Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak PT. Smelting Gresik”

Di Susun oleh :

Noviyanti 41183402170060

Ajeng Rahayu Safitri 41183402170062

Adinda Wulandari 41183402170064

FAKULTAS EKONOMI – MANAJEMEN

UNIVERSITAS ISLAM 45

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkah, rahmat, dan
hidayah yang dilimpahkan-Nya, kami dapat menyusun dan menylesaikan makalah yang
berjudul “PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEPIHAK PT. SMELTING GRESIK”

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu mata kuliah Ekonomi Manajerial

Dengan segala keterbatasan, kami sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan


makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam pembahasan maupun tata
bahasanya atau cara penulisannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati kiranya koreksi
dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak khususnya para pembaca sangat saya
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Akhir kata saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
sebagai penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bekasi, April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
A. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
B. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Identifikasi Kasus......................................................................................................................6
B. Definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).............................................................................7
C. Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)...........................................................................7
D. Penyelesaian..............................................................................................................................9
BAB III................................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bekerja merupakan salah satu cara seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang dimilikinya. Tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja menghasilkan
barang dan/jasa, dengan menerima upah atau imbalan lain (Asri Wijayanti, 2014:1).
Sampai tahun 2017, sebanyak 48,05 juta penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas
yang mempunyai status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai (BPS,
2018:92:147-148). Indonesia merupakan negara relatif memiliki banyak kota industri,
perwujudan hak-hak pekerja maupun pengusaha di tempat kerja perlu didukung.
Penting menciptakan hubungan industrial yang baik terutama mitra sosial kuat serta
dialog sosial yang terjalin baik dan efektif Indonesia antara pekerja dan pengusaha
sehingga memperlancar perundingan dan penyelesaian perselisihan yang ada antara
kedua belah pihak tersebut. Terdapat beberapa lembaga yang mendukung hubungan
industrial dan dialog sosial di Indonesia, termasuk organisasi pengusaha, organisasi
pekerja, Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit, Peraturan Perusahaan, Perjanjian
Kerja Bersama (yang selanjutnya disebut PKB) dan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industial.
Fakta bahwa adanya lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
tidak membuat perselisihan hubungan industrial menjadi hilang sama sekali. Masih
terdapat perselisihan yang terjadi antara pihak pekerja dan pihak pengusaha. Beberapa
tahun terakhir, banyak perselisihan terkait upah minimum ditunjukkan dengan aksi
mogok kerja. Dalam kasusnya terdapat 51 mogok tercatat pada tahun 2012 dan 239
mogok tercatat pada tahun 2013 (ILO, 2015:76:50). Contoh yang terjadi kasus yang
ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, antara PT Smelting dengan 309 pekerjanya.

A. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pemutusan hubungan kerja sepihak ?


2. Apa Penyebab pemutusan hubungan kerja pada PT. Smelting Gresik ?
3. Bagaimanakah Cara Menyelesaikan kasus pada PT. Smelting Gresik ?

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi pemutusan hubungan kerja sepihak


2. Mengetahui penyebab pemutusan hubungan kerja pada PT. Smelting Gresik
3. Mengetahui Cara menyelesaikan kasus pada PT. Smelting Gresik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Kasus

Sebagai perusahaan besar di Jawa Timur PT. Smelting mempunyai pekerja


yang cukup banyak. Perusahan yang maju dengan banyaknya pendapatan pertahunnya
ini tidak sesuai dengan kesejahteraan yang di terima oleh para pekerjanya, hal inilah
yang membuat para pekerja menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut kesejahteran
hak-hak nya sebagai pekerja dan akhirnya berujung pada pemutusan hubungan kerja.
PT Smelting Gresik telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 309
pekerjanya. Hal ini pun turut memberikan dampak negatif bagi PT Freeport karena
pemurnian konsentrat dilakukan di perusahaan ini. berawal April 2016 kemarin, di
mana perusahaan kami melakukan diskriminasi terkait masalah upah. Jadi sebagian
pekerja yang mayoritas itu kenaikannya hanya diberikan sebesar 5%. Pada sisi lain
posisi tertentu dilakukan kenaikan hingga 170% Hal ini, lanjutnya, tidak sesuai
dengan perjanjian bersama dan perjanjian kerja bersama yang sebelumnya telah
disepakati. Padahal, sebelumnya kenaikan gaji hanya dilakukan berdasarkan inflasi.
Namun, tuntutan ini tidak diindahkan oleh perusahaan. Untuk itu, pada Januari lalu
secara resmi para pekerja berencana untuk melakukan mogok kerja. Hanya saja,
perusahaan tetap tidak merespons baik permintaan dari para pekerja. Akhirnya, pihak
manajemen memberikan surat peringatan yang berujung pada PHK secara sepihak.
Para pekerja pun juga kehilangan haknya sejak bulan Februari lalu. Perusahaan tidak
membayar gaji dan memberikan hak layanan kesehatan kepada pegawai. Untuk itu,
pekerja meminta diskriminasi ini dapat diakhiri oleh pihak perusahaan dan pertemuan
dapat dilakukan. 37 Pada bulan januari lalu negosiasi antara perusahaan dan serikat
pekerja buntu. Akhirnya para pekerja yang akan melakukan aksi mogok kerja
dihalang-halangi manajemen. Para pekerja tidak diperkenankan masuk ke dalam
kantor serta sebanyak 700 orang polisi sudah melakukan pengamanan.Untuk
menghindari konflik dengan polisi, serikat buruh melakukan mogok kerja di luar
kantor. Selama mogok kerja berlangsung, pihak manajemen kemudian mengeluarkan
intimidasi berupa pemberian surat peringatan (SP).

