Anda di halaman 1dari 11

Konsep Pendidikan Keluarga Menurut Sayyid Quthb

(Kajian Surat Thaha Ayat 132 Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an)

Burhanudin
Program Magister Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Agama Islam,
Universitas Muhammadiyah Magelang
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
masburhan1986@gmail.com

ABSTRAK — Jurnal diskursus ini membahas I. PENDAHULUAN


tentang Konsep Pendidikan Keluarga menurut
Sayyid Quthb dengan berdasarkan tafsir Fi
Dzilalil Quran Surat Thaha Ayat 132. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam
Permasalahan pokok yang dikaji terfokus pada struktur yang paling baik di antara makhluk Allah
kajian Konsep pendidikan keluarga menurut yang lain. Struktur manusia terdiri dari jasmani
Sayyid Quthb dalam al-Qur’an surat Thaha dan rohani, atau unsur fisiologis dan unsur
ayat 132. Kemudian masalah ini dirinci ke dlam psikologis.
sub bab masalah, yaitu : Bagaimana pandangan Dalam struktur jasmani atau rohani itu
pemikiran Sayyid Quthb tentang pendidikan Allah memberikan seperangkat kemampuan
keluarga khususnya dalam Surat Thaha ayat
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang,
132.
Tujuan penelitian ini adalah untuk dalam psikologis disebut potensialitas, yang
mengetahui konsep pendidikan keluarga menurut aliran behaviorisme disebut sebagai
menurut Sayyid Quthb dalam al-Qur’an surat kemampuan dasar yang secara otomatis dapat
Thaha ayat 132. Selanjutnya, jenis penelitian ini berkembang (Arifin, 1991).
adalah library reseach, sifatnya kualitatif Manusia merupakan makhluk yang
deskriptif-analisis. Pendekatan yang digunakan memiliki potensi dapat dididik dan mendidik
adalah pendekatan historis, merupakan sehingga mampu menjadi khalifah di bumi
pendekatan untuk mengkaji biografi Sayyid (Daradjat dkk, 1991). Sejak Adam diciptakan,
Quthb dan karyanya. Hasil penelitian ini
sejak saat itu pula pendidikan telah ada, dan pada
menunjukkan bahwa pendidikan keluarga
diawali dengan membiasakan melaksanakan mulanya Allah-lah sebagai pendidik dan Adam
shalat sebagai bentuk pengabdian kepada Allah sebagai terdidik.
SWT yang akan menjadikan kemuliaan akhlak. Melalui proses pendidikan, keluarga
Kemudian memberikan pengertian bahwa muncul sebagai lembaga pendidikan semenjak
semua bentuk rezeki yang diterima berasal manusia itu ada. Tugas keluarga dalam pendidikan
dari Allah SWT, ini merupakan pendidikan adalah meletakkan dasar-dasar bagi
aqidah. Sedangkan tujuan akhir pendidikan perkembangan anak dengan mengasah
keluarga adalah menjadikan manusia yang kecerdasan emosi dan spiritualnya melalui
bertakwa, yaitu selalu berhati-hati agar tidak
penanaman pemahaman agama yang benar.
melanggar larangan Allah SWT dan berusaha
melaksanakan perintah-perintah-Nya. Inilah Keluarga bukan saja bertugas mendidik
yang kemudian disebut insan kamil sebagai anak-anak tetapi sekaligus mampu memerankan
tujuan akhir pendidikan Islam. Sayyid Quthb anak, di mana anak diharapkan mampu
menempatkan keluarga sebagai titik awal dan memerankan dirinya, menyesuaikan diri
titik sentral dalam proses pendidikan. Maka mencontoh pola dan tingkah laku dari orangtua
tanggungjawab pendidikan tidak diserahkan serta dari orang-orang yang berada dekat dengan
sepenuhnya kepada lembaga pendidikan, lingkungan keluarga. Jadi peran ayah, ibu dan
namun keluarga memiliki tanggungjawab yang seluruh anggota keluarga adalah hal yang penting
lebih.
bagi proses pembentukan dan pengembangan
Kata Kunci : Pendidikan Keluarga, Sayyid Quthb
pribadi (Daradjat, 1991).

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
117
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

Keluarga sebagai fase awal proses Sayyid Quthb nampaknya memiliki


pendidikan maka Islam memandang keluarga pandangan yang serasi dalam memahami metode
sebagai sebuah institusi yang sangat menentukan al-Qur‟an dalam hal pengungkapan dan
arah kehidupan manusia dan memberikan penggambaran masalah. Tujuan pokok
peluang kepada para anggotanya untuk meraih penulisannya adalah menyederhanakan prinsip-
hidup bahagia di dunia maupun akhirat. Di prinsip ajaran al-Qur‟an demi pembangunan
samping itu, juga sangat mungkin berawal dari kembali umat Islam. Dengan demikian maka
keluarga peluang mendapatkan kesengsaraan tafsirnya lebih banyak bersifat pengarahan
hidup sangat terbuka luas bagi para anggotanya. dibandingkan dengan pengajaran (as-Salih, 2001).
Pertama kali yang diperintahkan Allah kepada Berdasarkan latar belakang masalah di
nabi Muhammad saw dalam mengembangkan atas, maka dapat ditarik beberapa pokok masalah
agama Islam adalah untuk mengajarkan agama itu yang perlu ditelaah dan diteliti.
kepada keluarganya, kemudian kepada 1.1. Rumusan Masalah
masyarakat luas. Sebagaimana firman Allah dalam Bagaimana konsep pendidikan keluarga
al-Qur‟an surat Asy-Syu‟ara ayat 214 sebagai menurut Sayyid Quthb dalam al-Qur‟an
berikut : surat Thaha ayat 132?

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian penelitian ini adalah untuk
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-
mengetahui konsep pendidikan keluarga
kerabatmu yang terdekat” (Departemen
menurut Sayyid Quthb dalam al-Qur‟an
Agama RI, 2004).
surat Thaha ayat 132.
Dilihat dari hubungan dan tanggungjawab
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
orangtua terhadap anak, maka tanggungjawab
1. Secara Teoritis
pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa
a. Bagi perkembangan keilmuan, diharapkan
dibebankan kepada orang lain. Latihan-latihan
penelitian ini akan memberikan
keagamaan hendaklah dilakukan sedemikian rupa
sumbangsih pemikiran dan akan
sehingga menumbuhkan nilai-nilai yang sangat
menambah wacana dalam Pendidikan
diperlukan dalam pertumbuhan anak (Daradjat,
Islam khususnya pendidikan keluarga.
1970).
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah
Namun dalam kenyataannya, tidak sedikit
satu acuan dan rujukan bagi para
yang gagal dalam membina keluarga sesuai
pembaca.
dengan yang dikehendaki oleh ajaran Islam.
c. Hasil penelitian ini merupakan langkah
Kegagalan demikian akan berpengaruh pula
awal dan dapat ditindak lanjuti oleh
terhadap fungsi keluarga sebagai pusat
penulis berikutnya.
pendidikan. Pentingnya posisi keluarga dalam
2. Secara Praktis
pembinaan generasi, masyarakat dan umat, maka
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
kiranya sangat mendesak dilakukan penelaahan
salah satu panduan praktis dalam mewujudkan
mengenai metode pendidikan keluarga dalam al-
keluarga Islami bagi masyarakat Muslim yang
Qur‟an.
menginginkan adanya perubahan yang lebih baik.
Salah satu konsep pendidikan keluarga
yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia
1.3. Kerangka Teoritik
adalah pada al-Qur‟an surat Thaha ayat 132. Di
Kajian tentang pendidikan keluarga telah
dalam ayat tersebut terdapat konsep dan
banyak dilakukan, baik secara indvidu maupun
aplikasinya dalam kehidupan. Sedangkan untuk
kelompok dalam bentuk karya tulis. Keluarga
memudahkan memahami ayat al-Qur‟an tentunya
yang di dalamnya terdapat beberapa orang
dibutuhkan tafsir sebagai penjelas.

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


118 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

sebagai anggotanya memiliki peran, tugas dan keluarga sakinah dan peran keluarga dalam
tanggungjawab yang berbeda. pendidikan dengan metode kisah dalam al-Qur‟an
Miharso dalam bukunya yang berjudul surat Luqman ayat 12 s.d. 19.
Pendidikan Keluarga Qur’ani (2004) Nur Ahid dalam bukunya Pendidikan
mengedepankan konsep pendidikan keluarga Keluarga Dalam Perspektif Islam (2010)
dengan berpedoman pada al-Qur‟an yang telah menjelaskan keluarga sebagai pusat pendidikan
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini Islam yang di dalamnya terdapat pendidikan
selaras dengan firman Allah dalam al-Qur‟an dalam berbagai hal, seperti pendidikan aqidah,
sebagai berikut : akhlaq, ibadah dan pendidikan intelektual.
Beberapa buku di atas yang penulis
gunakan sebagai bagian dari referensi penulisan
penelitian ini, di dalamnya belum ditemukan
pembahasan mengenai konsep pendidikan
keluarga menurut Sayyid Quthb dalam al-Qur‟an
“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri surat Thaha ayat 132. Dengan demikian, masalah
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang yang penulis angkat merupakan sesuatu yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari layak untuk diteliti untuk menambah
kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al- pengetahuan mengenai pendidikan keluarga.
Ahzab: 21).
Rasululah saw yang mendapatkan tugas
menyempurnakan akhlaq, telah melakukan II. METODE PENELITIAN
pendidikan dalam dakwahnya baik dengan
perkataan maupun perbuatan berdasarkan wahyu A. Pendekatan
yang diterimanya. Sasaran pendidikan yang Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang
pertama kali dalam dakwahnya ditujukan kepada sistematis, mempunyai tujuan tertentu dengan
isterinya, kemudian kepada anggota keluarga dan menggunakan metodologi yang tepat dimana data
kerabatnya. yang dikumpulkan harus ada relevansinya dengan
Dalam buku yang berjudul Pola Komunikasi masalah yang dihadapi. Baik tidaknya dari hasil
Orangtua dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah suatu kegiatan penelitian tergantung pada bagian
Perspektif Pendidikan Islam) karya Djamarah teknik-teknik pengumpulan data untuk
(2004) membahas secara khusus tentang memperoleh bahan-bahan yang relefan dan
bagaimana mengharmoniskan keluarga melalui akurat. Penelitian ini termasuk penelitian
pola komunikasi yang bersifat membangun. kualitatif-diskriptif, karena dalam pengumpulan
Keberhasilan membangun komunikasi data sampai pada analisis data.
keluarga harmonis dalam rangka mendidik anak
cerdas tidak terlepas dari perhatian orang tua Dalam penelitian ini penulis menggunakan
dalam memanfaatkan sejumlah prinsip etika pendekatan deskriptif kualitatif, di mana
komunikasi Islam seperti qawlan karima, qawlan penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk
sadida, qawlan ma’rufa, qawlan baligha, qawlan menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
layyina dan qawlan maisura ketika orangtua menggambarkan “apa adanya” tentang suatu
berkomunikasi dengan anak. variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1995).
Dalam pandangan Sofyan S. Willis dalam Hal ini sesuai dengan statemen yang dikeluarkan
bukunya Konseling Keluarga (2007) menawarkan oleh Winarno Surahman bahwa metode
solusi permasalahan terjadinya hambatan penyelidikan deskriptif lebih merupakan istilah
komunikasi antar anggota keluarga dengan cara umum yang mencakup berbagai tehnik deskriptif.
melaksanakan konseling keluarga dan individu. Diantaranya ialah penyelidikan yang menuturkan,
Selain hal itu juga dibahas mengenai bimbingan menganalisa, dan mengklasifikasi.

