Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI KLINIK 3

SKENARIO 13

Disusun Oleh:
KELOMPOK 10
Anindita Prima 1506739375
Aqila Putri Sabrina 1506668725
Ari Stevanofiq 1506668901
Claudia 1506731662
Dewi Ghina Nisrina Aulia 1506668896
Tardan
Gery Gilbert 1506737994
Naomi Nadya 1506726050
Sela Natasha 1506725086
Shafa Ahmad 1506668630
Virginia Nomida 1506669034
Zhiara Aulia 1506669210

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS INDONESIA
2017

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi .....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Analisis Masalah....................................................................................................................4
1.4 Hipotesis................................................................................................................................4
1.5 Tujuan Pembelajaran.............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................6


2.1 Pengaruh Penuaan Terhadap Kondisi Rongga Mulut............................................................6
2.2 Perbedaan Lansia dan Geriatri...............................................................................................13
2.3 Faktor-faktor yang harus Diperhatikan dalam Perawatan Prostodonsia pada Pasien Geriatri
dan Lansia....................................................................................................................................17
2.4 Faktor Umum dan Lokal yang harus Diperhatikan dalam Perawatan Prostodontik pada
Pasien Geriatri..............................................................................................................................18
2.5 Faktor Lokal pada Pasien yang Perlu Mendapat Perhatian pada Perawatan Prostodontik....20
2.6 Perawatan Prostodonsia pada Geriatri dan Lansia ................................................................22
2.7 Sistem Rujukan pada Pasien Geriatri.....................................................................................24
2.8 Immediate Denture.................................................................................................................26
2.9 Tahapan Perawatan Immediate Denture................................................................................28

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................48

BAB IV KESIMPULAN.............................................................................................................49

BAB V DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................50

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien perempuan 65 tahun:
 Dibuatkan gigi tiruan rahang bawah
 Gigi atas sudah patah dan goyang
 Menderita osteoartritis, osteoporosis, hi[pertensi dan DM terkontrol
 Pemeriksaan intraoral:
 OH sedang
 11 patah, goyang derajat 3
 21 goyang derajat 3, ekstrud
 22 goyang derajat 3
 Missing 17 dan 27
 RB: GTSL akrilik menggantikan gigi 35, 36, 37 dan 5, 46, 47. (pasien tidak mau ompong)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa perbedaan lansia dan geriatri?
2. Bagaimana pengaruh proses penuaan terhadap kondisi intraoral secara fisiologis? (jaringan
keras, jaringan lunak)
3. Apa saja faktor yang perlu diperhatikan dalam perawatan prostodonsia untuk lansia dan
geriatri?
4. Bagaimana menyusun rencana perawatan dalam menangani pasien geriatri?
5. Bagaimana sistem rujukan untuk pasien geriatri?
6. Apa tujuan pembuatan gigi tiruan immediate?
7. Apa indikasi dan kontraindikasi gigi tiruan immediate?
8. Apa kelebihan dan kekurangan gigi tiruan immediate?
9. Bagaimana tahap perawatan gigi tiruan immediate?
- Alat dan bahan
- Tatalaksana
10. Bagaimana tahapan perawatan selanjutnya dari gigi tiruan immediate? (gigi tiruan definitif)

3
1.3 Analisis Masalah

Perawatan GT
pada pasien usia
lanjut

Geriatri Lansia

Rencana
Rujukan Perbedaan Proses penuaan
perawatan

Pengaruh
Immediate Definitif terhadap
intraoral

indikasi kelebihan Tahap


tujuan
&kontraindikasi &kekurangan perawatan

alat, bahan

tatalaksana

1.4 Hipotesis
Pasien perempuan 65 tahun, sebelum dilakukan perawatan, dirujuk terlebih dahulu terkait KU. Gigi
11, 21, 22 dilakukan ekstraksi karena goyang derajat 3. Kemudian pada RA dibuatkan immediate
denture untuk menggantikan gigi 11, 21, 22, 17 dan 27. Pada RB dilakukan perawatan GT repair dan
reline.

1.5 Tujuan Pembelajaran


Mahasiswa dapat memahami :
1. Perbedaan lansia dan geriatri
2. Pengaruh proses penuaan terhadap kondisi intraoral secara fisiologis? (jaringan keras, jaringan
lunak)
3. Faktor yang perlu diperhatikan dalam perawatan prostodonsia untuk lansia dan geriatri?
4. Penyusunan rencana perawatan dalam menangani pasien geriatri?
5. Sistem rujukan untuk pasien geriatri?

4
6. Tujuan pembuatan gigi tiruan immediate?
7. Indikasi dan kontraindikasi gigi tiruan immediate?
8. Kelebihan dan kekurangan gigi tiruan immediate?
9. Tahap perawatan gigi tiruan immediate?
- Alat dan bahan
- Tatalaksana
10. Tahapan perawatan selanjutnya dari gigi tiruan immediate? (gigi tiruan definitif)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGARUH PENUAAN TERHADAP KONDISI RONGGA MULUT1
GIGI
1. Enamel
 Lebih brittle dan rentan mengalami chipping, cracking, dan fraktur
 Atrisi  keausan gigi akibat kontak antar gigi geligi
 Penurunan permeabilitas enamel
 Perykmata dan imbrication lines hilang  mengubah refleksi cahaya enamel  perubahan
pada warna gigi
 Penyerapan material organik  Darkening & staining
2. Dentino-pulpal complex
Dentin memiliki dua perubahan utama terkait usia:
 Pembentukan dentin sekunder secara kontinu  pengurangan ukuran / obliterasi kamar
pulpa. Dapat dikomplikasi pertumbuhan kalsifikasi ireguler di sekitar pembuluh darah dan sel
saraf yang mengalami degenerasi  biasanya meliputi ‘pulp stones’ pada kamar pulpa dan
deposit linear pada saluran akar
 Sklerosis dentin terkait pembentukan peritubular dentin secara kontinu. Sklerosis dentin
radicular  akar gigi brittle dan fraktur saat ekstraksi. Berkaitan dengan peningkatan
translusensi akar. Dimulai dari apeks pada peripheral dentin tepat di bawah sementum 
meluas ke dalam & ke koronal seiring bertambahnya usia
Seiring bertambahnya usia, pulpa menjadi:
 less vascular, less cellular, dan more fibrotic  pengurangan respon terhadap injuri dan
potensi healing.
 Berkurangnya nerve supply  (ditambah dentin yang lebih tebal) membuat tes vitalitas lebih
sulit
 Jaringan lebih kuat  sulit dipenetrasi dengan menggunakan file
 Kalsifikasi pulpa  Terjadi peningkatan frekuensi, jumlah, dan ukuran kalsifikasi pulpa pada
proses penuaan. Terdapat dua bentuk utama kalsifikasi pulpa: diskret pulp stones (nodul pulpa,
denticles) dan diffuse calcification.
 Pulp denticles (true denticles): struktur tubular menyerupai dentin, lebih sering dijumpai pada
kamar pulpa
 False denticles: material terkalsifikasi yang terlokalisasi yang tampak di sekitar central nodus
 Diffuse calcification: sering terlihat pada saluran akar gigi, secara histologis tampak helaian
linear tak beraturan parallel dengan pembuluh darah pada pulpa

3. Cementum

6
 Dibentuk secara kontinu seumur hidup, terutama pada ½ apikal akar  peningkatan ketebalan
untuk mengkompensasi atrisi interproksimal dan oklusal, dan respon teradap trauma, karies,
dan penyakit periodontal
 Peningkatan jumlah sementum serta dentin sekunder dan reparative mengurangi sensitivitas
gigi dan mengurangi persepsi pada stimulus nyeri
 Pada beberapa kasus terjadi pembentukan massa sementum yang besar atau hypercementosis
pada ekstrusi gigi yang tidak memiliki gigi lawan atau sebagai respon terhadap stimulus
inflamatori
MUKOSA ORAL
Pertambahan usia menyebabkan :
 sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan,
 berkurangnya keratinisasi dan vaskularisasi,
 penebalan serabut kolagen pada lamina propia.
Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah :
 mukosa tampak licin mengkilap (tidak ada stippling pada gingiva)
 Pucat
 Kering
 Mudah mengalami iritasi dan pembengkakan
 Mudah terjadi pendarahan bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat kelainan sistemik)
 Elastisitasnya berkurang.
TMJ
Proses penuaan pada TMJ dimulai dengan terjadinya degenerasi, sehingga otot-otot mengunyah
melemah dan sukar membuka mulut secara lebar. Hal tersebut dapat terjadi karena :
 Pengaruh berkurangnya jumlah gigi akibat penuaan akan mengakibatkan mulut mencari
tempat oklusi yang nyaman sehingga hal ini memicu perubahan letak condilus pada fossa
glenoid dan menyebabkan kelainan pada TMJ
 Akibat penuaan mengakibatkan kontraksi otot bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini
menyebabkan kerja sendi lebih kompleks
 Penuaan akan menyebabkan remodeling pada sendi. Hal ini akan mengakibatkan jaringan
sendi mengalami reduksi sel yang progresif.
Berkurangnya kemampuan proliferasi sel secara keseluruhan sehingga terjadi kerusakan atau
kematian sel jaringan TMJ :
 Kemampuan untuk melakukan reparasi menurun
 Menurunnya kemampuan reaksi jaringan terhadap rangsangan pertumbuhan

7
 Menurunnya respon imun dan menurunya kemampuan pembentukan protein akibat
rangsangan dari luar
Perubahan pada jaringan tulang rawan sendi
 Menurunya ketebalan lapisan fibro kartilago pada permukaan condilus sendi
 Terjadi degenerasi dari kondrosit sehingga menurunnya kemampuan kartilago terhadap
rangsangan tekanan
 Cairan synovial menurun sehingga terjadi krepitasi pada gerak sendi, dan pada keadaan yang
lebih parah diskus artikulasi akan robek atau mengalami kerusakan.
Perubahan pada Ligamen Sendi
 Menurunnya ketebalan kapsula sendi
 Menurunnya daya tahan regangan dari serat kolagen yang membentuk ligamen TMJ
 Sintesa menurun sehingga proses reparasi menurun. Karena menurunya ketahanan regangan
maka terjadi penurunan keleluasaan artikulasi TMJ

Perubahan pada otot-otot wajah dan sendi rahang


 Otot-otot wajah berpartisipasi dalam fungsi penelanan, pengunyahan, dan bicara.
 Hilangnya serabut otot untuk gerakan mandibula berkaitan dengan penambahan usia. Reduksi
lebih lanjut pada ketebalan otot rahang juga terjadi, tetapi lebih sering pada orang tak bergigi.
 Koordinasi dan kekuatan otot menurun sehingga terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari
bibir, lidah, dan rahang.
 Umumnya gerakan mandibula tidak terganggu dan sendi rahang tetap berfungsi dengan baik.
Namun apabila terjadi gangguan sendi rahang kemungkinan karena tekanan yang melampaui
batas sehingga sendi rahang tidak mampu untuk menahan tekanan yang ada dan keadaan ini
diperhebat karena proses degenerasi sendi.
 Kelainan sendi rahang yaitu dislokasi sendi/ sub-luksasi, osteosthrosis dan clicking
KELENJAR SALIVA
Kelenjar saliva mayor (parotis, submandibular, sublingual) dan beberapa kelenjar minor (labial
, palatal, buccal), berperan peting dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan rongga mulut.
Keberadaan saliva melindungi rongga mulut, saluran napas atas, dan saluran pencenaan. Beberapa
glikoprotein dalam yang terdapat dalam saliva juga membantu menjaga membrane mukosa,
keseimbangan rongga mulut. Saliva mengandung antibacterial dan komponen antifungal untuk
mengontrol keseimbagan flora oral. pH secara langsung melindungi gigi geligi, mengandung kalsium
dan garam fosfat untuk remineralisasi karies incipient.
Beberapa protein saliva (anionic proline rich protein) membantu dalam remineralisasi gigi
geligi. Ketiadaan saliva juga mempengaruhi indra perasa karena tidak ada saliva yang dapat
melarutkan dan membawa kontak ke taste bud. Kelenjar saliva mengalami perubahan kuantitif dan
kualitatif seiring meningkatnya usia. Terdapat atropi jaringan acinar, proliferasi ductal elements, dan

