Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTOR KASUS 1

ASKEP KARSINOMA SKUAMOSA ORAL

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Arisah Nur Rahma (G1B118021)

Riska Tamala (G1B118022)

Arlina Karoba (G1B118023)

Fajar Pandapotan Siringo-ringo (G1B118024)

Tori Lianti (G1B118025)

Sofia Rizki Wahyuni (G1B118026)

Aisyah Tita Rahmayuly (G1B118027)

Putri Suci Lorenza (G1B118028)

Jelisa Laxmi Lovy (G1B118029)

Indah Eka Purwasih (G1B118030)

Gum Akbar Putra Gumay (G1B118031)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN
UNIVERSITAS JAMBI 2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
ridho-Nya kami mendapat hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar. Makalah ini disusun berdasarkan materi yang telah ditentukan yaitu ” Askep Kanker
Skuamosa Oral”.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan  kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun  dan kami berharap bermanfaat dan dapat
mendampingi kita dalam proses belajar, dan kami juga mengucapkan  terima kasih banyak
atas dukungan dari teman-teman dan dosen pembimbing kami.

Jambi, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar isi.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
2.1 Definisi ..................................................................................................................4
2.2 Etiologi ..................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi ..........................................................................................................6
2.4 Epidemiologi .........................................................................................................6
2.5 Manifestasi klinis...................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan diagnostik ........................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan ....................................................................................................9
2.8 Paliative care..........................................................................................................9
2.9 Askep teori...........................................................................................................21
BAB III
3.1 Askep Kasus.......................................................................................................29
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................51
4.2 Saran...................................................................................................................51
Daftar Pustaka..........................................................................................................53
Lampiran……………………………………………………………………….......54

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel kulit
yang tidak terkendali, dapat merusak jaringan disekitarnya dan mampu menyebar
kebagian tubuh yang lain. Karena kulit terdiri atas beberapa jenis sel, maka kanker kulit
juga bermacam-macam sesuai dengan jenis sel yang terkena. Akan tetapi yang paling
sering terdapat adalah karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS) dan
melanoma maligna (MM). Karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa sering kali
digolongkan kedalam kanker kulit non melanoma.
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu poliferasi ganas dari keratin ositepidermis
yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan salah satu dari
kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor presdiposisi karsinoma sel
skuamosa antara lain sinar ultraviolet, bahan karsinogen, genetic dan lain-lain.
DiIndonesia kanker telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Frekuensi relatif kanker mulut di Indonesia diperkirakan 3,75%. Menurut hasil penelitian
lebih dari 90% kanker mulut adalah karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skuamosa.
Diseluruh dunia diperkirakan 378.500 kasus baru kanker mulut yang didiagnosa per
tahun. Di negara tertentu, seperti Sri Lanka, India, Pakistan, dan Banglades kanker mulut
merupakan kanker yang paling sering. DiIndia kanker mulut dapat mencapai lebih dari
50% dari semua jenis kanker. Pria mempunyai tingkatan kanker mulut yang lebih tinggi
dari pada wanita didunia yaitu pada laki-laki 4% dan wanita 2%.
Karsinoma sel skuamosa sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit
berwarna gelap dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding dengan wanita,
terutama pada usia 40-50 tahun.

1
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Asuhan Keperawatan Karsinoma Skuamosa Oral’’
1.2.1 Jelaskan bagaimana definisi dari Karsinoma Skuamosa Oral ?
1.2.2 Jelaskan bagaimana etiologi Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.3 Jelaskan bagaimana patofisiologi Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.4 Jelaskan bagaimana epidemiologi Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.5 Jelaskan bagaimana manifestasi klinis Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.6 Jelaskan bagaimana pemeriksaan diagnostik Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.7 Jelaskan bagaimana penatalaksanaan Karsinoma Skuamosa Oral?
1.2.8 Jelaskan bagaimana paliative care pada pasien terminal ?
1.2.9 Jelaskan bagaimana askep Karsinoma Skuamosa Oral?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini terdiri dari dua, yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu memahami konsep dari askep karsinoma skuamosa oral
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi karsinoma
skuamosa oral
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi karsinoma skuamosa oral
3. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi karsinoma skuamosa oral
4. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi karsinoma skuamosa oral
5. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis karsinoma skuamosa
oral
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik karsinoma
skuamosa oral
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan karsinoma skuamosa oral
8. Mahasiswa mampu mengetahui paliative care pada pada pasien terminal
9. Mahasiswa mampu mengetahui tentang askep karsinoma skuamosa oral

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai askep karsinoma skuamosa
oral.

1.4.2 Bagi Pembaca


Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan sebagai
pedoman untuk memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan khususnya
karsinoma skuamosa oral
.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.

BAB II

3
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Karsinoma Skuamosa Oral


Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa merupakan
kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis terlihat sebagai plak
keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan.

Squamous Cell Carsinoma merupakan kanker kulit yang tumbuh cukup lambat.
Tidak seperti jenis kanker kulit lainnya, ia dapat menyebar ke jaringan, tulang, dan
kelenjar getah bening di dekatnya, di mana hal itu mungkin menjadi sulit untuk
diobati. Sekitar 90% kanker mulut adalah SCC, yang biasanya terlihat pada batas
lateral lidah, orofaring, dan dasar mulut, seperti lesi merah (eritroplakia), lesi putih
(leukoplakia), atau campuran keduanya (eritroleukoplakia) dengan ulkus.

2.2 Etiologi Karsinoma Skuamosa Oral


Faktor penyebab dari Oral Squamous Cell Carcinoma dapat dilihat pada tabel
berikut (Butterworth, 2000):

Faktor risiko yang Merokok/tembakau rokok, cerutu, pipes, bidis


Smokeless tobacco mengunyah tembakau, atau produk yang
telah ditetapkan
tidak terbakar lainnya
Menguyah betel quid/paan/guktha
Konsumsi alcohol yang tinggi (sinergis dengan tembakau)
Adanya keadaan yang berpotensi malignant
Adanya riwayat kanker rongga mulut dan saluran cerna
Paparan sinar matahari berlebih atau radiasi (untuk kanker pada
bibir)
Usia, dikaitkan dengan faktor risiko lainnya
Faktor risiko lainnya Kurangnya konsumsi buah segar dan sayur
Infeksi virus, misalnya human papillomaviruses (HPVs)
Penyakit yang dapat menekan sistem imun
Minum mate
Sepsis kronik dalam mulut

Beberapa faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma adalah:

1. Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di
Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk
merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok

4
bersama-sama secara signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada
digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok menggunakan pipa
mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker mulut dibandingkan
dengan merokok kretek.
2. Bahan Kimia : Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan
terjadinya kanker. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di
lingkungan antara lain, seperti cool tar, polycylic aromatic hydrocarbons,
aromatic amines, nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
3. Infeksi : Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan kanker mulut
adalah candida albicans. Hubungan antara candida albicans dengan penyakit
speckled leukoplakia pertama kali ditemukan oleh Jespen dan Winter pada
tahun 1965. Beberapa studi menunjukkan bahwa, sekitar 739% dari
leukoplakia dijumpai adanya candida hyphae. Penyakit ini mempunyai
kecenderungan berubah menjadi kanker.
4. Nutrisi : Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya kanker.
Defisiensi dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E, dan Fe
dilaporkan mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker. Vitamin-vitamin
tersebut mempunyai efek antioksidan. Defisiensi zat besi yang menyebabkan
anemia. Radiasi sinar ultraviolet adalah suatu bahan yang diketahui bersifat
karsinogenik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Takeichi dkk,
(1983) terhadap efek radiasi di Hiroshima dan Nagasaki Jepang, melaporkan
bahwa terjadi peningkatan insidensi kanker kelenjar ludah pada orang yang
selamat setelah terkena radiasi bom atom pada periode antara 1957-1970,
terjadinya kanker 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak terkena radiasi.
5. Faktor genetik : Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker
memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang
tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.
6. Sistem Kekebalan Tubuh : Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi
kanker pada pasien yang mendapat penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti
pada penderita transplantasi, AIDS, dan defisiensi kekebalan genetik.
Insidensi tumor pada pasien yang mendapat tekanan sistem kekebalan tubuh
sebesar 10%. Gangguan sistem kekebalan selain disebabkan kerusakan genetik
juga disebabkan oleh penuaan, obat-obatan, infeksi virus.

5
2.3 Patofisiologi Karisnoma Sel Skuamosa
Patofisiologi karsinoma sel skuamosa (KSS) kulit sebagian besar disebabkan oleh
mutasi genetik akibat paparan sinar ultraviolet.

1. Mutasi Genetik
Pada karsinoma sel skuamosa (KSS), terjadi perubahan keratinosit epidermis
normal menjadi neoplasia. Peristiwa ini dapat disebabkan oleh penurunan fungsi
TP53 yang menyebabkan resistensi apoptosis. Mutasi genetik lain yang diduga
berkontribusi adalah mutasi BCL2 dan RAS.

2. Sinar Ultraviolet
Radiasi sinar ultraviolet menghasilkan mutasi pada DNA, biasanya akibat
pembentukan dimer timidin pada gen penekan tumor p53. Kegagalan untuk
memperbaiki mutasi ini dapat menyebabkan pembentukan tumor.Terapi
menggunakan sinar ultraviolet pada psoriasis dan dermatosis rekalsitrans
merupakan predisposisi terhadap pembentukan KSS. Terapi menggunakan
psoralen dan UVA bersifat fototoksik dan menyebabkan mutasi pada TP53 dan
Ha-Ras.

2.4 Epidemiologi Ksrisnoma Sel Skuamosa


Epidemiologi karsinoma sel skuamosa (KSS) dilaporkan sebesar 500.000 kasus
baru setiap tahunnya.

1. Global
KSS kulit merupakan kanker kulit yang paling sering ditemukan dengan
urutan ke-2 dibandingkan dengan seluruh kanker kulit. Insiden dari penyakit ini
meningkat secara global dalam beberapa dekade ini. Di Amerika Serikat, KSS
dilaporkan menyebabkan hampir 8 ribu kematian setiap tahunnya. Etnis Irlandia
dan Skotlandia dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi KSS kulit. Etnis Afrika
dan Asia jarang terkena penyakit ini.

2. Indonesia
Tidak banyak publikasi penelitian yang memberikan data epidemiologi KSS
kulit di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia didapatkan 395 kasus tumor ganas primer kulit

6
melanositik dan non melanositik yang dapat dikumpulkan selama tahun 2005-
2009. Sebanyak 171 kasus (43.3%) adalah karsinoma sel basal, 196 kasus (49.6%)
karsinoma sel skuamosa, serta 28 kasus (7.1%) adalah melanoma maligna.
Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 204 kasus (51.6%) adalah laki-laki dan 191
kasus (48.9%) adalah perempuan. Mayoritas usia penderita berkisar antara 60-69
tahun (27%). Data kunjungan ke Poliklinik Dermatologi Tumor dan Bedah kulit
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan KSS kulit menduduki peringkat
kedua kasus terbanyak tumor ganas kulit setelah karsinoma sel basal sepanjang
tahun 2012.

2.5 Manifestasi Karsinoma sel skuamosa


Karsinoma sel skuamosa biasanya diawali dengan munculnya benjolan atau
bercak kemerahan pada kulit dan kulit bersisik. Gejala tersebut umumnya muncul di
bagian tubuh yang terpapar sinar matahari seperti kulit kepala, telinga, atau bibir.
Namun demikian, gejala juga bisa muncul di bagian tubuh mana pun, seperti di dalam
mulut, pada kelamin atau anus.

Pada tahap awal, kulit penderita akan tampak bersisik dan berwarna
kemerahan. Kemudian seiring waktu, timbul benjolan kecil yang terus tumbuh, dan
bisa mengeras atau berdarah. Di mulut, gejala yang muncul bisa berupa luka pada
mulut atau bercak putih. Dalam beberapa kasus, benjolan akan muncul di lesi kulit
yang sudah ada, misalnya pada tahi lalat atau di tanda lahir.

7
2.6 Pemeriksaan karsinoma sel skuamosa
Diagnosis karsinoma sel skuamosa (KSS) kulit diperoleh melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan radiologi dilakukan
bila terdapat kecurigaan keterlibatan kelenjar getah bening regional dan metastasis
jauh.

Gambaran yang paling sering ditemukan dari KSS kulit adalah ulkus yang
tidak kunjung sembuh atau pertumbuhan abnormal pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Adanya faktor risiko, misalnya paparan matahari yang sering dan lama atau
penggunaan imunosupresan, juga harus digali.

 Diagnosis Squamous Cell Carcinoma


Pemeriksaan intra oral dilakukan untuk mengamati secara klinis adanya
kelainan atau anomali pada daerah mulut. Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang
dicurigai, maka dapat dilakukan biopsi untuk melihat gambaran secara mikroskopis.
Gambaran histopatologis pada karsinoma sel skuamosa telah dijelaskan pada sub bab
histopatologis karsinoma sel skuamosa. Keberhasilan dari suatu pengobatan dan
kesempatan hidup dari pasien dengan kanker mulut sangat bergantung dari diagnosis
yang baik dari tumor tersebut dan lesi prekursornya. Prosedur diagnosis Squamous
cell Carcinoma adalah :

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual dan palpasi pada seluruh permukaan
mukosa palpasi bimanual pada dasar mulut, dan pemeriksaan klinis pada leher untuk
mencari ada tidaknya keterlibatan nodul limfatik (Barnes et al., 2005).

8
2.7 Penatalaksanaan karsinoma sel skuamosa
Berdasarkan panduan National Comprehensive Cancer Network (NCCN),
tujuan utama dari penatalaksanaan karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah eliminasi
tumor dengan preservasi maksimal dari fungsi dan kosmetik. Oleh karena itu,
keputusan untuk melakukan terapi harus didasarkan pada keinginan dan faktor risiko
individual dari masing-masing pasien.

 Elektrodesikasi dan Kuretase


Elektrodesikasi dan kuretase, serta prosedur MOHS, adalah teknik memangkas
jaringan tumor dengan menggunakan kuret hingga lapisan kulit normal, kemudian
melakukan denaturasi pada daerah tersebut menggunakan elektrodesikasi. Proses ini
diulang berkali-kali untuk memaksimalkan probabilitas ekstirpasi tumor secara
komplit. Rekurensi tumor bisa terjadi karena prosedur ini tidak dapat mengeradikasi
sel atipikal yang berada di folikel rambut atau dermis.

2.8 Konsep Paliatif Care

2.8.1. Definisi

Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim paliatif
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi keluarga
yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien dengan
mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian yang
seksama serta pengobatan nyeri dan masalah masalah lain, baik masalah fisik,
psikososial dan spiritual (WHO, 2002), dan pelayanan masa duka cita bagi keluarga
(WHO, 2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013.
Definisi WHO tentang perawatan paliatif care adalah pendekatan yang meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah terkait dengan
penyakit yang mengancam nyawa, melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan
dengan cara identifikasi dini, pemeriksaan yang baik, dan terapi rasa sakit dan
masalah lainnya, fisik, psikososial dan spiritual. Perawatan paliatif berasal dari kata
palliate (bahasa Inggris) yang berarti meringankan, dan “paliare” (bahas latin yang

9
berarti “menyelubungi”), merupakan jenis pelayanan kesehatan yang berfokus untuk
meringankan gejala klien, bukan memberikan kesembuhan ( National Hospice and
Palliative Care Organization (NHPCO) dalam buku Keperawatan Medical Bedah,
Joyce M. Black, 2009)

2.8.2. Prinsip
Prinsip Pelayanan Paliatif Pasien Kanker Menurut WHO (2005) dalam
Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013, adalah mengurangi
atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, membuat pasien
mengerti bahwa proses hidup dan mati adalah sesuatu yang wajar, tidak bermaksud
untuk mempercepat ataupun menunda kematian, mengintegrasikan aspek psikologi
dan spiritual dari perawatan pasien, menawarkan sistem pendukung untuk membantu
pasien hidup seaktif mungkin sampai saat kematian, menawarkan sistem pendukung
untuk membantu keluarga agar dapat menerima kenyataan dan menyikapi penyakit
pasien dengan baik, menggunakan pendekatan kelompok untuk mengetahui
kebutuhan pasien dengan baik, menggunakan pendekatan kelompok untuk
mengetahui kebutuhan pasien dan keluarganya termasuk konseling, meningkatkan
kualitas hidup dan dapat juga mempengaruhi perjalanan penyakit secara positif, dapat
diterapkan dini saat perjalanan penyakit, digabung dengan terapi lainnya yang
berusaha untuk memperpanjang hidup seperti, kemoterapi dan radioterapi, termasuk
usaha untuk mengetahui dan mengatasi komplikasi klinis yang mengganggu. Pada
pelayanan paliatif, pasien memiliki peran yang penting dalam membuat keputusan
yang akan diambil. Tujuan pelayanan paliatif bagi setiap pasien berbeda dan dibuat
dengan memperhatikan hal yang ingin dicapai oleh pasien bila memungkinkan. Secara
umum pelayanan paliatif bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan gejala lain,
meningkatkan kualitas hidup, memberikan dukungan psikososial dan spiritual serta
memberikan dukungan kepada keluarga selama pasien sakit dan selama masa
dukacita.

10
2.8.3. Indikasi pelayanan paliatif
Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes
RI Tahun 2013, pelayanan paliatif dimulai sejak diagnosis kanker ditegakkan bila
didapatkan satu atau lebih kondisi yaitu :nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak
dapat diatasi; stres berat sehubungan dengan diagnosis atau terapi kanker; penyakit
penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya; permasalahan dalam
pengambilan keputusann tentang terapi yang akan atau sedang dilakukan;
pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif; angka harapan hidup
lebih dari 12 bulan yaitu skor ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) lebih
dari 3 atau skor Karnofsky (Karnofsky Performance Score) kurang dari 50%,
metastasis otak, dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena cava
superior sindrom, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan tindakan atau
tidak respon terhadap tindakan yaitu: kompresi tulang belakang, bilirubin lebih atau
sama dengan 2,5 mg/dl dan kreatinin lebih atau sama dengan 3 mg/dl. Tidak berlaku
pada pasien kanker anak; pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan
terapi yang diberikan . Skor ECOG dan Karnofsky adalah cara standar untuk
mengukur kemampuan paisen kanker dalam melakukan tugas seharihari.

2.8.4. Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif


Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kemenkes
RI Tahun 2013 adalah: menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien, membantu
pasien dalam membuat advanced care planning (wasiat atau keinginan terakhir),
pengobatan penyakit penyerta dan aspek sosial yang muncul, tata laksana gejala,
informasi dan edukasi perawatan pasien, dukungan psikologis, kultural dan sosial,
respon pada fase terminal yaitu memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak memberikan
pengobatan yang memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator,
cairan, dll) dan pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal.

