Anda di halaman 1dari 18

KATEKESE PERSIAPAN BAPTIS DEWASA

A. PENGANTAR
Katekese persiapan Baptis dewasa atau sering disebut sebagai katekese katekumenat
merupakan katekese dasar yang menempatkan posisi paling penting dalam proses inisiasi
Kristen. Hal itu, dikarenakan Baptis merupakan pintu masuk atau pintu gerbang bagi
sakramen-sakramen lainnya. Oleh karena itu Baptis merupakan dasar seluruh kehidupan
kristiani. Katekese persiapan Baptis pada intinya mempersiapkan para calon Baptis
(Katekumen) untuk mengenal Gereja Katolik dengan semua ajarannya, mengakui pokok-
pokok iman Katolik, dan menghayati dalam kehidupan sehari-hari. Katekese ini bertujuan
mengembangkan dan membina pengetahuan dan penghayatan iman para katekumen.
Maka para calon katekumenat tidak cukup jika hanya diberikan pengetahuan agama
Katolik dari dogma, moral, dan liturgi serta menghafalkan jawaban-jawaban katekismus
dan doa-doa harian saja, tetapi diajak sampai kepada dialog terus-menerus antara
pengalaman iman pribadi dan pengalaman iman Gereja.
Dalam proses katekese persiapan Baptis, ada beberapa masa dan tahap yang harus dilalui.
Hal ini dimaksudkan untuk mengantar secara sungguh-sungguh calon Baptis suapaya
semakin mengenal, mengakui, dan menghayati pokok-pokok Iman Gereja Katolik sebelum
akhirnya dapat menerima sakramen Baptis dan diterima secara resmi sebagai anggota
Gereja. Ada empat masa dalam persiapan Baptis ini. Masa tersebut meliputi:
1. Masa Prakatekumenat
Masa Prakatekumenat adalah masa para calon Baptis atau kadang disebut dengan
simpatisan mulai diajak berkenalan dengan Gereja Katolik. Dalam masa ini, hendaknya
calon Baptis diajak berkenalan dengan cara hidup orang Katolik. Calon diajak
mengenal lingkungan tempat mereka tinggal. Perkenalan itu dilakukan dengan cara
melibatkan mereka dalam kegiatan dan mempraktikkan cara hidup Katolik di
lingkungan setempat. Keputusan untuk menjadi seorang Katolik merupakan suatu
keputusan serius dalam hidup seorang yang dewasa, sebuah langkah yang menentukan
dalam perjalanan mereka. Karena itu, dalam masa persiapan Baptis ini hendaknya
motivasi menjadi Katolik semakin dimurnikan dan diperteguh. Saat seseorang
memutuskan menjadi Katolik, perlu ditanyakan “Apa atau siapa yang
mendorong/membuat ingin menjadi Katolik?”
Kita menyadari, bahwa syarat pertama untuk menjadi katekumen adalah bahwa seorang
calon Baptis atau simpatisan sudah mulai percaya pada Kristus dan bersedia mengubah
hidupnya sesuai dengan panggilan Kristus. Pada masa prakatekumenat ini tidak harus
dilakukan dengan pendampingan terstruktur. Setiap calon Baptis atau simpatisan bisa
dibimbing oleh seorang Katolik secara pribadi dengan kunjungan ke rumahnya, belajar
bersama, pembacaan Kitab Suci bersama, doa bersama dan percakapan mengenai iman
Kristiani, dan lain-lain.
2. Masa Katekumenat
Setelah masa prakatekumenat, calon diajak memasuki masa katekumenat. Pada masa
ini, para calon diberi kesempatan mengenal pokok-pokok iman Katolik, mendalami
materi tentang sakramen Baptis, dan kesadaran akan perutusan sebagai seorang warga
Gereja. Masa katekumenat ini, menurut “Statuta Keusukupan Regio Jawa”
membutuhkan pendampingan kira-kira satu tahun atau 50 jam pertemuan; sedangkan
untuk calon yang berasal dari agama Kristen memerlukan waktu kira-kira 30 jam
pertemuan.
Dalam pendampingan pada masa ini, sebaiknya calon Baptis atau katekumen semakin
dimurnikan motivasinya, semakin terlibat dalam kehidupan menggereja dan semakin
memahami pengetahuan iman Katolik. Pada masa ini, calon Baptis atau katekumen
dididik dan dibimbing supaya pikiran dan hati mampu menerima ajaran iman dengan
tanggung jawab, sadar dan bebas. Para calon Baptis atau katekumen pada masa ini
diharapkan tetap terus diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan umat Katolik setempat.
Pada kesempatan tertentu, alangkah baiknya katekumen didampingi dalam menentukan
nama baptisan yang dikehendakinya, sesuai dengan apa yang mereka ingini dan
pahami. Tentu saja, hal ini perlu diberikan pengertian-pengertian mengenai nama
Baptis ini.
3. Masa Persiapan Akhir
Masa ini sering dikenal sebagai “masa penyucian dan pemurnian”. Pada persiapan akhir
ini para calon Baptis atau katekumen didampingi untuk mempersiapkan diri menjadi
anggota Gereja Katolik secara penuh. Masa persiapan terakhir ini sebaiknya
dilangsungkan selama masa Pra-Paskah. Dalam masa ini, pembinaan para calon Baptis
hendaknya dintensifkan. Dari sudut katekesenya, sebaiknya diarahkan terutama kepada
pemahaman akan liturgi dan sakramen-sakramen yang akan diterima.
Katekese yang sudah diberikan pada masa katekumenat akan menjadi nyata dan lebih
dalam ketika dinyatakan sendiri dalam janji Baptis. Iman ini perlu dinyatakan dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab. Masa persiapan akhir ini, berakhir dengan
diterimakannya sakramen Baptis yang dilaksanakan pada Malam Paskah. Para calon
Baptis diberikan kesadaran dan pemahaman bahwa mereka secara sakramental
dilahirkan dalam hidup baru, dan dengan demikian mempunyai hak penuh dalam
Gereja. Mereka diajak menyadari menjadi anggota Tubuh Kristus, diajak semakin
menyadari konsekuensi Baptis dengan keterlibatan sempurna melalui sakramen-
sakramen. Mereka diajak menyadari bahwa mereka mengemban tugas menjadi Kristen
yang bertanggung jawab dan memberi kesaksian kristiani kepada dunia.
4. Masa Mistagogi
Masa Mistagogi merupakan masa pendalaman iman bagi para Baptisan baru. Para
Baptisan baru ini masih perlu dibina secara terus menerus supaya pemahaman dan
penghayatan iman Katoliknya semakin mendalam. Pada masa mistagogi, diharapkan
Baptisan baru dibantu menghayati martabat kekristenannya secara mantap dan
sungguh-sungguh, terutama dalam hal mengembangkan rahmat sakramental di dalam
kehidupan sehari-hari. Para Baptisan baru mendapat perhatian khusus selama beberapa
minggu, sampai mereka sungguh merasa terlibat dan masuk dalam umat setempat.
Katekesenya bersifat pendalaman iman berkisar pada renungan Sabda Allah, perayaan
sakramen-sakramen (Ekaristi dan sakramen Tobat), serta pergaulan dengan umat
Katolik. Baik juga kalau diberikan aneka macam kehidupan devosional, kelompok-
kelompok doa, atau gambaran tentang tanggung jawab umat dalam kehidupan
menggereja dan memasyarakat. Para baptisan baru diberi kesempatan dan bimbingan
untuk bergaul lebih akrab dengan umat dan mengalami persaudaraan cinta kasih dalam
persekutuan umat. Intinya masa mistagogi ini dimaksudkan untuk mengembangkan
kerohanian dan pengetahuan iman sesuai kemampuan para Baptisan baru.
Umumnya masa ini berlangsung pada masa Paskah dan selesai para hari Raya
Pentakosta. Berakhirnya, biasanya ditandani dengan ibadat perutusan dengan
memberikan Surat Baptis kepada para Baptisan baru. Namun, perlu juga disadari,
bahwa mistagogi dapat diartikan sebagai pendampingan secara terus menerus
pascainisiasi.
Melalui masa demi masa yang perlu dilewati oleh para calon Baptis atau katekumen,
harapannya, para calon Baptis mampu semakin menghayati dan memahami kehidupan
Gereja Katolik dengan segala pokok-pokok ajarannya dan terlibat dalam kehidupan
menggereja ditingkat paguyuban umat. Segala persiapan dengan pembinaan atau
pendampingan tersebut bertujuan membantu katekumen memberi jawaban kepada
tawaran keselamatan ilahi, mematangkan pertobatan dan imannya dalam kesatuan
dengan persekutuan Gereja, secara khusus dengan Gereja setempat dimana mereka
berada.

B. POKOK-POKOK IMAN
Pada masa katekumenat, para calon diberi kesempatan dan dibimbing mengenal pokok-
pokok iman Katolik. Katekese pokok-pokok iman ini, menjadi katekese “fundamental”
untuk memperkuat pengetahuan imannya. Tentu saja, lama dan bahan katekese yang
diberikan lebih dilihat dari iman yang dihayati, dan bukan sekedar dari pengetahuan yang
dikuasai. Untuk itu tidak dapat dibenarkan bila dalam katekese katekumenat dipersingkat
atau dipercepat hanya berdasarkan pengetahuan yang dikuasai seorang katekumen.
Pokok-pokok iman yang diberikan meliputi pengakuan iman, perayaan iman, ungkapan
dan perwujudan iman. Bahan yang diberikan secara umum dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Pengakuan Iman akan Allah Tritunggal
Calon Baptis diajak memahami bahwa pusat iman Gereja adalah Allah Tritunggal.
Iman merupakan keutamaan adikodrati yang mutlak perlu bagi keselamatan. Iman
merupakan anugerah dari Allah bagi setiap orang yang dengan rendah hati mau dan
ingin mencarinya. Tindakan iman, nyata juga dalam tindakan manusiawi, yaitu
tindakan yang dilandasi motivasi dan pengetahuan yang didorong dengan kehendak dan
digerakkan oleh Allah untuk mengamini kebenaran ilahi. Pengetahuan iman tidak dapat
dipersempit hanya sebatas perasaan. Pengetahuan iman akan Allah menyangkut juga
segi dimensi sosial dan komunal, yaitu bahwa pengetahuan iman itu merupakan iman
jemaat yaitu Gereja, yang telah diajarkan dan diwariskan sejak zaman Bapa Gereja
hingga sekarang.
Calon Baptis diajak memahami bahwa kalau bicara tentang Allah Tritunggal, berarti
berbicara tentang Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus yang hadir dalam
seluruh sejarah keselamatan manusia. Inilah pusat pengakuan iman kristiani.
a. Allah Bapa
Allah Bapa adalah Allah yang hadir dalam Kemahakuasaan-Nya sejak Abraham,
Musa hingga Yesus. Allah yang setia dan selalu dekat dengan umat-Nya untuk
menyelamatkan manusia. Allah Bapa adalah Mahakuasa dan Pencipta seluruh alam
semesta. Dunia diciptakan bagi kemuliaan Allah yang ingin menunjukkan kebaikan,
kebenaran, dan keindahan-Nya bagi manusia. Allah menciptakan dunia seisinya
termasuk manusia, laki-laki dan perempuan. Kemudian Ia senantiasa memelihara
manusia dengan penuh kasih, menganugerahkan hidup dan segala keperluan,
menyediakan segala isi dunia untuk dipelihara manusia.
b. Allah Putra
Allah Putra adalah Allah yang hadir dalam pribadi Yesus Kristus. Yesus Kristus
adalah pemenuhan kehadiran Allah di dunia. Dalam diri Yesus Kristus karya
penyelamatan Allah Bapa bagi umat manusia mencapai pemenuhannya dan hadir
secara nyata. Yesus adalah Sang Putra Allah yang tunggal, yang rela menderita
sengsara, wafat dan bangkit dari mati untuk menebus dan menyelamatkan umat
manusia.
Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan menggunakan berbagai perumpamaan.
Yesus menggambarkan Kerajaan Allah seperti seorang Bapa yang berbelas kasih
dan baik hati. Hal ini tampak dalam perumpamaan domba yang hilang (Luk 15:3-
7), dan terutama anak yang hilang (Luk 15:11-32). Melalui perumpamaan itu,
Yesus mau mengajarkan bahwa Allah Bapa adalah Allah yang berbelas kasih
terhadap manusia dan senantiasa bersukacita menyambut orang berdosa yang
bertobat ke dalam Kerajaan Allah.
Yesus bukan hanya bernubuat tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan-
perumpamaan itu, tetapi juga melalui kesaksian dengan tindakan-tindakan-Nya.
Melalui mukjizat, Yesus memperlihatkan dengan perbuatan, apa yang telah
ditawarkan-Nya. Yesus melakukan mukjizat sebagai pemberitaan nyata Kerajaan
Allah yang ditujukan kepada orang miskin, tertindas dan menderita. Itulah sebabnya
mukjizat-mukjizat Yesus tertuju kepada orang yang malang, sakit dan dibawah
kuasa kejahatan.
Mukjizat-mukjizat itu mau menyatakan bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan
Yesus membebaskan orang dari kuasa jahat, membebaskan orang dari sakit dan
membebaskan orang dari penderitaan. Mukjizat Yesus juga menjadi tanda bahwa
Yesus datang untuk menampakkan kebaikan hati Allah, supaya yang menderita
tidak menderita, yang sakit disembuhkan dan yang dibawah kuasa jahat dibebaskan.
c. Allah Roh Kudus
Allah Roh Kudus, adalah Allah yang hadir dalam Roh Kudus. Roh Allah hadir
sepanjang hidup Yesus. Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Mat 1:20; Luk 1:35),
menerima Roh pada waktu peristiwa Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes
Pemandi (Mrk 1:10) yang ditampakkan dalam rupa burung merpati. Ketika Yesus
melaksanakan pelayanan dengan menyampaikan kabar baik kepada kaum miskin
(Luk 4:18-19), dan mengadakan mukjizat-mukjizat serta melakukan pengusiran-
pengusiran roh-roh jahat juga melakukannya dalam Roh Allah (Mat 12:28).
Kehadiran dan peran Roh Kudus semakin dirasakan pada saat para murid Yesus
tidak lagi bersatu secara fisik dengan Yesus, setelah kebangkitan-Nya Yesus naik
ke surga dan Roh Kudus turun atas para rasul untuk menyertai, menerangi, dan
melanjutkan karya keselamatan Kristus, sampai sekarang dalam peristiwa
Pentakosta.
Menurut St. Paulus, Roh Kudus merupakan tanda kehadiran Allah dan menjadi
prinsip yang mendasari karya hidup Gereja. Roh itu memberi hidup baru kepada
umat beriman (Rm 8:11) dan sebagai sumber pelayanan Gereja (1Kor 12). Dalam
kisah para Rasul, Roh Kudus membimbing dan menyertai perkembangan dan
pertumbuhan Gereja awal hingga saat ini. Rumusan Baptis Trinitas pada akhir Injil
Matius (28:19) dan penyebutan Penghibur dalam Injil Yohanes paling dekat
mempersonifikasikan Roh Kudus dalam hubungan Bapa dan Putra. Roh adalah
hidup dan napas Allah di dalam dan bagi dunia, kelanjutan misteri penjelmaan
sesudah hidup Yesus di dunia.
Dari penjelasan tentang Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tampak jelas bahwa
pewahyuan Allah itu terjadi sungguh demi keselamatan umat manusia. Allah selalu
membimbing manusia agar sampai kepada kesempurnaan hidupnya. Allah hadir
dalam segala waktu dan zaman, segala situasi, baik sedih maupun gembira. Allah
senantiasa menyelamatkan manusia dari dosa. Kasih Allah juga diwujudkan dengan
memberi pengampunan, manakala manusia berdosa dan mau mohon pengampunan
kepada Allah.
2. Kitab Suci
Calon Baptis diajak memahami bahwa orang mengenal pewahyuan Allah, mengenal
apa yang dirumuskan sebagai ungkapan iman melalui Kitab Suci. Kitab Suci menjadi
tradisi Gereja yang hidup dan diungkapkan. Calon diajak memahami bahwa Kitab Suci
pertama-tama adalah Sabda Allah yang dituliskan dalam bahasa manusia melalui proses
yang panjang. Sebagian besar teks Kitab Suci berbentuk cerita dan kerap kali
dinyatakan apa yang disabdakan Allah dalam kisah-kisah tersebut. Kitab Suci adalah
Sabda Allah karena isinya memberi kesaksian tentang Allah, tentang Karya-Nya dan
Sabda-Nya. Kitab Suci adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia, artinya melalui
Kitab Suci Allah berbicara dengan manusia dengan pengantaraan manusia yang
menulisnya dan dengan bahasa manusia. Kitab Suci dipandang sebagai tulisan suci
karena dalam kitab itu Gereja mengenal suara Tuhan. Dalam Konstitusi Dogmatik
tentang Wahyu Ilahi, Kitab Suci telah ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus; Allah
adalah pengarang yang benar dan “harus diakui bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan
teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya
dicantumkan dalam Kitab-Kitab Suci demi keselamatan kita” (DV 11).
Calon juga perlu diajak memahami isi umum dari Kitab Suci. Kitab Suci terdiri dari
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. mengapa disebut dengan “perjanjian” karena
memang berisi perjanjian antara Allah dan manusia. Perjanjian Lama sebagaimana
diajarkan oleh Konsili Vatikan II, merupakan tata keselamatan tertutama dimaksudkan
untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus. Kitab-kitab Perjanjian Lama,
merupakan gambaran keadaan umat manusia sebelum zaman pemulihan keselamatan
oleh Kristus, mengungkapkan kepada semua orang pengertian tentang Allah dan
manusia serta cara-cara Allah yang adil dan rahim bergaul dengan manusia. Sedangkan
Perjanjian Baru merupakan perjanjian antara Allah dengan umat manusia dalam dan
melalui Yesus Kristus. “Perjanjian” menunjukkan jalinan istimewa antara Allah dengan
manusia.
Kitab Suci Perjanjian Lama dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu
Pentateukh atau Taurat, Kitab-Kitab Sejarah, Kitab-Kitab Kebijaksanaan dan Kitab-
Kitab Kenabian. Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab. Dalam Perjanjian Baru ada 27
tulisan atau kitab. Tulisan-tulisan tersebut masing-masing dengan cara sendiri,
berbicara tentang Yesus Kristus, dari karya, sabda dan hidup-Nya. Meskipun Perjanjian
Baru berpusat pada Yesus Kristus, namun didalamnya juga tercantum mengenai kisah
jemaat yang percaya kepada Yesus Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru
bentuknya bersifat kisah (perjalanan dan mukjizat), perumpamaan, ajaran, surat dan
nubuat (Wahyu Yohanes).
Calon, pada akhirnya perlu diajak memahami bahwa Kitab Suci itu menjadi norma bagi
iman, pewartaan, dan ajaran Kristiani, serta sebagai sabda Allah. Kitab Suci merupakan
sumber yang kaya untuk doa pribadi. Kitab Suci menjadi sumber peneguhan iman,
makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual.

3. Gereja
Calon diajak semakin menyadari bahwa iman itu tidak hanya menyangkut urusan
pribadi, melainkan juga urusan bersama. Segala rumusan iman yang telah dikenal
melalui Kitab Suci, menjadi tradisi yang hidup dan terus menerus selama berabad-abad
yang akhirnya membentuk apa yang disebut dengan Gereja. Gereja merupakan
kumpulan orang-orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Gereja
dipersatukan oleh Kristus, sebagai yang satu, kudus, terbuka (Katolik) dan mengemban
perutusan sebagaimana para rasul diutus untuk mewartakan Kabar Gembira
(Apostolik). Calon diajak menyadari bahwa kehadiran Gereja di dunia dinyatakan
dalam sebuah kepemimpinan Paus sebagai pengganti Yesus di dunia. Dalam satu
pemimpin dan terus-menerus di bawah naungan terang Roh kudus inilah, yang
menjadikan Gereja tetap satu dan kudus.
Calon diajak memahami bahwa Gereja merupakan persekutuan. Hal itu ditegaskan
dalam Ajaran Konsili Vatikan II, bahwa Gereja bukanlah kumpulan individu,
melainkan persekutuan antara individu-individu tersebut. Persekutuan itu nyata menjadi
pengalaman kebersamaan dalam hidup. Persekutuan itu bukan terbatas hanya soal-soal
administratif tetapi menyangkut soal hubungan batin dan keterlibatan dalam kehidupan
berkomunitas atau berkelompok. Gereja adalah persekutuan Umat Allah. Persekutuan
tersebut didasari dengan iman akan Tritunggal Mahakudus. Dalam LG art. 8 menyebut
Gereja sebagai sebuah persekutuan dalam iman, harapan, dan kasih. Gereja disebut
sebagai persekutuan orang-orang yang dikuduskan oleh Kristus. Sejak seseorang
menerima Baptis, ia dipersatukan dalam kesatuan dengan Kristus dan diangkat dalam
martabat sebagai anak-anak Allah (LG no. 9) serta digabungkan dalam keluarga Allah
yang dikepalai oleh Kristus.
Seperti layaknya sebuah keluarga, begitupun dalam persekutuan Gereja, didalamnya
juga diperkaya dengan berbagai karisma sebagai anugerah Roh Kudus, sehingga
persekutuan itu tidak selalu berarti keseragaman, tetapi kesatuan dalam kemajemukan.
Di dalamnya, setiap orang dengan peranan atau posisinya berpartisipasi dengan
kekhasannya masing-masing. Dalam pemahaman ini, calon diantar untuk semakin
memahami Gereja sebagai persekutuan yang didalamnya ada berbagai anggota dan ada
tugas-tugas pelayanan yang diemban secara khas. Ada fungsi khusus dalam Gereja
yang diemban oleh hierarki, yaitu para uskup dan imam, ada corak hidup khusus yang
dijalani oleh biarawan-biarawati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi
medan khas para awam, yaitu hidup berkeluarga. Tetapi yang pokok adalah iman yang
sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus.
Pada akhirnya, calon diajak memahami panggilan sebagai anggota Gereja. Panggilan
sebagai anggota Gereja yang terutama adalah menjadi utusan Kristus. Utusan yang
mampu menampakkan dan menyalurkan cinta kasih Allah terhadap semua orang dan
segala bangsa (AG No. 10). Tugas perutusan tersebut adalah tugas seluruh Umat Allah
(LG No. 17), seturut kemampuan masing-masing. Baik kaum hierarki (imam dan
uskup) maupun kaum awam serta para biarawan-biarawati mendapat tugas perutusan
yang sama, yaitu pewarta Kabar Baik Kristus. Alangkah baiknya, jika panggilan
tersebut ditampakkan secara konkret dalam kehidupan menjemaat dan menggereja
melalui contoh-contoh nyata dalam kehidupan menggereja.

4. Sakramen – Sakramen Gereja


Setelah memahami apa yang dimaksud dengan Gereja, calon diajak melihat bahwa
Gereja sebagai kumpulan orang-orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus
secara terus-menerus berusaha mengungkapkan imannya secara nyata dalam
kehidupannya. Ungkapan itu tampak dari liturgi, sakramen dan aneka doa. Ungkapan
ini, merupakan wujud tanggapan atas karya keselamatan Allah yang telah mereka
terima.
Untuk itu, calon diajak memahami pengertian dasar tentang apa yang dimaksud dengan
sakramen. Sakramen merupakan peristiwa konkret atau nyata duniawi yang menandai,
menampakkan, dan melaksanakan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat sebagai
tanda dan sarana kehadiran Allah yang menyelamatkan manusia. Tanda sakramen itu
biasanya dijelaskan dengan menggunakan lambang atau simbol atau melalui tanda-
tanda badaniah atau duniawi. Dalam hal ini, calon diajak untuk memahami bahwa
melalui sarana dan tanda tersebut, Allah menyelamatkan manusia.
Calon diberi penjelasan secara umum mengenai tujuh sakramen dalam Gereja Katolik.
Tujuh sakramen tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian utama, yaitu
sakramen inisiasi kristen (Baptis, Penguatan, dan Ekaristi Kudus), sakramen
penyembuhan (Tobat dan Pengurapan Orang Sakit), dan sakramen pelayanan
persekutuan serta perutusan (Penahbisan dan Perkawinan).
Calon diberi pemahaman bahwa inti atau maksud dari Sakramen Inisiasi Kristen adalah
sakramen yang memberikan dasar hidup sebagai orang Kristen. Jika menerima
sakramen-sakramen ini, orang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam
sakramen Baptis, dikuatkan dengan sakramen Penguatan dan diberi makanan rohani
dengan sakramen Ekaristi. Sedangkan init atau maksud dari sakramen-sakramen
penyembuhan yaitu Kristus sendiri adalah Sang Penyembuh jiwa dan badan. Sakramen-
sakramen ini ditetapkan karena kehidupan baru yang telah Kristus berikan kepada kita
dalam sakramen-sakramen inisiasi kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa.
Untuk itu, Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan
penyelamatan-Nya melalui sakramen-sakramen ini. Akhirnya yang dimaksud dengan
sakramen-sakramen pelayanan persekutuan serta perutusan adalah sakramen-sakramen
yang memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja. Perutusan itu
untuk melayani dan membangun Umat Allah. sakramen-sakramen ini memberikan
sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan
orang-orang lain.

5. Hidup Doa dan Devosi


Setelah memahami sakramen-sakramen dalam Gereja, para calon diajak memahami
tentang hidup doa dan devosi. Calon diajak mengenal tradisi doa yang berkembang di
dalam Gereja, terutama doa Bapa Kami dan berbagai devosi Gereja. Calon diajak
menyadari perbedaan antara doa pribadi dan doa bersama. Calon juga diajak menyadari
bahwa doa tidak sama dengan sekadar mendaraskan rumus dan kata-kata hafalan,
melainkan pertama-tama dan terutama sebagai pernyataan iman kepada Allah. doa
berarti mengarahkan hati kepada Allah. Untuk itu doa tidak membutuhkan banyak kata,
dan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu, tidak menuntut sikap badan atau
gerak-gerik yang khusus. Berdoa membutuhkan hati, bukan badan. Maka yang berdoa
sebetulnya lebih-lebih adalah kekuatan Roh Allah sendiri (lih. Rm 8:26). Tentu saja,
untuk doa Gereja sebagao doa bersama, perlu sedikit keseragaman demi kesatuan doa
dan pengungkapan iman. Doa berarti mengangkat hati dan budi menuju Allah, atau
memohon hal-hal baik kepada-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Doa selalu
merupakan rahmat Allah yang datang untuk berjumpa dengan manusia.
Calon diajak masuk lebih dalam kepada doa yang telah diajarkan Yesus, yaitu doa
“Bapa Kami”. Doa Bapa Kami disebut “Oratio Dominica”, yaitu Doa Tuhan, karena
doa ini diajarkan oleh Yesus sendiri. calon diajak masuk ke dalam inti dan maksud dari
doa Bapa Kami. Doa “Bapa Kami”, menjadi pokok atau bagian utama dari doa liturgis.
Makna penuh dari doa Bapa Kami ini diungkapkan dalam Ekaristi dan merupakan
ringkasan seluruh Injil. Doa Bapa Kami adalah ungkapan diri yang dinamis, kedekatan
yang mendalam dengan Allah, permohonan supaya Allah bertindak, dan pernyataan
kesiapsediaan manusia untuk terlibat menanggapi karya penyelamatan Allah.
Calon diajak juga mengenal bahwa dalam tradisi Gereja Katolik ada yang disebut
devosi. “Devosi” berasal dari kata Latin “devotio” yang berarti kebaktian, pengorbanan,
penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi selalu menunjuk pada sikap hati
dimana seorang mengarahkan diri kepada seseorang atau sesuatu yang dijunjung tinggi
dan dicintai. Dalam tradisi Kristen, devosi dipahami sebagai bentuk penghayatan dan
pengungkapan iman Kristiani diluar liturgi resmi. Devosi yang khas Katolik adalah
devosi kepada Bunda Maria. Maria mendapat tempat khusus dalam Gereja karena
perannya yang amat istimewa dalam karya penyelamatan manusia, yang menjadi Ibu
Yesus, melahirkan Yesus sang juru selamat dunia. Dalam kesuciaan dan ketaatan
kepada rencana penyelenggara ilahi, Maria menjadi panutan dalam beriman bagi gereja
Katolik. Maka Maria disebut sebagai Bunda Allah dan juga Bunda Gereja. Dalam
hidup sehari-hari, Bunda Maria menjadi perantara doa-doa permohonan kita kepada
Yesus Kristus anaknya. Devosi kepada Bunda Maria, Bunda Yesus, merupakan
perkembangan dari devosi kepada orang kudus. Devosi kepada orang kudus harus
selalu diarahkan kepada Allah. Sasaran devosi bukan para kudus, melainkan Allah
karena Allah sendirilah yang bekerja dalam diri mereka. Oleh sebab itu, devosi kepada
Bunda Maria dirumuskan Gereja sebagai “Per Mariam Ad Christum”, melalui Maria
sampai kepada Kristus. Artinya, cinta saya kepada Maria, haruslah mengantar saya
untuk memperdalam cinta saya kepada Yesus Kristus. Bagi umat Katolik, Bunda Maria
dihormati dan dimuliakan melalui doa rosario yang setiap bulan Mei dan Oktober
dilakukan umat Katolik, bahkan di beberapa tempat telah berdiri berbagai tempat
peziarahan untuk menghormati Maria.
Calon juga perlu diberi pemahaman bahwa dalam perkembangannya, devosi dalam
Gereja Katolik ada berbagai macam, misalnya devosi kepada sakramen Mahakudus
(adorasi), Jalan Salib, Hati Kudus Yesus, dan Kerahiman Ilahi.
6. Hidup dalam Kristus
Setelah calon Baptis diajak memahami mengenai pengakuan dan ungkapan iman,
mereka diajak menyadari bahwa apa yang diungkapkan dan dirayakan ini haruslah
diwujudnyatakan dalam kehidupan baik pribadi maupun bersama. Maka, calon diajak
memahami apa yang dimaksud dengan hidup dalam Kristus atau hidup Kristiani.
Dalam hal ini, calon diajak memahami keutamaan Kristen, yakni kebajikan ilahi atau
keutamaan teologal yang meliputi iman, harapan dan kasih. Topik ini dapat menjadi
salah satu kekayaan katekese tentang katekese kehidupan dalam Kristus.
Calon diajak memahami apa itu kebajikan ilahi atau keutamaan teologal. Kebajikan
ilahi atau keutamaan teologal adalah dasar, jiwa dan tanda pengenal tindakan moral
Kristen. Melalui iman, manusia dengan bebas menyerahkan dirinya kepada Allah.
Melalui iman, orang menjadi percaya dan berusaha mencari dan melaksanakan
kehendak Allah. Melalui iman, ada harapan karena seseorang akan merindukan dan
menantikan kehidupan abadi yang berasal dari Allah. Harapan itu dengan
mempercayakan diri kepada janji Kristus, dan bersandar pada bantuan rahmat Allah.
Iman dan harapan ini bekerja melalui Kasih dan mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Yesus menyebut cinta kasih sebagai pengikat kesempurnaan (Kol 3:14) dan dasar dari
keutamaan yang lainnya. Melalui cinta kasih ini, semua keutamaan yang lain
memperoleh kekuatannya, dan tanpa cinta kasih, “sama dengan gong yang
berkumandang dan canang yang gemerincing” dan “aku sama sekali tidak berguna”
(1Kor 13:1-3). Calon diajak menyadari bahwa melalui iman, harapan dan kasih inilah,
hidup kekristenan menjadi nyata dan sempurna. Keutamaan Kristen yang meliputi
iman, harapan dan kasih ini dapat dikembangkan melalui berbagai kisah kehidupan dari
orang-orang kudus atau kisah santo-santa.
Calon diajak memahami bahwa inti dari moral kepada sesama adalah martabat
manusia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah atau sering disebut Citra
Allah. Citra Allah ini menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan yang
paling mulia, menyerupai Allah (bdk. Mzm 8:5). Citra itu merupakan sebuah pancaran.
Manusia mencerminkan atau pancaran dari Allah. Artinya, di dalam martabat setiap
pribadi manusia, tersirat gambaran atau pantulan rupa Allah. Semua pribadi manusia
tercipta baik adanya. Walaupun dalam kecacatan, kekurangan, kemiskinan, dia tetap
manusia yang bermartabat.
Untuk itu, semua orang memiliki harkat dan martabat yang sama karena setiap orang
adalah gmbar atau rupa Allah (Citra Allah) dan mendapatkan kasih karunia yang sama.
Berdasarkan hal itu, semua manusia memiliki hak-hak dasar dan martabat yang sama
(lih. GS 29). Maka dari itu, manusia tidak hanya suci karena secara pribadi, tetapi juga
bersama dengan oranglain. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Melalui
kodrat sosial manusia itulah, setiap kekhasan dan otonomi masing-masing orang
dikembangkan, saling digabungkan demi mencapai tujuannya agar melampaui kekuatan
perseorangan. Melalui itu semua, setiap orang memberikan dirinya dalam relasi atau
hubungan solidaritas, kerja sama dan pelayanan untuk memajukan kesejahteraan
bersama, itulah yang dinyatakan sebagai komunitas manusia.
Di samping moral sosial, calon juga diajak memahami secara umum apa yang
dimaksud dengan 10 Perintah Allah atau dekalog, sebagai dasar dari moral kristiani.
Sepuluh Perintah Allah atau dekalog merupakan dasar moral yang menguraikan
kewajiban moral manusia terhadap Allah dan juga sesamanya, secara khusus
menyangkut kehidupan bermasyarakat. Hal itu terurai menjadi dua bagian besar.
Bagian pertama merupakan perintah yang lebih mengatur hubungan manusia dengan
Allah, yaitu sikap hormat terhadap Allah dan hormat terhadap kesucian Allah.
Sedangkan bagian kedua, lebih berisi nilai-nilai dasar yang berkenaan dengan hormat
terhadap hidup manusia, yaitu mengenai keluarga, masyarakat, hubungan sesama, dan
tata keadilan dunia. Sepuluh Perintah Allah itu berbicara mengenai nilai-nilai dasar
kehidupan manusia.
7. Hidup Kekal
Hidup dalam Kristus tentu saja mempunyai tujuan akhir. Untuk itu, calon Baptis diajak
menyadari bahwa tujuan akhir dari hidup dalam Kristus adalah hidup abadi, hidup
dalam kepenuhan bersama Allah, yang diwahyukan dan dijanjikan oleh Yesus dalam
kemenangan atas dosa dan maut. Itulah arti dari keselamatan yang ada dalam Yesus
Kristus.
Hidup kekal merupakan dasar dari eskatologi Kristiani atau pada akhir dunia, saat
Kerajaan Allah akan sampai pada kesempurnaannya. St. Paulus dalam surat pertamanya
kepada umat Korintus menyatakan tentang kehidupan kekal. St. Paulus menyatakan
bahwa kebangkitan kita dan kebangkitan Yesus tidak terpisahkan. Yesus yang telah
bangkit sebagai “yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1Kor 15:20) dan
sebagai “Adam yang terakhir” (1Kor 15:45).
Pada intinya, calon diajak berbicara tentang dasar dari kehidupan kekal, yaitu
kesempurnaan hidup bersatu dengan Allah, dimana orang-orang benar akan dimuliakan
dengan jiwa dan badan, akan memerintah bersama Kristus sampai selama-lamanya, dan
alam semesta akan diubah. Dalam kemuliaan itu, Allah menyatukan dan mengenakan
jiwa sebagai “Yang tidak dapat binasa”. (1Kor 15:42); setiap orang telah mengenakan
kekekalan abadi : tidak dibatasi lagi antara ruang dan waktu. St. Paulus juga
menyatakan bahwa Yesus Kristus “akan mengubah tubuh kita yang hina ini sehingga
serupa dengan tubuh-Nya yang mulia”. (Fil 3 : 21). Kita juga akan “dimerdekakan dari
perbudakan kebinasaan dan masuk kedalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”
(Rom 8 : 21).

C. SAKRAMEN BAPTIS
Katekese persiapan sakramen Baptis tentu saja tidak hanya menyangkut pemahaman
pokok-pokok iman, tetapi juga harus memberikan pemahaman secara mendasar mengenai
hakekat dari sakramen Baptis itu sendiri. Hal ini perlu menjadi kesadaran agar calon atau
katekumen memahami secara semestinya sakramen Baptis yang akan diterimanya, dan
tentu saja diharapkan mampu menghidupinya. Ada beberapa pokok pemikiran yang perlu
diberikan, yaitu:
1. Arti dan Makna Sakramen Baptis
Calon diajak memahami apa arti dan makna dari sakramen Baptis. Baptis berasal dari
kata Yunani baptizein yang berarti membenamkan, mencemplungkan, atau
menenggelamkan kedalam air, entah seluruhnya atau sebagian. Sakramen Baptis bukan
hanya sekedar terbatas lambang atau simbol, tetapi mempunyai arti dan makna yang
lebih dalam dari itu, yaitu kelahiran baru karena Baptisan itu berhubungan erat sekali
dengan pencurahan rahmat keselamatan dari Allah melalui Roh Kudus. Rahmat itu
membuat seseorang lahir secara baru. calon diajak secara lebih mendalam menyadari
bahwa Baptisan bukan hanya sebatas perbuatan manusiawi belaka, tetapi tanda dan
sarana Rahmat Allah, tanda mengenai kelahiran hidup baru. Dalam Baptisan, Allah
berkarya melalui para pelayan-Nya: Imam, Diakon, dan lain-lain yang membaptis. Jadi,
Bapisan adalah karya Allah sendiri yang mencurahkan Roh Kudus-Nya.
Melalui Baptis ini, seseorang disucikan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa
pribadi. Seseorang diajak menjadi anak Allah. Melalui Baptis ini, seseorang mengalami
kelahiran baru. Maka, nama Tritunggal Mahakudus diserukan atas para calon Baptis,
supaya mereka dimeteraikan dengan nama itu, dipersembahkan kepada Allah
Tritunggal dan dipersatukan dengan Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Calon diajak menyadari bahwa sakramen Baptis menjadi dasar bagi seluruh kehidupan
kristiani. Sakramen Baptis yang akan diterimanya merupakan pintu gerbang bagi
sakramen-sakramen lainnya, demi keselamatan dan rahmat dari Allah. Berkat sakramen
Baptis, seseorang dibebaskan dari beban dosa dan dilahirkan kembali sebagai anak-
anak Allah, menjadi anggota Tubuh Kristus, digabungkan dalam persekutuan Gereja,
ikut serta dalam tugas perutusan, memperoleh hidup kekal, hidup baru, dan menerima
karunia Roh Kudus.
2. Simbol, Nama, dan Liturgi Sakramen Baptis
Setelah memahami arti dan maknanya, calon diajak memahami bahwa di dalam
sakramen Baptis ada simbol atau lambang dan liturgi yang digunakan seperti sakramen-
sakramen Gereja pada umumnya. Dalam Baptis, ada air dan lilin bernyala. Air
melambangkan pembersihan, kesucian, dan kelahiran kembali dalam Roh. Maka,
Baptis hanya dapat diterimakan secara sah dengan pencurahan air dan dengan rumus
kata-kata yang diwajibkan, yaitu “Aku membaptis engkau atas nama Bapa, Putra, dan
Roh Kudus”. Air yang dipergunakan, diluar keadaan terpaksa adalah air Baptis yang
sudah diberkati atau sekurang-kurangnya diberkati sewaktu upacara Baptis. Baptis
dilaksanakan dengan memasukkan ke dalam air atau dengan dituangi air. Sedangkan
lilin bernyala yang diterima oleh Baptisan baru dalam upacara sakramen Baptis,
merupakan lambang bahwa seseorang yang di Baptis, diterangi oleh Kristus dan harus
senantiasa berusaha hidup dalam terang Kristus.
Disamping simbol dan lambang yang digunakan, para calon juga perlu dijelaskan
makna dan kepentingan mengenai nama Baptis yang akan dipilihnya. Pemberian nama
Baptis yang dipilih, hendaknya diambil dari deretan nama orang-orang kudus yang ada
dalam Gereja Katolik. Maksud dari penggunaan nama orang kudus, pada intinya
memiliki makna. Pertama, agar keutamaan, kesucian dan keteladanan orang kudus itu
terpancar pada orang yang menyandang nama orang kudus itu. Kedua, agar orang
kudus itu membantu calon Baptis, sehingga si calon Baptis dapat hidup pantas
dihadapan Allah. Ketiga, nama Baptis juga merupakan simbol anugerah hidup baru
yang diterima.
Calon perlu juga diajak memahami ritus atau liturgi dan pelayan dalam upacara
sakramen Baptis. Jika perlu, diajak untuk berlatih mempersiapkannya. Ritus utama
dalam upacara Baptis meliputi litani dan pemberkatan air, penyangkalan setan,
pengurapan dengan minyak katekumen, pengakuan Iman, Baptis, pengurapan sesudah
Baptis dengan menggunakan pakaian putih serta penyerahan lilin bernyala. Sedangkan
pelayan Baptis pada saat biasa adalah Uskup, Imam atau Diakon. Namun, dalam
keadaan darurat, Baptis dapat dilakukan oleh siapa pun yang mempunyai maksud
sesuai atau semestinya, asalkan orang-orang ini tahu tentang cara membaptis yang
benar, sesuai dengan materia dan forma yang telah ditetapkan.
3. Disposisi dan Buah Rahmat dari Sakramen Baptis
Calon diajak menyadari bahwa Baptis adalah sakramen Iman. Untuk itu, dalam Baptis,
pertama-tama yang hendaknya muncul adalah percaya akan karya keselamatan Kristus
kendati tidak harus sempurna dan matang, namun paling tidak, cukup sebagai awal.
Calon diajak menyadari bahwa iman itu tidaklah berkembang sendiri-sendiri, tetapi
membutuhkan oranglain dan dalam persekutuan umat beriman karena iman ini
berkembang juga dalam iman Gereja. Untuk itu, calon diajak menyadari disposisi
batinnya, yaitu meliputi kemantapan dan motivasi yang paling mendasar untuk menjadi
Katolik. Calon diajak menyadari bahwa sebelum menerima sakramen Baptis, seseorang
haruslah mempunyai sikap tobat dan iman, hal itu ditunjukkan:
 Secara bebas, tanpa paksaan dari oranglain, atau tekanan dari pihak manapun
mau mengikuti Kristus, mengakui serta mau menerima bahwa Kristus sebagai
penyelamatnya. Meyakini bahwa dengan dibaptis, ia menjadi milik Kristus
selamanya. Dia telah ditandai dengan meterai yang tidak terhapuskan.
 Mempunyai niat dan keinginan yang besar serta bersedia untuk menyesuaikan
hidup sebagai orang kristiani sejati. Ingin menjadi anggota dalam persekutuan
orang-orang Kristiani untuk menghayati cinta persaudaraan, doa dan ibadat
bersama, kesaksian iman serta pengabdian kepada sesama. Menyadari bahwa
sebagai anggota Gereja, sebagai orang yang dibaptis, ia bukan lagi miliknya
sendiri (bdk. 1Kor 6:19), melainkan milik Dia, yang telah wafat dan bangkit
untuk kita (bdk. 2Kor 5:15). Karena itu, di dalam persekutuan Gereja, ia harus
merendahkan diri kepada orang lain (bdk. Ef. 5:21; 1Kor 16:15-16), melayani
mereka (bdk. Yoh 13:12-15).
 Berusaha dengan segala pikiran dan sikapnya untuk selalu membina hubungan
pribadi dengan Allah dalam doa yang ikhlas dan tulus.
Setelah memahami berbagai disposisi batin dalam mempersiapkan penerimaan
sakramen Baptis, calon diajak menyadari buah-buah rahmat dari sakramen Baptis ini,
yaitu:
 Seseorang yang dibaptis telah menjadi manusia baru dan tentu saja mempunyai
tujuan hidup yang jelas, yaitu menjadikan hidupnya sebagai sarana berkat dan
keselamatan bagi orang di sekitarnya.
 Seseorang yang dibaptis telah mendapatkan pengampunan dosa asal dan dosa
pribadi, maka seseorang telah mendapatkan anugerah dan rahmat untuk
mengenakan busana kebakaan karena telah ditutupi dari noda-noda dosa, serta
dipermandikan karena dibersihkan dari segala dosa.
 Seseorang yang dibaptis telah menjadi anak angkat Allah, anggota Kristus dan
kenisah Roh Kudus. Orang yang dibaptis digabungkan dengan Gereja, dengan
Tubuh Kristus, dan mengambil bagian dalam imamat Kristus. Seseorang
mendapatkan rahmat pengurapan karena ia adalah kudus dan rajawi,
berpartisipasi dalam tugas Kristus.

D. PENGUTUSAN
Calon diajak menyadari, bahwa seseorang yang dibaptis mendapatkan rahmat
pengurapan karena ia dijadikan menjadi kudus dan rajawi, untuk berpartisipasi dalam
tugas Kristus. Untuk itu, calon diajak memahami bahwa semua orang yang dibaptis
ikut bertanggung jawab terhadap pewartaan Kabar Gembira atau Injil. Setiap orang
yang dibaptis dengan tidak terkecuali, mempunyai tanggung jawab sebagai warga
Gereja dan sebagai bagian Tubuh Kristus. Calon diberi penyadaran bahwa Gereja
adalah suatu “communio”, persekutuan, pada hakikatnya adalah misioner. Maka dari
itu, setiap orang yang dibaptis dan menjadi anggota persekutuan dalam Gereja,
masing-masing sesuai dengan kedudukan dalam hidupnya, terpanggil untuk
menyumbangkan diri, apapun bentuknya, untuk mewartakan atau memperkenalkan
Kristus kepada dunia ini.
Calon juga diajak memahami bahwa seseorang yang sudah dibaptis juga menjadi
bagian dari anggota Gereja Semesta. Untuk itu, segenap anggota Gereja di seluruh
dunia, juga terpanggil melaksanakan peranan dan tugas kenabian mereka atas dasar
Baptis yang telah mereka terima. Perutusan ini bukan hanya terbatas, melainkan
dimana pun mereka berada dan bekerja, di pelbagai bidang yang ada, mereka diajak
hidup dalam pelayanan. Bukan terutama melayani diri sendiri, melainkan melayani
sesama.
Calon diajak mengenal dan terlibat dalam perutusan Gereja. Dalam bidang liturgia,
calon diajak terlibat dalam perayaan-perayaan dan perlu dibimbing agar secara sadar
dan aktif dalam setiap ibadat yang diselenggarakan baik di lingkungan umat maupun
paroki. Mereka diajak secara terus menerus untuk mengenal dan memahami cara
berdoa pribadi dan berdoa bersama. Mereka terus menerus dibantu untuk semakin
memahami lambang-lambang yang dipergunakan dalam setiap liturgi, meliputi sikap
dan gerak, serta nyanyiannya, bagaimana dalam mendengarkan dan menjawab, dan
lain sebagainya. Dalam bidang koinonia, para calon diajak semakin terlibat dan
mengalami hidup kristiani, baik di dalam paguyuban keluarga dan umat, doa bersama,
diberikan suasana penyambutan yang terbuka, penuh cinta, diajak berdialog dan
bercakap-cakap tentang pengalaman sehari-hari dalam terang iman. Calon dapat juga
secara terus menerus diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan umat Katolik setempat,
misalnya: sarasehan lingkungan, kelompok doa-kelompok kategorial, dan acara
kebersamaan umat serta lain sebagainya. Dalam bidang diakonia, calon diajak
menyadari bahwa Baptisan membawa semangat baru dalam hidup yaitu semangat
pelayanan. Ia hendaknya bersedia untuk ambil bagian dalam pelayanan tanpa pamrih
di tengah masyarakat. Masyarakat bukan hanya menjadi medan hidup, tetapi juga
medan perutusan.

Anda mungkin juga menyukai