8
beberapa perubahan degeneratif pada kelenjar saliva major. Perubahan-perubahan tersebut cenderung
terjadi secara linear dengan usia dan dapat dideteksi sejak dewasa muda. Kelenjar saliva minor juga
mengalami perubahan degeneratif yang serupa seiring bertambahnya usia. Namun, output dari
kelenjar saliva major secara klinis tidak mengalami pengurangan signifikan pada lansia yang sehat.
Penelitian menyatakan saliva submandibular pada golongan orang tua berkurang secara
signifikan dibanding orang muda. Observasi fungsional tersebut kontras dengan perubahan morfologis
yang terlihat pada penuaan kelenjar saliva. Karena telah diketahui bahwa komponen acinar
bertanggung jawab terhadap sekresi saliva, belum dipahami mengapa dengan adanya pengurangan
volume acinar kelenjar yang signifikan, produksi total cairan tidak berkurang pula seiring dengan
bertambahnya usia. Salah satu hipotesis yang menerangkan hal tersebut adalah kelenjar saliva
memiliki functional reserve capacity, yang memungkinkan kelenjar tersebut menjaga output cairan
yang konstan sepanjang masa hidup orang dewasa.
Berbeda dari fenomena fisiologis normal tersebut, perubahan morfologis dan fungsional
kelenjar saliva telah dikaitkan dengan penyakit sistemik tertentu dan perawatan farmakologisnya.
Lebih dari orang dewasa lebih dari 65 tahun mengkonsumsi obat, dan banyak obat dianjurkan untuk
mengatur performa kelenjar saliva. Penyakit yang paling umum mempengaruhi kelenjar saliva adalah
Sjogren syndrome, suatu autoimun exocrinopathy yang terjadi pada wanita post menopause. Bentuk
umum terapi oncologic, seperti radiasi untuk neoplasma kepala dan leher serta kemoterapi sitotoksik,
dapat memiliki efek merusak langsung dan dramatis pada kelenjar saliva. Orang tua menderita reduksi
sekresi saliva sebagai akibat penyakit sistemik/ perawatannya.
Bagaimanapun juga penyebab disfungsi salivanya, peran fisiolofis utama saliva dapat
mengalami dampak negative, karies rampan; mukosa oral dapat mernjadi kering, nyeri, retak, dan
menyebabkan host rentan terhadap infeksi microbial; Pembentukan bolus makanan dan translokasi
akan menjadi lebih sulit, menyebabkan disfagia, dan mengurangi kelezatan makanan; perubahan pola
asupan nutrisi pasien geriatric dan dapat menyebabkan defisiensi nutrisi. Semua pengaruh ral dan
sistemik dari disfungsi kelenjar saliva dapat meningkatkan morbiditas dan mengurangi kualitas hidup
orang tua.

ORAL SENSORY SYSTEM


Merupakan sensori basis untuk apresiasi makanna hasil dari sistem kemosensori pada mulut dan
hidung. Stimuli oral lain, bukan kemosensori (taktil, thermal, tekstur) selalu menemani stimulant
kemosensori. Baterai dari sistem deteksi sensori membiarkan kita merasakan kesenangan dari makan
dan minum, terutama menjaga kita dari memakan zat yang basi atau berbahaya.Taste bud ekuivaken
dengan reseptor gustatory. Mereka adalah sel neuroepiytel dan ada pada banyak bagian oral dan
struktur mencakup lidah, palatum lunak, faring, laring dan epiglottis. Taste bud mengenali zat kimia
dari makanan yang dilarutkan saliba dan dikonversi menjadi sinyal neural. Tempat mekanisme
transduksi sinyal ini belum diketahui terjadi di dimana. Reseptor gustatori mungkin mengurangi
stimuli mereka dengan mekanime reseptor second messenger (ion kalsium, cyclic AMP).
Pada lidah terlihat penurunan ketebalan epitel, penyederhanaan struktur epitel dan rete peg
yang kurang menonjol, sehingga lidah terlihat lebih halus. Penelitian terdahulu (sebelum 1940)
melaporkan bahwa jumlah taste buds pada manusia berkurang seiring dengan peningkatan usia.
9
Namun, beberapa laporan terkini mendemonstrasikan bahwa tidak terdapat pengurangan jumlah taste
bud yang signifikan seiring bertambahnya usia pada manusa, primate nonmanusia, dan tikus. Sel
perasa tidak merespon secara unik pada suatu kelas zat. Penilaian objektif dari fungsi gustatory dibuat
menjadi 2 kelas: threshold dan suprathreshold. Hal ini merepresentasikan “molecular level” dimana
konsentrasi lebih kecil dari suatu zat seseorang bisa bedakan dari air (detection threshold) atau
pengenalan kualitas (recognition threshold). Suprathreshold mengukur kemampuan untuk merasakan
intensitas zat sehari-hari, konsentrasi fungsional, seperti jumlah gula yang dibutuhkan untuk kopi.
Sebagai tambahan komponen hedonic (ukuran untuk memuaskan) dapat diukur.
Sumber lain menyatakan bahwa berkurangnya pengecapan disebabkan oleh degenerasi taste
bud dan pengurangan jumlah total taste bud karena pembaharuan yang lebih lambat pada lansia
(McKenna & Burke, 2010). Sensitivitas pengecapan dan penciuman berubah sepanjang hidup dan
cenderung berkurang dengan penuaan. Disfungsi pengecapan dan penciuman tersebut dapat
disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk penyakit mulut, kondisi sistemik, dan perawatannya.
Sebaliknya pada indra olfaktori, umumnya sebagian besar data mendukung pandangan bahwa kinerja
olfaktori berkurang seiring bertambahnya usia. Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa indra
penciuman lebih mengalami gangguan dibandingkan indra pengecapan pada penuaan. Sel olfaktori
yang merespon terhadap bau diperbaharui jauh lebih lambat pada lansia. Ketajaman olfaktori menurun
seiring bertambahnya usia karena penurunan jumlah nuclei olfaktori di otak dan penurunan reseptor
olfaktori pada atap nasal cavity.

ORAL MOTORIC SYSTEM


Fungsi untuk mengunyah, menelan dan berbicara. Secara spesifik pada bibir atas, bawah,
rahang dan lidah yang berpengaruh pada beberapa karakterisitik gerakan (posisi, kecepatan, waktu,
dan gaya) yang sering berbeda sesuai dengan fungsinya. Sebagai contoh, beberapa aspek dari aktivitas
lidah (seperti bentuk lidah dan waktu pergerakan lidah) dapat bervariasi untuk mengunyah, menelan
dan berbicara. Dengan kata lain, walau walau struktur oral sama yang berperan dalam menelan,
mengunyah dan berbicara, mekanisme control neuromotor pada setiap gerakan spesifik. Konsep ini
tidak dapat dianggap remeh, karena mungkin menjelaskan, mengapa pada proses penuaan normal
(nonpathologis) dapat merubah pergerakan mulut.
Terdapat penelitian dimana terjadi perubahan morfologi dan fungsi biochemical neural dan
jaringan mukosa terkait dengan perbedaan umur signifikan. Sayangnya, walau langkah telah
dilakukan unutk investigasi dasar dari struktur oral yang melibatkan pergerakan, hal ini parallel
dengan perkembangan objektif dan kuantitatif bahwa perkembangan oral motor tidak sama setiap
orangnya. Perkembangan dari pengukuran klnis ini juga terasosiasi dengan proses penuaan normal/
patologis. Walau terdapat beberapa perubahan terkair umur pada saat menelan, mengunyah dan
berbicara, proses penuaan normal tidak serentak menimpa 3 fungsi kritis dari mekanisme oral.
Mungkin gangguan oral motor paling umum terjadi pada lansia adalah mastikasi. Ironisnya, mastikasi
adalah fungsi oral motor yang paling sedikit diterliti.
Penelitian klnis mengenai pengunyahan dipengaruhi inadekuat (speerti menangkap pergerakan
pada satu struktur orofacial pada 1/2 dimensi saja) atau instrumenttasi tidak pantas (menggunakan x-
ray) untuk mempelajari pergerakan pengunyahan; kurangnya indeks objektif, terukur untuk mengukur
10
pergerakan dari struktur oral/ orofasial; kegagalan untuk mengontrol besar dan bentuk dari partikel
makanan yang dikunyah subjek (walau kebanyakan penelitian menggunakan makanan dengan tekstur
yang terkontrol); kegagalan menghasilkan informasi detail terkait dengan instuski untuk subjek
dibawah investigasi (speerti menelan speerti biasa, mengunyah pada sisi kanan/ kiri, dan mengunyah
pada sisi yang kau inginkan). Menurut Feldman, menggunakan metode objektif untuk mengukur
partikel maknan dan menemjukan pada lansia fully dentate lebih tidak dapat mengunyah makanan
untuk ditelan dibandingkan dengan kelompok orang muda, hasilnya lebih sering menelan partikel
maknana yang lebih besar dari kelompok muda.
Kebiasaan menelan dapat terpengaruh dari proses penuaan normal. Perkembangan gigi pada
orang tua dapat mempengaruhi penurunan kemampuan untuk mempersiapkan makanan sampai pada
konsistensi yang siap ditelan. Sonies dan Carusa berspekulasi bahwa proses penuaan normal memiliki
efek yang dapat mempengaruhi proses menelan, karena proses menelan memiliki kemampuan yang
terbatas untuk dapat mengimbangi perubahan usia. Kondisi patologis (penyakit dan efek penggunaan
obat) dapat yang mempengaruhi proses menelan. Pasien usia lanjut lebih memiliki resiko terseda.
Fungsi berbicara merupakan fungsi yang paling tidak berpengaruh dalam proses penuaan.
Nemun, tidak berarti tidak ada perubahan. Terdapat laporan yang mengindikasikan perbedaan
karakteristik spesifik dari berbicara lansia dan orang muda. Menariknya, meski, terdapat sedikit data
yang mengindikasikan proses penuaan normal (non patologis) yang berefek pada pergerakan oral
speech articulators (bibir, lidah dan rahang). Walau dilaporkan pendengar dapat merasakan perbedaan
ornag muda dan lansia, perbedaan tekait usia ini mungkin berasosiasi dengan laring dibanding oral.
Metode klinis untuk mengukur penilaian pergerkana artikulasi diadochokinetik syllable rates (DSR).
Seseorang harus mengatakan syllable (seperti /pa/, /ta/, /ka/) secara cepat dan membandingkannya
dengan laporan berapa dylable per second. Hasil dari penelitian ini, lansia tidak mengalami
pengurangan kemampuan dari segi berbicara.
Pergerakan berbicara pada lansia biasa dinilai secara indirek (persepsi pendengar/ analisis
sinyal

11
akustik). Penilaian seperti ini tidak cukup untuk menilai pergerakan oral karena tidak akurat, memiliki
pola pergerakan oral yang berbeda setiap memproduksi hasil akustik yang sama, pengukuran berfokus
pada penampilan ekstrim (seperti maksimal pengucapan syllable yang dapat diulangi dalam 1 detik)
dibanding perbedaan tingkan penampilan oral motor. Tujuan dari penelitian ini untuk mengerti proses
penuaan berpengaruh pada oral motor. Indeks klinis dari oral motor ini harus data diaplikasikan
meluas untuk hasil kuantitatif dari berbagai variasi ortjodontik, prostetik dan perawatan bedah.

