Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nabila Nur Fauziah

Kelas : XI-MIPA 6
SENIOR MERAH BERSINAR DIBALIK LAYAR KACA
Matahari memanggang dengan ganasnya di bawah rengkuhan langit biru.
Menyelimuti redupnya awan yang kian bertetesan peluh. Burung-burung yang
berbumbungan bebas tak ubahnya besi terbang yang melakukan latihan penerbangan di
udara. Angin yang berdesakan menghantam kepenatan jiwa yang membeku perlahan cair.
Tak kuat memendam untuk melakukan perubahan yang semakin memaksa diri.
Di bawah gencatan bola raksasa merah itu, sebuah gedung yang berplat ‘SMAN
18 GARUT’ berdiri kokoh. Tepat didepan kelas XI-MIPA 6, tampak seorang gadis duduk
melamun. Ia terlihat menerawang jauh, angannya terus menjelajah alam bawah sadarnya.
Namun anehnya dibalik khayalannya, selalu saja diselingi dengan pandangannya yang
sesekali berpaling dikelas XII-MIPA 6.
Rupanya kedua bola matanya asyik memandang seraut wajah dibalik layar kaca
jendela kelas itu. Wajah seseorang yang telah lama terpatri indah di dalam hatinya. Dan
rasa itu ada sejak pertemuan tidak sengaja denganya.
“Nai, ngapain si?” tanya Clara menepuk bahu Naila dan ikut menelusuri pandangan
Naila.
“Kepo banget sih!” balas Naila manyun.
“Aku tahu,” Clara menyeringai. “ Kamu lagi ngeliat Senior Merah Bersinarmu kan?”
imbuh Clara heboh.
“Bisa gak sih kalau ngomong nggak usah pake microfon?” kesal Naila menyoroti Clara
dengan tatapan tajamnya.
“Ya, maaf.” Balas Clara mencebikkan bibir.
“Udah sana deh, kan kamu mau ke kantin, tuh Rini udah nungguin kamu!” ujar Clara
menunjuk Rini telah bersiap-siap menuju ke kantin.
“Nggak!” tolak Clara.
“Kamu kenapa sih, keras kepala banget!” Naila berdecak kesal.
“Aku bakalan pergi setelah kamu ngasih tahu aku arti dari Senior Merah Bersinar, udah
dari kemarin-kemarin loh aku nanya pertanyaan yang sama.” Ungkap Clara penuh
penekanan.
“Kalau aku gak mau, kamu mau apa?” bentak Naila
“Ohh.... jadi gitu.” Clara menyipitkan matanya bernada menggoda. “Aku teriak nih?”
ancamnya lagi.
“Kamu mau teriak apa?” tanya Naila sedikit panik.
“Aku bakalan teriakin tuh senior dan bilang kalau kamu suka sama dia!” ujar Clara
dengan menaikkan sebelah sudut bibirnya.
“Kamu benar-benar gila.” Naila menggertakkan giginya.
“Udah kasih tau aja kali, dari pada malu disini” Clara terkekeh tanpa merasa berdosa.
“Baiklah,” Ujar Naila menyerah.
Tidak ada pilihan lain kecuali menyerah. Sebab, Clara anaknya nekat. Jika ia
berkata sesuatu maka ia akan membuktikan ucapannya.
“Serius kamu mau tau?” Naila menatap Clara.
“bakalan nyesel loh kalau tau jawabanya.”
“Nggak, kalau aku penasaran gak bakal nyesel kok,” jawab Clara penasaran setengah
mati.
“Arti dari senior adalah karena dia adalah kakak kelas kita, pasti kamu juga tau kan,”
Naila tertawa garing. “Yang kedua merah karena dia selalu pakai jaket warna merah
kalau kesekolah---“
“ Gak pernah dicuci dong berarti,” potong Clara bergidik jijik.
“Yeuh, jaketnya beda-beda kali,” Naila nyengir ke arah Clara. “Dan yang ketiga Bersinar
karena Cuma dia satu-satunya---“ Calara menggantung ucapanya dan menghela nafas
panjang.
“Karena Cuma dia satu-satunya yang paling bersinar diantara cowok yang lainya, dia
yang pertama kali bagiku untuk bertahan walaupun dia nggak tau siapa aku, dia tau
perasaanku atau nggak, bahkan mungkin dia tidak akan membalah perasaanku balik.”
