Tuberculoma

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

Tuberculoma

01.38  !@m_think's  No comments

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah kesehatan, khususnya penyakit menular yang merupakan penyakit "rakyat"
dengan keadaan sosioekonomi yang kurang, terutama di negara yang sedang berkembang antara
lain adalah tuberkulosis (TB), bahkan di negara maju pun dengan munculnya AIDS maka
tuberkulosis akibat mikobakterium atipikal mulai diperhatikan.
Tuberkulosis (TB) tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian
baik di negara sedang berkembang maupun dinegara maju. Saat ini diperkirakan setiap 15 detik
seseorang meninggal karena menderita tuberkulosis (Safitri, 2004).
WHO melaporkan bahwa di seluruh dunia sejak tahun 1990-1999 sekitar 30 juta orang
meninggal sia-sia karena tuberkulosis. Sepertiga populasi dunia terinfeksi oleh kuman TB dan
setiap tahun dijumpai 8 juta kasus baru dengan angka kematian 3 juta (Sadjimin, 2004).
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena pada sebagian
besar di dunia, penyakit TB tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya pendeita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TB akan meningkat. Pada saat
yang sama multidrug resistance yang diakibatkan tatalaksana pengobatan yang buruk,
berkembang menjadi masalah yang sangat serius di beberapa negara (Gunawan, 2004)
Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan
penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Pada bulan maret 2000, Menteri Kesehatan dan Menteri Perencanaan Pembangunan dari 22
negara dengan beban TB tinggi (High burden countries) melakukan komitmen bersama dan
menghasilkan Deklarasi Amsterdam. Deklarasi ini mengikat semua negara peserta untuk
memprioritaskan masalah penanggulangan TB di negara masing-masing. Deklarasi ini kemudian
ditindak lanjuti dengan “Global DOTS Expansion Plan “ dan “Washington Commitment” pada
Oktober 2001 sebagai tindak lanjut operasional dengan beberapa target, antara lain penyusunan
rencana strategis pada masing-masing negara. Target
penemuan kasus TB BTA (+) > 70% dari kasus yang diperkirakan, dengan angka kesembuhan
>85% akan dicapai pada akhir tahun 2005.
Tuberkulosis lebih sering menyerang paru-paru sebagai pulmonary tuberculocis, tetapi bakteri
tuberkulosis juga dapat menyerang ke sistem nervous central (otak dan saraf), sistem limfatik,
sistem sirkulasi, sistem genitouinari, tulang, persendian, kulit dan bahkan seluruh tubuh
(Wikipedia, 2007). Salah satu manifestasi infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang berbahaya
adalah TB pada sistim saraf, dalam hal ini adalah tuberkuloma intrakranial
Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang dan 30% dari space occupation
lesi adalah tuberkuloma. Tuberkuloma intrakranial merupakan kejadian yang langka dan salah
satu penyebab lesi massa intrakranial. Dengan diagnosis yang cepat berdasarkan temuan
patologis dapat meningkatkan prognosisnya.
Tuberkuloma cerebra (tuberculosis otak) merupakan penyakit yang jarang didapatkan tetapi
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi walaupun metode diagnostic dan
pengobatan sudah modern (WY Lee, KY Pang, dan CK Wong, 2002).
Tuberkuloma cerebral menyebabkan masa lesi intracerebral. Diagnosis cepat berdasarkan
penemuan tanda patologi dapat meningkatkan prognosis (H Yanardag, S Uygun, V Yumuk, M
Caner, dan B Canbaz, 2005).
Penanganan tuberkuloma tergantung pada kondisi penderita dan lokasi tuberkuloma. Bila kondisi
penderita stabil dan tidak ada massa yang menonjol, terapi konservatif sebaiknya dilaksanakan
terlebih dahulu.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami penyakit Tuberkuloma intrakranial
.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otak
a. Anatomi Fisiologi Otak
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20 %
curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi
setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak
sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja
sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan otak
(Prince,Wilson, 2006:1024).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900 miliar sel otak
pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hinggá 10.000 cabang dendrit yang dapat
membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi, komunikasi, perkembangan otak pada minggu-
minggu pertama lahir diproduksi 250.000 neuroblast (sel saraf yang belum matang), kecerdasan
mulai berkembang dengan terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut
synapse, makin banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak
tersebut, dan kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses berfikir, berbahasa,
kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak terbagi dalam 3 bagian besar, yaitu
neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang otak, yang berkerja secara simbiosis.
Bila neokortex berfungsi untuk berfikir, berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfungsi
dalam mengatur emosi dan memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh
antara lain denyut jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja
bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasisseperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di
kenal sebagai potensial aksi . Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh
tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter
paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain asetil kolin,
dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.
Selaput otak terdiri dari tiga lapisan: (1) durameter adalah meningens terluar yang mepurapakan
gabungan dari dua lapisan selaput yaitu: bagian dalam dan bagian luar, (2) arakhnoid merupakan
lapisan tengah antara durameter dan piameter, (3) piameter merupakan lapisan selaput otak yang
paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta mengikuti
konvolusinya.
Otak dibagi ke dalam lima kelompok utama yaitu :
1. Telensefalon (endbrain)
Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis, klaustrum dan
amigdala.
a.     Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental misalnya: berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.
b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan
menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
2. Diensefalon (interbrain)
Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.
a.     Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar
terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik.
b.     Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu,
rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung penting antara sistem saraf dan
endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina
Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan kardiovaskuler,
respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur.
Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps di korda spinalis, keadaan terjaga dan
pengaktifan korteks serebrum.
5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan
perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya
masih di bagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam
gambar dibawah ini: fungsi dari setiap lobus ada pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Fungsi Lobus Otak

Gambar 1. Gambar Otak dari Lateral

b. Sistem Sirkulasi Otak


Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu aliran darah ke otak
absolute harus selalu berjalan mulus. Suplai darah otak seperti organ lain pada umumnya disusun
oleh arteri-arteri dan vena-vena.
1.    Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis komunis kira-kira
setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus kosta, tetapi
arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna mendarahi
wajah, tiroid, lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea media,
mendarahi struktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke
daerah durametter. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang
dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang
berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria, yang secara reflex mempertahankan suplai
darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteria serebri anterior dan media. Arteria serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri
karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang subarakhnoid dan sebelum bercabang-cabang,
arteria karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke dalam orbita dan
mendarahi mata dan isi rbita lainnya. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur
seperti nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan
bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis. dan frontalis
korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.
Arteri ini merupaka sumber utama girus prasentralis dan potssentralis.
2.    Arteri vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sis yang sama. Arteri subklavia
kanan merupakan cabang dari arteria-arteri inomata, sedangakan arteria subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteria tersebut bersatu
membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksifitalis
dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.
3.    Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebribasilaris merupakan dua system arteri terpisah
yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh-pembuluh darah
anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi.

Gambar Sirkulasi Darah Otak

2.3 Tuberkuloma Intrakranial


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari penyebaran secara
hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru. Tuberkuloma sering
multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior pada anak dan orang dewasa tetapi
dapat juga pada hemisfer serebri (Shams, 2011)
Tuberkulosis Cerebral adalah salah satu bentuk tuberkulosis yang menyerang sistem central
nervous yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi otak. Tuberkulosis
cerebral merupakan suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil
tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari
paruparu. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer.
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, gangguan sistem imun, dan penderita AIDS.
Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low attenuation dengan
kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi oedema dan lesi dapat multiple.
Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.
Diagnosa preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus tuberkulosa pada
tempat lain ditubuh.
2.3 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil
tahan asam (BTA).
Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada
manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan
bisa sampai menginfeksi otak.
Kuman Mycobacterium tuberculosisi berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun (DepKesRI, 2003).
Mycobacterium tuberculosis adalah tahan asam, tidak berspora, tidak berkapsul, dan obligat
aerob. Pertumbuhannya lambat, yaitu waktu penggandaannya adalah 12–24 jam, 2–6 minggu
pada media yang padat. Tumbuh baik pada suhu badan. Dapat bertahan hidup dalam kondisi
kering dalam beberapa lama, tetapi dapat mati oleh cahaya langsung matahari, sinar Ultraviolet,
60°C dalam 20 menit, atau phenol (zat asam karbol) dalam 12 jam (Anonim, 2004).
