Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BAHAN PAKAN ALTERNATIF

POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK BIJI


KARET

Oleh :
Kelas A
Kelompok 5

RINA AGUSTINA 200110170149


REIKHA AULIA ANANDA 200110170221
LINA LESTARI 200110170155
MUHAMMAD IBNU AFRIAN 200110170194
NUR ATIA ALDILA 200110170296
ISMI RAHMALITA 200110170303

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah

mengenai Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Minyak Biji Karet ini dengan

tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah

Bahan Pakan Alternatif pada Fakultas Ilmu Peternakan Universitas Padjadjaran,

Sumedang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. U.

Hidayat Tanuwiria, M.Si., IPU., Bapak Dr. Ir. Iman Hernaman, M.Si., IPU.,

Bapak Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si., IPM., dan Ibu Dr. Ir. Budi Ayuningsih,

M.Si. selaku para dosen pengampu mata kuliah Bahan Pakan Alternatif yang telah

membimbing kami dalam mata kuliah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak lain yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah akhir

praktikum ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan

bagi para pembaca sekalian.

Sumedang, November 2020

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR............................................................ iv

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................. 1
1.2 Manfaat............................................................................. 2

II PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Limbah Industri Biji Karet............................... 4
2.2 Potensi Limbah Industri Biji Karet sebagai Pakan........... 5
2.3 Upaya Perbaikan Mutu Pakan.......................................... 8
2.4 Pemanfaatan sebagai Pakan.............................................. 9
2.5 Respon Ternak terhadap Limbah Industri Biji Karet........ 11

III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1 Tanaman Karet....................................................................... 5

2 Biji Karet................................................................................ 5

3 Bungkil Biji Karet.................................................................. 6

4 Tepung Biji Karet................................................................... 7

iv
v

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia

dengan total produksi pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton/tahun. Luas seluruh

area perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,4 juta hektar yang merupakan luas

area perkebunan karet terbesar di dunia.

Tanaman karet merupakan salah satu tanaman tropis perkebunan yang

banyak dibudidayakan, tanaman karet dapat menghasilkan 800 biji karet untuk

setiap pohonnya per tahun. Pada lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami sebanyak

400 pohon karet. Maka untuk lahan seluas 1 hektar diperkirakan dapat

menghasilkan 5.050 kg biji karet per tahunnya. Selain diambil getahnya tanaman

karet juga memiliki potensi lain yaitu terdapat pada bijinya. Biji karet selama ini

dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, hanya dimanfaatkan sebagai benih


generatif pohon karet. Pada dasarnya, biji karet memiliki potensi yang sangat baik

untuk dijadikan sebagai pakan ternak dengan melakukan pengolahan terlebih

dahulu yaitu diambil minyaknya dan atau dijadikan dalam bentuk tepung.

Pemanfaatan limbah minyak biji karet di Indonesia belum mendapat

perhatian lebih. Penggunaan minyak biji karet sebagai bahan pakan (minyak

makan) masih dalam taraf penelitian. Hal ini karena biji karet memiliki kelemahan

jika dijadikan sebagai pakan ternak khususnya ternak unggas yaitu mengandung

anti nutrisi HCN dan adanya asam linolenat yang cukup tinggi dalam minyak biji

karet serta mempunyai bau yang tidak enak yang dapat mempengaruhi

v
vi

produktivitas ternak. Apabila pemisahan asam linolenat telah berhasil dilakukan,

diperkirakan minyak biji karet akan setaraf dengan minyak nabati lainnya. Oleh

karena itu, perlu adanya kajian lebih lanjut untuk mengetahui potensi dan

pemanfaatan limbah minyak biji karet untuk pakan ternak.

1.2 Manfaat

Dalam industri karet, hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah

latex. Sementara itu biji karet masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai

limbah. Biji karet mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang

mempunyai berat 2-4 gram/biji. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras

berwarna coklat, dan 50-60% kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji

karet terdiri dari 45,63% minyak, 2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan

24,21% karbohidrat, sehingga biji karet berpotensi digunakan sebagai sumber

minyak. Kandungan air yang besar dalam biji karet memicu hidrolisis trigliserida

menjadi asam lemak. Maka biji karet dikeringkan dan dipres untuk diambil

minyaknya (Ikwuagwu et al., 2000). Biji karet mengandung 40%-50% minyak,

yang terdiri atas 17%-22% asam lemak jenuh dan 77%-82% asam lemak tak jenuh

(Swern, 1994). Kadar lemak total dalam biji karet mentah adalah 45,63%

(Ikwuagwu et al, 2000).

