Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan sosial Kemasyarakatan di Banten.

Pada masa Kesultanan Hasanuddin Banten Islam mulai berkembang pesat ,karena
Maulana Hasanuddin sendiri dan ayahnya ,yaitu seorang Muslim, da'i dimana dia menyebarkan
ajaran Islam kepada masyarakat Banten. mereka berusaha mengislamkan masyarakat Banten
sampai semuanya menyatakan masuk Islam di Lereng Gunung Pulosari.pada saat itu ayahnya
(Sunan Gunung Jati) memerintahkan Maulana Hasanuddin untuk berkelana sambil menyebarkan
Islam kepada penduduk negeri dengan cara yang sesuai dengan tradisi setempat untuk
menyebarkan Islam, seperti menyambung ayam ataupun mengadu kesaktian dengan para ajar.

Perpindahan Ibu kota dari Banten Girang ke Banten Lama pada masa ini terjadi
transformasi kerajaan dari kerajaan Hinduistik kepada yang bercirikan Islam dan mulai
berkembangnya Banren sebagai pelabuhan alternative setelah Malaka.Hadirnya Islam Sebagai
ruh semangat bagi perkembangan Kota di kesultanan Banten mengalami sintesis dengan Tradisi
Pra-Islam(Hindu-Budha). Sintesis budaya berjalan secara lentur dan cair. Berkembangnya Islam
Sebagai agama resmi yang baru tidak serta merta meninggalkan kebudayaan lama. Penguasa
lokal Kesultan Banten telah memberikan pijakan identitas kerajaan dengan menghargai
keragamaan. Pintu interpretasi selau diberikan untuk diberi makna baru sesuai perkembangan
zaman. Tnpa lepas landas dari kebudayaan asli. Disini berlakulah adagium yang sering
diucapkan penganut Nahdlatul Ulama, yaitu Al Mukhdfadzatu ‘ala al-Qadimias-Shalih, wa al-
akhdzu bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang baik dari masa lampau, sambal menyerap Hal-hal
baru yang lebih baik).1 Perubahan social ekonomis masyarakat pra pedagang muslim enggan
berhubungan dengan Portugis mencari pelabuhan lain yang dikuasai Islam. Para pedagang
muslim itu lalu mengalihkan jalur perdagangannya ke Bandar Banten, sehingga pelabuhan ini
menjadi pelabuhan internasional yang banyak dikunjungi kapal-kapal dagang dari Arab, Persia,
Gujarat, Birma, Cina, Perancis, Inggris dan Belanda. Pedagang-pedagan dari pelosok Nusantara
turut juga dating ke Kesultanan Banten. Semua barang-barang yang berasal dari luar negeri bias
diperoleh di Kesultanan Banten.2

1
. La Ode Rabani, kota-kota pantai di selawesi tenggara: perubahan dan kelangsungannya, Yogyakarta: penerbit
Ombak, 2010, hlm. 1-2
Datangnya Islam, memberi pengaruh pada pusat-pusat transaksi baik pelabuhan maupun
ibukota negara yang mulai mengenal mata uang dan menjadikan pasar sebagai tempat tukar
menukar barang, tetapi bagian dari interaksi sosial antar masyarakat yang heterogen. Dampaknya
adalah hadirnya masjid sebagai komponen penting di pusat kota. Islam memperkenalkan
kehidupan beradab dalam arti hormat menghormati secara sesame manusia tanpa memandang
status sosial maupun kedudukan di masyarakat. Hal ini dimulai dengan kegiatan di masjid.
Disipplin yang teratur dengan mewajibkan diri solat lima waktu membuka horizon baru
kehidupan berkota di Indonesia. Semua perbahan ini berlangsung halus dan mencerminkan
kematangan dalam mendudukkan kembali. Siapa dan bagaiman perwujudan arsitekturnya. Secar
umum, masjid-masjid di kota negara yang sudah dipengaruhi Islam terus hidup dan lestari,
sementara keratin dan Istan semakin terpuruk oleh perkembangan zaman. Beberapa di antaranya
puanah karena satu dan lain hal; misalnya di kota Gede, Plered, Demak, Kudus dan Jepara. 3

Pada masa Sultan Maulana Yusuf menurut sajarah Banten, banyak penguasa dan alim-
ulama yang ikut dalam gerakan pendudukan pakuan ini. Pemimpin agama dipegang oleh
Maulana Jeddah(dari Jeddah).4 Oleh karena itu, ponggawa-ponggawa yang ditaklukan lalu
diIslamkan dan masing-masing diberikan memegang jabatannya semula5