OTOT MASTIKASI
Jenis dan konsistensi makanan, kualitas neuromuscular, usia, jumlah gigi yang terlibat selama
berapa durasi dan frekuensi mempengaruhi proses mastikasi. Selama mastikasi, otot membutuhkan
energi untuk menggiling makanan dan menelannya. Penelitian membuktikan bawha usia dan gender
mempengaruhi resistensi dari jaw lifting musculature selama proses mastikasi.
Banyak penelitian yang membuktikan ada penurunan massa otot dan performa yang signifikan
pada lansia tetapi setelah beradaptasi fungsi mastikasi dapat dipertahankan. Bahkan lansia tanpa
masalah kesehatan, dengan semua gigi asli, tanpa bad habit dan tanpa konsumsi obat mengalami
peningkatan fungsi mastikasi

TULANG
Peningkatan usia berkaitan dengan penurunan progresif massa tulang, yang mengakibatkan
osteoporosis. Osteoporosis terkait usia merupakan hal yang umum dan pada pasien edentulous
mungkin memainkan peranan penting pada atropi alveolar dan mungkin tulang basal Hilangnya tulang
alveolar lebih luas dan terjadi lebih cepat di mandibular dibandingkan di maksila. Kadar enzim cyclo-
ocygenase 2 (COX 2), yang memiliki pernanan penting dalam repair tulang, berkurang drastis seiring
bertambahnya usia. Hal ini dapat menjelaskan healing tulang yang lambat pada pasien lansia
Selain itu, terdapat dua kondisi yang umum ditemukan dan dapat menyebabkan kehilangan
tulang secara independe, yaitu:
 Kehilangan gigi menyebabkan kehilangan tulang terlokalisasi, karena hal tersebut
menghilangkan sumber mechanical loading (force) dan mungkin stem cells serta growth
factors (di dalam periodonsium), yang pentung untuk memelihara massa tulang, terutama pada
tulang alveolar yang mengelilingi akar gigi.
 Penyakit periodontal memiliki konsekuensi serupa karena sebagai sebuah infeksi bacterial,
penyakit periodontal merupakan sumber sitokin inflammatory (seperti prostaglandin dan
interleukin) yang menstimulasi aktivitas osteoklas dan resorpsi tulang.
Bagaimanapun juga, konsensus dari sebagian besar penelitian menyatakan bahwa terdapat kehilangan
tulang alveolar terkait usia yang terjadi secara alami dan independen terhadap edentulism dan
penyakit periodontal.

12
SISTEM SARAF
System saraf pusat mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Hal ini membatasi
kemampuan beradaptasi seseorang untuk melakukan pola aktivitas otot yang baru. Selain itu biasanya
orang tua lebih lambat beradaptasi terhadap perawatan prostetik. Fungsi saraf tepi menurun karena
menurunnya kecepatan konduksi sinyal, menurunnya konduksi pada neuromuscular junction, loss of
receptor.

2.2 PERBEDAAN LANSIA & GERIATRI


PASIEN LANSIA
Definisi
Menurut Undang-undang No.12/1998, Usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas (Depsos,1999)

Menurut WHO :
-  Middle age (45-59 thn)
-  Elderly (64 - 74 thn)
-  Old (75 - 90 thn)
-  Very Old (> 90 thn)

Menurut Gerontologis lansia dibedakan menjadi 2 grup :


-  Early old age (65 – 74)
-  Advanced old age (75 keatas)

Klasifikasi lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009):

 pralansia (prasenilis) : usia 45-59 tahun


 lansia : usia > = 60 tahun
 lansia resiko tinggi : usia > = 70 tahun atau usia > = 60 tahun dengan masalah kesehatan

13
 lansia potensial : lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa
 lansia tidak potensial : lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.

Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal
1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan) kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat
sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi.

PASIEN GERIATRI
Definisi
Pasien Geriatri adalah pasien berusia lanjut (untuk Indonesia saat ini adalah mereka yang berusia 60
tahun ke atas) dengan beberapa masalah kesehatan (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani
dan rohani, dan atau kondisi social yang bermasalah .

Karakteristik Pasien Geriatri


Pasien geriatric adalah pasien usia
lanjut dengan multipatologi
(penyakit ganda) yang menyebabkan
ketidakmampuan untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari. Seiring waktu
dan bertambahnya usia, setiap
individu akan mengalami penurunan
fisiologis pada berbagai organ tubuh
namun proses dan hal yang dialami
pada setiap individu berbeda-beda.

14
Berikut adalah karakteristik pasien geriatri:
1. Memiliki berbagai penyakit kronik-degeneratif
Pada pasien geriatri biasanya mengalami lebih dari satu penyakit kronik dan mengalami
penurunan fisik. Penyakit sistemik yang biasa diderita oleh pasien geriatric adalah diabetes,
hipertensi, osteoarthritis dan penyakit kardiovaskular
2. Fungsi organ tubuh menurun
Umunya organ tubuh berfungsi optimal kurang lebih hingga usia 20-30 tahun. Setelah itu
seiring bertambahnya usia, fungsi organ semakin menurun. Heart rate, aliran darah,
pernapasan menurun
3. Gejala dan tanda penyakit tidak khas
Fisiologis pada geriatri mengalami penurunan. Seperti penurunan system syaraf, ketahanan
tubuh, dsb. Mengakibatkan gejala dan tanda penyakit pada pasien sulit untuk di deteksi. Bila
pasien geriatric memiliki banyak penyakit sistemik, gejala dan tanda yang ada akan tumpang
tindih.
4. Polifarmasi
Polifarmasi berarti seseorang mengkonsumsi beberapa jenis obat untuk perawatan penyakit
yang berbeda. Pasien geriatric karena memiliki beberapa penyakit sistemik, maka unutk
membantu proses penyembuhannya diperlukan beberapa jenis obat-obatan yang harus
diperhatikan efek pada setiap obat.
5. Gangguan status gizi
Penurunan fungsi pada rongga mulut seperti berkurangnya sensitifitas ntuk merasakan sesuatu
yang manis, asin ataupun pahit dapat menyebabkan pasien kehilangan selera makan yang akan
berdampak pada penurunan berat badan serta persepsi terhadap rasa tertentu berkurang
6. Gangguan aktivitas sehari-hari
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka
muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga dapat
mengganggu aktivitas pada geriatric. Hal ini dapat mengakibatkan pasien geriatric merasa
terasingkan dan merasa tidak berguna dengan keterbatasan fisik yang mereka miliki saat ini.
7. Masalah psikososial rumit
Pada umumnya orang yang memasuki usia lansia akan mengalami penurunan kognitif dan
psikomotorik. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian, dll sehingga menyebabkan perilaku lansia semakin melambat. Sedangkan fungsi
psikomotorik adalah hal-hal yang berhubungan dengan gerakan, tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

15
Selain karakteristik diatas, ada Geriatric Giant yaitu problem raksasa/ luar biasa besar pada pasien
geriatri :
1. Immobility (imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih.
Kondisi ini sering dijumpai pada lansia akibat penyakit yang dideritanya seperti infeksi yang
berat, kanker, selain akibat penyakit yang diderita, imobilisasi juga sering ditemukan pada
lansia yang “dikekang” untuk melakukan segalanya sendiri oleh keluarga yang merawatnya,
sehingga ia hanya tidur dan duduk, atau juga ditemukan pada lansia yang “manja”.
2. Instability (instabilitas) dan jatuh
Instabilitas dapat terjadi akibat penyakit muskuloskeletal (otot dan rangka) seperti osteoartritis,
rematik, gout, dsb., juga dapat disebabkan oleh penyakit pada sistem syaraf seperti Parkinson,
sequellae (penyakit yang mengikuti) stroke. Akibat dari instabilitas dan jatuh ini dapat berupa
cedera kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam kepala), patah tulang, yang dapat berujung
pada kondisi imobilisasi. Incontinence (inkontinensia) urine dan feses
3. Inkontinensia
Inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat mengeluarkan “limbah” (urin dan
feses) secara terkendali atau sering disebut ngompol.
4. Irritable bowel
Usus besar yang sensitive(mudah terangsang) menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi
(sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot
polos usus besar, penyebab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus,
gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat
merangsang syaraf, kolitis.
5. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang
memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada
limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya.
6. Infection (infeksi)
Merupakan manifestasi akibat penurunan sistem kekebalan tubuh dan karena kemampuan
faal(fisiologis) yang berkurang. Sebagai contoh, agen penyebab infeksi saluran pernafasan
dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks batuk, tetapi karena menurunnya kemampuan
tubuh, agen tersebut tetap berada di paru-paru.
7. Iatrogenics (iatrogenesis)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan
pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat
mengancamjiwa.
8. Intellectual impairment (Intelektual menurun) dan demensia

16
Penurunan fungsi intelektual dan kognitif pada usia lanjut, mulai dari menurunnya jumlah sel-
sel syaraf (neuron) hingga penyakit yang berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes
melitus dan gangguan hati dimana semua metabolism terjadi disini.
9. Isolation (terisolasi) dan depresi
Penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah kehilangan seseorang yang disayangi,
pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik
diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi.
10. Impairment of vision and hearing (gangguan peglihatan dan pendengaran)
Penurunan fungsi kedua panca indera ini mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia,
sehingga akibat lainnya adalah penderita terisolasi atau mengisolasi diri.
11. Inanition (malnutrisi)
Banyak penyakit yang dapat timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi,
selain itu lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi makanan-makanan
yang dapat memperburuk keadaan lansia tersebut.
12. Insomnia
Insomnia dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang
lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti
diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga
dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
13. Impotency (Impotensi)
Ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh
gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah.
14. Impecunity (kemiskinan)
Usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat
penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia
hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Selain masalah finansial, pensiun juga
berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang
lansia mengalami depresi.
2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PERWATAN
PROTODONSIA PADA PASIEN GERIATRI DAN LANSIA1
Untuk memberikan perawatan oral yang berkualitas kepada orang yang sudah lanjut usia,
diperlukan assesment dan skill mengevaluasi yang baik dari seorang dental professional. Merupakan
hal yang penting bagi dokter gigi untuk mengintegrasikan informasi yang luas mengenai pasien
tersebut. Banyak pasien lanjut usia yang memiliki masalah medis dan rongga mulut yang multiple.
Seorang dokter gigi harus dapat mengevaluasi “multiple area“ tersebut, termasuk kebutuhan rongga
mulut pasien serta attitudes untuk mencapai perawatan gigi dan mulut yang optimal.

 General Issues and Challenges in Assessment

17
Proses assesment dapat dideskripsikan sebagai kunci keberhasilan geriatric practice.
Assesment harus mengelaborasikan data-data yang komprehesif. Sayangnya, praktisi seringkali
melupakan fase penting evaluasi diagnosis ini.
 Communication Concepts
Merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan
komunikasi yang baik antara patient-and-provider, dalam
membangun hubungan saling percara satu sama lain. Komunikasi
yang efektif memerlukan kesabaran, persepsi, dan insight
(wawasan) dengan orang-orang lanjut usia. Pasien harus di support
untuk talk freely, tidak hanya tentang keluhan utamanya,
melainkan juga kemungkinan lain seperti symptoms, perasaan dan
juga ketakutan.
Lingkungan dimana interview pertama kali dilakukan dapat
juga menjadi faktor yang penting dalam memfasilitasi proses komunikasi. Jika mungkin,
assesment harus dilakukan di consultation room ataupun private office dimana pasien dapat duduk
dengan nyaman dan perlengkapan yang hangat dan lebih tidak “mengancam” dari ruangan
operator dental. Dokter gigi harus memposisikan dirinya didepan pasien dalam tinggi yang sama,
dan harus mengucapkan perkataan secara pelan dan jelas.
Attitude yang peduli serta tertarik harus ditunjukan, serta harus dihindari atitut yang terburu-
buru, tidak sabar, serta pendekatan yang kurang bersimpati. Hal ini adalah hal paling penting
dalam mendapatkan kepercayaan dari pasien.
 Necessary elements of an older adult patient assesment
Assesment terhadap pasien harus dimulai sejak pasien memasuki
dental office. Hal-hal mengenai pasien mulai dari first impression,
penampilan fisik pasien, postur, dan perilaku harus di catat oleh
practitioner dan staff. Data ini dapat menjadi clue dalam kita melakukan
assessment dan proses diagnosis.

Tujuan utama dari perawatan prostodonsia pada lansia adalah :

 Jika memungkinkan kondisi oklusi yang stabil dipertahankan.


 Dimensi vertikal oklusal dipertahankan atau diperbaiki.
 Sequele langsung maupun jangka panjang akibat pembuatan gigi tiruan diminimalkan
 Pengaplikasian prosedur perawatan sederhana dengan hasil nyaman dan estetis.
 Pemilihan rencana perawatan yang dapat diterima secara finansial.