Pemanfaatan minyak biji karet yang sejauh ini dilakukan adalah sebagai

ransum atau pakan ternak. Kandungan gizi dalam biji karet cukup tinggi, sehingga

minyak tersebut potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pangan

atau pakan. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa daging biji karet

mempunyai komposisi kimia dengan kandungan lemak atau minyak berkisar 40-

50% (Siahaan et al, 2012). Minyak tersebut dapat dihasilkan dengan proses

vi
vii

ekstraksi menggunakan pelarut atau dengan cara press hidrolik dengan tekanan

8,5 ton, namun di dalam biji karet terdapat zat beracun yang jika terhidrolisis akan

membentuk asam sianida (HCN). Oleh sebab itu perlu dilakukan perlakuan awal

untuk menghilangkan racun tersebut (Saridjo, 2012). Penelitian awal telah

dilakukan proses penghilangan racun HCN pada pengolahan minyak biji karet

dengan cara perendaman dan perebusan. Minyak yang dihasilkan dari proses

ekstraksi biji karet merupakan minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai

minyak pangan atau minyak makan.

vii
viii

II

PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Limbah Industri Biji Karet

Tanaman karet temasuk kedalam divisio spermatophyta, class

dicotyledoneae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae dan species Hevea

braziliensis (Marjanin dan Ed, 1982). Tanaman karet berasal dari Negara Brazilia

atas introduksi yang dilakukan oleh Wickham pada tahun 1876, dan pertama kali

ditanam di Indonesia di Cimanggu, Bogor dan sejak itu menyebar di seluruh

Indonesia (Departemen Pertanian, 1986).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di sekitar ekuator antara 10º LU

dan 10º LS. Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian

0-200 mdpl dengan curah hujan berkisar antara 2500-4000 mm per tahun dan pH

3.8-8.0. Suhu harian yang cocok untuk tanaman karet rata-rata 25-30ºC. Suhu di
bawah 20ºC atau terlalu tinggi kurang baik terhadap petumbuhan tanaman karet.

Syarat lain yang dibutuhkan tanaman karet adalah sinar matahari dengan

intensitas yang cukup yaitu selama 5-7 jam (Ardhiyan,2013).

Biji karet merupakan hasil lain disamping karet alam dari tanaman karet

yang kurang dimanfaatkan. Biji karet berukuran besar dan memiliki kulit atau

cangkang yang keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola

yang khas. Dilihat dari komposisi kimianya, kandungan protein biji karet

terhitung tinggi. Selain kandungan proteinnya cukup tinggi, kandungan asam

viii
ix

amino biji karet juga sangat baik. Semua asam amino esensial yang dibutuhkan

tubuh terkandung di dalamnya (Nazarudin dan Paimin, 2012).

Gambar 1. Tanaman Karet Gambar 2. Biji Karet

Selama ini biji karet hampir tidak me miliki nilai ekonomis sama sekali

dan hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Pada faktanya biji

karet mengandung minyak nabati dan dimanfaatkan menjadi input yang berharga

pada berbagai industri. Biji karet mengandung sekitar 40-50% minyak nabati

dengan komposisi asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat,

sementara sisanya berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat dan asam

lemak lainnya (Setyawardhani dkk., 2010).

2.2 Potensi Limbah Industri Biji Karet Sebagai Pakan

Menurut Siswanto (1994) bahwa luas perkebunan karet di Indonesia

adalah 3 juta hektar yang terdiri atas 81% perkebunan karet rakyat, 10%

perkebunan besar negara dan 9% perkebunan besar swasta. Setiap pohon

diperkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir biji per tahun atau satu hektar lahan

dapat menghasilkan 2.253 sampai 3 juta biji/tahun (Wizna dkk., 2000). Selain

sebagai penghasil bahan baku karet alam, tanaman karet juga penghasil biji karet

yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini ditunjukkan oleh komposisi

ix
x

zat nutrisi biji karet yang relatif cukup tinggi yakni protein kasar 17,5%, serat

kasar 5,2% dan lemak kasar 23,7% (Murtidjo, 1992). Dilaporkan oleh Anggraeni

dan Afzalani (1990) bahwa inti biji karet mengandung sekitar 45 hingga 50%

lemak yang terdiri dari 17 hingga 22% asam lemak jenuh dan 77 hingga 82%

asam lemak jenuh.

Kandungan gizi yang cukup baik dalam biji karet tidak bisa dimanfaatkan

secara optimal tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu karena adanya senyawa

beracun berupa asam sianida (HCN) yang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

(Sudarmaji dkk., 1996) bahwa biji karet segar mengandung HCN sebesar 1.200

ppm dan bungkil biji karet (BBK) mengandung HCN sebesar 27 ppm. Adapun

kandungan asam sianida (HCN) dalam biji karet dapat diturunkan dengan

perlakuan perendaman dan perebusan (Karima, 2015), pengukusan (Yatno dkk.,

2015) atau pemberian abu sekam padi (Fortuna dkk., 2015).

Gambar 3. Bungkil Biji Karet

Biji karet dapat diolah menjadi minyak biji karet, dimana banyak

digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan sabun, bahan pengering cat,

sedangkan bungkil biji karet selama ini belum dimanfaatkan dan dibuang begitu

saja. Bungkil biji karet dapat diupayakan sebagai komponen ransum untuk ternak

unggas, babi, domba, kambing, sapi potong, dan sapi perah. Tanaman karet dapat

x
xi

menghasilkan 80% buah karet dengan produksi satu ton per hektar per tahun, dari

produksi biji karet tersebut diperoleh kulit biji karet (40%) dan daging biji karet

(60%). Dari biji karet diperoleh minyak biji karet (40%) dan sisanya berupa

bungkil biji karet (BBK) 57,5% dan 2,5% merupakan komponen yang hilang.

Produksi bungkil biji karet yang melimpah belum dikembangkan dan

dimanfaatkan sepenuhnya untuk bahan makanan ternak. Keunggulan bungkil biji

karet dilihat dari komposisi kimianya yaitu: bahan kering 90%, protein kasar

29,99%, lemak kasar 11,38%, serat kasar 7,59%, BETN 34,83% dan abu 6,21%

(Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak IPB, 1986). Selain itu, biji karet dapat diolah

menjadi tepung dan digunakan sebagai bahan baku campuran pakan ternak

(Oluodo dkk., 2018). Dengan melihat kandungan protein kasarnya yang tinggi,

maka limbah industri biji karet potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber

protein makanan ternak.

Endosperm biji dapat diolah menjadi tepung dan digunakan sebagai bahan

baku campuran pakan ternak (Oluodo dkk., 2018). Hasil penelitian Syamsunarno

dan Sunarno (2014), menunjukkan bahwa tepung biji karet memiliki kandungan

nutrisi cukup tinggi. Adapun kandungan asam sianida (HCN) dalam biji karet

dapat diturunkan dengan perlakuan perendaman dan perebusan (Karima, 2015b),

pengukusan (Yatno dkk., 2015) atau pemberian abu sekam padi (Fortuna dkk.,

2015).

xi
xii

Gambar 4. Tepung Biji Karet

Damayanti (1973), melaporkan bahwa penggunaan inti biji karet atau

bungkilnya sebanyak 16% dalam ransum ternyata dapat bersaing dengan bungkil

kelapa dalam konsumsi, efisiensi pakan maupun pertambahan berat badan ternak

babi. Sementara itu, hasil penelitian penggunaan biji karet pada domba yang

sedang tumbuh didapatkan bahwa substitusi konsentrat dengan biji buah karet

sampai tingkat 50% (0,5% bobot badan) dapat memberikan pertambahan bobot

badan yang paling baik yaitu 57 gram/hari.

2.3 Upaya Perbaikan Mutu Pakan

Asam sianida merupakan racun bagi ternak yang dapat menimbulkan

kematian pada ternak. Asam sianida merupakan salah satu racun yang tergolong

kuat dan sangat cepat cara kerjanya. Gejala keracunan HCN pada ternak ditandai

dengan pernapasan cepat, menggigil, kejang, lemah, sampai kematian. Kematian

ternak terjadi karena ion sianida yang lepas dari ikatan glukosida sianogenik

akibat hidrolisis dalam saluran pencernaan, kemudian ion sianida tersebut

berikatan dengan cytochrom oksidase sehingga proses oksidasi tidak bisa

berlangsung karena darah tidak bisa mengikat oksigen.

Dengan adanya kandungan asam sianida dalam biji karet yang dapat

menyebabkan kematian bagi ternak maka perlu adanya pengolahan untuk

menghilangkan kandungan asam sianida tersebut yaitu dengan cara fisik seperti

melalui pengukusan, perebusan ataupun dengan perendaman dalam air mengalir.

Asam sianida yang terkandung dalam biji karet dapat dihilangkan dengan proses

perendaman selama 24 jam dengan pergantian air yang sering dan atau melalui

perebusan terbuka. Asam sianida dalam biji karet dapat dihilangkan atau

xii
xiii

dikurangi kandungannya melalui beberapa cara yaitu perendaman selama 24 jam,

pengukusan selama 6 jam pada suhu 100°C, penjemuran selama 12 jam dibawah

sinar matahari atau kombinasi antara pengukusan dan penjemuran selama 12 jam.

Adapun selain cara fisik tersebut pengolahan biji karet dapat juga melalui

perlakuan kimiawi dengan cara fermentasi, cara yang dapat dilakukan adalah biji

dikupas dari kulit buahnya, dicuci dalam air yang mengalir, setelah itu biji

direndam dalam air selama 12 jam, biji lalu dikukus selama 30-40 menit terhitung

dari air mendidih, kemudian didinginkan lalu dicampur jamur yang ada dalam

oncom dan tempe diperam selama 36 jam dalam suhu ruangan sebanyak 2 g/ kg

bahan, biji diiris lalu dijemur, setelah itu biji kering lalu digiling halus, dan siap

untuk dicampur dengan ransum lain.

Pengolahan biji karet diubah dalam bentuk tepung yang siap digunakan

sebagai pakan ternak. Cara solvent (kimia) yaitu : biji karet dikupas terlebih

dahulu kulit/tempurungnya, kemudian daging biji karet dipotong-potong lebih

kecil agar permukaannya lebih luas, lalu dilakukan ekstraksi menggunakan hexan

pada suhu 80°C, lalu diuapkan secara vakum dalam rotari evaporator selama satu

jam, dan diperoleh MBK, sedangkan hasil sampingannya berupa BBK terlebih

dahulu dilakukan pengukusan pada suhu 90-100°C selama setengah jam, lalu

dikeringkan, dan siap digunakan sebagai pakan ternak. Kelemahan dari

pengolahan biji karet adalah karena pemansan dengan waktu yang cukup lama dan

menyebabkan warna coklat pada biji karet dan menyebabkan palatabilitas ternak

menurun.

2.4 Pemanfaatan sebagai Pakan

xiii
xiv

Biji karet dapat digunakan untuk bahan campuran pakan ternak yaitu

meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dengan penggunaan sampai kadar

tertentu. Penggunaan bungkil biji karet sebagai ransum konsentrat sampai level

30% diberikan pada sapi persilangan Jersey dan Sindhi, menghasilkan

pertambahan bobot badan, daya cerna efesiensi penggunaan ransum yang lebih

baik dibandingkan dengan ransum kontrol. Sedangkan penggunaan bungkil biji

karet dalam ransum ayam petelur maksimum 20%, sebab kalau lebih dari 20%

akan menurunkan bobot telur dan kerabang telur menjadi tipis. Hal ini

dikarenakan ada faktor yang mengganggu metabolisme kalsium, posfor dan

Vitamin D, sehingga telur infertil meningkat, daya tetas turun dan anak ayam

menetas lebih ringan serta anak ayam lemah dan mudah diserang penyakit.

Penggunaan biji karet sebagai komposisi pakan ternak unggas harus disangrai

terlebih dahulu, karena biji karet mengandung asam prusid tinggi.

Tepung biji karet merupakan salah satu bahan baku alternatif dari pakan

puyuh. Keunggulan tepung biji karet adalah tepung biji karet dihasilkan dari biji

tanaman karet yang merupakan tanaman perkebunan yang paling banyak ditanam

di Indonesia, sehingga ketersediaannya dalam jumlah besar relatif terjamin. Selain

itu biji karet selama ini merupakan biji yang disia-siakan atau belum dimanfaatkan

dan tidak dapat dimakan langsung. Biji karet terdiri atas kulit luar yang keras dan

intinya banyak mengandung minyak (Murni, dkk., 2008). Menurut Wizna, dkk.,

(2010), kandungan dari daging biji karet terdiri atas bahan kering 92,22%, protein

kasar 19,20%, lemak kasar 47,20%, serat kasar 6,00%, abu 3,49%, BETN

24,11%. Sehingga biji karet bagus untuk dijadikan makanan sumber protein dan

pemanfaatan biji karet sebagai bahan pakan belum optimal digunakan.

xiv
xv

Selain kandungan protein yang cukup tinggi, pola asam amino biji karet

juga sangat baik. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam tepung biji

karet adalah asam glutamik, asam aspartik dan leucine sedangkan methionine dan

cysteine merupakan kandungan asam amino yang terendah. Agar biji karet dapat

dimanfaatkan maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat (Zuhra,

2006). Menurut Karossi, dkk., (1985) tepung biji karet dapat digunakan sebesar

12% dalam ransum ayam petelur tanpa mengganggu pertumbuhan dan mutu telur

yang dihasilkan.

2.5 Respons Ternak Terhadap Pakan Asal Limbah Industri Biji Karet

Keunggulan tepung biji karet adalah tepung biji karet dihasilkan dari biji

tanaman karet yang merupakan tanaman perkebunan yang paling banyak ditanam

di Indonesia, sehingga ketersediaannya dalam jumlah besar relatif terjamin. Selain

itu biji karet selama ini merupakan biji yang disia-siakan atau belum dimanfaatkan

dan tidak dapat dimakan langsung. Biji karet terdiri atas kulit luar yang keras dan

intinya banyak mengandung minyak (Murni, dkk., 2008). Menurut Wizna, dkk.,

(2010), kandungan dari daging biji karet terdiri atas bahan kering 92,22%, protein

kasar 19,20%, lemak kasar 47,20%, serat kasar 6,00%, abu 3,49%, BETN

24,11%. Sehingga biji karet bagus untuk dijadikan makanan sumber protein dan

pemanfaatan biji karet sebagai bahan pakan belum optimal digunakan. Selain

kandungan protein yang cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik.

Asam amino yang paling banyak terkandung dalam tepung biji karet adalah asam

glutamik, asam aspartik dan leucine sedangkan methionine dan cystine merupakan

kandungan asam amino yang terendah. Agar biji karet dapat dimanfaatkan maka

harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat (Zuhra, 2006). Menurut Karossi,

xv
xvi

dkk., (1985) tepung biji karet dapat digunakan sebesar 12% dalam ransum ayam

petelur tanpa mengganggu pertumbuhan dan mutu telur yang dihasilkan.

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Level Pemberian Tepung Biji Karet

Terhadap Produksi dan Bobot Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix

Japonica)”, dijelaskan bahwa tepung biji karet merupakan salah satu bahan baku

alternatif dari pakan puyuh. Pada perlakuan P0 diberi perlakuan pakan ransum

tanpa mengandung tepung biji karet, sedangkan pada perlakuan P1, P2, P3, P4

dan P5 mengandung tepung biji karet masing-masing sebanyak 6%, 9%,

12%,15%, 18% dalam ransum yang diberikan pada burung puyuh. Hasil analisis

data menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum terendah dengan nilai rata-rata

pada perlakuan P5 sebesar 131 g/ekor/minggu disebabkan karena tingkat

kesukaan ternak pada pakan menurun sehingga konsumsi ransumnya menurun.

Sedangkan pada perlakuan P3 = 154 g/ekor/minggu menunjukkan angka tertinggi

diduga pada perlakuan P3 kebutuhan kandungan dalam pakan terpenuhi walaupun

hanya pada level 12% tepung biji karet, dimana kebutuhan protein pada burung

puyuh fase bertelur 21% sedangkan yang terkandung pada biji karet 27% jadi bisa

dikatakan bahwa kebutuhan nutrisi burung puyuh terpenuhi. Jika melihat dari

hasil produksi telur pada perlakuan P5 sangat berbeda dengan perlakuan P0, hal

tersebut menunjukan bahwa semakin banyak persentase tepung biji karet yang

diberikan memberikan efek penurunan bagi produksi telur (Novita, dkk., 2019).

Kondisi tersebut dikarenakan oleh konsumsi pakan rendah dan serat kasar yang

tinggi pada tepung biji karet mengganggu laju produksi telur pada burung puyuh

(Mawaddah, 2011).

Berdasarkan jurnal “Penampilan Produksi Kelinci Fase Pertumbuhan

Menggunakan Wafer Ransum Komplit Berbahan Tepung Inti Biji Karet”

xvi
xvii

dijelaskan bahwa rataan konsumsi ransum kelinci masing-masing perlakuan yaitu

tanpa biji karet, 3%, 6% dan 9% berturut-turut adalah 4.306,00, 4.711,67,

4.364,33 dan 4.137,00 (g/ekor). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam

penambahan tepung inti biji karet tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi

pakan kelinci fase pertumbuhan selama penelitian. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena tingkat palatabilitas pakan yang diberikan tepung inti biji

karet hingga level 9% relatif sama. Kondisi ini didukung dengan kandungan

protein kasar dan energi metabolis ransum penelitian relatif sama yaitu 16-

17% dan 2.836,09-2.968,32 kkal/kg. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan

oleh Parakkasi (1995) bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh

palatabilitas. Rataan pertambahan bobot badan kelinci berturut-turut 1.433,33,

1.546,67, 1.633,33 dan 1.426,67 (gr/ekor). Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung biji karet sampai level

9% tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan kelinci. Hal ini

diduga karena konsumsi pakan yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Selain

itu energi yang relatif sama dan lemak yang tinggi menyebabkan kelinci

mengkonsumsi pakan yang sedikit sehingga pertambahan bobot badan tidak

berbeda nyata (Rasmi, dkk., 2020).

Penggunaan bungkil biji karet difermentasi (BBKD) mampu menaikkan

PBBH dan efisiensi ransum domba Periangan jantan. Hasil penelitian

(Rachmawan, 2008) menunjukkan bahwa makin tinggi persentase BBKD dalam

ransum menghasilkan PBBH yang makin tinggi pula. Pemberian BBKD dalam

ransum juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap efisiensi ransum.

Penambahan tingkat BBKD sebanyak 22% dan 27% dalam ransum betul betul

xvii
xviii

efisien dan dimanfaatkan untuk produksi daging dan mampu dikonsumsi oleh

domba Periangan Jantan.

Kehadiran BBKD sebagai sumber protein yang mempunyai susunan asam

amino yang seimbang dengan TDN yang tinggi yang mampu berinteraksi dengan

pakan lainnya dalam ransum untuk menghasilkan pertumbuhan yang

dimanifestasikan dengan tingginya produksi. Hal ini didukung oleh Anggorodi

(1984) bahwa pertumbuhan ternak merupakan pertambahan dalam bentuk dan

bobot jaringan tubuh akibat penambahan jumlah protein dan mineral yang

terakumulasi dalam tubuh. Sejalan pula dengan pendapat Tillman, dkk (1998),

Soeparno (1994), Arora (1995) bahwa performa ternak akan dipengaruhi langsung

oleh ransum yang diberikan, baik jumlahnya maupun mutunya yang memadai

untuk menghasilkan produksi daging.

xviii
xix

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

(1) Biji karet merupakan hasil lain disamping karet alam dari tanaman karet

yang kurang dimanfaatkan yang berukuran besar dan memiliki kulit atau

cangkang yang keras.

(2) Potensi biji karet sebagai pakan ternak sangat tinggi, setiap pohon

diperkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir biji per tahun atau satu hektar

lahan dapat menghasilkan 2.253 sampai 3 juta biji/tahun.

(3) Asam sianida dalam biji karet yang dapat menyebabkan kematian bagi

ternak maka perlu adanya pengolahan untuk menghilangkan kandungan

asam sianida tersebut yaitu dengan cara fisik seperti melalui pengukusan,

perebusan atau dengan perendaman dalam air mengalir dan secara kimiawi

yaitu fermentasi.

xix
xx

(4) Biji karet dapat digunakan untuk bahan campuran pakan ternak yaitu

meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dengan penggunaan

sampai kadar tertentu dan biasa diberikan dalam bentuk tepung biji karet.

(5) Respon tepung biji karet terhadap puyuh menunjukan bahwa semakin

banyak persentase tepung biji karet yang diberikan memberikan efek

penurunan bagi produksi telur puyuh, sedangkan pada kelinci

menunjukkan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum yang

ditambahkan tepung biji karet tidak berpengaruh nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi., R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ketiga. PT


Gramedia. Jakarta.

Anggraeni dan Afzalani. 1990. Pemanfaatan Tepung Biji Karet (Hevea


grasilensis) hingga 15 % dalam Ransum Komersial Ayam Pedaging.
Laporan penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Ardhiyan Saputra. 2013. Analisis Finansial Konversi Tanaman Karet Menjadi


Tanaman Sawit dan Dampaknya Terhadap Pendapatan di Kabupaten
Muare Jambi. Institut Pertanian Bogor.

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Damayanti, H. 1973. Penggunaan Biji Karet dan Bungkilnya Dalam Ransum


Anak Babi. Thesis Fakultas Peternakan institut Pertanian bogor.

Karossi, A.T., T. Dhalika, H. Burhanudin, A. Zulfikar & R. Budiastiti. 2011.


Penggunaan Bungkil Biji Karet untuk Bahan Pakan Ayam. Prosiding
Seminar Peternakan Dan Forum Peternak Unggas Dan Aneka Ternak
.Ciawi, Bogor.

xx
xxi

LABORATORIUM NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK IPB BOGOR. 1986.


Hasil Analisis Bungkil Biji Karet. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor

Mawaddah, S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging,


hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan
tepung daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Murni, R., Suparjo, Akmal, B. & L. Ginting. (2008). Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Jambi: Universitas Jambi Pres.

Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Nazarudin, Paimin. 1992. Karet Strategi Pemasaran Budidaya dan


Pengolahannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novita, R., B. Herlina, L. Permata. 2019. Level Pemberian Tepung Biji Karet
Terhadap Produksi dan Bobot Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix
Japonica). Jurnal Biosilampari: Jurnal Biologi. Vol 1 (2): 87-94.

Oluodo, L. A., Huda, N., & Komilus, C. F. (2018). Potential utilization of rubber
seed meal as feed and food. International Journal of Engineering &
Technology

Parrakkasi, A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI-Press.


Jakarta.

Rachmawan, O. 2008. Pengaruh tingkat bungkil biji karet yang difermentasi


dalam ransum terhadap konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan
harian, efisiensi ransum, dan bobot potong domba jantan. Journal of the
Indonesian Tropical Animal Agriculture. Vol 33 (1).

Rasmi, A. S., A. E. Harahap, dan Hidayati. 2020. Penampilan Produksi Kelinci


Fase Pertumbuhan Menggunakan Wafer Ransum Komplit Berbahan
Tepung Inti Biji Karet. Jurnal Sains Peternakan. Vol 8 (1): 1-11.

Setyawardhani, D.A., Distantina, S., Henfiana, H., & Dewi, A.S., 2010,
Pembuatan Biodiesel Dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet,
Prosiding Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. Teknik Kimia UNDIP,
Semarang.

xxi
xxii

Siswanto. 1994. Mekanisme Fisiologi yang berkaitan dengan produksi Lateks


Hevea brasiliensis. Buletin Bioteknologi Perkebunan. Pusat Penelitian
Bioteknologi Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Kedua. UGM Press.
Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Suhardi dan Haryono, B. (2003) Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumah, dan S.


Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press.
Yogyakarta.

Wizna, Mirnawati, J, Novirman, Yenti & Zuryani. (2010). Pemanfaatan Produk


Fermentasi Biji Karet (Havea Brasiliensis) Dengan Rhizopus Oligosporus
Dalam Ransum Ayam Broiler. Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner 1. Bogor: Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian.
Wizna, Mirnawati, J, Novirman, Yenti & Zuryani. (2010). Pemanfaatan Produk
Fermentasi Biji Karet (Havea Brasiliensis) dengan Rhizopus Oligosporus
dalam Ransum Ayam Broiler. Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner 1. Bogor: Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian.

Wizna. Mirnawaty. Jamarun, N. Zuryani, Y. 2000. Pemanfaatan Produk


Fermentasi Biji Karet (Havea brasiliensis) dengan Rhizopus oligosporus
Dalam Ransum Ayam Broiler. Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Zuhra, C. F. 2006. Karet. Karya Ilmiah. Sumatera Utara: Departemen Kimia.

xxii

Anda mungkin juga menyukai