Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi berasal dari bahasa yunani yaitu strategos yang artinya suatu usaha
untuk mencapai suatu kemenangan dalam suatu peperangan awalnya digunakan dalam
lingkungan militer namun istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang
memiliki esensi yang relatif sama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaran yang
dikenal dalam istilah strategi pembelajaran.1
Menurut J.R David (1976) strategi pembelajaran adalah perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Sementara itu Dick and Carey (1985) berpendapat bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa/peserta latih.
Pendapat dari Moedjiono (1993) strategi pembelajaran adalah kegiatan guru
untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara aspek-aspek dari
komponen pembentuk sistem pembelajaran, dimana untuk itu guru menggunakan siasat
tertentu. Merujuk dari beberapa pendapat diatas strategi pembelajaran dapat dimaknai
secara sempit dan luas. Secara sempit strategi mempunyai kesamaan dengan metode
yang berarti cara untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara luas
strategi dapat diartikan sebagai suatu cara penetapan keseluruhan aspek yang berkaitan
dengan pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian.

1 Masitoh & Laksmi Dewi. 2009. Strategi Pembelajaran, Jakarta: DEPAG RI, hlm 37.

3
Setelah mencermati konsep strategi pembelajaran, kita perlu mengkaji pula
tentang istilah lain yang erat kaitannya dengan strategi pembelajaran dan memiliki
keterkaitan makna yaitu pendekatan, metode, dan teknik.

a. Pendekatan pembelajaran adalah suatu cara pandang dalam melihat dan


memahami situasi pembelajaran. Terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran
yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred approach) dan
pendekatan yang berpusat pada  siswa (student centred approach).
b. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menyampaikan
bahan agar tujuan atau kompetensi dasar tercapai.

Strategi pembelajaran berbeda dengan desain instruksional karena strategi


pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan
urutan umum kegiatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang satu
dengan yang lain, sedangkan desain instruksional menunjuk pada cara-cara
merencanakan sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk
menggunakan satu atau lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan dalam
pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi pembelajaran
adalah ibarat melacak berbagai kemungkinan macam rumah yang akan dibangun,
sedangkan desain instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun
itu serta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-laangkah konstruksinya
maupun kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir,
setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.2

B.     Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

2Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. 2003. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pusaka Setia,
hlm 47.

3
Menurut Mansur (1991) terdapat empat konsep dasar strategi pembelajaran :
1. Mengidentifikasikan serta menetapkan tingkah laku dari kepribadian anak didik
sebagaimana yang diharapkan sesuai tuntutan dan perubahan zaman.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem belajar mengajar yang tepat untuk
mencapai sasaran yang akurat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru
dalam menunaikan kegiatan mengajar.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan
dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang
bersangkutan secara keseluruhan.3

C. Pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam Proses Pembelajaran

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar


dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang
dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Banyak para ahli yang
meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa
lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat
mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari
suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan
dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini
apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir
logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi
(High Order Thingking/HOT). Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam

3 Pupuh Paturrohmah dan Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika
Aditama, hlm 46.

3
pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri
yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang
dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain
metode:
1. Problem Based Learning;
2. Project Based Learning;
3. Inkuiri/Inkuiri Sosial;
4. Group Investigation.
Metode-metode ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal masalah,
merumuskan masalah, mencari solusi  atau menguji  jawaban sementara atas suatu
masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui
penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara
lisan maupun tulisan. Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi
tersendiri  bahwa pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran
didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut
seyogyanya  dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran,  tetapi bukanlah
sebuah siklus pembelajaran.

D. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau
yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran
menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan

3
antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam


pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific
appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata
pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi
seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-
sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah
pembelajaran disajikan berikut ini.

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan
rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan
fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat
guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta
didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak
dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak

3
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

Fungsi bertanya :
a. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik
tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
d. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan
pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

Tingkatan Pertanyaan

Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk
memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas
pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan
disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi.4

3. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan


ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru
dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak
hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah
proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran

4 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatan-saintifikilmiah-dalam-proses-
pembelajaran/

3
dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak
selalu tidak bermanfaat.

E. Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning)

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan,


konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002 : 519). Contextual Teaching
and Learning(CTL) adalah :

Sanjaya (2005), suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada


proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sukmadinata (2004), suatu sistem atau
pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik, terdiri dari komponen yang saling
terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan
peranannya.

Secara umum, Contextual  mengandung arti yang berkenan, relevan, ada


hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks, yang membawa maksud, makna,
dan kepentingan.

F. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga

dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna

3
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi

pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.5

G. Komponen-komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)


Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) antara
lain :
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan
diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk
bukan hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai
subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran didasarkan pada
pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil
dari proses menemukan sendiri. Dalam model inquiry dapat dilakukan melalui
beberapa langkah sistematis, yaitu :
a. Merumuskan masalah.
b. Mengajukan hipotesis.
c. Mengumpulkan data.
d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan.

5 http://www.papantulisku.com/2010/01/pembelajaran-kontekstual-contextual.html.

3
e. Membuat kesimpulan.
3. Bertanya (Quesrioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap individu.
Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam
berpikir.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
f.   Menggali pemahaman siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan
orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam
kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara
alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain,
antarteman atau antarkelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang
belum tahu atau yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya
kepada orang lain. Inilah hakekat dari masyarakat belajar yaitu masyarakat
yang saling membagi.
5. Pemodelan (Modeling)

3
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa. Prosesmodeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga
memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL sebab
melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoristis-abstrak
yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru di
pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa
lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengalaman
yang baru di terima. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan
dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi
bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan
oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan oleh siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki
pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental
siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses
belajar bukan kepada hasil belajar.

3
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar
yang penting, yaitu :
1. Mengaitkan (relating),
2. Mengalami (experiencing),
3. Menerapkan (applying),
4. Bekerja sama (cooperating), 
5. Mentransfer (transferring).

I.  Penerapan dan Pendekatan Kontekstual


Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam
penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Guru yang berwawasan
Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan
pendekatan.
2. Materi dalam pembelajaran
Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran yang dijiwai
oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
3. Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar
Dalam hal ini adalah bagaimana seorang guru membuat siswa
bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas,
lebih aktual, nyata/riil, dsb.
4. Media pendidikan

3
Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat
peraga, film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai
dan belajar lebih bermakna.
5. Fasilitas
Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti peralatan dan
perlengkapan, laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk
melakukan pelatihan perlu disediakan.
6. Proses belajar dan mengajar
Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang bernuansa
pembelajaran kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran
kontekstual.
7. Kancah pembelajaran
Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diinginkan.
8. Penilaian
Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran
ini menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara-cara yang
tepat dan variatif, tidak hanya dengan pensil atau paper test.
9. Suasana
Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat
berpengaruh karena dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah
dengan kehidupan nyata di lingkungan siswa.

J. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual

3
Tahapan pelaksanaan pembelajaran kontekstual antara lain :
1. Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan.
2. Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari.
3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa.
4. Menyusun persiapan proses KBM yang telah memasukkan konteks dengan
materi pelajaran.
5. Melaksanakan proses belajar mengajar kontekstual.
6. Melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari siswa.

K. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran Kontekstual atau CTL juga mempunyai beberapa prinsip utama
dalam penerapan dan aplikasinya antara lain :
1. Saling ketergantungan,
2. Diferensiasi,
3. Pengaturan Diri.

L. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual


Esensi pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan atau situasi nyata mereka sehari-hari.
Dengan pendekatan ini diharapkan proses belajar mengajar akan lebih konkret,
realistis, dan lebih bermakna. Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini
diperlukan tahapan-tahapan yang perlu dipersiapkan secara matang.

BAB III

3
PENUTUP

Strategi pembelajaran dapat dimaknai secara sempit dan luas. Secara sempit
strategi mempunyai kesamaan dengan metode yang berarti cara untuk mencapai tujuan
belajar yang telah ditetapkan. Secara luas strategi dapat diartikan sebagai suatu cara
penetapan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran,
termasuk perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam
mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk
melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau
kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk
menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam
melihat suatu fenomena.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

DAFTAR PUSTAKA

3
Dewi,Masitoh & Laksmi. Strategi Pembelajaran, Jakarta: DEPAG RI, 2009.

Prasetya, Abu Ahmadi dan Joko Tri. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pusaka
Setia, 2003.

Rohani,Ahmad, Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Paturrohmah, Pupuh dan Sobry Sutikno. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refik
Aditama, 2007.

http://wordnetweb.princeto.edu/perl/webwn?s=strategy. Online 07 maret 2011.

http://achiiwa17.blogspot.com/2012/05/makalah.html.
http://www.papantulisku.com/2010/01/pembelajaran-kontekstual-contextual.html.

Anda mungkin juga menyukai