Anda di halaman 1dari 60

MANAJEMEN PENDIDIKAN

(Buku Ajar)

Dosen Pengampu :

1. Dr. Irawan Suntoro, M.S.

2. Drs. Zulkarnain, M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Sendi Karwanto (1913034002)
2. Diah Riyanti (1913034008)
3. Indah Juita (1913034026)
4. Mentari Mellina Citra (1913034028)
5. Evan Gunawan (1913034052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga buku ini dapat selesai pada
waktunya, yaitu dengan judul ”Manajemen Pendidikan”.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
sudah berusaha keras memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun
materil serta do’a dalam penyusunan buku ini.

Kami berharap semoga buku ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa buku ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya buku selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, 22 November 2020


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen pendidikan menurut Purwanto (1970: 9) adalah semua
kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha-usaha besar, seperti mengenai
perumusan policy, pengarahan usaha-usaha besar, koordinasi, konsultasi,
korespondensi, kontrol perlengkapan, dan seterusnya sampai kepada usaha-usaha
kecil dan sederhana, seperti menjaga sekolah dan sebagainya. Menurut Usman
(2004: 8) manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya
pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Nawawi (1983: 11) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan adalah
ilmu terapan dalam bidang pendidikan yang merupakan rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang
diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama lembaga pendidikan formal.
Dari pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa Manajemen
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses
pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam
organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
sebelumnya, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan menggunakan
fungsi-fungsi manajemen agar tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam pendidikan diperlukan pemimpin untuk mengarahkan agar pendidikan
berjalan dengan baik dan lancar.
Pendidikan layaknya dijalani seperti organisasi dimana pemimpin menjadi
komandan dalam mengarahkan bagaimana layaknya pendidikan dijalankan.
Manajemen pendidikan juga terdapat komunikasi serta tantangan yang harus
dihadapi. Oleh karenanya manajemen pendidikan sangat berperan penting
terhadap majunya pendidikan di dalam sebuah negara.

1.2 Tujuan Pembelajaran


BAB II
MATERI

2.1 Kepemimpinan Manajemen Pendidikan


A. Pengertian Kepemimpinan Manajemen

Kepemimpinan (leadership) merupakan hal yang sangat penting di dalam


sebuah lembaga pendidikan. Kepemimpinan di dalam lembaga pendidikan
berkaitan dengan bagaimana kepala sekolah mampu untuk mendorong kinerja
para guru serta menunjukkan sifat yang bersahabat, dekat, perhatian, serta penuh
pertimbangan terhadap para guru baik secara kelompok maupun secara individual.
Kepemimpianan juga dikatakan sebagai sebagai salah satu fungsi manajemen
yang sangat penting untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi ataupun
lembaga secara efektif dan efisien (dalam Muhibbuddin Abdulmuid, 2013: 114).
Makna kepemimpinan sekarang ini masih menjadi bahan pembahasan
yang melibatkan pakar ilmu-ilmu sosial dunia. Rauch dan Behling (dalam
Sudarwan Danim dan Suparno, 2009:2) menyampaikan batasan bahwa yang
dinamakan kepemimpinan ialah suatu proses yang memperngaruhi aktivitas
kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu Muhaimin,
dkk (201 0:29) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah adanya suatu proses
untuk memberikan pengaruh secara sosial kepada orang lain, sehingga orang lain
tersebut menjalankan suatu proses sebagaimana diinginkan oleh pemimpin.
Syaiful Sagala (2009: 1 45) mendefinisikan kepemimpinan merupakan
suatu proses atau sejumlah aksi di mana satu orang atau lebih menggunakan
pengaruh, wewenang atau kekuasaan terhadap orang lain dalam menggerakkan
sistem sosial guna mencapai tujuan sistem sosial. Taty Rosmiati dan Dedy
Achmad Kurniady (dalam Dosen UPI, 2011 :125) menjelaskan dengan cukup
panjang, bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa seseorang atau kelompok
agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat
membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang berarti bimbing atau
tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata keraja memimpin yang artinya
membimbing atau menentun dan benda. “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi
memimpin atau membimbing atau menuntun. Ada beberapa pendapat para ahli
mengenai kepemimpinan yaitu sebagai berikut.
1. Menurut Siagian (1986) kepemimpinan merupakan motor penggerak dari
semua sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia bagi suatu organisasi.
2. Menurut Terry (1986) kepemimpinan merupakan hubungan antara
seseorang pemimpin dalam memengaruhi orang lain untuk bekerjasama
secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Menurut Suprayogo (2010) kepemimpinan adalah suatu proses yang
dilakukan untuk memengaruhi seorang atau sekelompok orang untuk
bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari suatu
organisasi.
4. Andang (2014: 39) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses
yang dilakukan untuk memengaruhi seseorang atau sekelompok orang
untuk bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari
suatu organisasi. Kepemimpinan yang bermakana proses, dipusatkan pada
mengarahkan dan memengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya
dengan pekerjaan para anggota dalam organisasi.

Jadi, kepemimpin adalah kemampuan atau usaha seseorang untuk bisa


menggerakkan seseorang atau tim maupun kelompok agar mau bekerja sama
melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya dan mampu mendorong
orang atau karyawan untuk berbuat hal yang positif dan meminimalisir perilaku
negatif serta mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi atau sumber
daya yang ada di dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien (dalam Muhibbuddin Abdulmuid, 2013: 114).
Priansa (2014: 186) Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah
kepemimpinan yang mampu memberdayakan seluruh potensi yang ada di sekolah
dengan optimal, sehingga guru, staf, dan pegawai lainnya ikut terlibat dalam
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sekolah. Dari definisi di atas
dapat diketahui bahwa unsur-unsur di dalam kepemimpinan itu adalah 1)
pemimpin; 2) yang dipimpin; 3) adanya proses mempengaruhi; 4) adanya tujuan
yang ingin dicapai. Menurut Said (2010: 329), unsur-unsur di dalam
kepemimpinan adalah sebagai berikut.

1. Proses memberi arahan


Seorang pemimpin harus membangun hubungan manusiawi antara dirinya
dan anggota bawahnnya. Dengan adanya interaksi antara atasan dan
bawahan secara efektif maka arahan-arahan yang diberikan akan berjalan
secara efektif pula.
2. Memberi motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang
untuk bekerja. Hal yang perlu dilakukan oleh seorang pemimpin adalah
memberi kesadaran diri pada anggota atau karyawan bahwa kerja
merupakan suatu kebutuhan. Yang perlu dimotivasi dari seorang anggota
oleh seorang pemimpin adalah meningkatkan unsur etos dan kualitas kerja,
memotivasi unsur pengetahuan dan keterampilan anggota, memberi
motivasi karyawan dalam hal beribadah, serta memotivasi untuk selalu
berbuat jujur. Dengan adanya pemberian motivasi secara terus menerus
pada karyawan maka akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging) pada diri anggota/karyawan.
3. Mampu untuk menciptakan rasa percaya diri
Pengembangan atau penguatan rasa percaya diri adalah dasar untuk
meningkatkan kemampuan kepemimpinan. Membangkitkan rasa percaya
diri sangat penting dikarenakan rasa percaya diri ikut menumbuhkan
keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri di dalam menjalankan tugas.
Dalam upaya membangun rasa percaya diri, seorang pemimpin harus
meningkatkan rasa profesionalisme untuk mengendalikan organisasi/
lembaga, utamanya dihadapan anggota/ karyawannya.
4. Mempengaruhi dan menggerakkan
Pemimpin dilingkungan kerja atau organisasi non profit harus mampu
mempengaruhi anggota tim untuk melaksanakan sesuatu yang positif yang
dapat membantu organisasi. Disamping harus mampu mempengaruhi,
pemimpin juga harus mampu menggerakkan anggota tim untuk melakukan
suatu perubahan positif di dalam organisasi, sebab pemimpin yang efektif
akan mengilhami, mempengaruhi, dan memotivasi orang lain serta
menjadi ujung tombak di dalam menggerakkan perubahan yang
bermanfaat.

Seseorang bisa dikatakan menjadi pemimpin jika ia memiliki pengikut


atau anggota. Menurut Said (2010: 191) ada beberapa hal yang harus diperhatikan
untuk mendapatkan pengikut antara lain sebagai berikut.

1. Agar tetap hidup, setiap orang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan
atau melepaskan ketegangannya;
2. Sejumlah sarana diperlukan untuk memenuhi kebutuhan (perkakas,
makanan, uang, kekuatan fisik, pengetahuan, dan sebagianya);
3. Kebanyakan kebutuhan individu terpenuhi dalam hubungan dengan
sesama atau kelompok, maka orang lain dan kelompok menjadi sarana
tempat kita bergantung terutama untuk pemenuhan kebutuhan;
4. Orang secara aktif mencari suatu hubungan bila melihat bahwa ada orang
lain disitu yang mempunyai sarana untuk memenuhi kebutuhan mereka;
5. Orang kemudian bergabung dalam kelompok, karena berharap bahwa
sebagai anggota mereka mempunyai sarana untuk memenuhi kebutuhan.
Sebaliknya orang akan meninggalkan suatu kelompok bila kelompok itu
tidak lagi dapat memuaskan kebutuhan mereka; dan
6. Anggota kelompok menerima pengaruh dan pengarahan seorang
pemimpin hanya bila mereka memandangnya serbagai seorang yang dapat
menyediakan sarana guna pemenuhan kebutuhan mereka.
B. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepemimpinan

Menurut Asmendri (2012: 207) perilaku seorang pemimpin dalam


melaksanakan tugas dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan yaitu
sebagai berikut.
1. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pemimpin
itu sendiri misalnya:
a. Pengertiannya tentang kepemimpinan.
Orang yang memandang sebagai status dan hak tidak akan sama
perilakunya dengan orang yang memandang kepemimpinan sebagai
pelayanan bagi kesejahteraan orang-orangnya.
b. Nilai atau hal yang dikejar dalam kepemimpinan.
Seorang pemimpin yang menganggap prestasi kelompok merupakan
hal yang harus dikejar akan berbeda dari pemimpin yang lebih
menghargai kekurangan orang-orangnya.
c. Cara orang menduduki pangkat kepemimpinanya.
Orang yang memimpin karena diangkat bukan karena kecakapan akan
berbeda dari orang yang menjadi pemimpin karena kecakapan sudah
terbukti.
d. Pengalaman dalam kepemimpinan.
Seorang pemimpin yang sudah biasa memiliki gaya orientasi kerja
tinggi dan orientasi bawahan rendah, cendrung menggunakan gaya
tanpa memperhitungkan lingkungan orang-orang yang dipimpin atau
situasi kepemimpinan yang ada.
e. Pandangan sesorang tentang manusia.
Menurut MC Gregor memandang manusia dari dua sudut yaitu X yang
mengatakan bahwa manusia pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan
dan sedapat mungkin menghindarinya. Kedua sudut Y, mengatakan
manusia bekerja itu merupakan hal yang alamiah seperti halnya
bermain dan istirahat.
2. Faktor yang berasal dari kelompok yang dipimpin, keadaan kelompok
seperti: kematangan, kekompakan, latar belakang pendidikan, pengalaman,
latar belakang sosial budaya;
3. Faktor lembaga yang dipimpin, seperti: jenis dan tujuan sekolah,
kurikulum;
4. Faktor-faktor legal.
Seorang pemimpin pendidikan akan berhadapan dengan peraturan-
peraturan formal dari instansi struktur diatasnya dan akan mempengaruhi
perilakunya. Misalnya PP, UU, dan kebijakan lainnya;
5. Faktor lingkungan sosial.
Merupakan keadaan masyarkat sekitarnya misalnya, ekonomi, pandangan
masyarakat, pendiidkan masyarkat; dan
6. Faktor perubahan dan pembaharuan dalam teori dan bidang pembaharuan
atau bidang pendidikan seperti perubahan kurikulum, kemajuan IPTEK.

C. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha menerangkan faktor-faktor


yang memungkinkan munculnya kepemimpinan atau sifat atau bakat alam yang
dimiliki pemimpin. Teori-teori tersebut menurut Said (2010: 365) adalah sebagai
berikut.
1. Teori Orang Terkemuka (Great Man Theory)
Kelompok teori ini disusun berdasarkan cara induktif dengan mempelajari
sifat-sifat yang menonjol dari pemimpin atas keberhasilan tugas yang
dijalankan, terutama kemampuan dalam memimpin. Dalam teori ini
disebutkan bahwa kepemimpinan orang-orang besar didasarkan atas sifat
yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan sesuatu yang diwariskan.
2. Teori Lingkungan (Environmental Theory)
Dalam teori ini dikatakan bahwa munculnya pemimpin itu merupakan
hasil dari sebuah proses waktu, tempat dan situasi atau kondisi. Teori ini
disebut teori teori sosial yang berkesimpulan bahwas “leads are made not
born” (pemimpin ini dibentuk bukan dilahirkan). Seseorang akan muncul
sebagai pemimpin apabila ia berada pada lingkungan sosial tertentu, yaitu
suatu suatu kehidupan berkelompok, dan memanfaatkan situasi dan
kondisi sosial untuk bertindak dan berkarya mengatasi masalah-masalah
sosial yang timbul.
3. Teori Pribadi dan Situasi (Personal Situation Theory)
Teori ini merupakan kombinasi dari kedua teori diatas. Teori ini pada
dasarnya mengakui bahwa kepemimpinan merupakan gabungan dari tiga
faktor 1) perangai atau sifat pribadi pemimpin; 2) sifat dari kelompok dan
anggota; dan 3) kejadian atau masalahmasalah yang dihadapi kelompok.
Seseorang akan berhasil dalam kepemimpinan apabila ia memiliki bakat
memimpin sejak lahir, kemudian dikembangkan melalui pendidikan,
pelatihan dan pengembangan.
4. Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectation Theory)
Teori ini mempunyai 3 variabel yaitu 1) aktivitas; 2) interaksi; dan 3)
sentimen (harapan). Berdasarkan ketiga variabel tersebut maka struktur
dalam interaksi akan menentukan arah daripada aktivitas, sehingga
pemimpin harus dapat menciptakan suatu struktur interaksi yang dapat
menstimulus terciptanya suatu suasana yang relevan dengan harapan-
harapan masyarakat. Teori ini lebih menitikberatkan pada dinamika
interaksi anatar pemimpin dan rakyat dan melalui interaksi ini dapat
dijaring harapan-harapan dan keinginan dari masyarakat.
5. Teori Humanistik
Teori ini melihat manusia adalah motivated organism yang memiliki
struktur dan system control tertentu. Di antara tokohnya adalah Likert, ia
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses yang saling
berhubungan di mana seorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-
harapan dan nilai-nilai dan keterampilan individual dari mereka yang
terlibat dalam interaksi. Dalam teori ini pemimpin harus melihat bahwa
dirinya dan individual lain dalam organisasi adalah manusia yang
memiliki potensi dan keterampilan, maka seorang pemimpin akan dianut
jika ia mampu mengelola potensi sumber daya manusia dalam organisasi
dengan baik guna mencapai tujuan organisasi.
D. Syarat dan Prinsip Kepemimpinan Pendidikan

Menurut Mutohar (2013: 263), kepemimpian pendidikan yang efektif


adalah kepemimpian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk diajak
bekerjasama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Asmendri (2012: 212)
mengungkapkan syarat dan proses seorang pemimpin pendidikan adalah sebagai
berikut.
1. Seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang terpuji antara lain:
periang, ramah, bersemangat, pemberani, murah hati, spontan, percaya
diri, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi;
2. Paham dan menguasai tujuan yang hendak dicapai dan mampu
mengkomunikasikan kepada bawahan dan stakeholder;
3. Memiliki wawasan yang luas dibidang tugasnya dan bidang-bidang lain
yang relevan; dan
4. Berpegang pada prinsip-prinsip umum kependidikan yang meliputi:
konstruktif, kooperatif, kreatif, partisipatif, pendelegasian yang baik/
proporsional, memahami dan menerapkan prinsip kepemimpinan pancasila
yang dikembangkan Kihajar Dewantara.

Selain adanya syarat bagi seorang pemimpin yang baik, ada beberapa
aspek personalitas yang penting dimiliki seorang pemimpin dalam kepemimpinan
pendidikan yaitu:

1. Memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang


dipimpinnya dalam bidang pendidikan;
2. Memiliki keinginan yang terus-menerus untuk belajar menyesuaikan
kemampuan dengan perkembangan dan tujuan organisasi yang
dipimpinnya; dan
3. Kemampuan personalitas kepemimpinan pendidikan.

E. Fungsi Kepemimpinan

Secara operasional, fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima


fungsi pokok yaitu (Kurniadin dan Machali, 2012: 309-311),
1. Fungsi instruksi, fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin
sebagi komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana,
bilamana dan di mana perintah itu dekerjakan agar keputusan dapat
dilakukan secara efektif;
2. Fungsi konsultasi, fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Konsultasi itu
dimaksudkan untuk memeperoleh masukan berupa umpan balik
(feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-
keputusan yang ditetapkan dan dilaksanakan;
3. Fungsi partisipasi, dalam fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama
dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain;
4. Fungsi delegasi, fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan
wewenang membuat/ menetapkan keputusan baik melalui persetujuan
maupun tidak dari atasan; dan
5. Fungsi pengendalian, fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang
efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam
koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal. Fungsi ini dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengarahan.

F. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif

Kepala sekolah merupakan motor pengggerak, penentu arah kebijakan


sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan
pada umumnya direalisasikan. Menurut Blake dan Mouton (1964) dalam
memimpin sebuah organisasi diperlukan beberapa elemen ynag dapat
mengantarkan sebuah kepemimpinan yang efektif yaitu:
1. Initiative, pemimpin harus tanggap dengan keadaan dan kondisi organisasi
yang dipimpinnya serta memiliki daya inisiatif yang tinggi sehingga ia
mengetahui kapan ia harus memutuskan untuk melakukan suatu kebijakan
atau kapan ia harus meninggalkannya berkenaan dengan kesinambungan
oganisasi kedepannya;
2. Inquiry, dalam memimpin maka seorang pemimpin harus memiliki
informasi yang komprehensif tentang hal yang menjadi tanggung
jawabnya. Sehingga ia memiliki pengetahuan tentang berbagai masalah
yang terjadi dalam organisasi dan prosedur pemecahannya. Untuk
menggali informasi yang komprehensif dibutuhkan kekuatan meneliti dan
menganalisa data yang diperoleh agar tidak salah dalam membuat sebuah
kebijakan berkaitan dengan tanggungjawabnya;
3. Advocacy, dukungan sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan. Banyak
kasus menunjukkan bahwa seorang pemimpin kadang merasa kurang
percaya diri dengan perbuatan dan kebijakan yang ia putuskan karena
dirinya tidak memiliki dukungan yang maksimal dalam kelompok. Bahkan
diera demokrasi saat ini dukungan memiliki peran yang sangat
menentukan terhadap jalannya sebuah kepemimpinan;
4. Conflict solving, pemimpin selain memiliki inisiatif dan kreatif juga
dituntut harus memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dalam
organisasi, baik masalah tersebut bersifat internal maupun eksternal. Sebab
jika tidak maka masalah atau konflik yang terjadi dapat mempengaruhi
proses kepemimpinan yang berlangsung. Ditambah lagi dengan fungsi
pemimpin sebagai penentu kebijakan maka ia dituntut untuk kuat dalam
menganalisa segala persoalan organisasi dan mencarikan solusi terbaik
dari semua permasalahan tersebut;
5. Decision making, seorang pemimpin dalam menjalankan roda
kepemimpinannya dituntut harus memiliki kemampuan dalam
memutuskan sesuatu yang terbaik bagi jalannya organisasi dan
kepemimpinan yang menjadi tanggungjawabnya. Keputusan yang baik
adalah keputusan yang tidak mengecewakan dan menjadikan orang lain
frustasi; dan
6. Critique. Jiwa kritis ini menuntut kejelian pemimpin dalam mempin
sebuah organisasi. Ia dituntut untuk jeli dan teliti dalam menjalankan
organisasi serta dalam mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan
organisasi dan menentukan mana yang harus dipertahankan dan
dikembangkan dari organisasi di masa mendatang dan mana yang harus
ditinggalkan dan diganti dengan kebijakan yang lebih baik.

Sedangkan, Menurut Martin (1998) ada 7 indikator kepemimpinan kepala


sekolah efektif yaitu:

1. Memiliki visi yang sangat kuat tentang masa depan sekolahnya dan
mampu mendorong semua warga sekolah untuk mewujudkan tujuan
sekolah.
2. Memiliki harapan tinggi terhadap prestasi pesarta didik dan kinerja seluruh
warga sekolah.
3. Senantiasa memprogramkan dan menyempatkan diri untuk mengadakan
pengamatan terhadap berbagai aktifitas guru dan pembelajaran dikelas
serta memberikan umpan balik (feedback) yang positif dan konstruktif
dalam rangka memecahkan masalah dan memperbaiki pembelajaran.
4. Mendorong pemanfaatan waktu secara efisiensi dan merancang prosedur
untuk meminimalisasi stress dan konflik negative.
5. Mendayagunakan berbagai sumber belajar dan melibatkan seluruh warga
sekolah secara kreatif, produktif, dan akuntabel.
6. Memantau kemajuan peserta didik baik secara individual, maupun
kelompok serta memanfaatkan informasi untuk mengarahkan perencanaan
pembelajaran.
7. Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkesinambungan.

G. Kunci Sukses Kepemimpinan

Menurut Mulyasa (2013) ada 10 kunci sukses kepemimpinan kepala


sekolah yaitu mencakup 1) visi dan misi yang utuh; 2) tanggung jawab; 3)
keteladanan; 4) memberdayakan staf; 5) mendengarkan orang lain; 6)
memberikan layanan prima; 7) mengembangkan orang; 8) memberdayakan
sekolah; 9) fokus pada peserta didik; dan 10) manajemen yang mengutamakan
praktik.
Menurut Rivai (2007) ada langkah-langkah strategis pimpinan dalam
mendorong karyawan yaitu:
1. Perlihatkan yang positif dan jangan menyatakan bodoh pada bawahan atau
mengatakan kritik pedas;
2. Menyediakan waktu khusus unuk bawahan;
3. Mengetahui minat dan bakat;
4. Selalu sopan dan bertindak diplomasi;
5. Perkuatlah rasa percaya diri pada orang lain;
6. Membantu pekerjaan jika dibutuhkan; dan
7. Memberikan bantuan-bantuan pribadi.

