Anda di halaman 1dari 4

D.

analisis kasus

Pada kasus malpraktek yang dilakukan oleh Dua perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, divonis masing-masing 2 tahun penjara
karena terbukti salah menyuntik pasien hingga meninggal dunia.

Para Terdakwa ditahan dalam Tahanan Rutan oleh:

1. Penyidik, sejak tanggal 17 Januari 2019 sampai dengan tanggal 5 Februari 2019.
2. Penyidik, Perpanjangan Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 6 Februari 2019 sampai
dengan tanggal17 Maret 2019;
3. Penetapan Penangguhan oleh Penyidik sejak tanggal 13 Februari 2019
4. Penuntut Umum, sejak tanggal 4 Juli 2019 sampai dengan 23 Juli 2019;
5. Hakim Pengadilan Negeri, sejak tanggal 17 Juli 2019 sampai dengan tanggal 15 Agustus
2019
6. Hakim Pengadilan Negeri Perpanjangan Pertama Oleh Ketua Pengadilan Negeri sejak
tanggal 16 Agustus 2019 sampai dengan tanggal 14 Oktober 2019

Analisis Putusan :

1) Tentang pertimbangan hukum.

Setelah mendengar keterangan Saksi-saksi, Ahli dan Para Terdakwa serta memperhatikan
bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan dan mendengar pembacaan tuntutan
pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum maka diperoleh pertimbangan yang pada sebagai
berikut:

1. Menyatakan terdakwa I ERWANTY, Amd.Keb. Binti M YATIM dan terdakwa II DESRI


AMELIA ZULKIFLI, Amd.Kep Binti ZULKIFLIterbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
penerima pelayanan kesehatan meninggal dunia/mengakibatkan kematian sebagaimana
yang dimaksud di dalam Pasal 84 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dalamsurat dakwaan alternatif kesatu penuntut
umum
2. Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwaberupa pidana penjara masing masing selama
2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangkan seluruhnya dengan lamanya terdakwa
ditahan
3. Menyatakan barang bukti berupa :
 1 (satu) Alat suntik ukuran 3 MI (millimeter) yang bertulis dengan menggunakan
spidol warna hitam dibaris pertama yaitu “inj. Keto 1 AMP” dan baris kedua
“ALFA B.22” serta baris ketiga 24.
 1 (satu) alat suntik ukuran 3 MI (millimeter) yang bertulis dengan menggunakan
spidol warna hitam dibaris pertama yaitu Inj. Rani ½ AMP dan baris kedua
“ALFA” B.22” serta baris ketiga 24.
 1 (satu) alat suntik ukuran 3 MI (millimeter) yang bertulis dengan menggunakan
spidol warna hitam dibaris pertama yaitu Inj. Tran 250 Mg (miligram) dan baris
kedua “ALFA B.22” serta baris ketiga 21.
 1 (satu) botol obat Cefotaxim ukuran 1g (gram) yang berisikan + 1 Cc;
 1 (satu) botol obat Ranitidine ukuran 50 MI (satu ampul) dalam keadaan kosong
dan kepala botol tersebut sudah dipecahkan.
4. Menetapkan agar para terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu
rupiah)

2) Tentang bunyi putusan.

Setelah mendengar pembelaan Para Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Para Terdakwa
maka diperoleh keputusan yang pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa I terbukti menurut hukum menyuruh Terdakwa II menyuntikan


Transamin kepada Pasien ALFAREZA tidak memenuhi unsur melakukan tindak pidana
kesehatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum di dalam Surat Dakwaan
2. Menyatakan perbuatan Terdakwa II terbukti melakukan penyuntikan transamin kepada
pasien ALFAREZA diperintahkan oleh Terdakwa I akan tetapi perbuatan Terdakwa II
tidak dapat diminta pertanggung jawaban hukum dalam tindak pidana kesehatan.
3. Membebaskan Terdakwa I dari dakwaan primair dan dakwaan subsidair tersebut
(vrijpraak) sesuai dengan pasal 191 ayat (1) KUHP atau setidaknya melepaskan terdakwa
dari semua tuntutan hokum (onstlang van alle rechtsvervolging) sesuai dengan pasal 191
ayat (2) KUHP.
4. Memberikan sanksi hukuman terhadap Terdakwa I yang seringan ringannya.

d. posisi kasus

kasus tersebut dilaporkan ke Polres Aceh Barat. Polisi memeriksa sejumlah sakti tersebut
kedua terdakwa. Erwinty dan Desri selanjutnya dikirim ke pengadilan. Dalam persidangan di PN
Meulaboh, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing 2
tahun 6 bulan penjara. Namun majelis hakim memvonis keduanya lebih ringan.

Majelis hakim yang diketuai Zulfadly dengan hakim anggota Muhammad Al-Qudri dan
Irwanto menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian bagi penerima pelayanan
kesehatan. "Menjatuhkan pidana terhadap diri para terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara masing-masing selama dua tahun," putus Zulfadly dalam persidangan yang digelar,
Kamis (30/1) kemarin.

Dan kemudian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pusat memastikan akan
melakukan upaya banding terkait vonis Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, Aceh Barat yang
menghukum dua orang perawat honorer di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat, 2
tahun penjara tersebut. "Pada intinya kami sangat kecewa dengan vonis Majelis Hakim PN
Meulaboh yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada terdakwa Desri Amelia
perawat RSUD Meulaboh, kami mengambil sikap untuk melakukan upaya banding," kata
penasihat hukum Jasmen Nadeak sebagaimana dilansir Antara, Minggu (2/2).

Dalam keterangannya kepada wartawan di Meulaboh, Jasmen Nadeak mengatakan PPNI


sudah mengungkap fakta-fakta baru di persidangan dan menyimpulkan di dalam pleidoi
(pembelaan) bahwa kasus dugaan malapraktik ini tidak bisa serta merta dipersalahkan kepada
perawat Desri semata. Namun Desri adalah korban sebuah sistem yang tidak tepat dari RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh. Diketahui saat terjadi kasus, perawat Desri posisinya adalah sebagai
staf administrasi, bukanlah sebagai perawat pelaksana. Dalam pembelaannya, PPNI juga sudah
berupaya maksimal dengan mendatangkan ahli hukum kesehatan khusus manajemen rumah
sakit, yaitu Dr dr Beni Satria S Ked MHKes MKes, dan ahli manajemen keperawatan Ns
Muhammad S Kep dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh.

Keterangan kedua ahli yang dihadirkan di dalam persidangan penasihat hukum terdakwa
menyimpulkan di dalam pleidoi bahwa perlu pertimbangan hakim yang komprehensif, agar
pertanggung jawaban pidana tidak serta merta dibebankan kepada perawat Desri. Selain hal
tersebut, tidak adanya proses autopsi juga menjadi bahan pleidoi yang disampaikan penasihat
hukum terdakwa, sehingga scientific evidence tidak didapatkan atas kematian pasien.

Dalam pleidoinya penasihat hukum terdakwa menyerahkan Surat Perjanjian


(Perdamaian) dengan keluarga korban sebagai bahan pertimbangan sebagaimana diatur dalam
pasal 78 UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu 'dalam dugaan kelalaian
Tenaga Kesehatan maka penyelesaiannya harus diselesaikan melalui upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan."Namun vonis Majelis Hakim PN Meulaboh sepertinya tidak
mempertimbangkan dalil-dalil dalam pembelaan penasihat hukum terdakwa," kata Jasmen
Nadeak.

Pihaknya juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan
dari Ketua Umum PPNI Pusat Harif Fadillah S Kep, Ketua DPW PPNI Aceh Abdurahman S Kep
dan Ketua DPD Aceh Barat Yuliandi,S Kep yang telah memberi atensi khusus untuk
pendampingan kasus ini.

Kepala Seksi Intelijen/Humas Kejaksaan Negeri Aceh Barat Abdi menegaskan atas
putusan tersebut, pihaknya juga melakukan upaya banding karena tuntutan JPU terhadap
terdakwa selama dua tahun enam bulan, lebih rendah. Dan dari putusan majelis hakim tersebut
memvonis dua perawat RSUD Meulaboh selama dua tahun kurungan, secara terpisah di
Meulaboh.

Anda mungkin juga menyukai