Anda di halaman 1dari 2

Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam Menjadi 'Terobosan' KPK Berantas

Korupsi Sumber Daya Alam

Kejadian
Nur Alam resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari Rabu, 5 Juli
2017 setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama 7 jam di Gedung KPK Jakarta.

Tindakan Pidana
Nur Alam selaku gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008- 2013 dan periode 2013-2018
secara melawan hukum menyalahkan gunakan wewenang dengan memberikan Persetujuan
Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi
kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Kabupaten Buton dan Bombana
Sulawesi Tenggara selama periode 2009-2013.
Terdakwa Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam mengakui menerima uang
setara Rp40.268.792.850 dari pengusaha pertambangan asal Tiongkok, Mr Chen. Dari
korupsi ini akibatnya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar
Rp4.325.130.590.137 atau setidak-tidaknya sebesar Rp1.596.385.454.137. Nur Alam
menguntungkan diri sendiri sebesar Rp2,781 miliar

Saksi Dan Bukti


Ridho Insana, pegawai negeri sipil di Setda Provinsi Sulawesi Tenggara adalah saksi
mahkota kasus korupsi Nur Alam. Saksi utama lain nya adalah Syahrial Imbar, Kepala
cabang bank Mandiri Kendari, Sulawesi Tenggara periode 2009-2010 dan Roby Andrian
Pondiu yang merupakan direktur PT. Sultra Timbel Mas.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan laporan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjadi salah satu dasar proses penetapan Gubernur
Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka korupsi.

Fakta-Fakta
- Perbuatan Nur Alam telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar. Dan
memperkaya korporasi PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.
- Nur Alam menerima uang gratifikasi sebanyak lebih dari Rp 40 milliar dari hasil
penjualan Nikel ke Richcorp International Ltd dan lebih dari Rp. 30 milliar di
investasikannya dibidang asuransi AXA Mandiri.
- Nur Alam meminjam nama perusahaan PT. Sultra Timbel Mas untuk membuka
rekening di Bank Mandiri cabang Kedari pada tahun 2012 dan ada transaksi uang
masuk dengan nilai fantastis mencapai Rp. 58,85 miliar.
- Nur Alam membeli mobil BMW Z4 Tipe 2.3 warna hitam dan pembelian sebidang
tanah berikut bangunan di komplek Perumahan Estate Blok I/9 seharga Rp 1,7 milliar
menggunakan nama Ridho Insana, pegawai negeri sipil dibawah sekertaris daerah
Sulawesi Tenggara.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Jaksa penuntut umum(JPU) pada KPK menuntut Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif
Nuralam dengan 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Selain
kurungan, jaksa juga meminta tersangka membayar uang pengganti Rp 2.7 milliar dan
mengganti dengan penjara selama 1 tahun apabila tidak sanggup membayar. Dan jaksa juga
menuntut terdakwa agar dicabut hak politiknya setelah menjalani hukuman penjara.
Perbuatan terdakwa di anggap telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU 31
1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun
2001 sebagaimana telah di ubah atas UU No 30 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal
55 ayat 1 ke 1 KUHP dan pasal 12B UU 31 Tahun 1999.
Tuntutan terhadap Nur Alam merupakan pertama kalinya KPK menggunakan
kerusakan lingkungan untuk menilai kerugian keuangan negara.

Hal yang meringankan Dan Memberatkan Tuntutan Pengadilan


 Memberatkan
Tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang melakukan upaya pemberantasan korupsi.
Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerusakan lingkungan dan Terdakwa sebagai gubernur
seharusnya memberikan contoh kepada masyarakatnya dengan tidak bersikap koruptif
 Meringankan
Terdakwa sopan saat menjalani persidangan

Vonis
Pada 28 Maret 2018, Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun
penjara untuk kasus korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam
persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selain itu, majelis hakim juga
menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti
sebesar Rp2,7 miliar dan mencabut hak politiknya selama lima tahun.
Pihak Nur Alam mengajukan Banding terhadap putusan pengadilan di tingkat pertama.
Pada 20 Juli 2018 putusan sidang banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat
hukumannya menjadi 15 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidier 6
bulan penjara, Putusan ini juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Nur Alam berupa
membayar uang pengganti sebesar Rp 2.781.000.000 yang harus dibayarnya satu bulan
setelah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap. Selain itu, Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Nur Alam selama
lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Nur Alam menyatakan akan mengajukan kasasi
atas vonis majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Kesimpulan
Gubernur Sulawesi Tenggara non aktif, Nur Alam terbukti bersalah merugikan negara
dengan menyalah gunakan wewenangnya untuk memperkaya dirinya sendiri, orang lain dan
korporasi. Hingga saat ini, kasus ini terus berlanjut mengingat pihak Nur Alam kembali
mengajukan kasasi atas putusan majelis pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai