Anda di halaman 1dari 4

KAKAWIN RAMAYANA

(Disadur dan diadaptasikan untuk kepentingan terbatas,


sebagai bahan diskusi pada Mata kuliah SASTRA JAWA KUNA pada Jurusan
Bahasa dan Sastra Daerah FBS UNESA Surabaya)

Oktober 2021
S. Bambang Purnomo

... Kakawin Rāmâyaṇa yaitu kakawin (syair) ada isinya cerita Ramayana. Ditulis dalam


bentuk puisi berbahasa Jawa Kuna, diduga dibuat bentuk di Mataram Hindu pada masa
pemerinthan Dyah Balitungsekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M. kakawin ini
disebut-sebut sebagai adikakawin karena dianggap yang pertama, terpanjang, dan terindah
gaya bahasanya dari periode Hindu-Jawa. Menjamin tradisi Bali, Kakawin Ramayana ini
dipercaya ditulis oleh seorang bernama Yogiswara. Hal ini ditolak oleh Prof. Dr. R.M.Ng.
Purbatjaraka. Menurutnya, Yogiswara memang tercantum pada baris terakhir Ramayana versi
Jawa ini, tetapi hal itu bukan yaitu identitas penulis, tetapi ucapan penutup yang berbunnyi :

Sang Yogiswara çista, sang sujana suddha menahira huwus matje sira
ucapan tersebut jika diterjemahkan demikian:
Sang Yogi (pendeta/begawan) semakin bertambah pintar, Para sujana (cendekia/bijak)
semakin bersih hatinya setelah membaca cerita ini.

Jadi terang bahwa Yogiswara bukan yaitu nama penulis Ramayana Jawa ini.

Syair dalam bentuk kakawin ini yaitu salah satu dari banyak versi mengenai kisah
sang Rama dan Sita, wiracarita agung yang versi awal mulanya digubah di India
oleh Walmiki dalam bahasa Sanskerta. Beberapa peneliti menerangkan, bahwa Kakawin
Ramayana versi Jawa ini ternyata tidak sepenuhnya mengacu langsung kepada Ramayana
versi Walmiki, akan tetapi mengacu ini yaitu transformasi dari kitab Rawanawadha yang
ditulis oleh pujangga India lawas bernama Bhattikawya. Hal ini disimpulkan oleh
Manomohan Ghosh, seorang peneliti sastra dari India yang menemukan beberapa bait
Ramayana Jawa yang sama dengan bait bait dalam Rawanawadha.

Dari segi alur cerita, Kekawin Ramayana juga memiliki perbedaan dengan Ramayana
Walmiki. Pada kesudahan cerita, sekembalinya Rama dan Sita ke Ayodya, mereka berpisah
lagi, jadi Rama dna Sita tidak hidup bersama, demikian versi Walmiki. Sedang dalam versi
Jawa, Rama dan Sita hidup bersama di Ayodya.

Ringkasan

Prabu Dasaratha dari penguasa negara Ayodya memiliki empat


putra; Rama, Bharata, Laksmana dan Satrughna. Maka suatu hari
seorang resi bernama Wiswamitra memohon bantuan Sri Paduka Dasaratha untuk
menolongnya memberi keleluasaan pertapaannya dari serangan para raksasa. Maka Rama
dan Admiral berangkat.

Di pertapaan, Rama dan Laksmana menghabisi semua raksasa dan kemudian mereka menuju
penguasa negara Mithila di mana dipersiapkan sebuah sayembara. Siapa menang dapat
mendapat putri raja bernama Sita. Para peserta disuruh merentangkan busur panah yang
menyertai kelahiran Sita. Tak seorangpun sukses kecuali Rama, maka mereka pun menikah
dan kemudian lagi ke Ayodya.

Di Ayodya Rama suatu hari akan dipersiapkan dinobatkan sebagai raja, karena ia yaitu putra
sulung. Tetapi Kaikeyi, salah seorang istri raja Dasaratha yang bukan ibu Rama berakta
bahwa sri baginda sudah menjalani berjanji bahwa Bharata lah yang akan sebagai raja. Maka
dengan berat hati raja Dasaratha mengabulkannya karena memang sudah menjalani berjanji
demikian. Kemudian Rama, Sita dan Laksmana pergi menjauhi istana. Antara beberapa lama,
raja Dasaratha meninggal dunia dan Bharata mencari mereka. Ia merasa tidak pantas sebagai
raja dan memohon Rama untuk lagi. Tetapi Rama menolak dan memberikan sandalnya
(bahasa Sanskerta: pâduka) kepada Bharata sebagai lambang kekuasaannya.

