Anda di halaman 1dari 19

Kamis, 28 Juni 2018

LAPORAN INDIVIDU
BLOK REPRODUKSI
MODUL 2
“KEPUTIHAN”

DISUSUN OLEH :

NAMA : Suharfina Nur Arifani


STAMBUK : 16 777 011

TUTOR : dr. Djemi, Sp. OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Skenario
Wanita, 33 tahun, PIIA0, datang ke poliklinik dengan keluhan keputihan yang
berbau dan banyak. Menurut pasien, bau ini makin bertambah terutama
setelah berhubungan seksual dengan suami.

B. Kalimat Kunci
- Wanita
- 33 tahun
- PIIA0
- Keputihan baud an banyak
- Bau bertambah setelah berhubungan seksual dengan suami.

C. Pertanyaan
1. Jelaskan fisiologi dan patologi keputihan !
2. Apa hubungan bau bertambah setelah berhubungan seksual ?
3. Apa saja mikroorganisme yang menyebabkan keputihan ?
4. Apa saja faktor resiko keputihan ?
5. Diferential Diagnosis ?

D. Jawaban
1. Ada dua jenis keputihan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan
tidak normal (patologis).
- Keputihan normal (fisiologis)
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang - kadang berupa
mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang,
keputihan fisiologis ditemukan pada ;
 Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, disini
sebabnya ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus
dan vagina janin.
 Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh
estrogen keputihan disini hilang sendiri, akan tetapi dapat
menimbulkan keresahan pada orang tuanya.
 Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu
koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding
vagina.
 Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjarkelenjar
serviks uteri menjadi lebih encer.
 Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri jiga
bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan
neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.

- Keputihan tidak normal (patologis)


Penyebab paling penting dari keputihan patologi ialah infeksi. Disini
cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-
kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Keputihan
yang tidak normal ialah keputihan dengan ciri – ciri :
jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (misalnya
kuning, hijau, abu-abu, menyerupai susu/yoghurt) disertai adanya
keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb).
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa
gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Yang
sering menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur,
atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan
peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat
si penderita buang air kencing.
Patomekanisme ;
Pertama terganggunya keseimbangan bakteri di vagina setelah itu
bakteri patogen masuk dan bersimbiosis dengan bakteri fakultatif di
vagina dan kuman-kuman anaerob mengubah asam amino menjadi
amin sehingga menyebabkan pH meningkat, terjadi inflamasi dan
berbau. Di tempat inflamasi terjadi sel-sel leukosit teraktivasi dan
pelepasan sel-sel epitel sehingga menyebabkan volume mukus
meningkat dan keluarlah pus.

2. Cairan yang berbau tidak sedap yang keluar dari vagina disebut keputihan
abnormal. Miss V merupakan organ kewanitaan yang sangat sensitif. Pada
keadaan normal, flora normal (bakteri baik) yang terdapat di Miss V
jumlahnya cukup untuk melawan bakteri jahat yang akan menginfeksi.
Namun, pada kondisi tertentu flora normal ini akan berkurang jumlahnya
sehingga dapat menyebabkan infeksi.

3. Mikroorganisme penyebab keputihan ;


- Jamur (candidosis)
biasanya bukan karena ditularkan oleh hubungan seksual, meskipun
hal itu bisa saja terjadi. Seringnya, hal itu disebabkan karena
ketidakseimbangan flora di vagina. Normalnya, vagina terdiri atas
sedikit jamur dan bakteri perusak. Namun, jika keduanya tidak
seimbang, akan menyebabkan peradangan vagina (vaginistis).
Keputihan yang disebabkan oleh jamur ini terlihat agak tebal dan
kental atau bisa juga terlihat lebih tipis dan seperti susu putih yang
basi. Keputihan ini bisa jadi kehijauan, jika yang bersangkutan telah
menderita infeksi sekunder. Ini juga bisa menimbulkan gatal.
Kemaluan bisa berwarna kemerahan dan bengkak. Kulit mungkin juga
sensitif untuk disentuh dan wanita biasanya akan merasakan sakit saat
berhubungan seks.
- Bakteri (vaginosis)
gejala bakterial vaginosis biasanya dicirikan dengan adanya noda
(keputihan) hingga kekuningan dengan bau kurang sedap. Noda ini
hampir selalu ada dan lebih nyata saat setelah berhubungan seksual.
Wanita pun mungkin akan merasa gatal di sekitar kemaluan.
- Parasit (trikomoniasis)
keputihan karena parasit seperti; Trichomonas vaginalis bisa
menyerang wanita maupun pria. Trichomonas biasanya berpindah
melalui hubungan seksual, juga dapat berpindah, jika seseorang
bergantian menggunakan handuk, underwear, atau benda
basah/lembab lainnya. Biasanya keputihan terlihat seperti busa dan
berbau tidak sedap. Mungkin ada sedikit rasa gatal dan kemerahan di
sekitar vagina.