11
2.8.5. Tim dan tempat pelayanan paliatif
Dalam mencapai tujuan pelayanan paliatif pasien kanker, yaitu mengurangi
penderitaan pasien , beban keluarga, serta mencapai kualitas hidup yang lebih baik,
diperlukan sebuah tim yang bekerja secara terpadu. Pelayanan paliatif pasien kanker
juga membutuhkan keterlibatan keluarga dan tenaga relawan. Dengan prinsip
interdisipliner (koordinasi antar bidang ilmu dalam menentukan tujuan yang akan
dicapai dan tindakan yang akan dilakukan guna mencapai tujuan ), tim paliatif secara
berkala melakukan diskusi untuk melakukan penilaian dan diagnosis, untuk bersama
pasien dan keluarga membuat tujuan dan rencana pelayanan paliatif pasien kanker,
serta melakukan monitoring dan follow up. Kepemimpinan yang kuat dan manajemen
program secara keseluruhan harus memastikan bahwa manajer lokal dan penyedia
layanan kesehatan bekerja sebagai tim multidisiplin dalam sistem kesehatan, dan
mengkoordinasikan erat dengan tokoh masyarakat dan organisasi yang terlibat dalam
program ini, untuk mencapai tujuan bersama (Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif
Kemenkes RI, 2013).

2.8.6. Komposisi tim perawatan paliatif


Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes
RI Tahun 2013 terdiri dari:

1. Dokter
Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif interdisipliner,
harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian rasa sakit
dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip pengelolaan
penyakit pasien. Dokter yang bekerja di pelayanan paliatif mungkin
bertanggung jawab untuk penilaian, pengawasan dan pengelolaan dari banyak
dilema pengobatan sulit.

2. Perawat
Perawat merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak terlama
dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk mengetahui pasien
dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang terjadi dan apa yang penting
bagi pasien, dan untuk membantu pasien mengatasi dampak kemajuan penyakit.
12
Perawat dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam membuat
rujukan sesuai dengan disiplin ilmu lain dan pelayanan kesehatan

3. Pekerja Sosial dan Psikolog


Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah
pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan
emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan proses berkabung.
Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama karena keluarga
mulai merencanakan masa depan.

4. Konselor Spiritual
Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan tidak
menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang berkaitan dengan makna
kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai orang yang dipercaya sekaligus sebagai
sumber dukungan terkait tradisi keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan
dan sakramen yang berarti bagi pasien kanker. Sehingga konselor spiritual perlu
dilatih dalam perawatan akhir kehidupan.

5. Relawan
Peran relawan dalam tim perawatan paliatif akan bervariasi sesuai dengan
pengaturan. Di negara sumber daya rendah atau menengah, relawan dapat
menyediakan sebagian besar pelayanan untuk pasien. Relawan yang termasuk
dalam rumah sakit dan tim pelayanan paliatif membantu profesional kesehatan
untuk memberikan kualitas hidup yang optimal bagi pasien dan keluarga.
Relawan datang dari semua sektor masyarakat, dan sering menyediakan link
antara institusi layanan kesehatan dan pasien. Memasukkan relawan dalam tim
pelayanan paliatif membawa dimensi dukungan masyarakat dan keahlian
masyarakat. Dengan pelatihan dan dukungan tepat, relawan dapat memberikan
pelayanan langsung kepada pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas
administratif, atau bahkan bekerja sebagai konselor. Selain itu, dapat berperan
membantu meningkatkan kesadaran, memberikan pendidikan kesehatan,
menghasilkan dana, membantu rehabilitasi, atau bahkan memberikan beberapa
jenis perawatan medis.

13
6. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala dalam
pelayan paliatif, sehingga apoteker memainkan peranan penting. Apoteker
memastikan bahwa pasien dan keluarga memiliki akses penting ke obatobatan
untuk pelayanan paliatif. Keahlian apoteker juga dibutuhkan untuk mendukung
tim kesehatan dengan memberikan informasi mengenai dosis obat, interaksi obat,
formulasi yang tepat, rute administrasi, dan alternatif pendekatan. Morfin dan
obat-obatan lain yang sesuai diperlukan untuk pelayanan paliatif. Banyak
negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah, akses terhadap obat-obatan
tidak hanya dibatasi oleh kurangnya apoteker untuk mengeluarkan obat-obatan,
tetapi juga oleh biaya obatobatan yang relatif tinggi sehingga sulit dijangkau bagi
banyak pasien kanker. Untuk itu, apoteker, bahkan mereka dengan keterampilan
dasar yang cukup dan pelatihan yang terbatas sangat penting untuk pelayanan
paliatif.

7. Dukun
Peran obat tradisional dan dukun juga diakui. Di seluruh dunia, sekitar dua
pertiga dari pasien kanker meminta pertolongan berobat pada terapi
komplementer atau alternatif. Dalam banyak hal, dukun biasanya tidak menjadi
anggota tim perawatan paliatif. Namun demikian, harus ada ruang untuk sebuah
wacana terbuka antara penyedia layanan kesehatan dan dukun dengan maksud
untuk mengkoordinasikan upaya-upaya mereka dalam mengatasi kebutuhan
pasien dan keluarga mereka, yang sensitif dan menghormati, dengan
mempertimbangkan beragam budaya masyarakat dan individu.

14
2.8.7 Atribut perawatan paliatif
Atribut perawatan paliatif telah diartikulasikan dalam sebuah dokumen
konsensus dari kanada. Atribut ini mendukung definisi menurut WHO dan
membimbing semua aspek perawatan di akhir kehidupan, yaitu:

a. Berfokus kepada pasien dan keluarga nya (Patient family focused)


Karena pasien biasanya bagian dari keluarga, saat perawatan diberikan, pasien
dan keluarga diperlakukan sebagai unit atau satu kesatuan. Semua aspek
perawatan disediakan dengan cara yang sensitif terhadap keyakinan dan praktik
pribadi, budaya, dan kepercayaan keluarga, perkembangan negara mereka, dan
kesiapan mereka untuk menghadapi proses kematian.

b. Berkualitas tinggi (High quality)


Semua aktivitas perawatan paliatif di rumah sakit dipandu oleh hal-hal
berikut, prinsip-prinsip: autonomy, beneficence, non maleficence, justice, truth
telling, dan confidentiality. Praktik dasar yang didasarkan pada prinsip dan norma
nasional yang telah diakui dan standar perilaku profesional, kebijakan dan
prosedur yang didasarkan pada pedoman praktik terbaik yang ada atau
berdasarkan pendapat yang lebih disukai, dan pengumpulan data dan dokumentasi
yang berdasarkan pada alat pengukuran yang divalidasi.

c. Safe and effective


Semua kegiatan perawatan paliatif hosip dilakukan dengan cara yang
kolaboratif, memastikan kerahasiaan dan privasi tanpa paksaan, diskriminasi,
pelecehan atau prasangka, menjamin keselamatan dan keamanan bagi semua
peserta. memastikan kontinuitas dan kesabaran, bertujuan untuk meminimalkan
dulpikasi dan pengulangan yang tidak perlu dan mematuhi undang-undang,
peraturan dan kebijakan yang berlaku di dalam yurisdiksi, tuan rumah, dan
organisasi.

d. Accesible
Semua pasien dan keluarga memiliki akses yang sama ke layanan perawatan
paliatif hospice dimana pun mereka tinggal di rumah, atau berada dalam jarak
terjangkau dari rumah mereka dan pada waktu yang tepat.

15
e. Adequately resource
Sumber daya keuangan, manusia, informasi, fisik dan masyarakat cukup
untuk menopang aktivitas organisasi dan rencana strategis dan rencana bisnis.
Sumber yang memadai terletak pada masing-masing kegiatan organisasi yaitu:

f. Collaborative
Setiap komunitas membutuhkan perawatan paliatif hospice yang diperhatikan
dan ditambahkan melalui upaya kolaborasi dari organisasi dan layanan yang ada
dalam kemitraan.

g. Knowledge based
Untuk memberikan pendidikan kepada semua pasien, keluarga, perawat, staf,
dan pemangku kepentingan yang merupakan bagian integral dari penyediaan dan
kemajuan perawatan paliatif hospice berkualitas tinggi.

h. Advocacy based
Interaksi reguler dengan legislator, regulator, pembuat kebijakan, penyandang
dana perawatan kesehatan, perawatan paliatif lainnya menyediakan, masyarakat
profesional, dan asosiasi dan masyarakat secara esensial untuk meningkatkan
kesadaran dan mengembangkan, aktivitas perawatan intensif dan sumber daya
yang mendukungnya. semua advokasi didasarkan pada praktik norma yang
berlaku secara nasional

i. Researceh based
Pengembangan, diseminasi, dan integrasi pengetahuan baru sangat penting
untuk kemajuan perawatan paliatif hospit berkualitas tinggi. Bila mungkin, semua
aktivitas didasarkan pada bukti terbaik yang ada. adalah protokol penelitian yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam yurisdiksi
yang mengatur penelitian dan keterlibatan subjek manusia.

2.8.8. Dasar- dasar perawatan paliatif

1. Komunikasi dan pembuatan keputusan ( dengan penderita dan keluarga)


Berdasarkan buku Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker (2013),
komunikasi antara dokter dan petugas kesehatan lain dengan pasien dan keluarga
serta antara pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dalam perawatan
16
paliatif. Pasien adalah pribadi yang harus dihargai haknya untuk mengetahui atau
tidak mengatahui kondisi penyakitnya. Pasien juga merupakan individu yang
berhak menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya jika pasien masih
memilki kompetensi untuk membuat keputusan. Pada fase akhir kehidupan banyak
pasien yang tidak lagi mampu membuat keputusan, sehingga pembicaraan tentang
apa yang akan atau tidak dilakukan sebaiknya diputuskan pada saat pasien masih
memiliki kesadaran penuh. Walaupun demikian keluarga tetap dapat dilibatkan
dalam pengambilan keputusan. Dalam menyampaikan berita buruk, hal hal berikut
ini harus diperhatikan: Apa, sejauh mana, kapan, dengan siapa dan bagaimana cara
menyampaikan berita tersebut. Dalam hal ini, dokter dan petugas kesehatan lain
harus memperhatikan kultur yang dianut pasien dan keluarga.

