Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN USIA DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


MODEL PERMAINAN KONSTRUKTIF
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan usia dini anak berkebutuhan khusus

Dosen :
Prof. Dr. Suparno, M.Pd.
Disusun oleh :
Nama : Nur ‘Afiifah Djauharoh ( 19103241002 )
Hanif Wahyudi ( 19103241005 )
Endang Adi Ningsih ( 19103241029 )
Kelas : PLB 3B (2019)

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
NYA, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan topik model permainan
konstruktif. Tidak lupa shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi
agung Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar. 
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Makalah ini berisi mengenai konsep model permainan konstruktif,
jenis – jenis permainan konstruktif, implementasi model permainan konstruktif dan
pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak serta kelebihan dan kekurangan model
permainan konstruktif. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Sleman,15 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun
anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar
didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya. Setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan, hal ini telah diatur
dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Tanpa terkecuali, begitu juga dengan anak usia dini. Tujuan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah
sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Lahirnya UU tersebut menjadi bukti
komitmen bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini bagi
anak sejak lahir sampai usia 6 tahun (Jalal, 2003). Disahkannya UU Sisdiknas juga
merupakan suatu ”rahmat” dan ”kemenangan” dari segi konsep tentang PAUD bagi kita
semua (Supriadi, 2003).
Menurut Permendikbud nomor 37 tahun 2014 dijelaskan bahwa pendidikan anak usia
dini merupakan pendidikan yang ditujukan pada anak usia dini untuk merangsang dan
memaksimalkan aspek-aspek perkembangannya . Terdapat 6 aspek perkembangan yang
harus dikembangkan oleh guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Keenam aspek
tersebut adalah aspek perkembangan nilai agama dan moral, koginitf, sosial emosional,
bahasa, fisik motorik, dan seni (Kemendikbud, 2014). Hal ini berarti pendidikan anak usia
dini mempunyai tugas yang mulia yaitu mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki
oleh anak agar kelak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Para ahli
pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai kegiatan yang memiliki nilai praktis,
artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan tertentu pada anak. Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar
informal menjadi formal. Dengan bermain, anak dapat melakukan kegiatan sehingga
semua aspek perkembangan dapat berkembang secara maksimal. Menurut Santrock
(1995:275) permainan konstruktif adalah permainan yang terjadi ketika anak-anak
melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan
masalah yang merupakan hasil ciptaan sendiri.
Permainan konstruktif digunakan untuk mengasah dan menstimulasi perkembangan
anak, baik perkembangan kognitif, perkembangan fisik motorik, perkembangan sosial,
perkembangan emosional maupun perkembangan kreativitas anak. Menurut Dockett &
Marilyn (2000:60) permainan konstruktif yaitu permainan yang menggunakan materi atau

1
benda untuk menyusun atau membentuk suatu bentuk tertentu. Definisi ini mengandung
pengertian bahwa permainan konstruktif merupakan kegiatan yang menggunakan
berbagai benda yang ada untuk untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu dalam
bentuk konstruksi untuk mereproduksi obyek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam hal ini, Piaget (dalam Gestwicki, 2007:40) mengatakan bahwa anak
memperoleh pengetahuan melalui permainan konstruktif, tidak dari informasi yang
diperoleh dari lingkungannya, tetapi melalui proses konstruksi yang akan memperbaharui
pemahaman anak. Hal ini diperkuat oleh teori konstruktivisme dalam Musfiroh (2008:21-
22), dimana dalam pandangannya bahwa belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi
pengetahuan yang terjadi dalam diri anak. Dimana lebih menekankan pada keterlibatan
anak dalam proses belajar. Dengan demikian permainan konstruktif dapat dideskripsikan
sebagai suatu alat atau jenis permainan yang menggunakan benda atau obyek yang dapat
dilakukan oleh seorang anak secara individu maupun berkelompok dalam bereksplorasi
membangun atau membentuk suatu bentuk tertentu dengan tujuan memberi informasi
tentang segala sesuatu yang belum diketahui oleh anak serta memberikan kesenangan
pada anak.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang dapat diambil rumusan masalah, antara lain yaitu :
1. Apa itu model konstruktif ?
2. Bagaimana implementasi dari model konstruktif ?
3. Bagaimana pengaruh model permainan konstruktif terhadap tumbuh kembang
anak ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan model permainan konstruktif ?
1.3. Tujuan Permasalahan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui terkait tujuan permasalahan,
antara lain yaitu :
1. Mengetahui konsep dasar model permainan konstruktif
2. Memahami dan mengetahui implementasi dari model permainan konstruktif
3. Mengetahui peengaruh model permainan konstruktif terhadap tumbuh kembang
anak
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model permainan konstrukti

ii
ii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Model Permainan Konstruktif
Awal mula adanya model permainan konstruktif, Ide tersebut dicetuskan oleh
pakar perkembangan anak Jean Piaget, yang bekerja secara ekstensif untuk
memahami bagaimana anak-anak belajar, yang terpenting dia percaya bahwa anak-
anak belajar dengan mengeksplorasi interaksi antara ide-ide mereka dan dunia
nyata. Mencoba ide-ide itu adalah bagian kunci dalam teka-teki pembelajaran.
Menurut Jean Piaget, anak-anak telah melalui tahap yang disebut permainan
fungsional sebelum mereka siap untuk membangun. Ini berarti mereka telah
merasakan materi, memahami ukuran yang berbeda, memiliki pengalaman tentang
apa yang mencegah mereka jatuh dan sebaliknya menjelajahinya dengan berbagai
indra mereka. Kuncinya adalah anak-anak membuat sesuatu. Dengan sengaja dan
kreatif, mereka menjadi penasaran dan mendekati keingintahuan itu dengan
pertanyaan langsung. Mereka beralih dari pemahaman fungsional ke gagasan yang
jelas tentang properti dari apa yang mereka hadapi.
Menurut Santrock (1995:275) permainan konstruktif adalah permainan yang terjadi
ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau
suatu pemecahan masalah yang merupakan hasil ciptaan sendiri. Melalui permainan
konstruktif, anak bebas mengembangkan daya imajinasinya, mendorong anak untuk
mampu memecahkan masalah secara kreatif dan memberi peluang bagi pencapaian
untuk membangun rasa percaya diri anak. Permainan konstruktif ini digunakan untuk
mengasah dan menstimulasi perkembangan anak, baik perkembangan kognitif,
perkembangan fisik motorik, perkembangan sosial, perkembangan emosional maupun
perkembangan kreativitas anak.
Beberapa jenis permainan konstruktif yaitu gambar atau menggambar,
menggunting atau menempel, puzzle, maze, malam pet atau plastisin, balok, lego,
tanah liat dan pasir. Bermain Konstruktif adalah cara bermain yang bersifat
membangun, membina, memperbaiki, dimana anak-anak menggunakan bahan untuk
membuat sesuatu yang bukan untuk bertujuan bermanfaat, melainkan ditujukan bagi
kegembiraan yang diperolehnya dari membuatnya. Yang dimaksud konstruktif adalah
bahwasanya anak-anak membuat bentuk-bentuk dengan gambar atau menggambar,
menggunting atau menempel, puzzle, maze, malam pet atau plastisin, balok, lego,

2
tanah liat dan pasir. Sebagian besar konstruksi yang dibuat merupakan tiruan dari apa
yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau dari layar televisi. Menjelang
berakhirnya awal masa kanak-kanak, anak-anak sering menambahkan kreativitasnya
ke dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat berdasarkan pengamatannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2.2. Implementasi Model Permainan Konstruktif
Permainan konstruktif merupakan kegiatan yang menggunakan berbagai benda
yang ada untuk untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu dalam bentuk konstruksi
untuk mereproduksi obyek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Permainan
konstruktif dapat dideskripsikan sebagai suatu alat atau jenis permainan yang
menggunakan benda atau obyek yang dapat dilakukan oleh seorang anak secara
individu maupun berkelompok dalam bereksplorasi membangun atau membentuk
suatu bentuk tertentu dengan tujuan memberi informasi tentang segala sesuatu yang
belum diketahui oleh anak serta memberikan kesenangan pada anak. Dengan
demikian implementasi dari model permainan konstruktif adalah anak – anak
membuat, membentuk atau menciptakan sesuatu dari media yang digunakan dalam
model permainan konstruktif. Beberapa jenis permainan konstruktif yaitu gambar atau
menggambar, menggunting atau menempel, puzzle, maze, malam pet atau plastisin,
balok, lego, tanah liat dan pasir.
Dalam pelaksanaan permainan konstruktif ini anak diberi kesempatan untuk dapat
melakukan permainan sesuai dengan daya imajinasi dan kemampuan anak. Serta guru
juga selalu menghargai hasil karya yang sudah dihasilkan oleh anak. Dan di akhir
kegiatan permainan konstruktif ini, guru selalu melakukan tanya jawab dengan anak
mengenai hasil karya yang sudah dibangun atau dibentuk oleh anak, karena yang
mengetahui imajinasi bangunan dan hasil karya anak adalah anak itu sendiri.
Permainan konstruktif sebagai bagian dari permainan edukatif yang dapat merangsang
dan menstimulasi perkembangan anak.
2.3. Pengaruh Model Permainan Konstruktfif
Model permainan konstruktif memiliki pengaruh pada aspek perkembangan antara
lain pada perkembangan kognitif, perkembangan fisik motorik, perkembangan sosial,
perkembangan emosional maupun perkembangan kreativitas anak. Perkembangan
kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa (Papalia & Olds, 2001). Pada perkembangan ini ketika anak
bermain permainan konstruktif, anak diajarkan untuk bisa mengingat obyek yang

