Konsep Dasar RDTR Dan PZ PDF
Konsep Dasar RDTR Dan PZ PDF
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Tingkat Dasar. Modul ini disusun sebagai penunjang
kegiatan diklat agar peserta diklat dapat mempelajari dan memahami materi-
materi yang diberikan.
Pada kesempatan ini pula, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penyusunan modul ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan jerih payah Saudara-saudara sekalian.
Semoga modul ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca, khususnya peserta diklat. Akhir kata dengan segala
kerendahan hati, tim penyusun mengharapkan masukan dan kritikan demi
perbaikan penyusunan modul di masa akan datang.
Terima kasih.
Jakarta, 2019
Kepala Pusat Pengembangan Sumber
Daya Manusia,
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG................................................................................................................... 2
B. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................................ 4
C. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................................ 5
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ............................................................................... 6
BAB III KETENTUAN UMUM RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI DALAM
SISTEM PENATAAN RUANG ...................................................................................................... 34
A. PERSOALAN PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI ......... 59
1. Persoalan Penyusunan RDTR (PROD_REN) .................................................................... 59
Alternatif Penyelesaian Persoalan Penyusunan RDTR: ................................................... 66
2. Persoalan Sumber Daya Manusia dalam Menyusun RDTR (SDM_REN) .......................... 67
Alternatif Penyelesaian Persoalan SDM Penyusun RDTR: .............................................. 68
3. Persoalan Kelembagaan dalam Menyusun RDTR (KEL_REN) .......................................... 69
Alternatif Penyelesaian Persoalan Kelembagaan Penyusun RDTR:................................. 70
4. Persoalan Sistem Aplikasi dan Tatalaksana dalam Menyusun RDTR (SIS_REN) ............... 70
Alternatif Penyelesaian Persoalan Sistem Aplikasi Penyusunan RDTR: ........................... 72
B. PERSOALAN PEMANFAATAN RUANG BERDASARKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN
PERATURAN ZONASI............................................................................................................. 72
1. Persoalan Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR (PROD_FAT) .......................................... 73
Alternatif Penyelesaian Persoalan Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR:........................ 74
2. Persoalan Sumber Daya Manusia dalam Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR (SDM_FAT)
..................................................................................................................................... 74
Alternatif Penyelesaian Persoalan SDM Pengawal Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR: 76
3. Persoalan Kelembagaan dalam Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR (KEL_FAT).............. 76
Alternatif Penyelesaian Persoalan Kelembagaan Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR:... 77
4. Persoalan Sistem Aplikasi dan Tatalaksana dalam Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR
(SIS_FAT) ...................................................................................................................... 78
Alternatif Penyelesaian Persoalan Sistem/Aplikasi Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR: 79
C. PERSOALAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG BERDASARKAN RENCANA DETAIL TATA
RUANG DAN PERATURAN ZONASI ........................................................................................ 79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kedudukan RDTR Dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang Dan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.............................................................................................. 15
Gambar 2 Hubungan Antara Produk Rencana Dan Wilayah Perencanaannya ............................ 16
Gambar 3 Kedudukan Rencana Rinci Dan Peraturan Zonasi Dalam Sistem Penataan Ruang ....... 18
Gambar 4 Kriteria Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi ...................................................... 19
Gambar 5 Contoh RDTR Kecamatan X ....................................................................................... 20
Gambar 6 Contoh RDTR Kawasan Pusat Kota ............................................................................ 20
Gambar 7 Contoh RDTR Kawasan Perkotaan ............................................................................. 21
Gambar 8 Contoh RDTR Kawasan Strategis Perkotaan ............................................................... 21
Gambar 9 Contoh RDTR Kawasan Pedesaan Yang Direncanakan Sebagai Kawasan Perkotaan ... 22
Gambar 10 Bagan Alir Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi .......................................... 28
Gambar 11 Keterkaitan Peraturan Zonasi Dengan Rencana Umum Dan Rencana Rinci Tata Ruang
................................................................................................................................ 30
Gambar 12 Definisi Tata Ruang ................................................................................................. 35
Gambar 13 Diagram Penyelenggaraan Penataan Ruang ............................................................ 35
Gambar 14 Kedudukan RDTR Dalam Hierarki Rencana Tata Ruang ............................................ 38
Gambar 15 Kurva Hierarki Rencana Tata Ruang Berdasarkan Sifat Muatannya Dari Aspek
Ekonomi Sampai Aspek Fisik .................................................................................... 39
Gambar 16 Kedudukan RDTR Dalam Hierarki Rencana Pembangunan Dan Rencana Tata Ruang 40
Gambar 17 Struktur Kalimat Legal Drafting Penunjukan Alamat Dari Masing-Masing Fungsi
Ruang Untuk RTRW Dan RDTR ................................................................................. 40
Gambar 18 Peta Penunjukan Alamat Dari Masing-Masing Fungsi Ruang Dalam RTRW............... 41
Gambar 19 Peta Penunjukan Alamat Dari Masing-Masing Fungsi Ruang Dalam RDTR................ 41
Gambar 20 Definisi Blok Yang Dibatasi Jalan (Dading Sugandhi, 2012) ....................................... 42
Gambar 21 Definisi Blok Yang Dibatasi Jalan Lingkungan (Dading Sugandhi, 2012) .................... 43
Gambar 22 Definisi Blok Yang Dibatasi Jalan Kolektor Sekunder (Dading Sugandhi, 2012). ........ 44
Gambar 23 Konsistensi Vertikal RDTR Dengan RTRW Kota......................................................... 47
Gambar 24 Konsistensi Vertikal RDTR Dengan RTRW Kabupaten ............................................... 48
Gambar 25 Kriteria Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi .................................................... 54
Gambar 26 Contoh RDTR Kecamatan X ..................................................................................... 55
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
jika RTRW nya sudah di tetapkan. Kota yang sudah memiliki Perda RTRW-nya
diamanatkan untuk segera menyusun dan menetapkan Perda RDTRnya dimana
RDTR merupakan dasar izin pendirian bangunan dan dasar tata bangunan dan
lingkungan.
