Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Publikasi Pendidikan Submitted : 05/03/2019

http://ojs.unm.ac.id/index.php/pubpend Reviewed : 20/05/2019


Volume 9 Nomor 2, Juni 2019 Accepted : 01/06/2019
p-ISSN 2088-2092 e-ISSN 2548-6721 Published : 30/06/2019

Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Pahlawan Nasional

Yudi Setianto
Widyaiswara pada Pusat Pengembangan & Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan PKn-IPS Malang, Jawa Timur
yudiroyan@gmail.com

ABSTRAK
Artikel yang berupa gagasan dengan judul “Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Pahlawan
Nasional, berawal dari temuan di lapangan, bahwa pembelajaran sejarah bersifat kognitif-oriented ,
kurang memperhatikan makna didaktis dan afektif. Artikel ini berusaha menemukan solusi agar terjadi
perubahan paradigma dalam menyusun dan mengembangkan materi sejarah. Penulisan ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif-analitik. Pengembangan karakter siswa sebenarnya
dapat efektif dengan materi sejarah. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam materi sejarah dapat
dilakukan melalui keteladanan para Pahlawan Nasional. Para pahlawan tersebut telah teruji
integritasnya, sehingga pemerintah memberi penghargaan yang tinggi terkait perjuangan, sikap,
pemikiran, dan karakternya. Untuk itu, dalam mengembangkan karakter siswa dapat dilakukan melalui
isnpirasi dari pahlawan nasional.

Kata Kunci: Materi Sejarah, Pendidikan Karakter, Pahlawan Nasional

ABSTRACT
An article, which is an idea entitled “Character Education through a National Hero Role
Model”,begins with a finding in the field, that a History learning tends to be cognitive-oriented as well
as inattentive in didactic and affective meanings. This article tries to find out a solution in order that a
change of paradigm in compiling and developing a History lesson happens. This process of writing
uses qualitative descriptive analytic method. Developing students’ character actually can be effective
with History lesson. The integration of character education in History lesson can be done by National
Heroes role model. Those National Heroes have had proven integrity as a result the government
handed award for their struggle, attitude, thoughts and character. For that reason, to develop the
students’ character can be done through the inspiration from the national hero.

Keywords: History Materials, Character Education, National Hero

PENDAHULUAN sejarah mempunyai fungsi fundamental (


Pengajaran sejarah penting dalam Kartodirdjo, 1993:247). Inti pembelajaran
pembentukan jiwa patriotisme dan rasa sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-
kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap
ditunjang pengalaman praktis warga negara bangsa, jati diri dan budi pekerti kepada anak
yang baik di sekolah membantu memperkuat didik. Buku pelajaran sejarah hendaknya
loyalitas dan membantu anak-anak disusun dengan ketentuan-ketentuan ilmiah
menemukan dirinya dengan latar belakang yang berlandaskan pada tujuan pendidikan
sejarah luas (Jarolimek, 1971: 221). Rowse nasional ( Hugiono & Poerwantana, 1987:90).
(1963: 111) menegaskan bahwa sejarah adalah Melalui proses belajar sejarah bukan semata-
suatu mata pelajaran yang bernilai pendidikan mata menghapal fakta, siswa dapat mengenal
tinggi. Sementara itu Collingwod (1973: 1520) kehidupan bangsanya secara lebih baik dan
mengatakan bahwa nilai sejarah adalah mempersiapkan kehidupan pribadi dan
mengajarkan kepada kita tentang manusia dan bangsanya yang lebih siap untuk jangka
apa yang telah dilakukannya. Dalam konteks selanjutnya ( Hasan, 1997:141).
pembentukan identitas nasional, pengetahuan
177
Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 178

Sementara itu, Krug (1967:22) Kajian artikel yang memuat ide ,


berpendapat bahwa pengajaran sejarah bangsa konsep, dan gagasan ini bertujuan untuk
merupakan upaya terbaik untuk memperkuat merumuskan suatu ide dan konsep alternatif
kesatuan nasional dan untuk menanamkan dalam menyampaikan materi sejarah yang
semangat cinta tanah air dan jiwa patriotik. berintegrasi dengan penguatan pendidikan
Sedangkan Kartodirdjo (1993:258) karakter. Tujuan mempelajari sejarah di dunia
menyatakan peranan strategis pengajaran pendidikan khususnya jenjang sekolah dasar
sejarah dalam rangka pembangunan bangsa sampai sekolah menengah selalu dikaitkan
menuntut suatu penyelenggaran pengajaran dengan nilai-nilai tertentu seperti
sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, pembangunan karakter, semangat
sehingga mampu membangkitkan semangat nasionalisme, serta nilai-nilai afektif lain yang
pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung relevan bagi tujuan pendidikan nasional.
jawab serta kewajiban. Kepekaannya terhadap Materi sejarah di perguruan tinggi
sejarah akan melahirkan aspirasi dan inspirasi dengan di sekolah secara esensi tujuannya
untuk melaksanakan tugasnya sebagai warga berbeda. Di perguruan tinggi lebih
negara. Hugiono & Poerwantana (1987:88) menekankan pada ilmu murni sejarah yang
berpendapat, tujuan mempelajari sejarah bersifat bebas nilai. Alasannya, perkembangan
tidaklah sama dengan tujuan sejarah, pola pikir peserta didik sudah lebih
menyangkut persoalan didaktis dan juga berkembang dan matang. Materi sejarah di
filsafat. Tujuan pelajaran sejarah merupakan sekolah sebagai irisan antara materi ilmu
bagian dari tujuan pendidikan. Sejarah sebagai sejarah dan tujuan pendidikan sehingga disebut
bahan pelajaran harus disusun searah dengan sebagai pendidikan sejarah atau pembelajaran
dasar dan tujuan Pendidikan Nasional. sejarah. Pembelajaran sejarah menempatkan
Kartodirdjo (1993:247) berpendapat bahwa fakta sejarah yang disaring, demi tujuan
pembelajaran sejarah berkedudukan sangat pendidikan. Fakta yang disaring dikaitkan
strategis dalam pendidikan nasional sebagai dengan tingkat penalaran siswa (Setianto,
“soko guru” dalam pembangunan bangsa. 2012: 485).
Pembelajaran sejarah perlu disempurnakan Dari deskripsi di atas, materi sejarah
agar dapat berfungsi secara lebih efektif, yaitu yang diintegrasikan dengan Penguatan
penyadaran warga negara dalam melaksanakan Pendidikan Karakter, dapat dirumuskan dalam
tugas kewajibannya dalam rangka rumusan masalah sebegai berikut:
pembangunan nasional. 1. Bagaimana keterkaitan antara materi
Materi dan mata pelajaran sejarah di pembelajaran sejarah dengan Penguatan
Indonesia, selama ini identik dengan materi Pendidikan Karakter?
ataupun mata pelajaran yang membosankan 2. Bagaimana strategi mengintegrasikan
dengan menghapal nama orang atau tokoh, Penguatan Pendidikan Karakter melalui
nama tempat, angka tahun, dan sekilas fakta. keteladanan para pahlawan nasional?
Pembelajaran sejarah selama ini Artikel jurnal berupa konsep, ide, dan
dikembangkan berdasarkan pemikiran gagasan ini bertujuan untuk: (1)
peristiwa penting dalam sejarah, dan bukan mendeskripsikan keterkaitan antara materi
berdasarkan peristiwa sejarah apa yang penting pembelajaran sejarah dengan Penguatan
bagi siswa. Padahal, materi sejarah sangat Pendidikan Karakter serta (2) menganalisis
efektif dalam pembentukan karakter bangsa. strategi dalam mengintegrasikan Penguatan
Jika materi sejarah dikaitkan dengan karakter, Pendidikan Karakter melalui keteladanan para
hal tersebut sangat relevan. Dalam perjalanan pahlawan nasional.
setiap bangsa, tokoh-tokoh besarnya sering Kajian yang mendasari artikel jurnal
kali menjadi sumber inspirasi bagi pendidikan jenis gagasan, konsep, dan ide ini adalah
karakter dari bangsa tersebut. Dengan pendidikan karakter dan pahlawan nasional.
demikian, perlu adanya kreativitas dari para Pendidikan karakter akan bersentuhan dengan
pendidik untuk mengembangkan serta wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat
menyampaikan materi sejarah dengan universal, seperti kejujuran. Pendidikan
memperhatikan keseimbangan antara kognitif karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan
dan afektif. Jika nilai afektif dikaitkan dengan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk
kebijakan pemerintah mengenai Penguatan membantu siswa mengembangkan disposisi-
Pendidikan karakter, maka perlu terobosan disposisi guna bertindak dengan cara-cara
tersendiri dari para pendidik. yang pasti” (Curriculum Corporation, 2003:
33). Persoalan baik dan buruk, kebajikan-

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 179

kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi secara dekat pada masalah kekinian.


aspek penting dalam pendidikan karakter Kepentingan pokoknya diletakkan pada
semacam ini. Apalagi pembelajaran juga peristiwa nyata dalam dunia aslinya, bukan
memperhatikan empat pilar pembelajaran sekedar pada laporan yang ada (Van Maanen
sebagaimana telah dideklarasikan oleh Unesco dalam Sutopo, 2006:36).
(1988), yaitu: 1) learning to know
(pembelajaran untuk tahu), learning to do HASIL & PEMBAHASAN
(pembelajaran untuk berbuat), 3) learning to Hakekat Pembelajaran Sejarah
be (pembelajaran untuk membangun jati diri, Hamid Hasan berpendapat, terdapat
dan 4) learning to live together (pembelajaran beberapa pemaknaan terhadap pendidikan
untuk hidup bersama secara harmonis) (Setiadi sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan
dkk, 2007: 2). sejarah dimaknai sebagai upaya untuk
Secara istilah di Indonesia, perkataan mentransfer kemegahan bangsa di masa
“pahlawan” berasal dari bahasa Jawa Kuno lampau kepada generasi muda. Dengan posisi
yang sering ditulis dalam berbagai kitab klasik yang demikian maka pendidikan sejarah adalah
seperti kitab Ramayana,Bharata Yudda dan wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan
Nagarakertagama. Istilah “pahlawan” berasal bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah
dari kata “phala” yang mempunyai arti buah ditujukan untuk membangun kebanggaan
atau hasil upah. Dengan demikian, pahlawan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut.
dapat diartikan orang yang telah mencapai Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan
hasil atau buah dari hasil kerjanya atau upaya memperkenalkan peserta didik terhadap
usahanya. Pahlawan Nasional dapat diartikan disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas
sebagai seseorang yang telah mencapai hasil seperti berpikir kronologis, pemahaman
usahanya atau memetik buahnya dalam sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran
usahanya untuk kepentingan nasional atau sejarah, kemampuan penelitian sejarah,
bangsanya. Dalam hubungan ini, pengertian kemampuan analisis isu dan pengambilan
usaha tidak diartikan sempit melainkan usaha keputusan (historical issues-analysis and
atau perjuangan dalam arti luas untuk decision making) menjadi tujuan penting
kepentingan bangsa ( Tjandrasasmita, 1983: dalam pendidikan sejarah ( Hamid, 2007: 7).
19). Bersadarkan UU No. 20 Tahun 2009, Widja (1989: 23) menyatakan bahwa
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara
Kehormatan dijelaskan bahwa pahlawan aktivitas belajar dan mengajar yang di
nasional adalah gelar yang diberikan kepada dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa
warga negara Indonesia atau seseorang yang lampau yang erat kaitannya dengan masa kini.
berjuang melawan penjajah di wilayah yang Pendapat I Gde Widya tersebut dapat
sekarang menjadi wilayah NKRI, yang telah disimpulkan jika mata pelajaran sejarah
gugur atau meninggal dunia demi membela merupakan bidang studi yang terkait dengan
bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap
melakukan tindakan kepahlawanan atau memperhatikan tujuan pendidikan pada
menghasilkan prestasi dan karya yang luar umumnya. Dalam Seminar Sejarah Nasional
biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa di Yogyakarta tahun 1957, Padmopuspito
dan negara Republik Indonesia. berpendapat bahwa pertama, penyusunan
pelajaran sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua,
METODE PENELITIAN siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi
Artikel jurnal yang berupa ide, tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan,
gagasan, dan konsep dengan judul “Pendidikan karena dapat mematikan daya pikir siswa
Karakter Melalui Keteladanan Pahlawan (Gasalba, 1966:169).
Nasional”, berawal dari temuan di lapangan, Atas dasar hal tersebut, maka materi
bahwa pembelajaran sejarah bersifat kognitif- sejarah diberikan kepada seluruh siswa jenjang
oriented, dan belum maksimal pengintegrasian sekolah. Kedudukannya yang penting dan
dalam ranah afektif. Artikel jurnal ini berusaha strategis dalam pembangunan watak bangsa
menemukan solusi agar terjadi perubahan merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan
paradigma dalam mengembangkan materi oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun
sejarah dikaitkan dengan pendidikan karakter. demikian, terkait dengan materi sejarah dari
Penulisan ini menggunakan metode kualitatif jenjang tingkat dasar sampai menengah, Taufik
deskriptif-analitik. Menurut Van Maanen, Abdullah berpendapat agar siswa tidak bosan
penelitian kualitatif mengarahkan kegiatannya menerima materi sejarah, maka jika secara
Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186
Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 180

faktual yang disampaikan sama namun dalam Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat
setiap jenjang pendidikan, peristiwa tersebut pada pendekatan chronicle dan cenderung
akan tampil pada tingkat pengetahuan, menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa.
pemahaman, serta pemberian keterangan Pengaruh pembelajaran sejarah nasional masih
sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. terus dipertanyakan keberhasilannya,
Dengan demikian, setiap tingkatan atau tahap mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan
diharapkan bisa memberikan kesegaran dan bernegara Indonesia khususnya generasi muda
kematangan intelektual (Abdullah, 1996: 10). makin hari makin diragukan eksistensinya.
Dalam masa pembangunan bangsa, Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu
salah satu fungsi utama pendidikan adalah yang harus dibenahi dalam pelaksanaan
pengembangan kesadaran nasional sebagai pendidikan sejarah ( Alfian, 2007).
sumber daya mental dalam proses Jika materi pembelajaran sejarah,
pembangunan kepribadian nasional beserta khususnya membahas para pahlawan bangsa di
identitasnya (Kartodirdjo, 1993:247). Tujuan Indonesia diajarkan secara berulang-ulang dari
pendidikan tidak hanya membentuk tingkat SD sampai SMA, maka muncul
kemampuan intelektual semata, tetapi juga kejenuhan pada diri siswa. Pelajaran sejarah
sikap dan berbagai ketrampilan. Jika menjadi kurang memberi kesempatan kepada
pendidikan hanya memberikan kemampuan anak didik untuk belajar menggali peristiwa
intelektual tanpa didasari nilai-nilai dan atau tokoh lain dalam sejarah serta mengali
moralitas dalam diri siswa, maka lebih dalam tentang perilaku, sikap, perjuangan
intelektualitas dapat menjadi salah arah. dan pemikiran dari para pahlawan. Selama ini,
Menurut Kohlberg (1995:63), pendidikan dalam buku-buku teks pelajaran sejarah hanya
moral lebih merupakan perangsang bagi terdapat beberapa peristiwa dan pahlawan atau
perkembangan moral daripada ajaran langsung tokoh ketika membahas materi perlawanan
tentang aturan-aturan moral yang pasti dan atau perjuangan bangsa melawan kolonialisme
baku. dan imperialisme. Tokoh-tokoh pahlawan
Menurut Nugroh Notosusanto, secara tersebut adalah Pangeran Diponegoro, Imam
umum, fungsi sejarah terdiri empat macam Bonjol, Sultan Agung, Pattimura, R.A Kartini
meliputi: serta tokoh pahlawan lain yang sudah dihapal
(1) Fungsi Edukatif, sejarah memberikan oleh para siswa. Hapalan materi pada
kearifan dan kebijakan bagi yang umumnya tentang siapa, kapan, dimana, dan
mempelajari apa dari tokoh tersebut.
(2) Fungsi Inspiratif, dari sejarah dapat diambil Padahal sejarah Indonesia yang
ide-ide dan konsep yang langsung panjang mengandung berbagai nilai edukatif
berguna bagi pemecahan masalah masa sehingga memberikan pelajaran yang penting
kini dan untuk mendapatkan inspirasi dan bagi kehidupan generasi penerus bangsa.
semangat bagi mewujudkan identitas Untuk terus menghidupkan penghargaan
sebagai suatu bangsa. terhadap sejarah bangsa, materi pembelajaran
(3) Fungsi Rekreatif, yaitu nilai estetis dari sejarah harus bisa diterapkan dengan inovasi
sejarah, terutama berupa cerita yang indah materi yang menarik minat siswa. Menarik di
tentang tokoh ataupun peristiwa. sini tetap berdasar ciri khas materi sejarah
(4) Fungsi Instruktif, untuk menunjang bidang namun dikaitkan dengan hal yang bersifat
studi kejuruan/ketrampilan seperti kontekstual
jurnalistik,tehnologi senjata, navigasi dan Selama ini fungsi sejarah terkait
lain-lain (Notosusanto, 1971: 7-12). dengan pengembangan karakter bangsa yakni
Tampaknya, cari berbagai hal tentang fungsi edukatif belum diimplementasikan.
pembelajaran sejarah serta hakekat dari Padahal jika materi sejarah dikaitkan dengan
keempat fungsi sejarah di atas, pelaksanaan sejarah dalam koridor pendidikan di sekolah
pembelajaran di Indonesia hanya terpaku pada maka dengan sendirinya fungsi edukatif lebih
fungsi rekreatif berupa cerita sebuah peristiwa ditonjolkan, termasuk materi sejarah di
beserta tokohnya yang dikemas secara Sekolah Dasar. Namun model dan teknik
kronologis-diakronis. Jika ini dilakukan maka pembelajaran masih perlu membutuhkan
menjadi pembenar sebagian pendapat bahwa inovasi-kreasi dalam pelaksanaannya di kelas
pembelajaran sejarah bersifat monoton dan agar mindset tentang materi sejarah bersifat
membosankan bagi siswa. Hal ini sesuai hapalan dan akhirnya terlupakan dapat diubah.
pendapat Magdalia Afian bahwa strategi Menurut Sartono Kartodirjo, dua
pedagogis sejarah Indonesia sangat lemah. fungsi sejarah yaitu fungsi genetis dan

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 181

didaktis. Pada hakekatnya pengetahuan sejarah sekolah. Hal ini bertujuan untuk
adalah pengungkapan tentang “bagaimana” membentuk kepribadian siswa yang cinta
terjadinya peristiwa itu. Sudah barang tentu terhadap tanah airnya sendiri serta tahu
penjelasan tentang “bagaimana” juga bagaimana sejarah negaranya
mencakup “apa”, “siapa”, “di mana”, dan sendiri.Tantangan pendidikan karakter dalam
“kapan”. Esensi dari setiap pengetahuan mata pelajaran atau materi sejarah di sekolah-
sejarah sebenarnya hendak menerangkan sekolah itu sendiri adalah bagaimana
bagaimana sesuatu terjadi dan dengan mengelola semua komponen-komponen yang
demikian, dianggap telah “diterangkan” atau ada, seperti isi kurikulum itu sendiri harus
“dijelaskan” peristiwa itu. Ini berarti bahwa lebih mengarahkan pada pembentukan karakter
sejarah pada hakekatnya wajib melacak siswa, pemberdayaan sarana dan prasarana,
perkembangan kejadian, jadi genetikanya. dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan
Adapun fungsi didaktis pengetahuan sejarah sekolah. Apalagi pemerintah sudah
ialah agar generasi yang berikut dapat memberikan aturan tentang penguatan
mengambil hikmah dan pelajaran dari pendidikan karakter. Dengan demikian,
pengalaman nenek moyangnya. Lagi pula, agar kurikulum sekolah perlu adanya
suri tauladan mereka dapat menjadi model bagi pengintegrasian pendidikan karakter dalam
keturunannya. Sejarah dianggap sebagai setiap mata pelajaran dari semua jenjang
perbendaharaan kebijaksanaan nenek moyang, pendidikan.
termasuk nilai-nilainya (Kartodirdjo, Karakter merupakan perpaduan antara
1993:251- 252). moral, etika, dan akhlak. Moral lebih
Fungsi sejarah menurut Sartono menitikberatkan pada kualitas perbuatan,
Kartodirdjo di atas, dalam praktek tindakan atau perilaku manusia atau apakah
pembelajarannya juga hanya terpaku pada perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk,
fungsi genetis yang mencakup pengungkapan atau benar atau salah. Sebaliknya, etika
fakta sejarah yang berhubungan dengan : memberikan penilaian tentang baik dan buruk,
bagaimana, apa, siapa, di mana. Namun fungsi berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam
didaktis agar generasi berikutnya dapat masyarakat tertentu, sedangkan akhlak
mengambil keteladanan dari fakta sejarah masa tatanannya lebih menekankan bahwa pada
lalu, kurang ditekankan. Jika demikian maka hakikatnya dalam diri manusia itu telah
slogan kebanggaan sejarah yakni histories tertanam keyakinan di mana ke duanya (baik
make man wise tidak dapat berfungsi secara dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan
maksimal. Slogan tersebut dapat diterapkan karakter dimaknai sebagai pendidikan
jika pembelajaran materi sejarah juga dapat nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
berkontribusi dalam hal pembentukan karakter moral, pendidikan watak, yang tujuannya
generasi bangsanya. mengembangkan kemampuan peserta didik
Pendidikan di Indonesia selama ini untuk memberikan keputusan baik-buruk,
dianggap oleh sebagian kalangan mengalami memelihara apa yang baik itu, dan
krisis dalam pembentukan karakter . Hal ini mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
disebabkan kurikulum difokuskan pada materi sehari-hari dengan sepenuh hati.
kognitif semata, tanpa memperhatikan secara Nilai merupakan suatu yang luhur,
serius hal-hal afektif atau perilaku. Mata yang baik dan senantiasa dikejar dan ingin
pelajaran dan materi yang relevan dan efektif dicapai oleh setiap manusia. Nilai bersifat
dalam membangun karakter bangsa, abstrak atau metafisis, hanya menjadi tampak
menumbuhkan nasionalisme, dan atau nyata dalam perilaku orang-orang yang
mempertahankan kearifan lokal adalah mata menghayatinya. Nilai mengatasi fisik dan
pelajaran atau materi sejarah. Namun selama kesadaran manusia, namun senantiasa menjadi
mata pelajaran tersebut bersifat mati suri jika sesuatu segi yang mendorong berperilaku
dikaitkan pembelajaran sikap. Hal ini tertentu. Pemahaman suatu nilai bukanlah
disebabkan masih terbatasnya suatu kognitif verbal, melainkan yang efektif
pengintegrasiannya dalam ranah afektif. afektual dengan menghayati nilai itu sendiri
Kurikulum pembelajaran sejarah dirancang (Driyarkara, 1980: 20).
pada domain kognitif semata meski kurikulum Mengutip pendapat Scheler, Drijarkara
mengalami dinamika sesuai perkembangan. menyatakan bahwa unsur pertama dalam
Nilai-nilai karakter dalam pendidikan kehidupan manusia yang utama adalah nilai-
sejarah memang perlu dilakukan dan nilai (wert). Baginya nilai bukanlah sesuatu
diterapkan dalam kurikulum yang ada di yang hanya ada dalam pikiran. Nilai bukan ide

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 182

atau cita-cita. Nilai dialami dengan penuh proses sosialisasi sikap nasionalisme dapat
getaran jiwa, perjuangan antara manusia dan dilaksanakan secara lebih sistematik dan
nilai rasa (fuhlen) karena ada tiga macam, terencana, yaitu melalui proses internalisasi.
maka nilai pun ada tiga, yaitu nilai keindahan Proses internalisasi merupakan proses untuk
atau kenikmatan, nilai kebaikan dan nilai menjadikan suatu sikap sebagai bagian dari
rokhani (Driyarkara, 1980: 149-150). kepribadian seserorang. Dalam upaya
Pernyataan Scheler sesuai dengan pendapat mensosialisasikan sikap nasionalisme,
Kattsoff ( 1992:345) yang menyatakan bahwa strategi belajar mengajar pendidikan sejarah
nilai tidak bereaksi namun mempunyai essensi- dilakukan melalui tahap pengenalan dan
essensi yang terkandung di dalam sesuatu atau pemahaman, tahap penerimaan, dan tahap
perbuatan dan ada di dalam kenyataan. Nilai pengintegrasian (Hizam: 2007:289).
mendasari barang sesuatu yang “bernilai” Sejarah dapat dimaknakan sebagai
maka ia memahami bahwa di dalam hakikat rekaman kritis tentang peristiwa, pengalaman
sesuatu terdapat nilai yang mendasari. serta kejadian penting yang dilakukan umat
Nilai-nilai itu merupakan sesuatu yang manusia pada masa lalu. Dalam peristiwa
nyata, tetapi melekat pada sesuatu. Di dalam sejarah tersebut, akan terlihat nilai-nilai
nilai terkandung cita-cita, harapan, dambaan, sejarah, sehingga dapat digunakan sebagai
dan keharusan, tetapi bukan merupakan tujuan referensi dari tindakan dan pola pikir generasi
konkret. Nilai mendorong manusia yang berikutnya dalam suatu bangsa. Mempelajari
menghayatinya untuk memilih mana yang sejarah bukan sekedar hapalan atau hanya
penting dan tidak penting, benar dan tidak sekedar cerita tentang suatu peristiwa besar
benar, baik dan tidak baik. Dengan demikian, yang kemudian kita lupakan dan tanpa
nilai memberi arah untuk bersikap dan memperoleh pemahaman sedikitpun. Peristiwa
bertingkah laku. Setiap bangsa di dunia sejarah mengandung nilai karakter pendidikan
mempunyai dasar atau landasan, kekuatan dan sejarah. Selanjutnya, perlu digambarkan
daya dorong bagi perjuangannya yang berupa implementasi nilai karakter pendidikan
nilai-nilai kejuangannya dalam mewujudkan sejarah.
cita-citanya. Pembelajaran harus memiliki muatan
Sementara itu, terminologi ”karakter” konsep kurikulum tersembunyi (hidden
itu memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan curriculum), yang meliputi nilai-nilai yang
kepribadian. Suatu karakter merupakan dipromosikan oleh sekolah, penekanan yang
cerminan dari nilai apa yang melekat dalam diberikan oleh guru, derajat antusiasme guru,
sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada iklim fisik dan sosial sekolah (Oliva, 1982:7).
gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai Istilah hidden curriculum atau kurikulum
yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau tersamar menunjuk pada kenyataan bahwa para
sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” guru dan sekolah terlibat dalam pendidikan
sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar moral, tanpa secara eksplisit dan filosofis
kamuflase. Karakter adalah watak, tabiat, membahas atau merumuskan tujuan dan
akhlak, atau kepribadian seseorang yang metodenya (Kohlberg, 1995:124). Pendidikan
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai karakter akhir-akhir ini menjadi pembicaraan
kebajikan (virtues) yang diyakini dan utama pendidikan, selain menjadi bagian dari
digunakan sebagai landasan untuk cara proses pembentukan akhlak anak bangsa.
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Pendidikan karakter diharapkan mampu
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, menjadi pondasi utama dalam mensukseskan
dan norma, seperti jujur, berani bertindak, bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa maju
dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. lainnya. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Interaksi seseorang dengan orang lain Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
menumbuhkan karakter masyarakat dan Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan
karakter bangsa. Oleh karena itu, nasional berfungsi mengembangkan
pengembangan karakter bangsa hanya dapat kemampuan dan membentuk karakter serta
dilakukan melalui pengembangan karakter peradaban bangsa yang bermartabat dalam
individu seseorang. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk
Pendidikan Karakter dan Keteladanan berkembangnya potensi peserta didik agar
Pahlawan Nasional menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
Melalui pendidikan sejarah yakni kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
dalam bentuk kegiatan belajar mengajar, mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 183

dan menjadi warga negara yang demokratis tercermin pada sikap perilaku untuk mencapai
serta bertanggung jawab. tujuan tertentu. Keberhasilannya dapat diukur
Pendidikan karakter memiliki esensi dengan indikator perubahan perilaku orang
dan makna yang sama dengan pendidikan yang menjadikannya figur panutan menjadi
moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya selaras seimbang sesuai dengan tujuan tertentu
adalah membentuk pribadi anak, supaya yang dikehendaki.
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, Sebuah proses meniru dan mengikuti
dan warga negara yang baik. Adapun kriteria selalu terjadi pada diri manusia. Binatang pun
manusia yang baik, warga masyarakat yang belajar dari induk mereka dengan cara melihat,
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu lantas menirukan. Seluruh makhluk hidup di
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah dunia selalu belajar dengan cara meniru,
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak kenyataan - kenyataan di atas, menjelaskan
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan dengan sangat tegas akan pentingnya
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari keteladanan dalam hidup. Karena setiap orang
pendidikan karakter dalam konteks pendidikan punya tabiat meniru, maka pihak - pihak yang
di Indonesia adalah pendidikan nilai, dimungkinkan akan ditiru semestinya selalu
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang tampil sebagai teladan yang baik. Agar,
bersumber dari budaya bangsa Indonesia mereka yang meniru mendapatkan contoh yang
sendiri, dalam rangka membina kepribadian baik untuk ditiru. Tabiat meniru ini, bahkan
generasi muda. akan memberi kontribusi yang besar bagi
Dalam ranah praktis dalam hampir seluruh kepribadian seseorang.
pendidikan, pendidikan karakter adalah segala Banyak pihak yang semestinya
sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu memberikan figur teladan yang baik, seperti
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru contoh seorang kepala keluarga menjadi figur
membantu membentuk watak peserta didik. teladan bagi anak dan isterinya. Semua
Hal ini mencakup keteladanan bagaimana pemikiran, ucapan dan tindakan yang
perilaku guru, cara guru berbicara atau dilakukan akan menjadi fokus perhatian
menyampaikan materi, bagaimana guru anggota keluarganya. Keselarasan dan
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. keseimbangan ketiga hal tersebut mampu
Jika dikaitkan dengan nilai karakter pendidikan berdampak positif bagi pencapaian tujuan
sejarah, maka hal ini merupakan persitiwa dan dalam kepemimpinan sebuah rumah tangga.
tokoh sejarah, yang mampu memberi Bisa dibayangkan betapa hebatnya akibat yang
insipiarsi, keteladadan, dan kepeloporan dari ditimbulkan bila hal tersebut diterapkan pada
ranah sejarah bangsa Indonesia. lingkungan yang lebih luas, mungkin sebuah
Pendidikan sejarah memiliki peran negara yaitu keteladanan seorang pemimpin
penting dalam pembinaan generasi muda, negara. Keteladanan mampu mempengaruhi
karena pendidikan sejarah sebagai saran efektif orang lain yang berbeda latar belakang,
dalam menanamkan sikap kesetiaan dan budaya, karakter, watak, lingkungan dan
tanggung jawab warga negara terhadap bangsa pengetahuan.
dan negaranya, serta membentuk kepribadian Strategi keteladanan ini dapat
bangsa (Soedjatmoko, 1990: 112). dibedakan menjadi keteladanan internal
Implementasi nilai karakter dalam pendidikan (internal modelling) dan keteladanan eksternal
sejarah dapat dieksplorasi melalui keteladaan (external modelling). Keteladanan internal
para tokoh-tokoh sejarah bangsa yang telah dapat dilakukan melalui pemberian contoh
mengabdi dan berjasa bagi bangsa dan negara. yang dilakukan oleh orang tua terhadap
Keteladan para tokoh akan memberi anaknya, atau keteladanan seorang guru
keteladanan yang bersifat tekstual dan terhadap siswanya sendiri dalam proses
kontekstual terhadap para siswa. pembelajaran. Sementara keteladanan
Keteladanan berasal dari kata teladan eksternal dilakukan dengan pemberian contoh-
yaitu hal - hal yang dapat ditiru atau dicontoh. contoh yang baik dari para tokoh yang dapat
Keteladanan mempunyai pengaruh besar diteladani, tokoh-tokoh yang ada dalam sejarah
dalam pembentukan pribadi seseorang. Secara bangsa. Pendekatan ini digunakan melalui
sederhana keteladanan memerlukan penilaian penerapan strategi keteladanan (modeling)
bahwa perilaku tersebut baik sebelum melalui pendidikan sejarah akan
memutuskan untuk melakukan hal yang sama. efektif.Keteladanan para pahlawan bangsa
Keteladanan dapat diartikan wujud dari usaha sebagai sarana efektif dalam rangka
yang dilakukan seseorang dengan sadar

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 184

menumbuhkan kesadaran bermasyarakat, demikian, para guru perlu melakukan


berbangsa dan bernegara. terobosan akademik dengan mencari sumber-
Nama-nama para pahlawan nasional sumber bacaan yang dapat
sebagai model kongkrit dalam pendidikan dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang
karakter. Mereka telah teruji integritas dan ketokohan para pahlawan nasional jika
keteladananya sehingga negara memberi dikaitkan dengan karakter bangsa.
penghargaan melalui gelar pahlawan nasional. Dengan demikian program Penguatan
Tindakan, kisah, latar belakang, perjuangan Pendidikan Karakter yang telah dicanangkan
dan pemikirannya yang “bernilai” dapat oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden
menjadi referensi dan inspirasi dalam kegiatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017,
pembelajaran sejarah. Nilai-nilai karakter, dapat dilaksanakan oleh berbagai segi dan
perilaku, pemikiran, dan perjuangannya dapat elemen pendidikan, termasuk melalui materi
digali dan dikembangkan melalui sejarah di sekolah. Indonesia sebagai bangsa
pembelajaran sejarah yang bermakna. Dengan yang berbudaya merupakan negara yang
demikian para siswa dapat menerima keteladan menjunjung tinggi akhlak mulia, nilai-nilai
kongkrit. Untuk itu dituntut adanya kreativitas luhur, kearifan, dan budi pekerti. Dalam
dari para guru yang menyajikan materi sejarah. rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya
Para guru dapat menggali dan mampu melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur,
mentransformasikan nilai-nilai tertentu kepada toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif,
peserta didik. Pahlawan tidak selalu identik mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
dengan masalah perang dan perjuangan fisik. kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
Hal ini disebabkan mereka berjuang dari prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar
berbagai dimensi. Integritas para pahlawan membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
tersebut dianggap punyai nilai lebih. Dengan dan bertanggung jawab, perlu penguatan
demikian, para siswa tidak akan mengalami pendidikan karakter.
krisis keteladanan dari tokoh bangsanya Nilai-nilai penguatan karakter dalam
sendiri. Jika siswa Sekolah Dasar mengalami Peraturan Presiden tersebut oleh Kementerian
krisis keteladanan, maka figur-figur dari tokoh Pendidikan Dan Kebudayaan
bangsa lain bahkan figur imajinatif fiktif dari diimplementasikan melaluiPeraturan Menteri
media massa malah menjadi tumpuan Pendidikan dan Kebudayaan tentang
keteladanan para generasi bangsa. Figur tokoh Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan
bangsa lain dan juga figur imajinatif belum Pendidikan Formal. Nilai-nilai penguatan
tentu sesuai dengan karakter bangsa. karakter dilaksanakan dengan menerapkan
Harus diakui, keteladanan tokoh dan nilai-nilai Pancasila tersebut dirangkum
pahlawan bangsa selama ini kurang digali menjadi lima nilai utama karakter yang saling
disebabkan metode pembelajaran sejarah berkaitan yaitu religiusitas, nasionalisme,
masih mengacu pada model konvensional. kemandirian, gotong royong, dan integritas
Pembelajaran sejarah konvensianal hanya yang terintegrasi dalam kurikulum.
terpaku pada peristiwa, nama tokoh, tempat, Lima utama nilai karakter serta
tahun, dan sepenggal kisah dari tokoh tersebut. subnilai dari karakter dalam pembelajaran
Dengan bahasa lain, materi sejarah bertumpu tentang materi sejarah, relevan, sesuai dan
pada penguasaan materi kognitif. Meski kontekstual jika materi keteladanan pahlawan
kurikulum sejarah dan materi sejarah selalu nasional menjadi sumber belajar, inspirasi,
mengalami perubahan namun hanya berubah acuan dan keteladanan jika dihubungkan
di permukaan, secara esensi tetap sama yakni dengan Penguatan Pendidikan Karakter.
kognitif-oriented (Setianto, 2018: 133). Jika Masing-masing tokoh ataupun para pahlawan
kurikulum demikian, maka siswa tidak pernah nasional dapat diidentifikasikan peran,
merasa adanya hal yang afektif termasuk perjuangan, dan pemikirannya dari masing-
keteladanan dari sikap, tindakan dan pemikiran masing nilai karakter tersebut. Dengan
para pahlawan dan tokoh bangsa. demikian, Penguatan Pendidikan Karakter
Melihat fenomena di atas, para guru melalui materi sejarah diharapkan akan lebih
yang menyampaikan materi sejarah, perlu efektif dan kontekstual, ditengah-tengah
melakukan kreasi dan inovasi materi permasalahan bangsa yang mengalami krisis
pembelajaran dengan mengintegrasikan keteladan ini.
keteladan para tokoh sejarah untuk
memperkuat pendidikan karakter. Dengan

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 185

KESIMPULAN & SARAN Alfian, Magdalia. (2007). “Pendidikan Sejarah


Selama ini slogan kebanggaan dan Permasalahan yang Dihadapi”.
mempelajari sejarah yakni “sejarah membuat Makalah disampaikan dalam
bijaksana” seringkali menjadi tanda tanya Seminar Nasional Ikatan Himpunan
besar, ketika materi sejarah di sekolah kurang Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia
menimbulkan dampak bagi peserta didik. (IKAHIMSI). Universitas Negeri
Dampak yang dimaksud di sini bukan semata- Semarang, Semarang, 16 April 2007
mata dari aspek kognitif, namun lebih pada Curriculum Corporation. (2003). The Values
aspek afektif. Hal ini disebabkan selama ini, Education Study: Final Report.
materi sejarah di sekolah memang lebih Victoria: Australian Government
banyak diajarkan dari sudut kognitif. Materi Dept. of Education, Science and
sejarah pada umumnya bersifat kronologis Training
yang padat dengan materi hapalan berupa Collingwod,R.G. (1973). The Idea of History.
“kapan”, “siapa”, “dimana” tentang suatu fakta London: Oxford University Press
sejarah. Akibatnya, materi kognitif yang terlalu Driyarkara, (1980). Driyarkara Tentang
padat kurang memberi kesempatan kepada Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan
para guru untuk mengajarkan aspek afektifnya. Kanisius.
Aspek afektif dalam pembelajaran Gazalba, Sidi . (1966). Pengantar Sejarah
sejarah dapat diintegrasikan jika materi sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara
dikaitkan dengan keteladan para tokoh Karya Aksara.
pahlawan. Keteladanan tokoh pahlawan Hugiono & Poerwantana,P.K. (1987).
sinergis dengan pendidikan karakter. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta :
Keteladan para pahlawan dapat PT Bina Aksara
diidentifikasikan dengan nilai-nilai karakter Hasan, Hamid S. (1997). “Kurikulum dan Buku
dan subnilai karakter. Dengan demikian, ketika Teks Sejarah” dalam Kongres
para pahlawan menjadi inspirasi dalam Nasional Sejarah 1996 Jakarta Sub
pendidikan penguatan karakter maka materi Tema Perkembangan Teori dan
yang disajikan pada siswa sudah bukan dalam Metodologi dan Orientasi
ranah abstrak namun menjadi lebih konkrit , Pendidikan Sejarah. Jakarta : Proyek
kontekstual dan keindonesiaan. Inventarisasi dan Dokumentasi
Dengan demikian, para pendidik yang Sejarah Nasional Direktorat Jenderal
mengajarkan materi sejarah perlu melakukan Kebudayaan Departemen
inovasi dan kreasi dalam mengembangkan Pendidikan dan Kebudayaan
materi pembelajaran sejarah, yang dikaitkan Hasan, Hamid S. (2007). „Kurikulum
dengan pendidikan karakter melalui isnpirasi Pendidikan Sejarah Berbasis
para pahlawan nasional. Para Pahlawan Kompetensi‟. Makalah pada
Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah Seminar Nasional Ikatan Himpunan
telah dianggap mempunyai jiwa , tindakan, Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia
pemikiran dan perjuangan bagi masyarakat, (Ikahimsi) XII. Semarang, 16 April
bangsa dan negara dimana di dalam diri para 2007.
pahlawan tersebut terdapat nilai-nilai tertentu Hizam, Ibnu. (2007). “Kontribusi Minat
yang dapat menjadi referensi bagi Belajar dan Kemampuan Klarifikasi
pengembangan karakter para peserta didik. Nilai Sejarah dalam Pembentukan
Sikap Nasionalisme” dalam Jurnal
Penelitian Keislaman, Vol. 3, No. 2,
DAFTAR PUSTAKA Juni 2007.
Abdullah, Taufik . (1996). “ Di Sekitar Jarolimek, John. (1971). Social Studies in
Pengajaran Sejarah yang Refkletif Elementary Education.Ney York:
dan Inspiratif”. Dalam Jurnal Macmillan Co.
Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, Kartodirdjo, Sartono.(1993).Pendekatan Ilmu
Persepsi 6 oleh Masyarakat Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Sejarawan Indonesia. Jakarta: PT Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Gramedia Pustaka Utama Utama
Krug, Mark. M. (1967). History and the Social
Sciences. Walthan Mass: Braisdell

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186


Jurnal Publikasi Pendidikan | Volume 9 Nomor 2, Juni 2019| 186

Kohlberg, Lawrence. (1995). Tahap-tahap


Perkembangan Moral. (Edisi
terjemahan oleh John de Santos dan
Agus Cremers SUD. Yogyakarta:
Kanisius
Kattsoff, Louis. (1992). Pengantar Filsafat.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Notosusanto, Nugroho. (1971). Norma-norma
Dasar Penelitian dan Penulisan
Sejarah. Jakarta: Pusat Sejarah
ABRI, Departemen Hankam.
Oliva, Peter F. (1982). Developing The
Curriculum. Boston, Toronto : Little
Brown and Company
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
87 tahun 2017
Rowse, A.L. (1963). The Use of History.
London: Macmillan & Co.
Setianto, Yudi. (2012). Dikotomi Bebas Nilai
dan Nilai Pendidikan dalam
Pembelajaran Sejarah. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Vol.
18, Nomor 4, Desember 2012.
Setianto, Yudi. (2018).Membangun Paradigma
Baru Kurikulum Sejarah. Jurnal
Karakter PPKn Dan IPS. Vol. 1,
Nomor 1, Juli 2018.
Setiadi, Elly M., dkk. (2007). Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. Cetakan ke-2.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Soedjatmoko. (1990). Dimensi Manusia dalam
Pembangunan. Jakarta: LP3ES
Sutopo,H.B. (2006). Metode Penelitian
Kualitatif Dasar Teori dan
Terapannya dalam Penelitian.
Surakarta: Universitas Sebelas
Maret
Tjandrasasmita, Uka. (1983). “Beberapa Saran
untuk Penggarisan Pola Penulisan
Biografi Pahlawan Nasional” dalam
Pemikiran Biografi, Kepahlawanan
dan Kesejarahan Suatu Kumpulan
Prasaran Pada Berbagai Lokakarya
Jilid I. Jakarta: Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah Nasional
Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional
Widja, I Gde. (1989). Pengantar Ilmu Sejarah:
Sejarah dalam Perspektif
Pendidikan. Semarang: Satya
Wacana.

Yudi Setianto. Pendidikan kakarkter Melalui Keteladanan Pahlawan…, halaman 177-186

Anda mungkin juga menyukai