Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH METODE PENELITIAN

GAYA SELINGKUNG

Disusun Oleh :

Nama : Rheina Alfi Yunita

Kela : 5 EGB

Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Rusdianasari, M.Si.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNIK ENERGI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memegang peran penting
dalam dinamika peradaban manusia. Dengan menulis orang dapat melakukan
komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun luar dirinya, dan
mampu memperkaya pengalamannya. Melalui kegiatan menulis pula orang dapat
mengambil manfaat bagi perkembangan dirinya. Keterampilan menulis merupakan
keterampilan yang bersifat mekanistis.
Keterampilan menulis tidak mungkin dikuasai hanya melalui teori saja, tetapi
dilaksanakan melalui latihan dan praktik yang teratur sehingga menghasilkan
tulisan yang tersusun dengan baik. Kejelasan organisasi tulisan bergantung pada
cara berpikir, penyusunan yang tepat, dan struktur kalimat yang baik (Hasani,
2005: 2).
Keterampilan menulis tidak hanya didapatkan karena ide-ide tulisan yang
bagus, namun juga cara menulis, dan kaidah bahasa tulis yang baik. Dalam
menulis, penulis harus menaati aturan-aturan yang berlaku dalam setiap jenis
tulisan yang ditulisnya. Penulis juga perlu mengetahui kaidah-kaidah penulisan
agar hasil tulisannya dapat diterima oleh para pembaca. Kita juga harus
mengetahui gaya menulis, maupun kaidah menulis, salah satunya yaitu selingkung.
Selingkung merupakan pedoman tata cara penulisan. Biasanya tiap penerbit
memberlakukan gaya yang berlainan, sehingga penulis perlu mentaati dan
mempelajari kaidah selingkung. sehingga akan dibahas lebih lanjut mengenai gaya
dan kajian selingkung pada makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apasajakah kaidah dalam penulisan ilmiah?
2. Apa pengertian gaya selingkung?
3. Apa pengertian kaidah selingkung?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kaidah dalam penulisan ilmiah
2. Untuk mengetahui gaya selingkung
3. Untuk mengetahui kaidah selingkung

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kaidah Dalam Penulisan Unnes

Tulisan akademik merupakan representasi pemikiran yang disusun dengan


mengikuti sistematika dan kaidah penulisan ilmiah. Indikator keilmiahan tulisan
dapat dilihat dari:
1. Hasil pemikiran

2. Bahasa tulis sebagai alat ekspresi

3. Sistematika penulisan

4. Kaidah penulisan atau tata tulis

Kaidah penulisan dalam penulisan ilmiah dibagi menjadi:


a) Kaidah yang Umum
Kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tata tulis yang umum
pada karangan ilmiah mengacu pada aturan dalam penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Aturan itu meliputi:
1) Pemakaian ragam bahasa baku
2) Penulisan ejaan
3) Pemakaian tanda baca
4) Penyusunan kalimat
5) Kohesi dan koherensi
b) Kaidah yang Khusus
Kaidah yang bersifat teknis, ditetapkan oleh suatu institusi, dan berlaku di
lingkungan tersebut (gaya selingkung)
B. Gaya Selingkung
Secara umum terdapat dua gaya penulisan di dalam sebuah publikasi, yaitu
gaya publikasi POPULER versus gaya publikasi ILMIAH. Coba perhatikan
perbedaan gaya penulisan di bawah ini.
"Mengacu pada pendapat James Bower (1995), Sistem Informasi adalah suatu cara
tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi untuk
beroperasi dengan cara yang sukses dan hasil yang menguntungkan. Sementara
Johansyah (2008) menyatakan bahwa Sistem Informasi terdiri dari komponen-
komponen dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan yaitu menyajikan
informasi."

Atau perhatikan yang ini :


“Tahukan Anda apa itu Sistem informasi?Mungkin anda pernah baca bukunya sang
Maaestro James Bower tentang Sistem Informasi. Menurut JamesBowe, Sistem
Informasi adalah suatu cara tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan
oleh organisasi untuk beoperasi dengan cara yang sukses dan hasil yang
mengutungkan. Jelas Bukan?”

Kedua artikel tersebut sama-sama membahas tentang pengertian Sistem


Informasi, tetapi memiliki gaya penulisan yang berbeda. Gaya pertama adalah gaya
Penulisan Ilmiah, sedangkan gaya yang kedua merupakan gaya Penulisan Populer.
Penulisan ilmiah, tentu harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu agar bisa dianggap
sebagai karya ilmiah. Misalnya harus menggunakan ejaan yang disempurnakan, tidak
boleh menggunakan kata ganti orang, dan sebagainya.
Selanjutnya meskipun aturan umumnya sama, tetapi terkadang antara satu artikel
ilmiah dengan artikel ilmiah yang lain memiliki format yang berbeda. Penulisan
artikel ilmiah memang memiliki format standard tertentu seperti pendahuluan,
metodologi, pembahasan dan penutup. Tetapi tata cara dan teknik penulisannya bisa
saja berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhan dimana artikel tersebut ditulis.
Gaya penulisan artikel ilmiah tertentu mungkin berbeda dengan gaya penulisan
artikel ilmiah lain. Gaya penulisan yang berbeda-beda itulah yang disebut dengan
nama Gaya Selingkung. Sebagai contoh, gaya selingkung penulisan Jurnal AITI di
FTI UKSW tentu berbeda dengan gaya penulisan Jurnal SISTEM KOMPUTER
UNDIP, meski format umumnya sama.
Gaya selingkung adalah pedoman tata cara penulisan. Tiap penerbit
memberlakukan gaya yang biasanya berlainan. Ada yang sangat taat KBBI sehingga
mengikuti setiap pergantian istilahnya bila direvisi, ada juga yang hanya menerapkan
sebagian. Gaya selingkung bersifat dinamis. Perubahan evolusioner terjadi terus
menerus sampai didapatkan keunikan dan kekhasan pada setiap penerbit. Penyunting
jurnal harus menyelaraskan antara gaya pribadi penyumbang naskah dengan gaya
selingkung yang dianut. Bagi penerjemah, mengetahui selingkung sangat penting
untuk mencapai hasil yang sesuai dan berkenan mengingat kerja editor relatif lebih
ringan karenanya. Bukan hanya urusan peristilahan (ada yang tetap memakai „nafas‟,
bukan „napas‟), tetapi juga loyalitas pada naskah. Ada penerbit yang menetapkan
seratus persen menjaga keutuhan buku asli, terlepas dari gaya berbelit-belit dan
kalimat super majemuk, ada juga yang memberikan panduan lebih jauh untuk
mencairkan kekakuan dan mempertinggi keterbacaan. Penerapan selingkung penerbit
satu dengan lainnya berbeda-beda dan tidak semua penerbit menaati Ejaan yang
Disempurnakan [atau tepatnya patuh pada Kamus Besar Bahasa Indonesia] seratus
persen. Hal ini dikarenakan bahasa adalah sesuatu yang „cair‟, sehingga bahkan
perubahan dan ketentuan dalam KBBI tidak senantiasa disetujui oleh semua pihak. Di
sisi lain, panduan selingkung bukan materi hafalan melainkan rujukan yang perlu
ditengok terus-menerus. Dengan demikian, seorang penerjemah atau penyunting
lepas harus giat membaca buku-buku yang diterbitkan mitranya guna memudahkan
penyerapan selingkung dalam pekerjaan masing-masing.
Beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar secara berkala dapat
mempengaruhi perkembangan pemapanan gaya selingkung. Meskipun demikian
kunci utama terletak ditangan penyunting, terutama penyunting pelaksana yang
bertanggung jawab atas pengejawantahan produksi dan penampilan berkalanya.
Tekanan dari luar dapat mempengaruhi gaya selingkung secara langsung,
seperti misalnya ada penyumbang naskah yang mempunyai otoritas besar, sehingga
penyunting sungkan untuk mengubah naskahnya. Bagaimanapun para penyunting
harus menyadari fungsinya sebagai penjaga gaya selingkung agar ke khasan dari
berkala tersebut tidak hilang.
Perkembangan teknologi juga berdampak besar terhadap pemapanan gaya
selingkung. Kemajuan teknik percetakan, keadaan produksi dan perdagangan kertas,
dan pembakuan universal akan menentukan kesinambungan gaya selingkung.
Kecanggihan komputer dengan perangkat lunaknya sangat mempengaruhi tampilan
gaya selingkung suatu berkala.
Kemapanan gaya selingkung sering berarti keberhasilan mempertahankan
visualisasi berkala secara sepintas. Unsur penampakan merupakan komponen yang
menonjol dalam menjaga kemapanan gaya selingkung. Beberapa pengamat melihat
bahwa gaya selingkung sebenarnya merupakan hasil total penampilan fisik dan
kedalamam falsafah yang melandasi penuangan pesan yang disampaikan melalui
terbitan. Pada dasarnya terdapat tiga kelompok komponen yang menentukan gaya
selingkung suatu berkala, yaitu:

1. Perwajahan dan format,


Kemantapan wajah berkala (ukuran, warna, hiasan, isi, dan tata letak sampul)
setiap terbit merupakan kesan pertama yang diamati orang. Format dan tata letak
halaman, tipe dan ukuran huruf, sistem penomoran, organisasi atau pengaturan isi
naskah, jenis kertas, dan faktor penampilan fisik merupakan tolok ukur kecermatan
para penyunting mempertahankan kemapanan gaya selingkungnya.

