Anda di halaman 1dari 25

LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI

AUDITOR FORENSIK
(LSPAF)

Audit Forensik
dan
LSPAF

Gedung Barat BPKP Lantai 4, Jl. Pramuka No. 33 Jakarta Timur


Telp 021-85910910
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
PENDAHULUAN 1
AUDIT FORENSIK 3
1. Pengertian Audit Forensik 3
2. Perbedaan antara Audit Investigasi dengan Audit Forensik 3
3. Fraud atau Kecurangan 3
4. Kenapa Seseorang Melakukan Fraud...? 4
5. Dampak Fraud 6
6. Pelaku Fraud 7
LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI AUDITOR FORENSIK 9
1. Pendirian LSPAF 9
a. Pendiri LSPAF 9
b. Visi LSPAF 9
c. Lisensi LSPAF 9
d. BNSP dan Lembaga Sertifikasi Profesi 9
e. Jumlah Auditor Forensik Bersertifikat 10
2. Paket Sertifikasi Kompetensi Bidang Audit Forensik dan Persyaratan
Pemohon. 11
a. Paket Sertifikasi 11
b. Persyaratan Pemohon 11
1). Sertifikasi Sekaligus 27 Unit Kompetensi. 11
2). Sertifikasi per Klaster. 11
3. Proses Asesmen 13
4. Hak Peserta Sertifikasi. 14
a. Peserta Sertifikasi Pola Uji Kompetensi sekaligus 27 Unit Kompetensi 14
b. Peserta Sertifikasi Pola Per Klaster 15
5. Hubungan LSPAF dengan Lembaga Pengelenggara Pendidikan dan
Pelatihan. 15
6. Level Kompetensi CFrA dalam SKKNI 16
7. Manfaat Kompetensi Bidang Audit Forensik 16
a. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud 16
b. Audit Forensik dan Penghitungan Kerugian 16
c. Penelusuran Aset: 17
d. Pemberian Pernyataan Secara Keahlian: 17
PENUTUP 18
Referensi/Rujukan 19
ii
iii

KATA PENGANTAR

Buku Audit Forensik dan Lembaga Sertifikasi Profesi


Auditor Forensil ini, dimaksudkan untuk memberikan informasi
secara singkat namun diharapkan cukup lengkap mengenai
audit forensik, sertifikasi kompetensi bidang audit forensik dan
lembaga sertifikasi profesi auditor forensik serta hal-hal lain
yang terkait dengan kompetensi dan profesi auditor forensik.
Informasi tersebut khususnya ditujukan kepada institusi
pengguna dan mereka yang memerlukan kompetensi serta
sertifikasi kompetensi bidang audit forensik.
Semoga informasi ringkas ini dapat memenuhi harapan
kebutuhan para pihak yang berkepentingan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan perhatian dan dukungannya dalam
pengembangan profesi auditor forensik.
Jakarta, 27 September 2017
Ketua
Lembaga Sertifikasi Profesi
Auditor Forensik

Drs. Ubaedi, Ak., CA., CFrA


iv
1
AUDIT FORENSIK
DAN
LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI AUDITOR FORENSIK
(LPFA)

PENDAHULUAN

Mulai awal tahun 1990, forensic accounting & auditing diperkenalkan


dan pada dekade terakhir ini beberapa institusi pendidikan tinggi
menyelenggarakan program studi forensic accounting dan auditing
menjadi subdisiplin cabang dari accounting & auditing. Dalam praktek di
lapangan, penyebutan audit forensik seringkali dipertukarkan dengan
fraud audit dan investigative audit.

Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan jumlah, cakupan dan


modus serta tehnik fraud baik yang terjadi di sektor publik maupun privat,
mendorong forensik auditing menjadi kompetensi dan profesi yang
berkembang pesat, sehingga profesi auditor forensik menjadi profesi
yang banyak diperlukan.

Mensikapi perkembangan kasus fraud dan audit forensik, baik


sebagai kompetensi kerja maupun profesi, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi pada tahun 2009 dalam rangka memenuhi hak pekerja
atas pengakuan kompetensi kerjanya yang diatur dalam pasal 18 angka
1 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menerbitkan SK
Nomor: Kep. 46/Men/II/2009 tanggal 27 Februari 2009 tentang Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Audit Forensik

Tugas Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sesuai dengan PP


Nomor 23 Tahun 2004 tentang BNSP, adalah melaksanakan sertifikasi
dan menerbitkan sertifikat kompetensi kerja. Diantaranya sertifikasi
kompetensi auditor forensik bagi mereka yang memenuhi syarat
kompetensi berdasar SKKNI Bidang Audit Forensik.

Pendahuluan
2
Kualifikasi Profesi auditor forensik menurut SKKNI dikelompokkan
dalam Jabatan Ahli Level VII.

Sekalipun perangkat peraturan dan instansi penegak hukum sudah


dibangun memadai dan penegakan hukum telah dilaksanakan, namun
fakta menunjukkan bahwa kasus fraud semakin meningkat, khususnya
di Indonesia.

Sebagai ilustrasi, pada bulan Agustus 2017 terdapat 4 kasus terjerat


Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) atas kasus suap. Pelaku kasus di atas, terdiri dari Bupati,
Walikota,Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan
Direktur Jenderal pada Kementerian Perhubungan. Selanjutnya, pada
minggu pertama September 2017 dan Oktober 2017 masing-masing
telah tertangkap tangan lagi salah satu Walikota di Provinsi Banten dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI.Nilai fraud dari kasus OTT di atas
bervariasi dari ratusan juta sampai puluhan milyar rupiah.

Dalam kaitan fakta di atas, audit forensik relevan untuk diketahui dan
dipahami kita bersama sebagai salah satu disiplin atau tool untuk
mencegah, mendeteksi dan mengungkap fraud serta dampaknya.
Dengan demikian, hal tersebut merupakan tantangan bagi profesi auditor
forensik untuk dapat memberikan jawaban dan kontribusi terhadap
program penanggulangan fraud secara efisien dan efektif.

Pendahuluan
3
AUDIT FORENSIK

1. Pengertian Audit Forensik


Audit Forensik adalah suatu metodologi dan pendekatan khusus dalam
menelisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk
membuktikan ada atau tidaknya fraud yang dapat digunakan dalam
proses litigasi (SKKNI Bidang Audit Forensik 2012).
Rumusan lain yang disampaikan Singleton/Bologna/Lindquist sebagai
berikut: “Forensic accounting refers to the comprehensive view of fraud
investigation. It includes:
 The audit of accounting records to prove or disprove a fraud.
 The interview process of all related parties to a fraud.
 The act of serving as an expert witness.
Dengan demikian, fokus area audit forensik adalah kasus fraud dengan
tujuan membuktikan ada atau tidak adanya fraud yang dilakukan dalam
rangka membantu proses litigasi.
2. Perbedaan antara Audit Investigasi dengan Audit Forensik
Hakekatnya tidak banyak perbedaan antara forensik auditing dan
investigative auditing sebagaimana dikemukakan William T. Thornhill,
“Forensic and investigative accounting is the application of financial skills
and as investigative mentality to unresolved issues”.
G.Jack Bologna dan Robert J. Lindquist merumuskan “Investigative
auditing involve reviewing financial documentation for specific purpose,
which could related to litigation support and insurance claims, as well as
criminal matters”.
Perbedaan yang ada tampaknya dalam fokus area audit. Audit Forensik
fokus menelisik kecurangan (fraud) untuk membuktikan ada atau tidaknya
fraud yang dapat digunakan dalam proses litigasi. Sedangkan Audit
Investigasi tidak selalu related to litigation support and insurance claims,
as well as criminal matters, tetapi dalam praktek, juga dilakukan untuk
tujuan dan kasus di luar itu, seperti due deligent dalam kepentingan
akusisi suatu bisnis.
3. Fraud atau Kecurangan
Fraud (curang) seperti yang dimuat Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah perbuatan tidak jujur; tidak lurus hati; tidak adil; mencurangi
dan berbuat curang terhadap seseorang.

Audit Forensik
4
SKKNI Bidang Audit Forensik merumuskan “fraud sebagai perbuatan
yang disengaja atau diniatkan untuk menghilangkan uang atau harta
seseorang dengan cara penipuan, akal bulus, atau cara lain yang tidak
fair”.
Sumber lain, Jones dan Bates 1990 mengemukakan bahwa “Fraud terjadi
dimana seseorang memperoleh kekayaan atau keuntungan keuangan
melalui kecurangan atau penipuan. Kecurangan semacam ini
menunjukkan adanya keinginan yang disengaja”.
Association of Certificate Fraud Examiner (ACFE) membagi fraud lebih
rinci yaitu, Asset Misappropriation, Corruption, dan Fraudelent in Financal
Reporting. Dua yang pertama kadangkala dikelompokkan sebagai
Occupational Fraud, terkait dengan penyalahgunaan jabatan untuk
memperkaya diri dengan cara menyalahgunakan sumberdaya atau aset
organisasi yang dipercayakan kepadanya. Sedang yang ke tiga
dikelompokkan sebagai Fraud Committed on behalf of an organization
yang dilakukan top management dengan cara merekayasa laporan
keuangan agar tampak mengesankan (window dressing).
Secara singkat fraud atau kecurangan adalah tindakan mengambil
sesuatu yg berharga atau bernilai yang bukan milik atau haknya dengan
cara ilegal atau tidak fair.
4. Kenapa Seseorang Melakukan Fraud...?
Fraud itu adalah tindakan ilegal yang mengakibatkan seseorang
berurusan dengan proses tindakan melawan hukum dan dengan sanksi
ancaman hukuman penjara kurungan badan hingga hukuman mati dan
penyitaan aset dari hasil tindakan fraud (UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TPK). Namun
demikian, sanksi tersebut nampaknya tidak efektif, tidak menimbulkan
efek jera bagi pelaku fraud.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) baik yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun aparat penegak hukum lainnya
tetap berlangsung.
William T. Tornhill dalam bukunya Accounting Forensic mengemukakan
teori bahwa semua orang memiliki derajat kesempatan untuk komit
terhadap fraud. Kesempatan (opportunity) muncul karena:
(1) tingkat aksesbilitas,
(2) kapabiliti identifikasi risiko dan eksplorasi terhadapnya, serta
(3) waktu untuk merencanakan dan melaksanakan fraud.
Audit Forensik
5
Berikut digambarkan bahwa 75% dari manusia cenderung akan
melakukan fraud, dan hanya 25% yang tergolong jujur, dalam ilustrasi
tampak sebagai berikut:

A B

C B

Dengan penjelasan sebagai berikut:


 Individual in A will steal whenever they can (25%).
 These in B will steal when ever they think it is possible get away with
it (50%).
 Those in C will not steal (25%).
Terdapat teori klasik tentang teori fraud namun masih relevan dengan
kondisi sekarang. Salah satunya adalah yang dikemukakan Donald
Cressey tahun 1953, yang dikenal dengan teori fraud trianggle.

Pressures, keadaan yang dihadapi seseorang yang dapat menjadi pemicu


untuk melakukan fraud atau respon yg bermasalah. Opportunity,
kesempatan yang dapat terjadikarena (i) kelemahan pengendalian, dan
(ii) kedudukan seorang. Rasionalization, terjadi saat seseorang men-
justifkasi atau membangun pembenaran atas fraud yang dilakukannya
Teori lainnya, GONE (Greed, Opportunity, Need, and Exposure).
Exposure terkait dengan lemahnya sanksi yang dikenakan kepada pelaku
fraud sehingga tidak meninggal efek jera.