Naila menopangkan dagu dengan siku yang bertumpu pada pahanya. Kedua sudut
bibirnya tertarik ke atas.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Naila menunggu Clara untuk menertawakan kelebay-annya. Ia menoleh kearahnya
tatkala tidak mendapatkan respo apapun.
“Aku salut padamu,” Clara menghela nafas panjang.” Meskipun dia nggak tau
perasaamu, kamu tetep terlihat bahagia saat menyebut namanya.” Ungkap Clara
memandang Naila.
“Apaan si.” Elak Naila dengan wajah kemerah-merahan.
“Ya sudah, aku ke kantin dulu soalnya rasa penasaran sudah terjawab. Kamu mau ikut
nggak?” tanya Clara menawarkan.
Naila pun menggelengkan kepala tanda menolah tawaran Clara.
Kepergian Clara dari tempat itu, Naila kembali melayangkan pandangannya
menuju kelas XII-MIPA 6. Namun matanya tiba-tiba melotot disertai jantung yang
berdegup kencang. Tubuhnya pun mendadak gemetar disertai wajah yang pucat pasi.
Semua perubahan padanya itu terjadi karena serombongan kakak kelasnya dari
XII-MIPA 6 berjalan menuju kearahnya, otomatis senior merah bersinarnya pasti berada
disana.
Kabur.
Atau,
Tetap duduk dan diam.
Kedua pilihan itu tetap Naila panik. Beberapa langkah lagi mereka akan sampai di
depannya. Jika ia pergi, maka terlalu kontras gerak-geriknya bahwa ia sedang
menghindari salah satu diantara mereka. Lagipula ia juga ingin melihat wajah senior
merah bersinarnya dari jarak dekat bukan hanya lewat kaca jendela yang wajahnya
samar-samar ia lihat.
Akhirnya Naila memuturkan untuk duduk dan diam. Ia segera mengambil buku
yang sejak tadi berada di atas pangkuannya. Ia pun berpura-pura membaca namun
matanya dengan tajam melirik dan mencari seseorang diantara rombongan kakak
kelasnya itu.
Naila menarik nafas lega sekaligus kecewa saat gerombolan seniornya menghilang
dibalik tembok kelas. Ia kembali menatap buku yang berada dia atas pangkuanya. Sesaat
senyumnya melebar. Kedua bola matanya tampak berbinar. Saat itu tidak ada satu pun
temanya yang tahu bahwa ia menyukai Arkan kecuali Clara, sahabatnya. Diam-diam ia
mencari tahu namanya dan segalanya tentang dia.

*****
Tiba saatnya detik-detik PAS semester. Saat ia mencari ruanganya untuk PAS
nanti, ia menemukan namanya pada sebuah kertas yang berisi deretan nama-nama
penghuni kelas nanti. Rupanya penghuni kelas diacak karena ia menemukan beberapa
nama seniornya dari kelas XII-MIPA 6 nangkring dikelas itu.
“Semoga saja, kakak kelas itu ada.” Batinya sangat berharap.
“Arkan Pratama , nama yang indah pasti seindah pemiliknya.” Gumam Naila membaca
nama-nama dari seniornya dari kelas XII-MIPA 6.
Entah mengapa ia berfirasat bahwa nama itulah yang selama ini yang ia cari-cari,
nama dari seorang senior yang selama ini ia kagumi. Bibirnya lantas tersenyum walaupun
tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak .
Keesokan harinya, saat ulangan PAS dimulai. Ia jadi gusar melihat satu bangku di
kelas itu masih kosong. Ia tidak tahu siapa yang duduk di bangku itu. Senior ataukah
temannya sendiri?
Tok tok tok.......
“Assalamua’laikum,”
Tangan Naila seketika berhenti menulis jawaban paa lembar kertas mendengar
suara ketukan dan salam itu. Matanya mengarah ke daun pintu. Pengawas ruangan yang
merupakan guru olahraganya segera memberikan soal PAS kepada seniornya. Beberapa
saat Naila dan penghuni kelas lainya mengerjakan soal PAS. Terdengar suara keributan
meskipun sejak tadi memang ribut. Naila menghiraukan semua itu karena fokus kepada
lembar soalnya.
“Yang dibelakang.” Tegur pengawas ruangan memandang ke arah belakang.
Spontan Naila menghentikan tanganya menulis jawaban kemudian menoleh ke
arah belakang.
“Saya sudah mengatakan, jangan ada yang bekerja sama!” bentak pengawas memelototi
Arkan dan wildan secara bergantian.