A. LATAR BELAKANG
yang pada waktu itu diterima hampit tanpa perubahan oleh semua negara
bagian
Di akhir era 1920-an sebagian besar USA telah mengembangkan suatu
set zoning regulation yang memenuhi keinginan lokal masing-masing
Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya alam di semua sektor yang
semuanya nomor satu dunia. Terlebih lagi, Indonesia merupakan kepulauan
terluas di dunia yang memiliki posisi paling strategis di seluruh dunia. Dari
segi sumber daya manusia (SDM), jumlah penduduk Indonesia menempati
urutan ke-4 sedunia.
Era teknologi digital menciptakan pasar di dunia maya dimana penjual dan
pembeli bisa bertransaksi dimana saja dan kapan saja. Hal ini menciptakan
“pintu kemana saja” dan ruang kreativitas yang tiada batas. Satu hal yang
tidak boleh dilupakan adalah penguatan komoditas itu sendiri di dunia nyata
yang bersifat world champion.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam modul tentang konsep dasar RDTR dan Peraturan Zonasi, peserta perlu
pengenalan mengenai apa yang dimaksud dengan Definisi RDTR dan
Peraturan Zonasi, dasar-dasar dalam penyusunan RDTR dan Peraturan
Zonasi.
Dalam menyusun RDTR diperlukan data dan informasi serta metode yang
berbeda dengan penyusunan peraturan zonasi. Tingkat kerincian pada RTRW
berbeda dengan RDTR, seperti kawasan lindung pada RTRW dikenal sebagai
zona lindung pada RDTR, kawasan budi daya menjadi zona budi daya.
Selain peraturan zonasi, dikenal pula peta zonasi (zoning map) serta aturan
dasar (zoning text) yang merupakan lampiran dari peraturan zonasi.
Sehingga dapat dipahami sebagai berikut:
Kedudukan RDTR adalah sebagai rencana rinci dari Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan peraturan zonasi sebagai
salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang
Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR merupakan kawasan
perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota
Peraturan Zonasi (PZ) merupakan salah satu alat untuk pengendalian
pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang. Saat ini dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 16
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, penyusunan RDTR harus bersamaan
dengan penyusunan Peraturan Zonasi, serta diintegrasikan dengan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Rencana Tata Ruang Wilayah yang
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
BAB II
PENGENALAN DAN
PENTINGNYA RDTR DAN PZ
INDIKATOR KEBERHASILAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat menjelaskan konsep dasar penyusunan RDTR
dan Peraturan Zonasi yang meliputi definisi, dasar hukum penyusunan, dan ruang lingkup
penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi, serta keterkaitan RDTR dengan Peraturan Perundang-
undangan lainnya. Peserta juga diharapkan mampu menjelaskan urgensi penyusunan RDTR dan
Peraturan Zonasi.
tersebut ada aturan hukumnya, namun karena RDTR dan PZ ditujukan untuk
mengatur kapling, maka skala peta 1:5.000 dianggap cukup.
2. Pengertian PZ
b. Tim ahli yang diketuai oleh profesional perencana wilayah dan kota yang
bersertifikat, memiliki pengalaman di bidang perencanaan wilayah
minimal 10 tahun dan pernah menyusun RDTR, dengan anggota
profesional pada bidang keahlian yang paling kurang terdiri atas:
arsitek (rancang kota);
pertanahan;
geografi/geodesi;
geologi/kebencanaan;
teknik sipil (infrastruktur/prasarana/transportasi);
teknik lingkungan; dan
hukum.
Selain itu dapat dilengkapi dengan bidang keahlian lainnya sesuai dengan
kebutuhan perencanaan RDTR.
Pada tahap perumusan konsep RDTR dan Muatan PZ, konsep RDTR
disusun berdasarkan RTRW, pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang
penataan ruang, serta RPJP dan RPJM Kabupaten/Kota. Penyusunan
alternatif konsep RDTR ini berdasarkan prinsip optimasi pemanfaatan ruang
kawasan perkotaan (ruang darat, ruang laut, ruang udara termasuk ruang di
dalam bumi) dan mempertimbangkan rekomendasi perbaikan hasil
pelaksanaan KLHS. Kegiatan penyusunan konsep RDTR melibatkan
masyarakat secara aktif dan bersifat dialogis/komunikasi dua arah. Dialog
dilakukan antara lain melalui konsultasi publik, workshop, FGD, seminar, dan
bentuk komunikasi dua arah lainnya. Konsultasi publik minimal dilakukan 1
(satu) kali dituangkan dalam berita acara dengan melibatkan perguruan
tinggi, pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Tahap penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ terdiri
atas:
a. penyusunan naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ;
b. penyusunan raperda tentang RDTR dan PZ yang merupakan proses
penuangan materi teknis RDTR dan PZ ke dalam pasal-pasal dengan
mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan; dan
c. pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ yang melibatkan
pemerintah kabupaten/kota yang berbatasan dan masyarakat.
Rekomendasi perbaikan hasil pelaksanaan KLHS harus tetap
dipertimbangkan dalam muatan raperda tentang RDTR dan PZ dalam
setiap pembahasannya.
Hasil pelaksanaan penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR
dan PZ meliputi naskah akademik raperda tentang RDTR dan PZ, naskah
raperda tentang RDTR dan PZ, serta berita acara pembahasan terutama
berita acara dengan kabupaten/kota yang berbatasan. Kegiatan penyusunan
dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ melibatkan masyarakat
dalam bentuk pengajuan usulan, keberatan, dan sanggahan terhadap
naskah raperda RDTR dan PZ melalui media cetak maupun media
elektronik, kelompok kerja, atau diskusi/temu warga. Konsultasi publik dalam
penyusunan dan pembahasan raperda tentang RDTR dan PZ ini dilakukan
1. Dasar Hukum
Gambar 1 Kedudukan RDTR dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
kabupaten/kota ini juga dapat dirinci lagi menjadi RTBL (Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan). Setiap jenis rencana ini memiliki lingkup
masing-masing. RTRW Kabupaten/Kota memiliki lingkup wilayah
kabupaten/kota, RDTR berlingkup BWP, sedangkan RTBL memiliki
lingkup sub-BWP.