Audit Forensik
6
Hasil study ACFE tahun 2016 atas 2.410 kasus fraud yang meliputi 114
negara termasuk di Indonesia (42 kasus fraud), kelemahan utama dalam
organisasi yang sangat dominan adalah:
 a lack of internal controls, which was cited in 29.3% of cases,
 an override of existing internal controls, which contributed to just over
20% of cases.
5. Dampak Fraud
Berikut ilustrasi dampak fraud hasil study ACFE tahun 2016, tampak
berikut:

Hasil studi ACFE tersebut menunjukkan kerugian dari fraud meliputi 5%


dari annual revenue. Secara kuantitatif lebih dari $US 6.3 milyar.
Diantaranya 29% dari jumlah kasus tersebut menimbulkan kerugian
setidaknya $US 1 juta/ kasus.
Dampak kerugian keuangan dari fraud di Indonesia sangat sulit untuk
diperoleh. Konon Prof. Sumitro Djojohadikusumo pernah mengatakan
bahwa kebocoran APBN sekitar 30% dari anggaran. Sebagai
ilustrasi,kasus pengadaan E-KTP, BPK RI berdasar hasil
pemeriksaannya, menyimpulkan kerugian keuangan negara pada proyek
E-KTP Tahun 2011-2013 meliputi Rp 2,3 triliun (atau 39%) dari nilai
proyek Rp 5,9 triliun. (Tempo, 19 Maret 2017 halaman 30).
ADB and OECD, 1999 merumuskan dampak dari tindakan fraud adalah:
Audit Forensik
7
 Corruption erodes confidence in political institution and endangers
public sector reforms;
 Distorts the allocation of resources and undermines competition in
the market place;
 Empirical evidence demonstrated that corruption has a devastating
effect on investment, growth and development.
UNITED NATION, The cost of corruption is poverty, human suffering and
under development. Every one pays.
Disimpulkan bahwa fraud sangat merugikan kehidupan bangsa dan rakyat
atau pihak lain dalam organisasi yang bersangkutan termasuk bagi
mereka yang sekalipun tidak melakukan fraud/korupsi.
6. Pelaku Fraud
Pelaku fraud bisa individu ataupun atas nama organisasi, dari level
pegawai rendahan (employee), manager sampai kepada level eksekutif
atau pimpinan organisasi.Tindakan fraud bisa dilakukan satu orang atau
lebih, baik pegawai internal organisasi ataupun kerjasama dengan
individu eksternal organisasi.
Jenis fraud dan jumlah nilai fraud memiliki korelasi dengan status pelaku
fraud sebagaimana ditunjukkan hasil study ACFE di bawah ini:

Hasil studi ACFE tersebut menunjukkan bahwa fraud dalam bentuk


laporan keuangan menimbulkan median loss hampir 8 kali lipat
dibandingkan kerugian akibat fraud dalam bentuk pencurian aset atau
hampir 5 kali lipat dampak fraud dalam bentuk korupsi.
Audit Forensik
8
Kerugian akibat fraud yang dilakukan pemilik atau eksekutif suatu
organisasi/institusi lebih dari 10 kali lipat kerugian fraud yang dilakukan
pegawai (employee) atau 4 kali lebih besar daripada kerugian fraud yang
dilakukan manager.
Untuk di Indonesia, pelaku fraud meliputi pegawai rendahan sampai pada
pimpinan puncak suatu organisasi/instansi, Di penyelenggara negara,
pelaku berasal dari kalangan eksekutif, legislatif dan juga yudikatif. Jika di
lihat dari asal organisasi partai politik pelaku fraud, tampaknya tidak ada
partai politik yang pengurus dan/atau anggotanya tidak terkait fraud
sebagaimana hasil survey KPK Watch tahun 2014 berikut:

Audit Forensik
9

LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI


AUDITOR FORENSIK
(LSPAF)

1. Pendirian LSPAF
a. Pendiri LSPAF
Prihatin dengan perkembangan meningkatnya fraud khususnya di
Indonesia, pada tahun 2008 Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Agung
RI mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Audit Forensik dengan Akte
Notaris Risbert, SH., MH. No. 28 tgl 27 November 2008.
b. Visi LSPAF
Visi LSPAF adalah “Menjadi lembaga terpercaya dan diakui di tingkat
Nasional/Internasional di bidang sertifikasi kompetensi auditor
forensik”.
c. Lisensi LSPAF
LSPAF sebagai lembaga sertifikasi profesi, pada 15 Mei 2012 telah
memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bidang audit forensik,
dengan nomor lisensi: BNSP-LSP-082-ID, yang telah diperpanjang
pada 5 November 2015 untuk masa berlaku 3 tahun berikutnya.
d. BNSP dan Lembaga Sertifikasi Profesi
BNSP merupakan lembaga independen dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 yang merupakan amanat dalam UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 18 angka 5).
yang bertanggunjawab kepada Presiden (pasal 2 huruf (a)). BNSP
melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja (pasal 3), dan dapat
memberikan lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi yang
memenuhi persyaratan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi
kerja (pasal 4 angka (1)).
Di bawah ini adalah Sertifikat Lisensi dari BNSP untuk LSPAF:

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


10

e. Jumlah Auditor Forensik Bersertifikat


Auditor Forensik Bersertifikat atau Certified Forensic Auditor (CFrA)
yang telah dihasilkan LSPAF sampai dengan September 2017
sebanyak 684 orang.
Auditor Forensik Bersertifikat tersebut berasal dari Lembaga Tinggi
Negara, Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, Perusahaan
Swasta, Industri Bank & Asuransi, Perguruan Tinggi, Lembaga
Pendidikan & Pelatihan, Lembaga Profesi dan Perseorangan.
Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)
11

2. Paket Sertifikasi Kompetensi Bidang Audit Forensik dan


Persyaratan Pemohon.
a. Paket Sertifikasi
Kompetensi bidang Audit Forensik sebanyak 27 Unit Kompetensi yang
meliputi 94 Elemen Kompetensi dan 332 Kriteria Unjuk Kerja, dengan
paket sertifikasi kompetensi adalah sebagai berikut:
KRITERIA
UNIT ELEMEN
KLASTER UNJUK
NO. KOMPETENSI KOMPETENSI
KINERJA
1. Pencegahan dan
6 22 76
Pendeteksian Kecurangan
2. Pelaksanaan Audit Forensik
dan Penghitungan Kerugian 12 38 136
Keuangan
3. Pemberian Keterangan Ahli
9 34 120
dan Penelusuran Aset
Jumlah Seluruhnya 27 94 332
b. Persyaratan Pemohon
Sertifikasi kompetensi dapat dilakukan dengan 2 (dua) pola, yaitu:
1). Sertifikasi Sekaligus 27 Unit Kompetensi.
Persyaratan bagi pemohon sertifikasi kompetensi sebagai berikut:
a. Berijazah sekurang-kurangnya S1 atau D4.
b. Memiliki sertifikat pelatihan teknik-teknik audit.
c. Memiliki sertifikat pelatihan audit forensik
d. Berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam
bidang Audit Keuangan, atau Audit Operasional, atau
Penyelidikan/Penyidikan Kasus Korupsi, atau Pendeteksian dan
Pencegahan Fraud.
2). Sertifikasi per Klaster.
a). Klaster Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Klaster Pencegahan dan Pendeteksian Fraud dengan
persyaratan bagi pemohon sertifikasi sebagai berikut:

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


12

a). Berijazah sekurang-kurangnya S1 atau D4.


b). Bagi peserta yang berijazah S1 atau D4 program studi atau
jurusan non akuntansi, memiliki sertifikat pelatihan teknis
terkait dengan audit yang minimal meliputi:
- Akuntansi
- Sistem Pengendalian Intern
- Auditing
- Pengantar Ilmu Hukum
c). Bagi pemohon dengan status mahasiswa S1 atau D4
Program Studi/Jurusan Akuntasi semester terakhir dengan
menunjukkan transkrip dan keterangan tertulis dari pejabat
berwenang pada perguruan tinggi yang bersangkutan
dikecualikan dari pemenuhan syarat sertifikasi pada butir a).
dan b). di atas.
d). Memiliki sertifikat pelatihan pencegahan dan pendeteksian
fraud.
b). Klaster Pelaksanaan Audit Forensik dan Penghitungan
Kerugian Keuangan.
Untuk Klaster Pelaksanaan Audit Forensik dan Penghitungan
Kerugian Keuangan, dengan persyaratan sebagai berikut:
 Berijazah sekurang-kurangnya S1 atau D4.
 Memiliki sertifikat pelatihan teknis terkait dengan audit.
 Memiliki sertifikat Pelatihan Pelaksanaan Audit Forensik dan
Audit Penghitungan Kerugian Keuangan.
 Berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
dalam bidang Audit Keuangan, atau Audit Operasional, atau
Penyelidikan/Penyidikan Kasus Korupsi, atau Pendeteksian
dan Pencegahan Fraud.
c). Klaster Pemberian Pernyataan Secara Keahlian dan
Penelusuran Aset.
Untuk Klaster Pemberian Pernyataan Secara Keahlian dan
Penelusuran Aset, degan persyaratan sebagai berikut:

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


13

 Bersetifikat kompetensi Klaster Pencegahan dan


Pendeteksian Fraud serta Klaster Pelaksanaan Audit
Forensik dan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan yang
masih berlaku.
 Memiliki sertifikat pelatihan Penelusuran aset dan pemberian
keterangan ahli.
3. Proses Asesmen
Proses asesmen kompetensi bidang audit forensik dapat digambarkan
sebagai berikut:

Dengan penjelasan:
- Pemohon sertifikasi mengisi form Data Peserta (APL–01)
- Pemohon mengisi form Self Assessment (APL-02) yang dilampiri
dokumen kelengkapan persyaratan sertifikasi kompetensi (portofolio).
- Calon Assessor meneliti, verifikasi dan evaluasi APL-01 dan APL-02
beserta daftar portofolionya dan melakukan klarifikasi, komunikasi
serta pelayanan konsultasi kepada calon peserta sertifikasi
kompetensi.
- Berdasar hasil verifikasi dan evaluasi APL-01 dan APL-02 beserta
portofolionya, calon assessor merencanakan metode Uji Kompetensi
(UJK) serta menyusun perangkat UJK-nya.
- Pelaksanaan Uji Kompetensi.

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


14

- Pemeriksaan hasil Uji Kompetensi dan rekomendasi assessor atas


hasil Uji Kompetensi disampaikan kepada Ketua LSPAF..
- Rapat Komisi Kelulusan yang memutuskan peserta sertifikasi
kompetensi kompeten atau belum kompeten.
- Ketua LSPAF menerbitkan sertifikat sesuai dengan hasil capaian
sertifikasi yang diikuti peserta.
4. Hak Peserta Sertifikasi.
a. Peserta Sertifikasi Pola Uji Kompetensi sekaligus 27 Unit
Kompetensi
Untuk peserta sertifikasi Pola Uji Kompetensi sekaligus 27 unit
kompetensi sebagai berikut:
1) Peserta yang dinyatakan kompeten dalam asesmen pada seluruh
unit kompetensi akan diberikan sertifikat kompetensi (certificate of
competence) Auditor Forensik dengan menyandang gelar profesi
Certified Forensic Auditor (CFrA).
2) Peserta yang kompeten pada beberapa unit kompetensi (bukan
seluruh unit kompetensi) maka akan diterbitkan surat keterangan
(skill passport) untuk unit-unit yang dinyatakan kompeten dan harus
mengikuti uji kompetensi ulang pada unit kompetensi yang belum
kompeten.
3) Jangka waktu peserta untuk menyelesaikan seluruh unit
kompetensi adalah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal mengikuti
uji kompetensi tersebut pertama kali.
4) Peserta yang dalam jangka waktu dua tahun belum dinyatakan
kompeten untuk seluruh unit kompetensi dianggap gugur dan
diwajibkan mengikuti uji kompetensi ulang atas seluruh unit
kompetensi. Surat keterangan kompetensi (skill passport) yang
telah dimiliki dinyatakan tidak berlaku (expired).
5) Bagi peserta yang dalam jangka waktu dua tahun atau kurang dari
dua tahun sudah dinyatakan kompeten atas seluruh unit
kompetensi diberikan sertifikat kompetensi Auditor Forensik yang