3
dilihat sehari-hari untuk dijadikan acuan konstruksi yang akan dibangun oleh anak.
Anak dapat berekspresi dan berkreasi dengan benda-benda yang beraneka ragam
bentuknya sesuai dengan yang diingatnya. Semakin sering anak distimulasi melalui
permainan konstruktif ini, maka semakin sering anak diberi latihan untuk mengingat
dan mampu mendorong anak mencari dan menemukan jawabannya, memikirkan
kembali, membangun kembali, dan menemukan hal-hal yang baru sehingga
kemampuan kognitif anak akan menjadi terlatih dengan baik.
Begitu juga, ketika anak bermain permainan konstruktif dengan menggunakan clay
ataupun plastisin, anak diajak untuk meremas-remas dan membentuk clay atau
plastisin menjadi bentuk yang diinginkan oleh anak. Maka secara tidak langsung
perkembangan motorik halus anak juga terasah. Permainan konstruktif ini juga
membutuhkan koordinasi mata dan tangan untuk dapat menghasilkan karya yang
bagus.
Perkembangan emosional merupakan perubahan cara individu berhubungan
dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial
adalah perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001).
Ketika anak bermain permainan konstruktif bersama temannya, anak dapat belajar
untuk bisa saling memahami dengan temannya, anak saling berkomunikasi dengan
temannya sehingga perkembangan sosial anak juga berkembang. Selain mengasah
perkembangan sosial anak, permainan konstruktif juga mengasah perkembangan
emosional anak. Anak belajar untuk percaya diri, bangga dan puas terhadap hasil
karya yang sudah ia bangun atau bentuk.
Perkembangan lain yang diasah melalui permainan konstruktif adalah
perkembangan kreativitas anak. Bermain permainan konstruktif memberi kesempatan
anak untuk berpikir dan bertindak imajinatif untuk mengekspresikan dorongan-
dorongan kreatifnya dan anak terlibat dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk
ciptaan sendiri. Semakin berkembang imajinasinya, maka semakin kreatif anak dalam
menciptakan suatu konstruksi atau bentuk.
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Permainan Konstruktif
Bermain merupakan salah satu metode yang digunakan pada pendidikan anak usia
dini. Salah satu model dari bermain sendiri adalah model permainan konstruktif. Pada
model permainan konstruktif memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model
permain konstruktif antara lain, yaitu :

3
a. Dapat menstimulasi dan mengasah perkembangan anak, baik perkembangan
kognitif, perkembangan fisik motorik, perkembangan sosial, perkembangan
emosional maupun perkembangan kreativitas anak.
b. Mampu mendorong minat anak untuk belajar, dengan bermain anak biasanya
tidak menyadari bahwa ia sedang belajar sesuatu, sebab yang menjadi fokus
mereka adalah ketertarikan terhadap bermainnya
c. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, di samping
menjadi pengalaman yang menyenangkan juga memberi pengetahuan yang
melekat dalam memori otak.
d. Melatih kemandirian anak dalam melakukan sesuatu secara mandiri tidak
menggantungkan diri pada orang lain.
e. Melatih kedisiplinan anak, karena dalam permainan ada aturan-aturan yang
harus ditaati dan dilaksanakan.
Kelemahan pada model permainan konstruktif antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Membutuhkan biaya yang lebih, karena dalam metode bermain
membutuhkan alat atau media yang harus dipersiapkan terlebih dahulu
b. Apabila model ini dilakukan tanpa persiapan yang matang, maka ada
kemungkinan tujuan – tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimal
sebab anak terlalu larut dalam proses bermain apalagi misalnya guru kurang
memperhatikan proses anak selama bermain.
c. Sering terjadi saling berebut alat atau media bermain antara anak yang satu
dengan yang lainnya apabila alat atau medianya tidak mencukupi,

3
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Model permainan kostruktif adalah permainan yang terjadi ketika anak-anak
melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau suatu pemecahan
masalah yang merupakan hasil ciptaan sendiri. Dengan demikian anak belajar dengan
mengeksplorasi interaksi ide-ide kreatif mereka dan dunia nyata. Cara bermain yang
bersifat membangun, membina dan memperbaiki, dimana anak-anak menggunakan alat
atau media untuk membuat sesuatu dengan imajinasi mereka bukan ditujukan nilai
manfaatmya melainkan ditujukan bagi kegembiraan anak ketika proses membuatnya.
Setiap akhir kegiatan permainan konstruktif guru selalu melakukan tanya jawab dengan
anak mengenai karya yang mereka buat untuk mengetahui bagaimana imajinasi yang
telah anak kembangkan dengan bahasa guru yang komunikatif.
Permainan konstruktif memiliki pengaruh bagi anak dalam aspek perkembangan
antara lain pada perkembangan kognitif, perkembangan fisik motorik, perkembangan
sosial, perkembangan emosional maupun perkembangan kreativitas anak. Stimulasi
perkembangan otomatis terjadi ketika anak sedang mengeksplorasi permainannya
sendiri. Permainan konstruktif memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, kelebihan
model permainan konstruktif yaitu permainan ini mempu menstimulasi berbagai aspek
perkembangan anak, mendorong minat belajar anak, berkesan kuat bagi anak, dan
melatih kedisiplinan anak. Kelemahan dari model permainan konstruktif yaitu
membutuhkan biaya, anak dapat larut dalam permainan sehingga tujuan belajar melalui
permainan kurang tercapai, dan sering terjadi saling berebut alat atau media di antara
anak-anak.

3.2. Saran
1. Bagi peneliti atau penulis lain yang ingin mengembangkan pembahasan mengenai
model permainan konstruktif diharapkan melakukan pengkajian lebih mendalam
lagi, karena penyusun menyadari penulisan ini masih terdapat beberapa kelemahan.
2. Bagi para pendidik atau orangtua yang menerapkan model permainan konstruktif
untuk pembelajaran anak sebaiknya melakukan rancangan atau tujuan stimulasi
pekembangan bagaimana yang hendak dilakukan untuk anak agar apa yang
dilakukan tidak sia-sia

3
3. Bagi para pendidik atau orangtua yang menerapkan model permainan konstruktif
untuk pembelajaran anak sebaiknya melakukan tanya jawab dengan anak untuk
mengetahui bagaimana anak mengembangkan imajinasinya.

DAFTAR PUSTAKA
CCEA. 2018. Learning Through Play In The Early Years. Belfast : Northern Ireland. Diakses
pada 15 Oktober 2020 dari http://www.nicurriculum.org.uk/docs/foundation_stage/
learning_through_play_ey.pdf

3
Juhee Park. 2019. The Qualities Criteria of Constructive Play and the Teacher’s Role.
TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology. Vol 18 (1) : 126 – 132.
Diakses pada 15 Oktober 2020 dari https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1201796.pdf
Matt Arnerich. 2018. Constructive Play: What Is It and How Do I Encourage It?.
Pada 15 Oktober 2020 dari https://famly.co/blog/management/encouraging-constructive-
play/
Rocmah, Luluk Iffatur. 2017. Penerapan Permainan Konstruktif di TK Aisyiyah Bustanul
Athfal Sambiroto. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “DESAIN
PEMBELAJARAN DI ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) UNTUK
PENDIDIKAN INDONESIA BERKEMAJUAN”. 41 – 47. Diakses pada 15 Oktober 2020
dari http://eprints.umsida.ac.id/428/1/5.%20ARTIKEL%20LULUK%20Iffatur.pdf
Moh, Fauziddin & Mufarizuddin. (2018). Useful of Clap Hand Games for Optimalize
Cogtivite Aspects in Early Childhood Education. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
2(2),162-169. Diakses pada 16 Oktober 2020 dari
https://moraref.kemenag.go.id/archives/journal/97874782241962082

Nurkholis. (2013). Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal Kependidikan,


1(1), 24-44. Diakses pada 16 Oktober 2020 dari
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/article/view/530

Anda mungkin juga menyukai