hingga akhirnya PHK sepihak. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia


(FSPMI) PT Smelting Gresik melaporkan adanya pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan perusahaan terhadap 309 karyawan dari total 500 pekerja. Pemecatan
tersebut sebagai buntut aksi mogok kerja yang dilakukan karyawan karena menilai
kenaikan gaji tidak adil. FSPMI mendesak Kementerian Ketenagakerjaan
menyelesaikan kasus diskriminasi upah dan PHK yang dilakukan PT Smelting Gresik
terhadap pekerja operator, team leader, dan engineer. Zainal mengaku telah
melaporkan permasalahan ini kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa
Timur.

B. Definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja sama


antara karyawan dengan perusahaan, baik karena ketentuan yang telah disepakati, atau
mungkin berakhir di tengah karier . Mendengar istilah PHK, terlintas adalah
pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan pekerja. Oleh sebab itu,
selama ini singkatan ini memiliki arti yang negative dan menjadi momok menakutkan
bagi para pekerja.

Menurut Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


Pasal 1 ayat 25, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja atau buruh dan pengusaha.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja


dapat memberika beberapa pengertian:

1)      Termination, putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya


kontrak kerja yang telah disepakati.

2)      Dismissal, putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan


pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.

3)      Redundancy, karena perusahaan melakukan pengembangan engan


menggunakan mesin-mesin teknologi baru, seperti: penggunaan robot-robot indrustri
dalam proses produksi, penggunaan alat berat yang cukup dioprasikan oleh satu atau
dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berakibat pada
pengurangan tenaga kerja.

C. Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

tanggal 6 Januari 2017 pihak pekerja/buruh dan pihak perusahaan tidak


mencapai kata sepakat dalam perundingan pembuatan PKB-8. Hal ini menyebabkan
kekaburan mengenai deadlock. Dimana pihak pekerja/buruh menganggap bahwa
terlewatinya waktu perundingan berakibat pada kondisi deadlock. Pihak perusahaan
menganggap bahwa terlewatinya waktu perundingan tidak membuat hal tersebut
menjadi kondisi deadlock, karena pihak perusahaan masih mau melakukan
perundingan lagi.

Akibat dari kondisi deadlock tersebut, pihak pekerja/buruh yang tergabung


dalam serikat Perundang-undangan.

pekerja/serikat buruh PUK SPL FSPMI melakukan aksi mogok kerja. Pada
sisi lain pihak perusahaan menilai bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh pihak
pekerja/buruh yang tergabung dalam serikat pekerja/serikat pekerja PUK SPL FSPMI
tidak sah karena pihak perusahaan berpendapat bahwa pihak perusahaan masih mau
berunding lagi. Pada dasarnya mogok kerja merupakan hak dasar bagi pekerja/buruh
seperti yang termuat dalam Pasal 137 UUK.

Pengertian mogok kerja merupakan sebuah tindakan yang dilaksanakan oleh


pekerja/buruh yang pelaksanaannya dilakukan secara terencana dan secara bersama-
sama dan/oleh pihak serikat pekerja/serikat buruh dengan tujuan untuk menghentikan
atau memperlambat proses pekerjaan itu sendiri sesuai dengan Pasal 1 angka 23
UUK. Siapapun dilarang menghalanghalangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh untuk melakukan hak mogok kerja yang dilaksanakan secara sah, tertib dan
damai. Siapapun dilarang untuk melaksanakan penangkapan dan/atau penahanan
terhadap pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang mekasanakan mogok
kerja yang sah, tertib dan damai sesuai dengan Pasal 143 UUK. mogok kerja yang
dilakukan oleh pihak pekerja/buruh tanpa adanya upaya untuk melakukan
perundingan terlebih dahulu untuk penyelesaian perselisihan merupakan hal yang
tidak sah atau ilegal, mogok kerja yang tidak sah berakibat pada pekerja/buruh yang
melaksanakan aksi mogok kerja tersebut dikualifikasikan sebagai pekerja/buruh yang
mangkir dari pekerjaannya. Pihak perusahaan akan melakukan pemanggilan kembali.
Panggilan dilakukan dua kali secara berturut-turut dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari.
Bilamana pekerja/buruh mengindahkan panggilan terebut maka pekerja/buruh
tersebut dikualifikasikan mengundurkan diri dari perusahaan. Dengan demikian
mogok kerja bukan lah jalan utama bagi pihak pekerja/buruh, masih ada perundingan
yang dapat diupayakan terlebih dahulu sebelum melakukan aksi mogok kerja (Arinto
Nugroho, 2013:32).

Mogok kerja yang sah adalah mogok kerja yang merupakan akibat gagalnya
sebuah perundingan, melaksanakan pemberitahuan kepada pihak pengusaha dan
Dinas Tenaga Kerja setempat, pemberitahuan dilakukan 7 (tujuh) hari sebelum
pelaksanaan mogok kerja, dan isi pemberitahuan harus sesuai dengan ketentuan Pasal
140 Ayat (2) UUK hal tersebut sesuai Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :Kep.232/men/2003 tentang Akibat Hukum
Mogok Kerja yang Tidak Sah (yang selanjutnya disebut Kepmenakertrans 232)
menggunakan penafsiran a contrario.

D. Penyelesaian

1. Perundingan Bipartit
Perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau
serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai
penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian
didaftarkan pada PHI setempat. Namun apabila dalam perundingan tidak mencapai
kata sepakat, maka para pihak yang berselisih harus melalui prosedur penyelesaian
Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Perundingan antara pekerja, pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga sebagai
fasilitator dalam penyelesaian PHI diantara pengusaha dan pekerja. Perundingan
tripartit bisa melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.
a. Mediasi
Penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK
dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi, bilamana
para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan
didaftarkan di PHI.
Namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat, maka mediator akan mengeluarkan
anjuran secara tertulis. Jika anjuran diterima, kemudian para pihak mendaftarkan
anjuran tersebut ke PHI. Di sisi lain, apabila para pihak atau salah satu pihak menolak
anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain
melalui PHI.
b. Konsiliasi
Penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang
dalam ketentuan UU PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker
sebagaimana mediasi) yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator
berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Penyelesaian perselisihan di luar PHI atas perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat buruh dalam suatu perusahaan dapat ditempuh melalui kesepakatan
tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada
para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak
yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih
dari daftar yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3. Pengadilan Hubungan Industrial
Bagi pihak yang menolak anjuran mediator dan juga konsiliator, dapat mengajukan
gugatan ke PHI. Tugas PHI antara lain mengadili perkara Perselisihan Hubungan
Industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan
eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tata tertib perundingan PKB-8 merupakan alasan bagi pihak pekerja/buruh


untuk melakukan mogok kerja, hal tersebut dikarenakan dengan terlewatinya batas
waktu perundingan yang telah disepakati dalam Tata Tertib Perundingan PKB-8
menjadi sebuah indikasi bahwa perundingan PKB-8 telah menemui kegagalan
atau deadlock sesuai dengan Pasal 1338 KUHPer. Selanjutnya, berkenaan dengan
prosedur/tata cara mogok kerja, serikat pekerja/serikat buruh PUK SPL FSPMI PT
Smelting di PT Smelting juga sudah melakukan prosedur/tata cara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada, dimulai dengan melayangkan
pemberitahuan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sebelum melaksanakan mogok
kerja, serta dalam surat pemberitahuan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan
Pasal 140 ayat (2) UUK, dimana surat pemberitahuan tersebut harus memuat
waktu (hari, tanggal, dan jam) mulai dan berakhirnya mogok kerja, lokasi mogok
kerja, serta alasan mogok kerja dilaksanakan, dan tanda tangan ketua dan
sekretaris serikat pekerja. Berdasarkan alasan tersebut mogok kerja yang
dilaksanakan oleh pekerja/buruh yang tergabung dalam serikat pekerja/serikat
buruh PUK SPL FSPMI PT Smelting adalah mogok kerja yang sah menurut
peraturan perundang-undangan.

B. Saran

Pekerja/buruh diharapkan menggunakan upaya lain jika terjadi masalah


ketenagakerjaan, seperti mengupayakan Perundingan Bipartit terlebih dahulu jika
terjadi permasalahan. Mogok kerja memang hak dasar pekerja/buruh atas
gagalnya suatu perundingan akan tetapi lebih baik jika pihak pekerja/buruh
mengupayakan perundingan dengan pihak pengusaha dibandingkan melakukan
mogok kerja, karena mogok kerja merupakan upaya terakhir yang dilakukan
pekerja/buruh.
DAFTAR PUSTAKA

PT Smelting. 2005. About Us (Daring). http://www.ptsmelting.com/aboutus.htm. diakses pada 1 Oktober 2017


pukul 12:36.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).

Republik Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :
Kep.232/men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah.

Anda mungkin juga menyukai