4. Faktor resiko keputihan ;


Berikut adalah faktor penyebab terjadinya keputihan yang tidak normal:
- Faktor Kebersihan
Kebersihan di daerah intim wanita perlu dijaga dengan baik agar tidak
terjangkit penyakit. Sebelum mengenakan pakaian dalam, pastikan
vagina anda kering agar tidak lembab.

- Faktor Hormon
Gangguan keseimbangan hormon dalam tubuh juga dapat
menyebabkan keputihan. Ketidakseimbangan hormon dalam darah
disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
o Perembesan hormon estrogen. Contohnya pada wanita hamil.
o Pengaruh obat-obatan seperti antibiotik dalam jangka panjang.
o Stress atau gangguan emosional.
o Pil KB

- Faktor Gaya Hidup


Gaya hidup seseorang wanita sangat mempengaruhi kesehatannya.
Contohnya wanita yang aktif dalam aktivitas seksual yang tidak sehat,
misalnya serung bergonta-ganti pasangan.

- Faktor Kesehatan
Wanita yang mengidap penyakit seperti diabetes, HIV lebih mudah
terserang keputihan yang tidak normal. Hal itu dikarenakan daya tahan
tubuhnya menurun.

5. Diferntial Diagnosis
- Kandidiasis Vulvovaginalis
- Tricomoniasis
- Vaginitis
- Bacterial Vaginosis
BAB II
PEMBAHASAN

Bacterial Vaginosis

Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan adanya
keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB merupakan sindrom
polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal, khususnya yang menghasilkan
hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai bakteri anaerob dan mikoplasma.
Bakteri yang sering ada pada VB adalah G. vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp
dan M. hominis.

Epidemiologi
Menentukan prevalensi VB sulit karena sepertiga sampai seperempat wanita yang
terinfeksi bersifat asimptomatik. VB merupakan infeksi vagina yang paling sering
pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual, penyakit ini dialami pada 15%
wanita yang mendatangi klinik ginekologi, 10- 25% wanita hamil dan 33-37% wanita
yang mendatangi klinik IMS. Prevalensi VB juga sangat bervariasi, dikarenakan
kriteria diagnostik yang berbeda serta perbedaan dalam sampel populasi klinik,
beberapa penelitian nasional telah dilakukan di Amerika serikat, prevalensi VB yang
dilaporkan oleh National Health and Nutrition Survey (NHAES) yang menegakkan
VB melalui kriteria Nuggent menemukan dari 12.000 pasien yang dikumpulkan,
prevalensi VB sebesar 29, 2% dan ditemukan prevalensi 3,13 kali lebih tinggi pada
Afro Amerika, Afrika dan Afro karibia dibandingkan dengan kulit putih. Penelitian
yang dilakukan Bhalla dan kawan- kawan (2007) menyatakan prevalensi VB pada
wanita di New Delhi India sebesar 17%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Ocviyanti dan kawan – kawan (2010) menyatakan prevalensi VB di Indonesia sebesar
30, 7%.

Etiologi
Vaginosis bakterial adalah infeksi sinergistik polimikrobik. Seperti yang dijelaskan
dalam Patofisiologi, populasi lactobacilli yang biasanya dominan berkurang di
vagina, sementara populasi Gardnerella vaginalis dan anaerob lainnya meningkat.
G vaginalis adalah satu-satunya anggota genusnya. Awalnya, itu dikenal sebagai
Haemophilus vaginalis dan kemudian sebagai Corynebacterium vaginale. Ini adalah
bakteri nonmotile, nonflagellated, nonsporeforming, fakultatif anaerobik, dan
nonencapsulated.
Meskipun G vaginalis muncul secara mikroskopis sebagai batang gram-variabel,
secara resmi dikategorikan sebagai batang gram negatif.
Faktor-faktor lain yang terkait dalam pengembangan BV termasuk douching, bak
mandi (terutama dengan mandi busa), penggunaan produk kebersihan intravaginal
over-the-counter, beberapa mitra seksual, frekuensi tinggi hubungan seksual,
penggunaan IUD dan kehadiran lainnya penyakit menular seksual.
Ekosistem vagina normal sangat komplek, laktobasilus merupakan
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur,
tetapi ada juga bakteri lain yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB muncul,
terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri, dimana dalam
keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi rendah. Oleh karena itu VB
dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran reproduksi wanita.
Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan dengan VB, yaitu :
G.vaginalis, bakteri anaerob, M. hominis dan mikroorganisme lainnya.
 G. vaginalis
G. vaginalis merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak
berkapsul dan nonmotile. Selama 30 tahun terakhir, berbagai literature
menyatakan G. vaginalis berkaitan dengan VB. Dengan media kultur yang
lebih sensitif G. vaginalis dapat diisolasi pada wanita tanpa tanda- tanda
infeksi vagina. G.vaginalis diisolasi sekitar >90 % pada wanita dengan VB.
Saat ini dipercaya G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
M.hominis menyebabkan VB. Gardner dan Duke juga mengisolasi organism
lain dan berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan penyebab satu –
satunya VB.
 Bakteri anaerob
Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina pada
tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis. Pada
tahun 1980, Spiegel menganalisis cairan vagina dari 53 wanita dengan VB
menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi untuk
mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora vagina.
Ditemukan bacteroides sp (sekarang disebut provotella dan prophyromonas)
sebesar 75% dan peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari
wanita dengan VB. Penemuan spesies anaerob berkaitan langsung dengan
penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina.
Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob berinteraksi dengan
G.vaginalis dalam menyebabkan VB. Mikroorganisme anaerob lain yang
dikatakan juga memiliki peranan dalam VB adalah Mobiluncus. Mobiluncus
selalu terdapat bersamaan dengan mikroorganisme lain yang berhubungan
dengan VB.
 Mycoplasma genital
Tylor – Robinson dan McCormack (1980) yang pertama kali berpendapat
bahwa M.hominis berperan pada VB, bersimbiosis dengan G.vaginalis
maupun organisme patogen lainnya. Pheifer dan dan kawan – kawan
mendukung hipotesis ini dengan penemuan M. hominis pada 63 % wanita
dengan VB dan 10 % pada wanita normal. Paavonen (1982) juga melaporkan
hubungan dari VB dengan M.hominis dan G.vaginalis pada cairan vagina.
 Mikroorganisme lainnya
Wanita dengan VB tidak mempunyai peningkatan streptokokus grup B,
stafilokokus koagulase negatif, tetapi mempunyai peningkatan yang bermakna
dari bakteri yang merupakan karier vagina yaitu kelompok spesies
streptococcus viridians, streptococcus asidominimus, dan stresptocccus
morbilorum. Suatu analisis multivariat menemukan hubungan antara VB
dengan empat kategori bakteri vagina yaitu ; Mobiluncus spesies, kuman
batang gram negatif anaerob, G.vaginalis dan M.hominis. Prevalensi masing –
masing mikroorganisme meningkat pada wanita dengan VB. Selain itu
organisme – organisme tersebut ditemukan pada konsentrasi 100 – 1000 lebih
besar pada wanita dengan VB dibandingkan pada wanita normal, sedangkan
konsentrasi laktobasilus menurun pada wanita pasien VB.