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
119
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

B. Teknik Pengumpulan Data 2. Deduksi


Deduksi adalah penarikan kesimpulan
Teknik pengumpulan data merupakan
dengan menggunakan prinsip apa saja yang
cara dalam usaha mengumpulkan data. Dalam
dipandang benar pada semua peristiwa itu
penelitian ini, teknik pengumpulan data yang
dalam suatu kelas/jenis, berlaku juga sebagai
digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu
hal yang benar pada semua peristiwa yang
teknik pengumpulan data yang tidak langsung
termasuk dalam kelas/jenis itu (Hadi, 2002).
ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui
Teknik analisis data deduksi yang penulis
dokumen (Hasan, 2002).
gunakan untuk menganalisis pendapat Sayyid
Dalam pengertian yang lain, metode Quthb yang umum kemudian dijabarkan
dokumentasi adalah cara mencari data mengenai dalam premis-premis khusus. Misalnya
hal-hal atau variable yang berupa catatan, tentang penafsiran Sayyid Quthb tentang
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, pendidikan keluarga dalam surat Thaha ayat
notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya 132, selanjutnya adalah bagaimana proses
(Arikunto, 1991: 188). Dalam penelitian ini data pendidikan keluarga bisa diterapkan dalam
yang penulis kumpulkan diantaranya adalah masyarakat muslim.
tentang pendidikan keluarga, hal-hal yang 3. Interpretasi
berkaitan dengan Sayyid Quthb dan penafsiran Setelah melakukan analisis teks-teks
Sayyid Quthb pada al-Qur‟an surat Thaha ayat yang terkumpul, maka langkah selanjutnya
132. adalah melakukan interpretasi terhadap teks-
teks yang ada terutama pada teks-teks
C. Metode Analisis Data primer. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
Analisis data adalah proses pemahaman yang mendalam terhadap obyek
mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam kajian.
pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moloeng, 2006). A. Metode dan Pendekatan Penafsiran
Metode analisis data yang penulis Sayyid Quthb
gunakan dalam penelitian ini adalah: Al-Qur‟an merupakan sumber pokok
1. Induksi ajaran Islam menempati posisi sentral dalam
Teknik analisis data secara induksi adalah perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu
mengungkapkan pernyataan secara alamiah keislaman dan sebagai inspirator gerakan-gerakan
kemudian menarik sebuah kesimpulan Islam sepanjang empat belas abad sejarah
(Azhar dkk, 2006). Menurut Hadi, (2002) pergerakan umat Islam. Pemahaman terhadap
berpikir induktif berangkat dari fakta-fakta ayat-ayat al-Qur‟an melalui penafsiran-
yang khusus, peristiwa-peristiwa konkret, penafsirannya mempunyai peranan yang sangat
kemudian ditarik generalisasi yang besar bagi maju-mundurnya umat Islam.
mempunyai sifat umum. Dalam generalisasi Al-Farmawi (Shihab, 1992) mengemukakan
itu sudah tentu hal-hal/peristiwa-peristiwa ada empat metode penafsiran yang dilakukan
khusus yang dijadikan dasar generalisasi itu oleh beberapa mufasir, diantaranya adalah:
masih termasuk dalam daerah generalisasi 1. Metode Tahlily
yang dianggap benar itu. Dalam teknik ini Metode tahlily (analisis) adalah cara
penulis mengumpulkan data-data khusus penafsiran al-Qur‟an berdasarkan susunan ayat
yang ada untuk menarik sebuah kesimpulan dan surat yang terdapat dalam mushaf. Atau
umum mengenai obyek kajian. dengan kata lain menjelaskan kandungan ayat-
ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


120 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Segala menjelaskan kecenderungan masing-masing


