CRS Pneumonia
CRS Pneumonia
Oleh :
Habifa Mulya Cita (1810312673)
Akbar Muzakki Alvarino (1510312100)
Preseptor :
dr. Oea Khairsaf, SpP (K) FISR
dr. Afriani, Sp.P
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:12
1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40˚C
2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.12
Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stasium resolusi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram
Pewarnaan gram atau metode gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram
positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel
mereka. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal (counterstain)
ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram
negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna
untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.13
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat
warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan
mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol,
sementara bakteri gram negatif tidak. Pada pasien dewasa, penyebab
pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah bakteri golongan
gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama dengan
Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri
patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M. pneumoniae
merupakan bakteri patogen golongan atipikal.12
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna
metil ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan
berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram
negatifakan berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua
jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel
bakteri. Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang
pada pasien defisiensi imun (immunocompromised). Contoh bakteri gram
negatif penyebab pneumonia, yaitu ; Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
pneumoniae, Enterobacter sp. dan Haemophilus influenza.13
2. Pemeriksaan leukosit
Peningkatan jumlah leukosit (>15.000/mm3) sering walaupun tidak
selalu ditemukan. Peningkatan yang lebih dari 30.000 dengan predominan
netrofil itu mengarahkan pada pneumokokkus pneumonia, walaupun H.
Influenzae dan S.aureus bisa menunjukkan hal yang sama. Pada
pneumonia komunitas yang tipikal umumnya menunjukan keadaan
leukositosis. Berbeda jika agen penginfeksi berupa virus/mikoplasma
kadar leukosit bisa normal/rendah. Jika agen kuman yang menginfeksi dari
golongan gram negatif atau S.aureus pada pasien dengan keganasan dan
penurunan kekebalan hasil pemeriksaan menunjukan leukopenia.8,10
3. Pemeriksaan foto toraks
Pada pemeriksaan radiologi proyeksi posteroanterior dan lateral
berguna untuk menentukan letak infeksi pada paru seperti infeksi pada
segmen apikal lobus bawah, lobus atas, dan di tempat yang lainnya. Pada
foto toraks dapat ditemukan adanya infiltrat / air bronchogram.3
4. Kultur kuman
Kultur kuman merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk
menentukan kuman penyebab dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya. Kultur dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,
bronkoskopi atau biopsi. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada
pneumonia berat dan pneumonia yang tidak respons dengan pemberian
antibiotik. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan rnemerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.3
Pada anak, yang sering dilakukan dengan kultur darah dengan alasan
anak sulit untuk batuk sehingga spesimen yang diinginkan sulit
didapatkan. Kultur darah positif pada 20-25% penderita. Kultur darah
sering positif terutama pada pneumonia pneumokokus dan merupakan cara
yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organisme penyebab.10
2.8 Diagnosis Banding Pneumonia
- Tuberkulosis
- Bronkitis
- Bronkiektasis
2.9 Penilaian Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index
(PSI)/Patient Outcome Research Team (PORT) atau CURB-65. Sistem skor ini
dapat. mengidentifikasi apakah pasien dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat
di ruangan biasa atau intensif.3
Lama pengobatan
Lama pemberian antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-
72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut:3
Tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)
Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti:
o Frekuensi nadi > 100 x/menit
o Frekuensi napas > 24 xlmenit
o Tekanan darah sistolik: 90 mmHg
Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang
menunjukkan respons dalam 72 jam pertama. Lama pemberian antibiotik dapat
diperpanjang bila:3
Terapi awal tidak efektif tgrhadap kuman penyebab
Terdapat infeksi ekstraparu (meningitis atau endokarditis)
Kuman penyebab adalah P. aeruginosa, S. aureus, Legioneila spp atau
disebabkan kuman yang tidak umum seperti Burkholderia pseudomallei,
jamur
Necrotizing pneumonia, empiema atau abses
Lama pengobatan pasien seperli ini sebaiknya bersifat individual
berdasarkan respons pengobatan dan komorbid. Pada pneumonia yang disebabkan
oleh MRSA tanpa infeksi di organ lainnya lama pengobatan beryariasi antaru J-21
hari tergantung luasnya infeksi.3
Konseling dan edukasi
1. Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi
lingkungan.12
2. Pencegahan
Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko
tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis).12
2.11 Prognosis Pneumonia
Secara umum, angka mortalitas akibat pneumonia komunitas adalah
sebesar 5%. Angka tersebut diperkirakan semakin bertambah pada kelompok usia
lanjut dengan kondisi yang buruk. Angka kematian pasien pneumonia komunitas
yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) adalah sebesar 20%.10
2.12 Komplikasi Pneumonia
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, efusi pleura, empiema, abses
paru, pneumotoraks, gagal napas, sepsis. Terjadi komplikasi pneumonia
ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi
dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endocarditis, pericarditis,
peritonitis dan empiema. Dijumpai juga komplikasi ekstrapulmoner non infeksius
yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain, gagal ginjal,
gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut. Terjadi
komplikasi lain berupa acute distress syndrome (ARDS), gagal organ multiple,
dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nasokomial.10
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.JC
Umur/tanggal lahir : 70 tahun/ 01 Juli 1948
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 01.04.84.47
Alamat : Luhung Bayung, Pesisir Selatan
Status perkawinan : Menikah
Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Minangkabau
Tanggal masuk : 7 Mei 2019
2.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 70 tahun datang ke RSUP Dr M
Djamil Padang pada tanggal 7 Mei 2019 dengan keluhan:
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-).