2. Hambatan yang dapat menghambat komunikasi efektif yaitu: hambatan pasien


dalam berkomunikasi, hambatan masyarakat dalam berkomunikasi dan hambatan
tenaga kesehatan dalam berkomunikasi
3. Tantangan dalam berkomunikasi yaitu mengabarkan berita buruk, menghadapi
tanggapan emosional, menghentikan atau menahan perawatan aktif, menghindari
keheningan dan mempromosikan keterbukaan diantara pasien kerabat, dan
profesional, membahas keinginan pasien yang mengatakan “jangan melakukan
resusitasi, tanggapan yang sesuai untuk melakukan euthanasia, membahas tentang
kematian dan prosesnya, berbicara kepada anak anak mereka, berkomunikasi
dengan kolega.
4. Penghalang untuk komunikasi yang baik yaitu: kurangnya waktu, kurangnya
privacy, ketidakpastian, malu, kolusi ,mempertahankan harapan, kemarahan,
penyangkalan, tidak didepan anak-anak
5.
2.8.9. Perawatan Kehilangan

Kehilangan adalah pengalaman manusia yang universal. Pengalaman ini


dialami dan diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda, mencerminkan faktor-
faktor seperti relasi yang hilang, kepribadian, dan cara-cara untuk mengatasinya.
Duka cita adalah hal yang multidimensi, pikiran, perasaan dan perilaku seseorang
sebagai pengalaman setelah kehilangan. Intervensi paliatif pada masa berduka
adalah:Berkabung adalah proses yang dialami seseorang untuk beradaptasi dengan

17
kehilangan. Hal hal yang perlu dilakukan pada masa berkabung adalah: Menerima
kenyataan kehilangan, Mengalami rasa sakit akibat kehilangan, Menyesuaikan diri
dengan kehilangan, Menyesuiakan diri dengan lingkungan dimana almarhum hilang,
Mencari ruang dalam kehidupan seseorang untuk almarhum sehingga ia dapat
mengenang almarhum dan secara 36 tepat mengabadikannya, atau merelokasi orang
itu sehingga ia dapat bergerak maju dalam kehidupan

2.8.10. Peranan Palliative Pada Penyakit Kanker

Menurut DR. Dr. Imam Rasjidi, SPOG (K) Onk (2010), dalam buku
perawatan paliatif supportif dan bebas nyeri pada kanker, terdapat banyak alasan
mengapa pasien dengan penyakit kanker stadium lanjut tidak mendapatkan perawatan
yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi
yang ekslusif pada menyembuhkn penyakit dan memperpanjang nyawa daripada
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali
keputusan untuk mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala uaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif dan kematian tidak terelekan. Padahal
seharusnya erawatan paliatif dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan
rehabilitatif baik pada fase dini maupun pada fase lanjut.

2.8.11. Tata laksana gejala

Prinsip tata laksana gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit stadium
lanjut bervariasi, menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif
Kemenkes RI Tahun 2013 Prinsip tata laksananya adalah sebagai berikut:

 Evaluasi
Evaluasi terhadap gejala yang ada: Apa penyebab gejala tersebut
(kanker, anti kanker dan pengobatan lain, tirah baring, kelainan yang
menyertai): mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul? (misalnya:
muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat berlainan dengan muntah
karena obstruksi gastrointestinal), adakah hal yang memperberat gejala yang
ada (cemas, depresi, insomnia, kelelahan), apakah dampak yang muncul akibat
gejala tersebut? (misalnya: tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, tidak dapat
beraktifitas), pengobatan atau tindakan apa yang telah diberikan?, mana yang
tidak bermanfaat?, tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi

18
penyebabnya? Evaluasi terhadap pasien: seberapa jauh progresifitas penyakit?
apakah gejala yang ada merupakan gejala terminal atau sesuatu yang bersifat
reversible?, apa pendapat pasien terhadap gejala tersebut? , bagaimana respon
pasien?, bagaimana fungsi tubuh? (gunakan karnofsky rating scale).

 Penjelasan
Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat bermanfaat
untuk mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak menjelaskan, mungkin
pasien bertambah cemas karena menganggap dokter tidak tahu apa yang telah
terjadi dalam dirinya.

 Diskusi
Diskusikan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang dapat
dicapai dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang diperlukan, dan apa
yang akan terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.

 Pengelolaan secara individu


Pengobatan bersifat individual, tergantung pada pilihan yang tersedia,
manfaat dan kerugian pada masing masing pasien dan keinginan pasien dan
keluarga. Pengobatan yang diberikan terdiri dari: Atasi masalah berdasarkan
penyebab dasar yaitu atasi penyebabnya bila memungkinkan (Pasien dengan
nyeri tulang karena metastase, lakukan radiasi bila memungkinkan. Pasien
dengan sesak nafas karena spasme bronkus, berikan bronkodilator. Prinsip
pengobatan : Setiap obat opioid dimulai dengan dosis terendah, kemudian
lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek yang optimal dan dapat mencegah
penderitaan dan penurunan kualitas hidup akibat efek samping obat tersebut.
Terapi fisik : Selain dengan obat, modalitas lain diperlukan untuk mengatasi
gejala misalnya relaksasi, pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.

 Perhatian Khusus
Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi
keluhan secara simtomatis dengan memperhatikan hal hal kecil sangat
bermanfaat (misalnya jika operasi, kemoterapi atau radiasi pada kanker
esofagus tidak dapat lagi diberikan, pengobatan untuk jamur di mulut akan
bermafaat bagi pasien). Gunakan kata tanya “Mengapa” untuk dapat

19
mengatasi mencari penyebab gejala. (misalnya: seorang pasien kanker paru
muntah. Pasien tidak hiparkalsemia atau dengan opioid. Mengapa pasien
muntah?)

 Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan
yang diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut,karena keadaan
tersebut dapat berubah dengan cepat.

20
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pada pengkajian anamnesis, penting bagi perawat untuk menanyakan
riwayat yang sesuai dengan faktor-faktor presdiposisi.Timor ini sering kali
terlihat pada orang tua berkulit terang.Sinar matahari merupakan faktor
etiologi utama yang menyebabkan karsinoma sel skuamosa.Orang-orang
berkulit terang yang terpapar sinar matahari secara kronik (petani, pelaut)
memiliki insiden karsinoma sel skuamosa yang tinggi.
Pada pengkajian anamnesis, pasien mengeluh adanya lesi berupa
pembesaran pada kulit.Keluhan pembesaran tersebut biasanya bersifat lambat,
tetapi beberapa lesi membesar dengan cepat. Keluhan lain yang didapatkan
pada pasien karsinoma sel skuamosa dapat berupa adanya perdarahan pada sisi
lesi, nyeri lokal, dan adanya kelembutan pada sisi lesi terutama dengan tumor
yang lebih besar. Keluhan adanya anastesia lokal, kesemutan atau kelemahan
otot dapat mencerminkan keterlibatan perineural, dan ini merupakan
pengkajian anamnesis riwayat yang penting karena memberikan dampak
negative terhadap proknosis penyakit.
Pada pemeriksaan fisik, lesinya dapat bersifat primer karena timbul pada
kulit maupun memban mukosa, atau bisa sekunder dari suatu keadaan
keratosis aktinika, leukoplakia (lesi premalignant pada membrane mukosa)
atau lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus.Karsinoma sel skuamosa
tampak sebagai sebuah tumor yang kasar tebal, dan bersisik tanpa
memeberikan gejalah (asimtomatik), teteapi bisa menimbulkan
perdarahan.Tapi lesinya dapat lebih besar, lebih terinfiltrasi dan lebih
memperlihatkan reaksi inflamasi bila dibandingkan dengan karsinoma sel
basal.
Daerah-daerah yang tterbuka, khususnya ekstremitas atas, muka, bibir
bawah, telingah, hidung, dan dahi merupakan lokasi kulit yang sering terkena
kanker ini.Bagian lain yang terserang karsinoma biasanya adalah suatu kondisi
metastasis seperti pada penis.

21
B. Diagnosis
1. Nyeri b.d. kerusakan jaringan paska eksisi bedah
2. Ansietas b.d. proknosis penyakit
3. Deficit pengetahuan b.d. intervensi diagnostic, intervensi radiasi,
kemoterapi, dan eksisi bedah

C. Rencana Keperawatan
Sasaran utama bagi klien dapat mencakup penurunan respon nyeri,
meningkatnya pengetahuan tentang melanoma, dan berkurangnya ansietas
atau kecemasan.
Nyeri b.d kerusakan jaringan pasca tindakan eksisi bedah
Tujuan: dalam waktu 1 x 24jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
kriteria evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Skala nyeri 0-1 (0-4)
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang mningkatkan dan menurunkan
nyeri
- Pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk
PQRST mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperawatan
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan penggunaan
tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainya
nonfarmakologi dan noninvasive telah menunjukan keefektifan dalam
mengurai nyeri
Lakukan menejemen nyeri 1. Posisi fisiologis akan
keperawatan: meningkatkan asuan iksigen ke
1. Atur posisi fisiologis jaringan yang mengalami
ekstremitas yang peradangan subkutan. Pengaturan
mengalami selulitis posisi idealnya adalah pada arah

22
yang berlawanan dengan letak dari
selulitis. Bagian tubuh yang
mengalami inflamasi local
dilakukan imobilisasi untuk
menurunkan respon peradangan
2. Managemen lingkungan: dan meningkatkan kesembuhan
lingkungan tenang dan 2. Lingkungan tenang akan
batasi pengunjung menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
peningkatan oksigen ruangan yang
akan berkurang apabila banyak
3. Ajarkan teknik distraksi pengunjung yang berada
pada saat nyeri diruangan.
3. Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorphin
dan enkefelin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirim
kekoteks serebri ehingga
menurunkan presepsi nyeri
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik. sehingga nyeri akan berkurang

Kecemasan b.d prognosis penyakit


Tujuan: dalam waktu 1x24jam kecemasan pasien berkurang

23
kriteria evaluasi:
Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaanya, dapat
mengidentifikasi penyebab factor yang mempengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, an wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat
kecemasan, damping pasien, serta menunjukan rasa agitasi, marah,
lakukan tindakan bila menunjukan dan gelisah.
perilaku merusak
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan
rsa marah, menurunkan kerja
sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan
Beri dukungan psikolagis Dukungan ini mencakup upaya
membiarkan pasien untuk
mengekspresikan perasaan tentang
keseriusan neoplasma kulit,
pengertian terhadap kekesalan
serta depresi yang diperlihatkan
pasien, dan penyampaian kesan
bahwa perawat dapat memahami
semua perasaan ini
Bina hubungan saling percaya Mereka harus didorong untuk
mengekspresikan perasaan
terhadap seseorang yang dapat
mempercayainya. Mendengarkan
keprihatinan mereka dan selalu
siap untuk memberikan perawatan
yang terampil, serta penuh
kehangatan merupakan untervensi
untuk mengurangi ansietas
Beri kesempatan pasien untuk Dapat menghilangkan
mengungkapkan ansietasnya. keteganggan terhadap kekwatiran
yang dpat diekspresikan

24
Beri privasiuntuk pasien yang terdekat Member waktu untuk
mengekspresikan perasaan, serta
menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman yang dipilih
pasien melayani aktifitas dan
pengalihan misalnya membaca
akan menurunkan perasaan
teriolasi.
Pengaturan agar anggota keluarga
dn setiap teman dekatnya untuk
lebih banyak mencurahkan waktu
mereka bersama pasien apat
menjadi upaya yang bersift
suportif
Kolaborasi: Meningkatkan relaksasi dan
Berikan anti cemas sesuai indikasi, menurunkan kecemasan
contohnya diazepam

Defisit pengetahuan b.d intervensi diagnostic, intervensi radiasi, kemeterapi


dan eksisi bedah
Tujuan: dalam waktu 1x24jam informasi kesehatan terpenuhi
Criteria hasil:
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan

25
Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yan telah diberikan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien entang Tingkat pengetahuan dipengarui
prosedur diagnostic, pembedahan oleh kondisi social ekonomi
kolostomi sementara, dan rencana pasien perawat menggunaan
perawatan rumah pendekatan yang sezuai dengan
kondis individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut perawatdapat lebih
tearah dalam memberikan
pendididkan yang sesuai dengan
pengeahuan pasien secara efisien
dan efektif
Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat denan pasien
penerimaan informasi perlu dilibatatkan dalam
pemenuhan informasi untuk
menurunkan resiko
misiterprestasi terhadap
informasi yang diberikan

Jelaskan tentang terapi dan kemoterapi Pasien perlu mengetahui bahwa


kemoterapi diberikan sebagai
pelengkap terapi bedah dan
terapi radiasi
Jelaskan tentang terapi radiasi Pengetahuan tentang karsinoma
sel skuamosa walaupun tidak
bersifat radiosensitive dan pada
kebanyakan pasien jika
memberikan penyusutan tumor
akan menambah semangat pada
pasien untuk melakukan
kemoterapi
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau
persiapan pembedahan meliputi

26
1. Diskusi jadwal pembedahan 1. Pasien dan keluarga harus
membertahu waktu
dimulainya pembedahan
apabila rumahsakit
mempunyai jadwal kamar
2. Persiapan administrasi dan yang padat lebih baik pasien
informed consent memberitahukan tentang
banyak jadwal ditetapkan
sebelum pasien.
2. Pasien sudah menyelasikan
3. Lakukan pendidikan kesehatan admistrasi dan mengetahui
preoperative secaara finsnsial biaya
pembedahan. Pasien
mendapat penjelasan tentang
pembedahan kolestomi oleh
tim bedah dan mendatangani
informed consent
3. Manfaat dari instruksi
preoperative telah dikenal
sejak lama. Setiap pasien
diajarkan sebagai individu,
dengan
mempertimbangakan segala
keunikan ansietas,
kebutuhan dan haraan –
harapan
Beritahu persiapan pembedahan
1. Persiapan puasa 1. Puasa dilakukan minimal 6-8
am sebelum pembedahan
apabila intervensi bedah
dilaksanakan dengan
2. Persiapan kulit menggunakan anastesi umum
2. Tujuan dari persiapan kulit

27
preoperative adalah untuk
mengurangi sumber bakteri
tampa melukai kulit

Beri tahu pasien dan keluarga kapan Pasien akan mendapatkan


pasien sudah bisa dikunjungi manfaat mengetauhi kapan
keluarga dan temannya dapat
berkunjung setelah pembedahan
Bri informasi tentang pengkajian nyeri Manajemen nyeri dilakukan
keperawatan untuk peningkatan control nyeri
pada pasien
Berikan motivasi dan dukungan moral Intervensi meningkatkan
keinginan pasien dalam
pelaksanaan pengobatan jangka
panjang

28
BAB III
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Bangsal/ruangan : Tidak terkaji. Tanggal Masuk : Tidak terkaji.

Nomor kamar : Tidak terkaji. Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji.

A. Pengkajian

Identitas

Klien

Nama Klien : Ruslan

Umur : 58 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status marital : Tidak terkaji.

Agama : Tidak terkaji.

Suku/Bangsa : Tidak terkaji / Indonesia.

Pendidikan : Tidak terkaji.

Pekerjaan : Tidak terkaji.

Alamat Rumah : Tidak terkaji.

Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji.

Alamat Rumah : Tidak terkaji.

Hubungan dengan klien : Tidak terkaji.

29
Data Medik

Diagnosa Medis

 Saat masuk : Tidak terkaji.


 Saat pengkajian : Tidak terkaji..
Alasan masuk rumah sakit

Perasaan ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan, kesulitan mengunyah atau


menelan, kesulitan menggerakkan lidah, kesulitan mengartikulasikan kata-kata,
dan lidah mati rasa.

Keluhan utama saat pengkajian

Tidak terkaji.

Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)

Paliatif/penyebab : Karsinoma skuamosa oral dari dua pertiga anterior lidah


dan dasar mulut yang telah menjalar ke kelenjar getah bening.

Qualitas : Tidak terkaji.

Region : Pada daerah wajah.

Skala : Tidak terkaji.

Timing : Tidk terkaji.

Riwayat kesehatan masa lalu :

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Sekitar dua tahun lalu pasien
menemukan bercak keperakan di lidahnya tetapi tidak segera mencari pertolongan
medis. Klien terus merokok dan menggunakan tembakau kunyah.

Riwayat kesehatan keluarga:

Tidak terkaji.

30
Kebiasaan sehari-hari

1. Nutrisi - Cairan
a. Keadaan sejak sakit :
 Napsu makan : Tidak terkaji.
 Frekuensi makan : Tidak terkaji..
 Jumlah makan yang masuk : Tidak terkaji.
 Diet : Tidak terkaji.
 Ketaatan terhadap diet tertentu : Tidak terkaji.
 Mual/enek : Tidak terkaji.
 Muntah : Tidak terkaji.
 Nyeri ulu hati : Tidak terkaji.
 Jumlah minum/24 jam : Tidak terkaji.
 Jenis minum : Tidak terkaji.
 Keluhan makan dan minum : Tidak terkaji.

2. Eliminasi
a. Keadaan sejak sakit :
 Frekuensi BAB/24 jam : Tidak terkaji.
 Waktu BAB : Tidak terkaji.
 Warna feses : Tidak terkaji.
 Konsistensi : Tidak terkaji.
 Bentuk feses : Tidak terkaji.
 Penggunaan pencahar : Tidak terkaji.
 Keluhan BAB : Tidak terkaji.
 Melena : Tidak terkaji.
 Konstipasi : Tidak terkaji.
 Frekuensi BAK/24 jam : Tidak terkaji.
 Warna urine : Tidak terkaji.
 Volume urine : Tidak terkaji.

31
 Bau urine : Tidak terkaji.
 Masalah pengontrolan buang air besar : Tidak terkaji.
 Kolostomi : Tidak terkaji.
 Sering menahan buang air kecil : Tidak terkaji.
 Keluhan saat buang air kecil : Tidak terkaji.
 Penggunaan kateter : Tidak terkaji.
 Peningkatan perspirasi/keringat : Tidak terkaji.

3. Aktivitas - latihan
a. Keadaan sejak sakit :
Tidak terkaji.

4. Tidur - istirahat
Tidak terkaji.

Data psikologis

1. Persepsi tentang penyakitnya : Tidak terkaji.

2. Suasana hati/air muka : Cemas.

3. Daya konsentrasi : Tidak terkaji.

4. Koping : Tidak terkaji.

5. Konsep diri : Tidak terkaji.

6. Stressor : Penyakit klien yang


tak kunjung sembuh.

Data sosial

1. Tempat tinggal : Tidak terkaji.

2. Hubungan dengan keluarga/kerabat : Tidak terkaji.

3. Hubungan dengan klien lain : Tidak terkaji.

4. Hubungan dengan perawat : Tidak terkaji.

5. Adat istiadat yang dianut : Tidak terkaji.

32
Data spritual

Agama yang dianut : Tidak terkaji.


Apakah agama sangat penting bagi anda : Tidak terkaji.

Jika ya, dalam hal apa : Tidak terkaji.

Kegiatan keagamaan selama dirawat : Tidak terkaji.


Apakah selalu berdoa untuk kesembuhan : Tidak terkaji.

