Laporan Praktikum - K5 Biokimia - Pemeriksaan SGOT SGPT Dan Enzim Amilase Jagung Manis
Laporan Praktikum - K5 Biokimia - Pemeriksaan SGOT SGPT Dan Enzim Amilase Jagung Manis
BIOKIMIA GIZI
“PEMERIKSAAN KADAR SGOT/SGPT DAN ISOLASI-PURIFIKASI ENZIM ɑ-
AMILASE JAGUNG MANIS”
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh
meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi sel. Sel
hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, oleh karena itu sampai
batas tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan.
Gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan akan berakibat
fatal.Beberapa penyebab kerusakan hepar diantaranya adalah virus, obat-obatan
seperti parasetamol dosis toksik, bahan kimia seperti CCl4 dan kloroform serta
alcohol.
Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian
kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari
semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai
komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat
vatal. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu
serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon
steroid seperti estrogen.
Tes fungsi hati atau lebih dikenal dengan liver panel atau liver function test adalah
sekelompok tes darah yang mengukur enzim atau protein tertentu di dalam darah
anda. Tes fungsi hati umumnya digunakan untuk membantu mendeteksi, menilai dan
memantau penyakit atau kerusakan hati. Biasanya jika untuk memantau kondisi hati,
tes ini dilakukan secara berkala. Atau dilakukan juga ketika Anda memiliki risiko
perlukaan hati, ketika Anda memiliki penyakit hati, atau muncul gejala-gejala tertentu
seperti Jaundice (ikterus). Amino transferase adalah sekelompok enzim yang bekerja
sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino dari suatu asam alfa amino
kepada suatu asam alfa keto Transaminase termasuk enzim plasma non fungsional
dengan tidak melakukan fungsi fisiologik di dalam darah. Dua macam enzim
aminotransferase yang sering digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati
adalah Aspartat Aminotransferase (AST) yang disebut SGOT (Serum Glutamic
Oxaloasetic Transaminase) dan Alanin Aminotransferase (ALT) yang juga disebut
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase).
AST/SGOT adalah enzim yang sebagian besar terdapat dalam otot jantung dan
hat, sebagian lagi ditemukan dalam otot rangka, ginjal dan pancreas. Pelepasan enzim
yang tinggi dalam serum menunjukkan adanya kerusakan terutama pada jaringan
3
jantung dan hati. ALT/SGPT adalah suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-
sel hepar, efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Karena faal hati dalam
tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal hati pun beraneka ragam sesuai dengan
apa yang hendak dinilai. Dan ketika sel-sel atau jaringan hati mengalami kerusakan
dapat dilakukan pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase). Kedua enzim ini terdapat dalam sel-
sel hati, otot jantung, ginjal, otot rangka dan otak.
B. Tujuan Praktikum
Adapun dari tujuan praktikum ini adalah mengidentifikasi isolasi dan purifikasi
dari enzim amilase pada jagung, serta enzim alanine aminotransferase (ALAT/ALT)
SGPT dan enzim Aspartate Aminotransferase ( ASAT/AST) SGOT pada darah.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Enzim
1. Pengertian Enzim
Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai
biokatalisator dalam proses biokimia, baik yang terjadi di dalam sel maupun di
luar sel (Poedjadi, 1994). Kata enzim berasal dari bahasa Yunani “enzyme” yang
berarti “di dalam sel”. Willy Kuchne (1876) mendefinisikan enzim sebagai fermen
(ragi) yang bentuknya tidak tertentu dan tidak teratur, yang dapat bekerja tanpa
adanya mikroba dan dapat bekerja di luar mikroba. Definisi tersebut berubah
setelah dilakukan penelitian lanjutan oleh Buchner pada tahun 1897. Enzim dapat
diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Enzim
juga dapat diisolasi dalam bentuk murni (Winarno, 1986).
Enzim merupakan katalisator pilihan yang diharapkan dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan dan pemborosan energi karena reaksinya tidak
membutuhkan energi, bersifat spesifik dan tidak beracun. Enzim telah
dimanfaatkan secara luas pada berbagai industri produk pertanian, kimia dan
industri obat-obatan. Tiga sifat utama dari biokatalisator adalah menaikkan
kecepatan reaksi, mempunyai kekhususan dalam reaksi dan produk serta kontrol
kinetik (Akhdiya, 2003).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Semua enzim yang
diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein dan aktivitas katalitiknya
bergantung pada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim, seperti protein lain,
memiliki berat molekul yang berkisar kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta.
Oleh karena itu, enzim berukuran sangat besar dibandingkan substrat atau gugus
fungsional targetnya (Lehninger, 1998)
2. Fungsi Enzim
Enzim memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan
maupun proses metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh. Fungsi enzim adalah
mengurangi energi aktivasi, yaitu energi yang diperlukan untuk mencapai status
transisi (suatu bentuk dengan tingkat energi tertinggi) dalam suatu reaksi kimiawi.
Suatu reaksi yang di katalisis oleh enzim mempunyai energi aktivasi yang lebih
rendah, dengan demikian membutuhkan lebih sedikit energi untuk berlangsungnya
reaksi tersebut. Enzim mempercepat reaksi kimiawi secara spesifik tanpa
5
pembentukan hasil samping dan bekerja pada larutan dengan keadaan suhu dan pH
tertentu. Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu dan pH (Pelczar dan Chan, 2005).
Fungsi utama dari enzim tersebut adalah melangsungkan perubahan-
perubahan pada nutrien di sekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut
masuk ke dalam sel. Sedangkan enzim intraseluler memiliki peran dalam
mensintesis bahan seluler dan menguraikan nutrien untuk menyediakan energi
yang dibutuhkan oleh sel (Wirahadikusumah, 1989).
3. Sifat-Sifat Enzim
Enzim mempunyai kekhususan aktivitas, yaitu peranannya sebagai katalis
hanya terhadap satu reaksi atau beberapa reaksi yang sejenis saja. Jadi dapat
melibatkan beberapa jenis substrat (Winarno, 1986). Sifat spesifik (spesifisitas
enzim) didefinisikan sebagai kemampuan suatu enzim untuk mendiskriminasikan
substratnya berdasarkan perbedaan afinitas substrat-substrat untuk mencapai sisi
aktif enzim (August, 2000). Sifat spesifinitas ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan
reaksi atau jenis produk yang diharapkan. Sifat ini sangat menguntungkan karena
tidak akan dijumpai reaksi-reaksi samping, sehingga lebih ramah lingkungan.
4. Klasifikasi Enzim
Berdasarkan cara menghasilkannya, enzim dibagi menjadi dua, yaitu enzim
ekstraseluler dan enzim intraseluler. Enzim ekstraseluler dapat diperoleh dalam
keadaan murni pada biakan cair dengan cara pemisahan dan pemurnian yang tidak
begitu rumit (Smith, 1990).
Berdasarkan biosintesisnya, enzim dibedakan menjadi enzim konstitutif
dan enzim induktif. Enzim konstitutif adalah enzim yang selalu tersedia di dalam
sel mikroba dalam jumlah yang relatif konstan, sedangkan enzim induktif adalah
enzim yang ada dalam jumlah sel yang tidak tetap, tergantung pada adanya
induser. Enzim induktif ini jumlahnya akan bertambah sampai beberapa ribu kali
bahkan lebih apabila dalam medium mengandung substrat yang menginduksi,
terutama bila substrat penginduksi merupakan satu-satunya sumber karbon (Lidya
dan Djenar, 2000).
Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan dalam 2 golongan,
yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim intraseluler,
dihasilkan di dalam sel yaitu pada bagian membran sitoplasma dan melakukan
6
metabolisme di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler) merupakan enzim
yang dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel sehingga terdapat
bebas dalam media yang mengelilingi sel dan bereaksi memecah bahan organik
tanpa tergantung pada sel yang melepaskannya (Soedigdo, 1988).
Penggolongan enzim secara internasional telah dilakukan secara sistematis.
Sistem ini menempatkan semua enzim ke dalam enam kelas utama, masingmasing
dengan sub kelas, berdasarkan atas jenis reaksi yang dikatalisa
5. Mekanisme Kerja
Saat berlangsungnya reaksi enzimatik terjadi ikatan sementara antara
enzim dengan substrat (reaktan). Ikatan sementara ini bersifat labil dan hanya
untuk waktu yang singkat saja. Selanjutnya ikatan enzim-substrat akan pecah
menjadi enzim dan hasil akhir. Enzim yang terlepas kembali setelah reaksi dapat
berfungsi lagi sebagai biokatalisator untuk reaksi yang sama. Enzim bekerja
dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan
Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory).
7
Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan
enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif
(active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat
berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai
gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat.
9
Beberapa enzim dapat terdenaturasi pada temperatur pembekuan. Proses
pembekuan yang tiba-tiba dapat menimbulkan hilangnya aktivitas enzim yang
sedang diekstraksi, karena proses ini dapat mengakibatkan perubahan struktur
enzim.
Pada pembekuan terjadi larutan dengan viskositas tinggi yang dapat
menghalangi difusi enzim substrat, akibatnya dapat membatasi aktivitas enzim.
Beberapa enzim dapat rusak apabila dibiarkan pada temperatur rendah bukan
beku (chilling). Keadaan tersebut dikenal dengan nama denaturasi dingin. Hal
ini dialami oleh beberapa enzim, misalnya laktosa dehidrogenase (LDH),
katalase dan glutamat dehidrogenase.
c. Keasaman (pH)
Umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai
konstanta disosiasi pada gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal
karboksil dan gugus terminal aminonya.
Perubahan aktivitas enzim akibat perubahan terjadinya perubahan ionisasi
enzim, substrat atau kompleks enzim substrat, serta perubahan kemampuan
peningkatan dan pengaruh laju reaksi. Pada umumnya enzim menunjukkan
aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang
umumnya antara pH 4,5-8,0 (Winarno, 1986)
Berdasarkan gambar diatas : (a) kurva aktivitas menyajikan secara umum nilai
pH optimum yang mempunyai bentuk lonceng, (b) nilai pH optimum
tergantung pada enzim dan ketergantungan ini dapat lebih atau kurang tajam,
10
(c) untuk beberapa enzim,aktivitasnya tidak bergantung pada nilai suatu pH
tertentu.
pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi
rendah pada pH rendah maupun tinggi, karena terjadi denaturasi protein enzim.
Enzim mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-).
Aktivitas enzim akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua
muatan. Pada keadaan asam cenderung bermuatan positif, dan pada keadaan
basa cenderung bermuatan negatif, sehingga aktivitas enzim menjadi
berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif. pH optimum untuk masing-masing
enzim tidak selalu sama (Orten and Neuhaus, 1970).
d. Penghambat Enzim (Inhibitor)
Inhibitor enzim adalah zat atau senyawa yang dapat menghambat enzim.
Ada beberapa cara penghambatan enzim, seperti penghambat secara bersaing
(kompetitif), penghambat tidak bersaing (non- kompetitif), penghambat umpan
balik (feed back inhibitor), dan penghambat alosterik (Wolfe, 1993)
e. Kadar Air dan Aw (Water Acticity)
Kadar air dari bahan sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Kadar air
bebas yang rendah menghambat difusi enzim atau substrat, akibatnya hidrolisis
hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung berhubungan dengan enzim.
Misalnya pada kadar air 20% atau kira-kira bahan mengandung 4% air bebas,
amilase hanya menghasilkan produk hidrolisis glukosa dan maltose. Pada
kadar air yang lebih tinggi, selain glukosa dan maltose terbentuk juga dekstrin.
Dalam sistem reaksi enzim, kadar air mutlak bukan merupakan faktor yang
penting, tetapi aktivitas enzim lebih banyak dipengaruhi oleh water activity
(Aw) bahan, dan dapat juga dipengaruhi kelembaban udara disekitarnya. Pada
Aw rendah hanya sebagian kecil substrat terlarut dalam air bebas. Setelah
substrat tersebut habis dihidrolisis, maka reaksinya terhenti. Dengan
meningkatkan kelembaban udara, jumlah air bebas akan meningkat dan dapat
melarutkan substrat sehingga reaksi dimulai kembali.
f. Kadar Garam
Kadar elektrolit yang tinggi umumnya mempengaruhi kelarutan protein.
Karena itu garam sering digunakan untuk melarutkan beberapa jenis protein.
Peristiwa tersebut sering disebut dengan istilah salting in. Sebaliknya beberapa
jenis larutan garam lain dapat digunakan untuk membuat protein atau enzim
11
menjadi tidak larut. Proses ini disebut dengan istilah salting out, yang dapat
dimanfaatkan untuk mengisolasi enzim.
Garam ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan isolasi
enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak mengganggu
bentuk dan fungsi enzim.
g. Waktu Inkubasi
Waktu yang diperlukan oleh enzim untuk bereaksi secara optimum dengan
produk tidaklah seragam, ada beberapa yang membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk bereaksi (Orten and Neuhaus, 1970).
B. Kadar SGOT/SGPT
SGPT dan SGOT merupakan enzim yang keberadaan dan kadarnya dalam darah
dijadikan penanda terjadinya gangguan fungsi hati. Enzim tersebut normalnya berada
pada sel-sel hati. Kerusakan pada hati akan menyebabkan enzim-enzim hati tersebut
lepas ke dalam aliran darah sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan
menandakan adanya gangguan fungsi hati
1. SGOT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan
AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijum pai dalam otot
jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijum pai pada otot rangka,
ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi
cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkula si.
Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai
puncaknya 24- 48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali
setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya
dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase),
LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali
lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau spektrofotometer,
atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk
SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.
2. SGPT
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan ALT
(Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati
12
serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah
yang kecil dijum pai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya
nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim
hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk
SGPT/ALT adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.
a. Kondisi yang Meningkatkan Kadar SGPT
Menurut (Sacher, 2004), kondisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Peningkatan SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia)
2) Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,
sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye dan infark miokard
(SGOT>SGPT)
3) Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec dan sirosis biliaris
Menurut Riswnato (2009) kodisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai n ormal) : kerusakan hepatoseluler akut,
infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis
infeksiosa.
2) Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi saluran empedu,
aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau
primer), distrophia muscularis.
3) Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark
paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Kadar SGPT
1) Faktor Pra Analitik
Tahap pra analitik adalah tahap persiapan awal, tahap ini sangat
menentukan kualitas sampel yang nantinya akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan yang termasuk tahap pra analitik yaitu :
a) Pemahaman intruksi dan pengisian formulir;
13
b) Persiapan pasien sebelum uji laboratorium yaitu puasa 8-10 jam hanya
bisa minum air putih dan tidak beraktifitas berat, dapat meningkatkan
kadar SGPT;
c) Pengambilan sampel plasma dan serum harus dilakukan secara tepat,
volume yang sesuai, gunakan alat dan bahan yang benar berkualitas
baik;
d) Komposisi antikoagulan yang tidak sesuai;
e) Hemolisis spesimen darah dapat mempengaruhi temuan laboratorium;
f) Injeksi per IM dapat meningkatkan kadar ALT serum;
g) Obat tertentu yang meningkatkan kadar ALT serum dapat
mempengaruhi temuan pengujian;
h) Komsumsi alkohol; dan
i) Salisilat yang dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif
yang keliru.
2) Faktor Analitik
Tahap analitik adalah tahapan pengerjaan pengujian sampel
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan, yang termasuk faktor analitik yaitu :
Kalibrasi alat laboratorium, pemeriksaan sampel, kualitas reagen, ketelitian
dan ketepatan
3) Faktor Pasca Analitik
Pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan
untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar-benar
valid, yang termasuk faktor pasca analitik yaitu : Pencatatan hasil
pemeriksaan, interpretasi hasil dan pelaporan hasil pemeriksaan
14
Kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak atau
kelelahan yang diakibatkan karena olahraga juga akan mempengaruhi kadar
SGOT/SGPT
c. Konsumsi obat-obatan
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar
SGOT/SGPT.
Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat bius.
Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC.
Metildopa, merupakan jenis obat anti hipertensid.
Fenitoin dan Asam Valproat, merupakan jenis obat yang biasa digunakan
sebagai obat anti epilepsi atau ayan.
Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep
dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis obat
yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika
berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah
bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas adapula
jenis obat lainnya yang dapat merusak fungsi hati, seperti alfatoksin, arsen,
karbon tetraklorida, tembaga dan vinil klorida
b. Pengertian Serum
16
Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum merupakan fraksi cair
dari seluruh darah yang dikumpulkan setelah darah dibiarkan membeku,
bekuan dihilangkan dengan sentrifuge dan supernatan yang dihasilkan. serum
normal mengandung faktor XII, XI, X, IX, dan VII sedangkan serum tidak
normal mengandung fibrinogen, protombin, faktor VIII, faktor V, dan faktor
XIII (Sacher,2012).
Serum pada dasarnya mempunyai komposisi yang sama dengan plasma,
namun kandungan fibrinogen dan faktor pembekuan II, V dan VII-nya telah
hilang. Pada proses pembekuan darah fibrinogen diubah menjadi fibrin maka
serum tidak mengandung fibrinogen lagi tetapi zat-zat lainnya masih tetap
terdapat di dalamnya. Fibrinogen adalah protein dalam plasma darah yang
berubah menjadi fibrin sehingga menimbulkan pembekuan darah. Serum pada
hakikatnya mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali fibrinogen
dan faktor pembekuan II, V, VIII, XIII yang sudah tidak ada (Widmann,
1995).
Penggunaan serum dalam kimia klinik lebih luas dibandingkan
penggunaan plasma. Hal ini disebabkan serum tanpa menggunakan
antikoagulan sehingga komponen-komponen yang terkandung di dalam serum
tidak terganggu aktifitas dan reaksinya. Kandungan yang ada pada serum
adalah antigen, antibodi, hormon dan 6-8% protein yang membentuk darah.
Serum mengandung serotonin yang lebih tinggi dibandingkan plasma karena
terjadi pemecahan trombosit selama proses penggumpalan.
Dari tabel di atas tampak bahwa sel-sel yang terpisah dalam proses
pembuatan plasma atau serum berada dalam keadaan berbeda. Perbedaan itu
17
terjadi karena cara pemisahan cairan yang berbeda. Serum dipisahkan dengan
cara membiarkan darah beberapa lama dalam tabung kemudian darah tersebut
akan membeku dan selanjutnya akan mengalami penggumpalan akibat
terperasnya cairan dari dalam bekuan. Darah biasanya sudah membeku dalam
jangka waktu 10 menit dan pembekuan sempurna terjadi dalam waktu 24 jam
(Depkes RI).
Menurut Sadikin (2001) Dalam pembuatan serum, sel-sel darah
menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan
kontraktif dari jaring serat-serat fibrin. sebaliknya, dalam penyiapan plasma
selsel darah terendapkan dengan jelas didasar tabung seperti pengendapan
suspensi partikel lain. Bahkan dengan jelas sekali pengendapan sel-sel darah
pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel berdasarkan
masa jenis menjadi 2 bagian. Sel-sel darah dengan cara ini akan terpisah
menjadi lapisan eritrosit atau sel darah merah yang merupakan lapisan yang
tebal yang dapat mencapai hampir separuh volume darah. Selain itu, ada pula
lapisan yang tipis dan putih diatas lapisan eritrosit yang terdiri atas sel-sel
leukosit dan sejumlah trombosit atau keping darah (Platelete). Secara garis
besar, plasma atau serum terdiri atas air pelarut dan berbagai bahan terlarut
yang ada di dalamnya.
Menurut Sacher (2004) Perbandingan antara plasma dan serum yaitu
plasma adalah bagian cair dari darah. Diluar sistem vaskuler, darah dapat tetap
cair dengan mengeluarkan fibrinogen atau menambahkan antikougulan yang
sebagian besar mencegah kougulasi dengan mengelasi atau menyingkirkan
ionion kalsium, sitrat, oksalat, dan EDTA (Etylene Diamene Tetra Acetat)
adalah antikoagulan dari golongan kelasi. Plasma yang baru diambil
mengandung semua protein yang terdapat di dalam darah yang bersirkulasi.
Sedangkan serum adalah cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau
membeku. Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat.
Serum normal tidak mangandung fibrinogen dan beberapa faktor koagulasi
lainnya
d. Antikoagulan
Antikoagulan adalah suatu zat yang digunakan untuk mencegah
pembekuan darah, agar darah yang akan diperiksa tidak sampai membeku
(Gandasoebrata, 2007).
18
Antikoagulan yang sering digunakan digunakan dalam pemeriksaan
laboratorium antara lain :
a. EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic Acid)
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau
potassium (kalium). Antikoagulan ini mencegah koagulasi dengan cara
mengikat kalsium. EDTA digunakan untuk mencegah pembekuan darah,
bekerja dengan cara mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk
bukan ion. Mekanisme mencegah penggumpalan darah EDTA yaitu
dengan mengikat kalsium atau menghambat trombin yang diperlukan
untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan.
Pembekuan darah (koagulasi) melibatkan pembuluh darah, agregasi
trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan
maupun yang melarutkan bekuan, pembentukan jaring fibrin yang terikat
dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatis. Pelarutan
persial atau total agregat hemostatis atau trombos oleh plasmin di dalam
darah yang tidak rusak mengandung heparin (Wirawan, 2009)
EDTA terdiri dari 3 macam yaitu dinatrium EDTA (NA2EDTA),
dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA).
EDTA yang digunakan tergantung dari jenis garamnya, namun garam
kalium (K) lebih sering digunakan dibanding garam natrium (Na) karena
lebih mudah didapat dan mudah larut.
b. Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisakarida yang bekerja
dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari protrombin sehingga
menghentikan pembentukan fibrin dan fibrinogen sehingga cara kerjanya
berdaya seperti antitrombin dan antitromboplastin. Heparin ada 3 macam
yaitu: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Lithium
heparin paling sering digunakan karena tidak mengganggu analisa
beberapa macam ion elektrolit dalam darah, dalam bentuk vacutainer tutup
tabung warna hijau. Heparin dapat menetralisir beberapa trombin yang
terbentuk (Wirawan, 2009).
C. Enzim Amilase
1. Pengertian Enzim Amilase
19
Amilase merupakan enzim pemecah pati, glikogen dan polisakarida lain
dengan cara menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4 atau ikatan glikosidik α-1,6.
Amilase dibagi menjadi empat golongan, yaitu: α-amilase, β-amilase,
glukoamilase dan enzim pemutus cabang. Berdasarkan produk akhir hidrolisisnya,
enzim amilase dibagi menjadi α-amilase sakarifikasi dan amilase likuifikasi.
Golongan pertama memberikan produk akhir gula bebas sedangkan golongan
kedua adalah enzim yang memecah pati tetapi tidak menghasilkan gula bebas,
kedua golongan amilase ini dibedakan secara eksperimen (Crueger, 1984).
Enzim α-amilase (α-1,4 glukan-glukanhidrolase), termasuk enzim pemecah
dari dalam molekul, bekerja menghidrolisis dengan cepat ikatan α-1,4 glukosida
pada pati. Berat molekul α-amilase ± 50 kDa (Suhartono, 1989).
Enzim ini banyak digunakan pada industri sirup, sari buah, dan selai.
Enzim α-amilase mengandung paling sedikit 1 atom kalsium permolekul dan
melekat dengan erat pada molekul enzim. Adanya kalsium tersebut menyebabkan
enzim ini disebut “calcium metal coenzyme” (Judoamidjojo dkk., 1989). Ion
kalsium ini penting untuk stabilitas dan aktivitas enzim. Afinitas ion kalsium pada
α-amilase lebih kuat dari kation- kation lain. Masih belum jelas apakah ion
kalsium dapat diganti oleh kation- kation lain (Vihinen and Mantsala, 1989).
20
Mekanisme kerja enzim α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap
pertama degadasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara
acak. Degadasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas
dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil
akhir dan tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul
amilosa. Pada molekul amilopektin kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa,
maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat
atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno, 2010).
Struktur kompleks pati dan Iodine. (Ophardt, Charles E. 2003. Elmhurst College;
Virtual Chembook).
21
terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit
terdifusi ke dalam larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1995).
β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase), memutus dari luar molekul dan
menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung nonpereduksi pada rantai polisakarida.
Bila tiba pada ikatan α-1,6 glikosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau
glikogen, aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4
dengan menginversi konfigurasi posisi atom C (1) atau atom C nomor 1 molekul
glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase memiliki pH optimum antara 5-6
(Judoamidjojo dkk., 1989).
D. Jagung
Jagung adalah tanaman semusim yang pada saat pertumbuhan awal
(berkecambah) dapat menghasilan enzim amilase yang cukup banyak. Pertumbuhan
tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses perkecambahan. Dalam
partumbuhannya memerlukan energi, dan energi tersebut berasal dari perombakan
bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lemak dan protein. Enzim yang digunakan
untuk merombak protein adalah enzim protease, perombak lemak adalah enzim lipase
dan pati memerlukan enzim amilase. Enzim-enzim tersebut secara bersamaan
dihasilkan tumbuhan selama proses perkecambahan (Bahri et al, 2012). Suarni dan
22
Patong (2007) menambahkan waktu permulaan perkecambahan yaitu setelah 6 jam
Giberellic Acid (GA) membentuk enzim α-amilase. Kemudian enzim tersebut dalam
12-18 jam perkecambahan (hari pertama) mencerna amilosa dan amilopektin pada
pati kecambah.
Jagung, Zea mays L. merupakan tanaman berumah satu Monoecious di mana letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan
dan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian
didistribusikan, memiliki sel-sel seludang pembuluh yang mengandung khlorofil. Di
dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartat yang menghasilkan CO 2 yang
kemudian memasuki siklus Calvin membentuk pati dan sukrosa. Ditinjau dari segi
kondisi lingkungan, tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti
intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan
rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi, serta kesuburan tanah yang
relatif rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4 antara
lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat
rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air.
Jagung mempunyai 10 kromosom di dalam sel-sel reproduktif (haploid), 20
khromosom di dalam sel-sel somatik (diploid) dan 30 khromosom di dalam sel-sel
endosperm (triploid). Secara umum semua tipe tanaman jagung mempunyai 10 pasang
khromosom
23
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, sebagai berikut :
Pemeriksaan SGPT/SGOT
1. Darah/plasma ETDA
2. Tabung reaksi
3. Vortex
4. Mikropipet 100 ul, 1000 ul
5. Tip kuning dan biru
6. Kuvet
7. Spektrofotometer
8. Waterbath
24
Isolasi dan Purifikasi Enzim
1. Tabung Reaksi
2. Sentrifuge
3. Pipet Tetes
4. Kain
5. Gelas ukur
6. Gelas beker
7. Penangas Es
8. Lemari Es
9. Blender
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini, sebagai berikut :
Pemeriksaan SGPT/SGOT
1. Serum
2. Reagen
3. Buffer fosfat
4. Amilum
5. Larutaniodine
6. Aquades
7. Jagungmanis
8. Ammonium sulfat
C. Metodologi
1. Pemeriksaan SGPT/SGOT
1) Siapkanalatdanbahan
2) Ambil sampling sebanyak 5 cc
25
3) Sentrifugeselama 15 menit 3000 rpm
4) Ambil serum darahlalumasukanketabungreaksi
5) Buatlah sampel pemeriksaan SGOT Serum 100 µL danReagen 1,1000 µL
6) Buatlah sampel pemeriksaan SGPT Serum 100 µL danReagen 1,1000 µL
7) Buatlah blanko pemeriksaan SGOT dan SGPT dengancara yang sama, namun
gantilah serum 100µL denganaqudes 100µL.
8) Homogenkan semua larutan (sampel dan blanko) secara terpisah dengan
menggunakan vortex
9) Inkubasikan Sample danBlanko di suhu 37 Derajatselama 5 menit.
10) Campurkan reagen 2 250 ul danhomogenkan
11) Kemudian tuang ke cuvet, nyalakan stopwatch.
12) Masukan cuvet ke dalam spektrofotometer. Kemudian catat absorbansi pada
menit 1,2,3,4
*Pada blanko, hanya perlu mencatat absorbansi menit pertama.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. SGOT
Blanko 1.254 ( A 1−A 2 )+ ( A 2− A 3 ) +( A 3− A 4 )
Δ Absorbansi/menit = x 2143
3
A1 1.926 =
27
2. SGPT
Blanko 1.090 ( A 1−A 2 )+ ( A 2− A 3 ) +( A 3− A 4 )
Δ Absorbansi/menit = x 2143
3
A1 1.466 =
3. Enzim Amilase
No Perlakuan Hasil
1 Isolasi enzim α-amilase Diperoleh ekstrak kasar yang berwarna
Jagung manis diblender dan disaring kuning dan setelah disenterifuge terjadi
Penyaringan dengan kain pengendapan amilum pada dasar tabung
Filtrat disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 5 menit
Ekstrak kasar diperhatikan hasilnya
setelah disentrifuge
28
2 Pemurnian awal enzim α-amilase Diperoleh ekstrak yang berupa larutan
Ekstrak kasar 50 ml + ammonium berwarna kuning kental, lebih kental
sulfat daripada ekstrak kasarnya.
Pengadukan menggunakan magnetik
stirer Setelah penambahan iodine warna larutan
Pendinginan menjadi :
B. Pembahasan
1. Aisyah Nur Hasanah
a. Pemeriksaan SGPT/SGOT
Pada praktikum ini subjek berjenis kelamin laki-laki dan darah yang
diambil sebanyak 5 cc. Pengambilan darah melalui pembuluh vena pada
lengan. Caranya yaitu dengan membersihkan tempat yang akan diambil
darahnya dengan kapas alkohol, dibiarkan kering kemudian dipasang torniquit
pada lengan atas dan tangan dikepal.pembendungan sebaiknya jangan terlalu
erat, kemudian kulit ditusuk dengan jarum sampai masuk kedalam lumen vena.
Selanjutnya penghisap ditarik perlahan-lahan sampai jumlah darah yang
dinginkan, pembendungan dilepaskan dan kapas diletakkan diatas jarum
kemudian dicabut. Bekas tusukan ditekan dengan kapas.
Kemudian sampel darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
disentrifugasi. Lalu, ambil serum sebanyak 100 µL menggunakan mikropipet
dan pindahkan ke tabung bersih. Setelah itu tambahkan reagen 1 (ASAT
[GOT] FS [IFCC mod]) sebanyak 1000 µL ke dalam serum. Selanjutnya,
buatlah blanko pemeriksaan SGOT dan SGPT dengan cara yang sama, namun
serum 100 µL diganti dengan aqua dest. 100 µL. Kemudian homogenkan
larutan sampel dan blanko secara terpisah menggunakan vortex. Lalu, inkubasi
sampel dan blanko pada suhu 37°C selama 5 menit. Setelah diinkubasi,
tambahkan reagen 2 sebanyak 250 µL masing-masing ke dalam sampel dan
blanko. Campur dan homogenkan, lalu tuang ke dalam kuvet dan nyalakan
stopwatch. Kemudian, masukkan kuvet ke dalam spektrofotometer dan catat
29
absorbansinya pada menit 1, 2 dan 3 (blanko hanya menit pertama). Setelah
dicatat, lakukan perhitungan
SGPT
Pemeriksaan Nilai Absorbansi
Blanko 1.090
A1 1.466
A2 1.460
A3 1.455
A4 1.451
Perhitungan :
Δ Absorbansi/menit = ((A1-A2)+(A2-A3)+(A3-A4))/3 x 2143
= ((1.466-1.460)+(1.460-1.455)+(1.455-1.451))/3 x 2143
= ((0.006)+(0.005)+(0.004))/3 x 2143
= 0,005 x 2143
= 10,715 U/L
SGOT
Pemeriksaan Nilai Absorbansi
Blanko 1.254
A1 1.926
A2 1.908
A3 1.857
A4 1.833
Perhitungan :
Δ Absorbansi/menit = ((A1-A2)+(A2-A3)+(A3-A4))/3 x 2143
= ((1.926-1.908)+(1.908-1.857)+(1.857-1.833))/3 x 2143
= ((0.018)+(0.051)+(0.024))/3 x 2143
= 0,031 x 2143
= 66,433 U/L
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase,
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim
yang banyak ditemukanpada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung,
ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi
daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada
proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa
secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis.
30
Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim
tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.
Pada pemeriksaan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase)
didasarkan atas reaksi 2-oksoglutarat yang direaksikan dengan L-alanin yang
terdapat pada reagen 1 SGPT dengan bantuan enzim ALT (alanin transminase)
akan menghasilkan L-glutamat dan piruvat. Kemudian dalam keadaan basa
piruvat akan bereaksi dengan NADH yang terdapat pada reagen 2 SGOT yang
akhirnya menghasilkan L-laktat dan NAD+. Adapun tujuan dilakukannya
praktikum ini adalah untuk menentukan kadar SGOT & SGPT dalam serum
dengan metode spektrofotometri dan mengetahui interpretasi data secara
klinis. Penggunaan metode Spektrofotometri UV untuk mengukur kadar
SGOT/ AST dan SGPT/ ALT dalam serum karena metode ini sangat mudah
dan cepat, tetapi juga paling mungkin menghasilkan hasil yang tidak akurat.
Sedangkan pemeriksaan SGOT (serum glutamic oxaloacetic
transaminase) didasarkan atas reaksi 2-oksoglutarat yang direaksikan dengan
L-aspartat dengan bantuan enzim AST (aspartat transminase) akan
menghasilkan L-glutarat dan oksaloasetat. Kemudian dalam keadaan basa
oksaloasetat akan bereaksi dengan NADH yang terdapat pada reagen 2 SGOT
yang akhirnya menghasilkan D-malat dan NAD+.
Penggunaan serum dilakukan karena serumtidak mengandung
fibrinogen dimana di dalam fibrinogen terdapat pada plasma yang dapat
mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5%.
Nilai rujukan untuk SGOT / AST yaitu
Dewasa : 5-40 u/ml (frankel), 4-36 iu/l, 16-60 u/ml pada 300c (karmen),
8-33 u/l pada 37ºc (unit SI)
Laki-laki : 0 – 37 U/L dan
Perempuan : 0 – 31 U/L. Anak : bayi baru lahir empat kali dari
nilai normal,
Lansia : sedikit lebih tinggi dari orang dewasa.
Dengan interpretasi data Penurunan kadar : kehamilan, diabetik
ketoasidosis, beri-beri. Peningkatan kadar : infark miokard akut (IMA),
ensefalitis, nekrosis, hepar, penyakit dan trauma muskuloskeletal, pankreatitis
akut, eklampsia, gagal jantung kongestif (GJK).
Nilai rujukan SGPT / ALT yaitu
31
Dewasa : 5-35 u/ml (frankel), 4-25 mu/ml (wrobleweski), 8-50 u/ml pada
300c (karmen), 4-35 u/l pada 370c (unit SI),
Laki-laki : 0 – 42 U/L
Perempuan : 0 – 32 U/L,
Anak & bayi : dua kali dari nilai normal orang dewasa
Lansia : agak lebih tinggi daripada dewasa.
Dengan masalah klinis untuk Peningkatan kadar : peningkatan paling
tinggi : hepatitis (virus) akut, hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis
hepar (toksisitas obat atau kimia); agak atau meningkat sedang : sirosis, kanker
hepar, gagal jantung kongestif, intoksikasi alkohol akut; peningkatan marginal
yaitu infark miokard akut (IMA).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar SGOT subjek berada di atas
range normal dan SGPT berada dalam range normal. Penyebab yang paling
umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-enzim
hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver (hati berlemak), penyalahgunaan
alkohol dan penyebab-penyebab lain dari fatty liver termasuk diabetes melitus
dan kegemukan (obesity).
Referensi :
https://core.ac.uk/download/pdf/267087617.pdf
33
http://eprints.undip.ac.id/36573/4/BAB_II_Rosi.pdf
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/view/32475/19589
https://www.neliti.com/id/publications/109129/perbedaan-kadar-sgot-dan-
sgpt-antara-subyek-dengan-dan-tanpa-diabetes-mellitus#:~:text=Rata%2Drata
%20kadar%20SGPT%20pasien,dan%20minimum%2013%20IU%2FL.
https://www.researchgate.net/publication/313777272_Purifikasi_dan_Karakter
isasi_a-amilase_Termostabil_dari_Bacillus_stearothermophilus_TII-12
38
dapat mengganggu karena adanya pedenaturasian dengan gugus-gugus
tertentu, contoh pelarut seperti air, yaitu alkohol, tetapi karena pH yang
tidak sesuai yaitu < 7 maka enzim akan terdeaturasi. Mekanisme
pendenaturasian protein :
(a).Denaturasi Protein Karena Panas
Panas dapat memutuskan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar yang menopang struktur sekunder dan tersier molekul
protein. Hal ini disebabkan suhu yang tinggi meningkatkan energi
kinetik sehingga menyebabkan molekul penyusun protein bergetar
sangat cepat yang mengakibatkan sisi hidrofobik dari gugus samping
molekul polipetida akan terbuka.
(b).Denaturasi Protein Karena Asam dan Basa
Asam dan basa dapat memutuskan jembatan garam pada struktur
tersier protein. Hal ini disebabkankan asam dan basa akan terdisosiasi
menjadi produk bermuatan ionik. Mekanisme denaturasi berlangsung
ketika terjadi reaksi substitusi antara ion positif dan negatif di dalam
garam dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa
yang ditambahkan.
(c). Denaturasi Protein Karena Logam Berat
Reaksi yang terjadi pada logam berat dengan protein mengakibatkan
terbentuknya protein logam yang tidak larut. Protein akan mengalami
presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion
positif (logam berat) diperlukan pH larutan di atas pI karena protein
bermuatan negative begitu pula sebaliknya. Ion-ion positif tersebut
adalah : Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+ dan Pb2+. Sedangkan ion-ion
negatif meliputi : ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan
sulfosalisilat. Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena
afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur
sehingga mengakibatkan denaturasi protein.
Filtrat disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dari residunya.
Supernatan ini merupakan ekstrak kasar. Sementara residu mempunyai
komponen antara lain serat, karbohidrat, lemak, kalsium (Ca) , fosfor
(P), vitamin, dan senyawa lainnya. Setelah didapatkan ekstrak kasar,
kemudian dilakukan tahap pemurnian dengan metode fraksinasi (2
fraksi).
39
2) Pemurnian Awal Enzim α-amilase
Proses pemurnian tahap awal enzim α-amilase dilakukan dengan
fraksinasi dengan menggunakan ammonium sulfat terhadap ekstrak enzim
α-amilase yang dilakukan dengan penambahan garam untuk
mengendapkan protein. Prinsip dari fraksinasi ammonium sulfat ini adalah
proses pemurnian protein tahap awal yang didasarkan pada pengendapan
protein dengan cara salting out. Penambahan (NH 4)2SO4 terus menerus
akan menyebabkan kelarutan enzim α-amilase dalam air akan berkurang
karena enzim dan (NH4)2SO4 akan berkompetisi memperebutkan molekul
air sehingga enzim lama kelamaan akan mengendap. Sentrifugasi
digunakan untuk memisahkan endapan protein dari larutannya.
Garam (NH4)2SO4 ini dapat mengendapkan protein dengan cara
menyerap molekul air. Garam ini bersifat larut dalam air, sehingga ketika
ditambahkan garam ini akan menarik atau mengikat molekul air yang
melarutkan protein dalam campuran, sehingga protein akan berkurang
kelarutannya akibat pengikatan pelarut air oleh (NH4)2SO4. Dalam hal ini
digunakan garam (NH4)2SO4 karena garam ini mempunyai beberapa
keuntungan antara lain yaitu kelarutan dalam air tinggi (533g/L) pada
suhu 20oC, harganya murah dan pada umumnya tidak mempengaruhi
struktur proein. Selain dengan (NH4)2SO4, proses salting out dapat
menggunakan garam-garam lain, tetapi dalam percobaan ini garam divalen
seperti MgCl2, MgSO4, lebih efektif daripada garam monovalen seperti
NaCl, NH4Cl, dan KCl. Penggunaan garam yang berbeda akan
mempengaruhi kelarutan enzim didalam air.
Dalam hal ini, protein yang diendapkan akan lebih murni
dibandingkan dengan yang tidak difraksinasi, karena pengotor seperti air
tidak terendapkan. Fungsi penambahan buffer PO4 adalah sebagai larutan
penyangga agar pH-nya tidak banyak berubah. Dimana aktivitas α-amilase
berada pada range pH 5,4-6,4, maka digunakan buffer PO 4 dengan pH 6,1
(buffer asam). Jika pH-nya di atas pH optimum maka enzim akan
mengalami deprotonasi atau perubahan pH baik di atas maupun di bawah
pH optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi, sehingga aktivitas
enzim menurun. Reaksi enzimatisnya adalah sebagai berikut:
E + S [ES] E + P
40
Enzim Substrat Enzim-Substrat Enzim Produk
Pada reaksi enzimatis ini terjadi kontak antara enzim α-amilase dengan
substrat dalam membentuk produk yaitu glukosa. Reaksi yang terjadi:
41
Hasil percobaan uji kualitatif (uji adanya protein/yang berarti adanya
enzim) yang dilakukan dengan penambahan amilum dan larutan iodine.
Digunakan amilum sebagai substrat karena enzim α-amilase dapat
menghidrolisis amilum. Penggunaan iodin adalah untuk menunjukan
terjadinya hidrolisis oleh enzim α-amilase. Hasil campuran ini berwarna
ungu yang lama-lama memudar, yang menunjukan adanya protein. Pada
ekstrak kasar, Fraksi I dan Fraksi II setelah dilakukan penambahan
amilum dan iodin dan terjadi perubahan berwarna ungu pekat, hal ini
menunjukan enzim α-amilase yang tidak menghidrolisis amilum menjadi
glukosa. Aktivitas penghidrolisisan enzim α-amilase menjadi amilum
berhasil dilakukan apabila warna ungunya memudar.
42
Referensi :
Arfah, R.A., 2016, Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Enzim α-Amilase dari
Bakteri Termofil Sumber Air Panas Lejja Sulawesi Selatan dan Aplikasi dalam
Hidrolisis Pati Sagu menjadi Maltodekstrin, Disertai tidak diterbitkan, Ilmu
Kimia, Sekolah Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar
A. Reza, and B. Rachmawati, "PERBEDAAN KADAR SGOT DAN SGPT
ANTARA SUBYEK DENGAN DAN TANPA DIABETES
MELLITUS," DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN
DIPONEGORO), vol. 6, no. 2, pp. 158-166, Jun. 2017
43
Pemeriksaan aktivitas SGOT dan SGPT menggunaan serum darah seringkali
mendapatkan kesulitan karena volume darah yang tidak mencukupi atau kondisi
serum yang lisis akibat pengambilan yang kurang tepat. Kondisi sampel yang tidak
baik tentu akan mempengaruhi hasil pemeriksaan, oleh karena itu apabila hal itu
terjadi, pemeriksaan SGOT dan SGPT dapat menggunakan sampel plasma EDTA.
Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati
termasuk dalam golongan aminotransferase. Pada penyakit hati kadar SGOT
(Serum Glutamic Oxalacetic Transminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transminase) dalam serum cenderung berubah sejajar. Jika sel hati mengalami
kerusakan, maka enzimenzim itu yang dalam keadaan normal terdapat didalam sel
dan masuk kedalam peredaran darah. Semakin banyak sel-sel hati yang rusak
maka semakin tinggi pula kadar SGOT atau SGPT yang terukur didalam darah
(Anonim, 2010).
Pemeriksaan kadar SGOT (Serum Glutamic Oxal-acetat Transminase) dan
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transminase) merupakan parameter untuk
mendeteksi penyakit hati. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT akan terjadi jika
adanya pelepasan enzim secara intraseluler kedalam darah yang disebabkan
nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan akut, atau dengan kata lain kadar
SGOT dan SGPT akan meningkat dalam darah ketika terjadi kerusakan pada sel
hati.
Pemerikasaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan hati
pada saat selesai aktivitas fisik, menentukan diagnosis, mengetahui berat
ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan penilaian hasil
npengobatan. Pengukuran kadar aminotranferase sebagai tes fungsi hati.
Peningkatan enzim aminotranferase (SGOT dan SGPT), biasanya mengarah pada
perlukaan hepatoselular atau inflamasi (Sudoyo, dkk, 2009).
Peningkatan SGOT dan SGPT mengindikasikan adanya kerusakan sel-sel
hepar dibandingkan dengan enzim hepar lainnya, karena kedua enzim ini
meningkat terlebih dahulu dan meningkat drastis bila dibandingkan dengan enzim-
enzim lain ketika kerusakan sel-sel hepar (Calbreath, 1982 ; Fajariyah, et al,
2010). SGOT secara alami diberbagai jaringan termasuk hati, jantung, otot, ginjal
dan otak. Enzim ini dalam waktu kerusakan masing-masing jaringan ini masuk ke
dalam darah. Meskipun SGPT secara alami ditemukan dalam hati, namun
kerusakan sel hati enzim ini memasuki dalam darah (Ghorbani P & Gaeni A.A,
2013). Matsus et al melaporkan bahwa setelah satu sesi pelatihan mereka tidak
44
melakukan perubahan yang signifikan (Matsus et al, 2006 ; Nazarali, et al, 2015).
Dalam penelitian Gluseppe et al, setelah satu putaran tinju jumlah SGOT dan
SGPT dari kelompok eksperimen mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gluseppe et al, 2013 ; Parvaneh Nazarali
et al, 2015). Sedangkan penelitian lain melaporkan bahwa aktivitas SGOT telah
meningkat pada individu yang telah menggunakan treadmill untuk 6 menit
(Suzuki et al, 2006 ; Nazarali et al, 2015).
45
Referensi :
PERBANDINGAN AKTIVITAS ENZIM SGOT DAN SGPT ...
jurnal.stikeswhs.ac.id › medika › article › download ( Diakses Jumat 30 Okt.
20)
4. Melani
5. Muhammad Rizki
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup,mulai dari binatang
primitive sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik,darah selalu berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai :
a) pembawa oksigen
b) mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi
c) mekanisme hemostasis.
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah
enzim yang biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke
dalam darah ketika hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah
46
demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan
serangan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga
dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase
(AST).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT
atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukanpada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung,
ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya.SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis.
Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim
tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. Adapun tujuan
dilakukannya percobaan kali ini adalah untuk menentukan kadar SGOT (Serum
Glutamat Oxaloacetat Transferase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat
Transferase) dalam darah menggunakan spektrofotometer. Sebelum dilakukan
pengujian dilakukan terlebih dahulu darah disentrifuge selama 15 menit dengan
kecepatan 6000 rpm, hal ini dilakukan untuk memisahkan antara serum dan
plasma darah. Alasan serum digunakan karena serum tidak mengandung
fibrinogen dimana fibrinogen tersebut terdapat pada plasma yang dapat
mengakibatkan pengukuran absorban meningkat 3-5%.
Adapun cara kerja pengukuran absorban blanko yaitu pertama disiapkan alat
dan bahan, dipipet 100 µL aquadest ke dalam kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen
1 SGOT/ SGPT, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC, ditambahkan 250 µl
reagen 2 SGOT/SGPT, dihomogenkan dan diukur absorban pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 375 nm. Setelah itu dilakukan pengukuran absorban
sampel, pertama Disiapkan alat dan bahan, dipipet 100 µL serum darah ke dalam
kuvet, ditambahkan 1000 µL reagen 1 SGOT/ SGPT, diinkubasi selama 5 menit
pada suhu 370C, ditambahkan 250 µl reagen 2 SGOT/ SGPT, dihomogenkan,
diukur absorban pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 375 nm,
diukur lagi absorbansinya pada menit ke-2, ke-3, dan ke-4 dan dicatat nilai
absorbansinya. Alasan penggunaan reagen SGOT dan SGPT karena reagen SGOT
dan SGPT juga merupakan reagen yang spesifik untuk pengukuran SGOT dan
alasan dilakukan inkubasi selama beberapa menit, hal ini dimaksudkan agar
47
reagen dan sampel dapat bercampur dengan baik. Nilai normal SGPT (Serum
Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk laki-laki : 0-42
U/L, perempuan : 0-32 U/L. Nilai normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase) untuk orang dewasa adalah laki-laki : 0-37 U/L dan perempuan : 0-
31 U/L.
ΔAbsorbansi/menit = x 2143
x 2143
= x 2143
= 0,031 x 2143
= 66,433 U/L
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetictransaminase.
Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AT (aspartat aminotranferase).
SGOT merupakan enzim yang tidakhanya terdapat dihati, melainkan juga terdapat di
otot jantung, otak,ginjal dan otot-otot rangka (Bastiansyah, 2008. H 53) Aspartat
aminotransferase (ASAT) atau glutamate oksalo-asetat transferase (SGOT). Reaksi
antara asam aspartat dan asamalfaketoglutamat membentuk ASAT. Enzim ini lebih
banyakdigunakan dijantung dari pada dihati, juga otot rangka, ginjal danotak.
Apabila terjadi kerusakan pada hati, enzim ini akan masuk kesirkulasi darah
sehingga bahan pemeriksaan dapat berupa serum.(Kurniawan 2014, h. 76).
Hasil SGPT
Blanko 1.090
A1 1.466
A2 1.460
A3 1.455
A4 1.451
Perhitungan
ΔAbsorbansi/menit = x 2143
=
2143
= x 2143
= 0,005 x 2143
= 10,715 U/L
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase, SGPT atau
juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukan padasel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoselular.Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung,
ginjaldan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggidaripada
49
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkanpada proses kronis
didapat sebaliknya.
Referensi :
https://www.academia.edu/34900873/Laporan_Praktikum_Kimia_Klinik_Dasar_SGOT_
dan_SGPT
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21104/142102066.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan hasil yaitu kadar SGOT
dan SGPT berturut-turut yaitu 66,433 U/L dan 10,715 U/L. Dari data tersebut di
atas dimana semua probandus adalah laki-laki dan perempuan dengan nilai
rujukan normal SGOT (L = 0-37 U/L dan P = 0-31 U/L) dan SGPT masing-
masing L = 0-42 U/L dan P= 0-32 U/L, maka dikatakan bahwa kadar SGOT dan
SGPT untuk probandus tersebut untuk SGOT berada di atas range normal (tidak
normal) dan SGPT berada dalam range normal.
2. Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang
dari enzim-enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver (hati berlemak),
50
penyalahgunaan alcohol dan penyebab-penyebab lain dari fatty liver termasuk
diabetes mellitus dan kegemukan (obesity).
3. Enzim α-amilase dapat diperoleh dari jagung manis
4. Filtrat disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dari residunya. Supernatan ini
merupakan ekstrak kasar. Sementara residu mempunyai komponen antara lain
serat, karbohidrat, lemak, kalsium (Ca) , fosfor (P), vitamin, dan senyawa lainnya.
Setelah didapatkan ekstrak kasar, kemudian dilakukan tahap pemurnian dengan
metode fraksinasi (2 fraksi).
5. Pemurnian enzim tahap awal dilakukan dengan menggunakan metode fraksinasi,
yaitu penambahan ammonium sulfat.
6. Pada hasil percobaan ekstrak kasar, Fraksi I dan Fraksi II berwana ungu yang
pekat. Hal ini menunjukan hasil negatif yang artinya tidak adanya enzim α-amilase
pada sampel.
B. Saran
1. Proses homogenisasi jagung manis dengan air harus dilakukan dengan
perbandingan volume yang sesuai, jangan terlalu encer dan jangan terlalu pekat.
2. Pada saat memeras jagung manis untuk mendapatkan filtrat harus perlahan dan
hati-hati agar residu tidak terbawa dan agar enzim α-amilase yang terkandung
dalam jagung manis akan menjadi sedikit karena terbawa oleh filtrat/cairan hasil
perasan karena kadar air yang terlalu banyak ikut terperas.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unair.ac.id/25635/14/14.%20Bab%202.pdf
http://digilib.unila.ac.id/14407/4/BAB%20II.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/267087617.pdf
http://eprints.undip.ac.id/36573/4/BAB_II_Rosi.pdf
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/view/32475/19589
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-entotpramu-7607-3-babii.pdf
http://repository.unimus.ac.id/1407/3/BAB%20II.pdf
file:///C:/Users/Asus/Downloads/984-3668-1-PB.pdf
file:///C:/Users/Asus/Downloads/11867-24269-1-PB.pdf
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/08/3karakter.pdf
51