Anda di halaman 1dari 29

Nama : Ridwan Salim Husein

NIM :2013101010035

Skenario 4: Etika saat menangani pasien

Seorang pasien wanita (70 tahun) datang ke RSGM FKG USK dengan keluhan gigi
belakang kiri bawah berlubang, gigi tersebut sakit bila minum dingin, pernah sakit
spontan dan sakit saat dipakai makan. Pasien ingin gigi tersebut ditambal. Pemeriksan
klinis gigi 35 tes vitalitas (+), perkusi (+), palpasi (-). Pasien memiliki riwayat
hipertensi terkontrol dan dalam perawatan dokter jantung. Faktor resiko karies: hidrasi
50 detik, kecepatan aliran saliva stimulasi >3,5ml, kapasitas buffer 6, pH saliva 6,2,
diet manis, plak dan kalkulus semua regio.

A. Identifikasi Istilah Asing

1. Diet manis: sebuah asupan dari makanan yang mengandung gula

B. Identifikasi Masalah

1. Identitas Pasien: wanita (70 tahun)


2. Keluhan: gigi belakang kiri bawah berlubang, sakit bila minum dingin, pernah sakit
spontan dan sakit saat dipakai makan.
3. Pemeriksaan klinis: gigi 35 tes vitalitas (+), perkusi (+), palpasi (-)
4. Riwayat penyakit: hipertensi terkontrol dan dalam perawatn dokter jantung.
5. Faktor resiko karies: hidrasi 50 detik, kecepatan aliran saliva stimulasi >3,5 ml,
kapasitas buffer 6, pH saliva 6,2, diet manis, plak, dan kalkulus semua regio

C. Analisa Masalah

1. Bagaimana prinsip etik dalam kedokteran gigi?


2. Bagaimanakah sifat etik seorang dokter gigi terhadap pasien tersebut?
3. Bagaimana etika dari seorang dokter gigi dalam perawatan endodontik?
4. Bagaimana standar perawatan endodontik?
5. Bagaimana tindakan seorang dokter gigi jika pasiennya memiliki riwayat penyakit
sistemik?
6. apa saja hak dan kewajiban dokter dalam menangani pasien?
7. Bagaimana prinsip dan etika saat menangani pasien beusia lanjut?
8. Apa saja kelalaian yang dapat terjadi ketika prosedur endodontik dilakukan?
9. Bagaimana kategori pasien yang dikategorikan lansia?
10. Mengapa pada pasien lansia memerlukan perawatan endodontik berbeda?
11. Apa saja yang harus diperhatikan dalam perawatan endodontik pada pasien lanjut
usia?
12. Bagaimana karakteristik morfologi fisiologi, psikis pada pasien lanjut usia?
13. Bagaimana menjalin komunikasi yang baik pada pasien lanjut usia?
14. Bagaimana pendekatan perawatan lansia secara fisik, psikologis, dan komunikasi?
15. Bagaimana perawatan invasif dan non invasif pada kasus endodontik lansia?
16. Apa diagnosis pada kasus di skenario tersebut dan bagaimana perawatannya?
17. Bagaimana informed consent dengan pasien kasus endodontik lansia?
18. Bagaimana etika rujukan kedokteran gigi pada pasien lansia?

D. Strukturisasi

Etika dan Perawatan Endodontik


pada Lansia

Pendekatan Penegakan
Pasien Lansia Perawatan
Perawatan Diagnosis

Diagnosis Kasus invasif dan non


Definisi Fisik
Skenario invasif

Proses
Informed
Klasifikasi Psiologi terjadinya
Consent
penyakit

Diagnosis
Karakteristik Sosial Rujukan
Banding

Perawatan
Kasus

Prosedur
Perawatan
E. Identifikasi Tujuan Belajar

Etika dan Perawatan Endodontik pada Lansia

1. Pasien Lansia
1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Karakteristik

2. Pendekatan Perawatan
2.1 Fisik
2.2 Psikologi
2.3 Sosial

3. Penegakan Diagnosis
3.1 Diagnosis Kasus
3.2 Proses terjadinya Penyakit
3.3 Diagnosis Banding

4. Perawatan
4.1 Pertimbangan Perawatan Endodontik pada Lansia
4.2 Invasive dan Non Invasive
4.3 Informed Consent
4.4 Rujukan
4.5 Perawatan Kasus
4.6 Prosedur Perawatan
1. Pasien Lansia

1.1 Definisi

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua.

Penuaan adalah proses fisiologis normal yang ditentukan secara genetik. Ini
adalah keadaan saling mempengaruhi antara fisiologis dan proses patologis.
Ini menyebabkan penurunan bertahap dalam kinerja berbagai sistem
individu.Geriatri dentistry sebagai ketentuan perawatan gigi untuk orang
lanjut usia dengan satu atau lebih penyakit kronis,penyakit fisik atau mental
dengan obat-obatan terkait dan masalah psikososial.

Reff:
Nur kholifah,siti,2016,keperawatan gerotik. P : 3
Garg, Nisha., Garg, Amit. 2010. Textbook of Endodontics 2nd Edition. India:
Jaypee. P : 495

1.2 Klasifikasi

Menurut WHO (2013), klasifikasi usia adalah sebagai berikut :

a. Bayi (infants) :0-1 tahun


b. Anak-anak (children):2-10 tahun
c. Remaja (adolescents):11-19 tahun
d. Dewasa (adult):20-44 tahun
e. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
f. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
g. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
h. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
i. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

Berikut merupakan kategori umur menurut Depkes RI (2009) :

1) Masa balita = 0 – 5 th
2) Masa kanak-kanak = 5 – 11 th
3) Masa remaja awal = 12 – 16 th
4) Masa remaja akhir = 17 – 25 th
5) Masa dewasa awal = 26 – 35 th
6) Masa dewasa akhir = 36 – 45 th
7) Masa lansia awal = 46 – 55 th
8) Masa lansia akhir = 56 – 65 th
9) Masa manula = > 65 th

Reff : Nur kholifah,siti,2016,keperawatan gerotik. P : 3-4

1.3 Karakteristik

a. Perubahan Makroskopik

 Perubahan bentuk dan warna.


 Keausan dan atrisi gigi (Gambar 34.1 dan 34.2).

Penyebab perubahan warna gigi:

• Penurunan ketebalan dentin.


• Hilangnya translusensi secara umum.
• Pigmentasi cacat anatomi.
• Produk korosi.
• Kebersihan mulut yang tidak memadai.
b. Perubahan Usia pada Enamel

Semua perubahan pada email didasarkan pada mekanisme pertukaran ion.

• Penurunan permeabilitas email


• Enamel menjadi lebih rapuh seiring bertambahnya usia.
• Kandungan nitrogen dalam email meningkat seiring bertambahnya
usia.
• Enamel menunjukkan atrisi, abrasi dan erosi (Gbr. 34.3)

c. Perubahan Usia Sementum

• Sementum secara bertahap meningkat ketebalannya seiring


bertambahnya usia.
• Sementum menjadi lebih rentan terhadap resorpsi.
• Ada peningkatan kandungan fluoride dan magnesium sementum
seiring bertambahnya usia.

d. Perubahan Usia pada Dentin

• Pembentukan dentin sekunder fisiologis.


• Penghapusan tubulus dentin secara bertahap
• Sklerosis dentin.
• Ukuran kamar pulpa berkurang seiring bertambahnya usia
• Oklusi tubulus dentin oleh deposisi bertahap dentin peritubulus
e. Perubahan Usia Pulpa

• Perbedaan antara pulpa gigi pada individu tua dan gigi muda adalah
karena lebih banyak serat, dan lebih sedikit sel.
• Suplai darah ke gigi berkurang seiring bertambahnya usia.
• Prevalensi batu pulpa meningkat seiring bertambahnya usia.

f. Perubahan Usia pada Mukosa Mulut

Rongga mulut dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis yang membentuk


penghalang antara lingkungan internal dan eksternal, sehingga memberikan
perlindungan terhadap:

• Masuknya zat dan organisme berbahaya


• Kerusakan mekanis
• Pertukaran cairan.
Perubahan Histologis pada Mukosa Mulut

1) Perubahan epitel
2) Perubahan jaringan ikat

Perubahan Epitel

Seiring bertambahnya usia, mukosa mulut telah dilaporkan menjadi semakin


tipis, halus, dan kering untuk memiliki penampilan edematous dengan
hilangnya elastisitas dan stippling dan dengan demikian menjadi lebih rentan
terhadap cedera. Lidah menunjukkan hilangnya papila filliform, dan sensasi
rasa yang memburuk dengan sensasi terbakar sesekali.

• Penurunan ketebalan lapisan sel epitel.


• Mengurangi keratinisasi
• Perubahan morfologi antarmuka jaringan ikat epitel.
• Penurunan panjang retepeg epitel mulut telah dilaporkan seiring
bertambahnya usia.
• Tingkat pembaruan sel pada epitel rongga mulut manusia menurun
seiring dengan bertambahnya usia

Perubahan Jaringan Ikat


Ada peningkatan jumlah dan kepadatan serat elastin. Perubahan seluler juga
dilaporkan, yang meliputi:

• Sel menjadi menyusut


• Sel menjadi tidak aktif
• Pengurangan jumlah sel.

g. Perubahan Usia pada Jaringan Ikat Periodontal

Perubahan Struktural

• Jaringan ikat gingiva menjadi lebih padat dan bertekstur kasar seiring
bertambahnya usia.
• Penurunan jumlah fibroblas.
• Penurunan kandungan serat.
• Peningkatan ukuran kompartemen interstisial yang mengandung
pembuluh darah.
• Bukti kalsifikasi pada dan di antara serat kolagen.

h. Perubahan Usia pada Kelenjar Air Liur

Hubungan umum yang umum dengan penuaan rongga mulut adalah


berkurangnya fungsi kelenjar ludah. Air liur ada terutama untuk melindungi
rongga mulut dan melakukan fungsi penting seperti:

• Protein pelumas dalam air liur membantu menjaga mukosa mulut


tetap lentur dan terhidrasi.
• Faktor antibakteri mengatur mikroorganisme rongga mulut.
• Buffer anorganik dan organik menetralkan proton yang dihasilkan
oleh bakteri kariogenik.
• Membantu dalam sensasi yang tepat untuk selera.
• Berkontribusi pada pembentukan bolus makanan, sehingga
membantu tahap awal deglutisi.

Perubahan usia yang paling dapat dikenali adalah berkurangnya air liur atau
xerostomia. Konsekuensi utama dari xerostomia termasuk mulut kering,
nyeri mulut umum, lidah terbakar atau nyeri, perubahan rasa, kesulitan
mengunyah, masalah menelan, berbicara, dan retensi gigi tiruan berkurang.

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

 Lansia merupakan periode kemunduran.


Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan
tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

 Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.

 Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.

 Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia
menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.

Reff : Garg, Nisha dan Garg, Amit. 2014. Textbook Of Endodontics. Jaypee
Brothers : New Delhi. P : 495-497

2. Pendekatan Perawatan
2.1 Fisik

Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik


melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami
klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum
bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:

1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.

2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau


sakit. Praktisi klinis harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini,
terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan.

2.2 Psikologi

Praktisi klinis mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan


edukatif pada klien lansia. Praktisi klinis dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang
akrab. Praktisi klinis hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Praktisi klinis harus selalu memegang
prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah
laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, praktisi klinis bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap

2.3 Sosial

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya praktisi
klinis dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi.
Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi praktisi klinis bahwa lansia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.Dalam pelaksanaannya,
praktisi klinis dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun
lansia dengan praktisi klinis. Praktisi klinis memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia
perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

Reff : Ferraro M, Vieira AR. Explaining gender differences in caries: A


multifactorial approach to a multifactorial disease. International J of Dentistry
2010: 1-5.

3. Penegakan Diagnosis

3.1 Diagnosis Kasus

Diagnosis gigi 35 adalah Pulpitis Irreversible dengan Periodontitis Apikalis.

Berdasarkan gambar terlihat bahwa pasien mengalami Karies Servikal bagian


bukal dengan pulpa terbuka dengan keluhan sakit bila minum dingin, pernah
sakit spontan dan sakit saat dipakai makan serta saat dilakukan pemeriksan klinis
gigi 35 di dapatkan tes vitalitas nya (+) yang artinya walaupun pulpanya masih
terbuka tetapi gigi masih vitas. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami
kelainan pada pulpa berupa pulpitis irreversible.

Saat dilakukan pemeriksaan klinis juga didapatkan bahwa perkusi nya (+) yang
menunjukkan adanya kelainan pada jaringan periodontal pasien ditambah
dengan oral hygiene yang buruk. Selain itu terlihat pada gambar hasil radiografi
bahwa pasien mengalami hilangnya perlekatan gingiva dengan gigi sehingga
terjadi resesi gingiva. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan
pada periodontal berupa Peridontitis Apikalis. Peridontitis Apikalis disini
tergolong akut atau symptomatic karena diduga adanya penyebaran mediator
inflamasi dari pulpa yang terinflamasi irreversible.

3.2 Proses terjadinya Penyakit

 Pulpitis Irreversible

Patogenesis pulpitis diawali dari terjadinya karies yang disebabkan oleh


daya kariogenik dari bakteri yang timbul karena adanya produksi asam
laktat akibat pH cairan di sekitar gigi tersebut menjadi rendah atau
bersifat asam. Kondisi tersebut cukup kuat melarutkan mineral-mineral
pada permukaan gigi, sehingga gigi menjadi erosi, jika karies sudah
mencapai email-dentin, karies akan menyebar ke segala arah dentin yang
lebih luas, dan akhirnya sampai ke pulpa.
Karies sudah sampai ke pulpa, maka terjadilah proses inflamasi pada
pulpa, kemudian terjadi pelepasan histamin dan bradikinin yang
menyebabkan vasodilatasi, sehingga permeabilitas kapiler meningkat,
terjadi akumulasi PMN dan peningkatan cairan interstitial di sekitar area
inflamasi (edem lokal). Edem lokal ini menyebabkan peningkatan
tekanan di dalam pulpa sehingga dapat menekan syaraf-syaraf yang ada
di dalam pulpa dan jaringan sekitarnya. Gejala proses penekanan ini
dapat menyebabkan rasa nyeri ringan sampai sangat kuat tergantung
keparahan inflamasinya yang dipengaruhi juga oleh virulensi kuman,
daya tahan tubuh, serta pengobatan yang diberikan.

