PNEUMONIA:
Adakah tempat untuk pemberian
antiinflamasi ?
UNS PRESS
PNEUMONIA:
Adakah tempat untuk pemberian
antiinflamasi ?
Hak CiptaReviono. 2017
Penulis
Dr. dr. Reviono, Sp.P (K)
Editor
Dr. dr. Harsini, Sp. P (K)
Ilustrasi Sampul
Arif Hasanudin
ISBN 978-602-397–172-5
KATA PENGANTAR
Sudah sekian lama diketahui, bahwa pneumonia
merupakan penyebab kematian utama. Penelitian tentang
pneumonia ini sudah berlangsung lama dan mulai intensif
dilakukan pada akhir tahun 1800-an. Banyak sudut
pandang pemahaman mikrobiologi modern yang berubah.
Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh bakteri,
meskipun penelitian tentang antibiotik terus berkembang
tetapi pneumonia tetap menjadi penyebab utama
komplikasi penyakit dan juga kematian.
Berdasarkan asal dari sumber mikroba penyebab
pneumonia, pneumonia komunitas merupakan kasus
terbanyak. Selain itu terdapat pneumonia nosocomial,
pneumonia aspirasi dan juga health care associated
pneumonia. Beberapa faktor resiko yang berpeluang
berhubungan dengan pneumonia adalah usia yang sangat
tua atau sebaliknya sangat muda, gaya hidup seperti
peminum alcohol dan perokok. Selain itu individu yang
menderita sakit seperti kardiorespirasi kronik, gangguan
sinyal kronik, penyakit hepatic, diabetes mellitus, penyakit
kanker serta HIV-AIDS.
Terapi utama pneumonia bakterial adalah antibiotik,
dimana pemberian antibiotik awal disebut dengan terapi
empirik. Terapi empirik ini berdasarkan panduan tata
laksana yang relevan, usia pasien, penyakit penyerta dan
beratnya penyakit pneumonia. Pertimbangan pemilihan
dengan cara apa antibiotik tersebut akan diberikan, apakah
-v-
secara oral atau parenteral juga menjadi pertimbangan. Hal
ini akan dihubungkan dengan keputusan pasien tersebut
akan rawat inap atau rawat jalan.
Penemuan antibiotik terus berkembang, akan tetapi
sampai saat ini kasus pneumonia masih menimbulkan
angka kematian yang tinggi, terutama di ICU yang
mendekati 35%. Salah satu penyebab tingginya angka
kematian tersebut adaah akibat respons inflamasi yang
cukup tinggi. Akibat repons inflamasi yang berlebihan,
meskipun terapi antibiotik sudah tepat, akan tetap
berbahaya. Respons inflamasi yang berlebihan akan
menyebabkan kerusakan paru, sehingga perlu dikurangi.
Terapi antiinflamasi yang ideal adalah yang mampu
mengurangi komplikasi respons inflamasi sistemik yang
terlalu besar tanpa mengganggu proses resolusi inflamasi
lokal. Selama terjadinya proses inflamasi, berbagai jenis
sel-sel inflamasi diaktifkan. Proses inflamasi tersebut
mengeluarkan sitokin dan mediator untuk mengatur sel-sel
inflamasi. Sebenarnya ada beberapa golongan antiinflamasi
yang digunakan dalam terapi pernyakit yang berhubungan
dengan proses inflamasi.=, tetapi dalam buku ini tidak
disampaikan semuanya.
Terdapat 3 kategori anti inflamasi yang menarik
perhatian yaitu kortikosteroid, statin dan makrolid. Pada
makalah ini akan disampaikan terapi inflamasi yang
mempunyai peluang untuk dapat digunakan pada praktik
klinis.
- vi -
Antiinflamasi yang pertama adalah kortikosteroid.
Kortikosteroid merupakan inhibitor yang sangat kuat untuk
inflamasi. Kortikosteroid mematikan gen yang
mengkodekan sitokin proinflamasi dan mengaktifkan gen
yang mengkode sitokin antiinflamasi. Obat yang dipilih
pada penelitian ini adalah deksametason. Deksametason
merupakan salah satu kortikosteroid sintetis terampuh.
Kemampuannya dalam menanggulangi peradangan dan
alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang
dimiliki prednisone. Deksametason memiliki efek
antiinflamasi yang ampuh dan efek mineralokortikoid
lemah dibandingkan dengan kortikosteroid lain, sehingga
mencegah gangguan reabsorpsi natrium dan keseimbangan
air. Efek deksametason yang tahan lama, memungkinkan
pemberian rejimen hanya sekali sehari Deksametason
bekerja sebagai anti-mitosis pada sel system imun tubuh
melalui perubahan tingkat ekspresi gen. Deksametason
menghambat sel inflamasi di saluran pernapasan,
termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast, sel dendritik, serta
dapat menginduksi ekspresi dual specificity phosphatase
(DUSP)1 atau lebih dikenal sebagai mitogen activated
protein kinase (MAPK) phosphatase 1 yang akan
mendefosforilasi dan menginaktivasi MAPKs. Kortikosteroid
dosis rendah dapat menekan gen inflamasi. Gen inflamasi
diaktifkan oleh rangsangan inflamasi, seperti IL-1β atau
TNF-α, yang mengakibatkan aktivasi inhibitorI-kB kinase
(IKK)-2, dan mengaktifkan factor transkripsi NF-kB.
- vii -
Pada penelitian ini yaitu dalam pemberian
deksametason akan diukur respons inflamasi dengan
menggunakan penanda inflamasi dan penanda infkesi yaitu
pro-calcitonin (PCT) dan tumor necrosis factor (TNF-α). Selain
menilai secara imunologi juga akan dinilai perbaikan klinis,
yaitu dinilai dengan batas waktu 5 hari rawat inap.
Antiinflamasi kedua yang akan diteliti yaitu
pravastatin dari golongan statin. Statin memiliki efek yang
disebut dengan efek pleotropik, antara lain antiinflamasi.
Farmakokinetik pravastatin tidak dipengaruhi oleh faktor
jenis kelamin dan usia Efek terapi pravastatin dipengaruhi
oleh dosis dan interaksi dengan obat lain yang menghambat
metabolisme statin.79Dosis pravastatin adalah 40 mg/ hari
dan sebaiknya diberikan saat perut kosong karena
makanan dapat menurunkan absorbsi pravastatin.
Penurunan kadar penanda biologi seperti C-reactive protein
(CRP) selama pemberian statin menjadi perhatian besar,
karena hal tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa
statin memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan
terhadap aktivitas NF-kB. Kemampuan statin dalam
menghambat inflamasi saluran napas dan parenkim paru
ditandai dengan penurunan kadar sitokin proinflamasi IL-6,
TNF-α, dan IL-8 sebagai sitokin utama pada influks netrofil
yang menjadi penyebab utama inflamasi paru.
Pada penelitian pemberian pravastatin sebagai
antiinflamasi pada kasus pneumonia akan dilihat
pengaruhnya dengan mengukur penanda inflamasi dan
infeksi yaitu PCT dan IL-6. Sedang respons klinis juga
- viii -
diteliti yaitu dengan mengukur perbaikan klinis setelah
pemberian antiinflamasi selama 5 hari.
Antiinflamasi ketiga adalah azitromisin dari golongan
makrolid. Sebenarnya makrolid awalnya dikenal sebagai
antibiotika yang bersifat bakteriostatik untuk Staphylococci,
Streptococci, dan Haemophylus, dan dapat bersifat
bakterisid pada dosis tinggi. Saat ini makrolid diketahui
dapat meningkatkan bersihan mukosilier, meningkatkan
atau mengurangi aktivasi sistem imun, mencegah
pembentukan biofilm bakteri, mempengaruhi aktivitas
fagosit dan menurunkan respons inflamasi. Obat yang
digunakan dari golongan makrolid ini adalah azitromisin.
Azitromisin memiliki efek antimikroba langsung dan dapat
memodulasi respons imun. Penelitian invitro dan hewan
menghasilkan data yang mendukung efek penghambatan
terhadap neutrofil dan aktivitas kemotaktik. Pemberian
azitromisin jangka panjang telah terbukti menurunkan
kadar IL-8 dan jumlah neutrofil dalam cairan bilasan
bronkus. Pada penelitian akan diberikan pada penderita
pneumonia, dan pemberiannya hanya jangka pendek.
Variabel yang diukur untuk melihat pengaruh
pemberian azitromisin adalah penanda inflamasi dan
infeksi yaitu IL-8 dan netrofil sputum. Selain menilai secara
imunologis juga dilihat respons klinis, yaitu dengan
mengukur perbaikan klinis setelah pemberian azitromisin.
Penelitian ini kami lakukan dengan sampel dari pasien
pneumonia RSUD Dr Moewardi. Kami ucapkan banyak
terimakasih kepada dr Bobby Singh, SpP, dr Jan Yanto
- ix -
Lydwines Purba, SpP dan dr Leonardo Helasti Simanjutak,
SpP yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian
payung, mulai menentukan proses registrasi sampel,
pemeriksaan variable penelitian, dan penulisan laporan
hingga terbitnya buku ini.
Semoga buku ini akan membawa manfaat bagi dokter
yang melakukan pelayanan kasus pneumonia, dapat
memberikan pertimbangan dalam upaya layanan kepada
masyarakat yang lebih baik. Kami mohon kritik dan saran
demi perbaikan penulisan selanjutnya.
-x-
Daftar Isi
- xi -
BAB V EVALUASI TERAPI PNEUMONIA......................... 59
A. Respons Klinis ....................................................... 60
B. Penanda Biologi pada Pneumonia ..................... 63
1. Procalcitonin (PCT) .......................................... 65
2. Tumor necrosis factor (TNF)-α ........................ 68
3. Interleukin-6 (IL-6)........................................... 69
4. Interleukin-8 (IL-8) ........................................... 71
5. Neutrofil sputum.............................................. 73
- xii -
BAB VIII PENUTUP ...................................................................... 141
A. Kesimpulan ............................................................ 143
B. Saran ........................................................................ 144
- xiii -
Daftar Tabel
- xiv -
Tabel 6.13. Perubahan kadar IL-8 serum dan
neutrofil sputum pada kelompok
azitromisin............................................... 116
Tabel 6.14. Perubahan kadar IL-8 serum dan
neutrofil sputum pada kelompok kontrol . 117
Tabel 6.15. Perbandingan kadar IL-8 serum dan
neutrofil sputum sesudah perawatan
antara kelompok azitromisin dan
kelompok kontrol ..................................... 118
Tabel 6.16. Perbandingan pencapaian perbaikan
klinis antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol ..................................... 119
Tabel 6.17. Perbedaan lama pencapaian perbaikan
klinis antara kelompok pravastatin dan
kontrol..................................................... 120
Tabel 6.18. Perbandingan pencapaian perbaikan
klinis antara kelompok azitromisin dan
kelompok kontrol ..................................... 121
- xv -
Daftar Gambar
- xvi -
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB I
PENDAHULUAN
1
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
2
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
3
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
4
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
5
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
6
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
7
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
8
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB II
PATOGENESIS PNEUMONIA
9
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
A. Pertahanan Paru
Infeksi saluran napas bawah tergantung dari
virulensi dan kolonisasi dari mikroorganisme yang dapat
melampaui mekanisme pertahanan paru. Mekanisme
pertahanan paru terdiri dari: (Mason CM, et al, 2005;
Goetz MB, et al, 2005))
1. Saluran napas atas yaitu hidung berfungsi sebagai
penyaring partikel dibuang melalui bersin dan faring
berfungsi mengeluarkan partikel atau mikroorganis-
me melalui batuk atau tertelan.
2. Imun alamiah melalui sekresi sel epitel di saluran
napas bawah seperti lisosom (enzim sel epitel
berfungsi memecah dinding sel bakteri terutama
pada bakteri gram positif), laktoferin (protein yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri), defensin
(protein yang diproduksi oleh bermacam-macam sel
epitel berfungsi merusak struktur bakteri dengan
meningkatkan permeabilitas membran),
leukoprotease inhibitor (protein yang berfungsi
menghambat neutrofil elastase dan menghambat
aktivitas bakteri), dan cathelicidin (peptida neutrofil
berfungsi menghambat aktivitas bakteri gram
negatif). Sistem imun alamiah lainnya seperti
makrofag dan neutrofil yang berasal dari pembuluh
darah kapiler masuk ke dalam alveoli melalui reaksi
inflamasi makrofag.
3. Sistem pertahanan imun didapat yang berada di
saluran napas adalah immunoglobulin (Ig) terutama
10
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
11
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
12
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
13
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
14
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
15
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
16
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
17
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
18
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB III
TERAPI PNEUMONIA
19
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
A. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia
sebaiknya didasarkan pada data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaan (Irfan M, et al, 2013). Terapi empiris
dapat diberikan hingga didapatkan data mikro-
organisme. Sebanyak 10% pasien pneumonia komunitas
dalam perawatan di rumah sakit disebabkan oleh
bakteri (Caballero J, et al, 2011). Pemilihan antibiotik
secara empiris berdasarkan beberapa faktor yaitu jenis
kuman penyebab berdasarkan pola kuman setempat,
terbukti efektif, faktor risiko resisten antibiotik dan
faktor komorbid. Terapi antimikroba harus dimulai
sesegera mungkin setelah diagnosis pneumonia
ditegakkan. Pasien pneumonia yang dirawat diberikan
antibiotik dalam waktu 8 jam sejak masuk rumah sakit
(< 4 jam akan menurunkan angka kematian) (PDPI,
2014). Karakteristik farmakokinetik dan farmako-
dinamik antibiotik menentukan hasil dari terapi
terhadap infeksi pernapasan. Pemberian antibiotik
harus segera di mulai, dilanjutkan dengan total 7-10
hari pada pasien yang menunjukkan respons dalam 72
jam pertama. Pasien dengan pemberian antibiotik
parenteral dapat diganti ke oral segera setelah ada
perbaikan klinis. Antibiotik sesuai dengan bakteri
patogen dapat diberikan setelah hasil kultur tersedia,
jika bakteri gram (-) dicurigai sebagai kuman penyebab,
pemberian antibiotik dapat dilanjutkan (sampai 21 hari)
(PDPI, 2014).
20
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
B. Terapi Suportif
Terapi suportif atau dapat juga disebut sebagai
terapi simptomatik, tujuannya adalah untuk
menghilangkan gejala pneumonia. Terapi suportif yang
diberikan adalah sesuai dengan setting perawatan yang
diberikan pada pasien tersebut. Pada pasien rawat jalan
adalah dengan memberikan istirahat di tempat tidur,
memberikan minum untuk mengatasi kemungkinan
terjadi dehidrasi. Pemberian antipiretik apabila terjadi
demam dengan suhu tubuh yang tinggi. Atau dapat juga
dilakukan kompres misalnya dengan alcohol. Pada
21
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
C. Terapi Antiinflamasi
Tujuan pemberian terapi antiinflamasi adalah
untuk menekan respons inflamasi yang berlebihan dan
berbahaya. Terapi antiinflamasi yang ideal adalah yang
mampu mengurangi komplikasi respons inflamasi
sistemik yang terlalu besar tanpa mengganggu proses
resolusi inflamasi lokal. Beberapa pilihan terapi
antiinflamasi yang kemungkinan dapat diberikan pada
22
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
23
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
24
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB IV
TERAPI ANTIINFLAMASI
25
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
A. Kortikosteroid
Korteks adrenal menghasilkan berbagai jenis
kortikosteroid seperti glukokortikoid, mineralkortikoid
dan hormon androgen. Zat yang dihasilkan oleh korteks
adrenal berperan dalam homeostasis, keseimbangan
elektrolit dan perkembangan karakter seks. Pemberian
terapi steroid mempengaruhi produksi endogen
kortikosteroid dan memberikan efek supresif pada aksis
hypothalamicpituitary adrenal. Korteks adrenal terdiri
dari tiga zona yaitu zona glomerulosa yang berfungsi
menghasilkan aldosteron atau mineralkortikoid, zona
fasikulata berfungsi menghasilkan kortisol atau
26
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
27
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
28
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
29
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
30
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
31
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
32
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
33
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
34
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
35
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
B. Statin
Statin ditemukan pertama kali pada tahun 1970-
an oleh Endodan Kuroda pada Penicilliumcitrinium (Jain
MK, et al, 2005; Gazzerro P, et al, 2012). Struktur aktif
statin mirip dengan HMG-CoA intermediate yang
dibentuk oleh HMG-CoA reduktase dalam sintesis
mevalonat. Struktur kimia penghambat HMG-COA
reduktase yaitu lovastatin, atorvastatin, fluvastatin,
pravastatin, simvastatin, dan rosuvastatin dapat dilihat
pada gambar 4.2.
36
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
37
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
38
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
39
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
40
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
41
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
42
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
43
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
44
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
C. Makrolid
Makrolid merupakan kelompok senyawa yang
mengandung cincin lakton (biasanya terdiri dari 14, 15,
16 atom) serta menempel pada gula deoxi seperti
clanidose dan desosamine Rumus kimia makrolid
tampak pada gambar 4.4 dibawah ini (Chambers HF,
2001; Bulska M and Orszulak-Michalak D, 2014;
Azhdarzadeh M, et al, 2012). Makrolid dapat
meningkatkan bersihan mukosilier, meningkatkan atau
mengurangi aktivasi sistem imun, mencegah
pembentukan biofilm bakteri, mempengaruhi aktivitas
fagosit dan menurunkan respons inflamasi (Bulska M
45
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
46
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
47
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
48
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
49
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
50
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
51
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
52
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
53
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
54
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
55
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
56
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
57
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
58
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB V
59
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
60
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
61
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
62
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
63
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
64
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
65
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
66
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
67
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
68
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
3. Interleukin-6 (IL-6)
Interleukin 6 (IL-6) merupakan suatu sitokin
pleiotropik yang berfungsi dalam berbagai proses
antara lain pengaturan sistem imun, hematopoiesis,
inflamasi dan onkogenesis (Kishimoto T, 2010).
Interleukin 6 disekresi oleh sejumlah sel yaitu
limfosit T, makrofag, sel endotel dan sel epitel
peningkatan kadar IL-6 pada proses respons
inflamasi terjadi lebih awal dibandingkan dengan
sitokin lain dan memiliki waktu paruh yang lebih
panjang (20-60 menit), sehingga memungkinkan
digunakan sebagai penanda inflamasi ( Andrijevic I et
al, 2014) sitokin ini tidak hanya terlibat dalam
proses inflamasi dan infeksi, tetapi juga dalam
proses regulasi metabolik, regeneratif dan neurologis
(Scheller J, et al, 2011). Sejumlah sel dilaporkan
dapat menghasilkan IL-6 yaitu sebagian besar sel
imun, sel endotel, sel otot polos dan skeletal,
69
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
70
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
4. Interleukin-8 (IL-8)
Interleukin-8 (IL-8) mempunyai posisi yang
strategis karena merupakan kemokin awal yang
disekresi oleh makrofag untuk mengaktifkan
neutrofil pada saat inflamasi (Zeilhofer HU and
Schorr W, 2000). Neutrofil adalah salah satu
kontributor penting untuk menjaga mekanisme
pertahanan di paru. Interleukin-8, TNF-α, IL-1β, IL-
6, dan IFN-γ adalah sitokin proinflamasi utama yang
berpartisipasi dalam peradangan akut, IL-8 berperan
sebagai chemoattractant untuk neutrofil pada proses
inflamasi. Hampir semua sel membentuk reseptor IL-
17, yang telah terbukti merekrut neutrofil ke paru
dengan merangsang produksi kemokin diantaranya
adalah IL-8 (Balamayooran G, 2010).
Interleukin (IL)-8 dimurnikan dan dikloning
secara molekuler pertama kali sebagai faktor
71
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
72
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
5. Neutrofil sputum
Neutrofil merupakan pertahanan utama tubuh
terhadap patogen seperti bakteri, dengan jumlah 40-
60% populasi sel darah putih. Dalam peredaran
darah orang sehat, neutrofil berada dalam keadaan
istirahat. Dapat dipastikan bahwa zat toksik neutrofil
tidak dilepaskan saat istirahat sehingga tidak
merusak jaringan. Neutrofil akan teraktivasi melalui
73
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
74
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
75
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
76
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB VI
PENELITIAN SENDIRI
77
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
A. Metode Penelitian
Penelitian sendiri ini terdiri dari 3 penelitian yaitu
penelitian dengan melakukan pemberian 3 jenis
antiinflamasi pada pasien pneumonia, masing masing
penelitian menggunakan antiinflamasi yang berbeda.
Untuk menilai output atau variabel tergantung
menggunakan variabel yang sama dan ada pula yang
berbeda. Variabel tergantung yang sama adalah
perbaikan Klinis, sedangkan variabel yang lain adalah
penanda biologi. Untuk penanda inflamasi akibat infeksi
digunakan PCT, dan neutrofil sputum sedangkan untuk
penanda inflamasi sistemik digunakan sitokin (IL-6, IL-8
dan TNF–α). Pada penelitian I dilakukan pemberian
antiinflamasi golongan kortikosteroid yaitu deksametason,
penelitian II pemberian antiinflamasi golongan statin
yaitu pravastatin dan penelitian III pemberian makrolid
yaitu azitromisin. Penelitian ini dilakukan dengan
dibantu mahasiswa pendidikan dokter spesialis
Pulmonolog dan Kedokteran Respirasi Fakultas
kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Desain penelitian ini adalah uji klinis dengan
metode quasi experimental dan menggunakan pretest
and posttest design pada kelompok perlakuan dan
kontrol. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang
diberi terapi pneumonia standard sesuai pedoman
penatalaksanaan pneumonia oleh Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI) tahun 2014 dengan ditambahkan
antiinflamasi sedangkan kelompok kontrol adalah
78
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
79
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
80
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
b. Pravastatin
Pravastatin adalah obat golongan statin yang
memiliki efek antiinflamasi sebagai efek
pleiotropic, walaupun telah dikenal bermanfaat
untuk menurunkan kadar kolesterol. Pada
penelitian ini pravastatin diberikan dengan dosis
40 mg/hari, dan diberikan saat perut kosong
pada malam hari. Skala data berupa skala
nominal. (Chun Shing Kwok, 2012).
c. Azitromisin
Azitromisin adalah obat golongan antibiotic
makrolid dengan cincin lakton pada posisi 14 dan
15. Grup ini mempunyai efek antiinflamasi
dengan menurunkan regulasi inflamasi dan dapat
meningkatkan atau menurunkan sistem imun
tergantung dosis obat. (Al-Shirawi N, 2006)
Azitromisin menurunkan produksi sitokin
proinflamasi (IL-1β, TNF-α, IL-8) melalui
penghambatan di NF-κβ. Pada penelitian ini
azitromisin digunakan sampai terjadi perbaikan
klinis dengan dosis 250 mg/ hari, dan diberikan
1 atau 2 jam setelah makan. Skala data adalah
skala nominal.
81
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
e. PCT
PCT adalah bagian dari superfamili peptida
kalsitonin. Kadar PCT meningkat ketika terjadi
infeksi bakteri. PCT merupakan penanda biologi
yang kadarnya meningkat setelah diinduksi oleh
mediator inflamasi seperti sitokin IL-6, TNF-α,
dan IL-1. Pengukuran kadar PCT serum dilakukan
di laboratorium klinik Prodia dengan instrumen
VIDAS dengan teknik enzyme-linked fluorescent
assay (ELFA).Skala data berupa skala numerik
(rasio), dengan skala ukur nanogram per
millimeter (ng/ mL).
82
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
g. Interleukin 6
Sitokin IL-6 adalah sitokin proinflamasi
berukuran 19-26 kD yang memiliki efek lokal dan
sistemik. Sitokin dihasilkan oleh sel-sel imun
ketika terjadi infeksi bakteri. Kadar IL-6 lebih
lebih tinggi dan cepat meningkat dibanding
sitokin proinflamasi lain dan memiliki waktu
paruh lebih lama. Pengukuran kadar IL-6 serum
dilakukan dengan teknik ELISA. Skala data
berupa skala numerik (rasio), dengan skala ukur
picogram per mililiter (pg/mL).
h. Interleukin 8
Interleukin-8 adalah sitokin proinflamasi
berukuran 8-14 kD yang dapat bertindak sebagai
kemoatraktan untuk neutrofil. Interleukin-8
83
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
i. Neutrofil sputum
Neutrofil sputum disebut juga leukosit
polimorfonuklear (PMN), banyak terdapat di
saluran napas dan memediasi fase awal reaksi
inflamasi. Neutrofil yang diperiksa berasal dari
sputum yang dikeluarkan secara spontan
ataupun melalui induksi menggunakan alat
nebulisasi NaCl 3%. Pengukuran kadar neutrofil
sputum menggunakan alat mikroskop dengan
satuan data dalam bentuk persen (%) dan skala
bersifat rasio.
2. Teknik Pemeriksaan
Variabel tergantung penelitian terdiri dari penilaian
respons klinis dan respons inflamasi baik sistemik
maupun infeksi lokal. Untuk penilaian respons klinis
yaitu perbaikan klinis dilakukan di bangsal rawat
inap paru RSUD Dr Moewardi, sedangkan untuk
pemeriksaan respons inflamasi yaitu pemeriksaan
penanda inflamasi dilakukan di Laboratorium Prodia,
a. Penilaian perbaikan klinis
Perbaikan klinis ditetapkan berdasarkan kriteria
klinis stabil, yaitu vital stabil dalam waktu 24 jam
84
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
85
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
86
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
d. Interleukin 6
Media yang diteliti adalah darah vena yang
diambil ≤ 2 jam setelah pasien masuk RSUD Dr.
Moewardi dan saat tercapai perbaikan klinis.
Darah yang diambil adalah darah vena kurang
lebih 3 ml menggunakan tabung SST (serum
separator tube), tabung dibolak balik 5-10 kali
hingga homogen, lalu didiamkan 30-45 menit
hingga darah beku. Darah kemudian di sentrifus
3000 rpm 15 menit lalu diambil serumnya dan
dimasukkan kedalam sampel cup 0,5 ml (diberi
identitas dan tanggal) untuk diperiksa.
Pengukuran IL-6 menggunakan metode ELISA.
Satuan untuk kadar IL-6 adalah pg/ml.
e. Interleukin 8
Pengambilan sampel darah dilakukan setelah
pasien masuk RSUD dr.Moewardi. Sampel yang
diambil merupakan darah vena sebanyak 3 ml
menggunakan tabung serum separator tube (SST)
kemudian dilakukan sentrifuge dengan kecepatan
4500 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya
untuk diperiksa. Pengukuran kadar IL-8
menggunakan metode ELISA dengan satuan pg/
ml.
87
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
f. Neutrofil Sputum
Pemeriksaan neutrofil sputum dilakukan dengan
cara batuk baik secara spontan maupun diinduksi
menggunakan nebulisasi larutan salin hipertonik
3%. Pemeriksaan menggunakan metode Romanowsky
dengan teknik pemeriksaan sebagai berikut:
Sampel sputum kurang lebih 1 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang terisi NaCl 0,9%.
Tabung kemudian di sentrifuge selama kurang
lebih 15 menit, setelah itu supernatan diambil
menggunakan pipet dan dibuat sedian hapus
dengan pewarnaan giemsa sampai menutupi
seluruh permukaan. Sediaan dibilas dengan air
mengalir secara perlahan kemudian dikeringkan.
Penghitungan neutrofil menggunakan mikroskop
melalui pembesaran 100 kali dan dilakukan
perhitungan persentase jumlah neutrofil.
88
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
4. Analisis data
Semua data disajikan dalam angka rerata (mean)
dengan memakai SPSS 19.
a. Uji Beda
Uji beda adalah hasil uji untuk melihat
perbedaan antara sampel perlakuan dengan
pemberian antiinflamasi dan sampel kontrol
89
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
b. Uji Korelasi
Uji korelasi menggunakan korelasi pearson
(apabila memenuhi syarat normalitas) dan
korelasi spearman (apabila tidak memenuhi
syarat normalitas). Metode ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan timbal balik antara dua
variabel. Hubungan dua variabel dinyatakan
positif bila satu variabel berbanding lurus dengan
variabel lainnya. Hubungan dinyatakan negatif
bila satu variabel berbanding terbalik dengan
variabel lainnya. Batas kemaknaan dinyatakan
bermakna bila nilai p ≤ 0,05 dan tidak bermakna
bila nilai p > 0,05.
c. Etika penelitian
Peneliti mengajukan persetujuan penelitian ke
Panitia Kelaikan Etik RSUD Dr. Moewardi/
90
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
91
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
92
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Keterangan:
= mempengaruhi
= meningkat,
93
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Keterangan:
= mempengaruhi
= meningkat
= menurun
----------- = menghambat
Gambar 6.2. Kerangka Konsep pemberian antiinflamasi
94
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
C. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan
tema “Terapi antiinflamasi pada pneumonia”, yang
dibagi menjadi 3 penelitian cabang yaitu terapi
antiinflamasi deksametason, pravastatin dan azitromisin.
Penelitian dilakukan di RSUD Dr Moewardi sejak
September 2015 - Agustus 2016. Setiap subjek
penelitian mempunyai kriteria inklusi dan eksklusi yang
sama. Pada penelitian deksametason diperoleh subyek
penelitian 30 pasien yang terdiri dari 15 pasien
kelompok perlakuan (deksametason) dan 15 pasien
kelompok kontrol (terapi standard). Pada penelitian
pravastatin diperoleh 36 pasien, dengan 5 orang
dieksklusi dan 1 orang tidak menyelesaikan penelitian
sehingga jumlahnya 30 pasien. Sedangkan pada
penelitian azitromisin didapatkan 36 penderita
pneumonia, 4 orang dieksklusi dan 2 orang tidak
melanjutkan penelitian, jumlahnya menjadi 30 pasien.
Secara umum untuk karakteristik dasar dari data
penelitian ini antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol tidak didapatkan perbedaan yang bermakna,
baik untuk variable jenis kelamin, umur, kebiasaan
merokok, riwayat pengobatan sebelumnya, penyakit
penyerta hasil kultur bakteri dan angka lekosit, seperti
yang tampak pada tabel 6.1,6.2 dan 6.3.
95
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
96
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
97
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
98
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Kelompok
Karakteristik subyek dan
Pravastatin Kontrol p
variabel penelitian
(n=15) (n=15)
Sepsis 3 (10.0) 2 (6.7)
Lain-lain 4 (13.3) 6 (20.0)
16553.33 + 14486.67 +
Leukosit, mean + SD ** 5937.16 8052.76 0.178
128.87 ± 124.67 ±
IL-6 (pre), mean + SD ** 285.26 249.21 0.141
PCT (pre), mean + SD ** 16.47 ± 50.96 7.79 ± 22.75 0.105
Keterangan :
* Data numerik berdistribusi normal menggunakan uji
independent t
** Data numerik tidak berdistribusi normal menggunakan uji
Mann Whitney
*** Data kategorik; jumlah (prosentase) menggunakan uji Chi
Square
99
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
100
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Kelompok
Karakteristik Azitromisin Kontrol p
n=15 n=15
15660 +9645 11366 +5151
Leukositd 0.319
Acinetobacter sp 2 (13.3%) 2 (13.3%)
Kultur Sputuma 0.977
Enterobacter 1 (6.7%) 1 (6.7%)
cloacae
Eschericcia colli 1 (6.7%) 1 (6.7%)
Klebsiella 2 (13.3%) 2 (13.3%)
pneumonia
Streptococcus mitis 1 (6.7%) 0 (0.0%)
Pseudomonas sp 1 (6.7%) 1(6.7%)
Lain-lain 4 (26.7%) 3 (20.0%)
No Growth 3 (20.0%) 5 (33.3%)
Penyakit Bekas TB 2 (13.3%) 2 (13.3%)
penyerta 0.707
Bronkiektasis 1 (6.7%) 0 (0.0%)
dan
DM 1 (6.7%) 0 (0.0%)
Komplikasia
HHD 1 (6.7%) 1 (6.7%)
Keganasan 3 (20.0%) 4 (26.7%)
Lain-lain 4 (26.7%) 2 (13.3%)
PPOK 1 (6.7%) 4 (26.7%)
Sepsis 2 (13.3%) 2 (13.3%)
Keterangan :
a ; Data kategorik nominal menggunakan uji Chi
Square
b ; Data kategorik ordinal menggunakan uji Mann
Whitney
c ; Data numerik berdistribusi normal meng-
gunakan uji independent t
d ; Data numerik tidak berdistribusi normal
menggunakan uji Mann Whitney
Dikutip dari (Simanjutak, LH, 2016)
101
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
102
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
103
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
104
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
105
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
106
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
107
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
108
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
109
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
110
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
111
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
112
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
113
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
114
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
115
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
116
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
117
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
118
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
119
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
120
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
121
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
122
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB VII
PEMBAHASAN
123
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
124
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
125
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
126
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
127
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
128
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
129
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
130
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
131
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
132
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
133
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
134
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
135
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
136
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
D. Perbaikan Klinis
Kebutuhan penilaian respons klinis pada
tatalaksana pneumonia dan konsep kondisi klinis yang
stabil, saat ini cukup meningkat. Penilaian respons
terapi dan perbaikan klinis merupakan komponen
penting dari penatalaksanaan pneumonia. Penilaian
stabilitas klinis diperlukan untuk menentukan
pemberian terapi, durasi pemberian antibiotik dan
waktu pulang pasien dari rumah sakit dalam upaya
menurunkan angka kematian pneumonia dengan
mendeteksi faktor risiko serta menentukan intervensi
apa yang harus dilakukan (Menendez R, 2004; Akram
AR, 2013). Demikian juga peneliti menganggap untuk
kepentingan klinis praktis capaian perbaikan klinis
lebih bermanfaat dibandingkan dengan parameter
imunologis, meskipun untuk menilai perbaikan klinis
137
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
138
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
139
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
140
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
BAB VIII
PENUTUP
141
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
142
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
A. Kesimpulan
1. Pada penelitian ini diteliti 3 antiinflamasi yang
mempunyai peluang digunakan dalam terapi
pneumonia
a. Deksametason dapat menurunkan respons
inflamasi yang ditunjukkan dengan penurunan
PCT dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu
kelompok terapi standar tanpa antiinflamasi.
b. Pravastatin dapat menurunkan respons inflamasi
yang ditunjukkan dengan penurunan PCT
dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu
kelompok terapi standar tanpa antiinflamasi.
c. Azitromisin dapat menurunkan respons inflamasi
yang ditunjukkan dengan penurunan IL-8 dan
neutrofil sputun dibandingkan dengan kelompok
kontrol yaitu kelompok terapi standar tanpa
antiinflamasi.
2. Selain mengukur pengaruh antiinflamasi secara
imunologi, juga dilakukan penilaian secara klinis
143
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
B. Saran
1. Pemberian antiinflamasi deksametason dan
azitromisin direkomendasikan sebagai terapi
tambahan, sebagai pendamping antibiotik pada
kasus pneumonia. Untuk pemberian pravastatin
dapat dipertimbangkan sebagai antiinflamasi dalam
tatalaksana pneumonia terutama pada kasus tanpa
penyakit penyerta yang berat.
2. Perlu dilakukan penelitian multi center di Indonesia,
karena pada penelitian ini pengaruh strain bakteri di
sirkulasi berbeda antar lokasi, mungkin akan
berpengaruh terhadap hasil terapi.
144
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
145
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK. 2012. Innate immunity. In: Abbas AK, Lichtman
AH, Pillai S, editors. Cellular and molecular
immunology. 7th edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier. hlm. 55-88.
Abraham SM, Lawrence T, Kleiman A, Warden P,
Medghalchi M, Tuckermann J, et al. 2006.
Antiinflammatory effects of dexamethasone are
partly dependent on induction of dual specificity
phosphatase 1. JEM. vol. 203(8). hlm. 1883-9.
Akram AR, Chalmers JD, Taylor JK, Rutherford J. 2013. An
evaluation of clinical stability criteria to predict
hospital course in community-acquired
pneumonia. Clin Microbiol Infect. vol.19. hlm.
1174–80.
Alcon A, Fabregas N, Torres A. 2005. Pathophysiology of
pneumonia. Clin Chest Med. vol. 26. hlm. 39-46.
Aliberti S, Peyrani P, Filardo G, Mirsaedi M, Amir A, Blasi F,
et al. 2011. Association between time to clinical
stability and outcomes after discharge in
hospitalized patients with community acquired
pneumonia. Chest. vol. 140(2). hlm. 482-8.
Al-Shirawi N, Al-Jahdali H, Al Shimemeri A. 2006.
Pathogenesis, etiology and treatment of
bronchiectasis. Annals of Thorasic Medicine. vol 1.
hlm. 41-51.
Amsden GW. 2005. Anti-inflammatory effects of macrolides-
an underappreciated benefit in the treatment of
community-acquired respiratory tract infections
and chronic inflammatory pulmonary conditions.
Journal of antimicrobial chemotherapy. vol. 55.
hlm. 10-21.
Andrijevic I, Matijasevic J, Andrijevic L, Kovacevic T, Zaric
B. 2014. Interleukin-6 and procalcitonin as
biomarkers in mortality prediction of hospitalized
patients with community acquired pneumonia.
Annals of Thoracic Medicine. vol. 9. hlm. 162-167.
146
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
147
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
148
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
149
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
150
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Idriss HT, Naismith JH. 2013. TNF alpha and the TNF
receptor superfamily: structure-function
relationship(s). Microsc Res Tech. vol. 50(3). hlm.
184-95.
Irfan M, Farooqi J, Hasan R. 2013. Community acquired
pneumonia. Curr Opin PulmMed. vol. 19. hlm. 1-
11.
Iwata A, Shirai R, Ishii H, Kushima H, Otani S, Hashinaga
K. 2012. Inhibitory effect of statins on
inflammatory cytokine production from human
bronchial epithelial cells. Clinical and Experimental
Immunology. vol. 168. hlm. 234-40.
Jain MK, Ridker PM. 2005. Antiinflammatory effects of
statins: clinical evidence and basic mechanisms.
Nature Reviews. vol. 4. hlm. 977-87.
Jenks K. 2008. Corticosteroid. editor, In: Clinical drug
therapy. 6th edition.Philadelphia: Lipponcott. hlm.
352-72.
Kanoh S and Rubin BK. 2010. Mechanism of action and
clinical application of macrolides as
immunomodulatory medications. Clinical
microbiology reviews. vol. 23(3). hlm. 590-615.
Katzung B. 2006. Adenocortocosteroid and adrenocortical
antaogonis, editor. In:Basic and clinical
pharmacology. 10th edition. Newyork: Mcgraw Hill.
hlm. 1163-94.
Kiriyama Y, Nomura Y, Tokumitsu Y. 2002. Calcitonin gene
expression induced by lipopolysaccharide in the
rat pituitary. Am J Physiology Endocrinol Metab.
vol. 282. hlm. 1380-4.
Kishimoto T. 2010. IL-6: from its discovery to clinical
applications. International Immunology. vol. 22(5).
hlm. 347-52.
Kolditz M, Ewig S, Hoffken G. 2013. Managementbased risk
prediction in community-acquired pneumonia by
scores and biomarkers. Eur Respir J. vol. 41. hlm.
974-84.
151
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
152
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
153
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
154
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
155
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
156
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
157
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
158
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
159
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Daftar Singkatan
KDO : 2-Keto-3-deoksi asam octanoat
HMG-CoA : 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA
AP-1 : Activator protein -1
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
ACTH : adrenocorticotrophic hormone
IKK : aktivasi inhibitor I-κβ kinase
ATS : American thoracic society
APC : Antigen presenting cell
APC : Antigen presenting cell
BPI : Bacterial permeability-increasing protein
CRP : C reactive protein
CALC : Calsitonin
CREB : cAMP response element binding
CAMPs : Cationic antimicrobial peptides
CD : Cluster of differentiation
CD : Cluster of differentiation
CAP : Community-acquired pneumonia
CURB-65 : Confusion, urea, respiratory rate, blood pressure, age
65 ≥ years
CHF : Congestive Heart Failure
CBH : corticosteroid binding globulin
CRH : corticotrophin releasing hormone
CBP : CREB binding protein
CFR : crude fatality rate
c-AMP : cyclic adenosin monophosphate
Camp : Cyclic adenosine monophospate
CFTR : cystic fibrosis transmembrane conductance regulator
protein
CINC/gro : cytokine induced neutrophil chemoattractant/ growth
related oncogene
DNA : Deoxyribonuvleid acid
DAG : Diacylglycerol
DPB : diffuse panbronchiolitis
160
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
161
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
162
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
163
PNEUMONIA: Adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
164
PNEUMONIA: adakah tempat untuk pemberian antiinflamasi ?
Dilahirkan di Bojonegoro 30
Oktober 1965. Lulus sebagai
dokter dari Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada tahun
1990. Pada tahun 2003 lulus
sebagai dokter spesialis paru dari
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Selanjutnya pada tahun
2010 secara bersama-sama,
menyelesaikan studi S3 di Pascasarjana Universitas
Airlangga dan memperoleh sertifikat konsultan infeksi paru
dari Kolegium Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Saat ini
mengajar S1 untuk blok Respirasi dan Infeksi, mengajar
Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru untuk Infeksi
Paru dan mengajar S3 di Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret untuk mata kuliah Radikal Bebas.
165