segi yang dianggap perlu oleh mufasir tahlily mufasir dan mengungkap sisi-sisi subjektivitas
diuraikan, mulai dari kosakata, ashbabun nuzul, mereka yang tergambar pada mazhab yang
munasabah dan lain sebagainya yang berkaitan dianutnya. Selain itu tafsir muqaran juga
dengan teks atau kandungan ayat (Yusuf, 2009). membandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya,
Dalam metode tahlily, mufasir bermaksud atau membandingkan antara ayat dengan hadits
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari yang membahas persoalan yang sama (Yusuf,
seluruh aspeknya. Metode ini merupakan cara 2009).
penafsiran yang paling lama, bahkan paling tua Dalam metode ini seorang mufasir
dibandingkan dengan metode tafsir yang lain, mengoleksi ayat-ayat al-Qur‟an kemudian dikaji
karena telah diaplikasikan sejak era sahabat Nabi dan diteliti penafsiran para pakar tafsir
Muhammad saw (Saleh, 2007). Menurut Hassan menyangkut ayat-ayat tersebut dengan mengacu
Hanafi (Saleh, 2007) kelebihan metode ini adalah pada karya-karya tafsir yang mereka sajikan
mampu menyediakan informasi yang maksimal (Saleh, 2007).
meliputi lingkungan sosial, lingustik dan sejarah 4. Metode Mawdhu’iy
dari teks. Metode mawdhu’iy mempunyai dua
2. Metode Ijmali (global) pengertian, yaitu : pertama, penafsiran
Tafsir dengan metode ijmali dapat diartikan menyangkut satu surat dalam al-Qur‟an dengan
sebagai cara menjelaskan maksud ayat al-Qur‟an menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan
secara umum dengan tidak memperincinya, atau merupakan tema sentralnya/tema pokoknya,
penjelasan singkat tentang pesan-pesan Ilahi yang serta menghubungkan persoalan-persoalan yang
terkandung dalam suatu ayat. Para mufasir yang beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu
menggunakan metode ini menyajikan isi dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut.
kandungan ayat al-Qur‟an kepada pembaca tanpa Sehingga satu surat tersebut dengan berbagai
mengulas secara luas sehingga mudah dipahami masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak
karena tidak keluar dari konteks. terpisahkan.
Dalam metode ini mufasir menjelaskan Kedua, penafsiran yang bermula dari
makna ayat secara berututan, ayat demi ayat dan menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang membahas
surat demi surat sesuai dengan urutan mushaf satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau
utsmani. Dan terkadang disertai sebab-sebab surat dalam al-Qur‟an kemudian menjelaskan
turunnya ayat (Yusuf, 2009). pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut
Langkah awal yang dilakukan oleh mufasir untuk menarik petunjuk al-Qur‟an secara utuh
adalah membahas ayat demi ayat sesuai dengan tentang masalah yang dibahas (Shihab, 1992).
urutan yang tertuang di dalam mushaf, kemudian Dalam pandangan Shihab (1992), sejak
mengemukakan arti global yang dimaksud oleh periode ketiga dari penulisan kitab-kitab tafsir
ayat-ayat tersebut. Makna yang diutarakan sampai tahun 1960, para mufasir menafsirkan
biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat (ayat ayat-ayat al-Qur‟an dengan cara ayat demi ayat,
diletakkan di antara dua tanda kurung, dan sesuai dengan susunannya di dalam mushaf.
tafsirnya diletakkan di luar tada kurung tersebut). Menurut al-Syathibi yang dikutip oleh
Sehingga pembaca akan merasakan bahwa uraian Shihab (1992) bahwa setiap surat, walaupun
tafsirnya tidak berbeda jauh dengan gaya bahasa masalah-masalah yang dikemukakan berbeda-
al-Qur‟an (Saleh, 2007). beda, tetapi terdapat satu sentral yang mengikat
3. Muqaran dan menghubungkannya. Maka muncullah suatu
Secara istilah, tafsir muqaran adalah metode baru dengan menghimpun ayat-ayat al-
metode atau teknik menafsirkan al-Qur‟an Qur‟an yang membahas tentang satu masalah
dengan cara membandingkan pendapat seorang tertentu, kemudian mengaitkan satu dengan yang
mufasir dengan mufasir lainnya mengenai tafsir lain dan menafsirkan secara utuh dan
sejumlah ayat. Dalam perbandingan ini, mufasir menyeluruh. Metode ini kemudian dinamakan

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
121
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

dengan metode mawdhu’iy. Metode inilah yang Quthb adalah dengan tahlily (analisis) dengan
ditempuh para mufasir sejak periode ketiga. kriteria menafsirkan al-Qur‟an berdasarkan
Adapun pendekatan dalam menafsirkan susunan ayat dan surat yang terdapat dalam
ayat-ayat al-Qur‟an yang dilakukan oleh para mushaf, atau menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
mufasir ada dua macam, yaitu : Qur‟an dari berbagai seginya dengan
1. Al-Ma’tsur memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an
Pendekatan penafsiran dengan al-ma’tsur sebagaimana tercantum di dalam mushaf.
adalah jenis pendekatan dengan riwayat. Tafsir bi Adapun pendekatan Sayyid Quthb dalam
al-ma’tsur merupakan bentuk penafsiran yang penafsiran al-Qur‟an adalah mensinergikan
paling tua dalam sejarah tafsir al-Qur‟an. Riwayat pendekatan bi al-ra’yi dan bi al-ma’tsur, dengan ciri
merupakan sumber penting dalam memahami penafsiran menggunakan hasil ijtihad dan
teks al-Qur‟an karena Nabi Muhammad saw terkadang menggunakan ayat al-Qur‟an yang lain
diyakini sebagai penafsir pertama terhadap al- dan hadits Nabi untuk menjelaskan maksud suatu
Qur‟an. Dalam tafsir bi al-ma’tsur menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkannya.
suatu ayat berdasarkan pada penjelasan dari Nabi Sayyid Quthb mempunyai pandangan
Muhammad saw dan atau para sahabatnya. yang serasi dalam memahami metode al-Qur‟an
Jadi, tafsir bi al-ma’tsur dalam Nashir mengenai pengungkapan dan penggambaran
(2008). Ini merupakan salah satu pendekatan masalah. Tujuan pokok penulisannya adalah
penafsiran yang data materialnya mengacu pada menyederhanakan prinsip-prinsip ajaran al-
hasil penafsiran Nabi Muhammad saw yang Qur‟an demi membangun kembali umat Islam.
ditarik dari riwayat pernyataan Nabi dan atau Dengan demikian, tafsirnya lebih banyak bersifat
dalam bentuk asbab al-nuzul sebagai satu-satunya pengarahan daripada pengajaran. Selain itu, Sayyid
sumber data yang otoritatif, walaupun tidak Quthb selalu memberi prolog terhadap setiap
setiap ayat mempunyai asbab al-nuzul. surat dengan suatu pendahuluan yang
2. Al-Ra’yu menjelaskan tema surat dan persoalannya,
Ra’yu artinya pendapat, yaitu pendapat termasuk tujuan-tujuan pentingnya, kemudian
mufasir mengenai makna suatu ayat, yang tidak menjabarkan kata per kata untuk menghindari
didasarkan atas penjelasan ayat, hadits, perkataan hal-hal yang meragukan dalam membahas al-
sahabat dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi juga disebut Qur‟an (as-Shalih, 1996: 394).
sebagai salah satu pendekatan penafsiran dengan
ijtihad seorang mufasir (Yusuf, 2009). B. Konsep Pendidikan Keluarga Dalam
Dalam Nashir (2008) tafsir bi al-ra’yi di Surat Thaha Ayat 132
dalam dunia penafsiran mengalami perkembangan Salah satu ayat al-Qur‟an yang mendasari
yang cukup pesat, akan tetapi dalam di kalangan pendidikan keluarga adalah surat Thaha ayat 132
umat Islam ada yang memperbolehkan dan ada sebagai berikut :
yang melarangnya. Tetapi apabila diteliti lebih
jauh, pertentangan kedua pendapat tersebut
hanya bersifat redaksional. Artinya, kedua
pendapat tersebut sama-sama melarang
penafsiran berdasarkan al-ra’yu (pemikiran)
semata tanpa mengindahkan kaidah-kaidah dan
kriteria mufasir yang berlaku. Namun keduanya Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
sepakat memperbolehkan penafsiran al-Qur‟an shalat dan bersabarlah kamu dalam
dengan sunnah Rasul serta kaidah-kaidah yang mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki
mu’tabarah (diakui sah secara bersama). kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu.
Apabila ditinjau dari metode dan dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
pendekatan penafsiran al-Qur‟an di atas, maka bertakwa.
metode penafsiran yang dilakukan oleh Sayyid

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


122 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

Ayat ini turun dalam situasi masyarakat


yang masih jahiliyah/masyarakat yang masih
berpegang teguh pada kepercayaan mistis,
tahayyul, khurafat bahkan syirik. Mereka selalu
menolak ajakan Nabi Muhammad saw untuk
berubah menjadi masyarakat yang berpendidikan
melalui tuntunan wahyu yang diterimanya dari
Allah SWT.
Sayyid Quthb (Yasin, 2004) Surat Thaha
“Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
ayat 132 berkaitan dengan dua ayat sebelumnya
shalat” : Kewajiban seorang muslim yang pertama
tentang perintah Allah kepada Nabi Muhammad
adalah menyulap rumahnya agar menjadi rumah
saw agar tetap bersabar dalam dakwah kepada
yang Islami. Juga mengarahkan keluarganya agar
kerabat dekatnya sebagai pelaksanaan dari firman
melaksanakan kewajiban yang menghubungkan
Allah SWT berikut ini :
mereka dengan Allah, sehingga orientasi langit
mereka dengan kehidupan dunia sama. Alangkah
indahnya kehidupan dalam naungan rumah yang
seisi rumahnya menghadap Allah dengan
“ Dan berilah peringatan kepada kerabat- melaksanakannya secara sempurna dan
kerabatmu yang terdekat” (Q.S. Asy-Syu‟ara: 214) merealisasikan pencapaiannya (Yasin dkk, 2004:).

Ketika Rasulullah saw melaksanakan Di dalam tafsir di atas, Sayyid Quthb


perintah tersebut, tidak sedikit yang menolaknya mengemukakan langkah pertama dalam
dengan berbagai cara, seperti perkataan kufur, membangun pendidikan keluarga adalah
olok-olokan maupun pembangkangan secara memerintahkan keluarga untuk mendirikan
terang-terangan. Allah SWT mengingatkan agar shalat, sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban
tidak larut dalam kesedihan, tetapi tetap sebagai muslim dalam mewujudkan rumahnya
bertasbih/mengingat Allah dalam keadaan apapun menjadi rumah yang Islami. Shalat sebagai suatu
agar Allah senantiasa meliputi kesenangan dalam kewajiban yang menghubungkan manusia kepada
hati. Allah.
Allah juga mengingatkan agar tidak Menurut bahasa, shalat artinya do‟a.
terpesona dengan harta dunia yang dimiliki oleh Sedangkan menurut istilah syariat, pengertian
orang kafir, karena harta itu sebagai ujian bagi shalat adalah ibadah yang terdiri dari bacaan-
mereka dan akan segera musnah karena bacaan khusus yang diawali dengan takbir kepada
kesombongannya. Semua itu merupakan perintah Allah (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam.
Allah untuk berbangga hati dengan nilai-nilai Di dalam al-Qur‟an perintah shalat disebutkan
dasar yang abadi dan bangga dengan hubungannya berkali-kali, hal ini menunjukkan pentingnya
kepada Allah dan ridla-Nya. Maka agar hubungan kedudukan shalat dalam kehidupan manusia (el-
dengan Allah semakin kuat, Nabi diperintah Bantanie, 2007).
untuk mendidik keluarganya dengan shalat, sabar, Sayyid Quthb memaknai “ahlun” dengan
keimanan dan ketakwaan sebagaimana dalam arti keluarga dalam satu rumah. Berawal dari
surat Thaha ayat 132. sebuah keluarga yang Islami, kemudian meluas
kepada keluarga yang lain dalam satu kesatuan
Sayyid Quthb (1986) menafsirkan ayat di masyarakat.
atas sebagai berikut : Dalam tafsirnya, Sayyid Quthb (Yasin dkk,
2004) mengemukakan sebagaimana yang telah
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw setelah
membangun keluarganya menjadi keluarga Islami,