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


15

berlaku 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya


sertifikat kompetensi tersebut.
b. Peserta Sertifikasi Pola Per Klaster
Bagi Peserta Sertifikasi dengan Pola Per Klaster diatur sebagai berikut
1) Peserta yang dinyatakan kompeten dalam asesmen akan diberikan
Sertifikat Kompetensi sesuai dengan klaster kompetensi yang telah
ditempuhnya.
2) Hak-hak lainnya bagi peserta sertifikasi pola per klaster sama
dengan hak seperti yang diuraikan dalam butir 4.a butir 3), 4) dan
5) di atas dengan lingkup untuk klaster yang bersangkutan.
3) Perserta yang telah mengikuti sertifikasi dan dinyatakan kompeten
untuk Klaster Pemberian Keterangan Ahli dan Penelusuran
Asetdapat dipertimbangkan untuk diberikan Sertifikat Auditor
Forensik (CFrA) melalui Recognition of Current Competency (RCC).
Pemberian Sertifikat Auditor Forensik didasarkan pada portofolio
pengembangan profesi auditor forensik dan pelaksanaan tugas.
5. Hubungan LSPAF dengan Lembaga Pengelenggara Pendidikan dan
Pelatihan.
LSPAF hanya berwenang menyelenggarakan uji kompetensi Bidang Audit
Forensik dan menerbitkan sertifikat bagi mereka yang telah mengikuti dan
berhasil dalam uji kompetensi bidang Audit Forensik. LSPAF tidak
berwenang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bidang
audit forensik.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan tehnis terkait audit dan audit forensik
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan resmi ataupun
oleh lembaga perguruan tinggi.
Materi uji kompetensi yang disampaikan LSPAF dan materi diklat bidang
audit forensik yang disampaikan baik oleh lembaga diklat ataupun
lembaga perguruan tinggi, keduanya mengacu kepada SKKNI Bidang
Audit Forensik.

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


16

6. Level Kompetensi CFrA dalam SKKNI


Level kompetensi bidang audit forensik sebagaimana tercantum dalam
SKKNI Bidang Audit Forensik (halaman 20) dikelompokkan dalam
Jabatan Ahli Level VII sejalan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia yang diterbitkan melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun
2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
Jabatan Ahli level VII tersebut memiliki kompetensi yang dirumuskan
sebagai berikut:
 Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah
tanggungjawabnya dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya
dengan memanfaatkan IPTEKS untuk menghasilkan langkah-langkah
pengembangan strategis organisasi;
 Mampu memecahkan masalah sains, teknologi dan atau seni di dalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner.
 Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis dengan
akuntabilitan dan tanggungjawab penuh atas semua aspek yang
berada di bawah tanggungjawab bidang keahliannya.
7. Manfaat Kompetensi Bidang Audit Forensik
a. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Melalui Pencegahan dan Pendeteksian Fraud, membantu manajemen:
1) Merancang dan mengimplementasikan sistem pencegahan fraud di
dalam entitas.
2) Mendeteksi fraud yang mungkin telah terjadi terhadap entitas baik
yang dilakukan pegawai internal maupun yang dilakukan pihak lain.
3) Mengidentifikasi pemborosan dan mengembangkan efisiensi.
4) Memastikan kepatuhan pada aturan melalui audit ketaatan.
5) Mengembangkan transparansi eksekutif dan manajerial melalui
identifikasi conflict-of-interest.
b. Audit Forensik dan Penghitungan Kerugian
Melalui Audit Forensik dan Penghitungan Kerugian akibat fraud dapat:

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


17

1) Membantu manajemen atau pihak lain melalui audit forensik


memastikan apakah suatu fraud telah atau tidak terjadi, untuk
digunakan dalam proses penyelesaian hukum atau litigasi.
2) Menghitung kerugian keuangan bagi entitas atau pihak lain akibat
terjadinya fraud.
3) Menghitung kerugian ekonomi karena perselisihan kontrak,
kewajiban klaim produk, pelanggaran patent dan trademark.
4) Menginvestigasi dan menghitung kerugian klaim kelalaian
profesional.
5) Membantu penyelesaian perselisihan antara rekan bisnis,
pemegang saham, dan pihak lainnya.
6) Membantu dalam penyelesaian klaim asuransi baik bagi
tertanggung maupun bagi maskapai asuransi.
c. Penelusuran Aset:
Melalui Penelusuran Aset dapat membantu:
1) Mengidentifikasi keberadaan aset terkait dengan fraud.
2) Pengembalian atau pemulihan aset terkait dengan fraud.
d. Pemberian Pernyataan Secara Keahlian:
Melalui Pemberian Pernyataan Secara Keahlian dapat membantu:
1) Memberikan keterangan berdasarkan keahliannya kepada penyidik
atau penegak hukum mengenai hasil audit forensik atas suatu
kasus fraud, dalam proses hukum atau litigasi.
2) Memberikan keterangan ahli di dalam sidang pengadilan untuk
membuat terang suatu perkara fraud.

Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF)


18
PENUTUP

Sebagai penutup, kiranya perlu diingatkan dari pembelajaran


atas pengalaman bahwa kebangkrutan suatu birokrasi/
pemerintahan, bisnis atau jenis organisasi lainnya adalah sesuatu
yang sangat mungkin terjadi.

Manakala peraturan hukum yang telah disepakati dalam suatu


negara ditegakkan, maka negara akan aman dan sejahtera.
Sebaliknya manakala peraturan hukum diabaikan, maka negara
akan kacau balau dan akhirnya akan hancur runtuh sama sekali,
sebagaimana digambarkan dalam Majalah Sunda “Mangle” edisi on
line oleh Edi S. Ekadjati.

Demikian, semoga penjelasan sekilas tentang Audit Foreksik


dan LSPAF ini dapat dipahami dan bermanfaat untuk
pengembangan Audit Forensik dan Profesi Auditor Forensik.

Penutup
19

Referensi/Rujukan

ADB, OECD, 1999 Consequensi of Corruptions.

Association CertifiedFraudExaminer, 2016. Report To The Nations


On Occupational Fraud and Abuse

Edi S. Ekadjati Gurubesar Tamu Research Institute for Languages


and Cultures of Asia and Africa Tokyo University of Foreign
Studies (disalin tina Majalah Manglé, édisi online)

G.Jack Bologna dan Robert J. Lindquist, Auditing

Joseph R. Petrucelli; Detecting Fraud in Organizations, tecniques,


Tools, and Resources, John Wiley & Sons, Inc.2012.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, SK Nomor:


Kep.46/MEN/II/ 2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Audit
Forensik.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

KPK Watch, 2004

William T. Thornhill. Richard D. Irwin, Inc. 1995. Forensic Accounting


How To Investigate Financial Fraud.

Ω

Referensi/Rujukan

Anda mungkin juga menyukai