FAKTOR UMUM DAN LOKAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PERAWATAN


PROSTODONTIK PADA PASIEN GERIATRI 1,2,3,4
 Nutrisi

18
Walaupun belum dapat dikatakan secara pasti pengaruh efisiensi kunyah terhadap kualitas
nutrisi sesorang, dapat dipastikan bahwa pada lansia sering ditemukan adanya defisiensi dalam
salah satu nutrien atau mineral. Selain itu juga telah dibuktikan bahwa faktor penyebab utama
menurunnya daya tahan jaringan terhadap pemakaian gigi tiruan adalah diet yang tidak seimbang.
Karena itu dokter gigi harus memeriksa kualitas nutrisi pasien yang akan mendapat perawatan
prostodontik, bahkan bila perlu memberi saran pemilihan diet yang baik.
 Kelainan-kelainan sistemik
Kelainan sistemik, seperti gangguan gastrointestinal, diabetes mellitus, atau arterosklerosis
dapat memperburuk keadaan jaringan mulut yang tersisa. Ini akan mengakibatkan pasien enggan
memakai gigi tiruan, atau jika telah memakainya enggan untuk membersihkannya dengan
kelainan periodontal sebagai akibat lanjutannya.
 Perubahan Neurofisiologik
Karena terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat akibat penuaan, maka masa adaptasi
yang dibutuhkan pasien untuk menerima gigi tiruannya yang baru akan lebih panjang. Ini akibat
otot-otot yang sudah tidak mampu lagi mengubah pola geraknya secara cepat guna menyesuaikan
dengan kebutuhan pola gerak gigi tiruan. Kenyataan ini perlu disadari oleh dokter gigi, dan untuk
itu diperlukan kesabaran tinggi dalam perawatannya, disertai pendekatan penuh kasih sayang.
 Perubahan psikis
Pada umumnya masyarakat melihat lansia sebagai orang yang sudah jompo, penyakitan, tidak
berguna lagi dan sangat bergantung pada orang lain, baik finansial maupun emosional. Dokter
gigi pun banyak yang enggan melayani lansia karena dianggap terlalu banyak kesulitan
khususnya yang berkaitan dengan pencapaian retensi, serta sulit untuk diajak berkomunikasi.
Beberapa pasien merasa dirinya telah disingkirkan dan seolah-olah dianggap tinggal
menunggu saat kematiannya saja. Banyak pasien lansia yang karena kesepian lalu ingin
mencurahkan segala isi hatinya jika datang ke dokter gigi dengan mengajukan aneka bentuk
keluhan yang sebenarnya tidak ada. Sebaiknya dokter gigi rela melepaskan sedikit waktunya
untuk mendengarkan.
Psycological disorder yang umumnya dihadapi oleh prostodontis diantaranya adalah
- Cemas
Cemas adalah respon terhadap persepsi bahaya, atau antisipasi. Tujuannya adalah untuk
mengingatkan terhadap bahaya, sehingga bisa bersiap untuk mengatasinya. Perubahan
besar pada kondisi intraoral, seperti kehilangan gigi dan menggantinya menggunakan GT
dianggap sebagai ancaman sehingga menimbulkan kecemasan
- Depresi
Depresi merupakan respons terhadap kehilangan atau rasa terancam. Kesedihan dan
keputusasaan adalah perasaan umum saat terjadi kehilangan yang signifikan, seperti
kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan bagian tubuh. Dampaknya sangat serius
bila terlibat secara emosional pada bagian tubuh yang diinvestasikan seperti wajah (gigi)
atau alat kelamin. Bagi beberapa pasien, gigi adalah investasi dengan makna bahwa
apabila mereka kehilangan gigi sebagai bencana besar.

19
- Conversion Hysteria
Artinya, orang mengubah kecemasan dari konflik emosional menjadi gejala somatik
seperti rasa sakit, kelemahan otot, atau gangguan sensorik, atau mereka mereproduksi
gejala yang mereka alami pada suatu waktu di masa lalu.
- Gangguan Body Image
Mulut adalah daerah tubuh yang paling emosional dan oleh karena itu, sering terlibat
dalam gangguan body image. Setiap perubahan pada mulut pasien adalah perubahan tubuh
yang harus mereka adaptasi; sampai akhirnya mereka merasa cemas akan hal tersebut
 Perekonomian
Menurut Riski (2013), Salah satu karakteristik dari masyarakat berpenghasilan rendah adalah
banyak yang tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah dengan gigi-geligi mereka.
Ketika merasakan sakit yang disebabkan oleh masalah gigi tersebut, banyak yang tidak
mempunyai dana untuk melakukan permintaan pengobatan yang layak di klinik-klinik gigi.
Banyak mereka yang menganggap bahwa pengobatan gigi-geligi tidaklah perlu dilakukan di
karenakan biaya perawatan kesehatan gigi yang mahal. Pengobatan dan perawatan kesehatan
gigigeligi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah merupakan kebutuhan
yang .perioritasnya masih rendah.
Dari hasil penelitian Hermina (2013) 59% dari mereka yang memiliki gangguan kesehatan gigi
tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena masalah keuangan dan biaya pembuatan
gigi tiruan yang relatif mahal
 Lingkungan
Rata-rata alasan pasien lansia maupun geriatri tidak melakukan perawatan gigi tiruan, antara
lain karena pembuatan gigi tiruan yang mahal, rasa ketakutan pergi ke dokter gigi, kecemasan
menggunakan gigi tiruan akibat pengalaman teman yang tertelan gigi tiruannya dan tidak
lengkapnya peralatan serta kurangnya keterampilan dokter gigi dalam pembuatan gigi tiruan.
Persepsi ini terbentuk antara lain karena faktor pengalaman dan pengetahuan yang diadopsi
dari lingkungan sekitar, maka dari itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan gigi tiruan seperti pengetahuan.
 Transportasi
Transportasi merupakan kepentingan utama bagi pasien lansia maupun geriatric. Layanan
perumahan, medis, keuangan, dan layanan social hanya akan berguna jika transportasi dapat
membuat layanan itu terjangkau bagi mereka yang membutuhkan. Selain pertambahan usia,
muncul permasalahan fisik yang membatasi kemampuan pasien lansia untuk mengoperasikan
kendaraan dengan aman, sehingga akhirnya pasien seringkali bergantung pada teman, anggota
keluarga, dan kerabat terdekat untuk dapat menjangkau klinik / RS untuk ke dokter gigi.

FAKTOR LOKAL PADA PASIEN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN PADA


PERAWATAN PROSTODONTIK2,3,4
1. Tidak semua gigi sisa harus dicabut, misalnya gigi posterior atau anterior yang tidak menimbulkan
keluhan sebaiknya dibiarkan, jangan dipaksa untuk membuat gigi tiruan penuh. Bahkan untuk

20
membuang sisa akar pun banyak hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain kondisi fisik dan
posisi sisa akar itu sendiri. Baik atau buruk akibat pencabutan terhadap kesehatan lansia terebut
harus diperhitungkan secara cermat. Jika dipaksa harus dibiarkan, kepada pasien harus diajarkan
cara pemeliharaan kebersihannya yang baik agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan.
2. Pasien yang telah lama memakai gigi tiruan dan masih merasa enak dipakai, sebaiknya tidak
dipaksa untuk membuat yang baru, walaupun sebenernya GT yang lama kondisinya kurang baik.
Hanya apabila terlihat ada kelainan di mulut akibat GT tersebut, kita boleh menyarankan
penggantian GT itu dengan yang baru setelah diberikan penjelasan yang rinci
3. Pasien lansia umumnya telah mengalami degenerasi di berbagai organnya, yang pasti akan
berpengaruh pada keberhasilan perawatan. Mulut kering akibat kurangnya saliva sering kali tidak
teramati oleh dokter gigi, demikian pula kerentanan mukosa mulut yang meningkat. Keringnya
mulut biasanya terungkap sebagi retensi yang kurang (GT longgar), sedang kerentanan mukosa
terungkap setelah timbul luka-luka akibat pemakaian GT. Jika ini telah terjadi biasanya pasien
menjadi enggan memakai GT tersebut karena takut luka kembali.
4. Pasien lansia sering kali memperbesar keluhan, sehingga kita sering terkecoh jika kurang
waspada. Karena itu jangan terlalu memberikan janji-janji agar jika tidak terpenuhi pasien tidak
kecewa
5. Kondisi fisik pasien lansia umumnya telah lemah karena itu waktu kunjungan hendaknya singkat
agar tidak melelahkan, tetapi padat hasil. Jarak antar kunjungan hendaknya singkat agar tidak
menimbulkan kebosanan dalam menanti hasil yang tak kunjung tiba.
6. Jarak antar-ralang (DV) pada lansia secara fisiologis selalu berkurang dengan bertambahnya usia,
dan sifatnya irreversible; tetapi jarak free-way space bertambah (kadang mencapai 5-10 rnm). Hal
ini terjadi akibat perubahan fisiologis pada otot-otot facial, tulang alveolar, kulit serta persepsi
sensorinya. Semua ini perlu diwaspadai pada saat pembuatan GT agar DV tidak terlalu tinggi yang
berakibat hubungan sentrik juga salah.
7. Posisi antar-rahang (CR) harus ditetapkan secara cermat. Hubungan seperti retrognati sering
terlihat pada lansia yang telah lama tak bergigi akibat resorbsi alveolar yang telah terjadi,
demikian pula hubungan silang posterior. Apabila dipaksakan untuk memundurkan posisi
mandibula biasanya kegagalan yang akan terjadi, GT yang dihasilkan tidak stabil.
8. Rasa panas di mulut, yang sering dikeluhkan oleh pasien lansia, tidak selalu akibat kurangnya
saliva: banyak faktor lain yang mungkin ikut berperan. Di antara faktor-faktor tersebut ialah faktor
sistemik, seperti diabetes mellitus dan anemia perniciosa. Ketidakseimbangan hormonal juga
disebut-sebut sebagai salah satu penyebab rasa panas di mulut, terutama di lidah dan palatum.
9. Ketidakstabilan emosi banyak ditemukan pada pasien lansia, khususnya wanita atau pria yang
punya posisi sebelum pensiun. Pasien-pasien ini biasanya banyak mengajukan keluhan yang
sebenarnya tidak ada, dan diajukan hanya sekedar untuk menguji kesiapan operator. Dalam
menghadapi pasien demikian, sebaiknya operator bersikap tenang, berhati-hati, tetapi tetap
mendekati pasien dengan sabar dan tidak memberikan janji apapun. Jika perlu sebaiknya dalam
setiap tahap mengikutsertakan anggota keluarga pasien yang mempunyai hubungan terdekat.
Setiap masalah dibahas secara terbuka dan jujur bersama pasien dan keluarga sampai dicapai titik

21
temu yang masih dalam batas kewajaran. Hendaknya kita jangan mau dipaksa menuruti keinginan
pasien jika tidak mungkin, tetapi juga tidak memaksakan kehendak kita tanpa persetujuan pasien.
Summary:
Pada penanganan pasien lansia dan geriatri, banyak masalah yang ditemukan yang timbul
akibat dari proses penuaan yang dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan prostodontik, karena
itu, dokter gigi atau spesialis prostodonsia harus dapat melakkan evaluasi secara komprehensif
sebelum menangani masalah prostodontiknya.

PERAWATAN PROSTODONTIK PADA PASIEN LANSIA DAN GERIATRI


Lanjut usia (lansia) adalah kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang akan
dikaruniai usia panjang. Indonesia saat ini berada dalam masa transisi demografi yang ditandai dengan
terus meningkatnya presentase penduduk golongan lansia dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh
meningkatknya kualitas nutrisi, jumlah fasilitas kesehatan, dan kesadaran terhadap pola hidup sehat.
Sehingga rata-rata harapan hidup bertambah, tingkat kematian berkurang. 5 Populasi lansia di
Indonesia pada tahun 2000 adalah 14.653.700 orang, dan meningkat mencapai lebih dari 17.000.000
orang pada tahun 2007, dan diperkirakan akan berkembang lagi menjadi 34.500.000 orang pada tahun
2025. Hal ini menuntut perubahan strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain lebih
memperhatikan dan memprioritaskan penyakit-penyakit pada usia lanjut.6
Tujuan utama dari perawatan gigi pada lansia tidak hanya menciptakan kondisi intra oral yang
bebas karies, penyakit periodontal, kanker, dan lain sebagainya, tetapi juga kondisi kesehatan secara
mental dan sosial.7 Terdapat istilah Oral Health-Related Quality of Life (OHRQOL), yang merupakan
persepsi megenai kesehatan dalam kedokteran gigi berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Adapun
komponen yang dapat menjadi tolak ukur OHRQOL adalah sebagai berikut:8

Functional Aspects: Pain / Discomfort:


- mastication - acute
- speech - chronic

OHRQOF

Social Aspects: Psychological Aspects:


- intimacy - appearance
- communication - self esteem
- social interaction

Menurut Berkey (1996), penatalaksanaan masalah kesehatan gigi dan mulut pada lansia memiliki
empat domain, yaitu:9

22
a. Fungsi
b. Keluhan
c. Keadaan patologis
d. Estetik
Terdapat beberapa poin-poin khusus yang harus dipertimbangkan dalam perawatan pada pasien
dengan usia tua yaitu sebagai berikut:11
1. Orang tua memiliki tingkat kebutuhan tertinggi atas perawatan prostodontik serta derajat
komplikasi dental, medical, and behavioral yang tertinggi
2. Usia bukan merupakan kontraindikasi dari perawatan prostodontik yang kompleks.
(Tergantung individunya, apabila lansia dengan pendidikan dan sosial ekonomi baik akan
mengutamakan fungsi dan estetis)
3. Fokus pada intergritas gigi yang tersisa terkait dengan kontribusinya pada sistem mastikasi.
(sebisa mungkin pertahankan gigi asli)
4. Harus memperhatikan besar pulpa, perubahan pada dentin, dan perubahan pada jaringan
periodontal
5. Pada gigi tiruan lepasan harus sangat precise agar dapat digunakan untuk selamanya.
Dalam memberikan perawatan prostodontik pada pasien geriatri, terdapat hal tambahan yang
harus diperhatikan. Diantaranya harus menyertakan keluarga pasien, dikarenakan keterbatasan yang
dimiliki oleh pasien geriatri tersebut. Untuk menciptakan perawatan yang baik, harus terdapat prinsip
keterpaduan dengan kriteria:10
a. Adanya kerjasama lintas disiplin
b. Adanya standar pelayanan paripurna
c. Adanya sarana yang terintergrasi
Adapun prinsip keterpaduan ini perlu dilakukan untuk mencegah pelayanan yang tumpang tindih,
mencegah terjadinya polifarmasi, serta memberI kemudahan dan kenyamanan bagi pasien yang sudah
mengalami mobilitas terbatas.
Penatalaksanaan Perawatan pada Pasien Lansia dan Geriatri
1. Tahap 1 (perawatan emergency)
Dilakukan apabila pasien merasa sakit atau terdapat infeksi. Tindakan yang dapat dilakukan
diantaranya pulpektomi dan pencabutan.
2. Tahap 2 (maintenance, monitoring)
Dilakukan tindakan preprostetik, perawatan saluran akar, kuretase, DHE, penambalan, reline
gigi tiruan.
3. Tahap 3 (rehabilitative)
Dilakukan tindakan seperti implan, aesthetic dentistry, gigi tiruan lepasan, gigi tiruan cekat.

23
Untuk menciptakan prognosis yang baik, maka perlu dilakukan recall periodic yang meliputi
kontrol plak, kontrol gigi tiruan, serta pemeriksaan keadaan gigi dan mukosa.

Perawatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan bagi Pasien Lansia10


Terdapat beberapa panduan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

- Desain harus sesederhana mungkin untuk mempermudah pelepasan dan pemasangan


- Sedapat mungkin gigi tiruannya tooth supported
- Pada gigi tiruan ekstensi distal, peletakan rest jangan sampai menyebabkan tilting
- Gigi tirua harus se-rigid mungkin
- Kontak gigi tiruan bilateral simultan

Perawatan Gigi Tiruan Lengkap bagi Pasien Lansia10


Terdapat beberapa panduan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

- Sebisa mungkin overdenture


Hal ini bertujuan agar terdapat respon proprioseptif dari jaringan periodontal akar gigi,
sehingga resorbsi tulang akan berkurang
- Sedapat mungkin hindari tindakan preprostetik surgery
Penyakit sistemik, misalnya diabetes melitus, tekanan darah tinggi, dan kelainan jantung yang
diderita manula yang merupakan kontraindikasi dari perawatan bedah
SISTEM RUJUKAN PASIEN GERIATRI
Pada praktiknya, dalam menangani pasien geriatric, dibutuhkan prinsip keterpaduan. Prinsip
keterpaduan ini memiliki tujuan untuk mencegah pelayanan tumpang tindih, mencegah terjadinya
multifarmasi, dan memberi kemudahan dan kenyamanan. Prinsip keterpaduan ini juga memiliki
beberapa kriteria, yaitu adanya kerjasama lintas disiplin, adanya standar pelayanan paripurna, adanya
sarana yang terintegrasi, dan perlu dukungan politis dari pengambil kebijakan.
Kunci keberhasilan dari perawatan dental pada pasien dengan multipatologi adalah evaluasi yang
dilakukan secara menyeluruh. Dari hasil evaluasi menyeluruh tersebut, dapat ditentukan perencaan
prosedur yang dapat ditoleransi dan aman bagi pasien. Setelah ditentukan perencanaan perawatan dan
prosedur yang tepat, pasien dapat dirujuk ke dokter umum, dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis
terkait.
Dalam merujuk pasien geriatric terdapat cara yang harus dilakukan. Perujukan tersebut
membutuhkan surat permintaan konsultasi atau rujukan yang harus ditulis dengan jelas, yang
kemudian disatukan dengan rekam medik pasien. Surat pengantar rujukan sebagaimana sekurang-
kurangnya memuat:

 Identitas pasien

24
 Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
 Diagnosis
 Terapi atau tindakan yang telah diberikan
 Tujuan rujukan
 Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

Setelah surat rujukan diberikan, biasanya ada surat rujukan balasan yang akan diberikan oleh
dokter gigi terujuk kepada dokter gigi perujuk melalui pasien yang menyatakan bahwa telah dilakukan
pengobatan/perawatan, atau petunjuk perawatan dari dokter gigi perujuk.

 Manajemen

Penyakit –
Osteoporosis
o
o Pasi
e
n

25
dapat mengalami ketidaknyamanan pada posisi kursi dental unit yang agak terlentang
 posisi kursi dental unit harus lebih tegak menggunakan neck, back dan leg support
serta menjadwalkan pertemuan yang singkat.
o Pasien osteoarthiris biasa mengkonsumsi obat NSAID dengan dosis tinggi yang
menyebabkan penurunan fungsi trombosit sehingga menimbulkan perdarahan yang
lebih lama.
o Pada pasien dengan TMJ Osteoartritis, dokter gigi tidak boleh membuka mulut pasien
terlalu lebar dan lama, tergantung toleransi dari pasien.
 Manajemen Penyakit – Hipertensi
o Jika pasien sedang mengkosumsi terapi antihipertensif maka konsultasikan ke dokter
mengenai status medis saat itu, medikasi, rencana perawatan prosthodontik dan
manajemen pasien.
o Perawatan gigi pada pasien hipertensi umumnya aman selama stress terminimalisir.
o Tekanan darah umumnya akan menurun pada sore hari, sehingga dianjurkan untuk
membuat appointment pada sore hari.
o Anastesi lokal yang digunakan tidak boleh mengandung epinefrin dengan konsentrasi
lebih dari 1 : 100.000 dan vasokonstriktor untuk mengontrol perdarahan.
o Efek samping obat antihipertensif  postural hypertension yaitu peningkatan tekanan
darah secara tiba-tiba ketika pasien berdiri  minimalisir dengan merubah posisi
dental unit secara perlahan.

 Manajemen Penyakit – Diabetes Melitus

Direkomenasikan untuk menjadwalkan perawatan gigi di pagi hari karena level kortisol
mencapai level paling tinggi dan akan menyediakan level glukosa yang baik.
o Terkontrol
 Tidak ada perawatan khusus yang perlu diberikan pada perawatan gigi rutin
 Anestesi: max. menggunakan 2 kapsul bupivacaine atau prilocaine
 Jika akan melakukan prosedur mayor, antibiotic harus diresepkan setelah
prosedur terapi
o Tidak Terkontrol
 Sebelum melakukan prosedur dental, rujuk pasien ke dokter internis
 Hanya infeksi dental akut yang boleh dirawat

26
 Anestesi tidak boleh menggunakan epinefrin
 Antibiotik harus diresepkan setelah prosedur dental dan dimonitot sensitifitas
dan efisiensinya

GIGI TIRUAN IMMEDIATE12,13,14


Pada keadaan dimana gigi asli sudah tidak dapat dipertahankan sedangkan pasien tidak mau terlihat
ompong atau fungsinya terganggu, dapat dilakukan beberapa alternatif perawatan, yaitu gigi tiruan
imediat sebagian dan penuh
Terdapat 2 tipe gigi tiruan imediat yaitu:
1. Gigi tiruan imediat konvensional: gigi tiruan yang digunakan dalam jangka panjang, sehingga
sesudah fase penyembuhan sekitar 3-6 bulan, gigi tiruan mungkin akan dilakukan reline untuk
menjaga adaptasi yang baik.
2. Gigi tiruan interim (transisional): digunakan hanya pada sementara waktu yaitu ketika fase
penyembuhan, setelah itu akan diganti dengan gigi tiruan definitif. Gigi tiruan ini
menggantikan sejumlah gigi yang dicabut dengan menambahkan elemen gigi pada gigi tiruan
sebagian lepas yang lama.
Indikasi Umum:
1. Keadaan umumnya sehat, tidak menderita kelainan sistemik.
2. Pasien tidak mau terlihat ompong (khusus untuk gigi anterior).
3. Diperkirakan tidak ada risiko setelah pencabutan gigi.
4. Pasien koperatif

Kontraindikasi
1. Pasien yang memiliki risiko terkena bakteremia
2. Pasien dengan riwayat pendarahan pasca ekstraksi
3. Oral hygiene yang kurang baik

A. Gigi tiruan sebagian imediat


 Definisi
Gigi tiruan yang dibuat sebelum gigi asli dicabut dan dipasang segera setelah gigi
tersebut dicabut
 Keuntungan
Pasien tidak perlu mengalami fase tidak bergigi sehingga
estetika dan rasa percaya diri tidak terganggu
 Kerugian

27
o Gigi tiruan cepat longgar, karena daerah gigi yang dicabut dan diganti elemen
gigi tiruan mengalami resorbsi setelah beberapa waktu. Karena itu perlu
dilakukan perbaikan setelah dipakai kurang lebih 1 bulan
o Gigi tiruan malam tidak dapat dicobakan. Warna dan bentuk gigi yang
pemilihannya kurang tepat akan mempengaruhi estetika
B. Gigi tiruan penuh imediat
 Definisi
Gigi tiruan penuh yang dibuat sebeum gigi sisa dicabut dan
dipasang segera setelah gigi tersebut dicabut.
Pencabutan gigi dilakukan bertahap mula-mula gigi posterior
dicabut, setelah luka pencabutan sembuh, lakukan
pencabutan gigi anterior, sekaligus pemasangan gigi tiruan
penuh imediat
 Keuntungan
o Gigi tiruan berfungsi sebagai splint sehingga dapat
mencegah terjadinya perdarahan, melindungi blood cloth dan mempercepat
penyembuhan
o Mencegah trauma akibat makanan yang masuk ke dalam soket gigi
o Estetika tidak terganggu karena otot jaringan di sekitarnya tidak berubah
o Oasien tidak mengalami masa tidak bergigi yang berakibat pada estetika, fungsi
dan psikologis, sehingga mempertahankan penampilan gigi geligi dan kontur
wajah
o Pembentukan permukaan yang dipoles tidak mengalami kesukaran sehingga
aktivitas otot lidah dan pipi tidak mengalami perubahan. Dengan demikian,
tidak mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara
o Memudahkan adaptasi terhadap gigi tiruan
o Mempertahankan kesejahteraan fisik dan mental

 Kerugian
o Waktu kunjungan pasien akan lebih sering karena gigi tiruannya perlu diperiksa
dan diperbaiki
o Tidak ada kesempatan untuk mencoba gigi anterior sehingga estetik tidak dapat
dievaluasi sebelum gigi tiruan dipasang
o Diperlukan waktu yang lebih banyak dan kecermatan yang lebih tinggi dalam
pekerjaan laboratoriumnya
o Biaya lebih mahal
o Kadang-kadang retensi kurang baik

TAHAPAN PERAWATAN IMMEDIATE DENTURE15

28
Penjelasan kepada Pemeriksaan Protesa
Pemilihan Tipe Pemeriksaan Oral Modifikasi Gigi
Pasien sebelumnya

Pencetakan Final & Pencetakan Awal &


Surgical Kebutuhan Menentukan
Pembuatan Model Pembuatan Model
Visit/Ekstraksi Perawatan Lain Prognosis
Kerja Studi

Maxillomandibular Denture teeth Wax Contouring, Processing &


Surgical Template
relationship records arrangement Flasking, Boiling Out Finishing

Surgery and
Postoperative Care &
Immediate Denture
Patient Instruction
Insertion

1. Pemilihan Gigi Tiruan Immediate


 Membutuhkan rencana perawatan yang cermat dan edukasi pasien. Pemilihan
Conventional Immediate Denture) (CID) dan Interim Immediate Denture (IID)
bergantung pada indikasi pasien seperti kebutuhan perawatan dan latar belakang pasien.
 Semakin banyak pasien memilih IID karena alasan kenyamanan. Jika dokter gigi
memiliki teknik yang baik dan pasien kooperatif, maka hasil IID akan baik. Prosedur
pembuatan gigi tiruan yang kedua akan memberikan hasil yang optimal.
 Penentuan final mengenai pemilihan jenis Immediate Denture yang sangat tepat dengan
rencana perawatan dan riwayat sosial pasien dapat membingungkan. Oleh karena itu,
berikut terdapat tabel yang dapat membantu membandingkan dua jenis Immediate
Denture.
Conventional Immediate Denture Interim Immediate Denture (IID)
(CID)
Prostesis jangka panjang Prostesis transisional atau jangka
Setelah penyembuhan selesai, CID di- pendek
reline. Setelah penyembuhan, dibuat prostesa
baru. IID dapat di-reline untuk
digunakan sebagai cadangan.
Sisa gigi asli biasanya hanya anterior Sisa gigi asli biasanya anterior dan
(keberadaan gigi Premolar dapat di posterior.
toleransi).
Retensi dan stabilitas yang baik saat Retensi dan stabilitas saat pemasangan

29
pemasangan. kurang baik.
Lebih murah, karena hanya biaya CID Lebih mahal, karena biaya mencakup
+ reline. IID dan gigi tiruan baru.
Proses perawatan lebih lama dari IID, Proses perawatan lebih cepat dari CID.
karena menunggu penyembuhan daerah
ekstraksi posterior ± 3-4 minggu.
Indikasi untuk pasien dengan sisa gigi Indikasi untuk pasien dengan sisa gigi
anterior atau sedikit posterior yang anterior dan posterior yang banyak atau
tidak lagi mampu mendukung GTSL pasien menggunakan GTSL yang ingin
yang ada. tetap dipakai hingga tiba waktu insersi.
Indikasi untuk pasien yang mampu Indikasi untuk pasien yang ingin tetap
mempertahankan fungsi tanpa gigi mempertahankan gigi posteriornya
posterior. karena pertimbangan estetik dan
fungsional.
Indikasi saat pasien tidak keberatan Indikasi jika pasien hanya
dengan dua kunjungan ekstraksi. menginginkan satu kali kunjungan.
Estetik tidak dapat diubah. Estetik dapat diubah dengan pembuatan
gigi tiruan baru.
Di akhir perawatan, hanya ada satu gigi Pasien memiliki dua gigi tiruan, satu
tiruan. dapat digunakan sebagai cadangan.
Dimensi vertikal dapat berubah karena Dimensi vertikal terjaga karena tidak
ekstraksi gigi posterior. perlu dilakukan ekstraksi gigi posterior
sebelum pembuatan IID.
Kontraindikasi untuk pasien yang Indikasi untuk pasien yang akan
memiliki rencana perawatan yang mengalami kehilangan gigi di satu
kompleks (terapi periodontal, crown, lengkung rahang dan kehilangan
dll) atau mengalami perubahan dimensi sebagian gigi di rahang lawannya untuk
vertikal. pertama kalinya atau jika memerlukan
prosedur yang kompleks.

2. Penjelasan kepada Pasien


 Penjelasan pada pasien mengenai keterbatasan gigi
tiruan immediate harus selalu diberikan.
 Memiliki daftar yang mencakup seluruh
kemungkinan perawatan dapat membantu.
 Dokter gigi juga harus memberikan informed
consent. Pada tahap diagnosis dan rencana
perawatan, pasien harus diberikan informasi tertulis
yang dapat dibawa pulang mengenai gigi tiruan, gigi
tiruan immediate, atau keduanya sehingga pasien

30
memiliki waktu untuk bertanya pada pertemuan berikutnya ketika prosedur perawatan
dimulai.
 Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien antara lain:
1. Gigi tiruan immediate tidak terlalu pas seperti pada gigi tiruan penuh. Gigi tiruan
immediate mungkin membutuhkan temporary linings dengan tissue conditioners
dan mungkin membutuhkan penggunaan denture adhesive
2. Dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa sakit karena ekstraksi ditambah dengan
bagian yang sakit karena pemasangan gigi tiruan immediate akan membuat minggu
pertama atau minggu kedua setelah insersi terasa sulit
3. Pasien akan mengalami kesulitan saat makan dan berbicara pada awal pemakaian
namun akan terbiasa setelahnya
4. Estetika tidak dapat diprediksikan sebab tanpa adanya try-in anterior, tampilan gigi
tiruan immediate mungkin dapat berbeda dengan apa yang dokter gigi harapkan
5. Beberapa faktor lain tidak dapat diprediksikan seperti muntah/tersedak, peningkatan
aliran saliva, perbedaan bunyi mengunyah, dan kontur fasial
6. Sulit atau tidak mungkin untuk melakukan insersi gigi tiruan immediate pada hari
pertama, jika tidak memungkinkan maka akan dilakukan insersi atau dibuat kembali
secepat mungkin
7. Gigi tiruan immediate harus digunakan pada 24 jam pertama tanpa dilepas dari
mulut pasien. jika dilepas maka pasien tidak akan bisa memakainya kembali selama
3-4 hari. Dokter gigi akan melepaskannya pada 24 jam kunjungan berikutnya
8. Karena perubahan jaringan pendukung yang tidak dapat diprediksikan, gigi tiruan
immediate mungkin dapat kendur pada tahun pertama hingga tahun kedua. Pasien
bertanggung jawab atas semua biaya refitting atau relining gigi tiruan

3. Pemeriksaan Oral
 Pemeriksaan radiograf lengkap harus dilakukan. Riwayat medis dan rekam medis
dental pasien harus ditinjau. Pemeriksaan kepala dan leher juga harus dilakukan.
 Selama pemeriksaan intraoral, dokter gigi harus melakukan dan mencatat probing
periodontal, odontogram, dan catatan jika ada kebutuhan untuk membebaskan frenum,
pengurangan torus atau bedah jaringan lunak lainnya jika diperlukan.
 Evaluasi dan palpasi dari jaringan lunak pendukung gigi tiruan dan area palatal
posterior harus diperiksa.
 Pasien sebaiknya diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi pasien partially
edentulous oleh american college of prosthodontics atau sistem lain, hal ini dapat
membantu menentukan prognosis.
 Shade dan mold gigi yang masih tersisa harus ditentukan. Shade gingival harus
ditentukan dengan denture-base shade tabs.
 Pasien harus ditanyakan apakah mereka menyukai shade yang telah ada dan posisi gigi
serta perubahan apa yang mereka inginkan.

31
 Diskusi ini harus meliputi keputusan apakah diastema, rotasi, dan overlap gigi
memiliki transisi yang lebih natural sehingga gigi tiruan yang dihasilkan lebih terlihat
natural. Keputusan selanjutnya akan menentukan keputusan akhir pada kunjungan
berikutnya.
 Akan lebih baik juga untuk mencantumkan foto wajah full-size dan profil wajah, bibir
saat menutup dan tersenyum, dan penampakan intra oral gigi pada oklusi maksimum.
 Evaluasi harus dilakukan pada pendukung bibir, bentuk filtrum, posisi high lip line,
low lip line, jumlah gigi yang terlihat pada saat gerakan fungsinal baik saat diam
ataupun berbicara. Faktor berikut akan membantu kunjungan berikutnya:
1. Midline pasien dan kebutuhan modifikasi posisinya (gigi yang ada bisa drifting,
terutama gigi yang dekat dengan edentulous ridge)
2. Dimensi vertikal pasien dan jarak interoklusal (freeway space) dan kebutuhan
untuk mengubahnya. Hal ini berdasarkan apakah posisi oklusi maksimum pasien
yang ada serupa dengan posisi relasi sentrik yang direncakan untuk GT immediate
dan seberapa sulit untuk memanipulasi atau menerima posisi recording.
3. Overlap vertikal dan horizontal gigi anterior
4. Klasifikasi oklusi pasien berdasarkan Angle’s
5. Penampakan gigi posterior pada buccal corridor

4. Pemeriksaan Protesa Sebelumnya


Protesa yang telah ada sebelumnya harus diperiksa shadenya, mold, posisi gigi, dukungan
bibir, dan garis senyum. Shade basis gigi tiruan juga harus dicatat.

5. Modifikasi Gigi
 Beberapa gigi tiruan immediate membutuhkan modifikasi dari gigi yang berlawanan
untuk memperbaiki bidang oklusal atau untuk menghilangkan prematuritas pada relasi
sentrik.
 Occlusal plane adjustment perlu dilakukan karena ada faktor yang membutuhkan
pencabutan gigi (karies meluas, penyakit periodontal, ekstrusi atau drifting) sering
dihubungkan dengan kelainan oklusal. Hal ini dapat mempengaruhi registrasi relasi
sentris, terutama jika mengganggu posisi relasi sentrik pasien dan mengganggu
penentuan dimensi vertikal oklusi. Ini dapat dievaluasi dengan menggunakan model
yang tertanam di artikulator.

32
6. Prognosis
Setelah semua dievaluasi, prognosis dapat ditentukan. Pada tahap ini, dapat ditentukan:
1. Tipe gigi tiruan immediate yang diindikasikan pada pasien
2. Kesulitan-kesulitan yang dapat diantisipasi (contoh: tidak dapat mencapai relasi sentris
yang tepat)
3. Permintaan estetis dari pasien
4. Residual ridge yang tidak dapat mendukung gigi tiruan
5. Penyakit sistemik dan medikasi yang dapat berpengaruh pada keberhasilan gigi tiruan
6. Sensitivitas jaringan
7. Tulang yang prominen, dll.
Setelah pasien mengerti dan menerima diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis,
perawatan dapat dimulai.

7. Rujukan
 Jika dokter gigi lain akan dilibatkan pada perawatan pasien, rujukan dapat dibuat pada
tahap ini. Ketika dibutuhkan, konsultasi bedah harus dilakukan pada awal perawatan
untuk menciptakan komunikasi yang baik antara pasien, dokter gigi, dan ahli bedah.
 Rujukan tertulis dengan radiograf harus dikirim ke ahli bedah. Setelah konsultasi
dilakukan, waktu pembedahan dapat ditentukan.
 Konsultasi mengenai perawatan endodontik pada gigi abutment mungkin dibutuhkan
sebelum perawaatan overdenture. Jika ada kebutuhan perawatan endodontik, maka
perawatan tersebut dapat dilakukan kapan saja.
 Konsultasi periodontal juga sebaiknya direncanakan ketika dibutuhkan. Biasanya lebih
baik dilakukan terapi periodontal setelah pemasangan gigi tiruan immediate.

8. Oral Prophylaxis
Sebaiknya dilakukan scaling pada gigi pasien untuk meminimalisasi deposit kalkulus. Hal
ini dapat mengurangi edema dan infeksi pasca perawatan

9. Kebutuhan Perawatan yang Lain

33
 Seringkali pasien dengan gigi tiruan immediate tunggal juga membutuhkan restorasi,
crown, atau gigi tiruan lepasan. Restorasi biasanya dilakukan bersamaan dengan
prosedur gigi tiruan immediate.
 Untuk pasien dengan CID tunggal, restorasi dan crown dapat dilakukan pada minggu
ke 3 sampai ke 4 dari proses penyembuhan setelah kunjungan surgical pertama dan
bersamaan dengan prosedur gigi tiruan immediate.
 Untuk pasien dengan IID tunggal, restorasi, crown, dan prosedur gigi tiruan lepasan
definitive pada gigi berlawanan dapat dilakukan setelah pemasangan IID.
Pengecualiannya yaitu jika gigi tiruan transisional sebagian direncanakan pada rahang
yang berlawanan, makan dapat dibuat bersamaan dengan prosedur gigi tiruan
immediate.

10. First extractions/surgical visit


· Gigi premolar harus tetap berada di rongga mulut untuk menjaga dimensi vertikal dari
oklusi, meskipun gigi kaninus atau gigi anterior lainnya dapat memberikan kebutuhan
akan centric/vertical stops.
· Operasi jaringan keras atau lunak yang diperlukan, biasanya dilakukan pada tahap ini,
contohnya pengurangan torus, pengurangan tuberositas dan frenectomy.
· Ekstraksi gigi posterior dan daerah operasi lainnya dibiarkan sembuh untuk sementara,
biasanya 3-4 minggu, sebelum dibuat preliminary impression.
· Jika terdapat gigi posterior yang direncakan sebagai overdenture abutment, dan jika
pasien tidak keberatan, perawatan endodontik dapat dilakukan lebih awal dan gigi tersebut
di-reduced sebelum impression appointment.

11. Preliminary impression and diagnostic casts


· Cetakan dibuat dengan material alginat dengan menggunakan stock metal atau plastic
trays.
· Sendok cetak dipilih sesuai kemampuannya dalam mencapai seluruh batas tepi jaringan
dan perpanjangan posterior, seperti retromolar pad pada lengkung mandibula dan batas
posterior (hamular notch dan daerah postdam) pada lengkung maksila.
· Periphery (rope) wax dilekatkan pada tepi sendok cetak untuk mencapai vestibulum dan
ke dalam undercut yang tertekan oleh gigi yang ada.
· Permukaan palatal dari sendok cetak RA membutuhkan tambahan wax untuk mencapai
jaringan palatal.

34
· Lokasi dari batas posterior dapat ditandai di dalam rongga mulut pasien dengan indelible
stick. Biasanya tanda tersebut akan berpindah ke permukaan cetakan atau ikut tercetak
dari rongga mulut ke dalam cetakan.
· Cetakan harus bebas voids dan mencetak full extensions planned untuk protesa gigi tiruan.
· Cetakan dituang dengan stone dan digunakan untuk membuat SCP untuk cetakan akhir.
· Jika direncakan untuk membuat IID (fig. 9-5, A & B dan fig. 9-6, A & B), maka pada
preliminary impression dan casts terdapat seluruh gigi yang tersisa. Jika CID, maka hanya
terdapat gigi anterior (fig. 9-5, C & D dan fig. 9-6, C & D).

35
Loose teeth
Gigi yang goyang dapat ditahan dengan menambahkan periphery wax pada daerah servikal,
dengan mengaplikasikan media lubrikasi pada gigi, dengan meletakkan copper bands pada
gigi yang goyang (Soni, 1999), dengan meletakkan vacuum-formed plastic pada gigi (Vellis,
Wright, Evan set al., 2001), atau dengan membuat lubang pada sendok cetak dan
menggunakan amalgam condenser untuk melepaskan sendok cetak dari gigi yang goyang
(Goldstein, 1992).

12. Custom trays, final impressions, and final casts


Terdapat dua cara membuat sendok cetak akhir (final impression tray), berdasarkan lokasi gigi
yang tersisa dan pilihan operator: (tingkat kesuksesan keduanya sama selama dilakukan
dengan tepat)
 Tipe satu: single full arch custom impression tray.
o Tipe ini yang paling menyerupai routine custom impression tray untuk GTSL.
o Dapat digunakan pada teknik CID dan satu-satunya sendok cetak yang dapat digunakan
untuk teknik IID.
o Tipe sendok cetak ini efektif ketika hanya gigi anterior tersisa atau ketika gigi anterior
dan posterior tersisa.
o Proses pembuatan sendok cetak:
1. Daerah model dengan gigi yang tersisa ditutupi dengan dua lapis wax yang
tebalnya sama seperti untuk SCP FPD; undercut pada daerah edentulous ditutupi
sama seperti SCP GTP.
a. Dalam teknik IID, gigi posterior dan anterior di-block out dengan dua lapis wax
b. Dalam teknik CID, hanya gigi anterior yang di-block out

36
2. Stop effect dibentuk dengan memberikan lubang melalui wax di anterior (CID dan
IID) atau posterior (hanya IID) pada satu atau dua gigi dan posterior di tuberositas
atau daerah posterior palatal seal (CID dan IID).
3. Sendok cetak diberi garis berjarak 2-3 mm dari vestibular roll dan memanjang dan
meliputi batas posterior (posterior palatal seal dan daerah hamular notch).
4. Autopolymerizing acrylic resin atau light cured resin diadaptasikan diatas model,
kedalam stop dan sebatas outline. Sebuah pegangan ditambahkan ke anterior
palate atau mid-palate. Pilihan terakhir lebih menguntungkan karena jika pegangan
anterior terlalu panjang, maka akan mengganggu dengan proper anterior vestibule
border molding.

5. Sendok cetak di poles, dicobakan, dan dilepas. Border molding didapatkan, adhesive
yang sesuai ditambahkan, dan cetakan terakhir dibuat dengan pilihan bahan
elastomer.

37
 Tipe dua: two-tray or sectional custom impression tray.
o Metode ini hanya digunakan ketika gigi posterior telah dihilangkan (CID).
o Metode ini meliputi pembuatan dua sendok cetak pada model yang sama, satu pada
posterior, yang dibuat seperti sendok cetak GTP dan satu lagi di anterior (backless
tray). Beberapa operator mengeliminasi sendok cetak anterior.
o Tahap pembuatan:
1. Garis batas sendok cetak dibuat 2-3mm lebih pendek dari vestibulum namun
menutupi seluruh batas posterior dan atau retromolar pad.
2. Menggunakan wax meleleh untuk menutupi undercut jaringan, daerah interdental,
dan undercut sekitar gigi anterior. Dua lembar wax tidak digunakan karena
diharapkan sendok cetak memiliki intimate adaptation.
3. Adaptasikan autopolymerizing acrylic resin atau light cured resin ke daerah
edentulous posterior. Daerah ini atau sendok cetak posterior sebaiknya menutupi
permukaan lingual gigi dan meluas hingga incisal edges dari gigi untuk meliputi
pegangan.
4. Untuk daerah atau sendok cetak anterior, terdapat beberapa teknik. Yang pertama
adalah dengan mengadaptasikan custom tray, dan yang lainnya adalah memotong
dan memodifikasi plastic stock tray. Beberapa operator memilih untuk tidak
menggunakan sendok cetak. Sebaliknya, mereka mengadaptasikan bahan cetak
plaster atau heavy mix dari bahan cetak elastomer langsung di rongga mulut.
Bagian anterior atau bahan cetak harus menutupi permukaan labial dari gigi dan
vestibulum.
5. Sendok cetak sectional posterior dicobakan dan dilepas sama seperti sendok cetak
GTP, dilakukan border molding dan diberikan adhesive; kemudian cetakan
posterior dibuat dengan bahan cetak yang diinginkan (ZOE paste, polysulfide
rubber base, polyvinyl silicones, polyether). Bahan ini tidak harus elastomer
karena tidak akan terkunci ke undercut gigi karena meliputi hanya daerah lingual
gigi dan posterior ridge. Jika terdapat severe posterior ridge undercut, bahan
elastomer sebaiknya digunakan.

38
6. Cetakan posterior diangkat dan dilihat. Bahan berlebih dibuang, dan diletakkan
kembali ke dalam mulut. Cetakan daerah anterior dibuat.

Fig. 9-14: teknik sectional custom tray untuk pasien dengan CID
7. Dalam teknik ini, diperlukan kehati-hatian dalam menggunakan dua komponen
yang terpisah untuk menghindari distorsi. Metode boxing cetakan dengan
campuran plaster dan pumis disarankan sehingga meminimalkan penyebab
distorsi. Model akhir ditrim.

39
13. Maxillomandibular Relationship Records16
 Pemilihan gigi untuk gigi tiruan sebelumnya cenderung berusaha untuk meniru natural
dentition. Namun saat ini, pendapat/ permintaan pasien lebih sering dijadikan acuan terkait
bentuk, ukuran, dan warna gigi tiruannya.
 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan gigi tersebut, yaitu anatomis
oklusal gigi posterior, ukuran dan bentuk anatomi gigi posterior, dan panjang lengkung
maxilla dan mandibula yang harus dikoordinasikan.
 Penilaian Dimensi Vertikal Oklusal (DVO) perlu dilakukan dengan cermat. Banyak pasien
yang memerlukan tindakan ekstraksi sisa gigi karena adanya advanced periodontal bone
loss, sehingga tidak jarang pasien mengalami penurunan DVO. Dokter gigi dapat
menggunakan beberapa metode seperti mengevaluasi rest position, tactile sensitivity, dan
phonetic untuk memperoleh DVO yang tepat.
 Centric relation record ditentukan langsung setelah ditentukan DVO (fig. 13-4).

 Material yang digunakan yaitu bite registration wax, plaster atau zinc oxide dan eugenol.
 Material bite registration elastomer kurang disarankan karena bisa flex atau spring back
(lentur sehingga bentuk berubah) saat model di-mount pada artikulator.

14. Penyusunan Gigi16


 Penyusunan gigi menggunakan metode konvensional.

40
 Dokter gigi harus dapat menentukan midline fasial pasien dan disesuaikan posisi dan
orientasinya dengan midline immediate denture yang akan dibuat (fig. 13-5).

 Apabila ada kesenjangan/ketidaksesuaian occlusal plane antara yang terlihat pada mounted
cast dengan pada pasien, maka perlu diidentifikasi apakah memerlukan koreksi oklusal.
 Gigi posterior dapat digunakan pada percobaan klinis gigi tiruan malam untuk memastikan
dimensi vertikal dan relasi sentrik sudah tepat.
 Fonetik dan facial support pasien juga diperhatikan saat mengkonfirmasi posisi vertikal
dan horizontal.

11. Custom Trays, Final Impressions, and Final Casts

Prosedur Lab

1) Gigi yang akan diekstraksi ditandai menggunakan pensil atau spidol, untuk yang diekstraksi
ditandai dengan huruf “X” dan gigi abutment ditandai dengan huruf “O”

2) Gigi yang akan diekstraksi diradir hingga 2-3 mm dari attached gingiva. Hal ini dilakukan
untuk mengkompensasikan terjadinya pengerutan pada jaringan lunak pasca ekstraksi

3) Semua undercut dan tepi yang tajam pada model dibulatkan

4) Lakukan pemilihan elemen gigi dengan memperhatikan bentuk, ukuran dan warna gigi yang
serupa dengan gigi asli

41
5) Setelah penyusunan gigi selesai, lakukan flasking, deflasking, packing, dan curing
menggunakan bahan heat polymerized acrylic resin, serta finishing dan polishing

6) Penghilangan gigi dilakukan dengan urutan : (apabila midline wajah tidak sama dengan
midline gigi)

- Gigi posterior maksila dan mandibula dihilangkan terlebih dahulu lalu dibuatkan immediate
denture-nya

- Dilanjutkan dengan incisive central lalu gigi anterior lainnya

- Apabila terdapat diastema maka gigi posterior dimajukan

42
12. Wax Contouring, Flasking, dan Boil Out
1) Kontur wax sama seperti gigi tiruan lengkap, tetapi
pada immediate denture lebih tipis terutama pada
bagian anterior. Pastikan wax ditambahkan dan
ketebalan resin cukup.
2) Remount cast untuk mempertahakankan face bow
sebaiknya selesai 2-4 minggu setelah diantar.
3) Cast diflasking seperti saat membuat complete
denture. Saat boil out, cast sebaiknya dihaluskan
dengan pisau untuk membuat kontur membulat.

13. Surgical Template


Surgical template adalah sebuah cetakan dengan bentuk yang tipis dan transparan yang yang berfungsi
sebagai duplikasi permukaan jaringan immediate denture
dan digunakan untuk panduan dalam membentuk prosesus
alveolar pada proses bedah. Template ini biasanya dibuat
oleh teknisi dental, dengan prosedur sebagai berikut :
1) Membuat cetakan hidrokoloid ireversibel (alginat)
pada ridge edentulous setelah cast ditrim saat boil
out.
2) Cor cetakan dengan stone.
3) Buat template resin bening pada duplicate cast oleh
salah satu empat metode berikut ini :
a. Metode bentuk vakum (lubang ditempatkan
pada tengah cast dan lembaran bening
divakum pada cast)
b. Teknik sprinkle-on (resin akrilik bening
digunakan)
c. Proses template pada resin akrilik bening
(dibuat dengan proses waxing up, flasking, dan pemanasan)
43
d. Fabrikasi template pada light-cured, material bening
14. Processing dan Finishing

1) Immediate denture diproses dan difinishing dengan langkah-langkah yang sama dengan gigi
tiruan lengkap. Pertahankan area undercut agar tetap tebal untuk memudahkan insersi melalui
undercut. Dengan menggunakan upward/backward path of insertion dari immediate denture
pada penempatan akan memudahkan insersi tanpa trimming.
2) Paling baik jika undercut posterior tetap dipertahakan karena seringkali area tersebut tidak
butuh direduksi tetapi dapat diatur dengan memilih jalur insersi yang lain. Tonjolan-tonjolan di
dalam immediate denture dapat dikurangi agar terbentuk healing ridge yang konveks. Prosedur
ini diduplikasi pada surgical template.
3) Baik immediate denture dan surgical template sebaiknya ditempatkan dalam wadah yang berisi
larutan sterilisasi kimia saat pengiriman.

15.Pembedahan dan Insersi Immediate Denture

1) Pasien dapat menemui dokternya untuk mereduksi abutment overdenture atau membelah gigi
tiruan sebagian cekat yang ada. Dokter gigi kemudian mengekstraksi giginya, dan
mempertahankan labial plate tulang. (Figure 9-26)
2) Surgical template digunakan sebagai panduan untuk memastikan bone trimming yang
direncanakan dapat berhasil. Template ini harus fit dan berkontak dengan seluruh permukaan
jaringan. Area yang memucat dan terlihat melalui template yang bening, templatenya
dilepaskan dan tulang atau jaringan lunak ditrim sampai templatenya dapat dipasang dengan
sempurna sehingga gigi tiruan dapat memiliki oklusi yang sesuai dan meminimalisasi
ketidaknyamanan.
3) Jahitan digunakan ketika dibutuhkan. Jika kasus ekstraksi ringan, maka tidak perlu.(Figure 9-
27)
4) Jika abutment overdenture harus dikurangi setelah ekstraksi, soket ekstraksi dapat dilindungi
selama preparasi dengan menutupnya menggunakan Burlew foil.
5) Biasanya, dokter gigi atau dokter bedah mulut
menempatkan gigi tiruan sehingga ia duduk
dengan baik dan melekat serta memiliki
bilateral occlusion dan tidak ada kontak
deflektif. Daerah yang tertekan didalam gigi
44
tiruan dapat diketahui menggunakan pressure indicating paste dan dilakukan trimming.
Apabila oklusinya belum benar, maka dudukan gigi tiruan perlu diperiksa kembali. Apabila
terdapat kontak premature sebaiknya langsung diperbaiki untuk memudahkan kontak bilateral.
Perbaikan oklusal yang lebih lanjut biasanya dilakukan dilain waktu. (Figure 9-28)

6) Terkadang, gigi tiruan dapat menjadi kurang retentif, biasanya pada kasus ketika gigi anterior
maupun posteriornya diekstraksi. Tissue-conditioning liner dapat ditempatkan, tetapi material
tersebut tidak boleh masuk ke dalam area ekstraksi. Burlew foil dapat digunakan untuk
menutup area ekstraksi.

16.Postoperative Care dan Instruksi Pasien


a. 24 jam pertama

45
- Pasien sebaiknya tidak membilas gigi tiruan, menghindari meminum minuman panas atau
alkohol, dan tidak melepas gigi tiruan selama 24 jam pertama.
- Karena inflamasi, pembengkakan, dan diskolorasi mungkin saja terjadi, pertolongan pertama
yang dapat mereka lakukan adalah dengan ice pack (20 menit tempelkan pada area tersebut lalu
lepas, ulangi kembali) pada hari pertama.
- Jika terjadi pembengkakan dan immediate denture dilepas, reinsersi tidak memungkinkan
sampai 3-4 hari bengkak tersebut reda.
- Ingatkan pasien bahwa nyeri pasca ekstraksi tidak dapat hilang dengan hanya melepas gigi
tiruan, harus memerlukan obat analgesik.
- Pasien harus diperingatkan mengenai kemungkinan adanya darah di bantalnya ketika tidur di
hari pertama ia memakai gigi tiruan. Namun, masalah hemoragik biasanya jarang terjadi kare
gigi tiruan dapat bertindak sebagai perban luka.
- Makanan yang dapat dikonsumsi pasien selama 24 jam pertama hanyalah berupa liquid atau
makanan yang lunak.

Hal-hal yang sebaiknya ada pada kunjungan 24 jam pertama pasien :


- Tanyakan pasien dimana mereka merasa tidak nyaman. Beritahu mereka bahwa kita akan
melepas gigi tiruannya dan akan menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman. Siapkan dilute
mouthwash. Lepaskan gigi tiruan kemudian cuci.
- Cek jaringan dengan segera untuk melihat sore spot, biasanya akan muncul sebagai strawberry-
red spot. Biasanya, area ini meliputi canine eminences, lateral sampai tuberositas, area batas
posterior, dan undercut retromylohyoid.
- Area ini dapat dilihat secara langsung pada basis gigi tiruan
atau dengan pemakaian pressure-indicator paste. Area tersebut
dibebaskan pada resin akriliknya.
- Sesuaikan segala bentuk diskrepansi oklusal dalam posisi
relasi sentrik atau ekskursi.
- Evaluasi kembali retensi gigi tiruan. Beri tissue conditioner
jika retensi gigi tiruan dirasa kurang.

b. Seminggu pertama pasca perawatan.

46
- Beritahu pasien untuk terus memakai immediate denturenya pada malam hari selama 7 hari
setelah ekstraksi atau sampai bengkak berkurang.
- Setelah kunjungan 24 jam pertama, perlihatkan kepada pasien bagaimana cara melepas gigi
tiruannya setelah makan, sampai cara mencucinya, dan untuk berkumur minimal tiga sampai
empat kali sehari untuk membuat area ekstraksi tetap bersih.
- Setelah 1 minggu, jahitan dapat dilepas dan pasien dapat mulai melepas gigi tiruannya pada
malam hari.

17. Further Follow-up Care

Selama sebulan pasca perawatan, lihat apakah perlu penyesuaian sore spot
atau tidak. Denture adhesive dapat digunakan selama jangka waktu ini
sebagai tambahan jika retensi berkurang dari kunjungan ke kunjungan.
Setelah dua minggu, remount cast dicor, gigi tiruan maksila yang dipasang
di artikulator semiadjustable menggunakan remount matrix yang telah
dibuat sebelum flasking, relasi sentrik digunakan untuk remount gigi tiruan
mandibula, dan penyesuaian oklusi dilakukan. Jika rahang antagonisnya
bukan merupakan gigi tiruan, cast dari antagonisnya tersebut dibuat dari
cetakan alginat.

BAB III
PEMBAHASAN
Urutan Perawatan:
• Pemeriksaan lengkap

47
• Rujuk ke dokter terkait mengenai masalah sistemik berupa osteoarthritis, osteoporosis
dan hipertensi
• Penentuan Rencana Perawatan
• RA: Perawatan Immediate Denture conventional
• RB: Perawatan GTSL baru karena terdapat elemen gigi aus sehingga DV sudah
berubah dan tidak bisa dilakukan reline.
• Pemilihan bentuk, warna elemen gigi
• Pencetakan dengan elastomer RA dan RB
• Pembuatan model kerja
• Radir model kerja RA
• Penyusunan gigi RB
• Penentuan hubungan rahang (DV, RS)
• Pembuatan immediate denture pada RA
• Penyusunan gigi
• Wax countouring
• Flasking, packing, curing, Deflasking, finishing, polishing
• Pembuatan GTSL pada RB:
• Pencobaan gt malam
• Prosedur lab
• Try-in
• Insersi GTSL RB berbarengan dengan ekstraksi gigi RA dan Pemasangan immediate
denture RA
• Postoperative care
• Follow up care
• Tatalaksana perawatan definitif GTSL RA
• Penyusunan gigi
• Pencobaan gt malam
• Prosedur lab

48
• Try-in
• Follow up

BAB IV
KESIMPULAN
Pasien perempuan berusia 65 tahun dilakukan perawatan Immediate denture gigi tiruan penuh
untuk rahang atasnya dan perawatan GTSL yang baru untuk rahang bawahnya. Sebelum memulai
perawatannya, pasien dirujuk ke dokter akibat masalah sistemiknya. Setelah itu, dilakukan perawatan
pada pasien sesuai dengan rencana perawatan yang telah ditentukan. Setelah perawatan, dilakukan
insersi gigi tiruan dan pasien menjalani postoperative care serta follow up.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Papas A, Niessen, Cahauncey H. Geriatric Dentistry Aging and Oral Health. St Louis: Mosby.
1991: 72-80.
2. Daroewati M. Faktor Faktor Prostodontik yang Perlu Diperhatikan Pada Perawatan Pasien
Geriatrik Secara Terpatu. JKGUI. Jakarta. 2000

49
3. Aruna, et all. Psychology of Geriatric Dental Patients - All We Need To Know. Pravara
Medical Review, December 2016, 8(4) 25 - 30.
4. Rahman, Fathul. et all. Faktor yang Memengaruhi Permintaan Gigi Tiruan Pada Lansia.
Stomatognatic (Junal Kedokteran Gigi Unej) Vol. 13 No. 1 2016: 5-11
5. Chada NK, Prakash K. The Graying of The Asian Population: Issues and Challenges.
Leongevity and Productivity: Experience from Aging Asia 2008: 1-9
6. Samosir OB. The aging population in Indonesia. Longevity and productivity: Experience from
Aging Asia 2008: 10-24
7. Wangsahardja K, Dharmawan OV, Kasim E. hubungan antara status kesehatan mulut dan
kualitas hiudp pada lanjut usia. Universa Medica. Jakarta: 2007; 4 – 26.
8. Gift HC, Atchison KA, Dayton CM. conceptualizing oral health and oral health related quality
of life. Soc Sci Med. 1997; 44: 601 -8
9. Dwidjayati SC, Hubungan antara permintaan gigi tiruan dan kualitas hidup lansia. FKG UI.
2012.
10. Kusdhany, Linda. Perawatan prostodonsia bagi pasien lansia. FKG UI.
11. Ravichandran R. Prosthodontic treatment protocol for a geriatric dental patient R.
Ravichandran. Diakses pada http://www.j-ips.org/temp/JIndianProsthodontSoc6260-
4041413_010721.pdf 2 Desember 2017.
12. Rahn A. Ivanhoe,Plummer. Textbook of Complete Denture. People’s medical Publishing
House. Connecticut. 2009. chapter 16: Overview of single dentures, overdentures, and
immediate dentures. Page 271-272
13. Diktat Gigi tiruan Sebagian Kerangka Logam dan Gigi Tiruan Khusus. Bab 8: Gigi Tiruan
Imediat, halaman 77-80
14. Basker, R.M. Davenport, J.C. Prosthethic Treatmennt of The Edentulous Patient ed 4th.
Chapter 3: Transition from Natural to The Artificial Dentition. Page 52
15. Zarb GA, Bolender CL. Boucher’s Prosthodontic Treatment for Edentulous Patients. CV
Mosby co., St. Louis, 12th Ed, 2004. Pg. 125 – 132.
16. Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic Treatment for Edentulous Patients. CV Mosby co., St.
Louis, 13th Ed, 2004. Pg. 283 – 289.

50

Anda mungkin juga menyukai