 Periodontitis Apikalis

Periodontitis disebabkan oleh bakteri plak yang terkalsifikasi


disekitar gigi yang selanjurnya membentuk kalkulus. Bakteri plak
dapat menghasilkan enzim, kolagen yang dapat menyebabkan
destruksi dari jaringan gingiva dan tulang. Periodontitis umumnya
disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung
bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada
permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan.Plak yang
menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada
tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke
bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah
periodontitis. Adanya inflamasi akibat akumulasi bakteri plak dalam
mulut dapat menstimulasi pelepasan sel netrofil (PMNs) menuju
bakteri. Tubuh juga melepaskan mediator kimia sebagai respon dari
invasi bakteri seperti cytokin IL1-Beta dan prostaglandin menuju
target bakteri plak dan mencegah infeksi periodontal. Aktifasi
berlebih dari mediator ini dapat menyebabkan destruksi dan
kerusakan lebih lanjut terhadap perlekatan tulang dan jaringan ikat.

Reff : Cawson, R.A., and Odell, E.W., 2008, Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine, Churcill Livingstone Elsevier, UK.

3.3 Diagnosis Banding

Diagnosis banding adalah penentuan akhir apakah ada endodontik atau jenis lain
dari patologi dan jika endodontik, rincian spesifik dari pulpa atau lesi periapikal.

a. Patosis Endodontik
Tanda dan gejala, hasil tes, dan pengamatan lain pada pasien yang lebih
tua harus mengikuti pola yang cukup konsisten. Komplikasi lain
mungkin obat yang mengubah pikiran, serta masalah persepsi sesekali
pada pasien lanjut usia. Gejala samar yang tidak dapat dilokalisasi atau
tidak mengikuti pola yang dapat diidentifikasi mungkin bukan berasal
dari endodontik. Patosis lain atau entitas nonpatologis kemudian harus
dipertimbangkan, termasuk kondisi psikosomatik.

b. Patosis lainnya

Patosis lain mencakup banyak entitas, dan banyak yang lebih sering
terjadi pada pasien usia lanjut. Lesi yang biasanya menyerupai patologi
endodontik adalah lesi periodontal. Gangguan simtomatik nonendodontik
yang dapat menyerupai patologi endodontik termasuk infeksi sinus,
spasme otot, sakit kepala, disfungsi sendi temporomandibular, dan
neuritis dan neuralgia. Insiden ini cenderung sedikit meningkat dengan
bertambahnya usia, terutama pada pasien yang memiliki gangguan
tertentu, seperti arthritis, yang dapat mempengaruhi sendi. Membedakan
penyakit periodontal dengan patologi endodontik merupakan masalah
umum karena meningkatnya insiden penyakit endodontik dan penyakit
periodontal. Biasanya masalah yang mendasarinya adalah periodontik
atau endodontik, dengan sedikit lesi gabungan yang sebenarnya
Perubahan radiografik, pembengkakan, saluran sinus, dan defek probing
dalam dapat berasal dari endodontik atau periodontik. Meskipun semua
temuan harus dipertimbangkan, indikator utamanya adalah pengujian
pulpa. Jika pulpa memang vital,masalahnya adalah periodontal. Jika
pulpa nekrotik, kemungkinan masalahnya adalah endodontik. Tes pulpa
sangat penting, sehingga rongga tes dapat membantu.

Diagnosis Banding Pulpitis Irreversibel

Harus dibedakan antara pulpitis reversibel dan ireversibel. Pada pulpitis


reversibel, rasa sakit yang disebabkan olch stimulus termal akan menghilang
begitu stimulus diambil, sedangkan pada pulpitis ireversibel, rasa sakit tetap ada
setelah stimulus diambil, atau dapat timbul secara spontan. Pada tingkat
asimtomatik pulpitis ireversibel, pulpa yang terbuka menunjukkan sedikit atau
tidak ada rasa sakit, kecuali bila makanan masuk ke dalam kavitas. Diperlukan
lebih banyak arus untuk mendapatkan suatu reaksi terhadap tes pulpa listrik
dibandingkan pada gigi kontrol.

Pada tingkat asimtomatik awal diperlukan lebih sedikit arus daripada normal
untuk memperoleh reaksi terhadap tester pulpa listrik, dan pulpa biasanya sangat
responsif terhadap stimulus dingin. Rasa sakit yang diinduksi atau rasa sakit
spontan yang timbul adalah tajam, menusuk dan mudah ditunjukkan pada sebuah
gigi khusus. Gejala lain dapat berkembang, seperti misalnya difus, tidak begitu
sakit, rasa sakit terus-menerus, bercirikan denyut dan rasa perih, dan gigi
bereaksi secara luar biasa dan hebat terhadap panas. Respon ini umumnya adalah
indikatif pada tingkat lanjutan pulpitis ireversibel. Pada tingkat pulpitis
ireversibel ini, gejala dapat menirukan gejala suatu abses alveolar akut. Namun
demikian, abses macam itu, paling tidak menycbabkan gejala-gejala berikut,
yang membantu untuk membedakannya dari pulpitis ireversibel: pembengkakan,
sensitif terhadap palpasi, sensitif terhadap perkusi, mobilitas gigi, dan tidak
bereaksi terhadap tes vitalitas-pulpa.

Pasien mungkin mempunyai gejala toksisitas sistemik seperti misalnya demam


dan mual. Rasa sakit pulpitis pada permulaan mudah ditentukan oleh pasien.
Begitu rasa tidak enak meningkat, pasien kehilangan kemampuan untuk
mengidentifikasi sebuah gigi khusus pada kuadran. Riwayat rasa sakit
sebelumnya dapat menolong untuk menentukan asal pulpagia. Bila rasa sakit
pulpa sukar ditentukan, aplikasi panas dengan suatu konsekuensi reaksi yang
luar biasa merupakan indikatif pulpitis irreversible gigi tersebut.
Reff : Torabinejad, M. & Walton, R.E. 2009. Endodontics : Principles & Practice 4th Edition.
Saunders Elsevier, St. Louis Missouri. p : 410-411

4. Perawatan

4.1 Pertimbangan Perawatan Endodontik pada Lansia

Pasien lanjut usia mungkin rentan terhadap infeksi karena imunosupresi dari
efek kumulatif penuaan, penyakit sistemik, dan konsumsi obat resep yang
berkepanjangan. Pengubah penyakit seperti diabetes mellitus, tekanan darah
tinggi, penyakit kardiovaskular, kanker, dan infeksi virus dapat mengubah
perkembangan, keparahan, dan respons pejamu terhadap pengobatan dan
prognosis.

a. Diabetes

Efek diabetes yang terdokumentasi pada periodontitis apikal ditandai


dengan prevalensi periodontitis apikal yang lebih tinggi, lesi yang lebih
besar,61 dua kali jumlah flare-up (4,8%) dibandingkan dengan non-
diabetes (2,3%) dan tingkat keberhasilan yang lebih rendah. Juga adanya
periodontitis apikal sebelum operasi pada gigi yang dirawat saluran akar
pada pasien diabetes menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih
rendah daripada non-diabetes. Peningkatan glukosa darah mungkin
memiliki konsekuensi patologis yang parah. Pada pasien dengan
hiperglikemia berkelanjutan, protein, termasuk kolagen, menjadi
terglikasi ireversibel untuk membentuk produk akhir glikasi lanjut
(AGEs). Respon host yang berubah terhadap infeksi terjadi pada
penderita diabetes dan mungkin terkait dengan akumulasi AGEs dan
interaksinya dengan reseptor RAGEs mereka di jaringan, memediasi
gangguan seluler kronis, disfungsi, dan perubahan kemampuan jaringan
untuk merespons infeksi.

Secara histologis, ada peningkatan permeabilitas vaskular dan


peningkatan ekspresi molekul adhesi ke sel endotel dan makrofag. Sel-sel
yang berbeda terpengaruh sebagai akibat dari interaksi AGE-RAGE.
Makrofag melepaskan sitokin pro-inflamasi dan matriks
metaloproteinase. Neutrofil menunjukkan gangguan kepatuhan,
kemotaksis dan fagositosis, sedangkan fibroblas menunjukkan
peningkatan aktivitas matriks metaloproteinase dan gangguan sintesis
kolagen. Peristiwa ini mungkin menyebabkan respons yang berlebihan
dan berkelanjutan terhadap infeksi dan berkurangnya respons reparatif.63
Prosedur penarikan kembali untuk pasien dengan penekanan imunologis
mungkin perlu diperpanjang karena pola penyembuhan yang tertunda.

b. Hipertensi

Diperkirakan lebih dari 50 juta orang di Amerika Serikat memiliki


tekanan darah tinggi atau sedang mengonsumsi obat antihipertensi.
Kurangnya kepatuhan merupakan masalah utama dalam perawatan medis
pasien hipertensi. Oleh karena itu, adalah bijaksana bagi dokter untuk
mengukur tekanan darah bersama dengan tanda-tanda vital lainnya pada
setiap kunjungan. Keputusan, apakah akan memberikan agen anestesi
lokal yang mengandung vasokonstriktor untuk pasien dengan hipertensi
atau penyakit kardiovaskular lainnya, merupakan perhatian umum di
antara dokter. Salah satu keuntungan utama dari vasokonstriktor dalam
anestesi lokal gigi adalah untuk menunda penyerapan anestesi ke dalam
aliran darah. Ini meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi sambil
mengurangi risiko reaksi toksik. Selain itu, vasokonstriktor menyediakan
hemostasis lokal. Epinefrin dan levonordefrin adalah dua agen
vasokonstriktor yang biasa digunakan dalam formulasi anestesi lokal
gigi. Meskipun mereka memiliki efek jantung yang sedikit berbeda,
mereka membawa tindakan pencegahan yang sama untuk
penggunaannya.

Jika pasien menderita hipertensi berat yang tidak terkontrol, perawatan


gigi elektif harus ditunda sampai tekanan darah terkendali. Namun jika
perawatan gigi darurat diperlukan, dokter dapat memilih untuk
menggunakan satu atau dua kartrid anestesi lokal dengan
vasokonstriktor. Dosis ini akan memiliki efek fisiologis minimal dan
akan memberikan anestesi yang berkepanjangan. Jika anestesi habis
terlalu cepat, epinefrin endogen yang dihasilkan oleh pasien, yang
dihasilkan dari pengalaman menyakitkan, akan lebih besar daripada
jumlah epinefrin dari kartrid anestesi gigi.

Kekhawatiran lain adalah kemungkinan interaksi yang merugikan antara


agen anestesi lokal dan obat antihipertensi pasien, terutama agen
penghambat adrenergik. Obat betaadrenergik nonselektif, seperti
propranolol (Inderal), menimbulkan risiko terbesar dari interaksi yang
merugikan. Pada pasien ini, injeksi vasokonstriktor yang mengandung
anestesi lokal dapat menghasilkan vasokonstriksi perifer yang nyata yang
berpotensi mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya,
karena obat yang sudah ada sebelumnya menginduksi penghambatan
kompensasi vasodilatasi otot rangka. Kompensasi vasodilatasi otot
rangka ini biasanya bekerja untuk menyeimbangkan efek vasokonstriksi
perifer pada pasien yang tidak diberi obat. Betablocker kardio-selektif
(Lopressor, Tenormin) membawa lebih sedikit risiko reaksi yang
merugikan.

c. Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular (CVD) diketahui berasal dari disfungsi inflamasi


endotel dan dipengaruhi oleh faktor risiko seperti merokok, diabetes,
hipertensi, dan dislipidemia. Patogenesis aterosklerosis melibatkan
pembentukan plak ateromatosa pada dinding bagian dalam pembuluh
darah utama yang menyebabkan infeksi miokard, stroke, dan bahkan
kematian. Plak dewasa terdiri dari limfosit, makrofag, dan bakteri.
Peradangan kronis memainkan peran penting dalam patogenesis dan
perkembangan aterosklerosis dan pada saat yang sama meningkatkan
kejadian CVD akut seperti ruptur plak dan trombosis koroner.

Peradangan yang berlangsung lama dan respons fase akut yang ditandai
dengan peningkatan kadar protein C-reaktif (CRP) sistemik, yang terkait
dengan banyak efek sistemik peradangan, telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko CVD. Namun, studi peerreview yang terkontrol
dengan baik gagal memberikan hubungan sebab akibat langsung antara
infeksi endodontik dan peningkatan risiko CVD. Alat pacu jantung dan
implan cardioverter defibrillators (ICDs) adalah perangkat yang
mengatur detak jantung dan ritme. Keduanya rentan terhadap interferensi
elektromagnetik. Instrumen piezoelektrik dan pencari puncak elektronik
telah terbukti tidak berpengaruh pada perangkat ini.

d. Infeksi virus

Insiden herpes zoster (shingles) yang disebabkan oleh virus varicella-


zoster (VZV), lebih tinggi pada individu lanjut usia. Setelah
menyebabkan cacar air di masa kanak-kanak, virus tetap laten di sel
ganglion akar dorsal untuk kemungkinan reaktivasi di masa depan. Lesi
herpes membatasi diri dan biasanya mengikuti jalur persarafan saraf.
Pasien dengan herpes zoster pada saraf trigeminal dapat menunjukkan
gejala nyeri pulpa tanpa menunjukkan penyakit pulpa. Kadang-kadang
infeksi virus juga dapat diikuti oleh nyeri neuropatik di sepanjang jalur
saraf yang terkena, menyebabkan neuralgia pascaherpes yang dapat
menyerupai nyeri odontogenik. Beberapa laporan kasus menunjukkan
patologi pulpa (pulpitis, nekrosis, atau resorpsi internal dan periodontitis
apikal) setelah munculnya lesi herpes. Oleh karena itu, herpes zoster
harus selalu disingkirkan sebagai etiologi potensial bila tidak ada iritan
lokal. Diagnosis dan manajemen yang akurat dari kondisi yang
mendasari daripada perawatan endodontik harus menjadi tindakan yang
tepat.
e. Kanker

Mengabaikan perawatan kesehatan mulut pada pasien lanjut usia yang


menjalani radiasi kanker dan kemoterapi dapat membuat mereka rentan
terhadap infeksi mulut yang serius karena imunosupresi. Konsultasi
medis untuk pra-pengobatan dan pengobatan dan nilai laboratorium
untuk jumlah neutrofil absolut harus diperoleh sebelum prosedur bedah
apa pun. Pada pasien dengan dosis total pasca-radiasi lebih besar dari
6500 cGy, perawatan endodontik dengan de-coronation lebih disukai
daripada ekstraksi karena peningkatan risiko osteonekrosis. Perawatan
pencegahan menggunakan fluoride dan pembilasan air liur buatan akan
meminimalkan karies yang berhubungan dengan radiasi dan jamur
oportunistik.

f. Demensia dan Penyakit Parkinson

Gangguan gerak (diskinesia), seperti penyakit Parkinson, Dystonia,


sindrom Gilles de la Tourette, dan penyakit Huntington, ditandai dengan
gerakan tubuh yang tidak disengaja. Beberapa diskinesia umum memiliki
manifestasi fokal di daerah orofasial. Namun, informasi yang tersedia
dalam literatur terbatas.\ Secara klinis, gerakan pasien yang tidak
disengaja saat mengambil radiografi, melakukan pemindaian CBCT, atau
selama prosedur diagnostik lainnya dapat membuat interpretasi menjadi
sulit. Jadi penilaian radiografik preoperatif anatomi dan patologi,
penilaian panjang kerja, dan penilaian pasca perawatan pola obturasi dan
penyembuhan mungkin menantang. Klinisi harus mengakomodasi
prosedur untuk gerakan pasien yang tidak disengaja selama penggunaan
alat putar apa puninstrumentasi atau bekerja dengan pembesaran yang
ditingkatkan. Gerakan pasien yang konstan dapat mengurangi
kemanjuran mikroskop operasi. Untuk diskusi lebih rinci tentang pasien
yang kompleks secara medis.

g. Obat-obatan Pasien lanjut usia yang menderita penyakit sistemik

Dua puluh lima persen dari semua pasien rawat inap menggunakan enam
atau lebih obat yang diresepkan. Sembilan puluh persen dari populasi
umum di atas 70 tahun minum obat secara teratur. Sepertiga dari populasi
ini membutuhkan lebih dari tiga obat. Perawatan harus diambil untuk
menghindari komplikasi dan kemungkinan interaksi yang tidak
beralasan. Seringkali, pasien tidak akan menyebutkan kondisi medis dan
obat-obatan mereka (resep atau non-resep) karena beberapa tidak melihat
relevansinya dengan kedokteran gigi. Oleh karena itu, pasien atau
anggota keluarganya harus ditanyai secara menyeluruh mengenai semua
obat resep dan non-resep. Beberapa obat dapat menyebabkan
osteonekrosis rahang. Methotrexate, imunosupresan yang digunakan
dalam pengobatan penyakit kronis seperti rheumatoid arthritis, penyakit
Crohn, dan kolitis ulserativa serta bifosfonat, digunakan dalam
pengobatan multiple myeloma, penyakit Paget, kanker metastatik, atau
osteoporosis, dapat menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap
osteonekrosis rahang. Seperti yang dinyatakan sebelumnya dalam bab
ini, pada pasien ini perawatan endodontik non-bedah (kadang-kadang
diikuti dengan de-coronation) adalah perawatan pilihan sampai ekstraksi
atau prosedur bedah diizinkan.

h. Trauma

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, setiap tahun


jutaan orang berusia 65 tahun ke atas jatuh. Jatuh biasanya karena
kelemahan, ketidakseimbangan postural, kelelahan, atau pingsan. Jatuh
dapat menyebabkan cedera sedang hingga parah, seperti patah tulang dan
trauma kepala dan leher. Satu dari tiga orang yang berusia 65 tahun atau
lebih jatuh setiap tahun tetapi kurang dari setengahnya memberi tahu
penyedia layanan kesehatan mereka. Pada tahun 2013, 2,5 juta jatuh non-
fatal orang dewasa yang lebih tua dirawat di unit gawat darurat dan lebih
dari 734.000 pasien dirawat di rumah sakit.83 Jika pasien dirujuk untuk
perawatan endodontik langsung setelah trauma, penting untuk
menyingkirkan cedera kranial yang mendasari yang memerlukan
perawatan rumah sakit yang mendesak. Penatalaksanaan cedera gigi pada
pasien lanjut usia sama dengan pasien yang lebih muda. Penunjukan
tindak lanjut rutin, untuk memantau status pulpa dan untuk memberikan
perawatan endodontik sebelum sistem saluran akar mengalami kalsifikasi
yang berlebihan, akan bermanfaat bagi pasien dan klinisi.

Kadang-kadang, pasien lanjut usia dapat datang ke klinik gigi dengan


nekrosis pulpa atau gigi yang berubah warna dan tidak melaporkan
adanya riwayat trauma. Riwayat medis yang cermat sering
mengungkapkan riwayat anestesi umum dan intubasi yang dilakukan
beberapa tahun sebelumnya. Trauma gigi adalah komplikasi kedua yang
paling umum dari intubasi. Jenis trauma ini disebut trauma diam. Setelah
trauma diam, gigi sembuh dengan meletakkan dentin sekunder dengan
obliterasi saluran pulpa dan metamorfosis kalsifikasi, atau mengalami
nekrosis pulpa, bersama dengan resorpsi inflamasi dan/atau resorpsi
pengganti. Meskipun sistem saluran akar mungkin tampak terhapus pada
radiografi periapikal, secara histologis mungkin tidak sepenuhnya
terkalsifikasi dan dapat dirawat secara endodontik.
Pada fraktur mahkota dengan keterlibatan pulpa, perawatan saluran akar
mungkin merupakan perawatan pilihan, karena prognosis dari prosedur
pulp cap akan buruk, karena berkurangnya kapasitas pulpa untuk
penyembuhan. Dalam kasus fraktur mahkota-akar yang meluas ke
subgingiva, pasien lanjut usia mungkin tidak menyetujui perawatan
ekstensif seperti pemanjangan mahkota atau prosedur ekstrusi
bedahortodontik untuk membentuk ferrule. Dalam kasus fraktur akar,
perawatan mungkin termasuk reposisi segmen koronal dan stabilisasi
dengan splint fleksibel selama 12 minggu untuk membantu perbaikan
pulpa dan periodontal. Namun, pada fraktur akar yang berhubungan
dengan saluran sinus persisten atau defek periodontal, gigi perlu dicabut
karena prognosis yang buruk.

Reff : Glickman, G.N., Schweitzer, J.L., 2013, Endodontic Diagnosis, Endodontics


Colleagues for Excellence, AAE.,:1-6.

4.2 Invasive dan Non Invasive

a. Invasive

Kebanyakan pasien geriatri yang membutuhkan dan menuntut terapi


endodontik adalah rawat jalan dan tidak dilembagakan. Pasien yang
dilembagakan dan tidak rawat jalan memerlukan dokter yang terlatih
dalam lingkungan dan fasilitas yang dirancang untuk akses ke perawatan
kesehatan gigi. Akses tersebut merupakan keuntungan yang dibutuhkan
di sebagian besar institusi, tetapi alternatif untuk terapi saluran akar
mungkin merupakan satu-satunya layanan yang tersedia. Fasilitas
perawatan kesehatan yang diperluas sekarang diharuskan memiliki staf
klinisi sebelum sertifikasi Medicare dapat diperoleh. Bangunan kantor
gigi, termasuk desain interior dan pendekatan eksterior, harus dapat
mengakomodasi orang-orang dengan kebutuhan khusus.

Reff : Hargreaves. M Kenneth, Berman H. Louis. 2015. Cohen’s Pathways of the Pulp. 11st
edition.China : Elsevier. P 991

b. Non Invasive

 Perawatan Pencegahan
1) Menghilangkan Plak Mekanis

Metode menyikat yang disukai untuk kebanyakan orang tua adalah


menyikat sulcular dengan sikat gigi yang lembut (metode Bass). Orang
dengan resesi gingiva harus diinstruksikan untuk mengamati tindakan
pencegahan tertentu untuk menghindari resesi lebih lanjut atau abrasi
semen. Ini mungkin termasuk penggunaan sikat gigi ekstra lembut,
penggunaan tekanan ringan, modifikasi metode menyikat.

Retensi plak pada lansia diperburuk oleh adanya restorasi, kehilangan


gigi dan resesi gingiva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat
mempengaruhi akumulasi plak secara negatif. Selain itu, mereka sering
menghadapi kesulitan dalam menghilangkan plak secara mekanis karena
berkurangnya ketangkasan manual atau gangguan penglihatan atau
karena keterbatasan fisik yang terkait dengan kondisi seperti stroke,
penyakit Parkinson atau radang sendi yang parah.

Orang lanjut usia harus dibantu untuk mengembangkan kemampuan


menyikat gigi secara efektif dan menyeluruh. Mereka yang memiliki
ketangkasan manual yang berkurang dapat mengambil manfaat dari
penggunaan sikat gigi mekanis tradisional, sikat gigi elektrik putar, atau
sikat manual yang telah disesuaikan atau disesuaikan untuk setiap orang

2) Obat Kumur

Obat kumur terapeutik mengandung zat yang bermanfaat bagi permukaan


gigi atau lingkungan mulut. Obat kumur terapeutik mungkin
mengandung klorheksidin, natrium benzoat, sanguinaria, fluoride, atau
agen remineralisasi lainnya, yang dapat meningkatkan penyakit mulut
dan harus direkomendasikan kepada orang tua bila perlu.

Pembilasan remineralisasi dapat digunakan pada orang tua yang terus-


menerus mengalami lesi karies koronal atau akar baru sebagai akibat dari
xerostomia berat. Ini menggantikan kalsium dan fosfat yang hilang dari
email atau sementum. Ini paling efektif bila digunakan dengan fluoride
topikal.

3) Kontrol Plak untuk Lansia dengan Keterbatasan Fisik

• Perangkat listrik

Ini bisa menjadi bantuan yang tak ternilai bagi orang tua bila digunakan
dengan benar. Perangkat ini memiliki pegangan yang diperbesar, yang
dapat digenggam lebih mudah daripada pegangan sikat gigi manual
standar. Keuntungan utama diperoleh bahwa mereka digerakkan oleh
motor, sehingga membutuhkan sedikit atau tidak ada gerakan lengan atau
pergelangan tangan, dan kebutuhan untuk membuat gerakan yang
konsisten. Beberapa perangkat penghilang plak listrik dirancang
sedemikian rupa sehingga tindakan berhenti jika terlalu banyak tekanan
diterapkan. Namun, orang lanjut usia yang memiliki penyakit jantung
bawaan atau kondisi apa pun yang memengaruhi katup jantung harus
diwaspadai tentang bahaya berkembangnya endokarditis bakterial
subakut akibat trauma jaringan lunak yang disebabkan oleh penggunaan
perangkat listrik yang tidak tepat.

• Alat bantu adaptif

Jika cengkeraman orang lanjut usia melemah karena kondisi seperti


radang sendi, mereka mengalami kesulitan dalam menggenggam gagang
ramping sikat gigi konvensional, tempat benang gigi, atau alat bantu
perawatan di rumah lainnya. Untuk memungkinkan pasien melakukan
pembersihan plak yang efektif, pegangannya dapat diperbesar atau
dibentuk sehingga dapat digenggam dengan mudah dan nyaman.

4) Perawatan Gigi Tiruan

Orang lanjut usia yang memakai gigi tiruan penuh atau sebagian harus
diajarkan untuk membersihkan peralatan ini dengan cara yang efektif.
Perendaman gigi tiruan dalam pembersih adalah metode yang
direkomendasikan untuk menjamin keamanan terhadap kerusakan bahan
gigi tiruan. Pasien harus diinstruksikan untuk selalu menyikat dan
membilas gigi tiruan secara menyeluruh sebelum dan sesudah direndam
dalam larutan imersi.

5) Konseling dan Pendidikan

Konseling kedokteran gigi preventif untuk pasien geriatri mencakup


dikomponen:
• Pendidikan
• Motivasi

Edukasi pasien mencakup diskusi dengan pasien tentang penyebab


penyakit saat ini dan penyakit pastoral serta cara intervensi dan
pencegahan penyakit di masa depan. Pembahasan etiologi harus lengkap,
tetapi sesuai dengan tingkat pemahaman individu lansia.

6) Tell-Show-Do
• Beritahu atau jelaskan prosedurnya
• Tunjukkan atau peragakan prosedur
• Akhirnya, pembelajar dapat melakukan atau
mempraktekkan teknik tersebut sampai dia menguasai
keterampilan yang terlibat dalam melakukannya
secara efektif.

Reff : Razak, P Abdul et al. “Geriatric oral health: a review article.” Journal of international
oral health : JIOH vol. 6,6 (2014): 110-6.

4.3 Informed Consent

Proses mendapatkan persetujuan dari pasien sebelum memulai prosedur


endodontik invasif adalah kebutuhan yang sudah mapan baik dari sudut pandang
etika/profesional dan juga hukum. Seorang pasien yang memiliki informasi yang
baik lebih mungkin untuk memiliki harapan yang masuk akal untuk hasil dan
juga kemungkinan terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan yang diusulkan. Klinisi harus mengatasi harapan pasien yang sudah
terbentuk sebelumnya karena sering kali keluhan mungkin muncul ketika
harapan ini tidak terpenuhi.

Informed consent adalah proses berkelanjutan berdasarkan tiga prinsip berikut di


mana pasien harus:

• Diinformasikan – pasien diberikan semua informasi yang relevan


mengenai sifat dan tujuan prosedur beserta risiko dan manfaatnya
• Kompeten (memiliki kapasitas hukum) – pasien mampu memahami apa
yang diusulkan oleh pengobatan
• Bebas untuk memutuskan - pasien harus memberikan persetujuan secara
sukarela dan tidak tunduk pada paksaan atau pengaruh yang tidak
semestinya

Informed consent telah berkembang dari interpretasi berulang dari pengadilan


dan undang-undang di berbagai negara tentang hak pasien untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan mengenai jenis perawatan yang akan dia
jalani. Penyediaan informasi yang memadai dalam kaitannya dengan risiko yang
melekat terkait dengan pengobatan yang diusulkan harus disorot kepada pasien.
Jumlah informasi yang diberikan telah bergeser dari pandangan yang dipegang
sebelumnya (dan masih dipegang di negara-negara tertentu) untuk
memperingatkan pasien tentang semua risiko substansial yang dianggap tepat
oleh badan profesional yang bertanggung jawab dan relevan.
Hak atas informed consent tersebut dimiliki pula oleh pasien lansia. Pasien
lansia memiliki keterbatasan diantaranya penurunan, pendengaran, pemahaman,
pengelihatan, dan keterbatasan lain yang disebabkan oleh faktor degeneratif.
Sehingga dalam pelaksanaan informed consent pada pasien lansia membutuhkan
informasi yang lengkap dan komperehensif di setiap persetujuan yang diberikan.
Hal itu dimaksudkan agar terjamin perlindungan hak bagi pasien lansia.
Informed consent memiliki beberapa dasar hukum yang menjadi landasan dalam
pelaksanaannya antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, 209
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dari dasar
hukum informed consent tersebut dapat diketahui bahwa informed connsent
merupakan hak pasien dan wajib dilakukan dalam prosedur pelayanan kesehatan.

Penerima informasi secara langsung diterima oleh pasien lansia sendiri dan
keluarga. Berkaitan dengan kondisi pasien lansia yang memiliki beberapa 211
keterbatasan sehingga dalam penerimaan informasi selalu turut diberikan kepada
keluarga. Sebagai salah satu cara agar informasi yang diberikan kepada pasien
lansia dapat benar-benar diterima, dipahami, dan bertahan lama. Sehingga sesuai
dengan Pasal 1 angka 7, Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) Permenkes
Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Secara umum, endodontis perlu mengungkapkan informasi berikut dalam istilah


awam yang tepat yang dapat dimengerti oleh pasien tanpa menggunakan jargon
untuk memenuhi moral dan doktrin hukum dari informed consent:

• Diagnosis masalah yang ada


• Sifat pengobatan atau prosedur yang diusulkan
• Risiko bawaan yang terkait dengan perawatan atau prosedur yang
diusulkan
• Prognosis
• Pilihan pengobatan alternatif yang layak termasuk tidak melakukan apa-
apa atau ekstraksi dengan/ tanpa penggantian prostodontik (gigi tiruan,
implan jembatan dan osseointegrated)
• Prognosis dan risiko bawaan yang terkait dengan pilihan pengobatan
alternatif
• Perkiraan biaya yang terlibat.

Reff : Patel, Bobby. 2015. Endodontic Diagnosis, Pathology, and Treatment Planning.
Switzerland: Springer. Page 70-71
4.4 Rujukan

Tujuan dari surat rujukan adalah untuk membantu penerima dalam membuat
keputusan administratif mengenai penerimaan rujukan, prioritas dan
menghubungi pasien untuk janji yang sesuai. Rujukan ke spesialis endodontik
dapat dilakukan karena berbagai alasan termasuk masalah yang terkait dengan
diagnosis, perawatan atau prosedur perawatan ulang, yang mungkin berada di
luar jangkauan dokter gigi yang merujuk. Keputusan untuk merujuk ke layanan
spesialis endodontik harus didasarkan pada kemampuan klinisi individu
sebagaimana ditentukan oleh pelatihan dan pengalamannya. Kadang kadang
pasien mungkin dianggap sulit atau giginya mungkin kompleks yang
memerlukan perhatian spesialis. Penilaian pra-perawatan kasus yang cermat dan
keputusan untuk merujuk lebih awal adalah penting untuk menghindari keluhan
yang tidak perlu di kemudian hari.

Membuat rujukan perawatan adalah tugas dokter gigi yang merujuk untuk
memberikan informasi yang relevan kepada endodontis sehubungan dengan
kasus termasuk riwayat keluhan, investigasi dan intervensi yang dilakukan serta
riwayat medis, gigi dan sosial yang relevan yang mungkin relevan. Dokter gigi
harus memikul beberapa tanggung jawab dalam hal persetujuan mengenai
perawatan yang dimaksudkan yang dicari melalui rujukan. Kecelakaan atau
komplikasi pengobatan harus didiskusikan dengan hati-hati dengan pasien
sebelum dirujuk.

Demikian juga, adalah tugas endodontis untuk berkomunikasi dengan dokter gigi
yang merujuk dengan laporan konsultasi awal terperinci yang menyoroti temuan
klinis yang relevan, diagnosis, penilaian radiografi, opsi perawatan yang
dibahas, prognosis, rencana perawatan, dan risiko yang sesuai. Hal ini juga
berguna untuk mengkonfirmasi ulang dengan dokter gigi dan pasien setiap
usulan perawatan restoratif atau periodontal yang mungkin diperlukan dan
dinyatakan dengan jelas dalam dokumentasi yang dikirimkan. Salinan surat
rujukan mungkin sesuai untuk beberapa pasien yang memerlukan konfirmasi
tertulis dari pengobatan yang diusulkan dibahas.

Pada akhir perawatan, pasien sering dikirim kembali ke dokter gigi yang
merujuk untuk melakukan restorasi pascaendodontik yang diperlukan untuk
umur panjang gigi. Surat rinci yang menguraikan radiografi perawatan akhir,
temporisasi akhir dan rekomendasi untuk restorasi definitif harus dikirim
termasuk ketentuan untuk janji temu tinjauan di masa mendatang.
Kadangkadang seorang pasien dapat kembali untuk pemeriksaan dalam 6 bulan;
restorasi sementara mungkin telah memburuk dan tanda dan gejala penyakit
tetap ada. Kesulitan dalam situasi seperti itu adalah biaya perbaikan untuk
perawatan ulang atau lebih buruk lagi gigi patah yang tidak dapat diperbaiki.
Baik dokter gigi yang merujuk maupun ahli endodontik harus jelas dalam
kemampuan mereka untuk menginformasikan pasien tentang perawatan yang
diusulkan termasuk restorasi definitif akhir gigi.

Reff : Patel, Bobby. 2015. Endodontic Diagnosis, Pathology, and Treatment Planning.
Switzerland: Springer. Page 71

4.5 Perawatan Kasus

PERENCANAAN PENGOBATAN

Rencana perawatan yang akan dilakukan berdasarkan kasus kasus tersebut


adalan perawatan saluran akar.Setelah diagnosis banding, rencana perawatan
definitif ditentukan, biasanya dilakukannya perawatan saluran akar.. Semuanya
harus dipertimbangkan (restorabilitas, status periodontal, dan rencana perawatan
secara keseluruhan), dan ini akan menjadi waktu untuk mempertimbangkan
rujukan pasien ke ahli endodontik jika situasinya dianggap terlalu rumit.

a. Prosedur

Apapun perawatannya, prosedur umumnya lebih rumit secara teknis pada pasien
yang lebih tua. Rencana perawatan asli seringkali harus dimodifikasi selama
prosedur karena temuan yang tidak terduga. Misalnya, perawatan saluran akar
dapat dimulai hanya untuk menentukan bahwa saluran akar tidak dapat
ditemukan.Kemungkinan ini harus dijelaskan kepada pasien, sebaiknya sebelum
pengobatan dimulai.
b. Prognosa

Meskipun jaringan periradikular akan sembuh dengan mudah pada orang tua
seperti pada pasien muda,ada banyak faktor yang mengurangi tingkat
keberhasilan. Faktor-faktor yang sama yang memperumit pengobatan juga dapat
membahayakan keberhasilan akhir. Gigi yang direstorasi secara ekstensif lebih
rentan terhadap kebocoran koronal.
Setiap pasien harus memiliki penilaian prognosis sebelum dan sesudah
perawatan. Penilaian sebelum perawatan adalah hasil yang diantisipasi, dan
penilaian pasca perawatan untuk meninjau apa yang harus terjadi menurut
pengubah yang ditentukan selama perawatan. Banyak gigi yang rusak parah dan
akan menjadi masalah untuk dipertahankan.. Sebuah studi tentang hasil tidak
mengganti gigi yang hilang menunjukkan bahwa konsekuensinya umumnya
tidak signifikan. Jadi ketika ekstraksi dibahas sebagai pilihan, pasien diberitahu
bahwa "mengisi ruang" mungkin tidak diperlukan.

c. Jumlah Janji Temu


Apakah akan mengobati dalam satu kunjungan atau dalam beberapa kunjungan
selalu menjadi bahan perdebatan dan dugaan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa tidak ada keuntungan secara keseluruhan untuk beberapa janji temu yang
berkaitan dengan nyeri atau prognosis pasca perawatan. Namun, dengan nekrosis
pulpa, pengobatan dalam beberapa janji temu dan penggunaan kalsium
hidroksida sebagai medikamen intrakanal dapat mempercepat penyembuhan dan
mungkin meningkatkan hasil jangka panjang yang lebih baik.
Janji temu yang lebih lama mungkin tidak terlalu bermasalah daripada beberapa
janji temu yang lebih pendek jika pasien harus bergantung pada orang lain untuk
transportasi atau memerlukan bantuan untuk mencapai keklinik atau untuk
masuk dan keluar dari kursi.

Pasien lanjut usia mungkin memerlukan posisi khusus selama perawatan.


Mereka harus duduk dengan nyaman di kursi gigi yang dilengkapi dengan
sandaran kepala dan bantal yang dapat disesuaikan. karena Beberapa pasien
mungkin mengalami kesulitan berbaring dalam posisi terlentang yang ekstrim
karena kondisi seperti osteoarthritis atau masalah leher dan punggung. Pada
akhir prosedur endodontik, kembalikan pasien dari posisi terlentang secara
bertahap untuk menghindari hipotensi ortostatik. Blok gigitan harus digunakan
untuk menstabilkan rahang terutama pada pasien dengan kondisi yang
mempengaruhi tonisitas otot seperti penyakit Parkinson atau distonia. Lampu
mikroskop operasi dan operasi yang terang dapat dilindungi dari mata pasien
lanjut usia dengan menggunakan kacamata hitam. Juga, selimut mungkin
diperlukan jika suhu di ruang operasi terlalu rendah untuk pasien.

Sebelum memulangkan pasien, beri mereka waktu untuk pulih baik secara
mental maupun fisik. Instruksi lisan dan tertulis harus diberikan kepada pasien
dan individu yang mendampingi. Tekankan kembali pentingnya menjaga
kebersihan mulut yang baik dan janji temu yang teratur.

Reff : Torabinejad Mahmoud, ENDODONTICS: PRINCIPLES AND PRACTICE. ed 4.


Page: 411-412

4.6 Prosedur Perawatan

1. Anestesi

Anestesi harus diberikan dengan mempertimbangkan status vitalitas pulpa dan


posisi servikal dari rubber dam clamp. Pasien yang lebih tua seringkali kurang
cemas tentang perawatan gigi karena ambang batas dan kecepatan konduksi
saraf yang rendah, dan perluasan saraf yang terbatas ke dentin, juga tubulus
dentin lebih terkalsifikasi sehingga respons nyeri mungkin tidak ditemukan
sampai pulpa terbuka.

Pada pasien yang lebih tua, lebar ligamen periodontal berkurang yang membuat
penempatan jarum untuk injeksi intraigamen lebih sulit. Hanya sejumlah kecil
anestesi yang harus disimpan dan kedalaman anestesi harus diperiksa sebelum
mengulangi prosedur. Anestesi intrapulpal sulit dilakukan pada pasien yang
lebih tua karena volume ruang pulpa berkurang.

2. Isolasi

Rubber dam adalah metode isolasi terbaik. Jika gigi yang akan dirawat
mengalami mutilasi yang parah sehingga sulit untuk memasang klem rubber dam
maka alternatif cara isolasi harus dipertimbangkan yang dapat berupa isolasi gigi
multipel dengan ejektor saliva. Dokter gigi tidak boleh mencoba isolasi dan
preparasi akses pada gigi dengan integritas marginal yang meragukan dari
restorasinya.

3. Akses ke Canal Orifice

Salah satu bagian tersulit


dalam perawatan pasien yang
lebih tua adalah identifikasi
lubang kanal. Mendapatkan
akses ke saluran akar dan
membuat pasien tetap
membuka mulut untuk waktu
yang lebih lama adalah
masalah nyata pada pasien
yang lebih tua.
Radiografi/RVG harus
digunakan untuk menentukan
posisi saluran akar, kelengkungan akar, inklinasi aksial akar dan mahkota serta
keterlibatan karies dan luas lesi periapikal.
Jika ada restorasi pada gigi di jalur akses, pasien harus dijelaskan tentang hal itu
dan perlunya pencabutan restorasi. Jika akses preparasi terganggu, struktur atau
restorasi koronal gigi perlu dikorbankan. Mikroskop endodontik dapat lebih
membantu dalam mengidentifikasi dan merawat saluran geriatri yang sempit.

4. Persiapan Biomekanik

Kanal yang terkalsifikasi pada pasien geriatri lebih sulit ditemukan dan
ditembus. Instrumen yang digunakan untuk penetrasi awal adalah DG 16
explorer, ini tidak akan mengenai dentin padat tetapi akan menahan dislodgment
di kanal. Penggunaan bros untuk ekstirpasi jaringan pulpa biasanya dihindari
pada pasien yang lebih tua, karena sangat sedikit saluran akar yang lebih tua gigi
memiliki diameter yang memadai untuk memungkinkan penggunaan bros yang
aman dan efektif.

Pembakaran saluran akar dilakukan dengan menggunakan instrumen tanpa sudut


rake dalam teknik crown down. Ini membantu mengurangi pengikatan instrumen
dan menyediakan ruang untuk larutan irigasi di saluran sklerotik yang sempit.
Sulit untuk menemukan penyempitan apikal pada pasien ini karena sensitivitas
periapikal berkurang pada pasien yang lebih tua, berkurangnya rasa taktil dari
dokter dan terbatasnya penggunaan apex locator pada gigi yang direstorasi berat.

5. Obturasi

Untuk pasien yang lebih tua, klinisi yang bijaksana memilih teknik pengisian
gutta-percha yang tidak memerlukan taper akar tengah yang besar dan tidak
menimbulkan tekanan di area ini, yang dapat mengakibatkan fraktur akar.
Segel koronal memainkan peran penting dalam menjaga lingkungan yang sehat
secara apikal, dan memiliki dampak yang signifikan pada kesuksesan jangka
panjang. Bahkan gigi yang ditambal akarnya tidak boleh memiliki saluran akar
yang terpapar ke lingkungan mulut. Prosedur restorasi permanen harus
dijadwalkan sesegera mungkin, dan bahan restorasi antara harus dipilih dan
ditempatkan dengan benar untuk mempertahankan segel sampai saat itu. Kapan
retensi mekanis tidak dipastikan dengan preparasi, semen ionomer kaca
direkomendasikan.

Reff : Garg, Nisha dan Garg, Amit. 2014. Textbook Of Endodontics. Jaypee Brothers : New
Delhi. Hal 559-560

Anda mungkin juga menyukai