“Pak, kami tidak bekerja sama kok.” Wildan beralasan.
Arkan hanya terdiam karena bawaanya ia memang manusia yang sangat irit bicara.
“Baiklah kalau begitu, jangan diulangi lagi. Paham !!” Ujar pengawas dengan penuh
penekanan. “Silahkan anak-anak lanjutkan lagi.”
Bagi Naila insiden yang menimpa seniornya itu tidak memalukan sama sekali.
*****
“Naila ---“ panggil Clara menyentakkan lamunan Naila.
Naila tersentak kaget sambil mengusap dadanya.
“Clara, kau membuat jantungku copot.” Dumel Naila kesal
“Copot? Gila, kok bisa yah jantung lepas dari tempatnya? Kalau sekarang jantungmu
copot udah is dead kamunya!” goda rini terkekeh.
“Eh, tadi kami ngeliat kak Arkan ada di kantin. Rugi loh kamu nggak ikut.” Timpal
Clara.
“Aku udah liat loh senyumanya yang manis, tawanya yang indah, cara makannya yang
cool.” Tambah Rini bermaksud menggoda Naila.
“Baguslah.” Balas Naila acuh
“Naila, Rini cuman bercanda. Kok kamu sewot gitu sih!” ungkap Clara sok bijak.
Pembicaraan mereka berhenti tatkala senior merah bersinar Naila dan
rombonganya akan lewat di depan mereke. Mereka akan ke kelas setelah dari kantin.
Naila kembali memperbaiki posisi duduknya. Ia bersiap-siap untuk melihat wajah
seniornya. Nasib, hanya mampu memerhatikan tetapi tidak akan peernah diperhatikan.
“Kapan yah kamu bisa ngeliat aku kak dan peka dong kalau aku disini yang selalu
memerhatikan kakak?” batin Naila menaikkan sebelah sudut bibirnya, senyum remeh
padahal hati rapuh.
Usai rombongan itu berlalu, Naila pun mulai mengatur nafasnya yang turun naik.
“Bila melihat kak Arkan saat ini, aku merasa sangat sedih.” Ungkap Naila senyum luka.
“Aku nggak bisa membayangkan bagaimana saat ia pergi nanti. Seperti yang kalian tau, 4
bulan lagi kak Arkan akan UN. Otomatis waktunya berada di sekolah ini udah nggak
lama.” Jatab Naila sendu.
“Kau harus terbiasa dengan semuanya.” Saran Clara.
“Mulut memang bisa berkata tetapi yang paling jujur. Mungkin aku bisa terlihat tegar
saat berada dihadapan kalian. Tetapi, sebenarnya aku orangnya rapuh karena
kebahagiaanku hanya ada di saat aku melayangkan pandanganku pada kaca jendela itu.
Akan aneh apabila nanti aku melihat ke tempat itu dan aku tidak menemukan wajahnya
lagi.” Curhat Naila sedikit parau
“Kisah cintamu berat sekali.” Timpal Rini
“Apa yang harus kita perbuat untukmu?” tanya Rini ikut merasakan kesedihan
sahabatnya.
Senior Merah Bersinarnya itu memang seperti bintang. Ia jauh, tinggi dan sulit
digapai. Untuk melihat senyumannya pun seakan ada berjuta-juta tangga yang harus ia
lewati. Ia ingin membuktikan kepada bintang itu bahwa cinta terbaik itu benar-benar ada.
Jika benar suatu hari kak Arkan akan meninggalkan sekolah ini. Apakah semuanya akan
menjadi kenangan yang hanya burung yang akan menyanyikan atau hanya angin yang
akan menerbangkannya tanpa Arkan tahu siapa pengirimnya.
Baiklah! Pergi saja. Naila tidak akan menunggu lagi dan ia tidak akan melihat
layar kaca jendela itu lagi. Pergilah bersama ketulusan dan kerelaan yang saat ini masih
ada di hati Naila. Hanya percayalah, hati Naila masih sesegar saat-saat pertama kali
wajah Arkan menyentuh hatinya.
Walaupun pergi sekalipun jauh, ia akan berusaha menguatkan hati untuk Arkan.
Dan tidak akan pernah Naila melupakan bahwa dunia yang luas ini hanya akan ada satu
yang bernama “SENIOR MERAH BERSINAR” dan yakinlah bahwa hanya akan ada satu
yang bersinar terang setelah matahari dan bintang.

*****
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai