Anda di halaman 1dari 89

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI

OLEH :

KELOMPOK IV

B12 C

1. I Gusti Agung Tirta Dewayani (193223170)


2. I Gusti Agung Yuni Antari (193223169)
3. I Made Udi (193223174)
4. Ni Wayan Lestari (193223199)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

Definisi Stroke
Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan oleh
iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa
bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco, dkk, 2013).
Iskemik adalah kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di jaringan otak. Sedangkan hemoragik adalah keluarnya darah ke jaringan
otak dan ke ekstravaskular di dalam kranium (Caplan, 2009).
Menurut Woodward (2011) :
a) Sebesar 85% kasus stroke disebabkan oleh iskemi dan infark pada jaringan otak.
Iskemi adalah kondisi kekurangan suplai darah akibat ketidaksesuaian aliran darah
dengan kebutuhan suplai darah di jaringan serebral untuk menjaga fungsi normal seluler.
Sedangkan infark adalah kondisi kerusakan ireversibel dan kematian jaringan (nekrosis)
yang disebabkan oleh iskemia.
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik. Munculnya
atheroma sebagai hasil dari respon inflamasi, mengarah pada penyimpanan bertahap
senyawa lipid dalam dinding arteri. Hal ini mengakibatkan pembentukan plak. Proses
ini diperberat oleh beberapa faktor seperti hipertensi, diabetes, merokok dan
hiperlipidemia. Mengakibatkan dinding arterial mengalami nekrosis, ulserasi atau
kalsifikasi.
b) Sisanya sebesar 15% kasus stroke disebabkan olehperdarahan intraserebral primer.
iskemi dapat terjadi akibat terjadinya athero-trombosis, antara lain stenosis pembuluh
darah besar, embolisasi plak antar arteri disertai oklusi pada pembuluh darah distal dan
SVD (Small Vessel Disease) dalam yang masuk ke arteri yang menyuplai basal ganglia,
massa otak, thalamus dan pons.
Faktor resiko terjadinya stroke iskemik pada pembuluh kecil memiliki kesamaan
dengan terjadinya infark/stroke lacunar, yaitu hipertensi dan diabetes. Pada Cerebro
Vascular Thrombotic, satu atau lebih vena serebral dan percabangannya mengalami
penyumbatan, mengakibatkan edema serebral, gangguan absorbsi cairan serebrospinal,
maupun infark hemoragik atau non hemoragik.
Etiologi Stroke

Stroke
Hemoragik Primer:
15% Intraparenkimal
Sub-Araknoid
85%

Iskemik Stroke

20% 25% 20% 30%


Penyakit Penetrasi Emboli Kardiogenik: Stroke Cryptogenik
Atherosklerosis
Arteri Atrial Fibrilasi 5%
(Lacuna) Penyakit Katup
Thrombus Ventrikuler
Dll Lain, Kasus tidak lazim:
Diseksi Stasis
Prothrombic
Emboli Arteritis
arteriogenik Migrain/
Hipoperfusi
Drug abuse
Dll
Sumber: Patricia Ann Blissit (2013)

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian, yaitu:
1) Trombosis serebri (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Senada dengan Brunner dan Suddarth, Price dan Wilson (1995) mengemukakan bahwa
trombosis serebri merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40
% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Arteriosklerosis
serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebri.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralisis berat pada beberapa jam atau hari (Brunner dan Suddarth, 1995). Mancall (cit.
Price dan Wilson, 1995) menambahkan bahwa trombosis serebri merupakan penyakit
orangtua. Usia yang paling sering terserang oleh penyakit ini berkisar antara 60 sampai
69 tahun.
2) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain).
Sedangkan pada embolisme serebral terjadi karena adanya abnormalitas patologik pada
jantung kiri. Seperti endokarditis infektif penyakit jantung rematik, dan infark miokard
serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.
3) Iskemia (penurunan aliran darah ke otak).
Iskemia serebral terutama karena konstriksi ateroma yang menyuplai darah ke otak
manifestasi paling umum adalah Transient Ischemic Attack (Brunner dan Suddarth,
2001).
4) Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya kehilangan penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen. Hemoragi dapat
terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter
(hemoragi subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).

Klasifikasi Stroke
Berdasarkan etiologi, stroke dikelompokkan menjadi : (Batticaca, 2008)
1) Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50
tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
a) Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of cerebral vessels).
b) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels).
2) Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan
biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental).
a) Perdarahan intra serebral (parenchymatous haemorrhage). Gejalanya :
• Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
• Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi tidak terkontrol.
• Mual atau muntah pada permulaan serangan.
• Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
• Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari
30 menit - 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).
b) Perdarahan subarakhnoid (subarakhnoid haemorrhage). Gejalanya :
• Nyeri kepala hebat dan mendadak.
• Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
• Ada gejala dan tanda meningeal.
• Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut :
1) Transient ischemic Attack ( TIA)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan smpurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2) Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atatu permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

Faktor Resiko
Faktor risiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke, umumnya dibagi menjadi :
1) Faktor Risiko Internal, yang tidak dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi :
a) Umur, dimana kejadian stroke makin tinggi pada klien usia lanjut.
Padahal usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah otak. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia seseorang maka
risiko terkena stroke pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat ini tidak
terbatas pada seseorang dengan usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada
terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada
mereka yang gemar mngonsumsi makanan berlemak dan pengguna narkoba (
walaupun belum memiliki angka yang pasti).
b) Jenis kelamin. Angka kejadian terjadinya stroke pada penderita laki-laki, dilaporkan
lebih banyak daripada penderita wanita.
c) Ras / suku bangsa
Bangsa Afrika/Negro, Jepang ,dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang
berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, dan
Madura rentan terkena stroke.
d) Riwayat keluarga / keturunan
Seseorang dengan orang tua / saudara kandung yang pernah mengalami stroke,
maka yang bersangkutan berisiko terkena stroke.
2. Faktor Risiko Eksternal, yang dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi :
a) Hipertensi
Hipertensi dapat disebabkan arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga
pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian
pecah/menimbulkan perdarahan. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
b) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak yang kemudian menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan diri. Stroke
bisa terjadi jika tekanan darah rendah sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah dalam jumlah banyak karena cidera atau
pembedahan, serangan jantung, atau irama jantung yang abnormal.
c) Diabetes Mellitus.
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah tadi kemudian menganggu kelancaran aliran darah ke otak,
yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.
d) Penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke dikemudian hari seperti
penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung dan
gangguan irama jantung. Faktor risiko ini pada umumnya akan menimbulkan
hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan atau
sel-sel atau jaringan yang telah mati ke aliran darah. Misalnya embolisme serebral
berasal dari jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, MCI,
hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga
perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya
dapat terjadi stroke.
e) Transient Ischemic Attack (TIA)
Transient Ischemic Attack dapat terjadi beberapa kali dalam 24 jam, atau dapat
berkali-kali dalam 1 minggu. Makin sering seseorang mengalami Transient Ischemic
Attack ini maka kemungkinan untuk mengalami stroke makin besar.
3) Faktor Risiko Tambahan
a) Kadar lemak darah tinggi
Kadar lemak ini termasuk kolesterol dan trigliserida. Meningginya kadar
kolesterol merupakan faktor penting terjadinya aterosklerosis (menebalnya dinding
pembuluh darah) dalam hal ini kolesterol darah yang berperan terutama adalah Low
Density Lipoprotein (LDL). Peningkatan kadar Low Density Lipoprotein dan
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit jantung koroner dan penyakit jantung seperti ini merupakan faktor risiko
stroke. Selain itu peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan terbentuknya
emboli lemak sehingga aliran darah lambat termasuk ke otak, maka perfusi otak
menurun.
b) Obesitas atau kegemukan.
c) Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
pada kemungkinan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat terhadap
stroke. Merokok menyebabkan peningkatan koagulabilitas, viskositas darah,
meningkatkan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan
darah, meningkatkan hematokrit, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan
kolesterol LDL.Perokok pasif, beresiko sama dengan perokok aktif.
d) Alkoholik
Konsumsi alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan hipertensi, penurunan
aliran darah ke otak dan ardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral.
e) Penggunaan obat tertentu dalam jangka waktu lama
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain
dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke.
f) Faktor risiko lainnya adalah gangguan tidur obstruktif, kadar homosistein yang tinggi,
kontrasepsi hormonal, infeksi, dan penyakit jantung.

Patofisiologi Stroke (Price, 2006)

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis interna, dan sistem
vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15—20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasanya adalah bahwa mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari
mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding
pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran
darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat
bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium;
atau (4) rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Serangan Iskmeik Transient (TIA)

Suatu stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologis yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. Istilah ini merupakan istilah klinis dan tidak mengisyaratkan penyebab.
Serangan serangan ini menimbulkan beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan
otak yang terkena, dan disebabkan oleh gangguan vascular yang sama dengan yang
menyebabkan stroke. TIA merupakan hal penting karena merupakan peringatan dini
akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang. TIA mendahului stroke
trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien. Dengan demikian, orang yang
mengalami TIA memerlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap.
Tindakan ini penting untuk mencegah stroke, karena sering dijumpai penyebab
penyebab yang dapat diobatai seperti fibrilasi atrium. Pemeriksaan klinis yang paling
sederhana adalah hitung darah lengkap (HDL), panel metabolic dasar, faktor
pembekuan, elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan Doppler karotis (non
invasive). Istilah yang sekarang menjadi jarang digunakan adalah Reversible Ischemic
Neurologic Deficit (RIND). RIND yang kadang-kadang disebut “stroke ringan” (small
stroke), adalah TIA dengan tanda-tanda yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya
penyebabnya adalah stenosis aterosklerosis sebuah arteri karotis. Pasien yang jelas
memperlihatkan bising karotis di sisi yang terkena seyogyanya menjalani pemeriksaan
Doppler karotis dan angiografi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat penting untuk
mendiagnosis lesi yang dapat diperbaiki secara bedah. Bahkan tanpa terdengar bruit,
prosedur-prosedur diagnostic tetap harus dilakukan apabila terdapat gejala deficit di
sirkulasi karotis (anterior), terutama apabila disertai emboli pada arteriol retina
(Wiederholt, 2000)

Identifikasi bagian otak yang terkena TIA tidaklah selalu mudah dilakukan.
Namun, timbulnya kebutaan satu mata dengan atau tanpa kelemahan atau baal
kontralateral selalu mengisyaratkan sistem karotis, demikian juga afasia reseptif atau
sensorik. Meredup atau menghilangnya penglihatan secara transien di satu mata
(amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah oleh arteri oftalmika
(cabang arteri karotis interna) yang memperdarahi arteri arteri retina. Stenosis karotis
yang disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau
menurunya curah jantung dapat menyebabkan kurang adekuatnya perfusi ke otak
sehingga timbul gejala-gejala tersebut. Tanda utama keterlibatan sistem vertebrobasiler
adalah kelemahan bilateral, gangguan penglihatan,pusing bergoyang, sering jatuh
mendadak, rasa baal, atau kombinasinya Semakin sering frekuensi TIA, semakin besar
probabilitas terjadinya stroke dikemudian hari.

Subclavian steal syndrome adalah suatu bentuk TIA yang merupakan contoh
klasik obstruksi arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran darah melalui sistem
arteria vertebrobasilaris. Apabila arteria subklavia tersumbat dekat pangkalnya, aliran
darah ke arteria vertebralis dapat berbalik sehingga aliran darah mengalir menjauhi
(“tercuri”) dari arteria basilaris dan sirkulasi Willisi untuk memperdarahi lengan dengan
mengorbankan sirkulasi otak. Tempat tersering obstruksi (biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis) adalah di arteria subklavia sinistra, dekat pangkal arteria vertebralis
sinistra. Saat lengan kiri beraktifitas,darah dialirkan dari dari arteria vertebralis dekstra
ke arteria vertebralis sinistra tempat arah aliran retrograde sehingga
terjadi iskemia serebrum. “ Subclavian Steal” ini dapat menyebabkan TIA
vertebrobasiler tetapi jarang menyebabkan stroke. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah (>20 mmHg) diantara kedua
lengan. Diagnosis dipastikan dengan angiografi dan penyakit ini dapat diperbaiki secara
bedah dengan endarterektomi atau okulasi pintas.

Stroke Iskemik (Price, 2006)

Sekitar 80—85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh organ distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyab stroke trombotik
dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arterititis, keadaan hiperkoagulasi, dan
penyakit jantung structural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis
merupakan penyabab pada sebagian besar kasus stroke trombotik, dan embolus dari
pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik (Smith et.al
2011)

Selama tahun 1990an para peneliti membuat kemajuan besar dalam


mengungkapkan mengapa sel-sel neuron mati selama stroke iskemik. Sebagian besar
stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran darah
mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih.
Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang.
CBF normal adalah sekitar 50 ml/100 gr jaringan otak/ menit. The National Stroke
Association (2001) telah meringkas mekanisme cedera sel akibat stroke sebagai berikut:

1. Tanpa obat-obatan neuroprotektif, sel-sel yang mengalami iskemia 80% atau lebih
(CBF 10 ml/100 gr jaringan otak/ menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam
beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah
lain jaringan yang disebut penumbra iskemik atau “zona transisi” dengan CBF antara
20% dan 50% normal (10—25 ml/100 gr jaringan otak/ menit. Sel-sel neuron di daerah
ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa
jendela waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai
24 jam.
Penumbra Iskemik:
CBF = 10-25 ml/100g jaringan otak/menit
(hilangnya autoregulasi dan responsivitas CO2)

Pusat Iskemik:
CBF = < 10 ml/100g jaringan otak/menit
B (infark jaringan otak)

Otak Sehat:
CBF = ≥ 50 ml/100g jaringan otak/menit
(Autoregulasi dan responsivitas CO2 utuh)

Gambar 2.1 Skematik perbandingan area infark, penumbra, dan sehat (Price, 2006)

2. Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra
iskemik, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagai berikut:

- Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan


untuk menghasilkan energi—terutama adenosine trifosfat (ATP)

- Apabila kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi


sehingga neuron neuron membengkak.

- Salah satu cara sel otak berespons terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah, dan mendorong konsentrasi ke tingkat yang membahayakan adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter
eksitatorik glutamate dalam jumlah berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini
merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke
suatu molekukl di neuron lain, Resptor N-metil-D-aspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktivan enzim nitrat oksida sintase (NOS),
yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, nitrat oksida (NO). Pembentukan
NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi penguraian
dan kerusakan struktur-struktur sel yang vital. Proses ini terjadi melalui
perlemahan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, yang pada giliranya,
mengaktifkan enzim, poli (adenosin difosfat—[ADP] ribose) polymerase
(PARP). PARP adalah suatu enzim nukleus yang mengenali kerusakan pada
untai DNA dan sangat penting dalam perbaikan DNA (Mandir.et.al 2001).
Namun, PARP diperkirakan menyebabkan dan mempercepat eksitokisistas
setelah iskemia serebrum, sehingga terjadi deplesi energi sel yang hebat dan
kematian sel (apoptosis).

- NO terdapat secara alami di tubuh dan meningkatkan banyak fungsi fisiologik


yang bergantung pada vasodilatasi, zat ini juga merupakan bahan aktif dalam
obat vasodilator kuat seperti natrium nitroprusid (Nipride).
Namun, dalam jumlah berlebihan, NO dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS dan produksi NO atau
menghambat kerja enzim PARP mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi
kerusakan otak akibat stroke.

- Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membrane sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang
iskemik.

- Akhirnya, jaringan otak yang mengalami infark membengkak dan dapat


menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.

Setelah episode iskemik permulaan, faktor mekanis dan kimiawi menyebabkan


kerusakan sekunder. Faktor yang paling banyak menimbulkan cedera adalah (1)
rusaknya sawar darah-otak dan sawar darah-CSS akibat terpajan zat-zat toksik, (2)
edema interstisium otak akibat meningkatnya permeabilitas vascular di arteri yang
terkena, (3) zona hiperperfusi yang mengelilingi jaringan iskemik yang dapat
mengalihkan aliran darah dari dan mempercepat infark neuron-neuron yang sudah
mengalami iskemia. Dan (4) hilangnya autoregulasi otak sehingga CBF menjadi tidak
responsive terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik.

Hilangnya autoregulasi adalah penyulit stroke yang sangat berbahaya dan dapat
memicu lingkaran setan berupa meningkatnya edema otak, meningkatnya TIK, dan
semakin luasnya keruaskan neuron. Dengan hilangnya autoregulasi, arteriol- arteriol
tidak lagi mampu mengendalikan CBF sesuai kebutuhan metabolik. Arteriol- arteriol
tersebut juga tidak dapat melindungi kapiler otak dari peningaktan atau penurunan
mendadak tekanan darah. Aliran darah otak sekarang dikendalikan semata- mata oleh
tekanan arteri sistemik rata-rata (MAP). Pada hipotensi berat, tekanan perfusi serebrum
menurun sehingga terjadi iskemia. Akhirnya, karena iskemia menimbulkan perubahan
kimiawi di dalam sel, akan terjadi kerusakan akibat meningkatnya edema serebrum,
yang semakin menurunkan aliran darah ke otak dalam suatu sistem beraliran lambat.
Sayangnya, dengan menghilangnya autoregulasi, hipertensi arteri sistemik yang tidak
terkendali dapat menimbulkan akibat yang sama. Serupa dengan keadaan tekanan darah
yang sangat rendah, pada keadaan tekanan tinggi CBF mengikuti MAP sitemik. Dengan
demikian CBF meningkat, TIK meningkat, sehingga kapiler-kapiler otak mengalami
distenis dan menjadi permeable. Proses ini, tentu saja menimbulkan lingkaran setan
jenis lain, berupa hilangnya tekanan onkotik di kapiler serebrum dan terjadinya edema
di jaringan interstisum otak.
iskemia

Glutamat release

Reseptor NMDA Reseptor AMPA Reseptor


Metabotropic

Peningkatan Ca++ Depolarisasi Gen Pemrogram


Intraseluler kematikan
sel/survival

Peningkatan Peningkatan Na+ Sel Membengkak


nNOS intraseluler

Radikal Bebas Protein Apoptosis


Endonuclease

Injuri Eksitoksisiti Infark Otak


Mitokondria

Bagan Alur Neurodegeneratif. Sumber: Patricia Ann Blissit (2013)


Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15—20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian
dari lesi vaskuler yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah
aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid.
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan
pada struktur-sturktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder
dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia
tersebut ada dua: (1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam
tengkorak yang volumenya tetap, (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah
yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan piaatter
meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi
otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien
kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario khas
perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak
adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.

Manifestasi Klinis

Anatomi dan Korelasi Klinis: Circle of Willis ; Sumber Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)
Area Presentasi Klinis
1. Sirkulasi Anterior (Lobus frontal, lobus
temporal, lobus parietal, lobus oksipital)
Arteri karotis internal (ICA) Kelemahan/paralisis dan kehilangan
sensori dari Lengan dan kaki kontralateral;
homonim hemianopsia kontalateral;
ekspresif dan reseptif aphasia/diphasia
Arteri Serebral Anterior (ACA) Kelemahan/paralisis kaki kontralateral dan
kehilangan sensori (kaki lebih buruk
daripada lengan); abnormalitas pada lobus
frontal pengatur perilaku; homonim
hemianopsia kontalateral; hemineglect
kontralateral jika lesi pada sisi tidak
dominan
Arteri serebral tengah (MCA) Kelemahan/paralisis lengan kontralateral
dan kehilangan sensori (lengan lebih buruk
dibanding kaki); abnormalitas lobus frontal
pengatur perilaku; homonim hemianopsia
kontalateral; Kehilangan sensori dan
motorik wajah bagian bawah kontralateral;
Dispasia ekspresif/reseptif pada bagian
dominan
2. Sirkulasi Posterior (Lobus oksipital,
Serebellum, dan batang otak)
Arteri serebral posterior (PCA) Hemiplegi kontralateral dan kehilangan
senosri; hemianopsia homonim
Arteri Basiler Vertebral (VB) Hemiplegia, kelemahan/mati rasa pada
ipsilateral wajah; dysarthria, dysphagia,
vertigo, mual, muntah, pusing, gaya
berjalan ataksia, syndrome locked-in
Arteri Serebral Posterior inferior (PICA) Sindrom Wallenberg: ataksia, vertigo,
mual dan muntah; nyeri badan
kontralateral dan penurunan suhu; nyeri
wajah ipsilateral dan penurunan suhu;
nistagmus, dysarthria, dysphagia,
dysphonia, sindrom horner
Cerebellum Ataksia, dysarthria, tatapan kosong
(diconjugate gaze), nistagmus
Batang otak Kuadriplegia dan Kehilangan sensori;
Ataksia, dysarthria, tatapan kosong
(diconjugate gaze), nistagmus
3. Sindrom Lacunar Penurunan motorik saja atau sensori saja
yang terbatas hanya pada satu sisi tubuh

Gambar 1.2. Arteri ekstrakranium dan


intrakranium darah ke otak. Sirkulasi
Willisi dan cabang-cabang utamanya
juga diperlihatkan. Tempat-tempat
aterosklerosis di pembuluh darah otak
diberi tanda (bagian yang gelap),
dengan lokasi utama adalah
bifurkasio karotis dan pangkal dari
cabang-cabang aorta, arteria
inominata, dan arteri subklavia. Ini
adalah temapt temapat yang dapat
menjalani pembedahan (Price, 2006)
Gejala klinis yang timbul juga tergantung dari jenis stroke.
1) Gejala klinis pada stoke hemoragik berupa :
a) defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi,
b) kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
c) terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d) gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya.
2) Gejala klinis pada stroke akut berupa :
a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
b) gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
c) perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau
koma),
d) afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara),
e. disartria (tidak lancar atau tidak dapat bicara),
f) ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),
g) vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

Diagnosis Banding dan Perbandingan Manifestasi Klinis Stroke

Kriteria Stroke Hemoragik Stroke Iskemik


Perbedaan Parenchymatous Subarachnoid Thrombosis of Embolism of
Haemorrhage Haemorrhage cerebral vessels cerebral vessels
Usia 45-60 th 20-40 th 50 th Tidak
berpengaruh
Tanda awal Sakit kepala Sakit kepala Serangan TIA Tidak sakit
menetap sementara (iskemik kepala
sementara)
Wajah Hiperemi pada Hiperemi pada Pucat Pucat
wajah & wajah, tampak
konjungtiva blefarospasme
Saat timbulnya Mendadak, kadang Mendadak, Secara perlahan, Mendadak
penyakit pada saat merasa ada sering pada
melakukanaktifitas tiupan di kepala malam hari atau
& adanya tekanan menjelang pagi
mental
Gangguan Penurunan Gangguan Kecepatan Sering pada awal
kesadaran kesadaran kesadaran yang menurunnya kejadian atau
mendadak reversible sesuai dengan perubahan yang
memberatnya terjadi sesuai
defisit neurologis dengan beratnya
defisit neurologis
Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Motor exitation Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Muntah 70-80% >50% Jarang 2-5% Kadang-kadang
(25-30%)
Pernafasan Ireguler, snooring Kadang Cheyne- Jarang terjadi Jarang terjadi
Stokes, gangguan pada gangguan pada
kemungkinan kasus proses kasus proses
bronchorrea hemisfer hemisfer
Nadi (pulse) Tegang, bradikardi Kecepatan nadi Mungkin cepat Bergantung pada
lebih sering 80-100x/mnt dan halus etiologi penyakit
daripada jantung
takikardia
Jantung (heart) Batas jantung Patologi jantung Lebih sering Alat jantung,
mengalami jarang kardiosklerosis, endokarditis,
dilatasi, tekanan tanda hipertonik aritmia kardiak
aorta terdengar jantung
pada bunyi
jantung II
Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang Bervariasi Bervariasi
meningkat
(mungkin
menetap tak
berubah)
Paresis atau Hemiplegia Bisa tidak ada. Hemiparesis Hemiparesis,
plegia dengan aktifitas lebih prominen kelemahan di
ekstremitas berlebih, ekstensi pada salah satu salah satu
abnormal ekstremitas bisa ekstremitas lebih
mengarah ke tampak daripada
hemiplegia yang lainnya.
Kadang-kadang
mengarah ke
hemiplegia
Tanda patologi Kadang-kadang Kadang-kadang Unilateral Unilateral
bilateral, tampak mengarah ke
lesi pada salah bilateral
satu sisi cerebral
Rata-rata Cepat Cepat Secara perlahan Cepat
perkembangan
penyakit
Serangan Jarang 30% Jarang Jarang
Tanda awal Kadang-kadang Hampir selalu Jarang Jarang pada
iritasi meningeal gejala awal
penyakit
Pergerakan mata Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang
Cairan Berdarah atau Kadang-kadang Tidak berwarna Tidak berwarna
Serebrospinal xanthocromic perdarahan dan jernih dan jernih
dengan
peningkatan
tekanan
Fundus mata Kadang-kadang Jarang Perubahan Perbedaan
perdarahan dan perdarahan sklerotik perubahan
perubahan pembuluh darah pembuluh darah
pembuluh darah (atherosklerosis
dan vaskulitis)
Echo-EG Terdapat tanda Tidak terdapat Tidak terdapat Tidak terdapat
pergantian M-echo tanda pergantian tanda pergantian tanda pergantian
dan hematoma M-echo di edema M-echo atau M-echo atau
otak dan kemungkinan kemungkinan
hipertensi pergantian hingga pergantian hingga
intrakranial 2 mm keutuhan 2 mm keutuhan
hemisfer pada hemisfer pada
hari pertama hari pertama
serangan stroke serangan stroke

Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wiwit, 2010 bukanlah hal yang mudah menentukan seseorang terkena
stroke atau tidak. Dalam hal ini harus melewati berbegai prosedur sebelum menyatakan
seseorang terkena stroke. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain pemeriksaan darah,
pemeriksaaan dengan alat pemindai, seperti MRI (magnetik resonance imaging) atau CT
Scan (computerized tomography scanning). Selain itu, dibutuhan juga wawancara
(anamnesa) dan pemeriksaan fisik dengan seseorang yang diduga menderita stroke.

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Neurologis


Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran klinis seseorang. Dengan
berbicara langsung dengan pasien, akan dapat memperkirakan tingat keparahan penyakit
yang diderita pasien. Dalam wawancara ini, ada beberapa hal yang perlu ditanyakan
kepada penderita stroke antara lain : gejala apa yang dialami dan berapa
lama serangan telah terjadi, pernahkah penderita mengalami gejala yang sama
sebelumnya, adakah keluhan menderita penyakit lain, dan obat apa yang sedang diminum
dan sebagainya. Selain hal itu minta klien menggerakkan beberapa organ tubuhnya,
memukul lutut untuk mengecek gerak refleks, dan sebagainya.
Pemeriksaan neurologi terdiri atas :
1) Tingkat kesadaran, dibagi menjadi 2 yaitu kualitatif dan kuantitatif
a) Kualitatif
• Komposmentis (kesadaran yang normal)
• Somnolen, adalah keadaan mengantuk. Kesadaran dapat oulih penuh bila
dirangsang. Biasa disebut juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu
memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
• Sopor (stupor), adalah kantuk yang mendalam. Masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun kembali. Masih
mengikuti suruhan singkat, terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri
penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal
dari penderita tetapi gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
• Koma ringan adalah tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea,
pupil masih baik. Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak
terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.
• Koma dalam atau komplit. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
b) Kuantitatif (glasgow coma scale)
• Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Dengan rangsang 2
Tidak ada reaksi 1

• Respon Verbal
Baik, tidak ada disorientasi 5
Kacau (confused- dapat bicara 4
dalam kalimat, namun ada
disorientasi waktu dan tempat)
Tidak tepat (dapat mengucapkan 3
kata-kata namun tidak berupa
kalimat)
Mengerang 2
Tidak ada jawaban 1
• Respon Motorik
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1

2) Rangsang Selaput Otak


Rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala, diantaranya:
a) Kaku kuduk
Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Cara
pemeriksaan:
• Tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
• Kepala ditekukan (fleksi), usahakan dagu mencapai dada
• Untuk mengurangi salah tafsir, penekukan kepala dilakukan saat klien ekspirasi
• Kaku kuduk(+), jika kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada
b) Tanda Lasegue, cara pemeriksaan:
• Luruskan kedua tungkai pada pasien yang sedang berbaring
• Satu tungkai diangkat lurus, dibengkokan (fleksi) pada persendian panggul
• Tungkai yang lain harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus)
• Tanda lasegue (+), jika timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita
menacapai sudut 70 derajat, normalnya kita dapat mencapai sudur 70 derajat
tanpa rasa sakit dan tahahan, kecuali pada usila diambil patokan 60 derajat.
c) Tanda kernig, cara pemeriksaan:
• Fleksikan paha pada persendian panggul sampai sudut 90 derajat, dengan posisi
berbaring
• Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
• Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derjat antara tungkai
bawah dan tungkai atas
• Tanda kernig (+), jika terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini
d) Tanda Brudzinski I, cara pemeriksaan:
• Tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring
• Tangan yang lain sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan
• Tekukan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada
• Brudzinski I (+), jika mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya
kaji dulu apakah ada kelumpuhan pada tungkai.
e) Tanda Brudzinski II, cara pemeriksaan:
• Pada posisi berbaring, fleksikan satu tungkai pada persendian
panggul
• Tungkai yang lain berada dalam keadaan lurus (ekstensi)
• Brudzinski II (+), jika tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi.
Sebelumnya kaji dulu apakah ada kelumpuhan pada tungkai
3) Saraf otak
a) Saraf otak 1 (Nervus Olfaktorius)
Merupakan saraf sensorik yang fungsinya untuk mencium bau, menghidu. Cara
pemeriksaan:
• Pemeriksaan lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, contoh:
ingusan, polip
• Dengan satu lubang hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak
merangsang, seperti: teh, kopi, tembakau
• Periksa masing-masing hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung
yang lainnya.