Maka Rama, Sita dan Laksmana ada di hutan Dandaka. Di sana ada seorang raksasi bernama Surpanakha yang jatuh cinta kepada
Laksmana dan ia menyamar sebagai wanita cantik. Tetapi Laksmana tak sukses dibujuknya
dan malahan kesudahannya ujung hidungnya terpotong. Surpanakha marah dan mengadu
kepada kakaknya sang Rahwana (Rawana) dan membujuknya untuk menculik Sita dan
memperistrinya. Kesudahannya Rahwana menyuruh Marica, seorang raksasa untuk menculik
Sita. Kemudian Marica bersiasat dan menyamar sebagai seekor kijang emas yang baik. Sita
tertarik dan memohon suaminya untuk menangkapnya. Rama menjauhi Sita bersama
Laksmana dan pergi mengejar si kijang emas. Si kijang emas sangat gesit dan tak bisa
ditangkap, kesudahannya Sri Rama kesal dan memanahnya. Si kijang emas menjerit
kesakitan berubah lagi sebagai seorang raksasa dan padam. Sita yang ada di terlalu jauh
mengira yang menjerit yaitu Rama dan menyuruh Admiral mencarinya. Laksmana menolak
tetapi kesudahannya mau setelah diperolok-olok dan dituduh Sita bahwa ia berhasrat
memilikinya. Kesudahannya Sita ditinggal sendirian dan bisa diculik oleh Rahwana.

Teriakan Sita terdengar oleh burung Jatayu yang sudah menjalani berkawan dengan prabu
Dasaratha dan ia berupaya menolong Sita. Tetapi Rahwana lebih kuat dan bisa mengalahkan
Jatayu. Jatayu yang sekarat masih bisa melapor kepada Rama dan Laksmana bahwa Sita
dibawa ke Lengka, kerajaan Rahwana.

Kemudian Rama dan Laksmana mencari kerajaan ini. Di suatu daerah mereka berjumpa
dengan kera-kera dan seorang raja kera bernama Bali yang menculik istri kakaknya.
Kesudahannya Bali bisa dibunuh dan istrinya dikembalikan ke Sugriwa dan Sugriwa mau
membantu Rama. Kesudahannya dengan bantuan bala tentara kera yang dikepalai Hanuman,
mereka sukses membunuh Rahwana dan memberi keleluasaan Sita. Sita kemudian diboyong
lagi ke Ayodya dan Rama dinobatkan sebagai raja.

Contoh teks
Oleh para pakar dan sastrawan, kakawin Ramayana dianggap sebuah syair yang sangat indah
dalam bahasa Jawa Kuna seperti sudah disinggung di atas. Di bawah disajikan beberapa
cuplikan dari teks ini beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Kiasan

I.5

Jawa Kuna Terjemahan


Kadi mégha manghudanaken, Berakan awan yang menghujani,
pad.anira yar wéhaken ikang dâna, begitu persamaannya apabila memberi sumbangan,
dînândha krepan.a ya winéh, orang hina-dina dan cacat juga diberi,
nguni-nguni d.ang hyang d.ang âcârya. apalagi para pandita dan orang suci.
Aliterasi

XI.7

Jawa Kuna Terjemahan


Molah wwaining tasik ghûrnnitatara Air laut berombang-ambing dengan dahsyat dan
gumuruh dényangin sang Hanûmân, bergemuruh karena angin sang Hanuman.
kagyat sésînikang sâgara kadi ginugah Terkejutlah seluruh isi laut, berakan naga dikocok
nâga kolâh alâwû, dan menjerit terbangun.
lunghâ tang bâyu madres kayu-kayu ya Berlalulah angin ribut dan pohon-pohon kayu jatuh
katûb kampitékang Mahéndra, bertumbangan, berakan gunung Mahendra bergetar.
sakwéhning wânarâ nghér kaburu Semua kera yang berdiam di sana terbirit-birit lari
kabarasat sangshayé shatru shakti. ketakutan berakan dikejar oleh musuh yang sakti.
Lukisan dunia

Hanuman dalam bentuk boneka wayang kulit dari Yogyakarta.

XVI.31 (Bhramara Wilasita)

Jawa Kuna Terjemahan


Jahnî yâhning talaga kadi langit, Air telaga jernih bagaikan langit,
mambang tang pâs wulan upamanikâ, Seekor kura-kura yang mengambang berakan bulan,
wintang tulya ng kusuma ya sumawur, Bintang-bintangnya yaitu bunga-bunga yang tersebar,
lumrâ pwêkang sari kadi jalada. Menyebarlah sari-sarinya, berakan awan.

Kakawin Ramayana setelah diteliti oleh para pakar ternyata secara detail tidak mirip dengan
versi-versi Ramayana di Nusantara lainnya, seperti Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu,
Serat Rama Keling dalam bahasa Jawa Baru dan juga relief-relief Ramayana yang
terdapatkan di Candi Prambanan.
Setelah diteliti ternyata beberapa besar kakawin Ramayana berdasarkan sebuah syair dalam
bahasa Sanskerta dari India yang berjudul Rāvaṇavadha yang ditulis oleh pujangga
bernama Bhaṭṭikāvya dari 100 tahun ke-6 sampai 7.
Dalam sastra Jawa Baru, kakawin Ramayana digubah ulang oleh kyai Yasadipura sebagai
Serat Rama.

Anda mungkin juga menyukai