Anda di halaman 1dari 2

Semua yang terdapat pada Al-Quran benar adanya.

Hanya saja kemampuan


kita sebagai manusia yang kurang mampu untuk mengiterasikan maksud sebenarnya
dari ayat tersebut. Ada kalanya Al-Quran tidak menjelaskan secara merinci tentang
hal-hal tertentu. Untuk itu kita dapat meilhat hadist-hadist untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih detail dan menyeluruh terkait hal tertentu tersebut.
Hadist berasal dari kata hadasa-yuhadisu yang artinya berkata atau perkataan.
Dalam Bahasa Arab, hadist dimaknakan sebagai kata. Menurut syiah, hadist juga
dianggap sebuah perkataan atau ucapan dari ahlul bait atau ulama-ulama keturunan
ahlul bait. Secara umum, hadist berarti ucapan nabi Muhamad.
Saat membicarakan tentang hadist, kita juga akan menyinggung tentang
sunnah. Sunnah berasal dari kata sana-yasunnu yang artinya jalan, kebiasaan, atau
perilaku. Sunnah lebih luas daripada hadist. Dilihat dari tinjauan ilmu hadist, maka
sunnah adalah bagaimana Nabi Muhammad berperilaku sehari-harinya. Segala
perbuatan baik tersebut disaksikan oleh para sahabat Nabi dan diceritakan terus secara
turun-temurun juga kepada ummat Nabi Muhammad. Namun ada ulama yang
berpendapat bahwa sunnah dan hadist adalah sama karena keduanya dijadikan rujukan
dalam menjalankan agama islam.
Menurut literatur, hadist tidak dikumpulkan semasa nabi Muhammad masih
hidup. Semasa Rasulullah masih hidup, justru Ia memerintahkan untuk menuliskan al-
quran. Al-quran dituliskan di kertas, kulit, kayu, dll dan dijadikan kedalam suatu
mushaf pada masa Abu Bakar. Ada yang berpendapat bahwa ada yang mencatat
hadist, seperti Abu Bakar yang diceritakan pernah mencatat 5000 ucapan Nabi,
kemudian membakarnya. Kemudian Abdullah bin umar menulis ucapan Nabi karena
didorong kecintaannya kepada Nabi.
Ditengah pergolakan politik ada banyak nabi palsu bermunculan. Muncullah
hadist palsu yang menjadi reaksi dari ketidakpuasan politik. Hadist palsu tersebut
bertujuan untuk menjatuhkan kelompok lawan dan meninggikan kelompok yang
didukung.
Banyak sekali tokoh islam yang kuat menghafal hadist. Seperti Imam Al-
bukhori yang pada umur 9 tahun hafal kata per kata dan jeda dari musnad Abdullah
bin al mubarok padahal al bukhori bukan orang arab melainkan orang azerbaijan dan
bekas jajahan Uni Soviet.
Para ulama mengembangkan metodologi dalam pengumpulan hadist yang
telah diperdebatkan dan didiskusikan hingga memunculkan kesepakatan. Munculah
ada istilah seperti hadist shahih yaitu yang sanadnya nyambung dan tidak terputus ke
Nabi. Selain itu ada beberapa aspek lainnya yang menentukan derajat hadist. Seperti
dilihat dari kualitas orang yang menyampaikan, yaitu dinilai dari segi ingatannya,
karena kualitas ingatan berkorelasi dengan isi hadistnya. Kemudian kualitas
ketaqwaan atau korelasi antara perkataan dan perbuatannya.
Jika kita, sebagai orang awam, membaca hadist tanpa didampingi seorang ahli,
maka bisa sesat. Banyak sekali kasus dimana hadist disalahartikan karena dibaca
secara tidak kontekstual.
Sehingga, tidak mungkin ada sebuah hadist yang bertentangan dengan alquran
karena secara hakikat keduanya merupakan sumber ajaran Agama Islam. Namun, ada
beberapa kasus dimana sebuah hadist terlihat bertentangan dengan al-quran,
dikarenakan salah penafsiran.

Anda mungkin juga menyukai