan.
Berdasarkan tingkat keformalannya, dibagi
menjadi variasi bahasa dalam lima macam gaya
, yaitu ragam gaya beku (frozen), gaya atau
ragam resmi (formal),gaya atau ragam usaha
(konsultatif), gaya atau ragam santai (casual),
dan gaya atau ragam akrab (intimate).
d. Variasi dari segi sarana.
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi
sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis.
3. Kelebihan bahasa tulis
a. Mempunyai bukti otentik
b. Dasar hukum yang kuat
c. Dapat disajikan lebih matang atau bersih
d. Lebih sulit dimanipulasi
Kekurangan bahasa tulis :
a. Berlangsung lambat
b. Selalu memakai alat bantu
c. Kesalahan tidak dapat langsung diperbaiki
d. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh atau
mimik muka
Kelebihan bahasa lisan
a. Berlangsung cepat
b. Sering berlangsung tanpa alat bantu
c. Kesalahan dapat langsung diperbaiki
201
d. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan
mimik muka
Kekurangan bahasa lisan
a. Tidak mempunyai bukti otentik
b. Dasar hukumnya lemah
c. Sulit disajikan secara matang atau bersih
d. Mudah dimanipulasi
4. Frozen atau ragam beku adalah variasi bahasa
yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-
situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di
masjid, tata cara pengambilan sumpah; dan surat-
surat keputusan.
5. Dialek adalah ciri khas bahasa dimiliki oleh
sekelompok masyarakat. Idialek ciri khas yang
dimiliki oleh seseorang, idialek ini sifatnya pribadi.
Contoh dialek : Dialek Betawi, Dialek Sunda, Dialek
Jawa
Coontoh idialek : Idialek Soeharto, Idialek
Benyamin S, dll
202
BIODATA PENULIS
Dra. Sulistyawati, M.Hum. lahir di
kota Yogyakarta 25 September
1967. Anak pertama dari empat
bersaudara pasangan ayah R.
Subono (almarhum) dan Ibu Dra. Sri
Suharti Subono. Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SD
Negeri No. 28 Pontianak (1980) SMP Negeri I Pontianak
(1983), SMA Negeri 2 Pontianak (1986). Penulis sejak SD
mengikuti orang tuanya pindah ke kota Pontianak,
sehingga menyelesaikan pendidikan di Universitas
Tanjung Pura Pontianak dan mendapat gelar (Dra) tahun
1991. Setelah itu penulis menempuh pendidikan S-2
Bidang Linguistik Fakultas Ilmu Budaya di Universitas
Indonesia tahun 2000 dan saat ini sedang menyelesaikan
pendidikan Doktor (S-3) di Universitas Negeri Jakarta.
Penulis pernah menjadi dosen di Universitas
Tanjungpura Pontianak dan sejak tahun 2006 hingga
sekarang mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka
Jakarta.
Karya ilmiah yang sudah dipublikasikan antara lain
Analisis Kesalahan Berbahasa pada Majalah Mimbar
Untan (1991), Pemertahanan Bahasa Khek oleh
Komunitas China Hakka di Singkawang Kalimantan Barat
203
(2000), Bahasa Anak Usia Dini Cerminan Kemampuan
Bernalar (2002), Kesantunan Berbahasa Mahasiswa di
Uhamka (2005), Autisme dan Kemampuan Berbahasa
Menggunakan Teknik ABA (Jurnal Stilistika Tahun I, No.1
tahun 2010), serta beberapa tulisan yang belum sempat
dipublikasikan. Belakangan ini penulis sering menjadi
pembicara dalam pelatihan dan seminar-seminar para
guru di Jabodetabek.
204
ABDUL RAHMAN JUPRI lahir di
Jakarta, 7 Oktober 1988. Setelah
lulus dari SD Negeri 02 Petang
Jakarta, ia melanjutkan sekolah di
SMP N 121 Jakarta dan SMA N 72
Jakarta. Memperoleh gelar
magister pendidikan bahasa dari
Universitas Muhammadiyah Prof.
DR. HAMKA (UHAMKA).Saat ini
sebagai pengajar di Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) dalam
mata kuliah Bahasa Indonesia, Teori Belajar Bahasa,
Wacana, Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing
(BIPA),Kajian Puisi, dan Kajian dan Pementasan Drama.
Selain itu menjadi pembicara diberbagai seminar dan
workshop kebahasaan. Menjadi Ketua Lembaga Seni dan
Olahraga (LSBO) PDM Jakarta Timur.
Beberapa tulisannya pernah dimuat di jurnal Stilitiska
diantaranya Konflik Batin Tokoh Pada Novel Bumi Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy (2012), Kesantunan
Berbahasa Tokoh Utama Film 99 Cahaya di Langit Eropa
(2015). Selain itu ia juga pernah menerbitkan buku Teori
Belajar Bahasa (2013).
205
_Cover Belakang_
Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa, linguistik menjadi
pelajaran wajib dalam pembelajaran kajian kebahasaan.
Linguistik merupakan salah satu cabang ilmu yang khusus
mengkaji segala aspek yang berkenaan dengan
kebahasaan. Mempelajari linguistik berarti membuka
gerbang pertama menuju berbagai pintu masuk pada
kajian kebahasaan dan ilmu-ilmu lainnya. Buku ini
merupakan sebuah rancangan awal untuk membantu
mempermudah proses pembelajaran mata kuliah linguistik
umum dan sekaligus sebagai wahana membuka horizon
dunia linguistik.
Buku ini secara lengkap membahas linguistik mulai dari
hakikat linguistik dan hakikat bahasa, dasar-dasar
fonologi, dasar-dasar morfologi, dasar-dasar sintaksis,
hakikat semantik, dan dasar-dasar wacana, serta
masyarakat bahasa.
Buku ini dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa
jurusan bahasa baik di lembaga pendidikan atau siapa
saja yang bermaksud hendak memahami ilmu
kebahasaan khususnya kajian linguistik umum. Pengguna
buku ini :(1) mahasiswa program studi S1 bidang
kebahasaan, (2) guru atau pengajar bahasa.
206