Hal yang harus dikenali dalam memimpin yaitu 1) kenali diri sendiri; 2)
kenali situasi yang dihadapi; 3) pilih gaya yang cocok dan situasi yang tepat; 4)
penuhi kebutuhan tugas; 5) penuhi kebutuhan kelompok; dan 6) penuhi kebutuhan
individu.
Tabel 1. Karakteristik Pemimpin yang Sukses

No Sifat/ karakteristik Deskripsi


pemimpin
1. Semangat kerja Punya keinginan sukses, energi yang
tinggi, punya inisiatif
2. Kejujuran dan Jujur, dapat dipercaya, dan terbuka
integrasi pribadi
3. Kepemimpinan dan Memiliki semangat untuk berusaha
motivasi mempengaruhi staf untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan
4. Kepercayaan diri Memiliki kepercayaan akan kemampuan
sendiri
5. Kemampuan kognitif Memiliki inteligensi yang tinggi:
kemampuan mengintegrasikan dan
menerjaemahkan sejumlah informasi
6. Pengetahuan bidang Memiliki pengetahuan dunia industri,
bisnis khususnya hal-hal teknis yang relevan
7. Kreativitas Memiliki sifat originalitas dalam
bertindak
8. Fleksibilitas Kemampuan beradaptasi dengan
kebutuhan bawahan dan situasi yang
dihadapi
H. Gaya Kepemimpinan

Max Weber (dalam Syaiful Sagala, 2009:1 50) menjelaskan bahwa adanya
tipe-tipe kepemimpinan yang didasarkan pada tradisi turun temurun, kharisma
atau wibawa yang disebabkan karakteristik istimewa dan aturan yang rasional,
atau campuran ketiga faktor tersebut. Keempat landasan lahirnya tipe
kepemimpinan itu menimbulkan adanya berbagai gaya kepemimpinan. Pemimpin
ada yang lahir karena memiliki hubungan darah atau familiar dengan pemimpin
yang lebih dahulu memimpin pada suatu suku atau lembaga. Ada yang memiliki
kharisma istimewa dan terlihat tanpa cela, sehingga kekaguman banyak orang
mengangkatnya menjadi pemimpin. Atau memang terikat oleh auatu aturan yang
rasional, sehingga muncul pemimpin yang lahir dari sebuah pemberlakuan sebuah
undang-undang.
A.T.Soegito (201 0:45-47) menguraikan beberapa gaya kepemimpinan
yang dikutip dari Studi Kepemimpinan Universitas Ohio, yaitu
a. Otoriter, Diktator, Authoritorian, autocratic
b. Demokratis
c. Kebebasan, free-rein, Laiseez-faire

Pemimpin otoriter memiliki indikasi; instruksi secara pasti, menuntut


kerelaan “bawahan” harus melaksanakan, menekankan pelaksanaan tugas,
melakukan pengawasan tertutup, ijin sangat sedikit, tiada bawahan mempengaruhi
keputusan, bawahan tidak memberi saran, memaksa, mengancam dan menguasai
untuk melaksanakan disiplin serta menjamin pelaksanaannya. Pemimpin
demokratis indikasinya; komunikasi antara atasan dan bawahan, saling
berpendapat, partisipasi bawahan dalam mengambil keputusan, penghargaan hak-
hak seseorang. Pemimpin liberal indikasinya; kedaulatan diserahkan kepada
bawahan, pengaruh atasan kecil terhadap bawahan, bawahan menentukan tujuan,
bawahan memiliki kebebasan untuk memutuskan bagaimana mencapai tujuan-
tujuannya.

Dalam kepemimpinan otoriter, seluruh sumber daya manusia diasumsikan


merupakan propertis atau hak milik pemimpin. Keputusan penuh di tangan
pemimpin, tanpa ada kegiatan yang mengarah pada kedayaan bawahan untuk
melampaui derajat kepemimpinan “pemimpin”nya. Pemimpin adalah pemiliki
asset, pemilik “pekerja”, pemilik tujuan dan apabila terjadi kehancuran
organisasinya, biasanya ditumpahkan kepada bawahannya. Pemimpin semacam
ini bisa membahayakan kehidupan bawahan dan mungkin juga keluarganya.
Dalam kekempimpinan demokratis, peluang bawahan untuk tidak menjadi batu
injakan pemimpinnya sangat besar.
Hak-hak bawahan sangat berharga, tanpa kehilangan otoritas sang
pemimpin. Kekuasaan dan kekuatan dibagi sesuai dengan kapasitasnya masing-
masing, sedangkan penanggungjawab tetap ada pada pemimpinnya. Pemimpin
penganut kebebasan lebih melepaskan gerakan dan tujuan kepada bawahannya,
sehingga justru dalam gaya ini, pemimpinan bukanlah pemimpina nyata, tetapi
lebih sebagai partenr atau mitra kerja. Efek negatif, apabila terjadi kegagalan,
maka secara moral tidak ada yang dapat dituntut pertanggung jawabannya
meskipun secara administrasi tetap pemimpinnya yang bertanggung jawab.
Menurut Asmendri (2012: 211) ada 4 gaya kepemimpian yaitu sebagai
berikut.
1. Tipe Otoriter
Merupakan pemimpin yang membuat keputusan sendiri karena kekuasaan
terpusatkan dalam diri satu orang, ia memikul tanggung jawab dan
wewenang penuh. Gaya kepemimpinan ini berdasarkan pada pendirian
bahwa segala aktifitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan
berhasil mencapai tujuan apabila semuanya diputuskan oleh pemimpin.
Biasanya pemimpin ini bertindak sebagai penguasa tunggal dan tidak
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, dan tidak menghargai
pendapat, ide dan inspirasi bawahan.
2. Demokratis
Merupakan pemimpin yang berkonsultasi dengan kelompok mengenai
masalah yang menarik perhatian mereka serta mereka dapat
menyumbangkan sesuatu. Tipe ini merupakan kebalikan dari tipe pertama.
Yaitu pemimpin berusaha melibatkan kelompok dalam pengambilan
keputusan, menghargai inisiatif, pendapat dan ide dari anggota, lebih
mementingkan kepentingam bersama daripada individual, adanya
pendelegasiaan wewenang dan tanggung jawab dan biasanya keputusan
diambil atau dilakukan dengan musyawarah.
3. Kendali bebas (laizes faire)
Merupakan pemimpin memberi kekuasaan pada bawahan. Kelompok
dapat mengembangkan sasarannya sendiri dan memecahkan masalah
sendiri, pengarahan tidak ada atau hanya sedikit. Pada tipe ini, pemimpin
seperti tidak melakukan fungsi kepemimpinan dan sifat kepemimpinannya
tidak tampak.
4. Tipe Pseudo demokratis
Tipe ini disebut juga tipe demokratis semu. Seorang pemimpin yang
mempunyai tipe ini hanya nampaknya saja yang demokratis, padahal
sebenarnya tindaknnya bersifat otoriter atau absolut. Hersey dan
Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinana yang paling efektif
adalah kepemimpinana yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan
(kematangan atau maturity) bawahan.

Gambar. 1 Gaya Kepemimpinan

2.2 Komunikasi Manajemen Pendidikan


Dalam hubungan seseorang dengan orang lain tentunya terjadinya proses
komunikasi itu tentunya tidak terlepas dari tujuan yang menjadi topik atau pokok
pembahasan, dan juga untuk tercapainya proses penyampaian informasi itu akan
berhasil apabila ditunjang dengan alat atau media sebagai sarana penyaluran
informasi atau berita.

Dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi itu tidak selama lancar ,


hal terjadi dikarenakan kurangnya memperhatikan unsur-unsur yang mestinya ada
dalam proses komunikasi. Dari uraian tersebut, bahwa dalam komunikasi itu perlu
diperhatikan mengenai unsur-unsur yang berkaitan dengan proses komunikasi,
baik itu oleh komunikator maupun oleh komunikan, dan juga bahwa komunikator
harus memahami dari tujuan komunikasi.

A. Pengertian Komunikasi

Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum,


sebuah kata depan yang artinya dengan atau bersama dengan, dan kata unit sebuah
kata bilangan yang berarti satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda
communion, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan communion, yang berarti
kebersamaan, persatuan, persekutuan gabungan, pergaulan dan hubungan. Karena
untuk bercommunio diperlukan adanya usaha dan kerja, kata itu dibuat kata kerja
communicate yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, tukar menukar,
membicarakan sesuatu dengan orang, memberikan sesuatu kepada seseorang,
bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman.Jadi, komunikasi berarti
pemberitahuan pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan.

Menurut Rosadi Ruslan, kata komunikasi berasal dari perkataan bahasa


Latin: communication yang berarti “pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”.
Dengan demikian maka secara garis besar dalam suatu proses komunikasi harus
terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau
pengertian, antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima
Pesan).

Dari pengertian komunikasi tersebut di atas, ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam komunikasi, antara lain sebagai berikut:

a. Komunikasi dipandang sebagai suatu proses. Ini berarti bahwa komunikasi


merupakan suatu aliran informasi melalui serangkaian atau urutan
beberapa tahap atau langkah yang bersifat dinamis.

b. Pengiriman informasi. Arti yang sesuai dengan definisi komunikasi adalah


pengiriman informasi. Informasi tidak hanya dikirim begitu saja, tetapi
harus diterima dan dipahami. Apabila informasi dikirimkan oleh sesorang
dan
c. Tidak diterima oleh orang lain yang menjadi sasaran komunikasi, atau
diterima, atau tidak ditafsirkan secara tepat, terjadilah “miss
communication”.

d. Mencakup aspek manusia dan bukan manusia. Dalam penyampain pesan


atau informasi lainnya dibutuhkan cara-cara yang tepat atau teknik
komunikasi yang sesuai antara penyampaian pesan dan penerima pesan
atau antara komunikator dan komunikan. Dengan teknik komunikasi yang
tepat, komunikasi yang memberikan dampak tertentu bagi komunikan
sehingga mendatangkan kesepahaman terhadap maksud-maksud yang
terdapat dalam informasi yang dikomunikasikan.

Berdasarkan hal tersebut, bahwa tujuan dari suatu organisasi atau instansi
tentunya dapat tercapai secara optimal apabila proses komunikasinya lancar tanpa
adanya suatu hambatan, walaupun ada hambatan, maka komunikator dan
komunikan harus dengan cermat segera mengatasi permasalahan yang
menyebabkan terjadi suatu hambatan, sehingga proses komunikasi dapat
berlangsung.

Dalam prosesnya komunikasi itu terbagai dalam 2 macam komunikasi,


yaitu komunikasi aktif dan komunikasi pasif. Komunikasi aktif merupakan suatu
proses komunikasi yang berlangsung dengan aktif antara komunikator dengan
komunikan, di manan antara keduanya sama-sama aktif berkomunikasi, sehingga
terjadi timbal balik di antara keduanya. Sedangkan komunikasi pasif terjadi di
mana komunikator menyampaikan informasi atau ide terhadap halayaknya atau
komunikan sebagai penerima informasi, akan tetapi komunikan tidak mempunyai
kesempatan untuk memberikan respon atau timbal balik dari proses komunikasi.