2. Pola penulisan,
Ketaatasan penulisan dan pengejaan kata, istilah, angka, lambing, satuan ukur,
singkatan, rumus, dan kata-kata asing dalam tubuh teks merupakan dasar pemapanan
gaya selingkung yang keterangan pendukungnya ikut tidak segera terlihat oleh orang
awam. Cara penyuguhan ilustrasi dan tabel beserta rincian berperan dalam menjaga
jati diri berkala. Konsistensi pola perujukan dan pendokumentasianpustaka yang
dipakai merupakan bagian yang paling sering kurang disimak oleh calon penyumbang
nakah. Dengan demikian kejelian dan perhatian para penyunting sangat menentukan
kelestarian gaya selingkung yang dianut.

3. Kedalaman dan kerincian penyajian.


Kedalaman dan kerincian data serta informasi, gaya bahasa dan nuansa yang
tersirat, urutan penyuguhan fakta dan argumentasi, serta intensitas pemikiran yang
mendasari penulisan isi berkala, merupakan segi gaya selingkung yang menjamin jati
diri dan sekaligus mutu suatu berkala.
Dengan demikian gaya selingkung merupakan cermin besar kepribadian dan
jati diri suatu berkala. Pengembangan kemapanannya hanya dapat dipeoleh melalui
kesinambungan penerbitan dan ketaatasasan pemeliharaan gaya setiap penerbitan.
Keberhasilannya untuk dipertahankan sangat ditentukan oleh kesungguhan para
penyuntingnya dalam melaksanakan hak, kewajiban, tugas, dan fungsinya secara
bertaatasas.
Bagi calon penyumbang naskah, gaya selingkung harus diperhatikan agar
potensi keberterimaan naskah cukup tinggi. Dengan substansi seperti yang telah
dirancang, calon penyumbang naskah dapat mengatur bahasa maupun tampilan
sehingga sesuai dengan gaya selingkung berkala yang akan dimasukinya.
Sosialisasi gaya selingkung biasanya diletakkan di halaman belakang atau justru di
halaman sebalik sampul. Gaya selingkung terwujud dalam ketentuan naskah dalam
suatu penerbit.

C. Pengertian Kaidah Selingkung


Kaidah selingkung adalah aturan-aturan yang sifatnya berlaku dalam
lingkungan tertentu, misalnya departemen satu berbeda dengan departemen lainnya,
pemda satu berbeda dengan pemda lainnya, majalah satu berbeda dengan majalah
lainnya, jurnal satu berbeda dengan jurnal /lainnya. Dengan demikian, apabila kita
menyusun karya tulis ilmiah, kita harus mengikuti aturan yang ada di lingkungan
yang dimaksud. Selingkung merupakan kaidah yang dijadikan pedoman
kebahasaannya. Dengan kata lain, penggunaan selingkung merupakan ciri khas gaya
bahasa sekaligus tata tertib yang dapat ditemukan dalam buku-buku produksi sebuah
penerbitan. Sifatnya luwes, berubah-ubah sesuai kesepakatan internal antara para
editor di penerbit bersangkutan.
Dalam penuisan artikl ilmiah perlu diperhatikan dan diterapkan kaidah-kaidah
penulisan yang telah ditetapkan. Kaidah penulisan artikel ilmiah dapat dibagi dua
yaitu kaidah yang bersifat universal dan kaidah yang bersifat selingkung. Secara
umum kaidah yang bersifat universal lebih terfokus pada aturan-aturan penggunaan
bahasa Indonesia tang baik dan benar. Sedangkan kaidah yang bersifat selingkung
berkaitan dengan norma-norma penulisan artikel yang bertolak dari konvensi aturan-
aturan penulisan yang lebih bersifat teknis yang harus diikutioleh penulis artikel
untuk wadah terbitan yang menjadi tujuan.

1. Kaidah Penulisan Universal


Tata tulis yang bersifat universal mengacu pada penggunaan ragam
bahasaIndonesia yang baku. Unsur utama dalam bahasa Indonesia yang baku adalah
ejaan. Ejaan dalam penyampaian ide seseorang secara tertulis yang direpresentasikan
dengan kata kepada orang lain mempunyai kedudukan yang sangat penting. Unsur-
unsur bahasa Indonesia sebagai bahasa tulis ilmiah harus benar-benar diperhatikan.
Dikatakan oleh Rifai dalam Mukadis (2006:50) bahwa kata yang digunakan untuk
menyampaikan satuan-satuan makna memiliki medan makna dengan corak, nuansa
dan kekuatan yang berbeda-beda.
2. Kaidah Penulisan Selingkung
Kaidah penulisan ini lebih berorientasi pada konvensi aturan penulisan artikel
yang bersifat teknis. Kaidah penulisan selingkung ini mungkin berbeda atntar wadah
terbitan satu dengan yang lain, baik dalam satu lembaga maupun antar lembaga.
Faktor penyebab adanya perbedaan kaidah selingkung antar penerbitan jurnal antara
lain konteks bidang, karakteristik, lembaga penaung, asosiasi profesi, dan jenis
pengelompokan artikel. Beberapa hal yang terkait dengan gaya selingkung dalam
wadah terbitan jurnal adalah: sistematika penulisan, cara merujuk, cara menulis daftar
rujukan, penulisan/penyajian tabel, penulisan/penyajian gambar, dan penulisan
identitas penulis.
Penerapan selingkung penerbit satu dengan lainnya berbeda-beda dan tidak
semua penerbit menaati Ejaan Yang Disempurnakan (atau tepatnya patuh pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia) seratus persen. Hal ini dikarenakan bahasa adalah
sesuatu yang „cair‟, sehingga bahkan perubahan dan ketentuan dalam KBBI tidak
senantiasa disetujui oleh semua pihak. Di sisi lain, panduan selingkung bukan materi
hafalan melainkan rujukan yang perlu ditengok terus-menerus. Dengan demikian,
seorang penerjemah atau penyunting lepas harus giat membaca buku-buku yang
diterbitkan mitranya guna memudahkan penyerapan selingkung dalam pekerjaan
masing-masing. Salah satu contoh sederhana adalah pemakaian kata „napas‟. Ini
benar menurut KBBI terbaru, namun ada penerbit yang tetap menggunakan „nafas‟
dengan alasan tertentu. Kata „shalat‟ pun cukup beragam. Ada yang memilih
„sholat‟, ada 92 juga yang menggunakan „salat‟. Penerbit tertentu memakai kata „Al-
Qur‟an‟ namun penerbit lain menetapkan „Al Quran‟.
Selingkung bukan hanya menyangkut ejaan, namun diksi secara luas. Kadang-
kadang penerbit lebih menyukai „para lelaki‟ daripada „lelaki-lelaki‟, misalnya.
Bahkan, apabila „lelaki‟ mengacu kepada kaum Adam keseluruhan (contohnya pada
kalimat „Men are all the same‟), penerbit acap kali mengartikan „Lelaki‟ dan bukan
„Kaum Lelaki‟.
Gejala bahasa yang relatif semarak dewasa ini adalah penyerapan kosakata
asing. Peran media massa termasuk besar dalam sosialisasinya, secara langsung
maupun tidak. Akan tetapi di lingkungan penerbitan, ada pihak-pihak (baca: penerbit)
yang memprioritaskan penggunaan bahasa Indonesia sebagai mayoritas dalam buku-
bukunya. Ini menuntut kerja ekstra, yang bermuatan mencerdaskan dan menantang
tentunya, bagi penerjemah dan penyunting mengingat tidak semua kata asing
memiliki padanan. Contohnya sebagai berikut:
Tugas memanggil sehingga ia dan mitranya harus segera berangkat.
Yang dipakai adalah „mitra‟, bukan „partner‟
Aidan hanya dapat berharap segera meninggalkan tempat itu dan berfokus
menemukan orang yang mematahkan leher anak berumur 6 tahun seperti ranting
kering.
Padanan kata berfokus adalah berkonsentrasi. Sebenarnya ini pun masih
merupakan serapan asing. Alternatif lainnya adalah mencurahkan perhatian.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kaidah selingkung adalah aturan-aturan yang sifatnya berlaku dalam


lingkungan tertentu, misalnya departemen satu berbeda dengan departemen lainnya,
pemda satu berbeda dengan pemda lainnya, majalah satu berbeda dengan majalah
lainnya, jurnal satu berbeda dengan jurnal lainnya.

Kaidah penulisan dalam penulisan ilmiah dibagi menjadi:


a. Kaidah yang Umum
Kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tata tulis yang umum
pada karangan ilmiah mengacu pada aturan dalam penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
b. Kaidah yang Khusus
Kaidah yang bersifat teknis, ditetapkan oleh suatu institusi, dan berlaku di
lingkungan tersebut (gaya selingkung)

Anda mungkin juga menyukai