2.4 Epidemiologi
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti
setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang
akan menjadi penderita TB.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka
diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun,
dimana 50 penderita adalah BTA positif.
Ekstrapulmonal Tuberkulosis kejadiannya diperkirakan 20 % dari kejadian semua tuberkulosis
dan kejadiannya meningkat setiap tahunnya. Tuberkulosis sistem central nervous kejadiannya
diperkirakan hanya 5 % dari kejadian ekstrapulmonal tuberkulosis, sedangkan untuk tuberkulosis
cerebral tidak ada data pasti sebanyak apa tingkat kejadiannya, karena bentuk tuberkulosis ini
sangat jarang terjadi dan juga jarang dilaporkan.
Pada awal abad 20, tuberculoma pada Central Nervus System (CNS) merupakan 34 % dari
semua lesi massa intrakranial diidentifikasi pada otopsi. Rasio ini ditemukan sekitar 0,2 % di
semua tumor otak yang dibiopsi antara tahun 1955 dan 1980 pada lembaga neurologis pada
negara maju. Frekuensi keterlibatan CNS berdasarkan literature berkisar dari 0,5 % sampai 5,0
%, dan banyak ditemukan pada Negara berkembang. Manifestasi yang sering dari tuberculosis
CNS adalah tuberculosis meningitis, diikuti oleh tuberkuloma dan abses tuberculosis.
Tuberkuloma ditemukan hanya 15% sampai 30% dari kasus tuberkulosis CNS dan kebanyakan
terjadi pada hemisfer. Sejauh ini berdasarkan literatur hanya empat kasus yang dilaporkan terjadi
pada sinus kavernosus. Lokasi yang jarang lainnya adalah pada area sellar, sudut
cerebellopontin, Merckel’s cave, sisterna suprasellar, region hypothalamus. Tuberkuloma yang
berlokasi pada sisterna prepontin belum ada laporan berdasarkan literatur. Walaupun
tuberculoma biasanya lebih banyak pada negara berkembang dapat juga meningkat pada negara
maju dalam kaitan dengan efek infeksi HIV dari tampakan klinis TBC (Yanardag et al, 2005).
Tuberkuloma central nervous system (CNS) berhubungan dengan morbiditas dan mortlitas,
meskipun terdapat metode dan deteksi serta pengobatan modern (Lee, 2002).
2.5 Patogenesis
Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran napas, meskipun cara lain masih
mungkin. Kuman TB yang masuk alveol akan ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila kuman
virulen, ia akan berbiak dalam makrofag dan merusak makrofag. Makrofag yang rusak
mengeluarkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan
membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan membentuk tuberkel
ini dirangsang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T limfosit.
 Kuman yang berada di alveol membentuk fokus Ghon, melalui saluran getah bening kuman
akan mencapai kelenjar getah bening di hilus dan membentuk fokus lain (limfadenopati). Fokus
Ghon bersama dengan limfadenopati hilus disebut primer kompleks dan Ranke. Selanjutnya
kuman menyebar melalui saluran limfe dan pembuluh darah dan tersangkut di berbagai organ
tubuh. Jadi TB primer merupakan suatu infeksi sistemik. Pada saat terjadinya bakteremia yang
berasal dari focus infeksi, TB primer terbentuk beberapa tuberkel kecil pada meningen atau
medula spinalis. Tuberkel dapat pecah dan memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan
sistim ventrikel, menimbulkan meningitis dengan proses patologi berupa
1)     Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut menjadi araknoiditis,
hidrosefalus dan gangguan saraf pusat
2)     Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan edema vasogenik.
3)     Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak khas,
berupa malaise, apati, anoreksia, demam, nyeri kepala. Setelah minggu kedua, fase meningitis
dengan nyeri kepala, mual, muntah dan mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf knanial dan
hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang
menyebabkan hemiparesis atau kejang kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses
tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan mengantuk yang progresif sampai
koma dan kerusakan fokal yang makin berat (Mulyono & santoso, 1997).
Tuberkulosis adalah penyakit airbone disebabkan oleh bakteri “Mycobacterium tuberculosis”
dua proses patogenik TB pada CNS adalah meningoencephalitis dan formasi granuloma
(tuberkel). Proses patologi dimulai dengan formasi pada basil, berisi tuberkel kaseosa (focus
kaya) dalam parenkim otak (Lee, 2002).
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan
gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta reaksi radang di sekitarnya, Lesi ini
bila bersifat lokal, tuberkel dapat membesar sampai ke bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya
jika tersebut kaya focus didalamnya dan kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan
sekitarnya. Tuberkel juga dapat tersebar, infiltrasi sebagai granulomata. Sebagai alternative
fokus kaya tersebut dapat rupture dan menyebabkan perkembangan meningioencephalitis
(Mulyono & santoso, 1997, Lee, 200).
2.6 Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis cerebral dapat bermacam-macam atau malah
ditemukan tanpa keluhan yang berarti. Biasnya terdapat gangguan neurologis sesusi dengan
tingkat keparahan penyakit dan lokasi infeksi sedang berlangsung. Gejala yang seing didapatkan
adalah deficit neurologic fokal (73%), sakit kepala (47%), demam (46%), kejang (35%), dan
gangguan / perubahan kesadaran (24%).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda – tanda deficit neurolofik fokal seperti gangguan
bicara, gangguan motorik. Medan penglihatan menurun, hemiparesis, dan hiperreflek.
Gambaran klinis tuberkulosa cerebral tanpa ada kelainan di paru sebagai fokal infeksi
memberikan gambaran menyerupai tumor intracranial, abses cerebral, neurosarcoidosis. Pada
suatu case report, pasien dengan tuberculosis cerebral datang dengan keluhan yang tidak khas
seperti nyeri kepala dan leher, mual, muntah, strabismus, diplopia, gangguan gaya berjalan,
penglihatan teganggu, dan mempunyai riwayat kejang. Gejala ini dapat membingungkan jika
pada pasien tidak ditemukan tanda–tanda infeksi sepeti demam dan tidak adanya riwayat
tuberculosis sebelumnya, sehingga dapat mengaburkan dalam membuat diagnosis.
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya peningkatan tekanan
intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic, symptom sistemik dari tuberculosis
seperti demam, lesu dan keringat berlebihan, terjadi kurang dari 50% dari kasus (Shams, 2011).
Pada tuberkuloma intrakranial, selain terdapat gejala kenaikan tekanan intrakranial akibat proses
desak ruang juga menimbulkan gejala meningitis, sering disertai TB pada organ lain. Manifestasi
klinis dari tuberkuloma intrakranial adalah proses desak ruang (20% dari proses desak ruang
disebabkan oleh tuberkuloma intrakranial). Gejala yang terjadi akibat dan edema otak, dan ini
merupakan indikasi untuk pemberian kortikosteroid.
Kemoterapi anti tuberkulosis harus segera diberikan pada penderita yang diduga TB milier tanpa
harus menunggu ditemukannya kuman (BTA). Penggunaan kortikosteroid pada TB miller dapat
menyebabkan tuberkel menjadi kecil dan sangat efektif untuk mengurangi sesak napas yang
kadang-kadang dijumpai pada TB milier, serta untuk mengontrol edema otak (Djoko Mulyono,
Djoko Iman Santoso, 1997).
2.7 Diagnosis
Penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum yang berhubungan dengan infeksi dapat
tidak ditemukan, karena basil tuberculosis tidak selalu jelas pada CSF dan bahkan pada massa
yang diambil, maka dari itu hasil yang negative dari pemeriksaan bakteri tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi tuberculosis.
Neuroradiological imaging dengan CT and MRI mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk
tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya rendah (Yanardag et al, 2005).
Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma memberi gambaran sebagai:
1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan dinding yang menyerap
kontras.
2) Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras.
Tanpa kontras, lesi pada umumnya hipodens/isodens, pada beberapa kasus didapatkan
kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada CT Scan sukar dibedakan dengan tumor, abses atau
granuloma kronik (Mulyono & Santoso, 1997).

Gambar 3. CT Scan Otak; Gambar A, tanpa kontras menunjukan pergeseran dari ventrikel,
Gambar B, dengan kontras tampak sebagai lesi space-occupying lesions,dari cerebellum kiri

MRI mempunyai peranan penting dalam diagnose tuberkuloma intracranial Pada MRI, gambar
T1-weighted MR dapat menunjukan area hypo- or isointensity dan T2-weighted images dapat
menunjukan hypointense, isointense atau central hyperintense zone dikelilingi hypointense rim.
Maka biasanya misdiagnosis dengan meningioma, neurinoma, bahkan dengan metastasis. Saat
ini dilaporkan bahwa proton magnetic resonance spectroscopy membedakan tuberculomas dari
kelainan intracranial lainnya (Yanardag et al, 2005).
  
Gambar 4. Magnetic resonance imaging pada otak; (a ,b) T2-weighted images;
and (c,d) post-gadolinium T1-weighted Gambar menunjukan 3 lapis dari
tuberkuloma otak.meliputi central, isodense, caseous, necrotic core

Meskipun demikian tumor metastase seperti malignant gliomas, meningiomas, dan


neurocysticercosis dapat menunjukan gambaran yang mirip pada CT maupun MRI (Lee, 2002).
Beberapa penulis berpendapat bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila pada serial CT Scan atau
serial Magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang sesudah mendapat terapi obat
antituberkulosis (OAT). (Mulyono & Santoso, 1997).
CNS tuberculosis umumnya adalah aktivasi inisial infeksi setelah beberapa tahun. Maka lesi
yang terlihat pada radiografi dada ditujukan untuk gejala sisa tuberculosis dan hasil serologis
diperlukan pada kecurigaan tuberkuloma dalam periode preoperative. Jika kecurigaan kuat
diagnosanya adalah tuberkuloma pengobatan dengan agen tuberculosis dapat lebih dipakai untuk
intervensi pembedahan dan regresi pada lesi diikuti secara teratur dapat mengkonfirmasi hasil
diagnosis.
Tetapi dalam beberapa kasus khusus, biopsy dapat mencegah kesalahan diagnosis pada lesi
(contoh: meningioma) dan mencegah pasien dari efek berbahaya yang tidak diperlukan dari
pengobatan (misalnya radioterapi), sebagai akibat dari lokasi yang tidak biasa dari tuberkuloma
dan kemampuan untuk meniru lesi yang sering pada CNS, menyebabkan kesalahan diagnosis
preoperatif (Yanardag et al, 2005).
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi (Mulyono & Santoso, 1997).
Pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma (Suslu, 2011).
Tuberculoma otak mungkin tunggal atau multiple. D. J. Reddy melaporkan hanya satu kasus lesi
multiple diantara lima kasus. Asenjo1 et al dari Cili tahun 1951 melaporkan 33 kasus multiple
tuberculomata dari 97 kasus. Tuberculomata multiple yang berhubungan dengan plaque like
lesions meningen jarang ditemukan. Multiple tuberkuloma sagat erat hubungannya dengan
infeksi HIV/AIDS.

Gambar 5. Gambaran MRI Multiple Tuberculoma PreTreatment

Gambar 6. Foto MRI Otak Post Treatment


2.8 Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan Tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan tuberkulosa
cerebral ada 2 macam yaitu dengan pembedahan craniotomy dan medikamentosa. Untuk
tuberkuloma sendiri pengobatannya menjadi lebih konservatif belakangan ini. Karena banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa dengan pengobatan konservatif menunjukkan hasil yang
baik.
a.    Medikamentosa
Jenis dan Dosis OAT
o Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bacterisida, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/ kg BB (WHO,
1997).
o Rifampisin
Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali
seminggu (WHO, 1997).
o Pirazinamid
Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB (WHO, 1997).
o Streptomisin
Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten
3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang berumur sampai 60 tahun dosisnya
0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari (WHO, 1997).
o Etambutol
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB (WHO, 1997).
Prinsip pengobatan
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan ditahap lanjutan penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjut ini
penting untuk membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (WHO,
1997).
Panduan OAT di Indonesia
WHO merekomendasikan panduan OAT standart, yaitu :
Kategori 1 :
o 2HRZE/1H3R3
o 2HRZE/1HR
o 2HRZE/6HE
Kategori 2 :
o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :
o 2HRZ/1H3R3
o 2HRZ/1HR
o 2HRZ/6HE

Kategori 1 diberikan pada :


o Penderita baru TB paru BTA positif
o Penderita TB paru BTA negative, Rontgen positif sakit berat
o Penderita TB ekstra paru berat
Kategori 2 diberikan pada :
o Penderita kambuhan
o Penderita gagal
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Kategori 3 diberikan pada :
o     Penderita TB paru BTA negative, Rontgen positif sakit ringan
o     Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit,
TB tulang dan kelenjar adrenal
b.    Operatif
Tuberkuloma yang kecil (<2 10="10" 1997="1997" akibat="akibat" amp="amp"
antoso="antoso" besar="besar" br="br" cm="cm" ct="ct" dalam="dalam" dan="dan"
dapat="dapat" dengan="dengan" diterapi="diterapi" eksisi.="eksisi." kecil="kecil" lebih="lebih"
lesi="lesi" medisinal="medisinal" memerlukan="memerlukan" mengurangi="mengurangi"
minggu="minggu" mm="mm" morbiditas="morbiditas" mortalitas="mortalitas"
mulyono="mulyono" operasi="operasi" scan="scan" sehingga="sehingga" sembuh="sembuh"
terapi="terapi" terdeteksi="terdeteksi" yang="yang">Pengobatan optimal adalah eksisi
tuberkuloma, jika tuberkuloma berada di daerah yang dapat dijangkau dengan operasi dan diikuti
kemoterapi antituberkulosa (Shams, 2011)
Indikasi operasi pada tuberkuloma adalah adanya peningkatan Intrakranial atau akan dilakukan
biopsi untuk memastikan diagnosa.

Gambar 7. Tuberculoma yang Telah Dieksisi dari Frontal Kiri Otak

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mugkin terjadi pada tuberkuloma intrakranial yaitu:
1.    Peningkatan TIK
2.    Destruksi Otak Ireversibel
3.    Gejala sisa yang menginkat pada keterlambatan inisiasi terapi
4.    Syringomyelia Akut atau Kronis
5.    Hilangnya penglihatan pada Optochiasmatic Tuberculoma

2.10 Prognosis
Demam, sakit kepala, tanda-tanda iritasi meningeal dan kelumpuhan saraf kranial adalah gejala
umum yang sering terjadi. Pemulihan lengkap terlihat pada pasien 40%. Koma dan TB milier
predisposisi prognosis buruk.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang dan 30% dari space occupation
lesi adalah tuberkuloma. Tuberculoma intrakranial berasal dari penyebaran secara hematogen
dari lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru.
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya peningkatan tekanan
intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic, symptom sistemik dari tuberculosis
seperti demam, lesuh dan keringat berlebihan, terjadi kurang dari 50% dari kasus
Diagnosis Tuberkoloma intra cranial meliputi penemuan infeksi sistemik dan laboratorium
umum Neuroradiological imaging dengan CT and MRI (mempunyai sensitifitas yang tinggi
untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya rendah), radiografi dada,
serologis, biopsy. Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi dan pemeriksaan
histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma.
Pengobatan optimal adalah eksisi tuberkuloma, jika tuberkuloma berada di daerah yang dapat
dijangkau dengan operasi dan diikuti kemoterapi antituberkulosa (Shams, 2011)
3.2 SARAN
Dengan pemeriksaan penunjang radiologik yang tepat dan sesuai dapat menegakkan diagnosa
dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2011. Anatomi dan Fisiologi Otak. http://www.scribd.com/doc/28579070/Anatomi-


Dan-Fisiologi-Otak, diakses 29 Juli 2012 jam 20.00

Lee WY, KY Pang, CK Wong, 2002. Case Report; Tuber Brain tuberculoma in HongKong
HKMJ 2002;8:52-6

Mulyono, Djoko, Djoko Iman Santoso, 1997. Tuberkulosis Milier dengan Tuberkuloma
Intrakranial Laporan Kasus. PPDS I Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dr Sutomo, Surabaya.

Shams, Shahzad. 2011. Intracranial Tuberculoma. Omar Hospital, Jail Road, Lahore, Pakistan.
www Brain Tuberculomas.htm, diakses 29 Juli 2012 jam 20.00

Suslu, Hikmet Turan , Mustafa Bozbuga, Cicek Bayindir, 2010. Cerebral Tuberculoma
Mimicking High Grade Glial Tumor. JTN.: 21( 3): 427-429

Yanardag,H S Uygun, V Yumuk, M Caner, B Canbaz, 2005. Cerebral Tuberculosis Mimicking


Intracranial Tumour. Singapore Med J 2005; 46(12) : 731

Wasay M, Moolani MK, Zaheer J, 2004.Prognostic indicators in patients with intracranial


tuberculoma: a review of 102 cases. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15134209, diakses 29
Juli 2012, jam 20.00

Wai S. Poon, A. Ahujal and A.K.C. Li, 1993.Optochiasmatic tuberculoma causing progressive
visual failure: when has medical treatment failed?. Postgrad Med J (1993) 69, 147- 149

Ceyalan E, Gencer M. .Milliary Tuberculosis Associated with Multiple Intracranial


Tuberculomas. Tohoku J Exp Med, 2005, 20, 367-370

D. Bhaskara reddy, v. Kameswararao. TUBERCULOMA OF THE BRAIN.  The Indian Journal


Of Tuberculosis

Anda mungkin juga menyukai