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), clubbing finger (-).
Kesan :
Tampak perselubungan
homogen di hemitoraks dekstra,
tampak efusi pleura ( lateral
lebih tinggi dari medial )
2.6 Diagnosis Kerja
CAP Perburukan + SOPT + efusi pleura dextra ec susp TB
FOLLOW UP
Tanggal S/ O/ A/ P/
14/5/20 Sesak nafas (+) KU: sedang CAP Perburukan Inj. Ampicillin
19 sudah berkurang KS: CMC + SOPT + efusi sulbactam 3x3 gr
Batuk (+) TD: 110/80 pleura dextra ec Inf. Levofloxacin
Batuk darah (+) Nd: 91x/menit susp TB 1x700 mg
berkurang Nf: 22 x/menit Asam
Demam (-) T: 36,8 °C traneksamat
Nyeri dada (-) 3x500 mg
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
15/5/20 Sesak nafas (+) KU: sedang CAP + SOPT +
19 sudah berkurang KS: CMC efusi pleura
Batuk (+) TD: 110/80 dextra ec susp TB
Batuk darah (+) Nd: 91x/menit
berkurang Nf: 22 x/menit
Demam (-) T: 36,8 °C
Nyeri dada (-)
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berusia 70 tahun datang keluhan utama sesak nafas
yang meningkat sejak 10 hari yang lalu . Sesak nafas pada pasien tidak menciut
dan meningkat dengan aktivitas sehingga pasien tidak bisa beaktivitas secara
normal . Batuk dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan meningkat sejak 10
hari yang lalu dan berdahak dengan warna dahak kuning kehijauan . Batuk darah
juga dialami pasien dengan darah yang lengket di dahak sejak 2 hari yang lalu .
Nyeri dada dirasakan pasien ketika sedang batuk . Demam juga diraskan pasien
sejak 1 minggu yang lalu dengan intensitas demam tidak tinggi dan tidak mengigil
. Keringat malam tidak ada . Penurunan nafsu makan ada sejak 3 bulan yang lalu
dan penurunan berat badan terjadi 5 kg dalam waktu 3 bulan terakhir . Pasien
tidak mengeluhkan terjadinya mual dan muntah serta nyeri ulu hati . Sebelumnya,
pasien pernah dirawat selama 1 minggu di RSUD M. Zein Painan dan kemudian
dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang untuk tatalaksana lebih lanjut . Pasien ada
riwayat mengalami TB paru 3 tahun yang lalu dan meminum OAT kategori 1
yang didapat dari sepesialis paru di RSUD M. Zein Painan dan dihentikan oleh
dokter tersebut . Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta
tidak memakai NAPZA .
Dari keluhan diatas dapat dicurigai bahwa sesak nafas yang dialami oleh pasien
dapat disebabkan karena adanya peradangan pada alveoli akibat inflamasi secara
akut yang disebabkan oleh mikroorganisme selain dari myobacterium tuberculosis
. Dengan adanya inflamasi tersebut, maka terjadi gangguan pada hantaran aliran
udara sehingga menyebabkan pasien tersebut sesak . Karena adanya peradangan
tersebut, maka jaringan-jaringan yang berada di sekitar parenkim paru akan rusak
sehingga hilangnya elastisitas saluran nafas dan kolapsnya kinerja pada alveolus .
Kerusakan pada parenkim paru disebabkan karena masuknya mikroorganisme
pada alveoli sehingga memicunya terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear
(PMN) bersama dengan adanya peningkatan aliran darah ke alveolus yang
meradang . Dengan demikian, maka ventilasi pada paru berkurang . Parenkim
paru kolaps pada ekspirasi terjadi akibat ketika ekspirasi normal tidak terjadi
pengempisan paru secara pasif setelah inspirasi sehingga udara terperangkap
diddalam paru dan saluran nafas yang kolaps . Ketika aktivitas, terjadi hiperinflasi
yang dapat mengurangi kapasitas inspirasi ( peningkatan kapasitas residual
fungsional, khususnya selama latihan/hiperinflasi dinamis ) sehingga dapat terjadi
sesak nafas saat beraktivitas .
Gejala lain yang terjadi pada pasien adalah batuk berdahak. Batuk merupakan
mekanisme refleks untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dengan cara
menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan nafas . Pada
penumonia, dahak terjadi dikarenakan isi alveolus yang melunak secara enzimatis
dan kemudian berubah menjadi dahak . Dalam hal ini, dahak terjadi karena
mikroorganisme sudah memasuki stadium resolusi yang terjadi saat keadaan
sudah memasuki hari ke 8 sampai minggu ke 3 . Apabila dibiarkan dalam waktu
lama, dapat mengakibatkan terjadinya batuk berdarah .
