Anda di halaman 1dari 22

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

( Nilai, Moral dan Hukum )

DOSEN PENGAMPU ; Drs. Anam Ibrahim, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Rahmanu Yahma (6181111006)


Muhammad Farid (6182111012)
Agus Ansahri Aritonang (6183111059)
Bagus Cokro Utomo (6183111032)
Doni Joseptra Hutasoit (6183111046)
Yudi Kurniawan (6183111039)

PJKR B 2018

PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020

1
KATA PENGANTAR

Makalah ini membahas tentang Nilai, Moral dan Hukum. Tujuan makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, Fakultas Ilmu Keolahragaan
semester 5, Universitas Negeri Medan.
Dalam penulisan makalah ini kami mengharapkan saran dan kritk untuk
membangun atau menciptakan hasil yang lebih baik lagi karena kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Kami ucapkan terima kasih dan
mohon maaf atas kesalahan yang terjadi dalam penulisan makalah ini.

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 1
C. Tujuan penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum 3
B. Fungsi Nilai, Moral dan Hukum 8
C. Permasalahan Nilai, Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara 11
D. Hukum dan Moral 13
E. Hukum dan Keadilan 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 17
B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Manusia merupakan makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri
terhadap lingkungan. Dengan adanya nilai, sebagai  sesuatu yang terpenting bagi manusia
dalam subjek menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk. Begitu juga moral, yang
merupakan sebagai kualitas perbuatan manusia dengan sesuai perbuatan yang dilakukan baik
itu benar atau salah. Dengan keterkaitan diantaranya, maka suatu sistem yang dibutuhkan
sebagai sistem peraturan yang teratur dengan tersusun baik dalam pelaksanaan rangkaian
kehidupan bagi setiap manusia untuk bimbingan dalam dirinya adalah hukum.

 Keterkaitan antara nilai, moral dan hukum merupakan aspek-aspek terpenting di dalam diri
setiap manusia dalam pembentukan kepribadian dan jati diri di lingkungan sosial dan
kehidupan setiap manusia. Selain itu, nilai, moral dan hukum menjadi aspek terpenting dalam
masyarakat sebagai sebuah perangkat, untuk mengontrol setiap permasalahan dalam
pelaksanaanya yang menimbulkan terjadinya masalah pelanggaran yang terjadi didalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka aspek-aspek ini yang akan mengatasinya,
supaya kehidupan bermasyarakat dan bernegara berjalan dengan baik.

B.     Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Apa pengertian manusia, nilai, moral dan hukum ?


2. Apa fungsi nilai, moraldan hukum ?
3. Apa permasalahan nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara?
4. Bagaimana cara menyelesaikan suatu kasus dalam permasalahan nilai, moral dan
hukum ?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :

1.    Mengetahui maksud dari manusia, nilai, moral dan hukum.

1
2.    Mengetahui fungsi dari nilai, moral dan hukum.

3.    Mengetahui permasalahan nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara.

4.    Menjelaskan pemecahan suatu kasus serta memberikan pembahasan dalam mengatasi


permasalahan kasus tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum

1)      Pengertian Manusia

Manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya pada dasarnya dipengaruhi


oleh nilai-nilai kemanusiaan. Nilai tersebut berupa etika yang erat hubunganya
dengan moralitas, maupun estetika yang erat hubungannya dengan keindahan.

Terdapat pengertian manusia dari segi fisiologi yang mengatakan bahwa,


manusia adalah makhluk yang mempunyai fisik hampir sama dengan hewan, hewan
mempunyai kepala, telinga, dan juga kaki, maka manusia pun juga memilikinya,
namun yang membedakan dari kedua makhluk tersebut adalah akal. Maka dari itu ada
yang berpendapat bahwa manusia adalah hewan yang berakal.

 Manusia adalah satu-satunya makhluk di dunia ini yang dapat berpikir, tetapi
apabila pikiran-pikirannya itu berjalan demikian saja karena asosiasi tanpa
pengarahan dan pengontrolan yang sadar, pikiran-pikiran semacam itu hanyalah
perbuatan manusia, bukanya perbuatan manusiawi, meskipun perbuatan-perbuatan ini
perbuatan-perbuatan dari tata susunan rasional.

Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau
tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Jiwa manusia merupakan satu kesatuan dengan
raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan. Kegiatan manusia tidak
semata-mata digerakkan oleh jasmaninya, tetapi juga aspek rohaninya. Manusia
mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk berkegiatan dalam hidupnya.

Manusia dalam pandangan agama adalah makhluk yang memiliki potensi


untuk berakhlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi buruk akan senantiasa eksis
dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawaa nafsu,
seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman.

2)      Pengertian Nilai

3
Dalam kehidupan sehari, manusia selalu berkaitan dengan nilai, misalnya kita
mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah, berarti kita melakukan
penilaian terhadap suatu objek. Manusia memberikan nilai pada sesuatu yang bisa
dikatakan adil, baik, indah, cantik, anggun, dan sebagainya

Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oleh manusia dan
sesuatu yang baik yang diciptakan oleh manusia. Nilai menjadikan dorongan manusia
untuk melakukan tindakan agar harapan itu terwujud dalam kehidupannya. Selain itu,
nilai juga merupakan sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek astraksi,
pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang
ketat.

Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian nilai dapat diuraikan sebagai


berikut :

 Allport (Rokeach, 1973) mengemukakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan


yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya.
 Kimball Young (Agung S. S Raharjo, 2009) mengemukakan bahwa nilai adalah
asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting
dalam masyarakat.
 A. W. Green (Vicentius Satu, 2009) menyatakan bahwa nilai adalah kesadaran
yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.     
  Woods (dalam Vicentius Satu, 2009) menyatakan bahwa nilai merupakan
petunjuk umum yang telah berlangsung lama, serta mengarahkan tingkah laku
dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
 M. Z Lawang (Janu Murdiyatmoko, 2007) menyatakan bahwa nilai adalah
gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan dapat
memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
 Bambang Daroeso menyatakan bahwa nilai adalah suatu kualitas atau
penghargaan terhadap sesuatu yang menjadi dasar penentu tingkah laku
seseorang.

Menurut Bambang Daroeso, nilai memiliki beberapa ciri, antara lain:

1. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi ada)
2. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan)

4
3. Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator)

 Darji Darmodiharjo menyatakan bahwa nilai adalah kualitas atau keadaan yang
bermanfaat bagi manusia baik lahir ataupun batin.
 Pepper menyatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang
buruk.
 Perry menyatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia
sebagai subjek.
 Kluckhon menyatakan bahwa nilai adalah hasil pengaruh seleksi perilaku.
Batasan nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara apa
yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya
dibutuhkan; nilai-nilai tersusun secara hierarkis dan mengatur rangsangan
kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya.

Selain dari beberapa pendapat tersebut, ada beberapa pendapat lain yang
menyangkut bahwa nilai berhubungan dengan aliran subjektivisme dan objektivisme,
yang mengatakan bahwa nilai merupakan suatu objek yang terletak pada subjek yang
menilainya dan juga mengatakan bahwa adanya nilai ditentukan oleh subjek yang
menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau
objek itu tidak akan dinilai.

Dilihat dari bentuknya, nilai terbagi dalam berbagai jenis, antara lain;

a. Nilai Sosial
Pengertian nilai sosial adalah sesuatu yang sudah melekat di masyarakat yang
berhubungan dengan sikap dan tindakan manusia di dalam lingkungannya. Arti ini
sejalan dengan sikap manusia yang tidak bisa hidup secara mandiri, perlu pertolongan
orang lain.
Contoh nilai sosial misalnya saja dalam setiap tindakan dan perilaku individu di
masyarakat, selalu mendapat perhatian dan berbagai macam penilaian, seperti mencuri
bernilai buruk dan menolong bernilai baik. Sedangkan untuk pengertian masyarakat
adalah sekumpulan individu yang tinggal menetap dalam kurun waktu tertentu. 
b. Nilai Kebenaran
Pengertian nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur akal manusia
(rasio, budi, dan cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak di bawa sejak lahir, oleh

5
karena itulah banyak yang menyebutkan bahwa nilai ini adalah pandangan yang kodrati,
lantaran tuhan memberikan nilai kebenaran melalui akal pikiran manusia.
Contoh nilai kebenaran misalnya saja adanya seorang hakim yang bertugas memberi
sangsi kepada orang yang diadili. Tugas hakim sebelum melakukan proses sakti haruslah
melihat kronolgi dan telaah kasus yang sedang benar-benar dapat
dipertanggungjawabankan.
c. Nilai Keindahan
Pengertian nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada unsur rasa setiap
manusia, dengan nama lain dikenal dengan “estetika”. Keindahan bersifat universal.
Semua orang memerlukan keindahan. Namun, setiap orang berbeda-beda dalam menilai
sebuah keindahan itu sendiri.
Contoh nilai keindahan sendiri, misalnya saja adanya sebuah karya seni tari
merupakan suatu keindahan. Akan tetapi, tarian yang berasal dari suatu daerah dengan
daerah lainnya memiliki keindahan yang berbeda, bergantung pada perasaan orang yang
memandangnya.
d. Nilai Moral
Pengertian nilai moral adalah suatu sistem penilaian yang bersumber pada kehendak
atau kemauan (karsa, etik). Dengan moral, manusia dapat bergaul dengan baik
antarsesamanya. Oleh karena itulah nama lain dari jenis nilai ini sendiri dikenal dengan
nilai kebaikan.
Contoh kasus mengenai nilai moral, misalnya saja ketika seseorang berbicara dengan
orang yang lebih tua dengan tutur bahasa yang halus, merupakan etika yang tinggi
nilainya. Adapun keadaan ini menjadi ciri khas dari tatakelakuan yang harus dijalankan.
e. Nilai Agama
Pengertian nilai agama adalah nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini
bersumber pada hidayah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Melalui nilai agama yang
seringkali dikenal dengan nilai religius, manusia mendapat petunjuk dari Tuhan tentang
cara menjalani kehidupan.
Contohnya, untuk dapat berhubungan dengan Tuhan, seseorang manusia yang
beriman haruslah harus beribadah menurut agamanya masing-masing. Semua agama
menjunjung tinggi nilai religius. Namun, tata caranya berbeda-beda. Hal ini karena setiap
agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda.
Dari serangkaian penjelasan mengenai macam-macam nilai tersebut penting bagi
artikel ini untuk memberikan alasan mengapa nilai sangat penting untuk dihadirkan

6
dalam kehidupan. Salah satunya karena nilai akan membuat seseorang terdorong untuk
prilaku prilaku yang menyimpang.
Misalnya, untuk menentukan makanan yang baik bagi kesehatan tubuh, seseorang
harus berdasar pada nilai gizi dan bersih dari kuman. Namun, ada nilai lain yang masih
harus dipertimbang kan seperti halal tidaknya suatu makanan tertentu. Dengan demikian,
nilai berperan dalam kehidupan sosial sehari-hari, sehingga dapat mengatur pola perilaku
manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

3)      Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa Latin yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan.
Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti “akhlak” (Bahasa Arab) atau kesusilaan
yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.

Moral atau Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan
itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas
mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.

Moralitas dapat dibagi menjadi objektif atau subjektif. Moralitas objektif


memandang perbuatan semata sebagai suatu perbuatan yang telah sukarela pihak
pelaku. Dan moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai
perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan si pelaku sebagai individu.

Moral pada hakikatnya adalah istilah manusia untuk manyebut ke manusia


lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Sedangkan manusia yang tidak
memiliki moral disebut “amoral” artinya dia tidak bermoral, yang tak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Oleh karena itu, moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu. Manusia harus memiliki moral jika ia ingin
dihormati oleh sesamanya.

Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.


Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai
yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral diartikan juga sebagai sikap,
perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan

7
sesuatu berdasarkan pengalaman, suara hati, serta nasihat dan lain-lain. Moral sama
dengan etika, etik, akhlak, kesusilaan dan budi pekerti.