b) Saraf otak II (Nervus optikus)


Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapang pandang) secara kasar.
Jika ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu
dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurologi. Cara
pemeriksaan:
- Ketajaman penglihatan

Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinnding dan
diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf yang ada dibuku atau koran.
Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap normal.
- Lapangan pandang

Klien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-
kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita
harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata kananya. Pasien tetap
melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus tetap melihat mata kanan
penderita. Gerakan tangan dari satu sisi, jika pasien sudah melihat gerakan tangan
pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah
iapun telah melihatnya.

c) Saraf III, IV, VI (Nervus okulomotorus, troklearis, dan abdusen)


Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu
mengurus otot-otot ekstrinsik dan instrinsik bola mata
• Saraf III : Mengatur kontraksi pupil dan mengatur lensa mata
• Saraf IV : Kerjanya menyebabkan mata dapat melirik kearah bawah dan nasal
• Saraf VI : Kerjanya menyebabkan lirik mata kearah temporal
Cara pemeriksaan dengan menggunakan senter, periksa pupil apakah miosis atau
midriasis lalu suruh pasien mengikuti gerakan cahaya yang digerakan pemeriksa
sesuai dengan arah fungsi masing-masing saraf.

d) Saraf V (Nervus Trigeminus)


Nervus Trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian motorik dan sensorik
Motorik (mengurus otot-otot mengunyah). Cara pemeriksaan:
• Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba M.
masseter dan M.temporalis
• Pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah,
bila ada parease, maka rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh
• Nilai kekuatan otot saat menutup mulut dengan cara menyuruh pasien
mengginggit suatu benda, misal: tong spatel.
Sensorik (mengurus sensibilitas dari muka). Diperiksa denganmenyelidiki rasa
raba, rasa nyeri dan suhu daerah-daerah yang dipersarafinya (wajah). Cara
pemeriksaan :
• Rasa raba
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan
ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan ke area wajah klien.
Bandingkan antara wajah kiri dan kanan.
• Rasa nyeri
Dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukan hendaknya cukup
keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba atau sentuh.
Tusukkan ke area wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.
• Rasa suhu
Ada 2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakanbotol
yang berisi air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien
menyebutkan apakah panas atau dingin.
e) Saraf VII (Nervus Fasialis)
Terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.
Cara pemeriksaan :
Fungsi Motorik
• Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini
dapat dilakukan dan apakah asimetris/simetris.
• Suruh penderita memejamkan mata. Dinilai dengan jalan mengangkat
kelopak mata dengan tangan pemeriksa sedangkan pasien disuruh tetap
memejamkan mata.Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu. Jika
lumpuh berat, penderita tidak mampi memejamkan mata.
• Suruh penderita menyeringai, mengembungkan pipi.
Fungsi Pengecapan
• Sebelumnya pasien disuruh untuk menutup kedua matanya
• Suruh pasien untuk menjulurkan lidahnya
• Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah bagian depan.
• Suruhpenderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan isyarat,
misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.
f) Nervus VIII (Nervus Akustikus)
Saraf ini terdiri atas 2 bagian, yaitu saraf koklearis mengurus pendengaran dan saraf
vestibularis mengurus keseimbangan.
- Ketajaman Pendengaran
• Suruh penderita mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan
membandingkannya dengan orang tuanya.
• Perhatikan adanya perbedaan pendengaran antara telinga kiri dan kanan.
• Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan
kanan maka lakukan pemeriksaan Swabach, Rinne dan Weber.
- Keseimbangan
• Tes Romberg yang dipertajam.
Penderita berdiri dengan kaki kaki yang satu di depan yang lainnya.Tumit kaki
yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya.
• Tes melangkah ditempat
Penderita disuruh berjalan di tempat dengan mata tertutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa.Sebelumnya pasien diberitahu
bahwa dia harus berusahaagar tetap agar tetap ditempat selama tes ini. Tes ini
dianggap abnormal jika kedudukan akhir penderita beranjak lebih dari 1
meterdari tempat semula atau badan berputar lebih dari derajat.
g) Saraf IX dan X (Nervus Glosofaringeus dan Vagus)
Kedua nervus ini diperiksa berbarengan karena berhubungan erat satu sama lain.
Cara pemeriksaan :
• Penderita disuruh membuka mulut, suruh penderita menyebut “aaaa”
perhatikan palatum mole dan faring serata apakah uvula ada di tengah atau
miring.
• Waktu penderita membuka mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau
pangkal lidah dengan tong spatel. Rangsangan tersebut akan
membangkitkan reflek muntah.
h) Saraf XI (Nervus Aksesorius)
Cara pemeriksaan :
• Tempetkan tangan kita diatas bahu penderita.
• Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan maka
dapat kita nilai kekuatan ototnya.
• Bandingkan otot yang kanan dan kiri.
i) Saraf XII (Nervus Hipoglosus).
Cara pemeriksaan :
• Suruh pasien membuka mulut dan menjulurkan lidahnya.
• Penderita disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya
tekannya ini dengan jalan menetapkan jari kita tapi pada pipi sebelah luar.
Jika terjadi parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi
sebelah kanan tetapi ke sebelah kiri dapat melakukannya.

4) Kekuatan otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 (0 berarti lumpuh sama
sekali dan 5 normal).
1 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
2 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
3 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi.
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disampin dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi faktor-faktor risiko tersebut.
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a) Pemeriksaan darah lengkap berupa jumlah sel darah merah dan putih, trombosit, dam
lain-lain. Hasil pemeriksaan ini akan memberikan informasi kesehatan pasien,
misalnya jika jumlah sel darah putih diatas normal, hal itu mengindikasikan terjadinya
penyalit atau infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Tes darah koagulasi, yang terdiri atas 4 tes, yaitu :
• Prothrombin time
• Partial thromboplastin time (PTT)
• International normalized ratio (INR); dan
• Agregasi trombosit
Tes ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat darah menggumpal dan
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah.
c) Tes kimia darah
Tes ini digunakan untuk melihat kadar gula darah, kolesterol, asam urat, dan lain-lain
yang merupakan pencetus stroke.
d) Tes lipid darah
Tes ini digunakan untuk mengetahui kadar kolesterol baik (HDL) dan kadar kolesterol
jahat (LDL), trigliserida, dan total kolesterol. Faktor kolesterol ini dianggap sebagai
faktor yang berperan penting dalam kasus stroke dan penyakit jantung.
e) Tes darah dalam situasi tertentu.
Kasus stroke yang tidak diketahui penyebabkan memerlukan tes ini. Tes ini terutama
diperlukan pada penderita yang berusia muda atau anak-anak. Tes ini meliputi
homosistein darah, enzim kardiak, dan lopus koagulasi.

Komplikasi Stroke
Menurut Brunner&Suddarth (2002), komplikasi stroke meliputi:
1) Hipoksia Serebral
Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme Serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah stroke infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentikan trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

Penatalaksanaan Stroke
Berdasarkan Guideline Stroke AHA 2011, Perdossi membagi penatalaksanaan
stroke akut menjadi penanganan stroke prahospital, penanganan di ruang gawat darurat,
penatalaksanaan umum di ruang rawat stroke dan penatalaksanaan komplikasi medik
stroke akut.
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas danmenurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Filosofi
yang harus dipegang adalah time is brain dan the golden hour.
Penanganan Stroke Akut Prahospital
a) Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA. Keluhan
pertamakebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar rumah sakit. Konsep Time is
brain berarti pengobatan stroke merupakan keadaan gawat darurat. Jadi,
keterlambatan pertolongan pada fase prahospital harus dihindari dengan pengenalan
keluhan dan gejala stroke bagi pasien dan orang terdekat. Beberapa gejala atau tanda
yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan sensorik
satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia,
disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara
rnendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm
movement Speech, Test all three).
FAST yang merupakan singkatan dari istilah Face, Arms, Speech, dan Time.
Melalui metode FAST, serangan stroke lebih cepat terdeteksi, sehingga
memungkinkan untuk dilakukan pertolongan segera, dan dibawa ke UGD rumah
sakit terdekat, untuk mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat, terutama yang
memiliki pelayanan stroke terpadu.

Tiga jam pertama setelah seseorang mengalami serangan stroke merupakan


golden periode, dimana waktu ini merupakan saat yang paling tepat bagi pasien
untuk mendapatkan penanganan agar tidak terjadi kondisi yang lebih parah yang
akan menyebabkan cacat bagi pasien.
1) Face (wajah)
Gejala stroke dini dapat kita kenali dengan cara pertama, yaitu membaca wajah.
Jika terdapat keanehan pada wajah seperti kekakuan atau kelumpuhan, dapat kita
indikasikan sebagai gejala stroke mini. Fungsi metode ini adalah untuk
mengetahui apakah telah terjadi stroke terhadap seseorang melalui wajah.
Caranya mintalah kepada pasien yang dicurigai mengalami stroke untuk
tersenyum, jika wajahnya terlihat tidak simetris maka hal tersebut merupakan
indikasi bahwa yang bersangkutan telah mengalami stroke.
2) Arms (lengan)
Tes kedua dapat kita lakukan pada lengan dan tangan kita. Biasanya, tangan
atau lengan yang secara tiba-tiba tidak dapat digerakkan merupakan salah satu
gejala stroke ringan. Fungsi metode ini adalah untuk mengetahui terjadinya stroke
melalui tangan seseorang. Caranya: Mintalah seseorang yang diduga
mengalami stroke untuk mengangkat kedua lengannnya lurus ke depan secara
bersamaan selama beberapa detik, jika yang bersangkutan tidak dapat
mengangkat salah satu lengannya berarti dia bisa jadi terkena serangan stroke,
atau jika yang bersangkutan mampu mengangkat ke dua tangannya namun
beberapa saat kemudian tanpa kontrolnya lengan tiba-tiba turun, maka sebetulnya
itu salah satu indikasi terjadinya stroke pada diri seseorang.
3) Speech (bicara)
Gejala stroke ringan dapat dikenali dari gaya bicara kita. Karena, stroke
menyerang saraf alat bicara yang membuat kita berbicara gagap atau lidah kelu.
Metode ini berfungsi untuk mengetahui serangan stroke melalui kemampuan
seseorang untuk mengingat atau mengucapkan sebuah kalimat atau kata-kata.
Caranya: Mintalah orang yang diduga mengalami stroke untuk mengucapkan
beberapa kata dengan cara mengulangnya beberapa kali, apakah suaranya
terdengan cadel atau pelo. Gunakan kata-kata yang mengandung banyak
konsonan huruf R seperti "ular melingkar diatas pagar" dan lain sebagainya. Jika
suara yang bersangkutan terdengar cadel atau pelo maka hal tersebut adalah
indikasi terjadinya serangan stroke.
4) Time (waktu)
Jika setelah diperiksa beberapa tanda dan gejala di atas, terdapat satu atau
beberapa tanda pada diri seseorang, maka jangan ditunda lagi untuk segera
membawanya ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut agar tidak terjadi kondisi yang lebih parah.

b) Pengiriman pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans
gawat
darurat.

c) Tranportasi / ambulans
Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans sebagai berikut:
• Personil yang terlatih
• Mesin EKG
• Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat
• Obat-obat neuroprotektan
• Telemedisin
• Ambulans yang dilengkapi dengan peralatan gawat darurat, antara lain,
pemeriksaan glukosa (glucometer), kadar saturasi 02 (pulse oximeter).
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu mengerjakan:
• Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
• Tindakan stabilisasi dan resusitasi (Airway Breathing Circulation/ABC).
Intubasi perlu
dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam, hipoventilasi, dan aspirasi.
• Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk
• Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke
• Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan
jantung
• Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
• Memeriksa kadar gula darah
• Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
• Transportasi secepatnya (time is brain)
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayanan ambulans:
• Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat.
• Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan
hipotensi.
• Hindari pemberian cairan glukosa/dekstrose kecuali pada pasien
hipoglikemia.
• Jangan menurunkan tekanan darah, kecuali pada kondisi khusus (lihat Bab
V.A
• Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut). Hindari hipotensi,
hipoventilasi, atau anoksia.
• Catat waktu onset serangan.
• Memanfaatkan jaringan pelayanan stroke komprehensif yaitu unit gawat
darurat, stroke unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitif
pasien stroke.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan
lingkungan.
Anamnesa
Nama (sebagai identitas pasien), Status perkawinan (mungkin berpengaruh
terkait dengan beban hidup pasien yang sudah menikah), pendidikan (mempengaruhi
pasien dalam perilaku kesehatan), pekerjaan (tingkat pekerjaan yang tinggi dapat
mempengaruhi stroke karena stres atau beban hidup yang tinggi), agama (sebagai
keyakinan pasien), Umur (makin tua kejadian stroke makin tinggi. Padahal usia lanjut
terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Usia
merupakan faktor risiko stroke. Semakin tua usia seseorang maka risiko terkena stroke
pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat in tidak terbatas pada seseorang dengan
usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia
produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengonsumsi
makanan berlemak dan pengguna narkoba (walaupun belom memiliki angka yang pasti)),
Jenis Kelamin (Laki-laki lebih beresiko disbanding wanita ), Rasa tau suku bangsa
(Bangsa Afrika/Negro, Jepang , dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang
berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, dan
Madura rentan terkena stroke), tanggal dan jam masuk rumah sakit (perlu mengetahui
berapa lama serangan terjadi), nomor register (sebagai identitas pasien), dan diagnosa
medis, Identitas penanggung jawab (keluarga pasien): nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat.

Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2011).

Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke infark mengakibatkan kehilangan berkomunikasi, gangguan
persepsi, kehilangan motorik, dan merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atatu paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
beristirahat (nyeri , kejang otot).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu (Muttaqin, 2011).
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat pengkajian sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
Pemeriksaan Fisik
4) B1 (Breathing)
• Pada inspeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada klien
dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernafasannya
menunjukkan tidak ada kelainan.
• Pada auskultasi terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
• Palpasi toraks didapatkan adanya taktil premitus seimbang kanan dan diri, dan
auskultasi tidak terdapat suara tambahan
5) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan adanya renjatan atau syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Terjadinya peningkatan tekanan
darah dan dapat terjadi hipertensi massif (TD mencapai > 200 mmHg)
6) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi
pembuluh mana yang tersumbat, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Lesi
otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian ini memeriksa secara fokus
dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian sistem lainnya. Kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a. Pengkajian saraf kranial
Pemerikasaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
• Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan pada fungsi
penciuman
• Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering
terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
• Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit
• Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
• Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
• Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
• Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit untuk membuka
mulutnya
• Saraf XI: tidak terdapat atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
• Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
b. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
maka gangguan kontrol motor volunter pada salah satu tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
• Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Selain itu juga didapatkan terjadinya hemiparesis atau kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
• Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
• Meningkatnya tonus otot
• Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena adanya hemiparese
dan hemiplegi
c. Pengkajian Reflek
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan
reflek patologis. Pada gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang berhubungan sekunder dengan area fokal kortikal yang peka
d. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) erta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
7) B4 (Bladder)
Pada stroke klien akan mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, juga ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Terkadang kontrol sfingter urine eksternal menghilang atau berkurang. Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8) B5 (Bowel)
Adanya keluhan susah menelan, anoreksia, mual dan muntah pada fase akut.
Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia yang berlanjut
akana menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
9) B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat
kebiruan, dan apabila kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah dalam mobilitas fisiknya. Selain itu juga terdapat kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise, serta mudah lelah
yang menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan Diagnosa pasien
stroke meliputi:
1. Angiografi Serebri: membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi: umumnya dilakukan pada stroke hemoragik.
3. CT scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens lokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau
menyebar kepermukaan otak.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dengan menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
5. USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan darah rutin.
8. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
9. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Muttaqin, 2011).

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah fase kedua proses keperawatan. Pada fase ini, perawat
menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menginterpretasi data pengkajian dan
mengidentifikasi kekuatan serta masalah pasien (Kozier, 2011). Berdasarkan data
pengkajian, Diagnosa keperawatan untuk pasien stroke infark meliputi hal berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri,
oklusi otak, vasopasme, dan edema otak.
2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia,
kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan
cairan yang tidak adekuat.
6. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas.
7. Perubahan persepsi-sensori yang berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,
integrasi (trauma neurologis atau defisit) yang ditandai dengan disorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang; perubahan dalam pola perilaku/respons terhadap rangsangan,
respons emosional berlebihan; konsentrasi buruk, perubahan proses berpikir; perubahan
dalam ketajaman sensori; ketidakmampuan untuk menyebutkan posisi bagian tubuh
(propriosepsi), ketidakmampuan mengenali/mendekati makna terhadap objek (agnosia
visual) (Doenges, 2000).
8. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah makan dan menelan.
9. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang,
penurunan sensori rasa (panas, dingin), penurunan tingkat kesadaran.
10. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan & NIC


NOC

1. Perubahan perfusi jaringan 1. Monitor tanda-tanda vital.


serebral yang berhubungan 2. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,
dengan perdarahan intraserebri, kesimetrisan dan reaksi.
oklusi otak, vasopasme, dan 3. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur,
edema otak. nyeri kepala.
NOC : Tissue perfusion : 4. Monitor kondisi umum pasien dan
cerebral orientasinya.
a) Tekanan darah sistole dan 5. Monitor tonus otot pergerakan.
diastole dalam rentang yang 6. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan
diharapkan. intrakranial dan respon nerologis.
b) Tidak ada hipotensi ortostatik. 7. Catat perubahan pasien dalam merespon
c) Kemampuan komunikasi stimulus.
membaik. 8. Monitor status cairan.
d) Menunjukkan konsentrasi & 9. Pertahankan parameter hemodinamik
orientasi.
e) Pupil seimbang dan reaktif.
f) Tidak mengalami kejang.
g) Tidak mengalami nyeri
kepala.

2. Kerusakan komunikasi verbal 1. Monitor kemampuan berkomunikasi pasien


yang berhubungan dengan efek 2. Minta peran serta aktif keluarga dalam terapi
dari kerusakan pada area bicara wicara.
pada hemisfer otak, kehilangan 3. Tandai bel pasien, sebagai pasien yang tidak
kontrol tonus otot fasial atau oral, mampu berkomunikasi.
dan kelemahan secara umum. 4. Minta pasien bicara dengan kecepatan pelan,
NOC : Communication ulangi perkataan pasien untuk akurasinya.
a) Menggunakan bahasa tertulis
b) Menggunakan bahasa yg
dikuasai.
c) Menggunakan gambar untuk
berkomunikasi.
d) Memastikan interpretasi pesan
yang disampaikan akurat.

3. Hambatan mobilitas fisik yang 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan


berhubungan dengan dan lihat respon pasien saat latihan.
hemiparese/hemiplagia, 2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
kelemahan neuromuskuler pada 3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ekstremitas. ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
NOC : Self care : Activity Daily 4. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
Livings. dan bantu penuhi kebutuhan sehari-hari pasien.
a) Klien meningkat dalam 5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
aktivitas fisik. berikan bantuan jika diperlukan.
b) Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas.
c) Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan oleh
iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa bukti
yang cukup untuk diklasifikasikan. Stroke biasanya diakibatkan oleh trombosis serebri,
embolisme serebral, iskemia di jaringan otak dan hemoragik serebral. Gejala klinis yang
mungkin timbul adalah defisit neurologis mendadak, kelumpuhan wajah atau anggota badan,
gangguan hemisensorik, perubahan status mental serta gangguan komunikasi verbal.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan stroke antara lain perubahan
perfusi jaringan serebral, hambatan komunikasi verbal dan hambatan mobilitas fisik.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikam saran yang sekiranya dapat
dijadikan perhatian dan masukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu :
a) Menambah pengetahuan sehingga diharapkan lebih memahami tentang penyakit, gejala,
pengobatan dan penanganan gangguan sistem serebrovaskuler (stroke/CVA).
b) Keluarga hendaknya memahami keadaan pasien dan mendukung proses pengobatan pasien.
c) Sebagai seoraang perawat hendaknya lebih memahami tentang konsep penyakit gangguan
sistem serebrovaskuler dan asuhan keperawatan yang harus diberikan sehingga dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Sheila.(2013). Evidence-based Nursing Care for Stroke and Neurovascular


Condition. John Wiley & sons, Inc.
Batticaca F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.

Caplan, Louis R. (2009). Caplan's Stroke : A Clinical Approach. Elsevier Health Science.

Dewanto, george Dkk (2009). Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf
Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta:Salemba Medika.

Janigro, D., Wender, R., Ramson, G., Tinklepaugh, D., & Winn, H. (1996). Adenosine-
Induced Release of Nitric Oxide from Cortical Astrocytes. Neuroreport, 1640-1644.

Junaidi, iskandar (2011). Stroke, waspadai ancamannya. Yogayakarta: Andi Offset.

Kozier, Barbara et al. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan
praktik. Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta: Salemba medika.

Nurarif, Amin Huda danan Kusumahardhi (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosis medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Media action.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.(2013). Situasi Kesehatan Jantung. Info
Datin

Pearce, Evelyn C (2011). Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: Gramedia.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.

Rendi M Clevo (2012). Asuhan keperawatan medical bedah dan penyakit dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Ritter, A., & Robertson, C. (1994). Cerebral Metabolism. Neurosurgery Clinics of Nort
America, 633-645.
Sacco, et all (2013). An updated definition of stroke for the 21st century: a statement for
healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. US National Library of Medicine National Institute of Health :
Pubmed.gov.

Tabet, R. (2014, Agustus 24). Gejala Stroke dan Cara Cepat Penanganan untuk Menghindari
Cacat Permanen. Dipetik Maret 24, 2016, dari Situs Sains dan Kesehatan:
http://www.univer-science.com/2014/08/gejala-stroke-dan-cara-cepat.html

Warlow, Charles et al (2008). Stroke : Practical Management, 3rd edition. Malden, Mass. :
Blackwell Pub.

Woodward,Mestecky.(2011). Neuroscience Nursing. Evidence-Based Practice. Wiley-


Blackwell Publishing.Ltd.

Zauner, A., Daugherty, W., Bullock, M., & Warner, D. (2002). Brain Oxygenation and Energy
Metabolism: Part 1-Biologocal Function and Pathophysiology. Neurosurgery, 289-301.
TUGAS MATA KULIAH KMB III
TELUSUR JURNAL TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN
PADA SISTEM MUSKULOSKLETAL

OLEH :
KELOMPOK IV
B12C

I Gusti Agung Tirta Dewayani 193223170


I Gusti Agung Yuni Antari 193223169
I Made Udi 193223174
Ni Wayan Lestari 193223199

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN-ORGAN DALAM SISTEM
MUSCULOSKELETAL

Muskuloskeletal terdiri atas :

 Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen

 Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi

1. Muskuler/Otot

1.1 Otot

Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari
600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-
tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan
kulit.

Fungsi sistem muskuler/otot:

 Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.

 Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan mempertahankan
tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.

 Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk


mepertahankan suhu tubuh normal.

Ciri-ciri sistem muskuler/otot:

 Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak melibatkan
pemendekan otot.

 Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf.

 Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang otot
saat rileks.
 Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.

Jenis-jenis otot

a) Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.

 Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar
berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.

 Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.

 Kontraksinya sangat cepat dan kuat.

Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka

• Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.

• Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak
nukleus ditepinya.

• Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-
macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan
myofibril.

• Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda ukurannya :

− yang kasar terdiri dari protein myosin

− yang halus terdiri dari protein aktin/actin.

b) Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan
sistem sirkulasi darah.

 Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.


 Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah)
sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil.

 Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur Mikroskopis Otot Polos

• Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-myofilamen.

Jenis otot polos

Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi.

 Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada jalan udara
besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan
ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.

 Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ
berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit
tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi
saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.

c) Otot Jantung

▪ Merupakan otot lurik

▪ Disebut juga otot seran lintang involunter

• Otot ini hanya terdapat pada jantung

• Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.

Struktur Mikroskopis Otot Jantung

• Mirip dengan otot skelet


Gambar .1

Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung

Kerja Otot

Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)

Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)

Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)

Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)

Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)

Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)

1.2 Tendon

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari
fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan
otot.
Gambar.2

Tendon

1.3 Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat
oleh sendi.

Beberapa tipe ligamen :

Ligamen Tipis

Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang ada di siku
dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.

Ligamen jaringan elastik kuning.

Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi,
seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.
Gambar.3

Ligamen

2. Skeletal

2.1 Tulang/ Rangka

Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita
memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.

Fungsi Sistem Skeletal :

1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang.

3. Melekat pada tulang

4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan
pembentuk darah.

5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya.

6. Hemopoesis
Struktur Tulang

Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks).

Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).

Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.

Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.

Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa).

Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang).

Jaringan tulang terdiri atas :

a. Kompak (sistem harvesian → matrik dan lacuna, lamella intersisialis)

b. Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah)

Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya

1. Tulang Kompak

a. Padat, halus dan homogen

b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’ yellow bone
marrow” .

c. Tersusun atas unit : Osteon → Haversian System

d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh darah dan
saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).

e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur,
membran ini mengandung:

 Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang

Osteoblas

2. Tulang Spongiosa
a. Tersusun atas ” honeycomb” network yang disebut trabekula.

b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.

c. Rongga antara trebakula terisi ” red bone marrow” yang mengandung pembuluh darah
yang memberi nutrisi pada tulang.

d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang lengan
dan paha.

Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya

1. Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna

2. Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki

3. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum

4. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis

Pembagian Sistem Skeletal

1. Axial / rangka aksial, terdiri dari :

 tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka

 columna vertebralis / batang tulang belakang

 costae / tulang-tulang rusuk

 sternum / tulang dada

2. Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :

 tulang extremitas superior

a. korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan clavicula (tulang
berbentuk lengkung).

b. lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.

c. lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.


d. tangan

 tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.

2.2 Sendi

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk
memudahkan terjadinya gerakan.

1. Synarthrosis (suture)

Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas fibrosa.
Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.

2. Amphiarthrosis

Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh:
Tulang belakang

3. Diarthrosis

Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial.
Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher),
dan sendi pelana (jempol/ibu jari).

Gambar. 4
B. LOW BACK REGION

1. Struktur

Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi:

1. Cervical/leher 7 ruas

2. Thoracalis/punggung 12 ruas

3. Lumbalis/pinggang 5 ruas

4. Sakralis/kelangkang 5 ruas

5. Koksigeus/ekor 4 ruas

2. Fungsi

Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur tulang belakang
manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang belakang lumbrosakral.
Gambar 5. Tulang belakang dan lekukuannya

Antar tulang belakang diikat oleh intervertebal, serta oleh ligamen dan otot. Ikatan antar tulang
yang lunak membuat tulang punggung menjadi fleksibel. Sebuah unit fungsi dari dua bentuk
tulang yang berdekatan diperlihatkan dari gambar di bawah ini.

Gambar 6. Fungsi dasar tulang punggung

3. Komponen punggung

 Otot punggung
Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini
berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal.

 Diskus

Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan. Terdapat diantara
vertebrae sehingga memungkinkan sendi-sendi untuk bergerak secara halus. Tiap diskus
mengandung cairan yang mengalir ke dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai
pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus bersifat elastis, mudah
kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra.

a. Otot-otot punggung

 Spina erektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari belakang sakrum dan
bagian perbatasan dari tulang inominate dan melekat ke belakang kolumna vertebra
atas, dengan serat yang selanjutnya timbul dari vertebra dan sampai ke tulang
oksipital dari tengkorak. Otot tersebut mempertahankan posisi tegak tubuh dan
memudahkan tubuh untuk mencapai posisinya kembali ketika dalam keadaan
fleksi.

 Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada belakang punggung. Aksi
utama dari otot tersebut adalah menarik lengan ke bawah terhadap posisi bertahan,
gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan menarik tubuh menjauhi lengan pada saat
mendaki. Pada pernapasan yang kuat menekan bagian posterior dari abdomen.

b. Otot-otot tungkai

Gluteus maksimus, gluteus medius, dan gluteus minimus adalah otot-otot dari bokong. Otot-otot
tersebut semua timbul dari permukaan sebelah luar ilium, sebagian gluteus maksimus timbul dari
sebelah belakang sacrum. Aksi utama otot-otot tersebut adalah mempertahankan posisi gerak
tubuh, memperpanjang persendian panggul pada saat berlari, mendaki, dan saat menaiki tangga,
dalam mengangkat tubuh dari posisi duduk atau membungkuk, gerakan abduksi dan rotasi lateral
dari paha.

C. INTERVERTEBRAL DISC
Pada makhluk hidup vertebrata (memiliki ruas tulang belakang) terdapat sebuah struktur yang
dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra (vertebral body). Pada setiap dua ruas
vertebra terdapat sebuah bantalan tulang rawan berbentuk cakram yang disebut dengan
Intervertebral Disc. Pada tubuh manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini
berfungsi sebagai penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi
fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada
tubuh.

Gambar 7

Susunan
tulang rawan
ini terbagi
menjadi 3
bagian:

Gambar bagian-bagian Intervertebral disc


 Nucleus pulposus, memiliki kandungan
yang terdiri dari 14% Proteoglycan, 77% Air, dan 4% Collagen.

 Annulus fibrosus, mengandung 5% Proteoglycan, 70% Air, dan 15% Collagen.

 Cartilage endplate, terdiri dari 8% Proteoglycan, 55% Air, dan 25% Collagen.

D. NECK
Gambar 8 Tulang Leher

Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang ruasnya besar. Pada
taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang disebut foramen tranvertalis. Ruas
pertama vertebra serfikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua
disebut prosesus odontois (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan.
Ruas ketujuh mempunyai taju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.

Tulang-tulang yang terdapat pada leher:

a. Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas
cartylago thyroidea setinggi vertebra cervicalis III.

b. Cartygo thyroidea

c. Prominentia laryngea, dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago


thyroidea yang bertemu di bidang median. Prominentia laryngea dapat
diraba dan seringkali terlihat.

d. Cornu superius, merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana


tanduk disis yang lain difiksasi.

e. Cartilagocricoidea, sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di


bawah prominentia laryngea

f. Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher.

g. Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena


tertutup oleh isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister
glandulae thyroideae.
h. Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmus.

Otot Leher

Gambar 9

Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian:

a. Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini
menuju ke tulang selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut
mulut ke bawah dan melebarkan mulut seperti sewaktu mengekspresikan
perasaan sedih dan takut, juga untuk menarik kulit leher ke atas.

b. Muskulus sternokleidomastoideus terdapat pada permukaan lateral


proc.mastoidebus ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis
superior. Fungsinya memiringkan kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral
(samping), fleksi dan rotasi leher, sehingga wajah menghadap ke atas pada
sisi yang lain; kontraksi kedua sisi menyebabkan fleksi leher. Otot ini
bekerja saat kepala akan ditarik ke samping. Akan tetapi, jika otot
muskulus platisma dan sternokleidomastoideus sama-sama bekerja maka
reaksinya adalah wajah akan menengadah.
c. Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis
kapitis. Fungsinya adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke
sisi yang sama.

Ketiga otot tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakang kepala ke prosesus
spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala.

E. ELBOW

Gambar 10

Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaitu humerus, radius
dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalam suatu gerakan flexi, extensi
dan rotasi.

F. SHOULDER (BAHU)

1. Tulang Bahu

Gambar 11
Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:

 Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang


menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh. Ujung medial (ke arah tengah)
clavicula berartikulasi dengan tulang dada yang dihubungkan oleh sendi
sternoclavicular, sedangkan ujung lateral-nya (ke arah samping) berartikulasi
dengan scapula yang dihubungkan oleh sendi acromioclavicular. Sendi
sternoclavicular merupakan satu-satunya penghubung antara tulang extremitas
bagian atas dengan tubuh.

 Scapula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. Tulang ini
berartikulasi dengan clavicula dan tulang lengan atas. Ke arah lateral scapula
melanjutkan diri sebagai acromioclavicular yang menghubungkan scapula dengan
clavicula.

 Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas dengan


scapula.
2. Otot Bahu

Gambar 12

Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan scapula.

 Muskulus deltoid (otot segi tiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan
berpangkal di bagian lateral clavicula (ujung bahu), scapula, dan tulang pangkal
lengan. Fungsi dari otot ini adalah mengangkat lengan sampai mendatar.

 Muskulus subkapularis (otot depan scapula). Otot ini dimulai dari bagian depan
scapula, menuju tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah menengahkan
dan memutar humerus (tulang lengan atas) ke dalam.

 Muskulus supraspinatus (otot atas scapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah
atas menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsi otot ini adalah untuk mengangkat
lengan.

 Muskulus infraspinatus (otot bawah scapula). Otot ini berpangkal di lekuk


sebelah bawah scapula dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar
lengan keluar.

 Muskulus teres mayor (otot lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku
bawah scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya bisa memutar lengan
ke dalam.
 Muskulus teres minor (otot lengan bulat kecil). Otot ini berpangkal di siku
sebelah luar scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar
lengan ke luar.

G. MUSKULOSKELETAL DISORDERS

Musculoskeletal disorders adalah kondisi dimana bagian dari sistem otot dan tulang mengalami
masalah (sakit). Penyakit ini terjadi akibat bagian tubuh meregang terlalu jauh, mengalami
tubrukan secara langsung, ataupun karena kegiatan lainnya yang mengakibatkan kesalahan pada
sistem otot dan tulang.

Penyakit otot dan tulang atau lebih dikenal dengan musculoskeletal disorders/MSDs merupakan
penyakit akibat kerja. Gejalanya berupa pegal atau sakit otot, tulang, dan sendi. Sebagian kecil
hal ini disebabkan oleh penyakit spesifik, namun sebagian besar sering disebabkan oleh
kesalahan sikap (posture): sikap kerja, sikap duduk, sikap tidur, dan masalah lainnya.

Musculoskeletal disorders dapat terjadi pada low back region, intervertebral discs, neck, elbow,
maupun shoulder.

1. Low-back region

Penyakit yang sering terjadi pada low-back region yaitu low-back pain. Gejala low-back pain
berupa sakit pinggang atau nyeri punggung.

Faktor risiko di tempat kerja:

 Beban kerja fisik yang berat, seperti terlalu sering mengangkat atau mengangkut,
menarik, dan mendorong benda berat.

 Posisi tubuh yang terlalu lama membungkuk ataupun posisi tubuh lainnya yang tidak
wajar,

 Terlalu lama mengendarai kendaraan bermotor.

 Faktor psikososial di tempat kerja, seperti pekerjaan yang monoton, bekerja di bawah
tekanan, atau kurangnya dukungan sosial antar pekerja dan atasan.
2. Intervertebral Discs

Penyakit yang sering terjadi diantaranya:

 Skoliosis: adalah keadaan melengkungnya tulang belakang seperti huruf ’ S’ ,


dimana intervertebral discs dan tulang vertebra retak.

 Spondylolisthesis: terjadinya pergeseran tulang vertebra ke depan sehingga posisi


antara vertebra yang satu dengan yang lain tidak sejajar. Diakibatkan oleh patah
pada penghubung tulang di bagian belakang vertebra.

 Ruptur: karena pecahnya anulus posterior akibat aktifitas fisik yang berlebihan.

 Spinal stenosis: adalah penyempitan pada sumsum tulang belakang yang


menyebabkan tekanan pada serabut saraf spinal.

Faktor risiko:

 Beban/tekanan: posisi saat duduk dapat menekan tulang belakang 5 kali lebih besar
daripada saat berbaring.

 Merokok

 Terpapar dengan vibrasi/getaran pada level tinggi, yaitu 5 – 10 Hz (biasanya


dihasilkan dari kendaraan).

3. Neck

Penyakit yang sering muncul diantaranya:

 Tension neck: terjadi karena pemusatan tekanan leher pada otot trapezeus

 Acute torticollis: adalah salah satu bentuk dari nyeri akut dan kaku leher

 Acute disorder: terjadi karena hilangnya resistensi vertebra torakalis terhadap tekanan
ringan

 Choronic disorder: karena adanya penyempitan diskus vertebralis


 Traumatic disorder: dapat disebabkan karena kecelakaan

Faktor risiko di tempat kerja:

 Sering terjadi pada pekerja VDU (Visual Display Unit), penjahit, tukang perbaikan
alat elektronik, dokter gigi, pekerja di pertambangan batu bara

 Pekerjaan entri data, mengetik, menggergaji (manufaktur), pemasangan lampu,


rolling film

Pekerjaan-pekerjaan di atas menyebabkan leher berada pada satu posisi yang sama dalam
waktu yang lam sehingga otot leher megalami kelelahan.

 Pekerjaan dengan gerakan berulang pada tangan.

 Terpajan oleh vibrasi: penggunaan mesin bor atau mesin lainnya yang
mengeluarkan vibrasi.

 Pengorganisasian kerja: durasi pekrjaan yang lama (over time), waktu istirahat
(jeda) yang singkat.

 Faktor psikologi dan sosial: stres, kurangnya kontrol terhadap organisasi kerja,
kurangnya relasi antara managemen dan sesama pekerja, pekerjaan yang
menuntut keakuratan dan kecepatan kerja.

4. Elbow

Penyakit yang sering terjadi:

 Epicondylitis: adalah kondisi yang sangat menyakitkan dimana otot yang menggerakkan
tangan dan jari bertemu dengan tulang.

 Olecranon Bursitis: merupakan perdangan yang terjadi di olecranon bursa (kantong cairan
dibagian dorsal siku), karena trauma berulang kali dan infeksi.

 Osteoarthrosis: kerusakan kartilago di siku, jarang terjadi pada orang usia 60 tahun
kebawah.
Faktor risiko:

 Pekerjaan yang menggunakan pergelangan tangan dan jari secara berulang dan penuh tenaga
(hand-intensive tasks).

 Penggunaan peralatan tangan atau pekerjaan manual yang berat secara intensif, misalnya di
pertambangan dan konstruksi

 Vibrasi

 Trauma

5. Shoulder

Penyakit yang sering terjadi di tempat kerja:

 Rotator cuff disorder and biceps tendinitis: dimana terjadi peradangan pada tendon dan
membran sinovial

 Shoulder joint and acromioclavicular joint osteoarthritis: adalah penurunan komponen


kartilago dan tulang pada penghubung dan intevertebral discs.

Faktor risiko:

 Pekerjaan yang sering mengangkat/menaikkan tangan dengan durasi yang panjang, misalnya
pada industri otomotif.

 Menggerakkan pergelangan tangan dan jari secara berulang dan sepenuh tenaga, misalnya
pada penjahit.

 Mengangkat benda berat dan menggunakan peralatan yang berat disertai vibrasi pada lengan,
misalnya pada pekerja kontruksi.

 Melakukan gerakan flexi dan abduksi secara berulang, misalnya pada pelukis, tukang kayu,
dan atlet.

Penyakit Lain yang Berhubungan dengan Musculoskeletal:

1. Primary Fibomyalgia: penyebab penyakit ini tidak diketahui. Ditandai dengan rasa lelah
yang menyerang pada pagi hari, dengan gejala: lemas, kaku, dan bengkak pada jari.
2. Rheumatoid Athritis: Penyakit rematik yang juga bisa menyerang tulang dan persendian.
Kebanyakan terjadi pada wanita umur 30-50 tahun. Penyebabnya tidak diketahui. Dengan
gejala: bengkak pada sendi-sendi jari, kelemahan pada kaki, dan demam rendah.

3. Gout atau asam urat: terjadi karena adanya gangguan metabolisme sehingga menyebabkan
peradangan pada sendi, terutama terjadi pada laki-laki.

4. Osteoporosis: penyakit kelainan pada tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang,
kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga tulang mudah patah.. Terjadi karena
kurangnya intake kalsium, kebiasaan merokok, konsumsi kopi, dan barat badan dibawah rata-
rata.

5. Kanker tulang: sering menyerang anak kecil dan remaja, penyebabnya tidak diketahui.

6. Osteomyelitis: infeksi tulang karena bakteri, jamur atau virus. Risiko meningkat pada
penderita diabetes.

Strategi pencegahan

 Membuat daftar faktor-faktor risiko di tempat kerja yang mungkin dapat menyebabkan
penyakit pada muskuloskeletal, sehingga dapat dilakukan eliminasi atau minimalisasi
terhadap faktor ” exposure” .

 Setiap pekerjaan harus diselidiki fakor risikonya apabila terdapat pekerja yang rentan
atau mengalami masalah pada anggota tubuhnya.

 Setiap pekerjaan juga harus diselidiki apabila terdapat perubahan pada standar kerja,
prosedur, atau peralatan sehingga faktor risiko dapat diminimalisasi.

 Design kerja yang baik (layout tempat kerja, frekuensi dan durasi kerja).

Misalnya pada pekerja VDU (Visual Display Unit), harus lebih diperhatikan pencahayaan dan
kontrasnya, jarak antara mata dengan monitor sekitar 45 – 50 cm, dan sudut pandang sekitar 10
- 20.

 Melakukan intervensi dini dan menjalankan ” safety rules” .


 Memberikan edukasi dan pelatihan-pelatihan kepada pekerja agar mereka dapat
bekerja secara tepat dan aman.

 Memberikan variasi pekerjaan agar tidak monoton.

 Mengurangi intensitas kerja.

 Organisasi kerja yang baik, misalnya jeda atau istitahat yang sering untuk menghindari
kelelahan. Contohnya pada pekerja VDU, istirahat selama 10 menit setiap jam, dan
membatasi kerja maksimal 4 jam per hari.

 Posisi kerja yang ergonomis.

DAFTAR PUSTAKA

C.Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2003.

http://images.google.co.id/imgres= (10 Februari 2008)

http://images.google.co.id/imgres?Imgurl (10 Februari 2008)

http://www.web-books.com/elibrary/medicine/Physiology/skeletal/divisions
(10 Februari 2008)

l'Ergomotricité - Le corps, le travail et la santé - Michel Gendrier - Collection Grenoble Sciences

” Muskuloskeletal System” . 2006. http://www.ilo/encyclopaedia/?print&nd=857400009&nh=0

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2003.

JURNAL 1

Ria Janita Riduan | Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi
Pankreas yang Diinduksi Aloksan

Majority | Volume 4 | Nomor 8 | November 2015 |11

Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas yang
Diinduksi Aloksan

Ria Janita Riduan Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Dewasa ini masyarakat banyak yang lebih memilih pengobatan dengan menggunakan tanaman
obat dibandingkan dengan obat-obat kimia. Salah satu penyebabnya adalah karena tanaman obat
memiliki banyak keuntungan, selain mudah didapatkan, mudah ditanam, diramu sendiri serta
murah, tanaman obat juga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat
kimia. Namun penggunaan tanaman obat tersebut harus diikuti dengan pengetahuan tentang
khasiat tanaman obat tersebut didalam tubuh, agar tanaman obat yang dikonsumsi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kesembuhan. Salah satu khasiat dari tanaman obat adalah
sebagai antiinflamasi. Inflamasi adalah salah satu proses peradangan yang disebabkan oleh
mikroba maupun zat toksik. Aloksan merupakan salah satu zat kimia yang bersifat toksik yang
dapat merusak sel beta pankreas. Respon yang terjadi terhadap aloksan yaitu menyebabkan
meningkatnya respon inflamasi lokal serta menurunkan aktivitas antiinflamasi dan berakhir
dengan kerusakan sel beta pankreas. Salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai
antiinflamasi adalah jahe (Zingiber officinale Roscoe). Jahe tersebut memiliki berbagai
kandungan kimia salah satunya adalah gingerol, shogaol, zingerone. Kandungan gingerol yang
terdapat pada jahe diduga memiliki efek antiinflamasi. Kandungan gingerol jahe merah lebih
tinggi dibanding jahe lainnya.

Kata Kunci: antiinflamasi, gingerol, jahe merah, pankreas

The Effect of Red Ginger Extract to Pancreas Histopathological Induced by Alloxan

Abstract Today many people prefer treatment using medicinal plants as compared to chemical
drugs. One reason is because medicinal plants have many advantages, in addition to readily
available, easily grown, gathered himself and cheap, medicinal plants also have fewer side
effects compared to chemical drugs. However, the use of medicinal plants should be followed
with knowledge of the medicinal properties of plants in the body, so that medicinal plants are
consumed have a significant effect on healing. One of the properties of medicinal plants is as an
anti-inflammatory. Inflammation is one of the inflammatory process caused by microbes or toxic
substances. Alloxan is a toxic chemical that can damage the pancreatic beta cells. Response that
occurred against alloxan that causes increased local inflammatory response and reduce
antiinflammatory activity and ends with destruction of beta cells of the pancreas. One of the
herbs that have anti-inflammatory properties as is ginger (Zingiber officinale Roscoe). Ginger
has a variety of chemical constituents one of which is gingerol, shogaol, zingerone. The content
of gingerol contained in ginger is thought to have anti-inflammatory effects. The content of the
red ginger gingerol higher than other ginger.

Keyword: antiinflamatory, gingerol, red ginger, pancreas

Korespondensi: Ria Janita Riduan, alamat Jl. Teuku Umar No. 1 RT 003 RW 003 Penengahan,
Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung, Lampung. 35112, HP 081367302145 e-mail
janitaria@yahoo.co.id

Pendahuluan

Dewasa ini masyarakat banyak yang lebih memilih pengobatan dengan menggunakan tanaman
obat dibandingkan dengan obat-obat kimia.1 Salah satu penyebabnya adalah karena tanaman
obat memiliki banyak keuntungan, selain mudah didapatkan, mudah ditanam, diramu sendiri
serta murah, tanaman obat juga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
obat kimia. Namun penggunaan tanaman obat tersebut harus diikuti dengan pengetahuan tentang
khasiat tanaman obat tersebut didalam tubuh, agar tanaman obat yang dikonsumsi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kesembuhan. Salah satu contoh khasiat tanaman obat adalah
sebagai antiinflamasi

.Proses inflamasi adalah suatu proses peradangan yang kompleks terhadap agen penyebab jejas.
Penyabab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis dan zat toksik yang dapat
menyebabkan kerusakan sel.4 Salah satu zat yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan
kerusakan pada sel beta pankreas adalah aloksan.5 Respon yang terjadi terhadap aloksan yaitu
menyebabkan meningkatnya respon inflamasi lokal serta menurunkan aktivitas antiinflamasi dan
berakhir dengan kerusakan sel beta pankreas.

Ria Janita Riduan | Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi
Pankreas yang Diinduksi Aloksan

Majority | Volume 4 | Nomor 8 | November 2015 |12


Gambaran histopatologi pankreas yang diinduksi aloksan adalah didapatkan adanya infiltrasi sel-
sel mononuklear ke dalam pulau Langerhans, infiltrat sel radang terjadi akibat adanya proses
inflamasi dari sel T. Pada awalnya sel T menyebabkan sedikit kerusakan pada sel beta pankreas,
selanjutnya menginisiasi terjadinya proses radang dengan atau tanpa sekresi sitokin untuk
mengaktifkan sel T lainnya, dan menyebabkan kerusakan total sel beta, untuk kemudian
menyebabkan diabetes.6

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi adalah tanaman jahe (Zingiber
officinale Roscoe).7 Tanaman jahe memiliki berbagai macam bentuk, warna, dan ukuran. Ada 3
jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih besar/jahe badak, jahe putih kecil/jahe emprit dan jahe
merah/jahe sunti. Jahe tersebut memiliki berbagai kandungan kimia salah satunya adalah
gingerol,shogaol, zingerone. Kandungan gingerol jahe merah lebih tinggi dibanding jahe lainnya.
Pada jahe merah senyawa gingerol dan shogaol yang ditemukan adalah dalam bentuk [6]-
gingerol dan [6]-shogaol. Senyawa-senyawa tersebut memberikan aktivitas farmakologi salah
satunya seperti antiinflamasi dan antioksidan.7 Senyawa [6]-gingerol telah dibuktikan
mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi.7 Senyawa [6]-gingerol menghambat sitokin dalam
meningkatkan sel radang melalui penekanan ekspresi mediator proinflamasi COX2 secara
langsung di mana mediator ini bertanggungjawab dalam peradangan persisten. [6]-gingerol juga
menghambat peningkatan NF-kB yaitu salah satu komponen inflamasi.8 Selain itu [6] gingerol
juga sebagai perlindungan terhadap jalur radikal bebas superoksida (ROS), dengan cara
menghambat ROS, dan hidroksil yang dihasilkan sel kanker.7

Isi

Pankreas merupakan organ yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian
kelenjar endokrin pankreas adalah pulau-pulau Langerhans, yang terdiri dari Sel α, Sel β, dan Sel
δ. Sel β mencakup kirakira 60% dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan
mensekresikan insulin, sedangkan sel α mencakup kira-kira 25% dari seluruh sel, mensekresikan
glukagon,

dan sel δ, kira-kira 10% dari seluruh sel, mensekresikan somatostatin, selain itu paling sedikit
terdapat 1 jenis sel lain, yang disebut sel polipeptida pankreas.9 Pankreas manusia mengandung
1- 2 juta pulau-pulau yang bertebaran secara luas, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter
0,3 milimeter dan tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil sedangkan pada mencit memiliki
volume sekitar 0,13 cm3 dan jumlah pulau-pulau langerhans pankreas sekitar 3200. Jumlah
volume dan volume distribusi pulaupulau langerhans pankreas dapat dijadikan parameter untuk
menentukan derajat kesehatan pankreas dan perbandingan antara normal dengan diabetes.10
Pulau langerhans menempati 20% volume pankreas, membentuk 1-2% berat pankreas.

Pulau langerhans banyak terdapat di dalam kauda dibandingkan korpus dan kaput. Pulau
langerhans tampak sebagai kelompok sel berbentuk bulat, pucat, dikelilingi simpai halus, tidak
memiliki saluran, dengan banyak pembuluh darah untuk penyaluran hormon kelenjar pankreas.
Pulau-pulau kecil sel endokrin ditemukan berselang-seling diantara sel eksokrin pankreas.
Simpai serat-serat retikulin halus mengelilingi setiap pulau langerhans dan memisahkannya dari
eksokrin pankreas yang berdekatan. Pulau langerhans merupakan kumpulan sel ovoid 76x 1/5
µm yang tersebar di seluruh pankreas. Semua sel dalam pulau berbentuk poligonal tak teratur,
dengan inti bundar di tengah. 9,10

Pankreas yang mengalami inflamasi, pada gambaran histologi pankreasnya didapatkan adanya
infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam pulau Langerhans yang disebabkan oleh karena adanya
proses inflamasi dari sel T.4 Pada respon awalnya, sel T menyebabkan sedikit kerusakan pada sel
beta pankreas, selanjutnya menginisiasi terjadinya proses radang dengan mensekresi sitokin
untuk mengaktifkan sel T lainnya, dan menyebabkan kerusakan total sel beta, untuk kemudian
menyebabkan diabetes. Proses inflamasi pada pankreas ini disebut juga insulitis. Secara umum
insulitis berupa infiltrasi limfosit pada pulau Langerhans dapat disebabkan efek toksik langsung
terhadap sel beta pankreas oleh zat kimia tertentu seperti zat diabetogenik, reaksi autoimun
terhadap sel beta pankreas, dan infeksi virus.6

Ria Janita Riduan | Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi
Pankreas yang Diinduksi Aloksan

Majority | Volume 4 | Nomor 8 | November 2015 |13

- Insulitis ringan: apabila terdapat sebukan sel-sel radang (limfosit) disekitar pulau Langerhans. –
Insulitis

sedang: apabila sebukan sel-sel radang (limfosit) menginfiltrasi <50% pulau Langerhans.
- Insulitis berat: apabila sebukan sel radang limfosit >50% pulau Langerhans. - End stage Islet:
apabila seluruh bagian pulau Langerhans mengalami nekrosis (complete B loss).6 Aloksan
adalah salah satu zat diabetogenik yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan kerusakan pada
sel beta pankreas. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena,
intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kgBB, sedangkan
intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya.11,12 Respon yang terjadi terhadap aloksan
yaitu aktivasi sitokin sel Th-1 dan selsel imun lainnya akan menghasilkan ROS yang
mengaktifkan NF-kB, kemudian NF-kB menyebabkan aktivasi gen yang terkait sitokinsitokin
pro inflamasi.8,13 Regulasi ini menyebabkan meningkatnya respon inflamasi lokal serta
menurunnya aktivitas antiinflamasi kemudian berakhir dengan kerusakan sel beta pankreas. Hal
tersebut menunjukkan peran penting NF-kB sebagai regulator utama reaksi imunologi dan
inflamasi pada induksi aloksan.6 Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas yang
memproduksi insulin, dengan cara terakumulasi aloksan melalui transporter glukosa yaitu
GLUT2. Aktivitas toksik aloksan diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks.
Aloksan dan produk reduksinya yaitu asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi
radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Radikal
hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan
rangsangan tinggi akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yang menyebabkan destruksi
sel β yang cepat.11 Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh
pengambilan yang cepat oleh sel β Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor
utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi
aloksan dalam sel β Langerhans.5

Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan selektif sel beta pankreas belum diketahui
dengan jelas. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis terhadap glutathion yang bereaksi dengan
gugus SH. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas
sehingga menyebabkan berkurangnya granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta
pankreas. Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta pankreas tetapi tidak
berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk sel beta pankreas sehingga aloksan
dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh terhadap jaringan lain. Aloksan mungkin mendesak
kerusakan membran sel beta dengan meningkatkan permeabilitas.5 Senyawa gingerol telah
dibuktikan mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi.7 Kandungan gingerol jahe merah lebih
tinggi dibanding jahe lainnya.14 Pada penelitian Fouda dan Berika tahun 2009, gingerol yang
terkandung di dalam jahe merah memberikan efek antiinflamasi dengan cara menghambat
pengeluaran dari mediator-mediator sel radang seperti TNF-α. Hal ini dibuktikan pada penelitian
yang dilakukan oleh Fouda pada tahun 2009 didapatkan hasil bahwa pada tikus yang
mendapatkan asupan ekstrak Zingiber officinale sebanyak 200mg/kgBB/hari kadar serum sitokin
IL-1β, IL-2, IL-6, dan TNF-α mengalami penurunan.15 Selain menghambat dari pengeluaran
TNF-α, gingerol juga merupakan antiinflamasi yang poten melalui mekanisme penghambatan
pengaktifan dari NF-kB.17 Inflamasi yang terjadi disebabkan oleh peroksidasi lipid yang dipicu
oleh stres oksidatif memproduksi 8-isoprostane yang berfungsi sebagai sinyal untuk pengeluaran
mediator sel radang yaitu IL-8. Seperti yang kita tahu bahwa IL-8 merupakan neutrophil
chemotactic factor yang menginduksi kemotaksis pada sel target terutama neutrofil. Selain
pengeluaran dari IL8, stres oksidatif juga memicu dari pengaktifan nuclear factor (NF)-kB.16
Menurut penelitian Roufogalis 2006, [6]gingerol menghambat sitokin dalam meningkatkan sel
radang melalui penekanan ekspresi mediator proinflamasi COX2 secara langsung dimana
mediator ini bertanggungjawab dalam peradangan persisten. [6]-gingerol juga menghambat
peningkatan NF-kB yaitu salah satu komponen

Ria Janita Riduan | Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi
Pankreas yang Diinduksi Aloksan

Majority | Volume 4 | Nomor 8 | November 2015 |14

inflamasi. NF-kB diaktifkan setelah paparan proinflamasi kemudian mengkode transkripsi gen,
termasuk gen yang mengkode sitokin, kemokin, dan enzim siklooksigenase 2 (COX2). Selain itu
[6]-gingerol juga sebagai perlindungan terhadap jalur radikal bebas superoksida (ROS), dengan
cara menghambat ROS dan hidroksil yang dihasilkan sel kanker.8 NF-kB merupakan faktor
transkripsi yang mengontrol pengeluaran sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan
inflamasi diantaranya adalah GM-CSF, IL-6, IL-2 dan TNFalfa. Seperti yang kita ketahui bahwa
TNF-alfa merupakan sitokin proinflamasi yang mempunyai efek yaitu agregasi dan aktivasi
neutrofil, dan dapat mengaktivasi endotel dengan cara meningkatkan pengeluaran molekul
adhesi yang berguna pada saat sekuestrasi sel radang pada sel target.4 Akibat dari pengeluaran
mediator-mediator sel radang yang memicu pengaktifan dan agregasi neutrofil, terjadilah
transmigrasi neutrofil dari kapiler menuju jaringan. Lalu neutrofil tersebut akan membentuk
Transforming Growth Factorα (TGF-α) lalu akan mengaktivasi Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR). Reseptor ini terlibat dalam berbagai macam proses biologis termasuk
diantaranya proliferasi dan diferensiasi sel.17

Ringkasan Pankreas yang mengalami inflamasi, pada gambaran histologi pankreasnya


didapatkan adanya infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam pulau Langerhans. Proses inflamasi
pada pankreas ini disebut juga insulitis. Insulitis dapat disebabkan oleh efek toksik langsung
terhadap sel beta pankreas oleh zat kimia tertentu seperti zat diabetogenik, reaksi autoimun
terhadap sel beta pankreas, dan infeksi virus. Jahe adalah tanaman yang dapat digunakan sebagai
antiinflamasi. Jahe tersebut memiliki berbagai kandungan kimia salah satunya adalah [6]gingerol
yaitu senyawa yang dapat memberikan aktivitas farmakologi salah satunya seperti antiinflamasi
dan antioksidan. Senyawa [6]-gingerol telah dibuktikan mempunyai aktivitas sebagai
antiinflamasi.

Simpulan

Disimpulkan bahwa ekstrak jahe merah dapat menurunkan sebukan sel-sel radang pada
gambaran histopatologi pankreas tikus

putih yang diinduksi aloksan. Karena kandungan gingerol yang terdapat pada ekstrak jahe merah
memiliki efek antiinflamasi dan efek antioksidan.

Daftar Pustaka

1. Rahmawati U, Suryani E, Mukhlason A. Pengembangan Repository Pengetahuan Berbasis


Ontologi (Ontology-Driven Knowledge Repository) Untuk Tanaman Obat Indonesia. J Teknik
Pomits. 2012; 1(1): 1-6.

2. Zein U, Ilmu B. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. FK


USU. 2005; 23: 1-7.

3. Katno P. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Fakultas
Farmasi UGM. 2010.
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2007; hlm.58-101.

5. Nugroho AE. Review Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan Mekanisme Aksi
Diabetogenik. Biodiversitas. 2006; 7(4):378-82

. 6. Visser J, Klatter F, Vis L, Groen H, Strubbe J, Rozing J. Long-Term Prophylactic Insulin


Treatment Can Prevent Spontaneus Diabetes-Prone Bio-Breeding Rat, While Short-Term
Treatment is Ineffective. Eur J Endocrino. 2003; 143: 223-9.

7. Kementerian Pertanian. Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe. Bogor: Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik. 2008; 125-42.

8. Roufogalis BD. Zingiber officinale (Ginger): A Future Outlook on Its Potential in Prevention
and Treatment of Diabetes and Prediabetic States. Science. 2006; 2014(674864): 15.

9. Astuti M. Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum) terhadap Ekspresi Insulin dan
Derajat Insulitis Pankreas Tikus Sprague-Dawley yang Diinduksi Streptozosin [skripsi].
Semarang: Universitas Diponegoro: 2010; 8-20.

10. Tortora, Gerard J, Derrickson, Byan. Principle of Anatomy and Physiology. Ed 12. 2009;
hlm.942-4.

11. Yuriska A. Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar [skripsi].
Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.

Ria Janita Riduan | Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah terhadap Gambaran Histopatologi
Pankreas yang Diinduksi Aloksan

Majority | Volume 4 | Nomor 8 | November 2015 |15

12. Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Bintang M, Wresdiyati T. Profil Glukosa Darah dan
Ultrastruktur Sel Beta Pankreas Tikus yang Diinduksi Senyawa Aloksan. JITV. 2010; 15(2):
118-23.

13. Li Y, Tran VH, Duke CC, Roufogalis BD. Preventive and Protective Properties of Zingiber
officinale (Ginger) in Diabetes Mellitus, Diabetic Complications, and Associated Lipid and
Other Metabolic Disorders : A Brief Review. Evid Based Complement Med. 2012;
2012(516870): 10.

14. Rehman R, Akram M, Akhtar N, Jabeen Q, Saeed T, Shah SM, et al. Zingiber officinale
Roscoe (pharmacological activity). J Med Plants Res. 2011; 5(3): 344-8.

15. Sutyarso TS, Yap S. The Effect of Red Ginger Ethanol Extract (Zingiber officinale

Roxb var Rubrum) to Airway Goblet Cells Count And Cilliary Length on Cigarette Smoke-
Induced White Male Rats Sprague dawley Strains. Jurnal Kedokteran Unila. 2014; 71.

16. Yang C, Yang Z, Zhang M, Dang Q, Wang X, Lan A, et al. Hydrogen sulfide protects
against chemical hypoxia-induced cytotoxicity and inflammation in hacatscells through
inhibition of ROS/NFkB/COX-2 pathway. PLoS One. 2011; 6(7): 1-9.

17. Li Y, Tran VH, Koolaji N, Duke CC, Roufogalis BD. (S)-[6]-Gingerol enhances glucose
uptake in L6 myotubes by activation of AMPK in response to [Ca2+] i. J Pharm Pharm Sci.
2013; 16(2):304-12.

JURNAL 2

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati

Pemberian Campuran Kunyit dan Jahe dengan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur

Turmeric and Ginger Mixture Fracture’ s Pain Level of Pasients Who Cured by Traditional
Healer Nanda Fitria¹, Kartini Hasballah2, Endang Mutiawati3 ¹Magister Keperawatan, Program
Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Syiah Kuala 3Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala
Abstrak

Tulang merupakan kerangka kerja tubuh manusia dan fraktur (patah tulang) dapat terjadi pada
tulang manapun yang membentuk tubuh. Suatu fraktur dapat menimbulkan nyeri yang ekstrim
atau ringan pada area yang cedera. Walaupun obat-obat nonsteroid efektif untuk menghilangkan
nyeri, obat-obat herbal dan suplemen diet bisa memberikan alternatif pengobatan untuk
menghilangkan nyeri yang lebih aman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
dari campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri sebelum dan sesudah penggunaan kunyit
dan jahe pada pasien fraktur yang berobat pada dukun patah tulang di Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Bireuen. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental-semu (quasi-
eksperimental research). Rancangan dalam penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest
Design, dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek sejumlah 48 orang responden
yang diperoleh melalui teknik total sampling. Berdasarkan hasil uji normalitas data, didapatkan
hasil p value=0.000<0.05 baik untuk kelompok data sebelum maupun sesudah pemberian
campuran kunyit dan jahe. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa data berdistribusi tidak
normal. Oleh karena itu, maka selanjutnya, pengaruh pemberian campuran kunyit dan jahe pada
pasien fraktur diuji dengan menggunakan rumus uji non parametrik Wilcoxon signed rank test
pada derajat kemaknaan 95%. Pada bagian akhir analisa data, didapatkan nilai Z=-2.694 dan p
value= 0.007 <α=0.05. Hasil penelitian ini terdapat pengaruh pemberian campuran kunyit dan
jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur yang berobat di dukun patah Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Bireuen. Dianjurkan kepada dukun patah dan masyarakat luas untuk menggunakan
kunyit dan jahe sebagai alternatif pengobatan untuk menghilangkan nyeri.

Kata kunci: campuran kunyit dan jahe, tingkat nyeri.

Abstract

Bone is human’ s body structure and fracture may affect any bone that construct human body. A
fracture can cause pain ranged from extreme to light in the affected area, swelling, cracked bone,
or under skin bleeding. Even though non steroid antiimflammatory drugs effective to ease the
pain, herbal remedies and food suplements can be the saver altenative treatment to cure the pain.
the research was to identify the effect the effect of turmeric and ginger application to the
fracture’ s pain level on the pasient who cured by traditional healer in jeumpa distric Bireuen
regency. This research is a quasi-eksperimental research. The design that conducted in the
research is One Group Pretest-Posttest Design on one intervention group consist of 48
respondents that selected through total sampling technic. By the result of normality test, the p
value result=0,000<<α=0.05 for pretest and posttest. It can be conclude that the data are not
normally distributed. Therefore, effect of turmeric and ginger should be measured using non
parametric Wilcoxon signed rank test at CI 95%. The test result z value=-2.694 and p value=
0.007 <α=0.05. So that can be concluded that this research that there was the effect of turmeric
and ginger application to the fracture’ s pain level on the pasient who cured by traditional healer
in Jeumpa distric Bireuen regency. The researcher suggest the traditional healer and public to use
turmeric and ginger as the alternative treatment in curing pain.

Key words: mixture turmeric and ginger, pain

Korespondensi: * Nanda Fitria, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas


Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Email: nanda.fitria58@yahoo.com

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati

Latar Belakang

Tulang merupakan benda hidup yang secara rutin terpapar dengan lingkungan mekanik yang
mengancam integritas strukturalnya. Ada beberapa penyebab fraktur tulang. Tulang dapat
beregenerasi dan membentuk jaringan osseous yang pada bagian yang rusak atau hilang. Pada
kenyataannya, penyembuhan fraktur merupakan fenomena yang paling menakjubkan dari semua
proses biologis yang ada di dalam tubuh. Tulang merupakan kerangka kerja tubuh manusia dan

kepatahan dapat terjadi pada tulang manapun yang membentuk tubuh. Pada dasarnya ada dua
jenis fraktur tulang: hairline atau simple fracture dan compound fracture (Chhavi, Sushma,
Ravinder, Anju, & Asha, 2011).

Persentase fraktur di Aceh pada tahun 2013 adalah 48,6%, lebih tinggi dibandingkan persentase
fraktur nasional yaitu mencapai 36,3%. Pada tahun 2013, proporsi fraktur secara nasional 5,8%,
namun proporsi fraktur di Aceh adalah 7,4%, dan penyebab fraktur terbesar adalah kecelakaan
dijalan raya (Kemenkes, 2013). Di Kabupaten Bireuen, berdasarkan keterangan Kasatlantas
Polres Bireuen AKP Thomas Nurwanto mengungkapkan bahwa angka kecelakaan di Bireuen
tergolong tinggi, pada tahun 2012 terdapat 138 kasus dengan jumlah korban mencapai 310 orang
dengan rincian 53 korban meninggal,136 luka berat, dan 121 luka ringan, sedangkan jumlah
kasus kecelakaan pada tahun 2013 tercatat ada 100 kasus dengan jumlah korban sebanyak 182
orang, dimana 17 orang meninggal, 73 orang luka berat, dan 92 luka ringan (Polres Bireuen,

2013).

Suatu fraktur dapat menimbulkan nyeri yang ekstrim dan lembut pada area yang cedera,

pembengkakan, tonjolan tulang atau darah di bawah kulit, mati rasa, kesemutan atau paralisis
pada bagian di bawak fraktur (Chhavi, Sushma, Ravinder, Anju, & Asha, 2011). Nyeri, panas,
kemerahan, dan pembengkakan (dolor, calor, rubor dan tumor) merupakan manifestasi klasik
dari proses inflamasi. Abnormalitas sendi, otot, tendon, ligament yang terkena derta struktur
tulang yang mengalami abnormalitas dapat menghasilkan nyeri sehingga dibutuhkan pengobatan
untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup (Maroon, Bost, & Maroon, 2010).

Beberapa pilihan herbal yang popuper sebagai penghilang nyeri secara natural antara lain

yaitu: capsaicin (derivat dari merica), ginger (jahe), feverfew, turmeric (kunyit) dan Devil’ s

Claw. Selain itu, American Pain Foundation Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-
6371Fitria, Hasballah, Mutiawati 18

juga membuat daftar jenis-jenis herbal yang digunakan untuk manajemen nyeri yaitu:

Ginseng untuk fibromyalgia, Kava Kava untuk sakit kepala dan nyeri neuropatik, St. John Wort
untuk sciatica, arthritis, dan nyeri neuropatik, dan akar Valerian untuk spasme dan kram otot
(Bhatia, 2015).

Pasien-pasien yang mengalami nyeri mau mencoba berbagai macam terapi, termasuk pendekatan
konvensional dan alternatif untuk menghilangkan nyeri. Penghilangan nyeri merupakan alasan
yang paling sering dikemukakan oleh orang-orang yang mencari obat-obatan komplementer dan
alternatif atau complementary and alternative medicines (CAM). CAM meliputi tindakan
tindakan terapeutik seperti relaksasi, meditasi, biofeedback, hypnosis, imagery, chiropractic,
akupuntur, pijat, aromatherapy, dan terapi herbal (Wirth, Hudgins, & Paice, 2005).

Dewasa ini, diperkirakan sekitar 80% orang di negara berkembang masih menggunakan obat-
obatan tradisional yang sebagian besarnya berbasis tumbuhan dan hewan untuk perawatan
kesehatan primer mereka. Permintaan dan popularitas obat-obatan tradisional semakin meningkat
dari hari ke hari. Obat-obatan herbal utamanya dipilih karena keefektifannya, efek samping yang

lebih sedikit, dan harga yang relatif murah. Obat-obat tradisional juga memiliki prospek yang
cerah di pasar global. Pasaran obat-obat ayuverda diperkirakan meningkat 20% pertahun (Verma
& Sigh, 2008).

Berdasarkan hasil pengambilan data awal didapatkan sebagai berikut: Jumlah dukun patah yang
melakukan praktik di Kabupaten Bireun berjumlah sekitar 23 orang. Khusus di Kecamatan
Jeumpa terdapat dua orang dukun patah. Kedua dukun patah ini selain melayani pasien rawat
jalan juga melayani pasien rawat inap. Data dari masing-masing praktek dukun patah di
Gampong Blang Blahdeh Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen tercatat dari bulan Januari
sampai Desember 2014 sebanyak 320 orang dengan rata-rata perbulan adalah 30 orang.
Sedangkan data jumlah pasien fraktur yang berobat ke dukun patah lainnya dari Januari sampai
Desember 2014 sebanyak 210 orang dengan rata-rata perbulan adalah 17,5 orang. Total rata-rata
pasien perbulan pada kedua dukun patah tersebut adalah 47, 5, dibulatkan menjadi 48 orang.

Dalam praktik sehari-hari, untuk pengobatan pasien dukun patah banyak menggunakan

campuran ramuan herbal yang dioleskan pada

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati

bagian tubuh pasien yang mengalami fraktur. Beberapa bahan ramuan herbal yang digunakan
antara lain terdiri dari kayu manis, kunyit, jahe, pala, dan lada. Hasil wawancara dengan 3 orang
penderita fraktur yang berobat di dukun patah. Ketiganya mengatakan nyeri yang dirasakan
berkurang setelah diolesi ramuan herbal oleh dukun patah. Hasil wawancara dengan dukun patah

menyatakan bahwa diantara komposisi ramuan obat yang diolesi pada luka patah tulang
pasiennya mengandung kunyit dan jahe.
Berdasarkan permasalahan di atas dan pernyataan dari beberapa ahli yang telah dikemukakan
sebelumnya dan hasil wawancara dari beberapa penderita, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Campuran Kunyit dan Jahe Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur yang Berobat ke Dukun Patah di Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Bireuen.

Metode

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain eksperimental-semu (quasi-eksperimental


research) dengan rancangan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah One

Group Pretest-Posttest Design. Pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner dan
observasi. Pengumpulan data dilakukan pada 20 Oktober sampai dengan 20 November 2015

terhadap 48 orang yang diambil secara total sampling. Pengolahan data menggunakan
komputerisasi.

Hasil

Data karakteristik responden dapat terlihat

Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien Fraktur yang


(n=48)

Karakteristik F %

Umur :

1. 17-25 th 23 47,9

2. 26-35 th 17 35,3

3. 36-45 th 8 8,1

4. 46-55 th 8 8,1

5. 56-65 th 2 0,6

Suku :
1. Aceh 40 83,3

2. Melayu 4 8,3

3. Gayo 1 2,1

Jenis Kelamin :

1. Laki-laki 30 62,5

2. Perempuan 18 37,5

Pernah mengalami

patah tulang sebelumnya :

1. Pernah 13 27,1

2. Tidak Pernah 35 72,9

Jenis patah tulang saat ini :

1. Tertutup 41 85,4

2. Terbuka 7 14,6

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar responden berumur

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati 20

antara 26-35 tahun yaitu 23 orang (47,9%), suku Aceh yaitu 40 orang (83.3%), berjenis

kelamin laki-laki yaitu 30 orang (62.5%), tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya

yaitu 35 orang (72.9%), dan jenis patah tulang yang dialami saat ini yaitu patah tulang

tertutup sebanyak 41 orang (85.4%).

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri Pasien Fraktur Sebelum
Pemberian Campuran Kunyit Dan Jahe (n=48)

Tingkat Nyeri Tingkat Nyeri

F %

2.0 1 2.1

4.5 2 4.2

5.0 2 4.2

5.5 7 14.6

7.5 9 18.8

8.0 3 6.3

9.0 14 29.2

9.5 10 20.8

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat nyeri yang paling banyak dialami oleh

responden sebelum pemberian campuran kunyit dan jahe adalah pada skala 9.0 yaitu

sebanyak 14 orang (29.2 %).

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri Pasien Fraktur Sesudah


Pemberian Campuran Kunyit Dan Jahe (n=48)

Tingkat Nyeri Sesudah


F %
2.0 1 2.1

4.5 2 4.2

5.0 2 4.2

5.5 9 18.8

6.0 7 14.6

7.0 3 6.3

8.5 1 2.1

9.0 13 27.1

9.5 10 20.8

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat nyeri yang paling banyak dialami oleh

responden setelah pemberian kunyit dan jahe adalah pada skala 9.0 yaitu sebanyak 13 orang

(27.1 %).

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mean, Median Dan Modus Sebelum Dan
Sesudah Pemberian Campuran Kunyit Dan Jahe (n=48)

Sebelum Sesudah
Mean 7.750 7.375

Median 8.500 7.750

Modus 9.0 9.0


Berdasarkan Tabel 4 dapat terlihat bahwa sebelum pemberian campuran kunyit dan jahe,
mean= 7.750, median=8.500 dan modus= 9.0,

sedangkan setelah pemberian campuran kunyit dan jahe, mean=7.375, median=7.750, dan
modus=9.0.

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Normalitas Data Sebelum Dan Sesudah Pemberian
Campuran Kunyit Dan Jahe (n=48)

Shafiro wilk
Statistic Df sig
Sebelum . . 252 48 . 000
Sesudah . 274 48 . 000

Berdasarkan Tabel 5 dapat terlihat bahwa nilai signifikansi untuk tingkat nyeri sebelum dan
sesudah pemberian kunyit dan jahe adalah 0.000 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan

bahwa data tingkat nyeri baik sebelum maupun sesudah pemberian campuran kunyit

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati 21

dan jahe berdistribusi tidak normal maka digunakan uji non parametrik wilcoxon.

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perbedaan Tingkat Nyeri Sebelum Dan Sesudah
Pemberian Kunyit Dan Jahe (n=48)

Sebelum – Sesudah Nilai Z Nilai sig


Tingkat Nyeri -3.219a 0.001
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon pada Tabel 6 dapat terlihat bahwa nilai P=0.001<0.05

sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat nyeri sebelum

dan sesudah pemberian campuran kunyit dan jahe pada pasien fraktur yang berobat di

dukun patah.

Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang penderita patah tulang pada kelompok usia

tersebut, 4 orang diantaranya mengatakan bahwa mereka mengalami patah tulang akibat
mengalami tabrakan di jalan raya karena berkendaraan dengan kecepatan tinggi dan

tertabrak oleh kendaraan lain. Satu orang lainnya mengatakan bahwa ia mengalami

patah tulang akibat tertabrak mobil pribadi saat menyeberang jalan.

Hasil wawancara dengan kedua dukun patah, mereka sama-sama membenarkan bahwa

kebanyakan pasien yang mereka rawat adalah pasien patah akibat kecelakaan. Di samping

itu ada beberapa pasien lain yang datang ke tempat pengobatan mereka, mengalami

patah tulang akibat tertimpa alat berat saat melakukan pekerjaan bangunan dan jatuh dari

bangunan tinggi.

Pada penelitian ini, peneliti menemukan data bahwa sebaran 48 orang responden menurut

tingkat nyeri sebelum pemberian kunyit dan jahe adalah sebagai berikut : skala 2.0 (2.1%),

skala 4.5 (4.2%), skala 5.0(4.2%), skala 5.5 (14.6%), 7.5 (18.8%), 8.0 (6.3%), 9.0 (29.2%),

9.5 (20.8%). Berdasarkan data tersebut dapat terlihat adanya variasi tingkat nyeri pada
masing-masing pasien dengan frekuensi tertinggi pada skala 9.0 dan 9.5. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh beberapa hal, antara tingkat keparahan fraktur, tingkat penyembuhan luka,
pengalaman fraktur sebelumnya, dan persepsi individu tentang nyeri.

Menurut Potter and Perry (2005), nyeri yang dialami seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa factor yang antara lain pengalaman masa lalu, kecemasan, budaya, usia,dan intensitas
nyeri. Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa parahnya nyeri yang dapat dirasakan oleh
individu.

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati

Selanjutnya setelah dilakukan pemberian ramuan campuran kunyit dan jahe yang

dievaluasi dalam 2 minggu, didapatkan hasil bahwa tingkat nyeri menjadi 2.0 (2.1%), 4.5

(4.2%), 5.0 (4.2%), 5.5 (18.8%), 6.0 (14.6%), 7.0 (6.3%), 8,5 (2.1), 9.0 (27.1%), dan 9.5

(20,8). Dari hasil tersebut terjadi perbedaan tingkat nyeri setelah pemberian ramuan kunyit dan
jahe. Di samping itu perbedaan ini juga dapat diketahui dari perbedaan nilai mean antara tingkat
nteri sebelum dan seudah pemberian ramuan kunyit dan jahe yaitu 7.75 dan 7.37. terjadi
penurunan pada angka rat-rata tingkat nyeri responden.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jurenka, (2009) dan

Lantz, Chen, Jolad, & Timmermann (2005). yang menemukan bahwa kunyit terdiri dari

tiga kelompok curcuminoid yaitu Curcumin (diferuloylmethylmethane), demethoxycurcum

dan bichemethoxycurcumin Zat berkhasiat yang terdapat dalan kunyit yaitu curcumin memiliki
efek anti inflamasi. Curcumin merupakan juga merupakan anti oksidan yang kuat. Molekul anti
oksidan dalam tubuh melawan radikal bebas yang merusak membran sel tubuh, dan bahkan
menyebabkan kematian sel.

Selain itu curcumin menghambat ekspresi COX-2. Curcumin menguragi kadar tiga enzim

dalam tubuh yang menyebabkan inflamasi. Penelitian (Menon & Sudheer, 2007)
mendapatkan hasil bahwa efek inflamasi daripada Curcumin sepertinya dimediasi oleh
kemampuannya dalam menghambat inhibisi COX-2, lipoxygenase (LOX), dan iNOS. Ketiga zat
ini merupakan enzim yang memidiasi proses inflamasi.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh Mashhadi et all (2013) menjelaskan bahwa

Gingerol, shogaol, dan substansi yang terkait secara struktural lainnya yang terdapat dalam jahe
menghambat biosintesis prostaglandin dan leukotrin senyawa ini juga menghambat sintesis pro-
antinflamasi sitokinin seperti IL-1, TNF-alpha, dan IL-Beta. Penelitian lain menemukan bahwa
dalam makrofag, shagaol dapat menurunkan regulasi ekspresi gen inflamasi iNOS dan COX-2.

Pada bagian akhir analisa data, didapatkan nilai Z=-2.694 dan p value= 0.007 <0.05.

Dengan demikian maka hasil penelitian ini menolak Ho dan menerima Ha, dimana ada pengaruh
pemberian kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur yang berobat di dukun
patah Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Penelitian ini

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati

mendukung hasil penelitian Mashhadi et all (2013) menjelaskan bahwa Jahe (Zingeber
Officinale Rosc) merupakan keluarga Zingeberaceae. Jahe mengandung zat antioksidan dan
antiinflamasi yaitu Gingerol. Suatu phytochemical yang membantu mengurangi inflamasi. Sejak
dahulu jahe telah digunakan untuk penghilang nyeri otot. Dengan semakin berkembangnya gaya
hidup ‘ back to nature’ , orang-orang lebih termotivasi untuk menggunakan ramuan tradisional
untuk pengobatan tingkat pertama pada berbagai jenis penyakit. Demikian juga halnya dengan
pengobatan patah tulang. Dorongan untuk mempraktekkan gaya hidup yang lebih alamiah dan
minim efek samping ini termasuk faktor yang mendorong seseorang untuk lebih memilih obat
tradisional dibandingkan dengan obat-obatan medis.

Kesimpulan

Studi ini menemukan ada pengaruh pemberian campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri
pada pasien fraktur yang berobat di dukun patah Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi masyarakat Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen
agar menggunakan hasil penelitian ini sebagai rujukan dalam mengembangkan pengobatan
alternatif terutama dalm penggunaan campuran kunyit dan jahe sebagai salah satu obat anti
inflamasi dan analgetik untuk mengatasi nyeri. Hal ini didukung juga oleh karena selain efek
samping yang tidak terlalu berbahaya, jenis tumbuh-tumbuhan ini juga mudah didapat di
masyarakat.

Saran

Referensi dalam tindakan keperawatan sebagai terapi komplementer pada menejemen nyeri
khususnya pada penderita penyakit kronis dengan intensitas nyeri sedang ringan dan berat

Bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan herbal yang lain untuk mengurangi nyeri pada
fraktur

DAFTAR PUSTAKA

Bhatia, J. (2015, Pebruari 23). Herbal Remedies for Natural Pain Relief. Diakses 10 Maret 2015
dari Evedayhealth: http://www.everyday health.com/painmanagement/naturalpain-remedies

Chhavi, S., Sushma, D., Ravinder, V., Anju, D., & Asha, S. (2011). Recent update on Proficient
Bone Fracture Revivifying Herbs. Internatinal Research Journal of Farmacy, 3-5.

Jurenka, J. S. (2009). Anti-inflammmatory Properties of Curcumin, a Major Contituent of


Curcuma Longa: A Review of Preclinical and Clinical Research. Alternative Medicine Review,
141-153.

Kemenkes (2013). Hasil Riskesdas 2013.pdf diakses 22 Januari 2015 dari


http://www.depkes.go.id.

Lantz, R. C., Chen, G., Jolad, S., & Timmermann, B. (2005). The Effect of Turmeric extracts on
Inflammatory mediator Production. PubMed.

Maroon, J. C., Bost, J. W., & Maroon, A. (2010). Natural anti-inflammatory

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati
agents for pain relief. International Journal Of Neurosurgery adn Neurosience.

Mashhadi, N. S., & all, e. (2013). Anti -Oxidant and Anti-inflammatory Effect of ginger in
Health and Physical Activity: Review of Current Evidence. International Journal of Preventive
Medicine, 36-42.

Potter, & Perry. (2005). Fundamentals of Nursing: Concept, Process, and Practice. Jakarta: EGC.

Verma, S., & Singh. (2008). Current and Future Status of Herbal Medicines. Vetenary world, 1,
347-350.

Wirth, J. H., Hudgins, J. C., & Paice, J. A. (2005). Use of Herbal Therapies to Relieve Pain: A
Review of Efficacy and Adverse Effects. Pain Management Nursing, 145-167.

Jurnal Ilmu Keperawatan (2016) 4:1 ISSN: 2338-6371 Fitria, Hasballah, Mutiawati 16

Pemberian Campuran Kunyit dan Jahe dengan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur

Turmeric and Ginger Mixture Fracture’ s Pain Level of Pasients Who Cured by Traditional
Healer

Nanda Fitria¹, Kartini Hasballah2, Endang Mutiawati3 ¹Magister Keperawatan, Program


Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Syiah Kuala 3Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

ANALISI JURNAL DENGAN FORMAT PICOT


“PEMBERIAN CAMPURAN KUNYIT DAN JAHE TERHADAP IMFLAMASI DAN
TINGKAT NYERI PADA PASIEN FRAKTUR”
I. ANALISA FORMAT PICOT
A. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur dari tanggal 20
Oktober sampai dengan 20 November 2015 sebanyak 48 orang.
2. Sampel
Sampel yang diambil dengan menggunakan cara nonprobability sampling
dengan teknik total sampling yaitu sebanyak 48 orang.

B. INTERVENSI
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental-semu (quasi-eksperimental
research) dengan rancangan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah One
Group Pretest-Posttest Design. Pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa
kuesioner dan observasi. Intervensi dengan pemberian komposisi ramuan obat yang diolesi
pada luka patah tulang pasiennya mengandung kunyit dan jahe.

C. COMPARASION
Jurnal 1:
Berdasarkan teori kunyit terdiri dari tiga kelompok curcuminoid yaitu Curcumin
(diferuloylmethylmethane), demethoxycurcum dan bichemethoxycurcumin Zat berkhasiat
yang terdapat dalan kunyit yaitu curcumin memiliki efek anti inflamasi. Curcumin
merupakan juga merupakan anti oksidan yang kuat. Molekul anti oksidan dalam tubuh
melawan radikal bebas yang merusak membran sel tubuh, dan bahkan menyebabkan
kematian sel. Jahe menghambat biosintesis prostaglandin dan leukotrin senyawa ini juga
menghambat sintesis pro-antinflamasi sitokinin seperti IL-1, TNF-alpha, dan IL-Beta.
Penelitian lain menemukan bahwa dalam makrofag, shagaol dapat menurunkan regulasi
ekspresi gen inflamasi iNOS dan COX-2.
Jurnal 2:
Berdasarkan teori Jahe tersebut memiliki berbagai kandungan kimia salah satunya adalah
ingerol, shogaol, zingerone. Kandungan gingerol yang terdapat pada jahe diduga memiliki
efek antiinflamasi.
D. OUTCOME
Jurnal 1:
Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat nyeri sebelum pemberian kunyit dan jahe adalah
sebagai berikut : skala 2.0 (2.1%), skala 4.5 (4.2%), skala 5.0(4.2%), skala 5.5 (14.6%),
7.5 (18.8%), 8.0 (6.3%), 9.0 (29.2%), 9.5 (20.8%). Berdasarkan data tersebut dapat terlihat
adanya variasi tingkat nyeri pada masing-masing pasien dengan frekuensi tertinggi pada
skala 9.0 dan 9.5 dan setelah dilakukan pemberian ramuan campuran kunyit dan jahe yang
dievaluasi dalam 2 minggu, didapatkan hasil bahwa tingkat nyeri menjadi 2.0 (2.1%), 4.5
(4.2%), 5.0 (4.2%), 5.5 (18.8%), 6.0 (14.6%), 7.0 (6.3%), 8,5 (2.1), 9.0 (27.1%), dan 9.5
(20,8). Dari hasil tersebut terjadi perbedaan tingkat nyeri setelah pemberian ramuan kunyit
dan jahe. Di samping itu perbedaan ini juga dapat diketahui dari perbedaan nilai mean
antara tingkat nteri sebelum dan seudah pemberian ramuan kunyit dan jahe yaitu 7.75 dan
7.37. terjadi penurunan pada angka rat-rata tingkat nyeri responden. Disimpulkan bahwa
ada pengaruh pemberian campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien
fraktur yang berobat di dukun patah Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen.
Jurnal 2:
Hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak jahe merah dapat menurunkan sebukan sel-sel
radang pada gambaran histopatologi pankreas tikus putih yang diinduksi aloksan. Karena
kandungan gingerol yang terdapat pada ekstrak jahe merah memiliki efek antiinflamasi dan
efek antioksidan.
E. TIME
Penelitian dilaksanakan dilaksanakan dari tanggal 20 Oktober sampai dengan 20 November
2015.

II. MANFAAT DAN KEKURANGAN


A. MANFAAT
1. Dapat mengidentifikasi kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur.
2. Dapat mengidentifikasi jahe terhadap implamasi.
3. Dapat mengetahui pengaruh campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada
pasien fraktur.
4. Dapat mengetahui jahe terhadap implamasi.
5. Dapat sebagai referensi ilmiah bagi penelitian berikutnya yang ingin mengembangkan
penelitian tentang pemberian kunyit dan jahe.
B. KEKURANGAN
1. Peneliti tidak melakukan penelitian ditempat pelayanan kesehatan
2. Penelitian masih terbatas untuk pengaruh jahe untuk mengurangi imflamasi.
III. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Campuran kunyit dan jahe dapat mengurangi tingkat nyeri pada pasien fraktur.
2. Jahe dapat memiliki efek inflamasi.
B. SARAN
1. Bagi peneliti selanjutnya
a. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh kunyit dan jahe dapat mengurangi tingkat nyeri dan inflamasi pada
pasien fraktur.
b. Dapat dijadikan teori tambahan tentang manfaat kunyit dan jahe dalam mengurangi
tingkat nyeri dan inflamasi pada pasien fraktur.
2. Bagi keluarga
a. Keluarga diharapkan dapat mempunyai alternative cara untuk mengurangi tingkat
nyeri dan inflamasi pada pasien fraktur.
b. Keluarga dapat saling berbagi pengalaman dengan sesama keluarga yang mempunyai
anggota keluarga dengan fraktur.
3. Bagi tenaga kesehatan
a. Sebagai bahan rujukan didalam upaya meningkatkan pengetahuan keluarga dalam
merawat pasien fraktur dalam mengurangi tingkat nyeri dan inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai