Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KELEMBAGAAN DALAM SEKTOR PENDIDIKAN

Disusun Oleh :
Fajria Rindasari Kartika (1800010060)
Shafa Alif Ramadhani (1800010060)
Ratih Herliana (1800010098)
Fabio Benarivo (1800010107)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................3
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3  Tujuan Penulisan........................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................5
A. Pengertian Pendidikan...............................................................................................5
B. Pengertian Lembaga Pendidikan..............................................................................5
C. Macam-Macam Lembaga Pendidikan......................................................................6
D. Hubungan Pendidikan Dengan Kehidupan Ekonomi..............................................10
E. Hubungan Pendidikan Dengan Pertumbuhan Ekonomi.......................................13
BAB III.................................................................................................................................18
PENUTUP............................................................................................................................18
A.    Kesimpulan...............................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pendidikan merupakan salah satu hal utama bagi pembangunan


nasional. Negara dapat meningkatkan sumber daya manusia diberbagai bidang
kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik, dan budaya melalui pendidikan. Oleh
karena itu pemerintah harus memenuhi hak setiap warga dalam memperoleh layanan
pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Pendidikan
memiliki peran besar dalam kemajuan suatu bangsa, pendidikan hendaknya dapat
dipandang sebagai cara agar suatu negara memiliki sumber daya manusia yang
berkualitas. Peran pendidikan yang sedemikian penting memunculkan gagasan baru
dalam upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduknya, tidak hanya berasal
dari sektor pendidikan formal saja melainkan juga dari sektor pendidikan non formal.
Konsep awal pendidikan non formal muncul sekitar tahun 60-an hingga awal tahun
70-an (Philip Coombs dan Manzoor A., P.H 1985). Kehadiran pendidikan non formal
marak di awal-awal tahun 1970-an terutama disebabkan oleh adanya kebutuhan akan
pendidikan yang begitu luas terutama di negara-negara berkembang. UU Nomor 20
Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan non formal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Kemudian pada ayat 2 menjelaskan
lebih lanjut bahwa pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Selanjutnya pada ayat 3
ditegaskan bahwa pendidikan non formal meliputi (a) pendidikan kecakapan hidup
(life skill) ; (b) pendidikan anak usia dini; (c) pendidikan kepemudaan; (d) pendidikan
pemberdayaan perempuan; (e) pendidikan keaksaraan; (f) pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja; (g) pendidikan kesetaraan; (h) serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah  pengertian dari pendidikan?
2. Apakah pengertian dari lembaga Pendidikan?
3. Apa saja bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan?
4. Apa saja fungsi Lembaga Pendidikan?
5. Apakah hubungan pendidikan dengan kehidupan ekonomi?
6. Apakah hubungan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi?

1.3  Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian Pendidikan.
2. Untuk mengetahui pengertian Lembaga Pendidikan.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk lembaga Pendidikan.
4. Untuk mengetahui fungsi lembaga Pendidikan.
5. Untuk mengetahui peran lembaga Pendidikan maupun pendidikan terhadap
kemajuan perekonomian.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah Usaha sadar dan sistematis,yang dilakukan oleh orang-orang


yang diserahi tanggungjawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai
sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan(Achmad 2012).Pendidikan adalah
bantuan yang di berikan dengan sengaja kepada peserta didik dalam pertumbuhan
jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.Pendidikan adalsh proses
bantuan dan pertolongan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik atas
pertumbuhan jasmani dan perkembangan secara optimal.

B. Pengertian Lembaga Pendidikan

Secara etimologi, lembaga adalah asal suatu acuan yang memberi bentuk pada
badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau
melakukan sesuatu usaha. Lembaga pendidikan adalah badan atau instansi baik negri
maupun swasta yang melaksanakan kegiatan mendidik. Dengan kata lain lembaga
pendidikan adalah badan atau instansi yang menyelenggarakan usaha pendidikan.
Dengan pengertian ini maka yang dimaksud dengan lembaga pendidikan bukan hanya
lembaga-lembaga formal yang berbentuk sekolah saja, tetapi juga lembaga lain
seperti kursus resmi, kursus privat, dan lain-lain yang mempunyai ciri adanya
kegiatan belajar.

Di Indonesia ini terdapat banyak sekali lembaga pendidikan dengan tujuan,


kurikulum dan lulusan yang berbeda-beda. Namun secara umum diketahui bahwa
dalam lembaga pendidikan selalu terdapat komponen-komponen penting yang
menentukan keberhasilan lembaga tersebut.