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
123
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

kemudian melanjutkan misinya kepada kerabat metode pengulangan, dimana potensi spiritual
dekatnya. yang berisi elemen-elemen karakter sifat-sifat
Menurut Sayyid Quthb (Rachman, 2007), mulia dan agung itu diasah dan diulang-ulang,
nilai yang terkandung di dalam ibadah shalat sehingga akan terjadi proses behaviorisme yang
adalah hubungan langsung antara sesuatu yang mengarah pada internalisasi karakter.
lemah dengan sesuatu yang Maha Besar dan Maha Menurut Agustian (2003: 278), shalat
Abadi. Keluarga yang semua anggotanya dengan merupakan metode yang jauh lebih sempurna
teratur dan kompak melaksanakan shalat akan untuk menjadikan manusia unggul, karena tidak
menjadikan keluarganya tenteram, bahagia dan hanya bersifat duniawi namun juga memuat nilai-
sakinah sebagaimana keluarga Nabi Muhammad nilai spiritual. Di dalamnya terdapat sebuah
saw. Maka menjadi suatu kewajiban bagi setiap totalitas yang terangkum secara dinamis
muslim. kombinasi gerak (fisik), emosi (rasa) dan hati
Tujuan utama Allah menurunkan perintah (spiritual). Fungsi shalat dalam ESQ adalah
shalat adalah li dzikriy/supaya mengingat-Ku sebagai mekanisme untuk mengingat sifat-sifat
sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut : mulia yang dimiliki oleh Allah. Ketika shalat,
seseorang melafalkan sifat-sifat agung yang
dimiliki-Nya dengan sepenuh jiwa, serta memuji
asma-Nya secara berulang-ulang.

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada


Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Q.S.
Thaha: 14)

Memaknai ayat di atas, Sayyid Quthb (el-


Bantenie, 2007) menjelaskan bahwa shalat adalah
media yang paling tepat untuk memohon
pertolongan Allah. Di samping itu, shalat
merupakan sarana komunikasi (dzikr) dan
pertemuan antara hamba dengan Tuhannya, (Dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya):
sehingga timbul hubungan yang kuat di dalam hati Yaitu melaksanakannya secara sempurna dan
untuk memohon pertolongan-Nya. merealisasikan pencapaiannya. Sesungguhnya shalat
Hal inilah yang diharapkan oleh Sayyid dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Inilah
Quthb kepada umat Islam agar menjadikan shalat realisasi pencapaian dari shalat yang benar. Shalat
sebagai meditasi tertinggi dan sarana memohon memerlukan kesabaran agar sampai kepada batas
pertolongan kepada Allah. Dengan mendirikan yang membuahkan hasil, baik pada perasaan
shalat, ruh manusia akan merasakan kedamaian maupun pada tingkah laku. Kalau tidak demikian,
ketika bertemu dengan Rabb-nya, dan menunggu maka ia bukan shalat yang ditegakkan. Tetapi ia
jawaban untuk menyelesaikan permasalahan dan hanya sekadar gerakan dan komat-kamit. Shalat,
kesulitan yang dihadapi, di dalam dirinya sendiri, ibadah dan menghadap Allah itu adalah beban yang
keluarga dan masyarakat (el-Bantenie, 2007). diamanahkan kepadamu, dan Allah tidak
Shalat merupakan anugerah terbesar dari mengambil sedikitpun darinya. Allah tidak
Allah kepada umat manusia, kepada siapa saja memerlukan ibadah hamba-Nya.
yang dengan rendah hati memiliki keinginan
untuk melakukannya. Shalat berfungsi sebagai

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


124 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

penuh keyakinan bahwa yang memberi semua


kebutuhan manusia adalah Allah. Maka, bagi
manusia yang mau melaksanakan rangkaian
petunjuk Allah tersebut, baginya derajat
ketakwaan dengan balasan yang paling sempurna
baginya.
Konsep pendidikan keluarga menurut
Sayyid Quthb yang holistik tersebut memberikan
kontribusi yang sangat baik terhadap pendidikan
“Kami tidak meminta rizqi kepadamu, Kamilah yang Islam saat ini. Pendidikan yang dikemukakan oleh
memberi rizqi kepadamu” : ia adalah sekadar Sayyid Quthb adalah pendidikan yang orientasi
ibadah yang bertujuan membuat nurani bergetar. akhirnya adalah membentuk insan kamil, yaitu
“Dan akibat baik itu adalah bagi orang yang manusia seutuhnya yang memiliki kecerdasan
bertakwa” : Manusia akan menjadi untung dengan intelektual, emosional dan spiritual.
beribadah, baik untuk dunianya maupun akhiratnya. Sayyid Quthb menghendaki visi dan
Dia beribadah, lalu ridha, tenteram dan nyaman. orientasi pendidikan tidak semata-mata
Dia beribadah lalu dia akan mendapatkan balasan menekankan pada pemenuhan aspek kognitif saja,
yang paling sempurna. Dan adalah Allah tidak butuh tetapi juga pengisian jiwa, pembinaan akhlak dan
dengan semua yang ada di alam ini. (Yasin dkk, Jilid kepatuhan dalam menjalankan ibadah. Hal ini
8, 2004) sebagai usaha untuk mengintegrasikan berbagai
pengetahuan ke dalam ikatan tauhid, yaitu suatu
a. Memberikan pengertian kepada keluarga keyakinan bahwa ilmu-ilmu yang dihasilkan
untuk bersabar dalam mengerjakan shalat, melalui penalaran manusia itu harus dilihat
yaitu melaksanakan shalat dengan sempurna sebagai bukti kasih sayang Allah kepada manusia,
agar tercapai ketinggian akhlaq, yaitu dan harus diabdikan untuk beribadah kepada
terhindarnya perbuatan keji dan munkar. Allah.
b. Dengan shalat yang berimplikasi pada Dalam situasi pendidikan yang demikian
keshalihan akhlak, maka dengan sendirinya itu, pendidikan Islam harus memainkan peran dan
akan bertambah kuat keimanannya dan fungsi kultural, yaitu upaya melestarikan,
mengatahui bahwa semua yang dimiliki adalah mengembangkan dan mewariskan cita-cita
pemberian Allah SWT. masyarakat yang didukungnya. Dalam fungsi ideal
c. Keberuntungan dan kebahagiaan akan ini pula sebuah lembaga pendidikan, termasuk
diperoleh bagi orang yang senantiasa tunduk keluarga bertugas untuk mengontrol dan
kepada Allah SWT, karena Allah mengangkat mengarahkan perkembangan masyarakat.
derajatnya dengan derajat takwa di sisi-Nya. Ada tiga hal yang merupakan substansi
Dalam penafsiran Sayyid Quthb pada al- pendidikan keluarga dari penafsiran Sayyid Quthb
Qur‟an surat Thaha ayat 132 di atas dapat di atas, di antaranya adalah :
diketahui bahwa untuk menciptakan sebuah 1. Pendidikan aqidah/keimanan.
sistem pendidikan dalam keluarga diawali melalui Pendidikan aqidah terdiri dari pengesaan
pemantapan jiwa dengan membiasakan Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
mengerjakan shalat sebagai bentuk pengabdian apapun, mensyukuri segala nikmat yang diberikan
manusia kepada Allah. Dengan shalat maka akan dan meyakini bahwa segala nikmat itu adalah
memberikan nilai positif pada akhlaknya, dengan pemberian dari Allah semata.
terhindarnya perbuatan-perbuatan yang dilarang Aqidah merupakan hal terpenting dalam
oleh Allah. pendidikan Islam. Aspek keimanan ini sangat
Ibadah shalat tersebut sebagai salah satu mendasar pengaruhnya, terutama jika
tanda kuatnya keimanan kepada Allah, dengan dihubungkan dengan tujuan pertama pendidikan
Islam, yaitu mewujudkan manusia-manusia yang

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
125
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

memiliki keimanan yang kokoh. Maksudnya Pertama, tujuan utama pendidikan


adalah iman yang tidak hanya terbatas pada adalah mewujudkan manusia yang berakhlak
pengertian dan perkataan, tetapi benar-banar mulia, di samping mencerdaskan akal pikiran dan
diimplementasikan dengan ibadah dan ritualitas keterampilannya dalam dalam memenuhi
agama yang menumbuhkan sikap positif untuk kebutuhan hidupnya atau dalam mencari rizki.
kehidupan pribadi dan masyarakat (Nata, 1998). Dengan demikian akan lahir manusia-manusia
Hal ini sekaligus menjadi pedoman yang pandai, terampil namun juga berakhlak
pertama dalam mendidik anak. Kewajiban ini mulia.
berada dalam tanggungjawab orang tua (ayah dan Kedua, dilihat dari segi lingkungannya,
ibu) di lingkungan keluarga sebagai pendidik pendidikan menggunakan seluruh lingkungan yang
pertama dalam pendidikan informal. ada, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat
2. Pendidikan ibadah sampai dengan lembaga pendidikan. Sehingga
Pendidikan ibadah mencakup segala peran keluarga terhadap keberlangsungan proses
tindakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang pendidikan menjadi sangat penting.
berhubungan langsung dengan Allah maupun yang
berhubungan dengan sesama manusia. Hubungan
manusia dengan Allah dinyatakan dalam bentuk IV. KESIMPULAN
shalat, sedangkan hubungan manusia dengan
sesamanya dinyatakan dalam implikasi ibadah Dari penelitian yang penulis lakukan,
shalat dengan terhindarnya perbuatan keji dan maka dapat disimpulkan bahwa konsep
munkar, sehingga hubungan dengan sesamanya pendidikan keluarga menurut Sayyid Quthb pada
akan terjaga dengan baik. al-Qur‟an surat Thaha ayat 132 dalam tafsir Fi
Untuk memperkuat pribadi dan Zhilalil Qur’an adalah :
memperkokoh hubungan dengan Alah SWT dan
1. Keluarga sebagai titik awal dan titik sentral
memperdalam rasa syukur kepada-Nya, maka
dalam proses pendidikan secara keseluruhan,
diperintahkan mendirikan shalat sebagai tiang
memiliki peran yang paling besar di dalamnya.
agama. Dengan shalat, maka dapat melatih lidah,
hati dan seluruh anggota badan selalu ingat 2. Pendidikan tidak semata-mata menekankan
kepada Allah. pada pemenuhan aspek kognitif saja, tetapi
Al-Jazuli (Arief, 2007) mengungkapkan juga pemenuhan aspek emosional dan
bahwa shalat itu akan memantapkan aqidah untuk spiritual sehingga akan menghasilkan generasi
menghadap Allah. Secara ikhlas, sebagai bukti insan kamil (manusia seutuhnya yang memiliki
keimanan dan sebagai sarana taqarrub kepada kecerdasan intelektual, emosional dan
Allah dalam mencari ridla-Nya, membantu spiritual yang tinggi.
membersihkan jiwa serta dapat membantu untuk
Konsep pendidikan keluarga menurut
menjauhi perbuatan keji dan munkar.
Sayyid Quthb di atas sangat relevan dengan
3. Pendidikan akhlak
fenomena peradaban masyarakat modern saat ini
Pendidikan akhlak yang disebutkan oleh
sebagai salah satu solusi terhadap problematika
Sayyid Quthb adalah berubahnya sikap dan
pendidikan. Salah satu contohnya adalah tanggung
perbuatan manusia ke arah yang lebih baik
jawab pendidikan tidak bisa diserahkan
setelah melaksanakan shalat. Dengan demikian
sepenuhnya kepada lembaga pendidikan yang ada,
maka ia akan menjadi insan yang bertakwa.
tetapi pendidikan di dalam lingkungan keluarga
Dengan takwa, maka manusia akan mendapatkan
memiliki peran yang jauh lebih penting, karena di
derajat tertinggi di sisi Allah.
dalam keluarga itulah adanya proses pendidikan
Dengan ketiga substansi pendidikan
seumur hidup (long life education).
keluarga tersebut, diperoleh rumusan yang dapat
dipahami dari penafsiran Sayyiq Quthb, yaitu :

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


126 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN 978-602-50710-7-2 Jakarta, 23 – 25 Maret 2018 KNAPPPTMA KE-7

DAFTAR PUSTAKA [20] Rachman, F.M. (2007). Shalat for Character Building.
(terj.) Yadi Saeful Hidayat. (2007). Buat Apa Shalat
Kalau Akhlak Tidak Menjadi Lebih Baik. Bandung: PT
[1] Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Mizan Pustaka
Rineka Cipta [21] Saleh, A.S. (2007). Tafsir Al-Qur’an Kontemporer Dalam
[2] Arief, A. (2007). Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: Pandangan Fazlur Rahman. Jambi: Sulthan Thaha Press
Kencana Premadia Media Group [22] Shalih, S. (2001). Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta:
[3] Arifin. (1991). Ilmu Pendidikan Islam,Suatu Tinjauan Pustaka Firdaus
Teoritis dan Praktis. Jakarta : Bumi Aksara [23] Shihab, M.Q. (1999). Membumikan Al-Qur’an. Bandung:
[4] Azhar, M. dkk. (1999). Studi Islam Dalam Percakapan Mizan
Epistemologis. Yogyakarta: SiPress [24] Soekarno dkk. (1990). Sejarah dan Filsafat Pendidikan
[5] Daradjat, Z.,dkk. (1994). Ilmu Pendidikan Islam. Islam. Bandung: Angkasa
Bandung: Bina Aksara [25] Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan
[6] Daradjat, Z.,dkk. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Bumi Aksara [26] Yusuf, K.M. (2009). Studi Al-Qur‟an. Jakarta: AMZAH
[7] Departemen Agama RI. (2004). Al-Qur’an dan [27] Zuhairini dkk. (1984). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Terjemahnya. Surakarta: Media Insani Publishing Bumi Aksara
[8] Djamarah, S.B.(2004). Pola Komunikasi Orangtua dan [28] Zuriah, N. (2006). Metodologi Penelitian Sosial dan
Anak Dalam Keluarga (Perspektif Pendidikan Islam). Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Jakarta: PT Rineka Cipta
[9] El-Bantanie, M.S. (2007). Shalat Tolak Miskin. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo
[10] Fadjar, A.M. (2005). Holistika Pemikiran Pendidikan.
Jakarta : Rajawali Press
[11] Hadi, S. (2002). Metode Research Jilid I. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
[12] Miharso, M. (2004). Pendidikan Keluarga Qur’ani.
Yogyakarta: SafiriaInsania Press
[13] Moloeng, L.J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[14] Nata, A. (1997). Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta:
Logos
[15] Nata, A. (1998). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
[16] Nata, A. (2001). Manajemen Pendidikan (Mengatasi
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia). Jakarta:
Prenada Media
[17] Quthb, S. (1986). Fi Zhilalil Qur’an Jilid 5. Beirut Kairo:
Daar al-Syuruq
[18] Quthb, S. (1986). Fi Zhilalil Qur’an.(terj.) As‟ad Yasin
dkk. (2004). di Bawah Naungan al-Qur’an Jilid 8. Jakarta:
Gema Insani Press
[19] Quthb, S. (1986). Fi Zhilalil Qur’an.(terj.) As‟ad Yasin
dkk. (2004). di Bawah Naungan al-Qur’an Jilid 1. Jakarta:
Gema Insani Press

Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah „Aisyiyah (APPPTMA)
127

Anda mungkin juga menyukai