B. Tujuan Dan Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu yang sangat pokok dalam setiap hubungan


orang-orang, begitu pula dalam suatu organisasi terjadinya komunikasi tentunya
ada tujuan yang ingin dicapai. Hal sesuai dengan pendapat Maman Ukas
mengemukakan tujuan komunikasi sebagai berikut:

1) Menentapkan dan menyebarkan maksud dari pada suatu usaha.


2) Mengembangkan rencana-rencana untuk mencapai tujuan.

3) Mengorganisasikan sumber-sumber daya manusia dan sumber daya


lainnya seperti efektif dan efisien.

4) Memilih, mengembangkan, menilai anggota organisasi.

5) Memimpin, mengarahkan, memotivasi dan menciptakan suatu iklim kerja


di mana setiap orang mau memberikan kontribusi.

Komunikasi memiliki fungsi–fungsi yang dapat dijabarkan sebagai


berikut:

1) Fungsi Informasi meliputi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan,


penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang
dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi
lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2) Fungsi Sosialisasi (pemasyarakatan) yaitu penyediaan sumber ilmu


pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan berpengetahuan
yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota
masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga
ia dapat aktif di dalam masyarakat.

3) Fungsi Motivasi yakni menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka


pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya
dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok
berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4) Forum Diskusi yaitu menyediakan dan saling menukar fakta yang


diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti
yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat
lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kepentingan
bersama di tingkat nasional dan lokal.

5) Fungsi Pendidikan yakni pengalihan ilmu pengetahuan sehingga


mendorong perkembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan
ketrampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang
kehidupan.

6) Memajukan kebudayaan yaitu penyebaran hasil kebudayaan dan seni


dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan
kebudayaan dengan memperluas horison seseorang, membangun imajinasi
dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetikanya.

7) Hiburan berupa penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan image dari


drama, tari, kesenian, kesusasteraan, musik, olah raga, permainan dan lain-
lain untuk rekreasi kesenangan kelompok individu.

8) Integrasi berupa upaya penyediaan bagi suatu bangsa, kelompok dan


individu untuk mendapatkan kesempatan memperoleh berbagai pesan
yang merka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan
menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain.

Komunikasi pendidikan merupakan komunikasi yang sudah merambah


atau menyentuh dunia pendidikan dengan segala aspeknya; dengan kata lain:
komunikasi dalam bidang pendidikan.

Sasaran atau komunikan di sini maksudnya adalah sekelompok orang


biasanya bersifat homogen, meskipun terkadang juga sedikit heterogen, baik
kelompok yang lebih bersifat formal ataupun yang nonformal. Siswa, mahasiswa,
peserta pelatihan, peserta penataran, peserta seminar, anggota kelompok tani di
desa, anggota kelompok kegiatan arisan di RT/RW ataupun desa, dan juga
anggota kelompok pada suatu komunitas tertentu yang tersebar di masyarakat,
juga anak-anak kita di rumah, adalah contoh-contoh yang termasuk ke dalam
sasaran atau komunikan.

Tujuannya yang ingin dicapai adalah mengubah perilaku sasaran, maka


berbagai pendekatan teoretis ataupun praktis tentang perubahan perilaku, yang di
dunia komunikasi dan pendidikan dikenal dengan teori belajar, diperkenalkan juga
dalam pengkajian materi ini.

Yang dimaksud dengan komunikasi memiliki fungsi sebagai pendidikan,


sebagaimana dikatakan oleh Effendy (1984: 31) “komunikasi berfungsi sebgai
information, education dan reaction”. Bila dilihat pengertian komunikasi menurut
Berelson dalam Effendy (1988:14), adalah “Penyampaian informasi, ide, emosi,
keterampilan dan lain -lain melalui penggunaan simbol kata, gambar, angka,
grafik dan lain-lain. Untuk itu maka komunikator harus mempunyai kemampuan
agar pesannya itu dapat dimengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh
komunikan . Dengan kata lain pesan itu merupakan pikiran bersama antara
komunikator dan komunikan”.

Selanjutnya Oteng Sutisna mengemukakan bahwa dalam proses


komunikasi tentunya memerlukan unsur-unsur komunikasi, yaitu:

1) Harus ada suatu sumber, yaitu seorang komunikator yang mempunyai


sejumlah kebutuhan, ide atau infromasi untuk diberikan.

2) Harus ada suatu maksud yang hendak dicapai, yang umumnya bias
dinyatakandalam kata-kata permbuatan yang oleh komunikasi diharapkan
akan dicapai.

3) Suatu berita dalam suatu bentuk diperlukan untuk menyatakan fakta,


perasaan, atau ide yang dimaksud untuk membangkitkan respon dipihak
orangorang kepada siapa berita itu idtujukan.

4) Harus ada suatu saluran yang menghubungkan sumber berita dengan


penerima berita.

5) Harus ada penerima berita. Akhirnya harus ada umpan balik atau respon
dipihak penerima berita. Umpan balik memungkinkan sumber berita untuk
mengetahui apakah berita itu telah diterima dan dinterprestasikan dengan
betul atau tidak.

C. Komunikasi Pendidikan

Secara sederhana, komunikasi pendidikan dapat diartikan sebagai


komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Dengan demikian,
komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau informasi yang
merambah bidang atau peristiwa-peristiwa pendidikan. Proses pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses kounikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke
penerima. Pesan yang disampaikan berupa isi/ ajaran yang dituangkan ke dalam
simbol-simbol komunikasi, baik verbal maupun non-verbal.

Dari sini dapat diperoleh gambaran bahwa dalam sebuah organisasi


kependidikan, komunikasi dapat melalui sebuah proses, yakni:

a. Komunikasi Internal

Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjalin antara Kepala


Sekolah dan guru yang khas dan disertai dengan pertukaran gagasan secara
horizontal dan vertikal di lingkungan sekolah.

Komunikasi internal ini memiliki 2 dimensi penting yakni:

1) Dimensi vertikal, yaitu komunikasi dari pimpinan, Kepala Sekolah,


Rektor dan Direktur lembaga pendidikan kepada guru, dosen dan staf
dengan cara timbal balik.

2) Dimensi horizontal yaitu komunikasi mendatar antara guru, dosen dan


staf dengan anggota staf yang berlangsung tidak formal

3) Dimensi diagonal yaitu komuniasi yang terjalin antara unsur pimpinan


dalam sebuah organisasi pendidikan.

Tiga dimensi di atas, dapat dikelompokkan lagi ke dalam unit-unit


yang terdapat dalam organisasi, semisal di lembaga pendidikan tinggi
terdapat unit-unit organisasi seperti fakultas dan jurusan yang
masingmasing dalam setiap unit itu terjadi pertukaran ide, gagasan dan
informasi lainnya yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab maupun
hal-hal lain yang dibutuhkan.

b. Komunikasi Eksternal

Komunikasi antara pimpinan organisasi pendidikan dengan khalayak di


luar organisasi semisal dengan orang tua siswa, Komite Sekolah, Kepala
Desa atau Kepala kelurahan di mana sekolah berada dan pihak lain yang
berada di luar komponen sekolah.
Dalam dunia pendidikan terdapat unsur-unsur komunikasi yang dapat
dibagi ke dalam 3 unsur penting, yaitu: 1)Komunikator, komunikan.

Unsur-unsur pendidikan itupun melibatkan komunikasi yang terdiri dari:

a. Subjek yang dibimbing (peserta didik) yang dimana dalam proses


komunikasi berperan sebagai komunikan yang dimana menerima pesan
yang disampaikan oleh komunikator (pendidik).

b. Orang yang membimbing (pendidik) yang dimana dalam proses


komunikasi berperan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan/
informasi yang biasanya berupa materi pelajaran.

c. Interaksi antara peserta didik (komunikan) dengan pendidik


(komunikator).

d. Ke arah mana bimbingan di tujukan (tujuan pendidikan). Tujuan


pendidikan juga sangat di pengaruhi oleh apakah komunikasinya berjalan
efektif atau tidak.

D. Komunikasi Dalam Proses Belajar Mengajar

Komunikasi merupakan penghubung manusia yang sangat penting.


Pendapat senada dikemukakakn pula oleh Mulyana (2000:4) bahwa komunikasi
mempunyai fungsi hubungan. Fungsi isi yang melibatkan pertukaran informasi
yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang
melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan
orang lain.

Di lain hal, komunikasi juga dipandang sebagai suatu proses. Yakni proses
pemberian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna.
Komunikasi merupakan suatu proses kegiatan, walaupun seakan-akan komunikasi
adalah sesuatu yang statis, yang diam, padahal komunikasi tidaklah seperti itu.
Segala hal dalam komunikasi selalu berubah. Kita dan orang yang kita ajak
berkomunikasi, begitu juga lingkungan yang ada selalu berubah. (Devito,
1997:47). Sendjaya (1993:3) menambahkan, “komunikasi adalah suatu proses
pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengelolaan pesan yang terjadi
dalam diri seseorang dan atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan
tertentu.

Komunikasi sebagai mekanisme dalam proses belajar mengajar


merupakan suatu fenomena dalam proses identifikasi. Suatu proses psikologis
yang terjadi dalam diri seseorang karena dia secara tidak sadar membayangkan
dirinya seperti orang lain yang menjadiidolanya, kemudian meniru tingkah laku
orang yang dikaguni tersebut.

Proses ini terjadi pada diri peserta didik dan juga pendidik yang mengajar
ketika pendidik tersebut menjadi seorang peserta didik di sekolah, jika dalam
berkomunikasi dengan pendidik berusaha menanggapi atau menilai isi pesan,
perbuatan, pernyataan, perasaan dan menempatkan diri sebagai siswa dalam suatu
kondisi. Pendidik diharapkan dapat menyelami, menghayati dan
menginterpretasikan segala hal yang ada pada diri siswa dengan sebaikbaiknya.
Menurut Byrnes dalam Cangara (1998:3), “komunikasi sebagai instrumen dan
interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga
untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan
dengan masyarakat.

Komunikasi dalam bidang pendidikan merupakan unsur yang sangat


penting dan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Proses belajar-mengajar yang dilaksanakan di kelas
sebagian besar terjadi karena adanya komunikasi. Komunikasi instruksional
merupakan inti dari kegiatan proses belajar-mengajar. Dalam Webster’s Thrid
new International Diction ary of the English Language mencantumkan kata
instructional (dari kata to instruct) dengan arti memberikan pengetahuan dalam
berbagai seni atau spesialisasi tertentu atau dapat berarti pula “mendidik bidang
pengetahuan tertentu” (Yusup, 1989:18). Pengertian komunikasi instruksional
lainnya dikemukakan oleh Lashbrook dan Wheeless, (dalam Nimmo, 1979:525),
“Komunikasi instruksional sebagai studi komunikasi yang terdiri dari berbagai
variabel seperti strategi, proses, teknologi dan atau suatu sistem yang
berhubungan dengan formal dan penguasaan materi serta modifikasi hasil belajar
(the study of communication variables, strategies, technologies, and or system asa
relate to formal instrruction and acquisition and modificaton of learning
outcomes).