Pada masa Sultan Maulana Muhammad situasi kondisi sosial keagamaan semakin giat,
beliau memiliki pehatian kepada ilmu –ilmu agama. Beliau menugaskan orang untuk menyalin
buku-buku keagamaan, seperti buku-buku tentang al-Qur’an, hadis, tafsir dan lain-lain. Maulana
Muhammad juga membangun banyak masjid ke pelosok-pelosok yang di mana ada masyarakat
muslim. Untuk keperluan shalat perempuan disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren

2
.A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Ombak, 2012, hlm.
147.

3
.Muchlis PaEni (Ed.), Sejarah Kebudayaan Indonesia: system arsitektur . Jkarta:Rjawali Pres, 2009, hlm. 144

4
.Graaf dan Pigeaud, Kerajaan Islam, hal. 139.

5
.Djajadiningrat, Tinjauan Ktitis, hal. 37.
atau pawadonan.6 Dalam shalat berjamaah, terutama pada shalat jumat dan hari raya, sultan
selalu menjadi Imam dan khatib.7

Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa , situasi sosial keagamaan dapat dikatakan sedang
mengalami kemajuan yang pesat. Hal itu disebabkan karena beliau mempunyai perhatian yang
besar dalam perkembangan pendidikan agama Islam. Beliau menghimbau kepada para ulama
untuk membuka pengajian-pengajian. Beliau pun mengirim kader-kader Banten ke luar negeri
sebagai bagian dari usaha melanjutkan dan mempertahankan Banten dari ancaman kompeni. 8
Untuk membina mental para prajurit Banten, beliau mendatangkan guru-guru agama dari Arab,
Aceh dan daerah-daerah lainnya. Salah satu guru agama tersebut ialah seorang ulama besar dari
Makasar, yaitu Syekh Yusuf gelar Tuanta Salamaka atau syekh Yusuf Tajul Khalwati, yang
kemudian dijadikan mufti agung, sekaligus guru dan menantu Sultan Ageng Tirtayasa.9
Untuk memantapkan ajaran agama Islam, beliau mendirikan tempat belajar-mengajar
agama Islam di kompleks Masjid Agung. Hubungan diplomasi dengan negara-negara luar, baik
ke daerah-daerah luar maupun asing, terjalin dengan baik, antara lain Aceh, Makassar, India,
Mongol dan Mekkah. Selain untuk mempererat persahabatan juga menggalang pertahanan dan
kekuatan dalam menghadapi belanda, setidaknya mempersempit ruang gerak musuh apabila
terjadi peperangan.10

Sampai saat ini Di dalam masyarakat tentu ada lembaga-lembaga yang mengatur
kebutuhan Rakyat. Seperti, dalam bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian rakyatnya.
peranan lembaga-lembaga pemerintahan sangatlah baik. Karena jika tidak ada lembaga- lembaga
baik itu dari pemerintahan atau bukan. Contohnya: Ulama, Kyai, Jawara, dan lembaga
6
.Ketika G.F. Pijper, seorang pejabat di kantoor voon Inlandsche Zaken, melakukan pengamatan kesejumlah masjid
di Banten pada perempat pertama abad ke-20, ia menyaksikan masjid khusus perempuan ini telah terdapat di
Serang, Cilegon, Padeglang dan kenari. Lihat, G.F. Pijper, Fragmenta Islamica: Beberapa Studi Mengenai Sejarah
Islam di Indonesia Awal Abad xx, penerj. Tudjimah(Jakarta; UI-Press, 1987), hal. 34

7
.Michrob dan chudari, Catatan Masa Lalu, hal. 97; lubis,Banten, hal.49

8
. Abu Hamid, Syekh Yusuf Seorang Ulama Sufi dan Pejuang,(Jakarta: Yayasan Obor, 2005), hal.97

9
. Ambary, Agama dan Masyarakat Banten, hal. 49-50;Michrob dan Chudari, Catatan Masa Lalu, hal. 142;Lubis,
Banten dalam pergumulan, hal. 47.

10
. Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa, hal. 13
pemerintahan. Mereka inilah yang akan berpengaruh besar mengenai kemajuan suatu daerah itu.
Baik itu dari segi pendidikan, sosial, Budaya, Seni dan lain sebagainya.

Pesantren dan Perubahan Sosial

keterkaitan antara pendidikan dengan perubahan sosial, pesantren sejak awal


kelahirannya telah menempatkan dirinya sebagai agen perubahan sosial dimasyarakat. Watak
Islam, yang tidak asosial yang dibawakan pesantren dan semangat penegakan nilai-nilai ideal
yang diyakini berkelindan dengan upaya memecahkan tantangan sosial yang dihadapi,
menjadikan pesantren menempati posisi sejarah sosial yang unik dalam perubahan social
dimasyarakat Indonesia.11
faktor internal, manusia adalah penentu perubahan sosial. Karenanya, ketika menjawab
mengapa ada negara miskin dan mengapa ada yang tidak maka jawabnya adalah perbedaan
motivasi yang dipunyai oleh masing-masing negara yang mengakibatkan nasib mereka
berbeda.Rekomendasinya, untuk meningkatkan kesejahteraan maka motivasi dan skill sumber
daya manusia negara tersebut harus ditingkatkan.Dengan demikian model pendidikan yang harus
dikembangkan adalah model pendidikan yang dapat memompa semangat dan skill masyarakat
seperti Achievement and Motivastion Training tersebut.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia. Menurut Agus


Sunyoto, Menjelang akhir Majapahit, pesantren-pesantren yang menggantikan asrama dan dukuh
Syiwa-buddha telah tumbuh berkembang menjadi lembaga pendidikan tempat siswa menuntut
ilmu.12 Menurut Abdurrahman Wahid pesantren adalah lembaga yang diambil dari sistem
mandala, lembaga pendidikan pra Islam di jaman Majapahit. 13 Sejak awal pendiriannya,
pesantren telah memainkan peran penting dalam perubahan sosial di Indonesia.Peran yang paling
utama adalah mulusnya penerimaan Islam oleh masyarakat Indonesia.Nilai-nilai universal Islam
11
. Ahmad Atho’ Lukman Hakim, Pesantren dan perubahan sosial, hal. 13.

12
Agus Sunyoto, Pasang Surut Pesantren Dalam Sejarah, makalah tidak dipublikasikan.

13
Abdurrahman Wahid, Pesantren dan Pengembangan Watak Mandiri, dalam “Menggerakkan Tradisi : Esai-Esai
Pesantren (Jogjakarta : LKiS, 2001), hlm. 91.
yang disampaikan dengan pemahaman sosiokultural masyarakat adalah kunci keberhasilan
pesantren dalam berdakwah. Para Wali, sebagai juru dakwah yang note bene adalah pendiri awal
pesantren, melakukan strategi asimilasi religio-sosio kultural yang merupakan kunci sukses
dakwah Islam. Hal itu terjadi pada seperempat pertama abad 15.Sebenarnya, Islam sejak abad 9
Masehi Islam sudah didakwahkan di Indonesia. Menurut Agus Sunyoto, para pendakwah Islam
ini selalu berakhir dengan terbunuh. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Sultan Al-Gabah (nama
daerah dekat Samarkand-pen) dari negeri Rum mengirim 4000 keluarga muslim untuk
mengislamkan Jawa. Tetapi semua tewas terbunuh. Sultan mengirim lagi 2000 keluarga, tetapi
semuanya tewas terbunuh. 14

Peran sosial pesantren yang sangat besar ini kemudian sedikit demi sedikit dipersempit
karena masyarakat Indonesia diperkenalkan dengan pendidikan system sekolah oleh kolonial
Belanda.Kebijakan Belanda yang membutuhkan tenaga kerja terampil dari pribumi
menghasilkan kebijakan politik etis yang salah satunya adalah menyelenggarakan dan
mengontrol pendidikan.Pendidikan yang diakui adalah pendidikan yang dibawah kontrol
Belanda.Pesantren yang sejak mula mempunyai tradisi perlawanan terhadap Belanda dengan
sendirinya tidak diakomodasi dalam sistem ini. Pada era selanjutnya, sampai Indonesia merdeka
sistem sekolah inilah yang kemudian diakomodasi menjadi system pendidikan nasional dan nasib
pesantren menjadi bagian di luar sistem.
Memasuki masa kemerdekaan, meskipun pesantren berada diluar sistem pendidikan
nasional, akan tetapi peran sosial pesantren tidak bisa disepelekan. Studi-studi yang ada tentang
pesantren menunjukkan bahwa pesantren berkontribusi besar dalam membangun manusia
Indonesia.Pendidikan yang dilakukan serta gerakan sosial, kultural bahkan ekonomi telah
terbukti membawa banyak manfaat bagi masyarakat.Para era Orde Baru program-program
pemerintah seperti, pajak, kependudukan, pertanian, dsb, banyak memanfaatkan jaringan
pesantren. Bahkan kalangan pesantren berjasa besar dalam dialog ideologi yang menghasilkan
diterimanya Pancasila sebagai ideologi tunggal pada era pertengahan delapan puluhan.15
14
Agus Sunyoto, Walisongo dan Islamisasi Jawa Dakwah Islam Cina – Campa Dalam Budaya Islam
NusantaraMakalah disampaikan pada Seminar Internasional “Cheng Ho, Walisongo dan Muslim Tionghoa
Indonesia di masa lalu, kini dan esok” di Gedung Jatim Expo Surabaya, 26-27 April 2008.

15
Ahmad Atho’ Lukman Hakim, Pesantren dan perubahan social, hal. 22
Mengapa pesantren ada dan apa tugasnya?

Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan eksistensi manusia sebagaimana berikut :


“Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menghamba (beribadah) kepadaku”16

Eksistensi kehambaan ini sudah ditegaskan dalam perjanjian primordial antara manusia dengan
Allah sebelum terlahir kedunia.

“ Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu hendak mengembangkan dari anak cucu Adam, yakni dari
benih-benih mereka( umat manusia), kemudian Tuhan meminta mereka menjadi saksi (dan
bersabda), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu sekalian?’ mereka menjawab,’ Ya, benar, kami
bersaksi.’ Maka janganlah kamu kelak dihari Kemudian berkata,’Sungguh kami semua lupa
akan perjanjian ini.”17

Ulama Banten
Banten dalam catatan sejarah hamper selalu dentik dengan wilayah religious dan
negerinya para ulama (kyai). Peran kyai Banten sangan signifikan dalam menara system
kemasyarakatan, social, ekonomi, pendidikan dan budi pekerti masyrakat Banten yang sudah
dimulai sejak zaman keseltanan Banten. Kyai Banten tidak hanya tampil dalam mengajarkan dan
mentransmisikan ilmu-ilmu keislaman, tetapi terlibat aktif dalam berbagai perubahan dan
dinamika social dan politik yang terjadi di Banten sejak masa lampau sampai saat ini.
16
. Al-Qur’an surat Al-dzariyat ayat 56 Dalam menjelaskan pengertian ayat tersebut, Imam Al- Ghazali menjelaskan
bahwa eksistensi kehambaan manusia tidak akan sempurna jika manusia itu tidak memiliki kesadaran ilahiyyah dan
kesadaran ubudiyah. Kesadaran ilahiyah adalah kesadaran tentang eksistensi Allah sebagai rab bagi alam
semesta.Kesadaran ini meniscayakan adanya penolakan Tuhan selain Allah; tidak ada yang berkuasa selain Allah;
tidak ada yang patut disembah, dipuja dan dipuji selain Allah. Sedang kesadaran ubudiyah adalah kesadaran akan
kewajiban manusia untuk menghamba atau mengabdi hanya kepada Allah. Manusia harus mengerti posisinya
sebagai makhluk yang harus patuh kepada Khaliknya. Karenanya, kesadaran akan posisinya inilah kemudian
ketaqwaan seseorang dapat diukur kualitasnya, hal ini sesusai dengan pengertian takwa itu sendiri sebagaimana
berikut, Lihat Al-Ghazali Ihya’ Ulum al-din Juz III (Surabaya : Hidayah, tt.), hlm 4.

17
. QS: Al-a’raf :172
1. Kyai H.K Halimy
Kyai H.K Halimy bin H. Sholeh atau lebih dikenal dengan sebutan H.K Halimy yang
lahir di Desa Ciomas, Kecamatan Padarincang, seang Banten adalah anak ketiga dari nam
bersaudara. Ia wafat pada hari kamis, tanggal 24 mulud 1288 H(1968 M). Menurut penuturan
dari cucu menantunya bahwa ia meninggal pada usia 60 tahun, maka diperkirakan ia lahir pada
tahun 1908.18 ditengah-tengah masyatakat yang image’ keras’ dan terkenal sebagai pusatnya para
Jawara Banten, K.H.Halimy tampil sebagai kyai yang tampil dan santun namun tegas dan
disiplin, yang mengajarkan masyarakat Ciomas untuk tidak hanya berani secara fisik, tetapi juga
bias beradi secara Intelektual dan akhlak. Hasilnya, dari pesantren yang ia pimpin telah lahir
banyak Kyai yang tidak hanya mentransfer dan mengajarkann apa yang sudah diajarkan K.H.
Halimy, tapi juga mampu mengikuti jejak be;liau membangun sebuah pesantren di masing-
masing daerah asal mereka.
Tradisi Keagamaan Warisan H.K Halimy bagi masyarakat Ciomas Bante , seperti tradisi
Marhabanan, Yasiinan, Dalailan, membaca kitab Dardir sampai saat ini masih terus brtahan oleh
masyarakat Ciomas Banten dan menjadi suatu aktifitas keagamman yang berfungsi sebagai ritual
ibadah kepada sang-khaliq, tapi juga meniratkann symbol kesetaraan, dan solidaritas social bagi
warga Ciomas.

Ulama di banten tidak hanya dari kaum laki laki tapi dari kaum wanita pun ada

Ungkapan “wanita adalah tiang negara” menunjukkan bahwa kedudukan perempuan


sangat strategis di dalam kehidupan berrmasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak ada
perdebatan mendasar mengenai posisi perempuan tersebut. Terlepas banyaknya kasus
menyangkut perempuan, kita sudah sepatutnya untuk mengkonstruksi seideal mungkin dalam
sudut pandang yang komprehensif.

Dalam sejarah Islam, tercatat adanya perempuan (Muslimah) turut berperan aktif dan
signifikan membangun peradaban, dengan aktivitas sosial ekonomi, politik dan pendidikan,
untuk kemaslahatan umat. Imam al-Ghazali menjelaskan secara komprehensif tentang bagaimana
sikap umat Islam terhadap kaum perempuan pada zaman modern dan sejauh mana aktivitas

18
.Wawancara dengan HJ.Fatihah,Ds.Ciomas
sosial seorang perempuan dibolehkan menurut ijtihad fikih Islam. Penjelasannya dengan
menunjukkan adanya hadis palsu yang mengekang perempuan untuk bersekolah dan keluar
rumah, serta tugas amar ma’ruf dan nahi munkar yang meliputi kaum laki-laki dan perempuan
dengan derajat yang sama. Hal ini termuat di dalam firman Allah SWT, surat at-Taubah ayat 71.

2. Nyi Hj. Madichah binti KH. Abdul Latief. Nyi Hj. Madichah

Nyi Hj. Madichah lahir pada tahun 1922. Pada saat itu, belum ada masyarakat yang
mengenyam pendidikan formal di wilayah Cibeber. Kalau pun ada, hanya untuk kaum ningrat
saja, meski demikian kemudian dapat mempengaruhi pendidikan masyarakat secara umum.
Sebab itu, Nyi Hj. Madichah hanya mengenyam pendidikan nonformal, yakni pendidikan
pesantren orang tuanya bersama santri dan santriwati lainnya. Bahkan, dalam keahlian menulis,
Nyi Hj. Madichah hanya mampu menulis dengan tulisan Arab, tidak dapat menulis tulisan Latin.
Pendidikan beliau bukan hanya diperoleh di pesantren dan pengajian di majelis taklim,
melainkan juga di madrasah tarbiyatul athfal dari tingkat ibtidaiyah (dasar), tsanawiyah
(menengah) sampai tingkat ‘aliyah (atas). Di madrasah ini, beliau mengikuti ujian persamaan.
Madrasah ini langsung dipimpinan oleh Ayahandanya, KH. Abdul Latief, dengan dibantu oleh
murid-muridnya dan anak tertuanya, KH. Abdul Muhaimin.19

Majelis Taklim Perempuan: Kiprah Inside dan Outside

Di dalam kehidupan sosial keagamaan, keberadaan dan kedudukan Nyi Hj. Madichah
dapat dilihat dari kiprahnya bersama masyarakat Cilegon, khususnya masyarakat Cibeber.
Sebagaimana kehidupan sosial keagamaan ayahandanya, aktivitas Nyi Hj. Madicahah dilewatkan
dengan memberikan pembinaan dan bimbingan kepada masyarakat melalui pengajian di majelis
taklim ibu-ibu dan pengajaran di madrasah dan pesantren. Pada majelis taklim perempuan (ibu-
ibu) ini, Nyi Hj. Madichah melanjutkan perjuangan ayahandanya untuk membimbing masyarakat
di daerah Cibeber, Cilegon dan Pulo Merak.20
19
. KH. Abdul Muhaimin pernah belajar di Mekah kurang lebih 9 tahun, dari tahun 1925 sampai 1934.

20
Majelis taklim perempuan di Cibeber diberi nama “Majelis Taklim Ta’limun Nisa”, yang dipimpin langsung oleh
Nyi Hj. Madichah. Kemudian, setelah beliau wafat, kepengurusannya diserahkan kepada putrinya, yaitu Nyi Hj.
Mamduchah. Sedangkan, majelis taklim di Cilegon di daerah Pegebangan, Ketileng dan Palas/Bendungan, diberi
Nasionalisme dan jejak pemikirannya merupakan lukisan keberadaan dan kedudukan Nyi
Hj. Madichah di dalam bingkai ulama perempuan Nusantara. Nasionalisme dan jejak
pemikirannya dapat dijelaskan melalui kiprahnya di organisasi sosial keagamaan nasional, yaitu
Muslimat NU. Jejak pemikirannya mengenai Islam Nusantara dapat ditelusuri melalui karya-
karyanya yang bertulisan Arab dengan bahasa Nusantara. Aktivitas sosial keagamaan pada
organisasi nasional dan jejak pemikiran Nyi Hj. Madichah tidak terlepas dari sejarah kehidupan
sosial keagamaan yang diikuti oleh ayahandanya dari tahun 1926 sampai tahun 1942.

Peringatan Maulid Fatimah

Jejak pemikiran Islam Nusantara Nyi Hj. Madichah dapat dijelaskan melalui karya-karya
beliau. Karya-karyanya di dalam pengajian yang dapat diperoleh dari informasi dan pengalaman
murid-muridnya yang masih aktif menjalankan syiar beliau selama membina dan membimbing
pengajian, baik di daerah Cibeber maupun Cilegon dan sekitarnya yang sampai sekarang masih
menjalankan ajaran-ajaran beliau, meskipun tidak dipublikasikan secara baik. Namun, hasil
karya beliau masih dapat dirasakan sampai sekarang, antara lain masih diselenggarakannya
Peringatan Maulid Fatimah pada setiap tahun bulan Ba’da Maulud. Bahkan, di daerah Cibeber
dan Cilegon Peringatan Maulid Fatimah diselenggarakan sampai tingkat kecamatan, bukan
hanya di tingkat majelis taklim saja.21

Nasionalisme dan jejak pemikirannya Nyi Hj. Madichah berada pada aktivitas sosial
keagamaannya di dalam Muslimat NU dan karya-karyanya melestarikan tradisi Maulid Fatimah
dengan pembacaan rawi di dalam kitab Berjanji. Tak hanya itu, jejak pemikiran ini merupakan

nama “Majelis Taklim Al-Muhajirin. Selain itu, nama “Majelis Taklim Ummahatul Muslimin” untuk di daerah
Jombang Masjid, Jombang Wetan/Jombang Cemara, dan komplek PGRI Pegantungan Lapangan Coklat. Lihat
wawancara dengan Hj. Turiyah, Pengurus Majelis Taklim Ummahatul Muslimin, Palas, Bendungan.

21
Maulid Fatimah adalah perayaan Maulid Nabi SAW yang diselenggarakan oleh kaum perempuan (ibu) setelah
Perayaan Maulid Nabi SAW yang diselenggarakan oleh kaum laki-laki (bapak). Maulid Fatimah biasanya dilakukan
pada bulan Ba’da Maulud dengan aktivitas pembacaan rawi di dalam kitab Berjanji. Pada bulan Ba’da Maulud,
kaum perempuan di daerah Cilegon dan sekitarnya, serta Serang sekitarnya, merayakan Maulid Fatimah dengan
saling mengunjungi dan mengundang dari majelis taklim di wilayah tersebut. Bahkan, di Cilegon dirayakan secara
meriah tingkat Kecamatan Cibeber dan Cilegon.
khazanah Islam Nusantara melalui perawatan beliau terhadap tradisi pengajaran dan pendidikan
kitab-kitab Islam Nusantara yang berbahasa Jawa Serang, Sunda, dan Indonesia dengan tulisan
Arab.

Anda mungkin juga menyukai