Dalam kasus ini, batuk berdarah pada pasien bisa terjadi karena beberapa
keadaan . Keadaan tersebut adalah karena stadium resolusi pada pasien tersebut
dan bisa karena TB nya dahulu yang kembali kambuh . Dalam anamnesis pasien
tersebut, pasien menyatakan 3 tahun yang lalu dia pernah didiagnosa terkena TB
paru dan minum obat OAT kategori 1. Sehingga, batuk darah pada pasien tersebut
bisa dikarenakan nekrosis arteri pulmonal kecil atau akibat ruptur pembuluh darah
yang berjalan sekitar kavitas akibat infeksi TB pada paru pasien tersebut yang
menyebabkan timbulnya darah yang lengket di dahak pasien tersebut .
Nyeri dada pada pasien saat batuk disebabkan karena nyeri dada pleuritik. Nyeri
berasal dari dinding otot paru, dinding dada, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum, dan syaraf intercostalis. Nyeri dada pleuritik
ketika batuk disebabkan karena kontraksi otot secara terus menerus yang
menyebabkan otot-otot pernafasan terutama otot diafragma menjadi tidak rileks .
Demam pada pasien disebabkan karena sitokin inflamasi merangsang pusat
demam di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh . Inflamasi
pada alveoli mengkatifkan sel makrofag, monosit, dan lain-lain nya
menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi tersebut . Dengan
adanya pengaktifan tersebut, maka sitokin terangsang untuk melakukan
kompensasi berupa perangsangan dari endotel hipotalamus untuk meningkatkan
set point termostat sehingga terproduksi panas yang menyebabkan pasien tersebut
mengalami gejala demam.
Pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum sedang dengan kesdaran
komposmentis kooperatif, suhu 36,8ºC, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi
nafas 22x/menit, tekanan nadi 91x/menit, tinggi badan 150 cm, dan berat badan
48 Kg dengan indeks massa tubuh 21,3 kg/m3 menandakan bahwa indeks massa
tubuh pasien tersebut ideal .
Dari inspeksi paru pasien, nampak bahwa dada kanan flat ketimbang dada kiri
sehingga memberikan kesan asimetris pada pemeriksaan statis paru . Pada
pemeriksaan dinamis paru, nampak pergerakan dada kanan tertinggal ketimbang
dada kiri . Penyebab terjadinya kelainan ini disebabkan karena fibrosis jaringan
paru sehingga terjadi penarikan pada dinding dada yang menyebabkan dada kanan
terlihat lebih datar dari pada dada kiri. Dengan adanya fibrosis pada jaringan paru,
terjadi penurunan fermitus pada dada kanan sehingga fremitus pada dada kanan
terdengar melemah. Akibatnya, pada palpasi memberikan kesan fremitus paru
kanan lebih rendah ketimbang paru kiri . Pada perkusi, paru kanan redup dan paru
kiri sonor . Pada auskultasi suara nafas ekspirasi memanjang, karena adanya
obstruksi jalan nafas perifer, akibatnya udara terperangkap dan terjadi ekspirasi
yang memanjang. Ronkhi +/+ karena lewatnya udara melalui penyempitan saluran
nafas, inflamasi, atau spasme saluran nafas pada bronkitis,asma,pneumonia atau
PPOK . Wheezing +/++ karena adanya obstruksi pada jalan nafas. Selain itu
ditemukannya ronki merupakan salah satu temuan pemeriksaan fisik pada
pneumonia .
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,8 g/dl, leukosit 4930 /mm3 , trombosit
189.000 /mm3, hematokrit 30 % , Na/K/Cl 125/3,8/96 mmol/L , hitung Jenis
leukosit 0/6/2/34/46/9 , pH 7,35 , PCO2 51,2 , PO2 121,7 , HCO3 28,8 ,Saturasi
O2 98,1% , Kesan : Anemia sedang .
Pada hasil pemeriksaan rontgen dinding dada, didapatkan kesan tampak
perselubungan homogen di hemitoraks dekstra, tampak efusi pleura ( lateral lebih
tinggi dari medial )
Berdasarkan anamenesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan
rontgen toraks maka pasien didiagnosis dengan Community-acquired pneumonia
+ SOPT + efusi pleura dextra ec susp TB .
Pada pengobatan, pengobatan pneumonia mengikuti pedoman CAP dimana
pemberian ampicillin sulbactam mengikuti pedoman terapi empiris CAP yaitu
pemberian obat dentgan golongan beta-laktam . Levofloxacin merupankan obat
antibiotik golongan fluorokuinolon yang mempunyai spektrum luas, aktif
terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif . Pemberian obat levofloxacin
merupakan terapi empiris CAP apabila pasen mempunyai riwayat komorbid .
Asam traneksamat diberikan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan
pada pasien tersebut . Asam traneksamat diberikan karena pasien mengeluhkan
pernah mengalami batuk darah sebelumnya .
KESIMPULAN