Patogenesis
Pada lingkungan mikrobiologi vagina, secara alami terdapat bakteri yang berperan
sebagai penjaga ekosistem vagina dan mencegah gangguan dari lingkungan luar yang
dapat mempengaruhi lingkungan vagina. Flora normal vagina ini didominasi oleh
laktobasilus yang menghasilkan hydrogen peroksidase, yaitu Lactobaciluss crispatus,
Lactobasilus acidofilus serta Lactobasilus rhamnosus. Laktobasilus penghasil
hidrogen dapat ditemukan sebesar 96% pada vagina normal dan hanya 6% pada
wanita dengan VB. Laktobasilus penghasil hidrogen ini juga memiliki kemampuan
untuk menghasilkan asam organik (asam laktat) sehingga menjaga ph vagina < 4,7
dengan menggunakan glikogen pada epitel vagina sebagai substrat, selain itu
laktobasilus juga menghasilkan bakteriosin, suatu protein yang dapat menghambat
spesies bakteri lainnya. Laktobasilus yang tidak menghasilkan hidogen ditemukan
sebesar 4% pada wanita normal dan sebesar 36% pada
wanita dengan VB. VB ditandai dengan hilangnyanya laktobasilus penghasil
hydrogen peroksidase dan pertumbuhan pesat spesies anaerob. Tidak diketahui secara
pasti mana peristiwa yang mendahului, apakah terdapat faktor yang dapat
menyebabkan kematian laktobasilus sehingga bakteri anaerob ini berkembang secara
pesat atau bakteri anaerob yang sangat banyak jumlahnya menyebabkan laktobasilus
menghilang. Pertanyaan dasar yang merupakan patogenesis VB ini masih belum
dapat terjawab sampai sekarang. Sejumlah perubahan biokimia juga telah dijelaskan,
epitel vagina normal dilapisi oleh lapisan musin tipis. Pada VB lapisan pelindung ini
digantikan oleh biofilm yang dihasilkan G.vaginalis. β defense dan konsentrasi
secretory leukosit protease inhibitor juga berkurang pada VB. Interleukin (IL) α, β
dan reseptor agonis meningkat, IL ( sitokin leukotaktik primer ) berkurang. Terjadi
peningkatan pada protein 70 kD heat shock, enzim lytic sialidase, matriks
metaloproteinase dan fosfolidase A2, nitrit oksida dan endotoksin juga ditemukan
pada vagina dengan VB. Kesemuanya ini dapat menghilangkan mekanisme proteksi
normal dan meningkatkan terjadinya proses inflamasi.

Gambaran Klinik
Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan sebagai fishy odor
yang disebabkan oleh produksi amin (trimetalamin, putresin dan kadaverin ) oleh
bakteri anaerob. Volatilasi amin ini meningkat dengan peningkatan pH , sehingga
pasien sering merasa keluhan ini makin memburuk jika terjadi peningkatan alkanin,
misalnya setelah berhubungan seksual ( karena adanya cairan sperma) atau selama
menstruasi. Hampir semua wanita dengan VB memiliki ph vagina >4,5 jika diukur
menggunakan kertas indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam
pemeriksaan klinis tetapi tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina sering
tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini ditemukan sekitar
73 – 92% pada pasien VB. Pemeriksaan mikroskopis cairan vagina ( dengan
pembesaran 400 x) memperlihatkan Clue cells pada 81% pasien VB dibandingkan
bukan pasien VB sebesar 6%. Clue cells merupakan sel epitel yang ditempeli oleh
bakteri sehingga tepinya tidak rata. Pada pasien VB tidak tampak inflamasi vulva atau
vagina.

Faktor Risiko
Pasien dengan kehidupan seksual aktif yang tidak menerima antibiotik selama
minimal 15 hari sebelum studi dan yang tidak menstruasi pada saat mengambil swab,
diantaranya memiliki diagnosis cervico-vaginitis dan tidak memiliki gejala apapun.
Kriteria Amsel digunakan untuk membuat diagnosis vaginosis bakteri. Didapatkan
32,9% prevalensi infeksi BV dari populasi. Ada hubungan yang signifikan secara
statistik dengan faktor-faktor seperti usia, mulai dari kehidupan seksual yang aktif,
jumlah hubungan seksual per minggu, jumlah pasangan seksual, dan kehamilan.
Prevalensi infeksi BV pada penelitian ini adalah 30,7% sesuai dengan skor Nugent.
Usia > 40 tahun dan pasangan yang tidak disirkumsisi merupakan faktor determinan
yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian BV. Wanita seksual aktif
merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang belum pernah berhubungan seks sebelumnya. Data lain menunjukan pada
wanita heterokseksual faktor predisposisi infeksi BV meliputi frekuensi hubungan
seksual yang tinggi, jumlah pasangan seks pria yang banyak, serta penggunaan UID,
kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi.

Diagnosis
Diagnosis VB ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh pemeriksaan
laboratorium.
 Kriteria Amsel
Amsel dan kawan –kawan menganjurkan dasar diagnosis VB berdasarkan
adanya paling tidak tiga tanda – tanda berikut : sekret vagina berwarna putih
yang homogen, pH cairan vagina > 4,5. adanya fishy odor dari cairan vagina
yang ditetesi KOH 10% ( whiff test ), serta pada pemeriksaan mikroskop
ditemukan Clue cells Sekret vagina Sekret vagina pada VB berwarna putih ,
melekat pada dinding vagina, jumlahnya meningkat sedikit sampai sedang
dibandingkan wanita normal.
 pH cairan vagina
pH normal vagina berkisar antara 3,8- 4,1, sedangkan pH pada pasien VB
biasanya 4,7 – 5,5. Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator pH
rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai dengan 6,0. Pengambilan
spesimen untuk pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bagian
lateral atau posterior fornik vagina dan langsung diperiksa/ditempatkan pada
kertas pH. pH vagina mempunyai sensitifitas yang paling tinggi pada VB
tetapi mempunyai spesifisitas yang paling rendah.
 Malodor vagina ( whiff test )
Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling sering terjadi pada wanita
dengan VB, untuk dapat membantu membantu deteksi malodor bagi klinisi
dapat dilakukan tes Whiff, hasilnya positif jika tercium aroma yang khas
berupa fishy odor setelah ditetesi KOH 10%.
 Pemeriksaan Clue Cells
Clue cells merupakan sel epitel skuamous vagina yang tertutup banyak bakteri
sehingga memberikan gambaran tepi yang tidak rata. Tepi yang tidak rata ini
akibat melekatnya bakteri termasuk Gardnerella dan Mobiluncus. Clue Cells
merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis VB.
 Kultur
Kultur G. vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan
untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora vagina sehingga
didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam konsentrasi
rendah.
 Pewarnaan gram
Dengan tujuan untuk mendiagnosis VB secara objektif , Spiegel dan kawan –
kawan memperkenalkan pewarnaan gram untuk diagnosis VB. Sistem skoring
pewarnaan gram dipakai untuk metode standar untuk diagnosis VB
berdasarkan tiga morfotipe , yaitu kuman batang gram positif besar
(laktobasilus), kuman batang gram negative kecil atau bervariasi
(Gardnerella) dan kuman batang anaerob (Mobiluncus). Selanjutnya, Nugent
dan kawan – kawan memformulasikan sistem skoring untuk pewarnaan gram,
yang mana jika terdapat banyak laktobasilus nilai skor akan kecil, sedangkan
jika terdapat banyak morfotipe Gardnerella dan bakteroides nilai skor akan
tinggi, dan akan ditambahkan satu atau dua poin jika terdapat Mobiluncus.
Skor 0-3 dianggap normal, skor 4- 6 dianggap intermediat dan skor 7 – 10
didiagnosis dengan VB.