4)      Pengertian Hukum

Hukum adalah suatu aturan atau ukuran perbuatan-perbuatan dan menjuruskan


perbuatan-perbuatan tersebut ke arah tujuan masing-masing yang sebenarnya. Dalam
keharusan hukum terbagi menjadi dua bagian, antara lain:

a. Hukum fisik adalah dapat membedakan keharusan suatu fisik dan mengarahkan
makhluk yang tidak merdeka dengan gerakan seragam ke arah tujuan mereka
melalui keniscayaan batin kodrat mereka..
b. Hukum moral adalah dapat membedakan keharusan suatu moral dan
mengarahkan makhluk-makhluk yang merdeka dengan perbuatan yang
mengarahkan tujuan akhir mereka dengan cara membebankan kewajiban pada
kehendak merdeka mereka.
Terdapat pengertian Hukum yang mengatakan bahwa, “Law is nothing else
than an ordinance of reason for the common good, promulgated by him who has the
care of community”. Dalam difinisi ini dapat membedakan hukum dari nasihat atau
saran membuat suatu hal lebih mudah, tetapi tanpa kekuatan pengikat suatu pun.
Suatu hukum mesti dibebankan atas kehendak pembesar, tetapi dirumuskan oleh
inteleknya kemampuan yang merencanakan dan mengarahkan.
Sebagai sesuatu yang mengarahkan makhluk ke arah tujuan mereka, hukum
haruslah sebagai suatu yang pendiktean akal sehat dan benar. Harus masuk akal-
beralasan. Harus konsisten, baik dengan diri sendiri maupun dengan hukum-hukum
lain. Selain itu, hukum harus adil, seperti menghormati hak-hak yang ada yang
dijamin oleh hukum yang lebih tinggi, membagikan beban secara sama. Dan juga,
hukum harus dapat dijalankan karena tidak ada hal yang tidak mungkin atau tidak ada
yang bisa diharapkan mengerjakan sesuatu yang sangat sulit.

B.     Fungsi Nilai, Moral dan Hukum

1)      Fungsi Nilai

Sesuatu yang dianggap bernilai apabila memiliki nilai, menyenangkan,


berguna, memuaskan, menguntungkan, menarik dan keyakinan. Artinya, sesuatu

8
dapat dikatakan bernilai bila menyenangkan bagi manusia, berguna bagi manusia,
dapat memuaskan manusia, menarik bagi manusia dan menimbulkan keyakinan bagi
manusia terhadap nilai dari sesuatu.

Menurut Rokeach (1973) dalam Budi Juliardi (2014), nilai itu sendiri
berfungsi antaralain sebagai berikut :

a. Fungsi nilai sebagai standar, meliputi 1). Membimbing individu dalam mengambil
posisi tertentu dalam isu sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi, apa pendapat
seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut,
dapat menggambarkan nilai-nilainya, 2). Memengaruhi individu untuk lebih
menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain, 3).
Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain, 4). Melakukan evaluasi dan
membuat keputusan, 5). Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan
memengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan
tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, serta bisa
dipengaruhi dan diubah.
b. Fungsi nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan
keputusan. Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam
sistem nilai individu. Pada umumnya, nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai
yang dominan pada individu yang bersangkutan.
c. Kunci Motivasi. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu
dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk
mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasi.
Nilai dapet memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu,
memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku (Schwartz,
1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga
merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan selain
tuntutan sosial (Grube, dkk., 1994).

2)      Fungsi Moral

Moral berfungsi sebagai landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang
dalam kehidupan sehari-hari di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam

9
lingkungan keluarga. Suatu hal yang paling penting adalah bahwa moral berada pada
batin atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol penyeimbang bagi pikiran negatif
yang akan direalisasikan.

Moral merupakan nilai-nilai yang diperlukan dalam proses interaksi sebagai


petunjuk arah, cara berpikir, berperasaan dan bertindak serta panduan menentukan
pilihan dan juga sebagai sarana untuk menimbang penilaian masyarakat terhadap
sebuah tindakan yang akan diambil, dan nilai-nilai moralitas juga penting untuk
menjaga rasa solidaritas di kalangan kelompok atau masyarakat serta dapat menjadi
banteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau masyarakat
tertentu.  

3)      Fungsi Hukum

Hukum sangat penting dan memang harus ada dalam sebuah masyarakat
(negara), karena hukum dalam kehidupan bermasyarakat memiliki fungsi sebagai
berikut :

a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Hukum berfungsi untuk
menunjukan manusia mana yang baik dan yang buruk sehingga segala sesuatu dapat
berjalan tertib dan teratur.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. Hukum dapat
memberi keadilan untuk menentukan siapa yang salah, siapa yang benar, dan dapat
memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman saksi bagi pelanggarnya.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan. Daya mengikat dan memaksa dari hukum
dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Disini
hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
d. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci, antara lain siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, sikap yang harus menaatinya, siapa yang
memilih sanksi yang tepat dan adil dan, lain-lain.
e. Sebagai alat penyelesaian sengketa. Contohnya, persengketaan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum
perdata.
f. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-
hubungan esensial di antara anggota masyarakat.

10
C.    Permasalahan Nilai, Moral dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara

Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral yang
berkaitan dengan nilai baik-buruk perbuatan manusia. Manusia yang bermoral
tindakannya didasari oleh nilai-nilai moral. Tindakan yang bermoral adalah tindakan
yang dilakukan secara sadar, mau dan tahu serta tindakan itu berkenaan dengan nilai-
nilai moral yang menjunjung tinggi nilai pribadi manusia, harkat dan martabat bangsa.

Hukum adalah norma yang merupakan perwujudan dari nilai, termasuk nilai
moral. Antara hukum dan moral berkaitan. Hukum harus merupakan perwujudan dari
moralitas. Hukum sebagai norma harus berdasarkan pada nilai moral. Dengan
demikian, maka ketiganya memilikki keterkaitan tersendiri dalam terwujudnya suatu
kehidupan yang damai, tertib, aman dan sejahtera. Namun dalam kenyataannya, suatu
pelanggaran tetap terjadi, sehingga menimbulkan suatu permasalahan didalam
masyarakat dan negara.        

1)      Permasalahan Nilai Berupa Pelanggaran Nilai

Nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah laku di dalam kehidupan kelompok, tentunya tidak akan terlepas dari
tindakan-tindakan pelanggaran atas nilai itu sendiri. Jika  seorang individu atau
kelompok sudah tidak mengindahkan lagi nilai toleransi dan bersikap meremehkan
penganut agama yang berlainan dengan agama yang dianutnya, tentu saja hal ini akan
menimbulkan permasalahan. Kerukunan diantara umat beragama akan hilang, bahkan
akan menjurus ke arah disintegrasi/perpecahan dan konflik antarumat beragama.

Bagi masyarakat profesi, nilai diwujudkan dengan membuat kode etik profesi
yang berisi nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berkaitan
dengan profesi yang diembannya. Kode etik biasannya dibuat secara tertulis dan
sistematis berdasarkan sistem moral yang ada, seperti kode etik guru untuk profesi
guru, kode etik jurnalis bagi profesi dalam bidang jurnalis dan sebagainnya. Akan
tetapi, walaupun kode etik sudah ada, tetep saja pelanggaran etik terjadi. Contohnya,
guru memukul siswa. Hal ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya
melekat dalam diri seorang guru, yaitu guru sebagai panutan dan teladan bagi murid-
muridnya.

11
2)      Permasalahan Moral Berupa Pelanggaran Moral

Moral yang dimiliki seorang individu akan memicu “transfer”

Moral kepada temannya, terutama dalam dunia remaja. Pengaruh pertemanan


akan berdampak positif jika moral yang dimiliki teman itu positif. Sebaliknya, akan
berpengaruh negatif jika moral yang ditampilkan emang buruk, seperti merokok,
menghisap ganja, minum-minuman keras dan perilaku amoral lainnya.

Pelanggaran moral dapat pula dilakukan oleh seorang individu karena adanya
pengaruh “figur otoritas”. Anak-anak cenderung memilih figur orangtua sebagai
panutan moral. Jika moral orangtua baik maka moral anak juga ikut baik, demikian
juga sebaliknya. Orangtua harus bisa menempatkan diri menjadi figur yang benar-
benar dicontoh oleh anak-anak untuk membentuk moral yang baik. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa figur otoritas sangat berpengaruh dalam perkembangan nilai
moral orang lain.

3)      Permasalahan Hukum Berupa Pelanggaran Hukum

Hukum diciptakan untuk ditaati demi terwujudnya ketertiban dan ketentraman


dalam masyarakat. Akan tetapi, pelanggaran hukum dapat terjadi akibat lemahnya
kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa
tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku.
Akibat lemahnya kesadaran hukum masyarakat berbagai pelanggaran hukum sering
terjadi, seperti membawa kendaraan tanpa SIM, menghargai sepeda motor tanpa helm
dan pelanggaran lainnya.

Permasalahan hukum selanjutnya adalah hukum selalu digunakan oleh


penguasa sebagai alat legitimasi untuk berbuat semaunya. Hukum diciptakan bukan
untuk kebaikan bersama, tetapi lebih untuk menguntungkan satu pihak atau kelompok
sajadan menyengsarakan masyarakat banyak. Hal ini tidak boleh terjadi, karena
hukum adalah yang tertinggi dalam sebuah negara (supremasi hukum). Hukum
mengatur pemerintah, bukan pemerintah yang mengatur hukum.

Henslin (2006) menyatakan bahwa “menurut para ahli teori konflik, ide bahwa
hukum beroperasi secara tidak memihak dan menerapkan suatu peraturan yang dianut

12
oleh semua orang merupakan suatu mitos budaya yang dipromosikan oleh kelas
kapitalis”. Para ahli teori itu dijelaskan oleh Henslin yang mengutip pendapat Spitzer
(1975), bahwa hukum sebagai suatu alat yang didesain untuk mempertahankan orang
yang berkuasa dalam kedudukan mereka yang istimewa.

Permasalahan nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara yang
berupa pelanggaran terhadap nilai, moral dan hukum diatas memiliki  perbedaan
masing-masing. Misalnya, negara berhak memberi sanksi bila warga negara
melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak berwenang menjatuhkan sanksi bagi
pelanggaran moral dan etik/nilai, kecuali jika pelanggaran etik itu sudah menjurus
pada pelanggaran hukum.

D. Hukum dan Moral

Dalam pandangan Hart penegasan bahwa di antara hukum dan moralitas ada
suatu hubungan yang perlu atau mutlak memiliki banyak ragam pemahaman yang
penting namun tidak semua hubungan itu terlihat jelas. Berangkat dari ketidakjelasan
ini Hart berupaya menunjukkan dan mengevaluasi alasan-alasan yang mendasari
pandangan tersebut. Menurutnya, tak satu pun alasan yang diajukan untuk
menunjukkan hubungan mutlak itu memadai meskipun ia mengakui beberapa segi
dari argumen yang dikemukakan memiliki kebenaran, sesuai dengan beberapa fakta
yang dapat dijumpai dalam sistem hokum.

Hart mengakui bahwa hukum, keadilan, dan moral memiliki hubungan yang
sangat dekat. Bahkan salah satu aspek keadilan, yaitu keadilan adminsitratif, dan
dalam hukum kodrat minimum, hukum dan moralitas berhubungan secara ‗mutlak‘.
Keadilan administratif yang dimaksud di sini tidak lain keadilan dalam penerapan
hukum. Penerapan hukuman terhadap seseorang hanya didasarkan pada karakteristik
yang disebutkan dalam hukum. Hukum tentang pembunuhan, misalnya, menyebutkan
bahwa seseorang yang secara sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum lima
belas tahun, maka dari ketentuan ini kita akan tahu mana karakteristik yang relevan
dan tidak relevan untuk untuk menghukum pelaku pembunuhan. Warna kulit dan jenis
rambut pelaku tidak relevan; sementara keputusan atau niat orang tersebut relevan.
Jika dalam memutuskan kasus tertentu karakteristik yang disebutkan dalam hukum itu
diabaikan, maka penerapan hukuman dianggap tidak adil. Keadilan dalam penerapan
hukum ini menurut Hart memiliki hubungan yang mutlak dengan hukum. Namun,

13
hubungan mutlak ini hanya menyangkut administrasi hukum dan keadilan jenis ini
bisa juga dapat terjadi dalam sebuah sistem hukum yang di dalamnya penuh dengan
hukum yang tidak adil.

Selain dalam administrasi hukum Hart juga mengakui hubungan penting


antara hukum dan moralitas dalam hukum kodrat minimum. Hukum kodrat minimum
tidak lain pandangan Hart sendiri mengenai kodrat manusia yang berbeda dengan
hukum kodrat klasik. Menurutnya kodrat manusia yang paling dasar adalah bertahan
hidup, sebab dengan bertahan hidup manusia dapat memenuhi tujuan hidup lainnya.
Untuk dapat beratahan hidup, di samping memerlukan ketersediaan bahan konsumsi,
manusia juga memerlukan aturan yang dapat menjaga kehidupan bersama mereka. Di
sinilah moralitas dan hukum bertemu; kedua aturan ini, meski berbeda, sama-sama
menuntut hal yang sama, yaitu terpeliharanya kehidupan bersama manusia.

Namun, hubungan mutlak antara hukum dan moraltias dalam hukum kodrat
minimum ini menurutnya bukan kemutlakan logis, melainkan ‗kemutlakan alamiah‘.
Disebut mutlak alamiah karena kemutlakan hubungan itu didasarkan pada kondisi
alamiah kehidupan manusia itu sendiri.11 Artinya, selama kondisi kehidupan manusia
tidak mengalami perubahan, maka hukum dan moralitas akan berhubungan mutlak.
Hart hanya mengakui hubungan ‗mutlak‘ hukum dan moralitas dalam hukum kodrat
minimum dan administrasi hukum, dan hal itu seperti telah disebutkan, bukan mutlak
logis seperti yang dianggap selama ini. Dalam The Concept of Law, Hart menguji
enam alasan lain yang dijadikan dasar untuk menunjukkan adanya hubungan mutlak
antara hukum dan moralitas.

E. Hukum dan Keadilan

Menurut Soejono Koesoemo Sisworo[8] “keadilan adalah keseimbangan


batiniah dan lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran
dan perkembangan kebenaran, yang beriklim toleransi dan kebebasan.”

Sedangkan menurut Suhrawardi K. Lubis[9] dalam bukunya “Etika Profesi


Hukum”, mengemukakan “bahwa Adil atau Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakuan
yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui
hak hidup, maka sebaiknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan

14
jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan
keugian terhadap orang-orang, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama.
Dengan pengakuan hidup orang lain, otomatis kita wajib memberikan kesempatan
kepada orang lain tersebut untuk mempertahankan hak individunya.”

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia[13] kata adil mempunyai


arti; tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, dan berpegang
teguh pada kebenaran. Sedangkan keadilan merupakan sifat (perbuatan, perlakuan,
dan sebagainya) yang adil.

Asas hukum dalam “pemainan” moral dan keadilan ini dapat dikatakan wadah
yang berada di tengah-tengah untuk mencari konsesensus publik sehingga hukum
benar-benar imparsial, integral, hingga tercapai sisi keadilannya.

Hubungan hukum dan keadilan pula dapat diamati pada setiap tujuan hukum.
Mulai dari tujuan hukum ajaran etis, ajaran prioritas baku hingga ajaran kasusistis.
Satupun dari ajaran tersebut tidak ada yang dapat melepaskan diri dari tujuan hukum
pada sisi keadilannya. Hanya saja dilengkapi dengan tujuan hukum lain seperi
kepastian, kemanfaatan, dan predictibility.

Termasuk pula bagi pembentuk perundang-undangan sekalipun konsisten


untuk melepaskan diri dari sisi keadilan sebagai salah satu tujuan hukum, pada
hakikatnya masih dituntut untuk merumuskan teori hukum berdimensi keadilan yang
dapat mendukung pentingnya undang-undang tertentu dilembagakan dalam lembaga
negara. Bahwa dalam setiap perundang-undangan selalu dilengkapi dengan
konsideran menimbang, mengatur, menetapkan. Perlu diketahui di dalam konsideran
menimbang tersebut, terdapat pertimbangan filsufis yang mencatat tujuan hukum
sebagai keadilan atas pembentukan Undang-Undang itu.

Hingga sampai pada hakim pengadilan maupun hakim konstistusi yang


berfungsi sebagai aparatur penegak hukum, dalam upayanya untuk melakukan
penegakan hukum, menjaga sisi keadilan hukum. Hakim diwajibkan pula untuk
mengutamakan keadilan dalam melahirkan putusan-putusannya Hakim diwajibkan
menggali nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar hukum tetap
konsisten untuk selalu memperjuangkan keadilan.

15
Upaya hakim untuk memutuskan perkara yang diajukan kepadanya tat kala
perkara-perkara hukum hendak dikonstatir dalam perundang-undangan, lalu
perundang-undangan ternyata tidak cukup memberinya pengaturan. Hakim dalam
posisi demikian dapat melakukan penafsiran dan konstruksi hukum. Ingat! pekerjaaan
hakim di sini untuk melakukan penafsiran atas ketentuan hukum yang kabur, pada
dasarnya menjadi pekerjaan untuk mengakomodasi kaidah-kaidah tidak tertulis yang
diakui keberadaannya dalam masyarakat, agar pencapaian keadilan untuk masyarakat,
diharapakan hakim dapat mewujudkannya.

Atas dasar itu kemudian menjadi pembenaran saat Roland


Dworkin mempopulerkan teori hukumnya sebagai “moral reading”. Moral
reading yang dimaksud oleh Dworkin, gugatan terhadap perundang-undangan yang
tidak lengkap. Perundang-undangan yang belum mampu mengakomodasi segala
kepentingan hukum primer yang terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu menjadi
pekerjaan hakim kosnstitusi dalam kasus ini, untuk kembali menciptakan hukum dari
hukum yang terpencar di luar, dengan menyesuaikannya dalam ground
norm sekaligus dengan constitutional norm.

16
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam pembahasan diatas adalah ;

1.      Manusia adalah makhluk yang mempunyai fisik hampir sama dengan hewan, hewan
mempunyai kepala, telinga, dan juga kaki, maka manusia pun juga memilikinya, namun yang
membedakan dari kedua makhluk tersebut adalah akal. Maka dari itu ada yang berpendapat
bahwa manusia adalah hewan yang berakal.

2.      Nilai menjadikan dorongan manusia untuk melakukan tindakan agar harapan itu
terwujud dalam kehidupannya. Selain itu, nilai juga merupakan sesuatu yang dipentingkan
manusia sebagai subjek astraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan
seleksi perilaku yang ketat. Fungsi nilai secara langsung adalah mengarahkan tingkah laku
individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk
mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasi.

3.      Moral atau Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita
berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup
pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Fungsi moral adalah sebagai landasan
dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari di tengah kehidupan
sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga. Moral berada pada batin atau
pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan
direalisasikan.

4.      Hukum adalah suatu aturan atau ukuran perbuatan-perbuatan dan menjuruskan


perbuatan-perbuatan tersebut ke arah tujuan masing-masing yang sebenarnya. Fungsi hukum
adalah untuk menunjukan manusia mana yang baik dan yang buruk sehingga segala sesuatu
dapat berjalan tertib dan teratur. Selain itu, hukum memiliki tujuan untuk melindungi dan
memajukan kemerdekaan yang benar, membuat manusia menjuruskan mereka ke arah tujuan
terakhir dan menunjukkan jalan yang perlu ke arah tujuan ini.

17
5.      Permasalahan nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara yang berupa
pelanggaran terhadap nilai, moral dan hukum memiliki perbedaan masing-masing. Misalnya,
negara berhak memberi sanksi bila warga negara melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak
berwenang menjatuhkan sanksi bagi pelanggaran moral dan etik/nilai, kecuali jika
pelanggaran etik itu sudah menjurus pada pelanggaran hukum.

B.     Saran

Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku
pembuat makalah ini. Serta dengan dibuatnya makalah ini kami meminta saran kepada para
pembaca untuk mengoreksi makalah ini apabila ada kesalahan dalam sistematika penulisan
makalah dan isi makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Herimanto, M. d. (2014). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.

Poespoprodjo, W. (1988). Filsafat Moral, Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung:


Remadja Karya CV.

Rusmin Tumangor, K. R. (2010). ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR. Jakarta:


PRENADAMEDIA GROUP.

Soelaeman, M. M. (1987). ILMU BUDAYA DASAR, Suatu Pengantar. Bandung: PT


ERESCO.

Sri Rahayu, A. (2016). ISBD Perspektif Baru Membangun Kesadaran Global Melalui


Revolusi Mental. Jakarta: Bumi Aksara.

Syukri Albani Nasution, M. d. (2015). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

19

Anda mungkin juga menyukai