Adapun yang menjadi fokus sasarannya adalah unsur-unsur dari proses


belajar-mengajar dan menjadikan seefektif mungkin dan seoptimal mungkin
unsur-unsur tersebut. Agar keadaan ini dapat terlaksana sesuai dengan yang
diharapkan, maka ada dua kegiatan pokok yang harus dilaksanakan oleh para
guru, yaitu:

a. Mempersiapkan diri dan unsur-unsur lainnya yang akan dilibatkan dalam


proses belajar-mengajar.

b. Mengoperasikan hal-hal yang sudah dipersiapkan dengan memperhatikan


variasi dan pengembangan seperlunya, utamanya perhatian terhadap
metode pembelajaran.

Proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan efektif jika ide, gagasan
dan informasi dimiliki secara bersama-sama oleh manusia yang terlibat dalam
perilaku komunikasi. Begitu juga dengan komunikasi instruksional. Materi
pelajaran akan dicerna dengan baik, jika materi yang disampaikan dapat dimaknai
sama oleh peserta didik sebagaimana yang dimaksudkan oleh pendidik.

Komunikasi instruksional merupakan bagian dari komunikasi pendidikan,


yang berarti komunikasi dalam bidang instruksional. Istilah instruksional berasal
dari kata instruction yang artinya pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau
instruksi. Dalam dunia pendidikan kata instruksi tidak diartikan perintah tetapi
diartikan dengan pengajaran atau pelajaran. Istilah pengajaran lebih bermakna
pemberian ajar. Mengajar artinya memindahkan sebagian pengetahuan pendidik
kepada peserta didiknya.

Pembelajaran lebih berorientasi pada pihak yang belajar, bukan pada pihak
yang mengajar. Pendidik atau pengajar berkedudukan sebagai motivator (pemberi
motivasi), pembina, dan pembimbing bagi peserta didik dalam proses belajar.
Bagi pendidik yang terpenting adalah bagaimana ia dapat menjalankan tugasnya
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai motivator.
Membelajarkan artinya menyuruh belajar. Di sini, yang aktif
melaksanakan tindakan belajar adalah pihak pelajar yaitu peserta didik. Cara
membelajarkan bisa bermacam-macam, bergantung pada metode, teknik, dan
taktik yang digunakan oleh guru, dan tentunya disesuaikan dengan situasi dan
kondisi pada saat belajar. Keberhasilan seorang pendidik sebagai motivator dalam
dunia pendidikan berkaitan dengan kemampuannya dalam merencanakan
pembelajaran (Teaching Plans and Material), menyusun prosedur pembelajaran
(Classroom Procedures) dan membina hubungan antarpribadi (Interpersonal
Skill).

2.3 Tantangan Manjemen Pendidikan


A. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pada hakikatnya merupakan cara-cara pengelolaan suatu
lembaga agar lembaga tersebut efektif dan efisien. Suatu lembaga akan efisien
apabila investasi yang ditanamkan di dalam lembaga tersebut sesuai atau
memberikan provit seperti yang diharapkan. Kemudian suatu lembaga akan
efektif apabila pengelolanya menggunakan prinsip-prinsip yang tepat dan benar
sehingga tujuan dari lembaga itu bisa tercapai.
Dalam manajemen Dale mengutip pendapat dari beberapa ahli mengenai
pengertian manajemen sebagai, (1) mengelola orang-orang yang artinya
penanganan terhadap anggota organisasi, (2) pengambilan keputusan, dan (3)
proses mengorganisasi serta memakai sumber-sumber untuk menyelesaikan
tujuan yang sudah di tentukan. Dalam hal ini mencakup para anggota dan materi.
Orang dan materi termasuk dana diatur dan diarahkan kemudian diputuskan
aturan-aturan dan hasil arahan itu untuk mencapai tujuan organisasi.
Secara umum juga manajemen diartikan sebagai proses mengintegrasikan
sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk
menyelesaikan suatu tujuan. Sumber disini adalah orang-orang, alat-alat, media,
bahan-bahan, uang dan sarana. Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar
terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan. Manajemen bisa diartikan juga
sebagai kegiatan-kegiatan non-rutin yang menangani gejolak baik positif maupun
negatif yang membutuhkan pemikiran dan aktifitas khusus untuk
menyelesaikannya.
Sementara dalam manajemen pendidikan terkandung beberapa pengertian
yaitu:
1) Manajemen pendidikan berarti kerjasama untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan dimulai dari tujuan sederhana sampai
tujuan kompleks. Jika tujuan itu kompleks maka kompleks juga cara untuk
mencapainya. Satu orang saja tidak akan cukup untuk mencapainya jadi
dibutuhkan beberapa orang yang bekerjasama.
2) Manajemen pendidikan mengandung arti proses untuk mencapai tujuan
proses disini dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemantauan dan penilaian.
3) Manajemen pendidikan dapat dilihat dengan paradigma sistem. Sistem
ialah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagain yang berinteraksi dalam
suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
4) Manajemen pendidikan dapat dilihat juga dari segi efektivitas pemanfaatan
sumber. Sumber yang dimaksud adalah sumber manusia, uang, sarana dan
prasarana dan waktu.
5) Manajemen juga dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Artinya disini
sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana ia berperan sebagai
administrator yang baik. Ia mampu menggerakkan orang lain,
mempengaruhi, mengawasi, memberi contoh dan bekerja sama.

B. BeberapaTantanganDalamManajemen Pendidikan
Tantangan ialahh alat atau objek yang menggugah tekad untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah. Dalam makalah ini
pemakalah mengartikan tantangan sebagai masalah yang bisa menjadi bahan
garapan atau bisa dicarikan solusinya melalui apa yang ada pada manajemen
pendidikan. Ada dua garis besar di dalamnya yakni tantangan yang ada pada
sumber daya pendidikan dan sistem pelaksanaan pendidikan.
Berkaitan dengan hal tersebut secara garis besar problematika
penyelenggaraan pendidikan Indonesia pada dasarnya berhubungan dengan
beberapa hal diantaranya:
1) Sumber daya pendidikan belum cukup handal untuk mendukung
tercapainya tujuan dan target pendidikan secara efektif. Sumber daya
pendidikan yang ada lebih difokuskan pada urusan administratif daripada
diarahkan pada proses pembelajaran yang menyeluruh.
2) Sistem pembelajaran lebih menitikberatkan pada kuantitas hasil dibanding
kualitas proses. Bisa dilihat dalam semangat dalam menyelenggarakan
Ujian Nasional, mereka lebih memusatkan perhatian pada jumlah lulusan
daripada kualitas proses pembelajaran.
3) Kurikulum, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi masih bersifat
parsial terhadap tujuan pendidikan nasional (pasal 3 Undang-Undang
Dasar).
4) Manajemen pendidikan dan kinerja mengajar guru/dosen lebih
menfokuskan pada tuntutan administrative (RPP dan laporan kelulusan)
daripada menciptakan budaya belajar yang bermutu.
5) Perubahan kebijakan dan kurikulum pendidikan belum mampu menjawab
kualitas proses dan mutu lulusan.
6) Peningkatan anggaran dan fasilitas belajar belum berdampak secara
signifikan terhadap kultur dan kinerja mengajar guru serta budaya belajar
siswa/mahasiswa.
7) Pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan belum didukung oleh sistem,
kultur dan kinerja mengajar, serta budaya belajar secara komprehensif.

C. Solusi permasalahandalamTantanganManajemen Pendidikan


Melihat dari beberapa masalah yang ada di pembahasan sebelumnya.
Maka akan muncul pertanyaan bagaimana mengelola sistem pendidikannasional
supaya dapat sejalan dengan dinamika global yang sedang dan akan terjadi.
Sistem pendidikan nasional sebagai suatu organisasi haruslah bersifat
dinamis, fleksibel, sehingga dapat menyerap perubahan-perubahan yang cepat.
Dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang kita hadapi di dalam
pelaksanaan pendidikan nasional yaitu suatu sistem yang sangat sentralistis,
birokratis, dan matinya inovasi, maka sependapat dengan H.A.R Tilaar perlunya
kebijakan reformasi manajemen pendidikan nasional ssebagai berikut:
a. Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional kita terlalu disentralisasikan. Kita
mengenal satu jenis kurikulum dan satu jenis ujian Negara yang didalihkan
untuk mencapai kualitas. Namun demikian praktek kebijakan sentralisasi telah
mematikan berbagai inovasi pendidikan dan menghasilkan manusia-manusia
yang tanpa inisiatif yang bergerak karena petunjuk atasan.
Maka untuk lebih jelasnya akan dijelaskan bagaimana arti
desentralisasi di bidang pendidikan. Rondinellu dan Cheema mendefinisikan
konsep desentralisasi sebagai pengalihan tanggungjawab atas perencanaan,
manajemen, penggalian, dan alokasi sumberdaya dari pemerintah pusat dan
perwakilannya kepada: (a) unit-unit pelakasana (lapangan) pemerintah pusat
(tingkat otoritas pendidikan) atau perwakilannya (di tingkat sekolah); (b) unit-
unit di bawah atau level pemerintah; (c) otoritas publik dan korporasi-
korporasi yang bersifat semi otonom; (d) otoritas regional atau fungsional
yang lebih luas (e) lembaga swadaya masyarakat.
Selanjutnya secara khusus keputusan-keputusan yang
didesentralisasikan adalah yang secara langsung berpengaruh pada siswa,
dalam konteks MBS (manajemen berbasis sekolah), Caldwell danSpinks,
memandang bahwa desentralisasi sebagai keputusan-keputusan yang dibuat di
tingkat sekolah sesuai dengan suatu kerangka garis pedoman dan kebijakan
local, nasional atau Negara. Disini sekolah tetap bertanggungjawab terhadap
suatu kewenangan pusat atas cara bagaimana beberapa sumberdaya
dialokasikan yang secara luas mencakup:
1) Pengetahuan (knowledge): desentralisasi keputusan berkaitan dengan
kurikulum, termasuk keputusan mengenai tujuan dan sasaran pendidikan
2) Teknologi (technology): desentralisasi keputusan mengenai sarana belajar-
mengajar.
3) Kekuasaan (power): desentralisasi kewenangan dalam membuat
keputusan.
4) Material (material): desentralisasi keputusan mengenai penggunaan
fasilitas, pengadaan dan peralatan alat-alat sekolah.
5) Manusia (people): desentralisasi keputusan mengenai sumber daya
manusia, termasuk pengembangan profesionalisme dalam hal-hal
berkaitan dengan proses belajar-mengajar, serta dukungan terhadap proses
belajar-mengajar.
6) Keuangan (finance): desentralisasi keputusan mengenai alokasi keuangan.

Sementara itu Bullock dan Thomas mengelompokkan lingkup


desentralisasi meliputi:
1) Penerimaan (admission): desentralisasi keputusan tentang siswa-siswa
mana yang akan diterima di sekolah.
2) Penilaian (assessment): desentralisasi tentang keputusan berapa siswa
yang akan dinilai.
3) Informasi (information): desentralisasi keputusan tentang seleksi data yang
akan dipublikasikan mengenai kinerja sekolah.
4) Pendanaan (finding): desentralisasi keputusan tentang ketetapan uang
masuk bagi penerimaan siswa.

b. Pelatihan
Apabila pendidikan dasar sebagai basis pembangunan nasional diserahkan
kepada tanggung jawab daerah maka program-program pelatihan yang
dibutuhkan oleh daerah haruslah diserahkan juga pada daerah. Daerah yang
persis mengetahui potensi-potensi pembangunan, kesempatan kerja serta
kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan oleh daerah di dalam
pembangunannya.
c. Manajemen Pendidikan Tinggi
Pembinaan sistem pendidikan tinggi nasional dalam hal ini PTN dan
PTS perlu direformasi. PTS lebih dilihat sebagai hama, bukan partner bagi
PTN padahal pada kondisi real nya PTS mampu bersaing tinggi dan
mengeluarkan output yang kompeten untuk kemajuan pembangunan Negara
kita.
Berbagai konsep manajemen modern telah didiskusikan dalam
lingkungan pendidikan tinggi. PP no. 61 Tahun 1999 menunjukkan usaha
untuk mencari bentuk manajemen yang lebih sesuai.

2.4 Garapan Macam-Macam Manajemen Pendidikan

A. Pengertian Garapan Manajemen Pendidikan


Menurut Gussudiart,(2010:3)ruang lingkup menurut objek garapan
manajemen pendidikan adalah semua jenis kegiatan manajemen yang secara
langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kegiatan mendidik.sebagai titik
pusat pandangan adalah kegiatan mendidik disekolah.namun karena kegiatan
disekolah tersebut tidak dapat dipisahkan dari jalur lingkungan formal maupun
nonforma,maka juga dibahas lingkup sistem pendidikan samapai ke tingkat pusat.

B. Macam – Macam Manajemen Pendidikan


1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum memiliki pengertian yang sangat luas yaitu mencakup
komponen yang lengkap terdiri dari rumusan tujua pendidikan suatu lembaga
(tujuan institusional) sampai dengan penjabarannya dalam bentuk satuan acara
perkuliahan yang akan dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari. Oleh
karena itu, menurut Oliver (1977) kurikulum merupakan keseluruhan program
pendidikan di lembaga pendidikan yang meliputi; elemen program studi, elemen
pengalaman belajar, elemen pelayanan, dan elemen kurikulum tersembunyi.
Pengelolaan kurikulum di sekolah harus melalui beberapa tahapan, antara lain:
1. Tahapan prencanaan; pada tahap ini kurikulum perlu dijabarkan sampai
menjadi rencana pengajaran (RP).
2. Tahapan pengorganisasian dan koordinasi; kepala sekolah pada tahap ini
mengatur pembagian tugas mengajar, menyusun jadwal pelajaran, dan jadwal
kegiatan ekstrakurikuler.
3. Tahapan pelaksanaan; dalam tahap ini tugas utama kepala sekolah adalah
melakuka supervisi dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan
mengatasi kesulitan yang dihadapi.
4.  Tahapan pengendalian; dalam tahap ini ada dua aspek yang perlu di
perhatikan, yaitu: evaluasi dikaitkan dengan tujuannya dan pemanfaatan hasil
evaluasi.

Menurut Norwood dan kawan-kawan, kurikulum persekolahan hendaknya


mengandung:

a. Upaya pembinaan rasa tanggungjawab dan menghargai akal budi,


b. Menumbukan sikap di dalam melakukan telaahan, serta mengembangkan
sikap intelektual yang bebas dan bertanggung jawab.
c. Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian tentang fakta-fakta dan
peristiwa-peristiwa yang menentukan dunia kehidupan yang bakal
di alaminya,
d.  Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari masalah-masalah
dan resiko-resiko yang bakal muncul di dalam pengambilan tindakan atau
pilihan di sepanjang hidupnya kelak.

Menurut laporan Newson (1963), yang di dalamnya banyak memuat


tentang konten dan sifat kurikulum masa lampau dan metode pengajarannya,
maka tujuan kurikulum baru itu haruslah;

a. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar,


b. Mengembangkan kemampuan berfikir, hasrat ingin tahu dan membina
kesadaran moral dan tingkah laku sosial,
c. Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat
manusia,
d. Mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi dan sosial,
e. Memadukan aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler ke dalam totalitas program
sekolah, dan
f. Menjelajahi “dunia kehidupan lingkungannya” guna menjejaki berbagai
kemungkinan, baik bagi upaya pengembangan masyarakat lingkungannya,
maupun bagi pengembangan minat dan karirnya.

2. Manajemen Kesiswaan
Berkenaan dengan manajemen kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar yang
harus mendapat perhatian berikut ini ;
a. Semua siswa harus diperlakukan sebagai subjek bukan sebagai objek,
sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan
dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.
b. Keadaan  dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik,
kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.
c. Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar, jika mereka
menyenangi apa yang diajarkan.
d. Perkembangan kondisi anak tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi
juga ranah afektif dan psikomotorik.

3. Manajemen sarana dan prasarana


Dari segi jenisnya, secara makro seluruh lingkungan fisik dalam suatu
satuan pendidikan yang dirancamg untuk memberikan fasilitas dalam proses
pedidikan, seperti rancangan halaman, tata letak gedung, taman, prasarana jalan,
tempat parkir dan lain-lain, merupakan sarana pendidikan yang memerlukan
pengololaan yang baik. Sedangkan secara mikro, ada tiga komponen sarana
pendidikan yang secara langsung mempengaruhi kualitas hasil pembelajaan, yaitu
buku pelajaran dan perpustakaan, peralatan laboratorium atau bengkel kerja atau
alat praktiknya, dan peralatan pendidikan di dalam kelas.
Ditinjau dari segi fungsi dan pemanfaatannya, terutama dalam konteks
pembelajaran, Suharsimi membedakan menjadi tiga macam, yaitu; alat pelajaran,
alat peraga dan media pengajaran. Lebih jauh, Suharsimi garis besar sarana dan
prasarana meliputi lima hal, yaitu; penentuan kebutuhan, proses pengadaan,
pemakaian, pencatatan/ pengurusan, dan pertanggungjawaban.

4. Manajemen Personalia/Anggota
Personalia adalah semua anggota organisasi yang bekerja untuk
kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Manajemen personalia adalah bagian manajemen yang memperhatikan orang-
orang dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub manajemen. Perhatian
terhadap orang-orang itu mencakup merekrut, menempatkan, melatih,
mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang dikatakan fungsi
manajemen personalia. Fungsi ini menunjukan apa yang harus ditangani oleh
manajer pada segi personalia.
Ruang lingkup manajemen personalia meliputi pembentukan staf dan
penilaian, melatih dan mengembangkan, memberi kesejahteraan uang dan
pelayanan, memperhatikan kesehatan dan keamanan, memperbaiki antar
hubungan, merencanakan personalia serta mengadakan penelitian personalia.
Ada istilah yang lebih populer dari manajemen personalia yaitu Man Power
Management atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Persamaannya
dengan manajemen personalia adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur
unsur manusia dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan
Ada beberapa pendekatan dalam perencanaan pendidikan antara lain adalah
pendekatan tuntunan sosial, ketenagakerjaan, biaya – keuntungan, ekonomi dan
sebagainya. Perencanaan personalia terutama menyangkut pendekatan
ketenagakerjaan. Perencanaan personalia mencakup jumlah dan jenis
kerampilan/keahlian orang, ditempatkan pada pekerjaan yang tepat, pada waktu
tertentu yang dalam jangka panjang memberikan keuntungan bagi individu dan
organisasi. Komponen-komponen dalam segi personalia adalah tujuan,
perencanaan organisasi, pendataan personalia, menafsirkan kebutuhan personalia,
dan program tindakan. Pendataan personalia adalah pengumpulan data tentang
personaliadalam lembaga pendidikan dan menganalisisnya biasanya dalam janka
waktu satu tahun.
Salah satu aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan suatu organisasi
pendidikan adalah dengan jalan mengembangkan personalia pendidikan yang
bertujuan untuk mencegah pemakaian pengetahuan yang sudah usang dan
pelaksanaan tugas yang sudah ketinggalan zaman. Tujuan latihan dan pendidikan
personalia adalah (1) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas output, (2)
merealisasi perencanaan personalia, (3) meningkatkan moral kerja dan
penghasilan/kesejahteraan serta kesehatan dan keamanan, (4) untuk
mengembangkan personalia dan mencegah ketuaan.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh kepala sekolah dalam
menerapkan manajemen personalia, yaitu:
a. Dalam mengembangkan sekolah, SDM adalah komponen paling berharga;
b. SDM akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik sehingga
mendukung tercapainya tujuan institusi/lembaga sekolah;
c. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta prilaku manajerial kepala
sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan
sekolah;
d. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar
setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai 
tujuan sekolah.

5. Manajemen Keuangan
Ada tidak tiga persoalan pokok dalam  manajemen pebiayaan pendidikan,
yaitu: (1) financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan diperoleh,
(2) budgeting, bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan (3) accountabillty,
bagaimana anggaran yang diperoleh digunakan dan dipertanggungjawabkan.
Pembiayaan sekolah adalah kegitan mendapatkan biaya serta mengelola
anggaran pendapatan dan belanja pendidikanterutama tingkat menengah, sebab
untuk pendidikan dasar, berkenaan dengan adanya Wajib Belajar, semestinya
pembiayaan ditanggung oleh pemerintah. Bagi sekolah-sekolah yang berstatus
negeri, sumber dana sekolah terbagi dua bagian, yaitu: (1) dana dari pemerintah,
yang umumnya terdiri dari dana rutin, meliputi jagi serta biaya operasional
sekolah dan perawatan fasilitas, dan dana dari masyarakat, yang sekarang melalui
komite sekolah, ada yang digali dari orang tua siswa maupun sumbangan dari
masyarakat luas maupun dunia usaha dan bahkan ada beberapa sekolah yang
mampu membangunnetworking  cukup bagus sehingga mendapatkan pembiayaan
pendidikan yang cukup besar.
Dilihat dari segi penggunaan, sumber dana dapat dibagi menjadi (1)
anggaran untuk kegiatan rutin, yaitu gaji, biaya operasional keseharian sekolah,
dan anggaran untuk pengembangan sekolah. Lahirnya UU Otonomi Daerah ( UU
Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32
dan 33 Tahun 2004), yang diikuti dengan peraturan perundang-undangan lainnya,
mempunyai dampak yang besar bagi sistem manajemen pembiayaan pendidikan
di Indonesia.
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan dan pengendalian kegiatan.
Secara formal pengendalian anggaran menentukan pelaksanaan anggaran dan
membandingkannya dengan data-data anggaran, untuk menentukan apakah perlu
mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.

6. Manajemen Hubungan Sekolah Dan Masyarakat


Istilah Humas pertama kali dikemukakan oleh Thomas Jefferson (presiden
AS) tahun 1807. Namun, apa yang dimaksud dengan istila public relations pada
waktu itu dihubungkan dengan foreign relations. Menurut Griswold (1966),
humas merupakan fungsi manajemen yang diadakan untuk menilai dan
menyimpulkan sikap-sikap publik, menyusuaikan policydan prosedur instansi atau
organisasi dengan kepentingan umum, menjalankan suatu program untuk
mendapatkan pengertian dan dukungan masyarakat. Sementara itu, Bonar (1977)
mengemukakan bahwa humas menjalankan usahanya untuk mecapai hubungan
yang harmonis antara suatu badan organisasi dengan masyarakat sekelilingnya.
Hadari Nawawi (1981) menyebutkan bahwa beban tagas humas adalah melakukan
publilitas tentang kegiatan organisasi kerja yang patut diketahui oleh pihak luar
secara luas. Dalam konteks pendidikan, Purwanto (1975) mengemukakan bahwa
hubungan sekolah dengan masyarakat mencakup hubungan sekolah dengan
sekolah lain, sekolah dengan pemerintah setempat, sekola dengan instansi dan
jawatan lain, dan sekolah dengan masyarakat pada umumnya. Hendaknya semua
hubungan itu merupakan hubungan kerja sama yang bersifat pedagogis, sosiolois,
dan produktif yang dapat mendatangkan keuntungan dan perbaikan serta
kemajuan bagi kedua  belah pihak.
Secara sistematik dapat dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan
masyarakat dapat dilihat dari dua segi, yaitu: (1) sekolah sebagai partner
masyarakat  di dalam melakukan fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai
produsen yang melayani  pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat 
lingkungannya.
Organisasi pendidikan merupakan sistem yang terbuka yang berarti
lembaga pendidikan selalu mengadakan kontak hubungan dengan lingkungannya
yang disebut suprasistem. Hanya sistem terbuka yang memiliki negentropy, yaitu
suatu usaha yang terus-menurus untuk menghalangi kemungkinan
terjadinya entropy atau kepunahan. Lembaga pendidikan sesungguhnya
melaksanakan fungsi rangkab terhadap masyarakat yaitu memberi layanan dan
sebagai agen pembaru atau penerang, Stoop menyebutnya sebagai fungsi layanan
yaitu karena ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan fungsi pemimpin
sebab ia memimpin masyarakat disertai dengan penemuan-penemuannya untuk
memajukan kebutuhan masyarakat. Sebagai lembaga yang berfungsi sebagai agen
pembaruan terhadap masyarakatnya, ia hendaknya mengikutsertakan masyarakat
agar pekerjaannya lebih efektif. Dalam usaha membina hubungan dan kerja sama
antara lembaga pendidikan dan masyarakat, sesungguhnya sudah ada beberapa
badan yang dapat membantu para manajer pendidikan, seperti; Dewan Penyantun
bergerak di perguruan tinggi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bergerak di
sekolah, dan Yayasan Pendidikan bisa bergerak di perguruan tinggi atau sekolah
yang berstatus swasta.

7. Manajemen Layanan Khusus


Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan
untuk memudahkan atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi
kebutuhan khusus siswa di sekolah. Diantaranya meliputi: manajemen layanan
bimbingan konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan
asrama, dan manajemen layanan kafetaria/kantin sekolah. Layanan-layanan
tersebut harus di kelola secara baik dan benar sehingga dapat membantu
memperlancar pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Kusmintardjo, pelayanan
khusus atau pelayanan bantuan diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk
memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah. Berikut ini adalah jenis-jenis layanan khusus yang di
sediakan sekolah: Layanan Bimbingan dan Konseling (BK), layanan Kesehatan
Sekolah (UKS), layanan kafetaria sekolah, layanan asrama sekolah, layanan
transportasi sekolah, layanan perpustakaan sekolah, layanan laboratorium sekolah.
2.5 Tantangan Manajemen Sekolah
A. Pengertian Tantangan Manajemen Sekolah
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia kata tantangan diartikan sebagai hal
atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih giat). Menurut para ahli tantangan dapat
dipahami dari beberapa pendapat, yaitu menurut pendapat Agustinus Sri Wahyudi
dalam bukunya, Manajemen Strategik yaitu “tantangan adalah situasi utama yang
tidak menguntungkan dalam lingkungan”.
Tantangan dalam bahasa asingnya threat yaitu suatu keadaan atau kondisi
tidak baik yang ada atau yang sudah/akan terjadi di dalam/sekitar daerah yang
dapat menghambat/mengancam proses kelola lingkungan. Dengan demikian dapat
di pahami bahwa tantangan dalam Manajemen Sekolah dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang menjadi penghambat atau mengurangi keberhasilan dalam
proses implimentasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dimana harapan, dan
sesuatu yang menjadi pengahambat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal
dari lingkungan organisasi atau lembaga pendidikan.

B. Tantangan-tantangan dalam Manajemen Sekolah


Berikut ini akan dirumuskan beberapa tantangan dalam Manajemen
Sekolah menurut pendapat E. Mulyasa, yaitu:
1. Globalisasi
Globalisasi saat ini telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan di semua
Negara sehingga perlu diantisipasi dengan cepat. Era globalisasi merupakan
era persaingan mutu atau kualitas, yang kehadirannya melanda semua
Negara.Kemajuan iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai
contoh, salahsatunya berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah
menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta membuka
program kelas internasional.Hal inidilakukan untuk menjawab kebutuhan
pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat.
2. Pergeseran paradigma pendidikan
Perubahan paradigma pendidikan saat ini harus mengubah pola teaching
(mengajar) ke learning (belajar) sehingga peserta didik harus terus didorong
untuk terus-menerus belajar.
3. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap produktivitas sekolah
Masyarakat selalu ingin mendapatkan hasil pendidikan yang tinggi, tetapi
enggan membantu sekolah secara maksimal. Sikap masyarakat juga kadang-
kadang apriori dengan menyatakan bahwa hasil pendidikan kurang bermutu
tanpa ikut serta memikirkan bagaimana caranya agar hasil pendidikan bisa
lebih bermutu.
4. Perubahan organisasi pengelolaan pendidikan
Dalam otonomi daerah pembangunan menuntut adanya organisasi pengelola
pendidikan yang efektif dan efisien. Hal tersebut menuntut peningkatan
profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah.

Menurut Amiruddin, dkk dalam buku Manajemen Pendidikan Berbasis


Sekolahmenjelaskan tentang hal yang berkaitan dengan tantangan yang dihadapi
dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah. Pada dasarnya bersifat
beragam, namun terkait erat dengan isuaktual mengenai pendidikan pada saat ini.
Isu aktual yang berkaitan dalam konteks pendidikan menjadi isu yang telah
mempengaruhi opini masyarakat tentang pendidikan. Isu-isu itu umpamanya
antara lain tentang desentralisasi pendidikan, otonomi sekolah, otonomi kepala
sekolah, pembiayaan pendidikan, dan mutu pendidikan. Semuanya ini menjadi isu
dan mempengaruhi opini masyarakat sehingga kebijakan di sektor pendidikan
harus diubah sesuai dengan opini dan tuntutan masyarakat.

1. Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan merupakan kebijakan nasional seiring
dengan berlakunya otonomi daerah di seluruh wilayah Replubik Indonesia.
Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS) adalah implikasi dan
konsekuensi logis dengan diterapkannya desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi pendidikan menguntungkan bagi daerah untuk dapat
melaksanakan apa yang menjadi kebutuhannya. Maka setiap sekolah yang
berada disetiap daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (kota
dan kabupaten), memiliki wewenang untuk mendorong sekolah menerapkan
manajemen sekolah yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Masyarakat yang duduk sebagai anggota Komite Sekolah adalah wujud dari
implementasi desentralisasi pendidikan.untuk terlibat secara langsung dengan
berbagai kebijakan sekolah secara proporsional. Masyarakat yang tergabung
dalam anggota komite sekolah, semakinmemahami arah dan kebijakan
pemerintah tentang pendidikan.
2. Otonomi Sekolah
Sekolah pada saat ini menjadi unit strategis yang memiliki
kewenangan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya sesuai dengan
kebutuhannya tanpa mengabaikan program Nasional pendidikan secara
menyeluruh. Sebelum diberlakukannya otonomi sekolah, sekolah hanya
sebagai pelaksana saja, sedang segala sesuatu ditentukan dari satuan atasan
mulai dari perencanaan,pelaksanaan, materi ujian, penggandaan materi ujian,
hingga dalam memberikan penilaian.
Dengan berlakunya otonomi sekolah, maka hal itu merupakan
tantangan bagi manajemen sekolah untuk dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan sekolah. Manajemen pendidikan berbasis sekolah, memang
menuntut diberlakukannya otonomi sekolah agar sekolah dapat mengelola
dirinya secara mandiri, kreatif,dinamis,memiliki insiatif dan inovatif dalam
mencapai tujuan sekolah.
3. Otonomi Kepala Sekolah
Pemberian Otonomi kepada Kepala sekolah, sebagai konsekuensi
otonomi sekolah,mengharuskan kepala sekolah meningkatkan kemampuan
intelejensi manajaerialnya.Intelegensi manajerial adalah kecerdasan
memimpin dan ketrampilan mengelola organisasi, dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya yang ada atau yang tersedia,sehingga dengan seluruh
perangakat yang dimiliki organisasi menciptakan sinerji, diarahkan untuk
menuju kepada pencapaian tujuan organisai secara maksimal dan optimal.
Kekuasaan dan wewenang ini terkait dengan tanggung jawab kepala
sekolah untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas sekolah yang
dipimpinnya. Otonomi sekolah sebagai bagian desentralisasi pendidikan,
dimana manajemen pendidikan berbasis sekolah diterapkan, mengharuskan
kepala sekolah melakukan berbagai perencanaan yang dapat memanjukan
sekolah kearah yang sesuai dengan kebutuhan sekolah itu dan kepentingan
masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.
4. Pembiayaan Pendidikan
Dilihat dari perspektif pembiayaan pendidikan,pelaksanaan otonomi
daearah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sistem alokasi dan
manajemen pembiayaan pendidikan. Diantaranya adalah semakin
berkurangnya peranan pusat dalam menentukan berbagai kebijakan yang
berkenaan dengan penggunaan anggaran pendidikan. Kewenangan Pemerintah
pusat terbatas pada penetapan kebijakan yang bersifat makro dalam bentuk
pengaklokasian anggaran-anggaran untuk sekolah dengan mengikuti standar
rata-rata, sedangkan kebijakan-kebijakan yang bersifat mikro seperti alokasi
dan distribusi anggaran pendidikan ke sekolah menjadi kewenangan daerah
(dalam hal ini pemerintah kabupaten).
Implikasi diterapkannya manajemen pendidikan berbasis sekolah,
adalah pemberian wewenang kepada sekolah untuk mengelola dana
sendiri.Sekolah diberi kewenangan untuk mencari dana dan menggunakannya
dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Dengan kewenangan tersebut,
maka setiap sekolah berupaya memperoleh dana dari masyarakat,baik
masyarakat pengguna jasa sekolah (orang tua peserta didik) maupun anggota
masyarakat dan dunia usahan,tetapi bersifat tidak mengikat.
5. Mutu dalam Pendidikan
Isu tentang mutu menjadi variabel determinan ketika pendidikan telah
menjadi perhatian seluruh masyarakat. Mutu selalu dibicarakan karena adanya
keraguan-keraguan dari masyarakat terhadap produk pendidikan.Proses yang
ingin dicapai dari penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah adalah
bagaimana agar setiap sekolah dapat mencapai tujuan sekolah. Pencapaian
tujuan sekolah yang sesuai dengan tuntutan kinerja sekolah, disebut sebagai
proses bermutu. Oleh karena itu, mutu proses akan menghasilkan mutu hasil
atau produk, dan untuk mendapatkan proses dan hasil yang
bermutu,diperlukan adanya upaya dari manajemen sekolah untuk memenuhi
tuntutan mutu, karena memang itulah yang menjadi harapan dan keinginan
masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Kepuasan pelanggan pendidikan(orang tua pesrta didik maupun dunia
usaha) merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan
manajemen pendidikan berbasis sekolah.Kepuasan itu dapat diartikan sebagai
implikasi dari proses pendidikan dan pembelajaran yang bermutu.