Komponen-komponenya adalah:

1. Komponen siswa.
2. Komponen Guru.
3. Komponen Kurikulum.
4. Komponen sarana dan prasarana.
5. Komponen pengelola.

C. Macam-Macam Lembaga Pendidikan


1. Lembaga Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-


sekolah pada umumnya. Lembaga pendidikan di sekolah, adalah suatu lembaga
pendidikan dimana dalam tempat tersebut diadakan kegiatan pendidikan yang secara
teratur, sistematis, mempunyai tanggung jawab perpanjangan dalam kurun waktu
tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi,
dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di
Negara Republik Indonesia ada tiga lemabga pendidikan yang diidentikkan sebagai
lembaga pendidikan Islam, yaitu: pesantren, madrasah, dan sekolah milik organisasi
islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada.

Manajer atau Kepala sekolah adalah pemimpin yang berhubungan langsung


dengan sekolah. Ia adalah panglima pengawal pendidikan yang melaksankan fungsi
kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan di dalamnya. suksesnya
sebuah sekolah tergantung pada sejauhmana pelaksanaan misi yang dibebankan diatas
pundaknya, kepribadian dan kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur
masyarakat.

Adapun Tanggung Jawab sekolah atau pendidikan formal:

a) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang
ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hal Undang-
Undang pendidikan, UUSPN Nomor 2 Tahun 1989.
b) Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi tujuan dan tingkat
pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa.
c) Tanggung jawab fungsional, ialah tanggung jawab profesional pengelola dan
pelaksana pendidikan menerima ketetapan ini berdasarkan ketetapan-
ketetapan jabatannya.

Selain itu pendidikan formal juga ciri-ciri yaitu ;

a) Pendidikan berlangsung dalam ruang kelas yang sengaja dibuat oleh lembaga
pendidikan formal.
b) Guru adalah orang yang ditetapkan secara resmi oleh lembaga.
c) Memiliki administrasi dan manajemen yang jelas.
d) Adanya batasan usia sesuai dengan jenjang pendidikan.
e) Memiliki kurikulum formal.
f) Adanya perencanaan, metode, media, serta evaluasi pembelajaran.
g) Adanya batasan lama studi.
h) Kepada peserta yang lulus diberikan ijazah.
i) Dapat meneruskan pada jenjang yang lebih tinggi.

Adapun yang dimaksud lembaga pendidikan sekolah misalnya Taman Kanak-


kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), Sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), serta Madrasah Aliyah kejuruan (MAK).

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang


secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat
yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga
negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis, dan kronologis yang berhaluan
pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
2. Lembaga Nonformal

Lembaga Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal


yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lembaga pendidikan nonformal
adalah lembaga pendidikan yang disediakan bagi warga Negara yang tidak sempat
mengikuti atau menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan
formal. Pendidikan nonformal semakin berkembang, hal ini karena didorong oleh
beberapa factor, diantaranya :

a. Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak dapat melanjutkan


sekolah.
b. Lapangan kerja, khususnya sector swasta mengalami perkembangan cukup pesat
dan lebih dibandingkan perkembangan sector pemerintah.

Pendidikan nonformal deselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan


layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Dengan
kata lain, pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
melalui pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kemudaan, pendidikan pembedayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
kerampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lainnya.

Mengenai pendidikan non-formal ini dijelaskan dalam UU No 20 thn 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional , pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan non-formal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis, ayat (5)
Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
Penyelenggaraan pendidikannon formal ini tidak terikat oleh jam pelajaran
sekolah, dan tidak ada penjejangan sehingga dapat dilaksanakan kapan saja dan
dinama saja; dan tergantung kepada kesempatan yang dimiliki oleh para anggota
masyarakat dan para penyelenggara pendidikan agama Islam pada masyarakat itu
sendiri.

Adapun ciri-ciri pendidikan nonformal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan berlangsung dalam lingkunagan masyarakat.


b. Guru adalah fasilitator yang diperlukan.
c. Tidak adanya pembatasan usia.
d. Materi pelajaran praktis disesuaikan dengan kebutuhan pragmatis.
e. Waktu pendidikan singkat dan padat materi.
f. Memiliki manajemen yang terpaddu dan terarah.
g. Pembelajaran bertujuan membekali peserta dengan keterampilan khusus
untukpersiapan diri dalam dunia kerja.

Sedangkan lembaga penyelenggaraan pendidikan nonformal antara lain;

a. Kelompok Bermain (KB)


b. Taman Penitipan Anak (TPA)
c. Lembaga khusus
d. Sanggar
e. Lembaga pelatihan
f. Kelompok belajar
g. Pusat kegiatan belajar masyarakat
h. Majelis taklim
i. Lembaga Ketrampilan dan Pelatihan “AMAL-MAS”.

3.  Lembaga pendidikan Informal


Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dengan
kata lain, lembaga pendidikan informal adalah sebuah lembaga pendidikan yang
ruang lingkupnya lebih terarah pada keluarga dan masyarakat. Pendidikan keluarga
merupakan pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam keluarga inilah anak
pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. jika dikatakan lingkungan yang
utama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak dalam keluarga.

Orang tua atau ayah dan ibu memegang peranan yang penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang lahir, ibunyalah yang
selalu ada disampingnya. Oleh karena itu ia meniru peran ibunya dan biasanya
seorang anak lebih cinta kepada ibunya apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan
baik. Apapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkannya, kecuali apabila ia
ditinggalkan dengan memahami dengan segala sesuatu yang terkandung didalam hati
anaknya, jika anak telah mulai agak besar, disertai kasih sayang dapatlah ibu
mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya.

Dasar-dasar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi:

a) Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua
dan anak.
b) Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi nilai-nilai spiritual.
c) Tanggung jawab sosial.
d) Memelihara dan membesarkan anak.
e) Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang berguna bagi kehidupan anak tersebut.

Ciri- ciri pendidikan informal adalah :

a) Pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat dan waktu.


b) Guru adalah orang tua.
c) Tidak adanya manajemen yang jelas.
D. Hubungan Pendidikan Dengan Kehidupan Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara derajat
pendidikan dengan kehidupan ekonomi, dalam artian makin tinggi derajat pendidikan
makin tinggi pula derajat kehidupan ekonomi. Meskipun demikian, tidak jelas faktor
mana yang muncul lebih dulu, apakah perkembangan pendidikan yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi ataukah sebaliknya. Terhadap permasalahan ini ternyata
banyak bukti yang menunjukkan bahwa antara keduanya terdapat hubungan saling
mempengaruhi, yaitu bahwa pertumbuhan pendidikan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi petumbuhan
pendidikan (Bowles dan Gintis 1976, Adiwikarta 1988, Saripudin 2005).

Fungsi utama institusi pendidikan dalam kaitan dengan kehidupan ekonomi


adalah mempersiapkan pemuda pemudi untuk mengisi lapangan kerja produktif.
Dalam hal mengenai pendidikan orang dewasa, tujuan yang hendak dicapai tentu
bukan lagi mempersiapkan kemampuan, melainkan meningkatkannya agar peserta
didik dapat mampu menghadapi permasalahan yang ada pada saat itu. Untuk itu
pendidikan mental, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat sangat
diperlukan. Proses tersebut terjadi pada semua masyarakat mulai dari yang paling
tradisional sampai pada yang paling modern.

Ketiga lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan


masyarakat, masing-masing melakukan peran yang berlainan tetapi saling
melengkapi. Fungsi tiap lembaga tersebut pada masyarakat yang masih tradisional
tentu berbeda pula pada masyarakat yang telah maju, karena tuntutan masyarakat
yang dilayaninya telah lain pula.

Pada masyarakat tradisional, keluarga memegang peranan utama dalam


menyiapkan generasi muda untuk menjadi manusia mandiri. Orang tua dan orang
dewasa lain dalam keluarga tradisional berfungsi mengasuh berbagai keterampilan
dan berbagai tradisi. Pada masyarakat modern, keluarga menyerahkan sejumlah
fungsinya dalam pendidikan kepada lembaga-lembaga lain yang khusus bertugas
menangani tugas itu. Orang tua dan keluarga membatasi kegiatannya pada
pengasuhan dasar dan kerjasama dengan sekolah dalam mendorong anak dan
mengawasi pendidikan mereka.

Sementara itu, pada masyarakat modern, sekolah berperan mempersiapkan


tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk menjawab
tantangan yang semakin luas dan tajam. Sekolah menjadi terbuka untuk masyarakat
luas. Prinsip “equal opportunity” dalam pendidikan makin merupakan kenyataan,
meskipun masih mengandung berbagai macam persoalan. Dengan sendirinya materi
pengajaran dan metode mengajar yang diselenggarakan pada masyarakat modern
akan berbeda dengan yang diselenggarakan pada masyarakat dengan sistem ekonomi
tradisional. Sekolah bersama keluarga berperan menyiapkan anak dan pemuda untuk
memangku jabatan dan lapangan kerja yang bervariasi.

Akhirnya perlu ditegaskan lagi bahwa antara pendidikan dengan sistem


ekonomi terdapat huibungan dua arah. Dalam masyarakat yang memiliki taraf 
kehidupan ekonomi yang baik, potensi pengembangan pendidikan itu lebih besar
kerena orang-orang telah lebih siap dan lebih banyak dana tersedia. Pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan merupakan komponen-komponen utama dari definisi
operasional dari status kelas sosial atau status sosio ekonomi dan bahwa terdapat
suatu korelasi tinggi di antara mereka.

Pendidikan secara universal berarti upaya pengubahan manusia menjadi lebih


cerdas, yang dalam konsep filsafat pendidikan Indonesia dinyatakan bahwa
pendidikan ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kecerdasan di sini
jangan ditafsirkan sebagai kecerdasan kognitif atau intelektual belaka, tapi
kecerdasan manusia yang seutuhnya, kecerdasan total manusia dalam berbagai bidang
kehidupannya.
E. Hubungan Pendidikan Dengan Pertumbuhan Ekonomi

Modal fisik, tenaga kerja dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok
masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Semakin besar jumlah tenaga
kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan
nasional dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi.  Di negara berkembang dan
terbelakang, laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada di negara maju.  Meski
demikian, umumnya, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di negara maju. Hal
ini disebabkan oleh faktor tenaga kerja yang sangat berperan penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari Harvard Dale
Jorgenson (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu 1948-1979
misalnya menunjukkan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi adalah disebabkan
pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan tenaga
kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi.

Secara teoritis dijelaskan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi,


yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata sosial. Teori
modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif
pada pertumbuhan ekonomi. Argumen yang dikemukanan dalam teori ini adalah
orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan
lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding
yang pendidikannya lebih rendah.  Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka
semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas
dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi. Pada tahun 70-an, teori
ini mendapat kritik tajam. Argumen yang disampaikan adalah tingkat pendidikan
tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan
tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan
yang sama.

Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang


memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya noon formal) akan memiliki
produktivitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi dan formal.  Argumen
ini dituangkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau persaingan
status yang mendapat dukungan dari  Meyer (1977) dan  Collins (1979).

Teori Alokasi atau persaingan status ini memperlakukan pendidikan sebagai suatu
lembaga sosial yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara sosial
menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring orang
untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan
tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan
proporsi orang yang bependidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara
otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi.

Sementara pada teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa
fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan
sosial.  Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan studi-studi tentang hal-hal
klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan
ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan untuk rakyat kebanyakan diciptakan
sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Hasilnya, proses
pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.  Ini didukung antara lain oleh  Bowles dan  Gintis (1976).

Menurut Amich Alhumami, pendidikan memberi kontribusi secara signifikan


terhadap pembangunan ekonomi telah menjadi kebenaran yang bersifat aksiomatik
bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM)
berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi
juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan
ekonomi. Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja bermanfaat bagi
perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian
pendidikan pada semua level akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas
masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan
akan melahirkan berbagai problem krusial seperti pengangguran, kriminalitas,
penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik
bagi pemerintah.

Pada saat sekarang ini paradigma pembangunan yang merujuk knowledge-


based economy tampak kian dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal. Pertama,
kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan
kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi
penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses
transformasi struktural berjangka panjang. Sebagai ilustrasi, Jepang adalah negara
Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu
pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul negara-negara Asia Timur lain seperti
Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan.

Tidak diragukan lagi, salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di


Korea adalah komitmen yang kuat dalam membangun pendidikan. Berbagai studi
menunjukkan, basis pendidikan di Korea memang amat kokoh. Pemerintah Korea
mengambil langkah-langkah ekspansif antara 1960-an dan 1990-an guna memperluas
akses pendidikan bagi segenap warga negara. Program wajib belajar pendidikan dasar
(universal basic education) sudah dilaksanakan sejak lama dan berhasil dituntaskan
tahun 1965, sementara Indonesia baru mulai tahun 1984. Sedangkan wajib belajar
jenjang SLTP berhasil dicapai tahun 1980-an, dan jenjang SLTA juga hampir bersifat
universal pada periode yang sama. Yang menakjubkan, pada jenjang pendidikan
tinggi juga mengalami ekspansi besar-besaran, lebih dari setengah anak-anak usia
sekolah pada level ini telah memasuki perguruan tinggi.

Komitmen Pemerintah Korea terhadap pembangunan pendidikan itu tercermin


pada public expenditure. Pada tahun 1959, anggaran untuk pendidikan mencapai 15
persen dari total belanja negara, guna mendukung universal basic education dan terus
meningkat secara reguler menjadi 23 persen tahun 1971. Setelah program ini sukses,
Pemerintah Korea mulai menurunkan anggaran pendidikan pada kisaran antara 14
sampai 17 persen dari total belanja negara atau sekitar 2,2 sampai 4,4 persen dari
GNP. Menyadari bahwa pendidikan dasar merupakan bagian dari public good,
tercermin pada social return lebih tinggi dibanding private return, maka Pemerintah
Korea mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dasar jauh lebih besar dibanding
level menengah dan tinggi.

Bercermin pada pengalaman Korea, Pemerintah Indonesia harus mengambil


langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan nasional. Investasi di
bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan
menciptakan kesejahteraan sosial. Untuk itu, investasi di bidang pendidikan harus
didukung pembiayaan memadai, terutama yang diperuntukkan bagi penuntasan
program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Schultz (1974) dan Deninson (1962) kemudian memperlihatkan bahwa


pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah
memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara,
melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja.
Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk
meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.
Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini
sebagai investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi “leading
sektor” atau salah satu sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya terhadap
pembangunan sektor ini sungguh-sungguh, misalnya komitmen politik anggaran
sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya, sehingga keberhasilan investasi
pendidikan berkorelasi dengan kemajuan pembangunan ekonominya.

Penelitian Hick (1980), Wheeler (1980), dan beberapa peneliti neoklasik lain,
telah menyakinkan kembali secara ilmiah akan pentingnya manusia yang terdidik
menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung bahkan seluruh sektor
pembangunan makro lainnya. Atas dasar keyakinan ilmiah itulah akhirnya Bank
Dunia merealisasikan program bantuan internasionalnya ke berbagai negara.
Kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah
memperhitungkan efek interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya
(Psacharopoulos, 1984). Artinya, investasi modal fisik akan berlipat ganda nilai
tambahnya di kemudian hari jika pada saat yang sama dilakukan juga investasi SDM,
yang secara langsung akan menjadi pelaku dan pengguna dalam investasi fisik
tersebut. Sekarang diakui bahwa pengembangan SDM suatu negara adalah unsur
pokok bagi kemakmuran dan pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas
sumber daya modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu
komponen integral dari semua upaya pembangunan. Pendidikan harus meliputi suatu
spektrum yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu, sesuatu yang
memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan
suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-


sekolah pada umumnya. Lembaga Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lembaga
pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang disediakan bagi warga
Negara yang tidak sempat mengikuti atau menyelesaikan pendidikan pada jenjang
tertentu dalam pendidikan formal.

Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.


Dengan kata lain, lembaga pendidikan informal adalah sebuah lembaga pendidikan
yang ruang lingkupnya lebih terarah pada keluarga dan masyarakat.

Lembaga penyelenggara pendidikanitu sendiri terdiri dari keluarga, sekolah


dan masyarakat, masing-masing melakukan peran yang berlainan tetapi saling
melengkapi. Fungsi tiap lembaga tersebut pada masyarakat yang masih tradisional
tentu berbeda pula pada masyarakat yang telah maju, karena tuntutan masyarakat
yang dilayaninya tentu saja berbeda pula, sesuai dengan tingkatan sosialnya.

Pendidikan memberi kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan


ekonomi untuk melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki
pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, sehingga dapat
menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja bermanfaat bagi perorangan,
tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada
semua level akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat.

Daftar Pustaka

Hasbullah (1999). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta, Raja Grafindo Persada.        


Suwarno (1985). Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta, Aksara Baru.
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan metode dan Paradigma Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
E.Slavin, Robert. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Penerbit Nusa Media
Etekpe, Ambily. 2012. Role models in peace-building in Africa: An assessment of
selected characters African Journal of Political Science and International Relations
Vol. 6(8), pp. 181-190, December 2012

Anda mungkin juga menyukai