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan sakit: Klien tampak sakit ringan/ sedang/ berat/ tidak tampak
sakit
Alasan : Klien tampak sakit berat. Setelah masuk rumah
sakit, banyak intervensi dicoba sebagai upaya untuk
meredakan rasa sakit Mr. ruslan tetapi tidak ada
pengobatan yang dapat meringankan atau mengurangi
rasa sakitnya yang parah

2. Tanda-tanda vital
a. Kesadaran
1) Kualitatif : (Tidak terkaji)
2) Kuantitatif : (Tidak terkaji)
b. Tekanan darah : ............. mmHg (Tidak terkaji).
MAP : ............. mmHg (Tidak terkaji).

Kesimpulan :.......................................................................
............

c. Nadi : frekuensi ......... kali/menit, volume................,


ritme .................
(Tidak terkaji).

33
d. Suhu : ...... oC (Tidak terkaji).
e. Pernapasan : (Tidak terkaji).

3. Antropometri
(Tidak terkaji).

a. Lingkar lengan atas : ............ cm


b. Lipat kulit triceps : ............ cm
c. Tinggi badan : ............ cm
d. Berat badan : ............ cm
e. IMT (Indeks Massa Tubuh : .................. kg/m2
Kesimpulan : ...................................................

4. Kepala
a. Bentuk kepala : (Tidak terkaji)
Cephalo hematome : Tidak terkaji.

Ukuran : Tidak terkaji.

Fontanel : Tidak terkaji.

b. Warna rambut : (Tidak terkaji).


c. Keadaan rambut : (Tidak terkaji).

d. Kulit kepala : (Tidak terkaji).


e. Bengkak/benjolan : Tidak terkaji.
f. Nyeri/pusing : Nyeri wajah.
g. Keluhan lain : Klen mengalami kerusakan wajah yang
parah.
5. Mata/Penglihatan
(Tidak Terkaji)

6. Hidung/Penciuman

34
(Tidak Terkaji)

7. Telinga/pendengaran
(Tidak terkaji)

8. Mulut/Pengecapan
a. Bibir
(Tidak terkaji)

b. Mukosa mulut
Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik ditemukan adanya
karsinoma skuamosa oral dari dua pertiga anterior lidah dan dasar
mulut yang telah menjalar ke kelenjar getah bening.

Warna : Tidak terkaji.

Kelembaban : Lembab karena terdapat ulkus


rongga mulut yang nekrotik menyebabkan timbul bau tak sedap
yang parah.

Lesi : Ya.

c. Gigi :
Kebersihan : tidak bersih

Caries : (Tidak terkaji).

Kelengkapan : tidak lengkap

Klien kehilangan gigi secara ekstensif.

d. Gigi palsu : Tidak terkaji.


e. Keadaan gusi : Tidak terkaji.
f. Keadaan lidah : Kehilangan lidah, hipernasitas,
hilangnya fungsi lidah sehingga sangat sulit untuk menelan, lidah
mati rasa.
g. Peradangan : Tidak terkaji.
h. Fungsi mengunyah : Tidak terkaji.

35
i. Fungsi mengecap : Tidak terkaji.
j. Fungsi bicara : Ucapan klien sama sekali tidak
dapat dipahami karena kehilangan lidah.
k. Bau mulut : Mulut klien mengeluarkan bau yang
sangat tak sedap (parah) karena ulkus di rongga mulur nekrotik.
l. Gag refleks : Tidak terkaji.
m. Refleks menelan : Klien sulit menelan.
n. Lain-lain : Tidak terkaji.
9. Leher
a. Kelenjar getah bening : Terdapat karsinoma skuamosa oral
dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut.
b. Kelenjar thyroid : karsinoma skuamosa oral dari dua
pertiga anterior lidah dan dasar mulut
c. Kelenjar sub mandibulalis : Tidak terkaji.
d. JVP : Tidak terkaji..
e. Kaku kuduk : Tidak terkaji.
f. Sulit menelan : Ya.
g. Lain-lain : Tidak terkaji.

10. Dada
a. Bentuk : Simetris tidak simetris
Dada membusung (pectus
carunatum)

Dada berbentuk corong (pectus


excavatum)

Dada berbentuk tong (barrel chest)

(Tidak terkaji).

36
b. Kwalitas napas ; cepat
lambat

dalam

dangkal

(Tidak terkaji).

c. Suara napas :
Vesiculer

Broncho vesiculer

Bronchial/tracheal

Ronchi

Wheezing

(Tidak terkaji).

d. Perkusi dada :
Pekak/datar

Redup/dullness

Resonan

Tympani

(Tidak terkaji).

e. Ekspansi paru : Tidak terkaji.


f. Batuk : Tidak terkaji.
g. Sputum : Tidak terkaji.
h. Nyeri dada : Tidak terkaji.
i. Tactile fremitus : Tidak terkaji..
j. Pergerakan rongga dada : Tidak terkaji.

37
k. Otot nafas tambahan : Tidak terkaji.
l. Lain-lain : Tidak terkaji.

11. Kardiovaskuler/SIrkulasi
a. Batas jantung : Tidak terkaji.
b. Heart rate : Tidak terkaji.
c. Bunyi jantung I : Tidak terkaji.
d. Bunyi jantung II : Tidak terkaji.
e. Bunyi jantung tambahan : Tidak terkaji.
f. Nyeri dada : Tidak terkaji.
g. Palpitasi : Tidak terkaji.
h. Edema : Tidak terkaji.
i. Cyanosis : Tidak terkaji.
j. Jari-jari tabuh : Tidak terkaji.
k. Lain-lain : Tidak terkaji.
12. Abdomen/pencernaan
a. Keadaan kulit : Tidak terkaji.
b. Bising usus : Tidak terkaji.
c. hepar : Tidak terkaji.
d. limfa : Tidak terkaji.
e. Nyeri tekan : Tidak terkaji.
f. Benjolan-benjolan : Tidak terkaji.
g. Gembung : Tidak terkaji.
h. Ascites : Tidak terkaji.
i. Lain-lain : Tidak terkaji.

13. Muskulo skeletal


a. Kekuatan otot ekstremitas atas: Tidak terkaji.
b. Kekuatan otot ekstremitas bawah: Tidak terkaji.
c. Tonus otot : Tidak terkaji.
d. Kaku sendi : Tidak terkaji.

38
e. atropi : Tidak terkaji.
f. ROM : Tidak terkaji.
g. Trauma/lesi : Tidak terkaji..
h. Nyeri : Tidak terkaji..
i. Refleks : Tidak terkaji.
j. Kecacatan/deformitas : Tidak terkaji..
k. Lain-lain : Tidak terkaji.
14. Genitourinaria
Laki-laki :

a. Penis/skrotum : Tidak terkaji.


b. Testis : Tidak terkaji..
c. Fungsi seksual : Tidak terkaji..
d. Pertumbuhan rambut : Tidak terkaji.
e. Pembengkakan : Tidak terkaji.
f. Nyeri daerah perineal : Tidak terkaji.
g. Kebersihan genitalia : Tidak terkaji.
h. Kebersihan anus : Tidak terkaji.
i. Lain-lain : Tidak terkaji.
Perempuan :

a. Menstruasi : Tidak terkaji.


b. Kehamilan : Tidak terkaji..
c. Konstrasepsi yang digunakan : Tidak terkaji.
d. Pemeriksaan usap vagina : Tidak terkaji.
e. Pertumbuhan rambut : Tidak terkaji..
j. Fungsi seksual : Tidak terkaji.
k. Nyeri daerah perineal : Tidak terkaji.
f. Kebersihan genitalia : Tidak terkaji..
g. Kebersihan anus : Tidak terkaji.
h. Lain-lain : Tidak terkaji.

39
15. Keadaan neurologi
a. Tingkat kesadaran : Tidak terkaji.
b. Koordinasi : Tidak terkaji.
c. Memori/daya ingat : Tidak terkaji..
d. Orientasi (tempat,orang,waktu) : Tidak terkaji.
e. Tremor : Tidak terkaji.
f. Gangguan motorik/lumpuh : Tidak terkaji.
g. Kejang : Tidak terkaji.
h. Fungsi nervus I s/d XII :
N.I (Olfactorius) : Tidak terkaji.

N.II (Optikus) : Tidak terkaji.

N.III (Oculomotorius) : Tidak terkaji.

N.IV (Trochlearis) : Tidak terkaji.

N.VI (Abducn) : Tidak terkaji.

N.V (Trigeminus) : Tidak terkaji.

N.VII (Facialis) : Tidak terkaji..

N.VIII (Cochlea vestibularis) : Tidak terkaji.

N.IX (Glosopharingeus) : Tidak terkaji..

N.X (Vagus) : Tidak terkaji..

N.XI (Accesoris) : Tidak terkaji.

N.XII (Hypoglosus) : Tidak terkaji.

i. Refleks tendon : Tidak terkaji.


j. Refleks permukaan : Tidak terkaji.
k. Refleks patologik : Tidak terkaji.
i. Lain-lain : Tidak terkaji.
16. Sensasi terhadap rangsangan

40
a. Rasa nyeri : Klien merasakan nyeri yang parah
karena penyakitnya.
b. Rasa suhu : Tidak terkaji.
c. Rasa raba : Tidak terkaji.
17. Integumen/Kulit
a. Warna
flushing (kemerahan)/alamiah/sawo matang/putih

cyanosis

biru kemerahan

Joundice/ikterus

Pallor (pucat)

(Tidak terkaji).

b. Tekstur
halus/licin

lunak

fleksibel

keriput

(Tidak terkaji).

c. Turgor : Tidak terkaji.


d. Kelembaban : Tidak terkaji.
e. Suhu kulit :
Hangat

Dingin

Normal/alamiah

(Tidak terkaji).

41
f. Lesi
Macula, lokasi : Tidak terkaji.

Papula, lokasi : Tidak terkaji.

Nodula, lokasi : Tidak terkaji.

Tumor, lokasi : Tidak terkaji.

Vesicula, lokasi : Tidak terkaji.

Pustula, lokasi : Tidak terkaji.

Ulkus, lokasi : Rongga mulut.

g. Kelainan warna : Tidak terkaji..


h. Pucat : Tidak terkaji..
i. Pigmentasi : Tidak terkaji..
Hipo pigmentasi

Hiperpigmentasi

Normal/alamiah

j. Edema : Tidak terkaji.


+1

+2

+3

+4

k. Keadaan kuku : Panjang Pendek (Tidak


terkaji).

42
Kebersihan kuku : Tidak terkaji.

l. Lain-lain : Tidak terkaji.

18. Catatan tambahan


Tidak terkaji.

Pemeriksaan diagnostik :

1. Laboratorium :
a. Darah : Tidak terkaji.
b. Feses : Tidak terkaji.
c. Urin : Tidak terkaji.
d. Sputum : Tidak terkaji.
e. Lain-lain : Tidak terkaji.

2. Radiologi : Tidak terkaji.


3. EKG : Tidak terkaji.
4. EEG : Tidak terkaji.
5. USG : Tidak terkaji.
6. Pemeriksaan lainnya : Tidak terkaji.

Program terapi :

1. Obat-obatan
- Metadon : 50 mg 3x/hari
- Morfin sulfat (drift) : 50 mg setiap 4 jam (sesuai kebutuhan)
- Haloperidol : 0,5 mg setiap 6 jam
- Lorazepam : 0,5 mg setiap 4 jam
Intervensi di RS :

- Infus morfin subkutan : 6 mg per jam


- PCA morfin sulfat infus : 2 mg setiap 15 menit (sesuai kebutuhan)
- Lorazepam : 0,5 mg setiap 4 jam

43
- Gel metronidazol

2. Fisioterapi : Tidak terkaji.


3. Bedah : Bedah reseksi lidah luas, reseksi tulang,
dan jaringan lunak

ANALISA DATA
NAMA PASIEN : Ruslan

UMUR : 58 Tahun

DATA PENYEBAB MASALAH

DS : Nekrosis jaringan lokal yang Nyeri akut.


meluas dan berpuncak.
- Sakit wajah.
DO :

- Setelah MRS banyak


intervensi yang dicoba
sebagai upaya untuk
meredakan rasa sakit klien,
sayangnya tidak ada
pengobatan yang dapat
meringankan atau
mengurasi rasa sakitnya
yang parah.
DS : Karsinoma skuamosa oral  Gangguan menelan.
kerusakan anatomi.
- Perasaan ada tersangkut di
tenggorokan.
DO :

- Kesulitan mengunyah dan


menelan.

44
- Kehilangan gigi secara
ekstensif ditambah dengan
hilangnya fungsi lidah
sehingga sangat sulit untuk
menelan.
DS : Proses penyakit (karsinoma Gangguan komunikasi
skuamosa oral dari dua verbal.
- Lidah mati rasa.
pertiga anterior lidah dan
DO :
dasar mulut).
- Kesulitan menggerakkan
lidah.
- Kesulitan mengartikulasikan
kata-kata.
- Hipernasitas.
- Kehilangan lidah membuat
ucapan sama sekali tidak
bisa dipahami.
DS : Karsinoma skuamosa oral. Gangguan integritas
kulit.
-

DO :

- Kerusakan wajah yang


parah
- Ulkus rongga mulut
nekrotik

Diagnosis

1. Nyeri akut b.d nekrosis jaringan lokal yang meluas dan berpuncak.
2. Gangguan menelan b.d terjadi kerusakan sistem anatomi.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d proses penyakit (karsinoma skuamosa
oral dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut).

45
4. Gangguan integritas kulit b.d karsinoma skuamosa oral.

INTERVENSI

NO DIAGNOSIS TUJUAN INTERVENSI

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri [1400]


nekrosis jaringan keperawatan palliatif selama
1. Lakukan pengkajian
lokal yang meluas 5x24 jam diharapkan nyeri
nyeri secara
dan berpuncak. dapat diatasi dengan kriteria
komperehensif yang
hasil :
meliputi lokasi,
1. Pasien dapat mengontrol karakteristik, onset/
nyeri durasi, frekuensi,
 Melaporkan nyeri kulaitas, intensitas, skala,
yang terkontrol faktor pencetus.
ditingkatkan dari tidak 2. Observasi adanya
pernah menujukkan ke petunjuk non-verbal
sering menunjukkan. mengenai
 Mengenali kapan nyeri ketidaknyamanan trutama
terjadi ditingkatkan pada mereka yang tidak
dari tidak pernah dapat berkomunikasi
menujukkan ke sering secara efektif.
menunjukkan. 3. Berikan penurun nyeri
 Menggunakan yang optimal dengan
analgesic yang peresepan analgetik.
direkomendasikan 4. Berikan informasi
dipertahankan pada mengenai nyeri yang
secara konsisten dialami.
menunjukkan. 5. Ajarkan prinsip-prinsip
 TTV dalam rentang menejemen nyeri.
normal. Pengaturan posisi [0840]

46
1. Posisikan pasien semi
fowler.
Monitor tanda-tanda vital
[6680]

1. Monitor tekanan darah,


nadi, dan status
pernapasan dengan tepat.
2. Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan Swallowing Therapy (1860)
b.d terjadi keperawatan selama 3x24 1. Memantau hidrasi tubuh
kerusakan sistem jam kemampuan menelan (misalnya intake, output,
anatomi. klien dapat ditingkatkan, turgor kulit, membran
dengan kriteria hasil: mukosa).
2. Berikan perawatan mulut
- Makanan dapat masuk ke
yang diperlukan.
lambung.
3. Konsultasikan dengan
terapis dan / atau dokter
untuk secara bertahap
meningkatkan konsistensi
makanan pasien.
4. Membantu pasien untuk
menempatkan makanan di
belakang mulut dan di sisi
yang tidak terganggu (yang
tidak sakit).
Enteral Tube Feeding (1056)
1. Masukkan selang
nasogastrik, nasoduodenal,
atau nasojejunal, sesuai
dengan prosedur.
2. Memantau untuk
penempatan yang tepat dari
selang dengan memeriksa

47
rongga mulut, memeriksa
residu lambung, atau
mendengarkan udara yang
disuntikkan sementara dan
ditarik sesuai dengan
prosedur
3. Monitor adanya bising usus
setiap 4-8 jam sesuai
dengan kondisi.
4. Pantau status cairan dan
elektrolit.
5. Konsultasikan dengan
anggota tim perawatan
kesehatan lainnya dalam
memilih jenis dan kekuatan
makanan enteral.
6. Pantau adanya sensasi
kenyang, mual, dan muntah
7. Monitor berat badan
setidaknya tiga kali
seminggu, yang sesuai
dengan usianya.
3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Communication
komunikasi verbal keperawatan selama 3x24 Enhancement : Speech
b.d proses penyakit jam komunikasi verbal klien Deficit (4976)
(karsinoma dapat meningkat, dengan
1. Memberikan metode
skuamosa oral dari kriteria hasil:
alternatif komunikasi
dua pertiga
- Klien mampu bicara (misalnya, menulis
anterior lidah dan
berkomunikasi dengan tablet, berkedip mata,
dasar mulut).
orang lain dengan papan komunikasi dengan
menggunakan bahasa gambar dan huruf, kode
bicara lain ; isyarat. tangan atau gerakan

48
lainnya, dan komputer)
2. Anjurkan pasien untuk
berbicara perlahan
3. Kolaborasikan dengan
keluara dan terapi untuk
menyusun rencana
komunikasi efektif.
4. Gangguan Pengecekan Kulit [3590]
integritas kulit b.d
1. Amati warna, kehangatan,
karsinoma
bengkak, pulsasi, tekstur,
skuamosa oral.
edema, dan ulserasi pada
kerusakan.
2. Dokumentasikan
perubahan membrane
mukosa.
3. Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut [misal :
melapisi kasur dan
menjadwalkan posisi].
4. Ajarkan angora
keluarga/pemberi asuhan
mengeal tanda-tanda
kerusakan kulit dengan
tepat.
5. Kolaborasi pemberian obat
(dokter).

49
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak
nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh
positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat
meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar
tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.
Klasifikasi palliative ada beberapa macam yaitu religious, music,
kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.Perawatan paliatif care adalah
penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga
yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, mealaui pencegahan dan membantu meringankan
penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual.
5.2 Saran
4.2.1 Bagi mahasiswa

Memahami lebih dalam tentang konsep karsinoma skuamosa oral, serta


asuhan keperawatan pada pasien karsinoma skuamosa oral.

4.2.2. Bagi pembaca

Sebaiknya lebih memahami konsep karsinoma skuamosa oral dan


menerapkan pencegahan karsinoma skuamosa oral dalam kehidupan
sehari-hari.
4.2.3 Bagi FKIK UNJA

50
Sebaiknya makalah ini dapat di jadikan arsip untuk dikemudian hari dapat
di gunakan menjadi referensi pembuatan makalah dengan materi konsep
dan askep pada karsinoma skuamosa oral.

5.1

51
DAFTAR PUSTAKA

Arisanty R, Tanurahardja B. Profil Keganasan Primer Tersering di Departemen


Patologi Anatomik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2005-
2009. Majalah Patologi, 2011. 20(1):14-20.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (2016) Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Philadelpia : ELSEIVER.

Blue Vital Staining sebagai Alat Bantu Diagnostik pada Karsinoma Sel Skuamosa
Lidah. Majalah Kedokteran Gigi, 19(2012).

Judith, Wilson. 2012. Buku Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.


Kabir S, Schmults CD, Ruiz ES. A Review of Cutaneous Squamous Cell
Carcinoma Epidemiology, Diagnosis, and Management. In: Int J Cancer
Manag, 2018. 11(1):e60846.
http://intjcancermanag.com/en/articles/60846.html
Marur S, Forastiere AA. Head and Neck Squamous Cell Carcinoma: Update on
Epidemiology, Diagnosis, and Treatment. Mayo Clinic Proceedings,
2016. 91(3), 386–396.doi:10.1016/j.mayocp.2015.12.017

Najar T. Cutaneous Squamous Cell Carcinoma. In: Meyers AD, editors.


Medscape, 2018. https://emedicine.medscape.com/article/1965430-
overview

National Hospice and Palliative Care Organization (NHPCO) dalam buku


Keperawatan Medical Bedah, Joyce M. Black, 2009

Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP


PPNI.

Widiawaty A, Rihatmadja R, Djurzan A. Metode Pemeriksaan pada Sistem TNM


untuk Karsinoma Sel Skuamosa Kulit. JIK, 2016. 10(1):5-16.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIK/article/view/4304

52
LAMPIRAN

KASUS TUTOR 1

BLOK MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Mr Ruslan adalah seorang pria berusia 58 tahun dengan riwayat merokok seratus
bungkus per-tahun, menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sekitar
dua tahun lalu pasien menemukan bercak keperakan di lidahnya tetapi tidak
segera mencari pertolongan medis. Dia terus merokok dan menggunakan
tembakau kunyah. Gejala yang muncul: Sekitar enam bulan yang lalu pasien
mencari pertolongan medis setelah ia mengalami gejala berikut: Perasaan ada
sesuatu yang tersangkut di tenggorokan. Kesulitan mengunyah atau menelan.
Kesulitan menggerakkan lidah. Kesulitan mengartikulasikan kata-kata, dan Lidah
mati rasa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik ditemukan adanya karsinoma skuamosa


oral dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut yang sayangnya telah menjalar
ke kelenjar getah bening. Ia dirawat dengan bedah reseksi lidah luas, reseksi
tulang dan jaringan lunak. Keganasan cancer ini berkembang pesat meskipun
telah diobati dan mengakibatkan nekrosis jaringan yang luas yang mengakibatkan
gejala yang mengganggu seperti : hipernasitas dan kehilangan lidah yang
membuat ucapan sama sekali tidak bisa dipahami. Kehilangan gigi secara
ekstensif ditambah dengan hilangnya fungsi lidah sehingga sangat sulit untuk
menelan. Kerusakan wajah yang parah, Ulkus rongga mulut nekrotik yang tidak
sembuh-sembuh menyebabkan bau tak sedap yang parah. Sakit wajah.

Pada awalnya, gejala yang di alami pasien cukup terkontrol dengan baik dengan
terapi obat Metadon (50 mg tiga kali sehari), morfin sulfat drift (50 mg setiap
empat jam,) untuk mengatasi rasa sakit dan, berdasarkan "sesuai kebutuhan",
haloperidol (0,5 mg setiap enam jam) untuk mual dan muntah, lorazepam (0,5 mg
setiap empat jam) untuk kecemasan, dan pasien menunjukkan respon cukup baik
dengan rejimen ini selama beberapa minggu, tetapi seiring berkembangnya
penyakit, rasa sakitnya memburuk akibat nekrosis jaringan lokal yang luas yang
berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit untuk mengontrol gejala. Setelah

53
masuk rumah sakit, banyak intervensi dicoba sebagai upaya untuk meredakan rasa
sakit Mr. ruslan termasuk: konversi dari metadon oral menjadi infus morfin
subkutan berkelanjutan (6 mg / jam) pasien terkontrol anestesi (PCA) dari morfin
sulfat infus 2 mg setiap 15 menit sesuai kebutuhan lorazepam (0,5mg setiap 4
jam); gel metronidazol dioleskan ke jaringan yang mengalami ulserasi di wajah
(untuk mengontrol infeksi lokal dan dengan demikian bau tak sedap) oksigen
melalui kanula hidung; dan kipas angin lembut bertiup di wajahnya.

54
Step 1

1. Karsinoma Skuamosa Oral

2. Nekrosis Jaringan

3. Hipernasalitas

4. Morfin Sulfat dript

5. Ulserasi

Jawaban step 1

1. salah satu jenis kanker kulit, yang menyerang sel skuamosa, yaitu sel yang
membentuk lapisan tengah dan luar kulit. KSS umumnya menyerang area
tubuh yang terpapar matahari, antara lain wajah, leher, tangan dan kaki.
2. Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian
dini sel-sel dan jaringan hidup.
3. Suara yg seperti sengau
4. Morfin sulfat drift obat yang digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga
nyeri berat. Obat ini mengubah cara tubuh merasakan rasa sakit. Golongan obat
ini adalah narkotik yaitu analgesik opioid. Dosis diberikan oleh dokter
berdasarkan kondisi medis.
5. Lesi berbentuk kawah pada mulut atau mukosa mulut

STEP 2

1. Bagaimana jika keadaan klien memburuk akibat nekrosis jaringan lokal


yang luas yang berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit?? Bagaimana
mengontrol gejala?
2. Intervensi pada kasus tsb
3. Berdasarkan kondisi pasien apakah tepat apabila pasien mendapatkan
perawatan paliative dan jelaskan alasannya

55
4. Tindakan apa yang harus dilakukan klien ketika mengalami bau mulut tak
sedap yang parah, selain ke Dokter?
5. Berdasarkan kasus, apa yang menjadi fokus utama dalam pemberian
tindakan paliatif? Berdasarkan kondisi pasien, apa saja faktor resiko
6. Kenapa pasien mengalami ulkus pada rongga mulut?
7. Selain terapi dikasus adakah terapi yg dapat dilakukan?

STEP 3

1. Kondisi yg ditanyakan oleh saudari sofia sama dg kondisi mr.Ruslan yg


sudab dilengkapi dg tindakan yg dapat diberikan. Jadi untuk kondisi rasa
sakit yg memburuk akibat nekrosis jarintan lokal yg luas berpuncak pada
saat masuk ke RS . untuk mengontrol gejala intervensi dicoba untuk
meredakan rasa sakitnya. Dg mengkonversikan dari metadon oral menjadi
infus morfin subkutan berkelanjutan (6 mg/jam) pasien terkontrol anestesi,
dari morfin sulfat infus 2 mg setiap 15 menit sesuai kebutuhan lorazepam
(0,5mg setiap 4 jam) gel metronidazol dioleskan ke jaringan yang
mengalami ulserasi di wajah ( untuk mengontrol infeksi lokal dan bau tak
sedap) oksigen melalui kanula hidung dan kippas angin lembut bertiup
diwajah.
2. obat yg diberikan dgn dosis, perawatan psikologis, dan perawatan nyeri
3. LO
4. LO
5. perawatan paliatif pada kasus berfokus pada pengurangan stress,
mengontrol rasa sakit, serta membuat perasaan lebih nyaman.
6. Faktor resiko yang dapat terjadi diantaranya resiko menurunnya sistem
kekebalan tubuh pada pasien, Orang yang mulai memasukin lanjut usia
makin rentan trhadap penyakit tersebut dan laki laki memiliki persentase
lebih besar terkena dibanding perempuan pengaruh individu yang
meningkatkan kerentanan lingkungan, psikologi.
7. Berdasarkan kasus ulkus pada rongga mulut adalah gejala dan dampak dari
karsinoma squamosa oral. Penyebabnya adalah karena pasien dg riwayat

56
merokok dan menggunakan tembakau kunyah yg mengandung zat zat
karsinogenik. Hingga mencetuskan terjadinya kanker dan munculnya
ulserasi pada rongga mulut.
8. ada, terapi nonfarmakologi dan Terapi imun yaitu terapi yg meningkat kan
imun dalam tubuh pasien.

57
STEP 4 : Mind Mapping

Mr. Ruslan 58 thn

Riwayat kesehatan dahulu Hasil diagnostik

- riwayat merokok seratus bungkus per- - adanya karsinoma skuamosa yang telah
tahun menjalar ke kelenjar getah bening.
- menderita(PPOK). - dirawat dengan bedah reseksi lidah luas,
- Sekitar dua tahun lalu pasien reseksi tulang dan jaringan lunak.
menemukan bercak keperakan di - nekrosis jaringan yang luas yang
lidahnya . mengakibatkan gejala: hipernasitas dan
- terus merokok dan menggunakan kehilangan lidah. Kehilangan gigi secara
tembakau kunyah. ekstensif ditambah dengan hilangnya
- Gejala: Sekitar enam bulan yang lalu ia fungsi lidah sehingga sangat sulit untuk
mengalami gejala: Perasaan ada menelan. Kerusakan wajah yang parah,
sesuatu yang tersangkut di Ulkus rongga mulut nekrotik yang tidak
tenggorokan, Kesulitan sembuh-sembuhmenyebabkan bau tak
mengunyah/menelan. Kesulitan sedap yang parah. Sakit wajah
menggerakkan lidah. Kesulitan
mengartikulasikan kata-kata, dan
Lidah mati rasa.

Pemberian obat-obatan, tidak


ada pengobatan yang dapat
meringankan atau mengurangi
rasa sakitnya yang parah.

Perawatan paliatif pada pasien


kanker

58
STEP 5 : Learning Objective

1. Berdasarkan kondisi pasien apakah tepat apabila pasien mendapatkan


perawatan paliative dan jelaskan alasannya.
Jawab : Tepat karena Fokus terapi pada kanker tahap akhir bersifat
paliatif (mengurangi rasa sakit). Dokter berupaya untuk memperpanjang
serta memperbaiki kualitas hidup pasien.Pada stadium lanjut, pasien
dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik
seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.Maka kebutuhan
pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

59

Anda mungkin juga menyukai