Sedangkan Seosarsono memberikan pendapat tentang tantangan dalam


penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu:

1. Sekolah kurang mampu mandiri dalam merencanakan sendiri bersama


orang tua siswa apa yang diinginkan, melaksanakan rencana yang dibuat
dan melakukan evaluasi atas kinerja mereka sendiri, jika bantuan
proyek/pemerintah dihentikan.

2. Bantuan pemerintah daerah saat ini ternyata sangat minim. Bantuan


masyarakat sekitar sekolah yang merupakan salah satu fokus
dalampengembangan Manajemen Berbasis Sekolah ternyata juga masih
sulit diharapkan. Bantuan perusahaan lokal praktis juga tidak ada.

3. Banyak kepala sekolah dan juga pejabat Kantor Depdiknas (tingkat Dati
II) yang menyatakan bahwa perhatian pemerintah dan wakil rakyat di
daerah (Dati II) pada pendidikan masih minim.

Dari beberapa uraian diatas mengenai Tantangan Manajemen Sekolah,


maka dapat disimpulkan bahwa yang terjadi tantangan dari Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) ini terbagi pada dua faktor, yaitu internal yang berasal dari dalam
lingkungan sekolah sendiri, dan eksternal yang berasal dari luar sekolah. Adapun
secara internalnya seperti sekolah kurang mampu dalam mengumpulkan dana,
sekolah kurang mampu dan mandiri dalam merencanakan tujuan yang diinginkan.
Sedangkan, tantangan secara eksternal seperti bantuan dana dari masyarakat dan
pemerintah masih minim, kurang berfungsinya secara maksimal komite
sekolah.Setelah melihat tantangan dalam implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah, diharapkan tiap sekolah yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, dan
komite sekolah mampu memanfaatkan peluang tersebut untuk mencapai
keberhasilan kegiatan di sekolah, baik itu berupa kualitas maupun kuantitas mutu
sekolahnya.

BAB III
TUGAS DAN TES FORMATIF

Pilihlah jawaban sebab-akibat dibawah ini sesuai dengan opsi pilihan


jawaban yang paing tepat!
a. Jika pertanyaan benar, alasan benar, dan keduanya memberikan
hubungan sebab akibat.
b. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya tidak memberikan
hubungan sebab akibat.
c. Jika pernyataan benar dan alasan salah.
d. Jika pernyataan salah dan alasan salah.

1. Kepemimpinan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting untuk


mencapai tujuan dalam organisasi secara efektif dan efisien.
SEBAB
Kepemimpinan merupakan suatu proses untuk memengaruhi seseorang atau
sekelompok orang untuk bekerja bersama tanpa paksaan dalam mencapai
tujuan dari suatu organisasi.

2. Dalam teori orang terkemuka disebutkan bahwa kepemimpinan orang besar


didasarkan atas sifat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan sesuatu yang
diwariskan.
SEBAB
Pemimpin dapat muncul apabila ia lahir pada sebuah lingkungan dan tumbuh
dalam interaksi antar pemimpin dan memiliki potensi atau ketrampilan.

3. Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah


yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada
umumnya direalisasikan.
SEBAB
Kepala sekolah mampu memberdayakan seluruh potensi yang ada di sekolah
dengan optimal, sehingga guru, staf dan pegawai lainnya ikut terlibat dalam
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sekolah.

4. Pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dalam


organisasi, baik bersifat internal maupun eksternal.
SEBAB
Proses kepemimpinan yang berlangsung dapat berpengaruh apabila pemimpin
tidak bisa memecahkan masalah. Pemimpin memiliki fungsi untuk
menganalisa segala persoalan organisasi dan memberikan solusi terbaiknya.

5. Pemimpin tipe otoriter merupakan pemimpin yang membuat keputusan


sendiri.
SEBAB
Gaya otoriter berdasarkan pada pendirian bahwa segala aktivitas dalam
organisasi akan dapat berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan apabila
semua dapat diputuskan secara bersama-sama.
BAB IV
RINGKASAN

Kepemimpin adalah kemampuan atau usaha seseorang untuk bisa


menggerakkan seseorang atau tim maupun kelompok agar mau bekerja sama
melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya dan mampu mendorong
orang atau karyawan untuk berbuat hal yang positif dan meminimalisir perilaku
negatif serta mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi atau sumber
daya yang ada di dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepemimpinan pendidikan
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

KUNCI JAWABAN
TES FORMATIF

1. B
2. C
3. A
4. A
5. C

GLOSARIUM
Manajemen merupakan ilmu dan seni dalam mengatur, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan memanfaatkan semua sumber daya yang
ada dalam organisasi dengan memanfaatkan fungsi-fungsi
manajemen (Planing, Organizing, Actuating, Controling) agar
organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, dan
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang


berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia
yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada dan menggunakan fungsi-
fungi manajemen agar tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.

Kepala
sekolah adalah orang yang memimpin sebuah lembaga pendidikan atau
sekolah dan menggerakkan, memengaruhi serta mendorong semua
pihak yang terlibat dalam lembaga tersebut untuk mencapai tujuan
bersama.

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,


dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi


dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.

Kepemimpinan adalah kemampuan atau usaha seseorang untuk bisa


menggerakkan seseorang atau tim maupun kelompok agar
mau bekerja sama melaksanakan tugas yang telah diberikan
kepadanya dan mampu mendorong orang atau karyawan untuk
berbuat hal yang positif dan meminimalisir perilaku negatif serta
mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi atau sumber
daya yang ada di dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu


memberdayakan seluruh potensi yang ada di sekolah dengan
optimal, sehingga guru, staf, dan pegawai lainnya ikut terlibat
dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
sekolah.

Teori Orang Terkemuka (Great Man Theory) merupakan Kelompok teori ini
disusun berdasarkan cara induktif dengan mempelajari sifat-sifat
yang menonjol dari pemimpin atas keberhasilan tugas yang
dijalankan, terutama kemampuan dalam memimpin.

Teori Lingkungan (Environmental Theory) adalah pemimpin itu merupakan hasil


dari sebuah proses waktu, tempat dan situasi atau kondisi. Teori ini
disebut teori teori sosial yang berkesimpulan bahwas “leads are
made not born” (pemimpin ini dibentuk bukan dilahirkan).

Teori Pribadi dan Situasi (Personal Situation Theory) merupakan kombinasi dari
kedua teori diatas. Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa
kepemimpinan merupakan gabungan dari tiga faktor 1) perangai
atau sifat pribadi pemimpin; 2) sifat dari kelompok dan anggota;
dan 3) kejadian atau masalahmasalah yang dihadapi kelompok.

Teori Interaksi dan Harapan (Interaction Expectation Theory) merupakan Teori


mempunyai 3 variabel yaitu 1) aktivitas; 2) interaksi; dan 3)
sentimen (harapan). Teori Humanistik adalah bahwa
kepemimpinan merupakan suatu proses yang saling berhubungan
di mana seorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-
harapan dan nilai-nilai dan keterampilan individual dari mereka
yang terlibat dalam interaksi.

Initiative merupakan pemimpin harus tanggap dengan keadaan dan kondisi


organisasi yang dipimpinnya serta memiliki daya inisiatif yang
tinggi sehingga ia mengetahui kapan ia harus memutuskan untuk
melakukan suatu kebijakan atau kapan ia harus meninggalkannya
berkenaan dengan kesinambungan oganisasi kedepannya.

Inquiry merupakan dalam memimpin maka seorang pemimpin harus


memiliki informasi yang komprehensif tentang hal yang menjadi
tanggung jawabnya.

Advocacy merupakan dukungan sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan.


Banyak kasus menunjukkan bahwa seorang pemimpin kadang
merasa kurang percaya diri dengan perbuatan dan kebijakan yang
ia putuskan karena dirinya tidak memiliki dukungan yang
maksimal dalam kelompok.

Conflict solving merupakan pemimpin selain memiliki inisiatif dan kreatif


juga dituntut harus memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah dalam organisasi, baik masalah tersebut bersifat internal
maupun eksternal.

Decision making merupakan seorang pemimpin dalam menjalankan roda


kepemimpinannya dituntut harus memiliki kemampuan dalam
memutuskan sesuatu yang terbaik bag jalannya organisasi dan
kepemimpinan yang menjadi tanggungjawabnya.
Tipe otoriter Merupakan pemimpin yang membuat keputusan sendiri karena
kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang, ia memikul tanggung
jawab dan wewenang penuh. Demokratis Merupakan pemimpin
yang berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang
menarik perhatian mereka serta mereka dapat menyumbangkan
sesuatu.

Kendali bebas (laizes faire) Merupakan pemimpin memberi kekuasaan pada


bawahan. Kelompok dapat mengembangkan sasarannya sendiri
dan memecahkan masalah sendiri, pengarahan tidak ada atau hanya
sedikit. Pada tipe ini, pemimpin seperti tidak melakukan fungsi
kepemimpinan dan sifat kepemimpinannya tidak tampak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuid, Muhibbuddin.2013. Manajemen Pendidikan. Jawa Tengah: Pengging


Mangkunegaran.
Andang.2014. Manajemen Dan Kepemimpian Kepala Sekolah. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Asmendri.2012. Teori Dan Aplikasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Sekolah/Madrasah. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
Bahrozi, I. (2015). Komunikasi dalam Manajemen Pendidikan. FIKROH: Jurnal
Pemikiran dan Pendidikan Islam, 8(2), 105-118.
Blake, R.R. & Mouton, J.S.1964. The Managerial Grid. Houston Texas: Gulf
Publishing Company.
Danim, Sudarwan, dkk. 2009. Manajemen dan kepemimpinan Transformasional
Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Gafari, M. (2008). Komunikasi dalam manajemen pendidikan.
Kristiawan, Muhammad, dkk.2017. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta:
Deepublish.
Kurniadin, Didin. & Machali, Imam.2012. Manajemen Pendidikan. Yogyakarata:
Ar-Ruz Media.
Martin, G. J. 1998. Etnobotani: Sebuah Manual Pemeliharaan Manusia dan
Tumbuhan. Jakarta: Natural
Muhaimin, dkk. 2009. Manajemen Pendidikan : Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Kencana.
Murni, M. (2018). URGENSI KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM. Intelektualita, 4(2).
Naway, F., Letak, P., & Yusuf, D. (2017). Komunikasi Dan Organisasi
Pendidikan. Gorontalo: Ideas Publishing.
Rivai, V.2007. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sagala, Syaiful. 2010. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
Said, M. Mas’ud.2010. Innovative Bureaucracy: Ingredients, Contents dan
Kelembagaan. Malang: Averroes Community.
Siagian, Sondang P.1986. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi.
Jakarta: PT. Gunung Agung.
Soegito, A.T. 2010. Kepemimpinan Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah.
Semarang: Unnes Press.
Suprayogo, Didik.2010. Manual Mutu Proses dan Evaluasi Pembelajaran.
Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Terry, George R. dan Rue, Leslie W.2005. Dasar -Dasar Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara.
Terry, George R.1986. Asas-Asas Manajemen. Terjemahan Winardi. Bandung:
Alumni.
UPI, Tim Dosen Administrasi Pendidikan.2011. Manajemen Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai