AUDITOR FORENSIK
(LSPAF)
Audit Forensik
dan
LSPAF
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
PENDAHULUAN 1
AUDIT FORENSIK 3
1. Pengertian Audit Forensik 3
2. Perbedaan antara Audit Investigasi dengan Audit Forensik 3
3. Fraud atau Kecurangan 3
4. Kenapa Seseorang Melakukan Fraud...? 4
5. Dampak Fraud 6
6. Pelaku Fraud 7
LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI AUDITOR FORENSIK 9
1. Pendirian LSPAF 9
a. Pendiri LSPAF 9
b. Visi LSPAF 9
c. Lisensi LSPAF 9
d. BNSP dan Lembaga Sertifikasi Profesi 9
e. Jumlah Auditor Forensik Bersertifikat 10
2. Paket Sertifikasi Kompetensi Bidang Audit Forensik dan Persyaratan
Pemohon. 11
a. Paket Sertifikasi 11
b. Persyaratan Pemohon 11
1). Sertifikasi Sekaligus 27 Unit Kompetensi. 11
2). Sertifikasi per Klaster. 11
3. Proses Asesmen 13
4. Hak Peserta Sertifikasi. 14
a. Peserta Sertifikasi Pola Uji Kompetensi sekaligus 27 Unit Kompetensi 14
b. Peserta Sertifikasi Pola Per Klaster 15
5. Hubungan LSPAF dengan Lembaga Pengelenggara Pendidikan dan
Pelatihan. 15
6. Level Kompetensi CFrA dalam SKKNI 16
7. Manfaat Kompetensi Bidang Audit Forensik 16
a. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud 16
b. Audit Forensik dan Penghitungan Kerugian 16
c. Penelusuran Aset: 17
d. Pemberian Pernyataan Secara Keahlian: 17
PENUTUP 18
Referensi/Rujukan 19
ii
iii
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
Pendahuluan
2
Kualifikasi Profesi auditor forensik menurut SKKNI dikelompokkan
dalam Jabatan Ahli Level VII.
Dalam kaitan fakta di atas, audit forensik relevan untuk diketahui dan
dipahami kita bersama sebagai salah satu disiplin atau tool untuk
mencegah, mendeteksi dan mengungkap fraud serta dampaknya.
Dengan demikian, hal tersebut merupakan tantangan bagi profesi auditor
forensik untuk dapat memberikan jawaban dan kontribusi terhadap
program penanggulangan fraud secara efisien dan efektif.
Pendahuluan
3
AUDIT FORENSIK
Audit Forensik
4
SKKNI Bidang Audit Forensik merumuskan “fraud sebagai perbuatan
yang disengaja atau diniatkan untuk menghilangkan uang atau harta
seseorang dengan cara penipuan, akal bulus, atau cara lain yang tidak
fair”.
Sumber lain, Jones dan Bates 1990 mengemukakan bahwa “Fraud terjadi
dimana seseorang memperoleh kekayaan atau keuntungan keuangan
melalui kecurangan atau penipuan. Kecurangan semacam ini
menunjukkan adanya keinginan yang disengaja”.
Association of Certificate Fraud Examiner (ACFE) membagi fraud lebih
rinci yaitu, Asset Misappropriation, Corruption, dan Fraudelent in Financal
Reporting. Dua yang pertama kadangkala dikelompokkan sebagai
Occupational Fraud, terkait dengan penyalahgunaan jabatan untuk
memperkaya diri dengan cara menyalahgunakan sumberdaya atau aset
organisasi yang dipercayakan kepadanya. Sedang yang ke tiga
dikelompokkan sebagai Fraud Committed on behalf of an organization
yang dilakukan top management dengan cara merekayasa laporan
keuangan agar tampak mengesankan (window dressing).
Secara singkat fraud atau kecurangan adalah tindakan mengambil
sesuatu yg berharga atau bernilai yang bukan milik atau haknya dengan
cara ilegal atau tidak fair.
4. Kenapa Seseorang Melakukan Fraud...?
Fraud itu adalah tindakan ilegal yang mengakibatkan seseorang
berurusan dengan proses tindakan melawan hukum dan dengan sanksi
ancaman hukuman penjara kurungan badan hingga hukuman mati dan
penyitaan aset dari hasil tindakan fraud (UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TPK). Namun
demikian, sanksi tersebut nampaknya tidak efektif, tidak menimbulkan
efek jera bagi pelaku fraud.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) baik yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun aparat penegak hukum lainnya
tetap berlangsung.
William T. Tornhill dalam bukunya Accounting Forensic mengemukakan
teori bahwa semua orang memiliki derajat kesempatan untuk komit
terhadap fraud. Kesempatan (opportunity) muncul karena:
(1) tingkat aksesbilitas,
(2) kapabiliti identifikasi risiko dan eksplorasi terhadapnya, serta
(3) waktu untuk merencanakan dan melaksanakan fraud.
Audit Forensik
5
Berikut digambarkan bahwa 75% dari manusia cenderung akan
melakukan fraud, dan hanya 25% yang tergolong jujur, dalam ilustrasi
tampak sebagai berikut:
A B
C B
Audit Forensik
6
Hasil study ACFE tahun 2016 atas 2.410 kasus fraud yang meliputi 114
negara termasuk di Indonesia (42 kasus fraud), kelemahan utama dalam
organisasi yang sangat dominan adalah:
a lack of internal controls, which was cited in 29.3% of cases,
an override of existing internal controls, which contributed to just over
20% of cases.
5. Dampak Fraud
Berikut ilustrasi dampak fraud hasil study ACFE tahun 2016, tampak
berikut:
Audit Forensik
9
1. Pendirian LSPAF
a. Pendiri LSPAF
Prihatin dengan perkembangan meningkatnya fraud khususnya di
Indonesia, pada tahun 2008 Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Agung
RI mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Audit Forensik dengan Akte
Notaris Risbert, SH., MH. No. 28 tgl 27 November 2008.
b. Visi LSPAF
Visi LSPAF adalah “Menjadi lembaga terpercaya dan diakui di tingkat
Nasional/Internasional di bidang sertifikasi kompetensi auditor
forensik”.
c. Lisensi LSPAF
LSPAF sebagai lembaga sertifikasi profesi, pada 15 Mei 2012 telah
memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bidang audit forensik,
dengan nomor lisensi: BNSP-LSP-082-ID, yang telah diperpanjang
pada 5 November 2015 untuk masa berlaku 3 tahun berikutnya.
d. BNSP dan Lembaga Sertifikasi Profesi
BNSP merupakan lembaga independen dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang merupakan amanat dalam UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 18 angka 5).
yang bertanggunjawab kepada Presiden (pasal 2 huruf (a)). BNSP
melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja (pasal 3), dan dapat
memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi yang
memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi
kerja (pasal 4 angka (1)).
Di bawah ini adalah Sertifikat Lisensi dari BNSP untuk LSPAF:
Dengan penjelasan:
- Pemohon sertifikasi mengisi form Data Peserta (APL–01)
- Pemohon mengisi form Self Assessment (APL-02) yang dilampiri
dokumen kelengkapan persyaratan sertifikasi kompetensi (portofolio).
- Calon Assessor meneliti, verifikasi dan evaluasi APL-01 dan APL-02
beserta daftar portofolionya dan melakukan klarifikasi, komunikasi
serta pelayanan konsultasi kepada calon peserta sertifikasi
kompetensi.
- Berdasar hasil verifikasi dan evaluasi APL-01 dan APL-02 beserta
portofolionya, calon assessor merencanakan metode Uji Kompetensi
(UJK) serta menyusun perangkat UJK-nya.
- Pelaksanaan Uji Kompetensi.
Penutup
19
Referensi/Rujukan
Ω
Referensi/Rujukan