Gambar 3 Kedudukan Rencana Rinci dan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang
Gambar 9 Contoh RDTR Kawasan Pedesaan yang Direncanakan sebagai Kawasan Perkotaan
o Morfologi BWP;
o Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP; dan
o Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan BWP dengan
memperhatikan rencana struktur ruang dalam RTRW
RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau
kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
o Terjadi perubahan lingkungan strategis berupa bencana alam skala
besar
o Adanya perubahan batas wilayah daerah
5. Muatan RDTR
1. Latar Belakang
Penyusunan peraturan zonasi dilatarbelakangi oleh kondisi Rencana
Umum Tata Ruang (RTRW skala 1:1.000.000; RTRWP skala
1:250.000; RTRW Kabupaten skala 1:100.000; RTRW Kota skala
1:10.000) yang dianggap belum operasional sehingga sulit dijadikan
rujukan untuk pengendalian pembangunan dan pemanfaatan ruang.
Begitu pula dengan Rencana Rinci Tata Ruang pada skala nasioanal,
provinsi dan kabupaten/kota (RDTRK) yang masih kurang operasional
sebagai rujukan pengendalian pembangunan bila tidak disertai dengan
aturan yang lengkap. Peraturan zonasi (Zoning Regulation) yang
merupakan perangkat pengendalian pembangunan pada skala blok
dan lazim yang digunakan di negara maju yang menganut regulatory
system sangat potensial untuk melengkapi rencana rinci tata ruang
(terutama RDTR Kota) agar lebih operasional untuk rujukan
pengendalian pembangunan. Hal ini sejalan pula dengan UU No.
26/2007 dan PP No.15/2010 yang mengamanatkan penyusunan
Peraturan Zonasi.
Beberapa terminologi dasar mengenai peraturan zonasi beserta
definisinya dijelaskan sebagai berikut:
Peraturan Zonasi (Zoning Regulation):
Ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih
lanjut mengenai pemanfaatan ruang, dan prosedur pelaksanaan
pembangunan. Peraturan zonasi mencakup gabungan definisi,
1. Latar Belakang
Gambar 11 Keterkaitan Peraturan Zonasi dengan Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang
RANGKUMAN
b. Pada skala yang lebih kecil tidak semua ukuran blok dapat terlihat
BAB III
KETENTUAN UMUM RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN
PERATURAN ZONASI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG
Indikator Keberhasilan:
Peserta mampu menjabarkan ketentuan umum Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang yang mencakup fungsi, manfaat, kriteria, dan lingkup
perencanaan dalam penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi
Frase ‘Tata Ruang’ terdiri atas kata ‘Tata’ dan ‘Ruang.’ ‘Tata’ adalah subjek
penataan ruang, sedangkan ‘Ruang’ adalah objek penataan ruang.
Tata adalah society, sedangkan ruang adalah territory.
‘Tata’ meliputi:
a. Masyarakat;
b. Akademisi;
c. Pebisnis/investor;
d. Komunitas;
e. Kelembagaan; dan
f. Sistem/aplikasi.
‘Ruang’ meliputi:
a. Kawasan/zona lindung;
b. Kawasan/zona budidaya;
c. Jaringan prasarana; dan
d. Pusat kegiatan.
Kawasan/zona lindung dan kawasan/zona budidaya selanjutnya disebut
‘Pola Ruang.’Jaringan Prasarana dan Pusat Kegiatan, selanjutnya disebut
‘Struktur Ruang’. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, Tata Ruang adalah Wujud Struktur Ruang dan
Pola Ruang, dan Hasil Perencanaan Tata Ruang disebut Rencana Tata
Ruang.
Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang (REN),
pemanfaatan ruang (FAT), dan pengendalian pemanfaatan ruang (DAL) → 3
(Tiga) Komponen.
PELAKSANA PRODUK
KELEMBAGAAN SISTEM
PENATAAN PENATAAN RUANG SDM
(KEL) (SIS)
RUANG (PROD)
PEMANFAATAN
2_PROD_FAT 5_SDM_FAT 8_KEL_FAT 11_SIS_FAT
(FAT)
PENGENDALIAN
3_PROD_DAL 6_SDM_DAL 9_KEL_DAL 12_SIS_DAL
(DAL)
Gambar 15 Kurva Hierarki Rencana Tata Ruang berdasarkan sifat muatannya dari Aspek Ekonomi
sampai Aspek Fisik
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR) adalah salah satu
jenis rencana rinci tata ruang kabupaten/kota yang diperlukan dalam rangka
operasionalisasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota.
Gambar 16 Kedudukan RDTR dalam Hierarki Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang
Gambar 17 Struktur Kalimat Legal Drafting Penunjukan Alamat dari Masing-Masing Fungsi Ruang
untuk RTRW dan RDTR
Gambar 18 Peta Penunjukan Alamat dari Masing-Masing Fungsi Ruang dalam RTRW
Gambar 19 Peta Penunjukan Alamat dari Masing-Masing Fungsi Ruang dalam RDTR
Blok fisik adalah bagian terkecil dari kawasan perencanaan yang memiliki batas
fisik yang jelas. Secara praktis, blok fisik dapat diartikan sebagai suatu bagian
kawasan yang dikelilingi oleh jalan dan/atau sungai/saluran. Untuk suatu
kawasan perencanaan yang belum terbangun, blok fisik dapat diartikan sebagai
suatu bagian kawasan yang dikelilingi oleh rencana jalan dan/atau rencana
sungai/saluran.
Peruntukan ruang di dalam RDTR disebut sebagai zona. Contoh: Zona
Perumahan; Zona Perdagangan dan Jasa, zona industri dst. Peruntukan ruang
dapat ditetapkan lebih rinci menjadi sub-zona. Contoh : Zona Perumahan dirinci
menjadi Perumahan Kepadatan Sangat Tinggi, Perumahan Kepadatan Tinggi,
Perumahan Kepadatan Sedang, Perumahan Kepadatan Rendah dan
Perumahan Kepadatan Sangat Rendah. Peruntukan ruang sub zona dapat
ditetapkan lebih rinci lagi sub-sub zona.
Peruntukan ruang pada setiap blok fisik tidak harus selalu homogen. Pada suatu
blok fisik bisa terdapat lebih dari satu zona atau sub-zona peruntukan. Jika pada
suatu blok fisik terdapat dua atau lebih zona atau sub zona peruntukan ruang,
maka blok fisik tersebut dapat dibagi menjadi sub blok fisik mengikuti zona atau
sub zona peruntukannya.
Pembagian blok & sub blok sangat bergantung pada bagaimana
mendefinisikannya. Bila blok didefinisikan sebagai bagian kawasan perencanaan
yang dibatasi jalan, maka semua bagian kawasan yang dibatasi oleh jalan
apapun dan berapa pun ukuran luasnya akan menjadi blok sebagaimana
diilustrasikan pada gambar 20.
Bila blok didefinisikan sebagai bagian kawasan yang dibatasi oleh jalan
lingkungan, maka blok 3, 4, 5 dan 6 yang merupakan blok “kecil” yang
dipisahkan oleh gang, akan menadi satu kesatuan blok sebagaimana
diilustrasikan pada gambar 20.
Penggabungan dua atau beberapa blok “kecil” menjadi satu blok sebaiknya
harus memperhatikan pola penggunaan lahan yang ada pada masing-masing
blok “kecil”. Blok “kecil” yang dapat digabung menjadi satu kesatuan blok baru
adalah yang memiliki homogenitas penggunaan lahan.
Gambar 21 Definisi Blok yang dibatasi jalan lingkungan (Dading Sugandhi, 2012)
Bila blok didefinisikan sebagai bagian kawasan yang dibatasi oleh jalan kolektor
sekunder, maka akan lahir super blok yang berisikan blok dan sub blok,
sebagaimana diilustrasikan pada gambar.
Penetapan superblok sebaiknya harus memperhatikan keterkaitan fungsi antar
blok di dalam setiap super blok.
Penetapan superblok sifatnya futuristik sehingga harus diiringi dengan program
penyamaan fungsi antar blok, revitalisasi lingkungan atau bahkan redevelopment
Gambar 22 Definisi Blok yang dibatasi jalan kolektor sekunder (Dading Sugandhi, 2012).
Aturan Main dari setiap warna-warni fungsi ruang dalam rencana pola ruang
diatur dalam Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (KUPZ) pada RTRW
Kabupaten dan Peraturan Zonasi pada RDTR. KUPZ atau PZ ini adalah norma
Tabel 3 Contoh Ketentuan Umum Peraturan Zonasi RTRW sebagai Aturan Main dari Setiap Fungsi
Ruang (Ketentuan Aktivitas dan Intensitas).
Tabel 4 Contoh Zoning Text RDTR sebagai Aturan Main dari Setiap Fungsi Ruang (Ketentuan Aktivitas
dan Intensitas).
Tabel 5 Perbandingan Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR)
Hal yang menjadi perhatian utama pada saat penentuan delineasi RDTR
adalah bagaimana menjaga konsistensi vertikal dengan RTRW, yakni RTR
yang berhierarki tepat di atas RDTR. Konsistensi vertikal sekurang-kurangnya
dijaga untuk Rencana Pola Ruang dan Rencana Struktur Ruang.
Pendetailan RDTR dari RTRW Kota biasanya tidak memerlukan proses
delineasi lagi karena RTRW Kota sudah membagi habis seluruh wilayahnya
ke dalam bagian wilayah kota (BWK) yang harus disusun semua RDTRnya.
Disamping itu, RTRW Kota dibuat pada skala 1:25.000 dimana blok-blok
besar sudah tergambar. RDTR hanya mendetailkan blok-blok besar tersebut
dengan mengisinya berupa blok-blok yang lebih kecil dan pendetailan warna-
warni fungsi yang cenderung sama dengan RTRW kotanya (sebagaimana
tersaji pada Gambar 23 Konsistensi Vertikal RDTR dengan RTRW Kota).
Disamping itu klasifikasi kawasan pola ruang RTRW kota hampir sama persis
dengan klasifikasi zona pola ruang RDTR (sebagaimana dijelaskan pada
Tabel 5 Perbandingan Muatan Rencana Pola Ruang pada RTRW Kota
dengan RDTR) sehingga proses konsistensi vertikal ini wajib hukumnya untuk
dijaga bagi RDTR yang merupakan bagian wilayah kota administratif yang
RTRW Kotanya sudah ditetapkan sebagai perda.
Pendetailan RDTR dari RTRW Kabupaten adalah pekerjaan yang sulit, karena
mememrlukan proses delineasi kawasan perkotaan, selanjutnya membagi ke
daam bagian wilayah perkotaan (BWP) yang akan diRDTRkan. Hal ini harus
dilakukan karena RTRW kabupaten disusun pada skala 1:50.000 sedangkan
RDTR pada skala 1:5.000. Disamping itu klasifikasi kawasan pola ruang
RTRW kabupaten hampir sangat jauh berbeda dengan klasifikasi zona pola
ruang RDTR. Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5 Perbandingan Muatan
Rencana Pola Ruang pada RTRW Kabupaten dengan RDTR), yang
memperlihatkan bahwa BWP yang diRDTRkan harus berada di dalam
Kawasan Peruntukan Permukiman pada RTRW Kabupaten.
Tabel 6 Perbandingan Muatan Rencana Pola Ruang pada RTRW Kota dengan RDTR
Tabel 7 Perbandingan Muatan Rencana Pola Ruang pada RTRW Kabupaten dengan RDTR
PELAKSANA PRODUK
KELEMBAGAAN SISTEM
PENATAAN PENATAAN RUANG SDM
(KEL) (SIS)
RUANG (PROD)
10_SIS_REN
1_PROD_REN:
Sistem
Rencana Detail 4_SDM_REN: 7_KEL_REN
Perencanaan
PERENCANAAN (REN) Tata Ruang dan Tim Penyusun BKPRD sebagai
RDTR secara
Peraturan Zonasi RDTR Pembahas RDTR
Teknokratis dan
(RDTR)
Partisipatif.
5_SDM_FAT:
Kompetensi
2_PROD_FAT Konsolidasi
11_SIS_FAT
Konsolidasi Lahan berbasis 8_KEL_FAT:
Sistem
Lahan RDTR BKPRD sebagai
PEMANFAATAN Pemantauan
Pelaksanaan Kompetensi Penyelenggara
(FAT) Pemanfaatan
Program Pemantauan Konsolidasi Lahan
Ruang Berbasis
Pemanfaatan Pelaksanaan Berbasis RDTR dan
RDTR
Ruang Program
Berdasarkan
RDTR
3_PROD_DAL
Pemberian izin
bebasis RDTR
Pemberian
Insentif dan
Disinsentif
12_PROD_DAL
berbasis RDTR
Sistem
Audit Tata 6_SDM_DAL
PENGENDALIAN 9_KEL_DAL Pengendalian
Ruang Kompetensi
(DAL) Kelembagaan PPNS Pemanfaatan
Pemrosesan (PPNS)
Ruang Berbasis
pelanggaran RDTR
tata ruang oleh
Penyidik
Pegawai
Negeri Sipil
(PPNS)
pemanfaatan ruang, dan sebagai pelengkap dari rencana rinci tata ruang
kabupaten/kota.
4) Peraturan zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian
pemanfaatan ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi (pasal 35)
5) Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang (pasal 36 ayat 2).
Pelaksanaan rencana rinci tata ruang untuk mengoperasionalkan
rencana umum tata ruang harus tetap memenuhi batasan yang
telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi.
Penyempurnaan rencana rinci tata ruang berdasarkan aspirasi
masyarakat harus tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam
rencana rinci dan peraturan zonasi (penjelasan ps.14 ayat 1)
6) Peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tata ruang
kabupaten/kota, menjadi salah satu dasar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan
sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Gambar 30 Contoh RDTR Kawasan Pedesaan yang Direncanakan sebagai Kawasan Perkotaan
BAB IV
IDENTIFIKASI PERSOALAN DALAM
PELAKSANAAN RDTR DAN PZ
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat:
Mengidentifikasi Potensi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi, khususnya potensi permasalahan dalam tiap tahapan penyusunan RDTR
dan Peraturan Zonasi
REKOMENDASI
PROD_REN KEBIJAKAN EKSISTING
KEBIJAKAN
Pengolahan peta • pengolahan citra satelit • Percepatan teknik akuisisi,
1:5.000 resolusi tinggi menjadi pengolahan, dan
peta dasar diwajibkan penambahan SDM di bidang
untuk melalui proses perpetaan di daerah dan tim
pengolahan, asistensi peta di Pusat.
diantaranya survey
Ground Control Points
(GCP) dan Independent
Check Points (ICP)
serta pengolahan
orthorektifikasi
• perlu diasistensikan ke
Badan Informasi
Geospasial (BIG)
meliputi lima langkah
pemeriksaan:
sumber data dan
manajemen/folderisa
si data
peta dasar
peta tematik
peta rencana
layouting
Konsistensi • Menjaga konsistensi • Di dalam dokumen fakta dan
vertikal dari vertikal RDTR dengan analisa agar dibuat konsep
RTRW pola ruang dan struktur rencana kawasan perkotaan
kabupaten ruang RTRW berskala 1:25.000 sebagai
Kabupaten adalah “bridging”, menuju bagian
kewajiban yang harus wilayah perkotaan yang
dipenuhi. akan diRDTRkan.
• Permasalahannya • Konsep RTR Kawasan
adalah RTRW perkotaan ini memiliki
Kabupaten memiliki struktur pusat kegiatan dan
klasifikasi berbeda dan klasifikasi pola ruang sesuai
skala yang jauh dengan Pedoman
berbeda dengan RDTR Penyusunan RTRW Kota.
Survey • Survey toponimi adalah • Survey Toponimi digabung
penggunaan mendata objek-objek pelaksanaannya dengan
lahan dan kajian baik alam maupun survey penggunaan lahan
dampak bangunan yang terlihat dan kajian dampak sekunder
pada citra satelit akibat diberlakukannya
REKOMENDASI
PROD_REN KEBIJAKAN EKSISTING
KEBIJAKAN
resolusi tinggi untuk rencana zona.
keperluan pembuatan • Survey gabungan ini
peta dasar 1:5.000. menitikberatkan pada
• Survey penggunaan penggunaan lahan, bukan
lahan adalah melihat pada toponimi.
penggunaan/fungsi dari
bangunan atau lahan
dalam rangka
pembuatan peta
rencana pola ruang.
• Kedua survey di atas
memiliki tujuan yang
berbeda.
• Basis data • Perizinan yang telah Saatnya mengoleksi data
perizinan diberikan sering tidak spasial perizinan
dikoleksi, dan
dimutakhirkan. Begitu
pula dengan data
spasial perizinan sering
tidak dikelola dengan
baik.
• Basis data perizinan
diperlukan untuk
menetapkan jenis
aktivitas yan
diperbolehkan pada
suatu zona dalam
rangka penyusunan
peraturan zonasi.
Perencanaan penyusunan rencana pola • Konsolidasi lahan dan
pada kawasan ruang akan dihadapkan mekanisme insentif-
yang sudah pada dua pilihan : disinsentif berdasarkan
terbangun • Membuat perubahan RDTR agar dilakukan dalam
peruntukan ke arah rangka implementasi RDTR.
yang lebih baik.
Misalnya, sub-zona
perumahan kepadatan
sangat tinggi yang
kumuh akan dirubah
menjadi subzona
perumahan kepadatan
tinggi dengan
mengubah perumahan
REKOMENDASI
PROD_REN KEBIJAKAN EKSISTING
KEBIJAKAN
kumuh yang padat
menjadi rumah susun
yang lebih besar daya
tampungnya, lebih
sehat, lebih rapi dan
lebih tertib. Persoalan
yang muncul,
pemerintah daerah tidak
memiliki dana yang
cukup untuk
memberikan hunian
pengganti dan biaya
ganti rugi sesuai
dengan PP 15 tahun
2010 pasal 168
• Tidak membuat
perubahan peruntukan
tapi hanya
meningkatkan kualitas
lingkungan melalui
peningkatan kualitas
jaringan prasarana
pelayanan dan sarana
lingkungan
• Perencanaan • Sesuai dengan UU 26 • BPN melakukan freeze
pada kawasan tahun 2007, rencana tanah-tanah yang
yang belum pola ruang harus direncanakan untuk
terbangun disusun untuk seluruh kepentingan umum melalui
kawasan perencanaan, mekanisme land banking.
termasuk bagian
kawasan yang belum
terbangun. Bila pada
bagian kawasan yan
belum terbangun tidak
ada rencana
peruntukannya, maka
s/d 20 tahun ke depan
kawasan tersebut tidak
diperkenankan untuk
dibangun.
• Persoalannya tanah
pada kawasan yang
belum terbangun masih
milik perorangan bukan
REKOMENDASI
PROD_REN KEBIJAKAN EKSISTING
KEBIJAKAN
milik pemerintah
daerah. Penyusunan
rencana pola ruang s/d
kedalaman blok akan
dapat menimbulkan
gejolak sosial dan juga
spekulasi harga tanah.
• data spasial • Sulitnya mendapatkan • Saatnya semua walidata
utilitas/jaringa data spasial yang ditunjuk berdasarkan
n prasarana utilitas/jaringan Kebijakan Satu Peta
sektoral prasarana sektoral merencanakan,
dengan berbagai alasan membangun, dan
memutakhirkan semua data
berbasis spasial dan
melakukan sharing data.
• Standar dan • kurangnya muatan • Ditjen Tata Ruang
kriteria standar dan kriteria menyusun standar dan
penataan pada pedoman- kriteria penataan ruang.
ruang pedoman penyusunan • Standar-standar air bersih,
• standar RTR. air minum, kawasan/zona,
sektoral • Banyak standar-standar dan lain-lain saatnya
sektoral yang belum dimutakhirkan.
dilakukan pemutakhiran
• RDTR belum • Dit. Binda-DJTR • Tim penyusun RDTR harus
terintegrasi menginisiasi Integrasi menjadikan data
dengan Tata Ruang dengan persil/bidang tanah yang
Pertanahan Pertanahan dikeluarkan BPN sebagai
entitas spasial terkecil dalam
peraturan zonasi.
• Wajah kota- • Minimnya kuantitas dan • Penentuan dan Desain Zona
kota di kualita Peraturan kepala Preservasi Visual di
Indonesia daerah tentang perkotaan untuk rencana
tidak Rencana Tata Landmark Kota dan Taman
berkarakter, Bangunan dan Kota kelas Dunia sebagai
semrawut, Lingkungan (RTBL) masukan untuk RDTR.
pemandangan • Minimnya kuantitas dan
terbaik kota kualitas Perda tentang
(ke arah Bangunan Gedung
pantai)
dipenuhi
dengan ruko.
KEBIJAKAN
SDM_REN REKOMENDASI KEBIJAKAN
EKSISTING
KEBIJAKAN
SDM_REN REKOMENDASI KEBIJAKAN
EKSISTING
KEBIJAKAN REKOMENDASI
KEL_REN
EKSISTING KEBIJAKAN
• BKPRD • BKPRD sudah -
KEBIJAKAN REKOMENDASI
KEL_REN
EKSISTING KEBIJAKAN
• Kelompok melaksanakan tugas
akademisi rutin evaluasi RDTR
• Lembaga dalam rangka
penelitian persetujuan substansi.
• Ikatan Ahli Perencana • DJTR membuat standar
(IAP) masih sebatas kompetensi perencana
bekerja sebagai dan melakukan sertifikasi
konsultan penyusun • DJTR bekerjasama
RTR dengan tingkat dengan IAP membuat
kompetensi yang kesepakatan roadmap
bervariasi. penelitian dan
pengembangan.
• Lembaga Penelitian • Kemenristek Dikti
masih didominasi yang mengkoordinasikan semua
bergerak di bidang lembaga penelitian di
lingkungan hidup, Pusat dan daerah dibantu
jarang yang bergerak Kemendagri
di penataan ruang.
• Lembaga Penelitian
tersebar tanpa
koordinasi.
Tabel 12 Persoalan Sistem Aplikasi dan Tatalaksana dalam Menyusun RDTR (SIS_REN)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SIS_REN
EKSISTING KEBIJAKAN
• Beberapa variabel • Pemodelan • Spasialkan Populasi dan
penyusunan rencana Dinamika Spasial PDRB yang masih
tata ruang masih yang pernah beralamatkan administrasi
belum bersifat dikembangkan ke unit piksel berukuran
spasial, biasanya Bappenas dan BIG 1Km2 membentuk Data
masih beralamatkan tidak sepenuhnya Grid.
administrasi, yaitu operasional karena
PDRB, dan Populasi tidak semua data • Buat Pemodelan Dinamika
bersifat spasial dalam penyusunan RTR.
• Belum ada Sistem seperti Populasi
Aplikasi Penyusun dan PDRB.
RDTR yang fully
spatial (GIS).
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SIS_REN
EKSISTING KEBIJAKAN
• Belum ada Integrasi Sistem Informasi Tata
Agraria dan tata Ruang Berbasis Bidang
Ruang di Level Tanah yang memiliki data
Sistem. atribut peruntukan ruang
dan peraturan zonasi bisa
dimanfaatkan untuk
penyusunan RTRW,
pemberian sertipikat,
updating, dasar
penentuan Pajak Bumi
dan Bangunan, Sensus
Penduduk, dll.
KEBIJAKAN
PROD_FAT REKOMENDASI KEBIJAKAN
EKSISTING
• Standar • Terlalu banyak • DJTR menyusun standar
Pemanfaatan laporan pemanfaatan ruang
Ruang belum ada penyelenggaraan
pemerintah daerah • DJTR menyusun Pedoman
yang harus dibuat RPI2JM
• Pedoman RPI2JM pemda (LPPD,
belum ada LKPJ, LPPD,
• Satukan semua laporan kinerja
SAKIP, LAKIP)
tersebut menjadi satu
Dokumen Teknis RPI2JM.
• Sinkronisasi
Program melalui
RPI2JM belum • Terlalu banyak • Satukan semua dokumen
dilakukan di dokumen evaluasi evaluasi kinerja menjadi audit
tingkat kab/kota kinerja yang dibuat penataan ruang
sebagai bahan Pusat (EKPPD,
musrenbang EKPOD, EDOB)
KEBIJAKAN
PROD_FAT REKOMENDASI KEBIJAKAN
EKSISTING
Rencana • Konsolidasi Lahan • Kemen ATR/BPN menyusun
Konsolidasi Lahan baru dilakukan pedoman dan melakukan pilot
(khususnya untuk dalam rangka project Konsolidasi Lahan
menata kawasan pembebasan jalan Berbasis RDTR.
yang sudah di kota-kota besar.
padat/terbangun),
belum dilakukan di
tingkat kab/kota
Tabel 14 Persoalan Sumber Daya Manusia dalam Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR (SDM_FAT)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SDM_FAT
EKSISTING KEBIJAKAN
• SDM ekonomi • Kebijakan • Permendagri Standar
pembangunan, Penempatan pegawai Kualifikasi Penata Ruang
rumpun arsitek, di daerah belum Daerah, diantaranya batas
dan pertanahan mengikuti kualifikasi minimal lima tahun bertahan
masih minim dan di SKPD penataan ruang,
sering salah standar pendidikan, dan
tempat standar kompetensi.
• Mutasi sangat
tinggi • Kurangnya
kontinuitas Pemetaan
• DJTR melakukan Pemetaan
Kompetensi,
Kompetensi, Penyusunan
Penyusunan Standar
Standar Kompetensi penata
Kompetensi, dan
ruang daerah.
evaluasi kompetensi
penataan ruang.
• Diklat, Bimtek, • DJTR menyusun Roadmap
Bantek, dan Pembinaan Penataan Ruang
Bangsitas belum Berbasis Standar
mengikuti Roadmap Kompetensi yang Terukur
Pembinaan Penataan yang digunakan sebagai
Ruang yang Terukur. bahan Diklat, Bimtek,
Bantek, dan Bangsitas.
• DJTR melakukan Diklat,
Bimtek, Bantek, dan
Bangsitas berdasarkan
Roadmap Pembinaan dan
melakukan Evaluasi
Kompetensi.
keuntungan Public-Private Sistem Public – Private –
kekayaan komoditas, Partnership (P3) belum People – Partnership (P4)
posisi, dan jumlah mampu meningkatkan dengan membentuk PT.
penduduk belum taraf hidup masyarakat
menjadikan Indonesia setempat. Bersama, pemberian
tuan rumah di negeri Sertipikasi Hak Guna Usaha
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SDM_FAT
EKSISTING KEBIJAKAN
sendiri untuk masyarakat ulayat, dan
pembagian keuntungan di
perdesaaan guna
pengembangan komoditas
Local dan World Champion.
REKOMENDASI
KEL_FAT KEBIJAKAN EKSISTING
KEBIJAKAN
• Kelembagaan • BKPRD belum bergerak • Pemda menyusun SOP
sinkronisasi pada evaluasi dokumen BKPRD evaluasi
Program RPI2JM dan penerapannya dokumen RPI2JM dan
penataan ruang di tingkat musrenbagda penerapannya di tingkat
musrenbagda
• Kelembagaan • BKPRD belum bergerak • Pemda menyusun SOP
Konsolidasi pada Konsolidasi Lahan Konsolidasi Lahan
Lahan berdasarkan RTR. berdasarkan RTR.
• keuntungan Public-Private Partnership Sistem Public – Private –
kekayaan (P3) belum mampu People – Partnership (P4)
komoditas, meningkatkan taraf hidup dengan membentuk PT.
posisi, dan masyarakat setempat.
jumlah Bersama, pemberian
penduduk Sertipikasi Hak Guna
belum Usaha untuk masyarakat
menjadikan ulayat, dan pembagian
Indonesia tuan keuntungan di perdesaaan
rumah di negeri
sendiri. guna pengembangan
komoditas Local dan World
Champion.
Tabel 16 Persoalan Sistem Aplikasi dan Tatalaksana dalam Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR
(SIS_FAT)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SIS_FAT
EKSISTING KEBIJAKAN
• Sistem Pemantauan • DJTR sedang • Pemda mengisi Sistem
Implementasi RTR mengembangkan pemantauan pemanfaatan
berdasarkan Sitem pemantauan ruang daerah
Dokumen teknis pemanfaatan ruang (SIFATARUDA) sebagai
RPI2JM belum ada. nasional bagian dari SIFATARUNAS.
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SIS_FAT
EKSISTING KEBIJAKAN
• Sistem Land (SIFATARUNAS) • DJTR mengembangkan
Readjustment/Konsol Aplikasi Land
idasi Lahan belum Readjustment/Konsolidasi
ada. Lahan dari Data Pemodelan
Dinamika Spasial yang
Terintegrasi dengan Bidang
Tanah.
KEBIJAKAN REKOMENDASI
PROD_DAL
EKSISTING KEBIJAKAN
• Absennya RDTR • Jumlah Pembinaan dan • Bappenas tetapkan
PZ, membuat Persetujuan Substansi Percepatan Penyusunan
RTRW masih jadi DJTR Reguler belum RDTR PZ sebagai agenda
acuan perizinan maksimal karena bukan prioritas nasional 2018-
prioritas. 2020
Tabel 18 Persoalan Sumber Daya Manusia dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR
(SDM_DAL)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SDM_DAL
EKSISTING KEBIJAKAN
• Jumlah dan • Diklat dan • Perbanyak Diklat dan
distribusi PPNS Pengangkatan PPNS Pengangkatan PPNS
• Mutasi sangat masih terbatas
tinggi
Tabel 19 Persoalan Kelembagaan dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berbasis RDTR (KEL_DAL)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
KEL_DAL
EKSISTING KEBIJAKAN
• Kelembagaan • Masih jarang perda yang • DJTR menyusun standar
pemberi insentif mengatur khusus khusus insentif, disinsentif,
dan disinsentif insentif, disinsentif, dan dan arahan sanksi.
arahan sanksi.
• Pemda menyusun perda
yang mengatur khusus
insentif, disinsentif, dan
arahan sanksi.
• Kelembagaan • PPNS terikat • DJTR membentuk
PPNS Penataan tanggungjawab struktural kelembagaan PPNS ditarik
Ruang di daerah ke SKPD masing-masing ke Pusat.
sehingga efektivitas
penyidikan terbatas.
Tabel 20 Persoalan Sistem Aplikasi dan Tatalaksana dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berbasis
RDTR (SIS_DAL)
KEBIJAKAN REKOMENDASI
SIS_DAL
EKSISTING KEBIJAKAN
Gambar 35 Tampilan Dashboard RDTR Berbasis Bidang Tanah yang dapat Diakses secara Online
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
1. Data dan Informasi untuk RDTR
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
pemanfaatan ruang cukup sensitif masyarakat dan
(jika ada), maupun dibeberapa golongan pemangku
infrastruktur perkotaan baik masyarakat kepentingan agar
yang didapat melalui maupun pemerintah lebih mudah
metode observasi pusat dan daerah. mendapatkan data
lapangan; dan infromasi yang
3) kondisi fisik dan sosial dibutuhkan
ekonomi BWP secara
langsung melalui
kunjungan ke semua
bagian dari wilayah
kabupaten/kota.
b data sekunder, terdiri atas
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
4) peta klimatologis (curah Ketersediaan dan Kerjasama dengan
hujan, hidro-geologi, kelengkapan di wali wali data
angin, dan temperatur); data
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
f) peta kelautan keterbatasan
sebagai informasi anggaran, SDM
dasar terkait dan peralatan
dalam penyediaan
kedalaman laut
data.
(batimetri), jenis
pantai, informasi
dasar lainnya terkait
navigasi dan
administrasi di
wilayah laut khusus
untuk kawasan
perkotaan yang
berada di wilayah
pesisir pantai;
g) peta pemanfaatan
sumber daya pesisir,
laut, dan pulau-pulau
kecil lainnya yang
menjadi bagian dari
wilayah kota tersebut
dari instansi terkait,
seperti properti di
atas/bawah laut,
instalasi kabel/gas,
perikanan, dll;
h) peta destinasi
pariwisata dari
instansi terkait baik di
pusat maupun
daerah;
i) peta lokasi bangunan
bersejarah dan
bernilai pusaka
budaya, dari instansi
terkait; dan/atau
j) peta kawasan
terpapar dampak
perubahan iklim dari
BMKG atau instansi
terkait.
c Data dan informasi terdiri
atas :
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
1) data wilayah a) Peta batas wilayah Mengoptimalkan hasil
administrasi; administrasi masih Kebijakan Satu Peta
terlalu banyak versi
antara daerah satu
dengan daerah
lainnya
b) Batas administrasi
terkadang masih
menjadi
perdebatan antar
daerah yang
berbatasan secara
langsung, sehingga
data yang diperoleh
tidak valid
2) data dan informasi Data dan informasi -
tentang kebijakan RTRW
antara lain RTRW kabupaten/kota sulit
Kabupaten/Kota, RPJP didapatkan karena
Kabupaten/Kota dan masih dalam proses
RPJM Kabupaten/Kota; peninjauan kembali
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
pemanfaatan tanah; pusat sehingga
data tidak dapat
diakses oleh
semua orang
7) data peruntukan ruang Data RTRW/RDTR Data bidang
(yang dapat diperoleh kawasan yang pertanahan bisa
dari RTRW, RDTR bersebelahan dengan menjadi alternative
kawasan yang BWP di selain kemampuan
bersebelahan, dan lain- kabupaten/kota belum foto udara merekam
lain); tentu sudah tersedia peruntukan ruang
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
semua data berbasis
spasial dan
melakukan sharing
data
13) data dan informasi Sering dianggap tidak Perhatian lebih baik
tentang kelembagaan utama, padahal kepada data ini
pembangunan daerah; memberikan
gambaran mengenai
potensi daerah dalam
hal mewujudkan
rencana struktur
maupun pola ruang
dan juga aspek
pemanfaatan ruang
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
dan kualitas Perda
tentang Bangunan
Gedung.
15) RDTR dan PZ kawasan Data yang dibutuhkan -
yang bersebelahan belum tentu tersedia
dengan kawasan disebabkan oleh
perencanaan (jika ada); daerah tersebut
dan belum atau sedang
dalam proses
penyusunan RDTR
dan PZ
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
RDTR;
Rekomendasi
No. Tahapan Pengumpulan Data Permasalahan
Kebijakan
serta prasarana di
daerah terkait;
(i) perizinan dan
komitmen
pembangunan; dan
(j) peraturan
perundang-
undangan yang
terkait dengan
penggunaan lahan
yang ada di
kabupaten/kota
yang akan disusun
peraturan
zonasinya.
6) standar teknis
7) ketentuan pelaksanaan
meliputi:
a) ketentuan variansi
pemanfaatan
ruang;
b) ketentuan insentif
dan disinsentif; dan
c) ketentuan
penggunaan lahan
yang tidak sesuai
(non-conforming
situation) dengan
peraturan zonasi;