Anda di halaman 1dari 14

“TES KOMPETENSI

MEMBACA”
Oleh :

20197470171 Aswiyanti

20197470175 Anna Riana


20197470189 Fanaul Hazan A.
Tes Kompetensi Membaca

Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui
sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang
menyangkut huruf dan ejaan. Pada hakikatnya huruf dan atau tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu.
Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengenali lambang tulis tertentu itu mewakili
(melambangkan, menyarankan) bunyi tertentu yang mengandung makna yang tertentu pula.
Kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah menyimak.
Hubungan antara penutur (penulis) dan penerima (pembaca) bersifat tidak langsung, yaitu melalui lambang
tulisan. Dalam dunia pendidikan aktivitas dan tugas membaca merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-
tawar. Sebagian besar pemerolehan ilmu dilakukan peserta didik dan terlebih lagi mahasiswa didik melalui
aktivitas membaca. Keberhasilan studi seseorang akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan
bacanya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkatkan kemampuan
membaca peserta didik.
Begitu pentingnya penekanan pembelajaran membaca sampai-sampai dalam SNP (Standar Nasional
Pendidikan), pasal 6 dikemukakan pentingnya penekanan kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis pada
sekolah dasar yaitu :
1. Penekanan Tes Kompetensi membaca
2. Pembuatan Tes Kompetensi Membaca
3. Pembuatann Tes Kompetensi Membaca
1. Penekanan Tes Kompetensi membaca

Pada kenyataannya ada banyak tujuan orang membaca, misalnya karena ingin memperoleh dan
menanggapi informasi, memperluas pengetahuan, memperoleh hiburan dan menyenangkan hati, dan lain-lain.
Demikian juga ada sekian macam ragam bacaan yang biasa dibaca orang seperti membaca koran dan majalah,
buku literatur, tabel, iklan, sastra (fiksi, puisi, drama) dan lain-lain.
Tujuan orang membaca koran, buku literatur, dan teks-teks kesastraan yang berbeda jenis bacaannya tidak
sama. Bahkan, tujuan membaca teks-teks kesastraan saja tidak sama, misalnya membaca puisi untuk merebut
makna dan membaca puisi untuk keindahan, walau ada juga kesamaannya seperti untuk mengasah kepekaan
pikiran dan perasaan.
Tujuan pembelajaran membaca di sekolah juga bermacam-macam yang secara ringkas dapat dikatakan sejalan
dengan jenis membaca yang dibelajarkan. Namun, tanpa bermaksud meremehkan pentingnya berbagai tujuan
membaca di atas, membaca pemahaman tampaknya yang paling penting dan karenanya harus mendapat
perhatian khusus. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah bahwa kompetensi membaca yang baik diperlukan
dan menjadi prasyarat untuk dapat membaca dan memahami berbagai literatur mata pelajaran yang lain. Untuk
meraih kompetensi membaca yang baik, kemampuan dan kemauan membaca mesti baik pula. Hal ini mesti
diprasyarati oleh kemauan membaca berbagai bacaan. Intinya, peserta didik, juga guru dan dosen, harus rajin
membaca. Ini lebih banyak dipengaruhi oleh unsur sikap, ranah afektif.
Intinya, kita perlu mengetahui beberapa tinggi sikap, kemauan membaca peserta didik. Inventori afektif itu
dapat dilakukan lewat wawancara, pemberian angket, pengamatan, atau gabungan dari ketiga-ketiganya.
Misalnya dengan mengajukan beberapa pertanyaan saat wawancara :
1) Apakah anda selalu membaca setiap hari?
2) Buku apa sajakah yang anda baca? Dsb
Jika hasil inventori afektif tersebut ditemukan fakta bahwa sikap atau kemauan membaca peserta didik belum
baik, kita mesti memotivasi dan membantu mencarikan solusi jika ada berbagai faktor penyebab. Misalnya,
membantu mengusahakan agar sekolah dapat menyediakan berbagai bacaan.
2. Bahan Tes Kompetensi membaca
Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kompetensi peserta didik memahami isi informasi yang
terdapat dalam bacaan. Oleh karena itu, teks bacaan yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang
menuntut untuk dipahami

a. Tingkat kesulitan
wacana i. Wacana prosa

b. Isi wacana

ii. Wacana dialog


d. Jenis wacana
c. Panjang
pendek wacana
iii. Wacana
Kesastraan

d. Jenis wacana
iv. Wacana latin
a. Tingkat kesulitan wacana

Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosakata


dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan
kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit pemahaman wacana yang
bersangkutan. Demikian pula sebaliknya. Demikian pula yang terkait dengan isi wacana.
Secara umum orang mengatakan bahwa wacana yang baik untuk bahan tes kompetensi
membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan
tingkat kemampuan peserta didik.
Penentuan tingkat kesulitan wacana berdasarkan tingkat kesulitan kosakata
tersebut dapat dilihat pada wacana bahasa Inggris, yaitu yang berupa wacana-wacana
yang sengaja disadur dari wacana yang sulit, umumnya karya sastra, ke dalam wacana
sederhana dengan tingkat kesulitan tertentu.
Prosedur memperkirakan tingkat kesulitan wacana yang lain yang dapat dilakukan guru
sendiri adalah dengan teknik cloze. Jika rata-rata jawaban betul peserta didik minimal
75%, wacana yang bersangkutan dinyatakan mudah. Sebaliknya, jika rata-rata betul
kurang dari 20%, wacana itu dinyatakan sulit bagi peserta didik yang bersangkutan.
Jika kita hendak memperkirakan tingkat kesulitan wacana-wacana dalam satu buku atau
sebuah wacana yang panjang, pengambilan wacana yang diteskan hendaklah dilakukan
secara rambang. Hasil tes tersebut dapat dinyatakan mewakili populasi bacaan yang
diperkirakan.
b. Isi wacana

Secara pedagogis orang mengatakan bahwa bacaan yang baik adalah sesuai
dengan tingkat perkembangan jiwa, minat, kebutuhan atau menarik perhatian
peserta didik. Tujuan kegiatan membaca itu sendiri, khususnya berkaitan dengan
pemahaman bacaan, adalah untuk memperluas dunia dan horison peserta didik,
memperkenalkan teknologi, berbagai hal dan budaya dari berbagai pelosok daerah
dan negara lain. Pemberian bahan yang demikian tentu saja, harus
mempertimbangkan tingkat kematangan peserta didik.
c. Panjang pendek wacana

Wacana yang diteskan untuk membaca pemahaman sebaliknya tidak


terlalu panjang. Beberapa wacana pendek lebih baik daripada sebuah wacana
yang panjang, sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik daripada
hanya sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang lebih pendek, kita dapat
membuat soal tentang berbagai hal, jadinya lebih komprehensif. Disamping itu,
secara psikologis peserta didik pun lebih senang pada wacana pendek, karena
tidak membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan wacana pendek
terlihat lebih mudah.
Tes kompetensi membaca dalam hal ini misalnya, dapat berupa pemahaman dan
pengidentifikasian parafrase tersebut sesuai dengan pernyataan, atau membuat
parafrase itu sendiri.
d. Jenis wacana

i. Wacana prosa ii. Wacana dialog

Wacana ini dimaksudkan sebagai Wacana ini adalah wacana yang


berbagai tulisan berbentuk prosa bukan karya berisi percakapan. Dapat berupa percakapan
sastra seperti tulisan ilmiah, artikel ilmiah atau dalam berbagai konteks termasuk telepon,
ilmiah populer, tajuk rencana, berita, laporan, namun sebaliknya dipilih percakapan formal
biografi, dan lain-lain yang diambil buku literatur, atau setidaknya semi formal.
buku pelajaran, majalah, jurnal, surat kabar, dan Tes memahami wacana bentuk dialog hampir
sebagainya. sama prosesnya dengan memahami bahasa
Jika dimaksud mengukur kemampuan peserta lisan seperti dalam tes menyimak di atas.
didik memahami bacaan secara kritis, sebaiknya Akan tetapi, wacana untuk tes kemampuan
kita memilih bacaan-bacaan yang memungkinkan membaca terdiri dari beberpa potongan
untuk maksud itu. Pemilihan wacana berdasarkan dialog yang lebih panjang.
dari tingkat kesulitan, isi, dan panjang pendek
terutama dimaksudkan untuk wacana yang
berbentuk prosa.
d. Jenis wacana

iv. Wacana latin : surat, tabel, diagram, grafik,


iii. Wacana kesastraan
iklan, brosur

Wacana kesastraan yang Wacana latin yang


baik yang berupa kutipan fiksi dimaksudkan di sini adalah berbagai
(cerpen, novel), puisi, maupun teks wacana atau bentuk komunikasi yang
drama. Wacana kesastraan dikemukakan selain dengan ketiga cara
merupakan salah satu dari sekian sebelumnya. Jadi, dapat berwujud surat,
ragam bahasa yang banyak dijumpai tabel, diagram, grafik, iklan, brosur dan
dan dibicarakan orang, maka kita lain-lain bahkan sampai sms.
harus mengapresiasikan keadaan iyu
dengan mengambilnya sebagai salah
satu bahan tes membaca.
Sebenarnya ada kesamaan antara
teks kesastraan dan tek nonfiksi di
atas.
3. Pembuatan Tes Kompetensi membaca

b. Tes kompetensi c. Tes membaca PISA &


a. Tes kompetensi membaca PIRLS
membaca dengan
dengan merespon jawaban
mengontruksi jawaban

• Tes Pemahaman wacana Prosa • Pertanyaan terbuka • Tentang PISA & PIRLS
• Tes Pemahaman wacana dialog • Menceritakan Kembali • PISA & PIRLS Model
• Tes Pemahaman wacana • Membuat Ringkasan, sinopsis, penilaian
kesastraan rangkuman, saduran berbasis,multiliterasi
• Tes Pemahaman wacana lain • Contoh PISA & PIRLS
a. tes kompetensi membaca dengan merespon jawaban

Tes kompetensi dengan cara ini bertujuan untuk mengukur kemampuan membaca peserta didik
dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan oleh pembuat soal. Apapun jenis wacana yang di ujikan dan
bagaimanapun cara menyakijan ujian, kerja peserta didik menjawab soal dengan memilih opsi jawaban. Jenis
tes ini disebut juga tes tradisional

i. tes pemahaman wacana prosa

Dalam tes pemahaman ini tidak boleh menanyakan hal hal yang telah umum diketahui tanpa
membaca. Soal yang biasa ditanyakan dalam tes ini adalah tema, gagasan pokok, gagasan penjelas,
makna tersurat dan tersirat dan juga makna istilah dan ungkapan
ii. tes pemahaman wacana dialog

Adalah tes kompetensi membaca berupa teks dialog yang bertujuan untuk mengukur kemampuan
pemahaman isi wacana.
iii. tes pemahaman wacana kesastraan
Adalah tes pemahaman wacana kesastraan berkaitan dengan pemahaman pesan, makna tersurat dan
tersirat, makna ungkapan serta unsur unsur intrinsik pembangun teks. Teks wacana kesastraan hadir
bukan semata mata untuk dipahami, melainkan juga untuk dinikmati bukan saja kenikmatan intelektual
tetapi juga kenikmatan emosional.
iv. tes pemahaman wacana lain : Surat, Tabel, Diagram, Grafik dan Ikan.

Wacana yang di ujikan haruslah di batasi dengan wacana resmi dan bukan bersifat pribadi.
b. Tes kompetensi membaca dengan mengontruksi jawaban
Dalam tes kompetensi ini peserta ujian tidak hanya memilih jawaban benar dalam jawaban yang di
sediakan, melainkan harus mengemukakan jawaban sendiri dengan mengreasikan bahasa berdasarkan infromasi
yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Dalam pengerjaan tugas ini peserta dituntut untuk memahami
wacana tersebut. Pemahaman terhadap isi pesan wacana adalah prasyarat untuk dapat mengonstruksi jawaban
tugas.

i. Pertanyaan terbuka
Dalam tes ini peserta tidak hanya mengingat atau menyebutkan fakta dalam teks namun juga
mengharuskan peserta didik berfikir tingkat tinggi, berpikir analitis, sintesis dan evaluatif. Jawaban
pertanyaan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
ii. Menceritakan kembali
Dalam tes ini peserta didik harus memahami isi pesan wacana yang bersangutan. Berdasarkan
pemahamannya itulah peserta didi kemudian tampil untuk menceritakan kembali isi wacana.

iii. Membuat ringkasan, sinopsis, rangkuman, saduran

Dalam tes ini peserta didik harus mampu mengidentifikasi, memilih dan menentuan hal hal penting dan
kemudian mengungkapkan kembali secara lisan atau tertulis dengan bahasa sendiri.
c. Tes Membaca PISA & PIRLS

• PISA adalah singkatan Programme for International


• Students Assessment yang
diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development.
PISA adalah pengukuran literasi untuk anak usia 15 tahun. Mata ujian PISA ada
tiga macam yaitu, membaca, matematika dan sain. PISA secara sengaja dirancang
untuk mengukur kompetensi siswa merefleksikan pengetahuan dan pengalaman
secara aktif, kompetensi mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dan
berkaitan langsung dengan masa depan sendiri. Penilaian literasi membaca
dikembangkan berdasarkan tiga hal pokok yaitu situasi, teks, dan aspek.
• PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah pengukuran
yang berskala internasional tentang literasi membaca yang dikoordinasikan oleh
IEA (The International Association for the Evaluation of Educational
Achievement) yang bermarkas di Belanda. PIRLS diujikan untuk anak SD kelas 4.
Kerangka PIRLS dikelompokkan ke dalam tujuan membaca dan proses pemahaman.
Penilaian dari proses pemahaman dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu,
proses pengambilan informasi secara eksplisit (20%), membuat kesimpulan secara
langsung (30%), menginterpretasikan dan mengintegrasikan gagasan dan
informasi (30%), serta mengevaluasi isi, bahasa, dan unsur teks (20%).
Berdasarkan spesifikasi tersebut kemudian dibuat soal-soal dan selanjutnya
disusun menjadi buku-buku tes literasi.
PISA & PIRLS Model Penilaian Berbasis Multiliterasi

PISA dan PIRLS merupakan pengujian yang menuntut kompetensi


multiliterasi. Literasi dimaknai sebagai kemampuan merekonstruksi makna
dari berbagai sumber informasi. Kompetensi multiliterasi paling tidak kini
mencakup empat hal, yaitu literasi membaca dan menulis konvensional,
digital, visual, dan sikap kritis. Multiliterasi adalah kemampuan
menggunakan berbagai cara untuk menyatakan dan memahami ide dan
informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional dan teks
inovatif, simbol, dan multimedia. Multiliterasi merupakan kemampuan untuk
memahami makna, memaknai, mengritisi, dan mengevaluasi berbagai sumber
informasi, serta kemudian mengkomunikasikan kembali sesuai dengan
pemaknaannya. PISA yang dimaksudkan untuk mengukur kompetensi siswa
menghadirkan soal-soal yang berbasis berbagai informasi (genre). Untuk
dapat menjawab soal-soal tersebut, diperlukan kompetensi multiliterasi
yang memadai. Hal yang tidak berbeda juga akan terjadi dengan pengerjaan
soal-soal PIRLS.

Anda mungkin juga menyukai