Diagnosis banding
VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis. Pada
trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan vagina VB,
namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan preparat basah
ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis. Pada kandidiasis,
pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk mendeteksi
hifa dan spora kandida. Keluhan yang sering terjadi pada kandidiasis adalah gatal dan
iritasi pada vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.
Penatalaksanaan
Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala VB. Tujuan
pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda dan gejala
infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit , yaitu Chlamidia
trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya. Berdasarkan
Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 regimen pengobatan
yang direkomendasikan untuk VB pada wanita tidak hamil ialah metronidazol 500mg
yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 0,75% intravagina
yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim 2% intravagina
yang diberikan pada malam hari selama 7 hari. Atau regimen alternatif , yaitu
tinidazol 2 gram, yang diberikan satu kali sehari selama dua hari, atau tinidazol gram
yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau klindamisin 300 mg, yang diberikan
dua kali sehari selama lima hari atau klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada
malam hari selama tiga hari. sedangkan pada wanita hamil , berdasarkan CDC tahun
2010 pengobatan yang direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan
dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali
sehari selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama
7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian metronidazol
pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan mutagenik pada bayi.
Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien, efek samping yang mungkin terjadi ,
serta interaksi obat. Pasien harus diberitahukan untuk tidak berhubungan seksual atau
selalu memakai kondom dengan tepat selama masa pengobatan.

Wanita yg tdk hamil:


1. Regimen terapi
Metronidazole 500 mg 2 x/hr slm 7 hr
Klindamisin krim 2% intravaginal dengan aplikator yang isinya penuh (5 gr)
dipakai saat akan tidur selama 7 hari atau 2 x/hr selama 5 hari Atau
Metronidazole gel 0,75% intravaginal dengan aplikator yang isinya penuh (5
gr), 2 x/hr selama 5 hari.
2. Regimen alternatif
Metronidazole oral 2 gr dosis tunggal.
Klindamisin oral 300 mg 2 x/hr selama 7 hari
Augmentin oral (500 mg amoksisilin + 125 mg asam clavulanat) 3 x/hr
selama 7 hari
Sefaleksin 500 mg 4 x/hr selama 7 hari
Rejimen yg direkomendasikan pada wanita hamil resiko tinggi:
– Metronidazole 250 mgI oral, 3 x/hr selama 7 hari
Rejimen-rejimen alternatif
– Metronidazole 2 gr/oral, dosis tunggal Atau
– Klindamisin 300 mg/oral, 2 x/hr selama 7 hari
Rejimen yang dianiurkan untuk wanita hamil resiko rendah
– Metronidazole 250 mg/oral, 3 x/hr selama 7 hari
Reiimen alternatif
– Metronidazole, dosis tunggal.
– Kiindamisin 300 mg/oral, 2 x/hr selama 7 hari Atau
– Metronidazole gel 0,75%, 1 aplikator penuh (5 gr) intravaginal, 2 x/hr
selama 5 hari.

Komplikasi
VB paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan ginekologi yaitu
dalam kaitan kesehatan reproduksi. VB merupakan faktor resiko gangguan pada
kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Selain itu VB
juga merupakan faktor resiko mempermudah mendapat penyakit IMS lain, yaitu
gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes genital dan HIV. VB meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina
yang meningkat, menyebabkan berkurangnya jumlah Lactobacillus penghasil
hydrogen peroksidase dan produksi enzim oleh flora VB yang menghambat imunitas
terhadap HIV. Selain itu VB dikatakan juga dapat menyebabkan infertilitas tuba,
dimana dua penelitian yang dilakukan di Glasgow dan Bristol menemukan rerata
infertilitas tuba lebih tinggi pada pasien VB dibandingkan yang tidak menderita VB.
VB disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genitalis
bagian atas. Konsentrasi tinggi mikrorganisme pada suatu tempat cenderung
meningkatkan frekuensi infeksi ditempat yang berdekatan.

Prognosis
Kasus vaginosis bakteri yang tidak terkomplikasi (BV) biasanya sembuh setelah
pengobatan antibiotik standar.
BAB III
KESIMPULAN

Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan adanya
keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. Bakteri yang sering ada
pada VB adalah G. vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp dan M. hominis.

Untuk hasil dari diagnosis sementara kami masih memerlukan pemeriksaan lanjutan,
seperti pemeriksaan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

- Bahan kuliah blok urogenitalia dr. Seniwaty, Sp. KK


- Jurnal Universitas Sumatera
- Medscape; Philliipe H Gired. Bacterial vaginosis. 2017.
- Jurnal keputihan/digilib unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai