Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANNGGUAN


ENDOKRIN (DIABETES MELLITUS DAN TIROID)

DISUSUN

OLEH

KELOMPOK 5

RAJA INAL SIREGAR

ERNI LINCE

HERI KURNIAWAN

NENI SEPTIANI

DELIA

LISNA

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kehadiran Allah SWT atas berkat dan rahmat
serta hidayah-Nya dan tidak lupa pula junjungan besar kita Nabi Muhammad
SAW sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan pd Lansia dengan Gangguan Endokrin (DM dan Tiroid)”.
Penulisan makalah ini berguna untuk memenuhi syarat tugas Keperawatan
Kritis. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan,
oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran sifat yang membangun dari
pihak pembina demi kesempurnaan makalah ini.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini kami dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
hingga makalah ini selesai.
Akhir kata kami mengaharpkan semoga makalah ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Tanjungpinang, 30 November 2020

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses penuaan pasti terjadi baik perempuan maupun laki-laki, juga


pada semua makhluk hidup. hingga kini belum ditemukannya cara untuk
mencegah proses penuaan. Penyebab penuaan adalah mulai berkurangnya
proses pertumbuhan, pembelahan sel, dan berkurangnya proses metabolisme
tubuh. Akibatnya, terjadi gangguan terhadap kulit, selaput lendir, tulang,
sistem pembuluh darah, aliran darah, metabolisme vitamin, dan fungsi otak.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
endokrin terjadi sepanjang siklus kehidupan. Sistem endokrin penting untuk
mempertahankan dan mengatur fungsi vital tubuh, misalnya stress, tumbuh
kembang, homeostasis, reproduksi, dan metabolisme energi. Salah satu
penyakit yang terdapat pada sistem endokrin yaitu diabetes militus. Diabetes
melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan
meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Lanjut usia (lansia) yang
menderita DM seringkali juga mengalami penyakit lainnya, ketidakmampuan
fisik, gangguan psikososial dan fungsi kognisi, serta meningkatnya pelayanan
kedokteran. Pada akhirnya, komplikasi yang terjadi akan mempengaruhi
kualitas hidup lansia.
Prevalensi DM sebesar 15,8% didapatkan pada kelompok usia 60-70
tahun dan lansia wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dari lansia pria.
Rata-rata skor domain kondisi lingkungan lebih tinggi pada lansia yang tidak
menderita DM dan rata-rata skor kesehatan fisik lebih tinggi pada lansia yang
menderita obesitas. Semakin besar indeks massa tubuh maka skor domain
kesehatan fisik akan semakin meningkat secara drastis.
Ketertarikan kami mengangkat judul makalah ini khususnya pada
diabetes militus yaitu karena kebanyakan di rumah sakit ditemui orang yang
menderita DM adalah lansia dan kita sebagai perawat dapat melakukan
tindakan keperawatan dalam mengatasi penyakit DM pada lansia. Dan juga
mengetahui komplikasi DM pada lansia.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan meningkatkan wawasan mengenai konsep dasar dan
asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia khususnya pada DM
dan Typoid.
2. Mengetahui konsep penyakit gangguan endokrin atau penyakit
metabolik.
3. Mengetahui dan memberi gambaran asuhan keperawatan sistem endokrin
pada lansia terutama penyakit DM dan Typoid.
C. Ruang Lingkup Penulisan
Pada makalah ini, penyusun membatasi ruang lingkup penulisan yaitu
asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode
deskriftif yaitu dengan menggambarkan asuhan keperawatan sistem endokrin
pada lansia dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan,
internet, dan diskusi dari kelompok.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Perubahan Sistem Endokrin Yang Terjadi Pada Lansia


Menurut Nugroho (1995), perubahan yang terjadi pada lansia yaitu :
a. Produksi hampir semua hormon menurun
b. Penurunan kemampuan mendeteksi stres
c. Konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama
dibandingkan dengan orang yang lebih muda
d. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
e. Penurunan kadar esterogen dan peningkatan kadar follice stimulating
hormone selama menopause, yang menyebabkan thrombosis dan
osteoporosis
f. Penurunan kadar progesteron
g. Penurunan kadar aldesteron serum sebanyak 50%
h. Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%

B. Gangguan Endokrin yang umum terjadi pada Lansia


Dalam Nugroho (1995), penyakit metabolik pada lanjut usia terutama
disebabkan oleh karena menurunnya produksi hormon dari kelenjar-kelenjar
hormon. Pria dan wanita pada akhir masa dewasa memasuki apa yang
dinamakan kimakterium; perubahan-perubahan dalam keseimbangan
hormonal yang menyebabkan berkurangnya kekurangan hormon seks.
Menurunnya produksi hormon ini antara lain terlihat pada wanita mendekati
usia 50 tahun, yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak teratur sampai
berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya merupakan proses ilmiah. Pada
pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak disertai
gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit kemurungan dan rasa
lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya.
Terdapat pula penurunan kadar hormon testosteronnya. Penyakit
metabolik yang banyak dijumpai adalah diabetes melitus atau kencing manis
dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan-bahan mineral sehingga
tulang lebih mudah rapuh dan menipis). Diabetes melitus sering dijumpai
pada lanjut usia yang berumur 70 tahun keatas, akibatnya terjadi degenerasi
pembuluh darah dengan kompliksai pembuluh darah koroner, perubahan
pembuluh darah otak ini dapat menyebabkan stroke yang bisa mengakibatkan
kelumpuhan separuh badan.
Berikut perubahan dan penyakit pada sistem endokrin yang disebabkan
oleh proses penuaan, yaitu:
1. Menopouse
Dalam Baziad (2003), menopouse adalah berhentinya haid.
Menopouse menurut pengertian awam adalah perubahan masa muda ke
masa tua. Berhentinya haid sebagai akibat tidak berfungsinya ovarium
merupakan peristiwa dan bukan satu periode waktu. Di Indonesia
monepouse terjadi antara 49-50 tahun. Periode mendahului menopouse
ditandai oleh perubahan somatif dan psikologik. Hal tersebut
mencerminkan perubahan normal yang terjadi di ovarium. Meskipun ada
gejala atau keluhan, periode ini sering dilupakan oleh pasien maupun
dokter. Gejala yang paling sering terjadi pada masa transisi pra-
menopouse ini adalah haid yang tidak teratur.
Meskipun menopouse atau tidak lagi datang haid, terjadi setelah
terhentinya fungsi ovarium merupakan keadaan yang paling dapat
diidentifikasi, namun periode sebelum dan 10 tahun setelah menopouse
mempunyai arti klinis yang lebih penting. Menurut Hurd, periode transisi
ini biasanya berlangsung sampai periode pasca menopouse. Periode
pasca menopouse biasanya disertai dengan insidensi kondisi kelainan
yang erat hubungannya dengan usia lanjut. Karena hal tersebut,
pelayanan kesehatan ginekologik pada wanita pasca menopouse perlu
mengetahui tentang seluk beluk pengobatan pengganti hormon.

2. Andropouse
Dalam Baziad (2003), pada laki-laki tua, testis masih berfungsi
memproduksi sperma dan hormon testosteron meskipun jumlahnya tidak
sebanyak usia muda. Pada wanita produksi estrogen berhenti mendadak,
sedangkan pada laki-laki dengan meningkatnya usia produksi testosteron
turun perlahan-lahan, sehingga membuat definisi andropouse pada laki-
laki sedikit sulit. Kadar hormon testosteron sampai dengan usia 55-60
tahun relatif stabil dan baru setelah usia 60 tahun terjadi penurunan yang
berarti.
Meskipun kadar testosteron darah turun, keluhan tidak segera
muncul. Keluhan dapat muncul setelah beberapa tahun kemudian. Oleh
karena itu, para ahli berpendapat bahwa tidak ada hubungan langsung
antara keluhan dengan kadar hormon. Meskipun sudah lanjut usia, orang
laki-laki masih saja aktif baik secara fisik maupun seksual, bahakan tidak
jarang masih dapat mendapatkan keturunan.

3. Diabetes Militus
a. Pengertian
Menurut Stockslager (2007) diabetes militus pada lansia
adalah suatu penyakit kekurangan atau resistensi insulin yang kronis.
Diabetes militus ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Peranan insulin di tubuh adalah untuk
mengangkut glukosa ke dalam sel untuk bahan bakar atau simpanan
glikogen. Insulin juga merangsang sintesis protein dan penyimpanan
asam lemak bebas dalam jaringan adiposa. Kekurangan insulin
menghambat kemampuan tubuh untuk mengakses nutrisi yang
penting untuk bahan bakar dan simpanan.
Menurut Stanley (2005) diabetes militus pada lansia adalah
intoleransi glukosa dan resistensi insulin dengan gangguan fungsi sel
beta (diabetes) adalah usia terkait dan merupakan salah satu dari
lima kondisi teratas kronis yang mempengaruhi orang dewasa yang
lebih tua. diabetes tidak bisa disembuhkan, namun dapat dikontrol
dan dikelola orang dewasa dengan diabetes paling belajar untuk
menguasai rejimen pemantauan dan pengobatan yang melibatkan
partisipasi klien. banyak berkaitan dengan usia perubahan mungkin
akan dificult untuk orang yang lebih tua untuk mematuhi rencana
perawatan. orang ini tidak mencerminkan bahwa perawatan harus
didelegasikan kepada orang lain; dalam manfaat, perawat harus
bekerja dengan tekun wiht klien untuk mengimbangi terkait usia
dificits dan mempromosikan kemampuan klien untuk melakukan
sebanyak aktivitas perawatan diri mungkin.
Menurut Stockslager (2007) diabetes militus tipe 2 sering
menyerang pada lansia karena sel-sel tubuh menjadi lebih resisten
terhadap insulin yang mengurangi kemampuan lansia untuk
memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan insulin dari sel beta
pangkreas berkurang dan melambat. Hasil dari kombinasi proses ini
adalah hiper glikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa yang
mendadak dapat meningkatkan dan lebih memperpanjang
hiperglikemia.
Diabetes militus tipe 2 pada lansia disebabkan oleh sekresi
insulin yang tidak normal, resistensi terhadap kerja insulin pada
jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatik. Penyebab
utama hiperglikemia pada lansia adalah peningkatan resistensi
insulin pada jaringan perifer. Meskipun jumlah reseptor insulin
sebenarnya sedikit menurun seiring pertambahan usia, resistensi
dipercaya terjadi setelah insulin berkaitan dengan reseptor tersebut.
Selain itu, sel-sel beta pada pulau langerhands kurang sensitif
tehadar kadar glukosa yang tinggi, yang memperlambat produksi
insulin. Beberapa lansia juga tidak mampu untuk menghambat
produksi glukosa dihati.

b. Etiologi
Menurut Wasilah Rochmah dalam Ilmu Penyakit Dalam
(1997) penyebab timbulnya diabetes militus pada lansia yaitu :
1) Fungsi saluran pangkreas dan seresi insulin yang kurang.
2) Perubahan-perubahan karena usila sendiri yang berkaitan
dengan resistensi, insulin, akibat kurangya massa otot dan
perubahan vaskuler.
3) Aktivitas fisis yang berkurang, banyak makan, badan
kegemukan.
4) Keberadaan penyakit lain,sering menderita stress, operasi dan
istirahat lain.
5) Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
6) Adanya faktor keturunan

c. Tanda & Gejala


Menurut Stockslager (2007) tanda dan gejala timbulnya
diabetes pada lansia yaitu :
1) Penurunan berat badan dan kelelahan (tanda dan gejala klasik
pada pasien lansia)
2) Kehilangan selera makan
3) Inkontinesia
4) Penurunan penglihatan
5) Konfusi atau derajat delirium
6) Konstipasi atau kembung pada abdomen (akibat hipotonusitas
lambung)
7) Retinopati atau pembentukan katarak
8) Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki, akibat
kerusakan sirkulasi perifer; kemungkinan kondisi kulit kronis,
seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung sembuh; turgot
kulit buruk dan membran mukosa kering akibat dehidrasi
9) Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan
kemungkinan nyeri perifer atau kebas
10) Hipotensi ortostatik

d. Patofisiologi
Menurut Meinner (2005) yaitu keadaan hiperglikemia bahwa
hasil dari kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
merupakan kelompok penyakit metabolik dikenal sebagai militus
diabetes. diabetes adalah salah satu kondisi Cronic paling umum
yang mempengaruhi populasi orang dewasa yang lebih tua, dan
kejadian adalah usia diperkirakan akan meningkat. penyakit
ultimatly menghasilkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ
seperti ginjal jantung, mata saraf dan pembuluh darah.
Penyakit endokrin dapat bermanifestasi dalam bentuk
resistensi hormon bukan ketiadaan, suatu kondisi di mana jaringan
merespon hormon tidak memadai. penyebab diabetes melitus tipe 2
tidak diketahui, tetapi berteori bahwa kedua genetika dan
anvironment memainkan peran inportant. variabel yang paling
penting yang terkait dengan tipe 2 diabetes melitus adalah obesitas
dan resistensi insulin. resistensi insulin diduga terkait dengan
setidaknya dua faktor: hiperglikemia dan obesitas. klien obesitas
dengan diabetes tipe 2 memiliki tingkat insulin endogen
(hiperinsulinemia), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan
jumlah reseptor insulin pada jaringan target. itu seolah-olah tubuh
berusaha untuk mengimbangi glukosa tidak memasuki sel dengan
meningkatkan produksi insulin.

e. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2000) dalam Kapita selekta kedokteran
edisi 3 jilid I :
1) Akut
a). Koma hipoglikemia
b). Ketoasidosis
c). Koma hiperosmolar nonketotik
2) Kronik
a). Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar ;
pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b). Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retmopati
diabetik, nefropati diabetik.
c). Neuropati diabetik.
d). Rentan infeksi, seperti : Tb. Paru, gingivitis dan isk.
e). Kaki diabetik.

f. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Stockslager (2007) pemeriksaan diagnostik pada lansia
adalah :
1) Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada
lansia pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan
pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih membantu
menegakkan diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar
glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia
berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi :
a) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih
tinggi
b) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih
tinggi
c) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral
200 mg/dl atau lebih
2) Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau
HbA1C ), yang menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum
dalam 3 bulan sebelumnya, biasanya dilakukan untuk
memantau keefektifan terapi antidiabetik. Pemeriksaan ini
sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan pada
lansia dengan toleransi glukosa normal.
3) Fruptosamina serum, yang menggambarkan kadar glukosa
serum rata-rata selama 2 sampai 3 minggu sebelumnya,
merupakan indikator yang lebih baik pada lansia kurang
menimbulkan kesalahan.

g. Penatalaksanaan
Menurut Stockslager (2007) pasien yang menderita diabetes
militus type 2 dapat memerlukan obat antidiabetik oral untuk
merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensitifitas
insulin ditingkat selular, menaikkan glukoneogenis hepatik, dan
memperlambat absorbsi karbohidrat di GI. Untuk beberapa pasien,
kadar glukosa darah dapat dikontrol dengan diet dan perubahan gaya
hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes militus
type 2 yang dapat membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi ke
2 sulfonilurea ( seperti gliburida dan glivizida ), inhibitor alfa
glikosida ( seperti karbosa dan maglitol ), biguanida ( seperti
metformin ), glitazon ( seperti rosiglitazon ) dan meglinitida
( repaglinida ).
Olahraga merupakan sarana yang penting dalam menangani
diabetes type 2. Aktivitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin,
memperbaiki toleransi glukosa dan meningkatkan pengendalian
gerak badan. Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga sedang
dapat memperlambat atau mencegah awitan diabetes type 2 pada
kelompok resiko tinggi.

4. Hipotiroid
a. Definisi Hipotiroid
 Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan
terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan di ikuti oleh
gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar
hormone tiroid berada di dibawah nilai optimal (brunner &
suddarth).
 Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh
kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
 Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang
aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid
yang sangat berat disebut miksedema. Hipotiroidism terjadi akibat
penurunan kadar hormon tiroid dalam darah.

b. Klasifikasi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme
primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu
sendiri. Apabila disfungsi tiroid di sebabkan oleh kegagalan kelenjar
hipofisis, hipotalamus atau keduanya maka di sebut hipotiroidisme
sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya di
sebabkan oleh hipofisis di sebut hipotiroidisme tersier.
 Klasifikasi penyakit hipotiroidisme, yaitu :
NO  Jenis Organ Keterangan
1. Hipotiroidisme Primer Kelenjar Paling sering terjadi
Tiroid di mana meliputi
penyakit hashimoto
tiroiditis (sejenis
penyakit autoimun)
dan terapi radioiodine
(RAI) uintuk merawat
penyakit
hipotirodisme.
2. Hipotiroiditisme Kelenjar Terjadi jika kelenjar
Sekunder Hipofisis hipofisis tidak
menghasilkan cukup
hormon perangsang
tiroid (TSH) untuk
merangsang kelenjar
tiroid untuk
menghasilkan jumlah
tiroksin yang cukup.
Biasanya terjadi
apabila terdapat
tumor di kelenjar
hipofisis,
radiasi/pembedahan
yang menyebabkan
kelenjar tiroid tidak
dapat lagi
menghasilkan
hormon yang cukup.
3. Hipotiroidisme Tersier Hipotalamus Terjadi jika
hipotalamus gagal
menghasilkan TRH
yang cukup, biasanya
di sebut juga
hypothalamic-
pituitary-axis
hypothyroidism.

C. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Apabila di sebabkan oleh malfungsi
kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan di sertai oleh
peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila
hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang
rendah di sebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun
HT. Hipotiroidisme yang di sebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyebab yang paling sering yang di temukan pada orang dewasa
adalah tiroiditis otoimun (tiroditis Hashimoto), dimana system imun
menyerang kelenjar tiroid (Tonner  & Schlechte, 1993). Gejala
hipotiroidisme di ikuti oleh gejala hipotiroidisme dan miksedema.
Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat
hipotiroidisme yang menjalani terapi radioiodium, pembedahan atau
preparat anti tiroid. Kejadian ini paling sering dijumpai pada wanita
lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher
kini semakin sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada laki-laki.
Karena itu, pemeriksaan fungsi tiroid di anjurkan bagi semua pasien
yang menjalani terapi tersebut.
 Penyakit Hipotiroidisme :
1) Penyakit Hashimoto atau yang juga di sebut tiroiditis otoimun,
terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan
kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT yang di
sertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun tidak di
ketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik
untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering di
temukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan
hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
2) Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap
hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3) Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi
iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar
tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel
tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha
untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah.
Kadar HT yang rendah akan di sertai kadar TSH dan TRH
yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan
yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme
goitrosa).
4) Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab
tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
5) Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu menyebabkan
hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang di
jumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk
mengbancurkan jaringan tiroid.
Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak adalah penyebab
kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko
pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang
proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

d. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid
atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis
hormon tiroid diatur sebagai berikut :
1) Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH)
yang merangsang hipofisis anterior.
2) Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating
Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
3) Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang
metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi
panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat,
lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon
lain.
Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi
kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh
peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka
kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH.
TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik
negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan
oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar
HT, TSH, dan TRH.

e. Manifestasi Klinis
 Hipotiroidisme di tandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
1) Nafsu makan berkurang.
2) Sembelit.
3) Pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat.
4) Suara serak.
5) Berbicara lambat.
6) Kelopak mata turun.
7) Wajah bengkak.
8) Rambut tipis, kering dan kasar.
9) Kulit kering, kasar, bersisik dan menebal.
10) Denyut nadi lambat.
11) Gerakan tubuh lamban.
12) Lemah.
13) Pusing.
14) Capek.
15) Pucat.
16) Sakit pada sendi atau otot.
17) Tidak tahan terhadap dingin.
18) Depresi.
19) Penurunan fungsi indera pengecapan dan penciuman.
20) Alis mata rontok.
21) Keringat berkurang.

Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan yang


ekstrim menyulitkan penderitanya untuk melaksanankan pekerjaan
sehari-hari secara penuh atau ikut serta dalam aktivitas yang lazim di
lakukannya. Laporan tentang adanya kerontokkan rambut, kuku yang
rapuh serta kulit yang kering sering di temukan, dan keluhan rasa baal
serta parasetsia pada jari-jari tangan dapat terjadi. Kadang-kadang
suara menjadi kasar, dan pasien mungkin mengeluhkan suara yang
parau. Gangguan haid seperti menorhagia atau amenore akan terjadi di
samping hilangnya libido. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali
lebih sering di bandingkan laki-laki dan paling sering terjadi pada usia
30-60 tahun. Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan
frekuensi nadi subnormal.
Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat badan yang
bahkan terjadi tanpa peningkatan asupan makanan, meskipun penderita
hipotiroid yang berat dapat terlihat kakeksia. Kulit menjadi tebal
karena penumpukkan mukopolisakarida dalam jaringan subkutan.
Rambut menipis dan rontik, wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip
topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin meskipun dalam
lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasian mungkin akan mudah tersinggung dan
mengeluh merasa lemah, namun dengan dengan berlanjutnya kondisi
tersebut, respon emosional di atas akan berkurang. Proses mental
menjadi tumpul dan pasien tampak apatis. Bicara menjadi lambat,
lidah membesar, dan ukuran tangan serta kaki bertambah. Pasien
sering mengeluh konstipasi serta ketulian dapat terjadi.
Pada hipotiroidisme lanjut akan menyebabkan demensia di sertai
perubahan kognitif dan kepribadian yang khas. Respirasi yang tidak
memadai dan apnu saat tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme yang
berat. Efusi pleura, efusi perikardial dan kelemahan otot pernapasan
dapat terjadi.
Hipotiroidisme berat akan di sertai dengan kenaikkan kadar
kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi
ventrikel kiri yang jelek. Pasien hipotiroidime lanjut akan mengalalami
hipotermia dan kepekkan abnormal terhadap preparaf sedatif, opioid
serta anestesi, oleh sebab itu semua obat ini hanya di berikan pada
kondisi tertentu.
Pasien dengan hipotiroidisme yang belum teridentifikasi dan
sedang menjalani pembedahan akan menghadapi risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami hipotensi intraoperatif, gagal jantung kongestif
pascaoperatif dan perubahan status mental.
Koma miksedema menggambarkan stadium hipotiridisme yang
paling ekstrim dan berat, di mana pasien mengalami hipotermia dan
tidak sadarkan diri. Koma miksedema dapat terjadi sesudah
peningkatan letargi yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian koma.
Hipotiroidisme yang tidak terdiagnosa dapat di picu oleh infeksi atau
penyakit sistemik lainnya atau oleh penggunaan preparat sedative atau
analgetik opioid. Dorongan respiratorik pasien akan terdepresi
sehingga timbul hipoventilasi alveoler, retensi CO2 progresif, keadaan
narkosis dan koma. Semua gejala ini, di sertai dengan kolaps
kardiovaskuler dan syok memerlukan terapi yang agresif dan intensif
jika kita ingin pasien tetap hidup. Meskipun demikian, dengan terapi
yang intensif sekalipun, angka mortalitasnya tetap tinggi.

f. Gambaran Klinis
1) Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung
lambat.
2) Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung
miksedema) dan penurunan curah jantung.
3) Pembengkakan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki.
4) Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori,
penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cerna.
5) Konstipasi.
6) Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi.
7) Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis
dan rapuh.

g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di
tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang
rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot
selama pemeriksaan reflex. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning,
pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi
wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta
fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan
perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh
rendah. Pemeriksaan ronsen dada bisa menunjukkan adanya
pembesaran jantung.

h. Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang
ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat
terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam
keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa
diberikan secara intravena.

i. Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalalaksanaan hipotiroidisme ialah memulihkan
metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolic normal, dengan
cara mengganti hormone yang hilang. Livotiroksin sintetik (Synthroid
atau levothroid) merupakan preparat terpilih untuk pengobatan
hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksik.Dosis terapi
penggantian hormonal berdasarkan pada konsentrasi TSH  dalam serum
pasien. Preparat tiroid yang dikeringkan jarang digunakan karena sering
menyebabkan kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang
disertai dengan gejala hipertiroidisme.
Hal-hal yang bisa dilakukan pada pasien dengan hipotiroid antara
lain:
 pemeliharaan fungsi vital
 gas darah arteri
 pemberian cairan dilakukan dengan hati-hati karena bahaya
intoksikasi air.
 infus larutan glukosa pekat
 terapi kortikosteroid

5. HIPERTIROID
a. Defenisi
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di

definisikan sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh

metabolik hormon tiroid yang berlebihan. (Sylvia A. Price, 2006)

Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang

merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan.

(Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708)

Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap

pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum

dari masalah ini adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain
adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan

sekresi TSH meningkat, tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kanker

tiroid. (Arief mansjoer, 1999).

Terdapat dua tipe hipertiroidisme yaitu penyakit graves dan goiter

nodular toksik, yaitu :

1. Penyakit Graves

Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun di mana

terdapat suatu defek genatik dalam limfosit Ts dan sel Th

merangsang sel B untuk sintesis antibody terhadap antigen tiroid

(Dorland, 2005).

Penyakit Graves merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme. Pada penyakit ini ditandai oleh adanya proses

autoimun disertai hyperplasia (pembesaran kelenjar akibat

peningkatan jumlah sel) kelenjar tiroid secara difus.

2. Penyakit Goiter Nodular Toksik

Peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan

kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan

hormon tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan

metabolik yang tinggi misalnya pubertas atau kehamilan (Elizabeth

J. Corwin, 2009). Price A, Sylvia, 1995 hal. 1074)

b. Etiologi

1) Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari


hipertiroid. Pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan
diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh
immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-panjang
(LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum
dengan konsentrasi yang bermakna pada banyak penderita
penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek pada sistem
kekebalan tubuh.
2) Functioning adenoma (“hot nodule”) dan Toxic Multinodular
Goiter (TMNG)
3) Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid
4) Pengeluaran yang abnormal dari TSH
5) Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)
6) Pemasukkan yodium yang berlebihan
( Brunner dan Suddarth, 2002 )
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit
graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang
sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan.

c. Manifestasi Klinis
- Apatis.
- Mudah lelah.
- Kelemahan otot.
- Mual.
- Muntah.
- Gemetaran.
- Kulit lembab.
- Berat badan turun.
- Takikardi.
- Mata melotot (eksoftalmos), kedipan mata berkurang.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 1319 dan Price A, Sylvia, 1995,
hal. 1076)
- Penderita sering secara emosional mudah terangsang
(hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak
dapat duduk diam, kegelisahan.
- Palpitasi, dan denyut nadi yang abnormal cepat yang ditemukan
pada saat istirahat dan beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan
dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan
mengakibatkan kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan
HR meningkat. Peningkatan denyut nadi berkisar secara konstan
antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan
meningkat.
- Tidak tahan panas dan berkeringat secara tidak lazim, banyak
diakibatkan karena peningkatan metabolisme tubuh yang
meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinggi dari dalam
tubuh sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan
tahan akan panas.
- Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan
salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
- Adanya Tremor
- Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana
penyakit ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu
berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak mungkin
menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan
mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat
menutup secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah
seperti wajah terkejut.
- Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat
badan yang progresif dan mudah lelah.
- Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung.
(Brunner dan Suddarth, 2002)

d. Gejala Klinis

Pemeriksaan Tanda – tanda klinis


Umum BB turun, keletihan, apatis, berkeringat, tidak tahan
panas. Emosi : gelisah, iritabilitas, gugup, emosi
labil, perilaku mania dan perhatian menyempit

Kardiovaskuler palpitasi, sesak nafas, angina, gagal jantung, sinus


takikardi, disritmia, fibrilasi atrium, nadi kolaps.

Neuromuskuler gugup, agitasi, tremor, korea atetosis, psikosis,


kelemahan otot, miopati proksimal, paralisis
periodik, miastenia gravis.

Gastrointestinal BB turun, nafsu makan meningkat, diare, steatore,


muntah

Reproduksi oligomenore, amenore, libido meningkat, infertilitas

Kulit pruritus, eritema Palmaris, miksedemia pretibial,


rambut tipis

Struma difus dengan atau tanpa bising, nodosa

Mata periorbital puffiness, lakrimasi meningkat dan


grittiness of eyes, kemosis ( odema konjungtiva),
proptosis, ulserasi kornea, oftalmoplegia, diplopia,
edema papil, penglihatan kabur.

e. Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves,
goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar
tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai
dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena
ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini
adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan –
bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI
meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan
TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan
tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis
pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps
saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme
ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan
yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga
merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksofthalmos yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.
(Price A, Sylvia, 1995, hal. 1078)
f. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
1) Tes ambilan RAI : meningkat pada penyakit graves dan toksik
goiter noduler, menurun pada tiroiditis.
2) T3 dan T4 serum : meningkat.
3) T3 dan T4 bebas serum : meningkat.
4) TSH : tertekan dan tidak berespon pada TRH ( tiroid releasing
hormon).
5) Tiroglobulin : meningkat.
6) Stimulasi tiroid 131 : dikatakan hipertiroid jika TRH daritidak
ada sampai meningkat setelah pemberian TRH.
7) Ambilan tiroid 131 : meningkat Ikatan protein sodium :
meningkat.
8) Gula darah : meningkat ( kerusakan adrenal).
9) Kortisol plasma : turun ( menurunnya pengeluaran oleh
adrenal).
10) Pemerksaan fungsi hepar : abnormal.
11) Elektrolit : hiponatremi akibat respon adrenal atau efek delusi
terapi cairan, hipokalemia akibat dari deuresis dan kehilangan
dari GI.
12) Katekolamin serum : menurun
13) kreatinin urin : meningkat
14) EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek kardiomegali
(Doenges. E, Marilynn, 2000 hal. 711)

g. Komplikasi
 Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah
krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara
spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan Tiroid
Hormon dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermi, dan apabila tidak diobati
dapat menyebabkan kematian.
 Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid,
oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena
agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
 Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan.
h. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi
hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat
antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,
tiroidektomi subtotal).
1) Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis
pada semua pasien dengan grave disease serta digunakan selama 1-
2 tahun dan kemudian dikurangi secara perlahan-lahan. Indikasi
pemberian OAT adalah :
- Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau
mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda
dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
- Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang
mendapat yodium radioaktif.
- Sebagai persiapan untuk tiroidektomi.
- Untuk pengobatan pada pasien hamil.
- Pasien dengan krisis tiroid.
 Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah
Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.
a. Propiltiourasil (PTU)
Mekanisme Obat : menghambat sintesis hormon tiroid
dengan menghambat oksidasi dari iodin dan menghambat
sintesis tiroksin dan triodothyronin. (Lacy, et al, 2006)
b. Methimazole
c. Karbimazole
d. Tiamazole

2) Pengobatan dengan Yodium Radioaktif


Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
- Pasien umur 35 tahun atau lebih
- Hipertiroidisme yang kambuh sesudah pemberian dioperasi
- Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
- Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
- Pembedahan Tiroidektomi
3) Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi
disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada
nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme.
o Indikasi :
- Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
- Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
- Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
- Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
- Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau
lebih nodul
4) Obat-obatan lain
- Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala
hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang
paling sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya
diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4
dosis terbagi.
5) Non-Farmakologi
- Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari.
- Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per
hari seperti susu dan telur.
- Olahraga secara teratur.
- Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan
metabolisme.
(Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
(DIABETES MELLITUS DAN TYPOID)

A. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut Rumaharbo, (1999). Pada lansia
penderita diabates melitus yang perlu dikaji ialah sebagai berikut :
a. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi
obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
b. Pengkajian nutrisi termasuk berat badan dan pola baru-baru ini
menurun atau naik, pola diet keseharian, perubahan dalam arti
rasa atau bau, gigi, dan kemampuan untuk membeli dan
menyiapkan makanan. Karena diabetes yang tidak dikontrol
mengakibatkan keseimbangan cairan dan makanan terganggu,
penting untuk mengkaji klien dengan tanda-tanda dan gejala
mual, muntah, rasa lapar, dan haus, dan mengingatkan bahwa
hiperglikemia dapat menghasilkan gejala halus pada lansia.
c. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
d. Pengkajian kondisi saat ini sangat penting. Perawat harus
menanyakan apakah hidup sendiri sendiri atau dengan orang lain,
jika dapat menyiapkan makanan sendiri, dan jika ada sumber
keuangan yang memadai untuk makanan dan tempat tinggal.
orang dewasa yang lebih tua yang hidup sendiri mungkin makan
sedikit dan kurang gizi karena isolasi sosial atau gangguan
fungsional.
e. Perawat harus menentukan apakah transportation untuk layanan
kesehatan tersedia untuk klien.Ini penting untuk menilai
kemampuan klien untuk mempelajari sebelum mengkaji
pengetahuan tentang diabetes dan manajemen.
mempelajaridengan bervariasi, dan mengetahui persiapan klien
dan memfasilitasidengan pembelajaran diabetes. Beberapa orang
lebih suka belajar dengan metode visual, yang lain dengan
mendengarkan, dan dengan pendekatan kontak langsung.
f. Perawat harus mengkaji kondisi kulit klien, melihat turgor kulit
dan perhatian khususnya pada kaki, dan siku. karena daerah ini
mempunyai risiko lebih besar untuk kerusakan kulit karena
tekanan. Perawat harus mengkaji keutuhan kulit, warna, adanya
pembengkakan, debit, bau, turgor, kekeringan, mengelupas, dan
luka. Kulit di daerah perianal dapat memberikan informasi
tentang status kulit saat ini dan praktik kebersihan secara umum.
Klien dengan hyperglycemia rentan terhadap infeksi ragi dan
jamur di daerah ini. kebersihan yang buruk bisa mempengaruh
individu untuk infeksi saluran kencing atau vagina.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

2. Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
b.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa
kering.
c.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada
extremitas.
d.   Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e.    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang
tinggi.
f.     Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Intervensi Keperawatan

a) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
  Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

  Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1.  Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang


indikasi. adekuat.

2.   Tentukan program diet, pola Mengidentifikasikan kekurangan dan


makan, dan bandingkan dengan penyimpangan dari kebutuhan
makanan yang dapat dihabiskan klien. terapeutik.

3.      Auskultrasi bising usus, catat Hiperglikemi, gangguan


nyeri abdomen atau perut kembung, keseimbangan cairan dan elektrolit
mual, muntah dan pertahankan menurunkan motilitas atau fungsi
keadaan puasa sesuai inndikasi. lambung (distensi atau ileus paralitik).

4.   Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih


mengandung nutrisi dan elektrolit. baik diberikan pada klien sadar dan
Selanjutnya memberikan makanan fungsi gastrointestinal baik.
yang lebih padat.

5.   Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan


makanan.

6.   Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,


perencanaan makan. memberi informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi
klien.

7.   Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism kaborhidrat (gula


(perubahan tingkat kesadaran, kulit darah akan berkurang dan sementara
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, tetap diberikan tetap diberikan insulin,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit maka terjadi hipoglikemia terjadi
kepala, pusing). tanpa memperlihatkan perubahan
tingkat kesadaran.

Kolaborasi

8.   Lakukan pemeriksaan gula darah Analisa di tempat tidur terhadap gula
dengan finger stick. darah lebih akurat daripada memantau
gula dalam urine.

9.   Pantau pemeriksaan laboratorium Gula darah menurun perlahan dengan


(glukosa darah, aseton, pH, HCO3) penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat
masuk ke dalam sel dan digunakan
untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat
dikoreksi.

10.  Berikan pengobatan insulin secara Insulin regular memiliki awitan cepat
teratur melalui iv dan dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
Pemberian melalui IV karena absorpsi
dari jaringan subkutan sangat lambat.

11.  Berikan larutan glukosa Larutan glukosa ditambahkan setelah


( destroksa, setengah salin normal). insulin dan cairan membawa gula
darah sekitar 250 mg /dl. Dengan
metabolism karbohidrat mendekati
normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.

12.  Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan


penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.

2.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis


ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
  Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit
dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi Rasional

Mandiri

1.      Kaji riwayat klien sehubungan Membantu memperkirakan


dengan lamanya atau intensitas dari kekurangan volume total. Adanya
gejala seperti muntah dan proses infeksi mengakibatkan
pengeluaran urine yang berlebihan. demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air.

2.      Pantau tanda – tanda vital, catat Hipovolemi dimanifestasikan oleh


adanya perubahan tekanan darah hipotensi dan takikardia. Perkiraan
ortostatik. berat ringannya hipovolemi saat
tekanan darah sistolik turun ≥ 10
mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.

3.      Pantau pola napas seperti Perlu mengeluarkan asam karbonat


adanya pernapasan Kussmaul atau melalui pernapasan yang
pernapasan yang berbau keton. menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi.

4.      Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis


pernapasan, penggunaan otot bantu menyebabkan pola dan frekuensi
napas, adanya periode apnea dan pernapasan normal. Akan tetapi
sianosi. peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan atau
kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis.`

5.      Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis
kelembapannya. adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit
kemerahan, kering merupakan tanda
dehidrasi.

6.      Kaji nadi perifer, pengisian Merupakan indicator tingkat


kapiler, turgor kulit, dan membrane dehidrasi atau volume sirkulasi yang
mukosa. adekuat.

7.      Pantau masukan dan Memperkirakan kebutuhan cairan


pengeluaran. pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.

8.      Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik
dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.

9.      Pertahankan pemberian cairan Mempertahankan hidrasi atau


minimal 2500 ml/hari. volume sirkulasi.

10.  Tingkatkan lingkungan yang Menghindari pemanasan yang


menimbulkan rasa nyaman. Selimuti berlebihan terhadap klien lebih lanjut
klien dengan kain yang tipis. dapat menimbulkan kehilangan
cairan.

11.  Kaji adanya perubahan mental Perubahan mental berhubungan


atau sensori. dengan hiperglikemi atau
hipoglikemi, elektrolit abnormal,
asidosis, penurunan perfusi serebral,
dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran
menjadi predisposisi aspirasi pada
klien.

12.  Observasi mual, nyeri abdomen, Kekurangan cairan dan elektrolit


muntah, dan distensi lambung. mengubah motilitas lambung
sehinnga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.

13.  Observasi adanya perasaan Pemberian cairan untuk perbaikan


kelelahan yang meningkat, edema, yang cepat berpotensi menimbulkan
peningkatan berat badan, nadi tidak kelebihan cairan dan gagal jantung
teratur, dan distensi vaskuler. kronis.

Kolaborasi

14.  Berikan terapi cairan sesuai Tipe dan jumlah cairan tergantung
indikasi: pada derajat kekurangan cairan dan
respon klien secara individual.
1.    Normal salin atau setengah
normal salin dengan atau tanpa
dekstrosa.

2.    Albumin, plasma, atau dekstran.


Plasma ekspander (pengganti)
dibutuhkan jika mengancam jiwa
atau tekanan darah sudah tidak dapat
kembali normal dengan usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.

15.  Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat


terhadap pengeluaran urine terutama
jika neuropati otonom menimbulkan
retensi atau inkontinensia.

3.  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status


metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi
komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
       Menghindari cidera kulit

Tindakan  / intervensi Rasional

Mandiri

1.         Inspeksi kulit terhadap Menandakan aliran sirkulasi buruk


perubahan yang dapat menimbulkan infeksi
warna,turgor,vaskuler,perhatikan
 
kemerahan.

2.     2. Ubah posisi setiap 2 jam beri Menurunkan tekanan pada edema
bantalan pada tonjolan tulang dan menurunkan iskemia

3.    3.  Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal


lipatan

4.    4.  Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada


penggunaan  lotion kulit dan robekan pada kulit

5.   5.   Lakukan perawatan luka dengan Mencegah terjadinya infeksi


teknik aseptik
6.    6.  Anjurkan pasien untuk menjaga Menurunkan resiko cedera pada
agar kuku tetap pendek kulit oleh karena garukan

7.     7. Motivasi klien untuk makan Makanan TKTP dapat membantu


makanan TKTP penyembuhan jaringan kulit  yang
rusak

4.  Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan
dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:

    Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.

    Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit


yang mempengaruhi toleransi aktivitas.

    Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

    Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam


aktivitas yang diinginkan.

Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1.      Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan


aktivitas. Buat jadwal perencanaan motivasi untuk meningkatkan tingkat
dan identifikasi aktivitas yang aktivitas meskipun klien sangat
menimbulkan kelelahan. lemah.

2.      Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab


seperti nyeri sendi, penurunan keletihan, dapat menyusun jadwal
efisiensi tidur, peningkatan upaya aktivitas.
yang diperlukan untuk ADL.

3.      Bantu mengidentivikasi pola Mengidentifikasi waktu puncak


energi dan buat rentang keletihan. energi dan kelelahan membantu
Skala 0-10 (0=tidak lelah, 10= sangat dalam merencanakan akivitas untuk
kelelahan) memaksimalkan konserfasi energi
dan produktivitas.

4.      Berikan aktivitas alternatif Mencegah kelelahan yang berlebih.


dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu.

5.      Pantau nadi , frekuensi nafas, Mengindikasikan tingkat aktivitas


serta tekanan darah sebelum dan yang dapat ditoleransi secara
seudah melakukan aktivitas. fisiologis.

6.      Tingkatkan partisipasi klien Memungkinkan kepercayaan diri/


dalam melakukan aktivitas sehari- harga diri yang positif sesuai tingkat
hari sesuai kebutuhan. aktivitas yang dapat ditoleransi.

7.      Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi


tanda dan gejala yang menunjukkan terjadinya keletihan yang berlebihan.
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk.

5.  Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
      Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
      Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi Rasional

Mandiri

1.     Observasi tanda-tanda infeksi Pasien mungkin masuk dengan


dan peradangan sperti demam, infeksi yang biasanya telah
kemerahan, adanya pus pada luka, mencetuskan keadaan ketoasidosis
sputum purulen, urine warna keruh atau dapat mengalami infeksi
atau berkabut. nosokomial.

2.      Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi


dengan melakukan cuci tangan yang nosokomial.
baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.

3.      Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam
prosedur invasif. darah akan menjadi meddia terbaik
dalam pertumbuhan kuman.

4.      Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur dan sungguh-sungguh, masase menempatkan pasien pada
daerah tulang yang tertekan, jaga peningkatan risiko terjadinya
kulit tetap kering, linen kering dan kerusakan pada kulit.
tetap kencang.

5.      Berikan tisue dan tempat Mengurangi penyebaran infeksi.


sputum pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan
sputum atau secret yang lainnya.

Kolaborasi

6.      Lakukan pemeriksaan kultur Untuk mengidentifikasi adanya


dan sensitifitas sesuai dengan organisme sehingga dapat memilih
indikasi. atau memberikan terapi antibiotik
yang terbaik.

7.      Berikan obat antibiotik yang Penanganan awal dapat mambantu


sesuai mencegah timbulnya sepsis.

6.   Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak
terjadi injuri

Dengan Kriteria hasil :

    Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk


menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.

    Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan


keamanan.

Rencana / Intervensi Rasional

Mandiri

1.      Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan


risiko jatuh pada pasien.

2.      Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik


dan turun dari tempat tidur.

3.      Orientasikan klien dengan Lansia daya ingatnya sudah


ruangan. menurun, sehingga diperlukan
orientasi ruangan agar lansia bisa
menyesuaikan diri terhadap ruangan.

4.      Bantu klien dalam melakukan Lansia sudah mengalami penurunan


aktivitas sehari-hari dalam fisik, sehingga dalam
melakukan aktivitas sehari
diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat
ditoleransi

5.      Bantu pasien dalam ambulasi Keterbatasan aktivitas tergantung


atau perubahan posisi pada kondisi lansia.

B. Asuhan Keperawatan Hipotiroid


Contoh Kasus : Seorang wanita, usia 28 tahun, BB 40 kg, TB 160 cm,
Riwayat penyakit: dua tahun yang lalu pasien pernah melakukan pengobatan
di Puskesmas dengan keluhan ada benjolan di leher depan dan nyeri tekan,
pasien juga merasakan dada sering berdebar-debar dan badannya tetap
kurus.
Hasil pemeriksaan fisik jantungnyaa membesar, nadi <60 kali/menit, matanya
exofthalmus, benjolan di leher, dan rasa nyeri. Pemeriksaan laboratorium
TSH <0,004µIU/ml, FT4 20µg/dl, FT3 15pg/dl . Kemudian oleh dokter
disarankan untuk melakukan pemeriksaan iodium radioaktif dan fineddle
aspiration biopsy (FNAB)
1. Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi,
oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang
dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
a. Identitas pasien :
- Nama : Ny. Mona
- Umur : 28 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Pegawai swasta
- Berat badan : 40 kg
- Tinggi badan : 160 cm
b. Keluhan utama :
- Sesak nafas
- Sulit menelan
- Pembengkakan  dan rasa nyeri pada leher
- Pasien nampak gelisah
- Pasien tidak nafsu makan
- Rasa capek/lelah
- Pasien intoleran terhadap dingin
- Sembelit
c. Riwayat kesehatan  :
- Pernah melakukan pengobatan 2 tahun lalu dengan keluhan
terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.
d. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
1. Pola makan
- Mengkonsumsi makanan yang kadar yodiumnya rendah, dan
nafsu makan menurun
2. Pola tidur
- Pasien sering tidur larut malam
3. Pola aktivitas
- Pasien terlalu memforsir pekerjaan sehingga sering mengeluh
kelelahan
e. Pemeriksaan fisik mencakup :
1. Sistem intergument, seperti : kulit dingin, pucat , kering, bersisik
dan menebal,pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut
kering, kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya rontok.
2. Sistem pulmonary, seperti : hipoventilasi, pleural efusi, dispenia
3. Sistem kardiovaskular, seperti : bradikardi, disritmia, pembesaran
jantung, toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
4. Metabolik, seperti : penurunan metabolisme basal, penurunan suhu
tubuh, intoleransi terhadap dingin.
5. Sistem musculoskeletal, seperti : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi
otot yang melambat.
6. Sistem neurologi, seperti : fungsi intelektual yang lambat,
berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian
kurang, bingung, hilang pendengaran, penurunan refleks tendom.
7. Gastrointestinal, seperti : anoreksia, peningkatan berat badan,
obstipasi, distensi abdomen.
8. Psikologis dan emosional ; apatis, igitasi, depresi, paranoid,
menarik diri/kurang percaya diri, dan bahkan maniak.
f. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 pada pasien yaitu : Kadar T3
15pg/dl, dan kadar T4 20µg/dl.
2. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan
terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder
kadar TSH dapat menurun atau normal) : Kadar TSH pada pasien
tersebut yaitu <0,005µIU/ml,
3. Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan
informasi yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan
nodul
g. Analisis Data :
1. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan
transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati
- Data yang didapat : fungsi intelektual yang lambat, berbicara
lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang,
bingung, hilang pendengaran, parastesia, penurunan refleks
tendom.
2. Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume sekuncup
sebagai akibat bradikardi, hipotensi.
- Data yang didapat : bradikardi, disritmia, pembesaran jantung
dan hipotensi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
penurunan kebutuhan metabolisme, dan napsu makan yang
menurun.
- Data yang didapat : anoreksia, obtipasi, distensi abdomen,
hemoglobin menurun, dingin, pucat, kering, bersisik dan
menebal, pertumbuhan kuku buruk, serta kuku menebal.
4. Pola nafas tidak efektif berdasarkan  penurunan tenaga/ kelelahan,
ekspansi paru yang menurun, dispnea.
- Data yang didapat : hipoventilasi, dispenia, efusi pleural

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan
transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.
2) Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume sekuncup
sebagai akibat bradikardi, dan hipoventilasi.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan penurunan
kebutuhan metabolisme: napsu makan menurun.
4) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
proses kognitif.
5) Perubahan suhu tubuh.
6) Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
7) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
8) Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme
dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.

3. Intervensi
1) Dx 1. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan
transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.
- Tujuan : agar pasien tidak mengalami penurunan visus yang
lebih buruk dan tidak terjadi trauma/cedera pada mata.
- Intervensi :
1. Anjurkan pada pasian bila tidur dengan posisi elevasi kepala.
2. Basahi mata dengan borwater steril.
3. Jika ada photophobia, anjurkan pasien menggunakan kacamata
rayben
4. Jika pasien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur,
gunakan plester non alergi.
5. Berikan obat-obatan steroid sesuai program. Pada kasus-kasus
yang berat, biasanya dokter memberikan obat-obat untuk
mengurangi edema seperti steroid dan diuretik.
2) Dx 2. Penurunan curah jantung berdasarkan penurunan volume
sekuncup sebagai akibat bradikardi, hipoventilasi.
- Tujuan : agar fungsi kardiovaskuler tetap optimal yang ditandai
dengan tekanan darah, dan irama jantung dalam batas normal.
- Intervensi :
1. Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2
jam untuk mengindikasi kemungkinan terjadinya gangguan
hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan
pengeluaran urine dan perubahan status mental.
2. Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat segera bila
pasien mengalami nyeri dada, karena pada pasien dengan
hipotiroid kronik dapat berkembang arteiosklerosis arteri
koronaria.
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi
gejalah-gejalah.
Obat yang sering digunakan adalah levotyroxine sodium.
Observasi dengan ketat adanya nyeri dada dan dispenia.
Pada dosis awal pemberian obat biasanya dokter
memberikan dosis minimal, yang kemudian ditingkatkan
secara bertahap setiap 2 – 3 minggu sampai ditemukan
dosis yang tepat untuk pemeliharaan.
4. Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara penggunaan obat
serta tanda-tanda yang harus diwaspadai bila terjadi
hipertiroid akibat penggunaan obat yang berlebihan.
3) Dx 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
penurunan kebutuhan metabolisme dan napsu makan menurun.
- Tujuan : agar nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria :
berat badan bertambah,tekstur kulit baik.
- Intervensi :
1. Dorong peningkatan asupan cairan
2. Berikan makanan yang kaya akan serat
3. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang
banyak mengandung air.
4. Pantau fungsi usus
5. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-
batas toleransi latihan.
6. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila
diperlukan
4) Dx 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan
penurunan proses kognitif.
- Tujuan : agar pasien dapat beristirahat.
- Intervensi :
1. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan
istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
2. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada
dalam keadaan lelah.
3. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang
tidak menimbulkan stress.
4. Pantau respon pasien terhadap peningkatan aktivitas.
5) Dx 5. Penurunan Suhu Tubuh.
- Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh normal.
- Intervensi :
1. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
2. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar
(misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
3. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya
dari nilai dasar suhu normal pasien.
4. Lindungi terhadap hawa dingin dan hembusan angin.
6) Dx 6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal.
- Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
- Intervensi :
1. Dorong peningkatan asupan cairan.
2. Berikan makanan yang kaya akan serat.
3. Ajarkan kepada pasien, tentang jenis -jenis makanan yang
banyak mengandung air.
4. Pantau fungsi usus
5. Dorong pasien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-
batas toleransi latihan.
6. Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila
diperlukan.
7) Dx 7. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
- Tujuan : Perbaikan status respirasi dan pemeliharaan pola
napas yang normal.
- Intervensi :
1. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri
denyut nadi dan gas darah arterial.
2. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
3. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
4. Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan
pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
8) Dx 8. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan
metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
- Tujuan : Perbaikan proses berpikir
- Intervensi :
1. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan
kejadian disekitar dirinya.
2. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada
fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses
penyakit
C. Asuhan Keperawatan Hipertiroid
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala     : insomnia, sensitivitas meningkat,otot lemah,gangguan
koordinasi, Kelelahan berat.
Tanda     : atropi otot
b. Sirkulasi
Gejala     : palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda     : disritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
peningkatan tekanan darah, takikardia, sirkulasi kolaps, syok.
c. Eliminasi
Gejala     : urin dalam jumlah banyak, diare.
d. Intregitas Ego
Gejala     : mengalami stress yang berat baik emosional maupun
fisik.
Tanda     : emosi labil, depresi.
e. Makanan / Cairan
Gejala     : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, kehausan, mual, dan muntah
Tanda     : pembesaran tiroid, edema non – fitting 
f. Pernapasan
Tanda     : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispnea
g. Seksualitas
Tanda  : penurunan libido,hipomenorea,amenore, dan impotent

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan beban kerja jantung
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat.
3) Perubahan suhu tubuh hipertemi berhubungan dengan status
hipermetabolik sekunder terhadap hiperaktivitas kelenjar tiroid.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder akibat
laju metabolic.

3. Intervensi
1) Diagnosa  I        : Resiko penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan beban kerja jantung
Tujuan               : Klien dapat mempertahankan curah jantung yang
adekuat
KH                   : Tidak terjadi penurunan curah jantung/ curah jantung
adekuat.
Intervensi          :
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji intake – output cairan dan membrane mukosa kering
- Kaji pengisian kapiler
- Timbang berat badan setiap hari
- Anjurkan untuk tirah baring
- Batasi aktivitas yang tidak perlu
2) Diagnosa II       : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan             : Klien dapat mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat sesuai diet makanan
KH                  : - Berat badan stabil
- Tidak adanya tanda-tanda malnutrisi
Intervensi        :
- Kaji bising usus
- Kaji pola nutrisi
- Kaji adanya anoreksia, mual,muntah
- Berikan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna
- Hindari makanan yang dapat meningkatan peristaltic usus
- Timbang berat badan setiap hari
3) Diagnosa III      : Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik sekunder terhadap hiperaktifitas kelenjar tiroid
Tujuan             : Klien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas
normal (36-37  C)
KH                  : Penurunan suhu tubuh sampai batas normal (36- 37  C)
Intervensi        :
- Kaji tanda-tanda vital
- Pantau suhu tubuh setiap 2-4 jam
- Anjurkan klien untuk banyak minum
- Anjurkan untuk mengenakan pakaian yang longgar dan tipis
- Berikan kompres air biasa
- Kolaborasi mengenai pemberian terapi
4) Diagnosa IV      : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
sekunder akibat hipermetabolik
Tujuan             : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai kebutuhan
secara mandiri
KH                  : Klien berpartisipasi dalam melakukan perawatan
secara mandiri Intervensi        :
- Kaji tanda-tanda vital saat istirahat maupun saat beraktivitas
- Kaji adanya sianosis, pucat, takipnea, dispnea
- Anjurkan untuk meningkatkan istirahat
- Batasi aktifitas klien
- Berikan lingkungan/ suasana yang tenang
- Anjurkan untuk melakukan aktifitas pengganti yang tidak
melelahkan, seperti membaca, menonton tv atau mendengarkan
radio.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri /
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dalam Maryam (2008), perubahan fisik yang terjadi dalam proses penuaan
antara lain: sel, kardiovaskuler, respirasi, persarafan, musculoskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, vesika urinaria, vagina, pendengaran,
pengelihatan, endokrin, kulit, belajar dan memori, intelegensi, personality
dan adjustment (pengaturan) pencapaian (achievement).
Menurunnya produksi hormon ini antara lain terlihat pada wanita
mendekati usia 50 tahun, yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak
teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya merupakan
proses ilmiah. Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun
dan tidak disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit
kemurungan dan rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya.
Terdapat pula penurunan kadar hormon testosteronnya. Ada beberapa
gangguan penyakit endokrin dan penyakit metabolik yang disebabkan oleh
proses penuaan, yaitu: menopouse, andropouse, dan diabetes melitus.
Pemberian asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia difokuskan
pada upaya pencegahan terhadap terjadinya komplikasi yang berlanjut
selama proses pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa harus akurat agar
pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan
mendapatkan hasil yang diharapkan. Pemberian asuhan keperawatan
sistem endokrin pada lansia secara umum bertujuan untuk memberi
pengertian mengenai penurunan fungsi tubuh dan perawatan penyakit pada
sistem endokrin lansia. Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dan
keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan
tim medis lainnya yang bersangkutan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
1. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan sistem
endokrin pada lansia harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-
bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada lansia yang perlu
ditekankan.
2. Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarga tentang penyuluhan dan pencegahan komplikasi.
3. Untuk keluarga lansia semestinya harus lebih tanggap terhadap
pengkajian-pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan, karena
peningkatan penyembuhan lansia, melakukan prosedur diagnostik,
pemeriksaan-pemeriksaan dan melakukan perawatan tindak lanjut
sangat penting bagi lansia maupun perawat.
4. Hendaknya mahasiswa keperawatan dapat menerapkan dan
membandingkan ilmu yang telah didapat di kampus berupa teori dengan
kasus di ruangan, yang nantinya mahasiswa mampu mengaplikasikan
tindakan keperawatan dengan sebaik-baiknya agar menjadi perawat
yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropause Edisi 1. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Meinner, Sue E. 2006. Gerontologic nursing. USA : St Louis
Stanley, mickey. Kathryn A. Blair. Patricia gauntlett. 2005. Gerontological
nursing. USA : Davis company
Sudoyo, Aru W. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Depertemen
Penyakit Dalam
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas UI

Anda mungkin juga menyukai