Tugas 4 Agama
Tugas 4 Agama
ISLAM
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh : OKTANIA HENDRAYANI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN D3 TLM B
1. Musyawarah
Kedaulatan mutlak dan Keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung dalam konsep kilafah memberikan kerangka yang
dengannya para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat dianggap demokratis
Manusia pada dasarnya berasal dari satu ayah dan satu ibu, yang kemudian
menyebar ke berbagai penjuru dunia, membentuk aneka ragam suku dan bangsa serta
bahasa dan warna kulit yang berbeda-beda. Karena itu manusia menurut pandangan
Islam adalah umat yang satu “ummatun wahidatun”.
Karena manusia itu bersaudara yang saling mengasihi dan sama derajatnya,
manusia tidak boleh diperbudak oleh manusia lain. Manusia bebas dalam kemauan
dan perbuatan, bebas dari tekanan dan paksaan orang lain. Manusia, menurut islam,
hanya milik Allah dan hamba Allah (‘Abd Allah) dan tidak boleh menjadi hamba dari
makhluk-Nya, termasuk hamba dari manusia.
Dari ajaran dasar persaudaraan, persamaan dan kebebasan ini pula timbul manusia
yang lainnya. Seperti kebebasan dari kekurangan, rasa takut, meyalurkan pendapat,
bergerak, kebebasan dari penganiayaan dan penyiksaan. Hal ini mencakup semua sisi
dari apa yang disebut hak-hak asasi manusia seperti hak hidup, hak memiliki harta,
hak berfikir, hak berbicara dan mengeluarkan pendapat, mendapat pekerjaan, hak
memperoleh pendidikan, hak memperoleh keadilan, hak berkeluarga dan hak
diperlakukan sebagai manusia yang terhormat (mulia) dan sebagainya.
HAM dalam pandangan Islam dan Barat
Hukum menurut Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya,
dalam Al-Quran dijelaskan nabi Muhammad saw sebagai rasulnya melalui sunah
beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam al-qur’an dan hadist.[6] HAM terbagi
menjadi 2 HAM Menurut barat dan menurut islam.
HAM barat bersifat anthroposentris: segala sesuatu berpusat pada manusia
sehingga menempatkan manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu. HAM islam
bersifat theosentris: segala sesuatu berpusat pada Allah. Dalam konsep demokrasi
modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi sedang demokrasi islam
meyakini bahwa kedaulatan Allah-lah yang menjadi inti dari demokrasi.
b. Asal-usul Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia “kekuasaan rakyat”,
yang dibentuk dari kata demos “rakyat” dan kratos “kekuasaan”, merujuk pada sistem
politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di kota Yunani Kuno,
khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana
dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa
Sumeria memiliki beberapa kota yang independen. Di setiap kota tersebut para rakyat
seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun
diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem
pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu
terdiri dari 1.500 kota (poleis) yang kecil dan independen. Kota tersebut memiliki
sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga
demokrasi. Salah satunya Athena, kota yang mencoba sebuah model pemerintahan
baru yaitu demokrasi langsung.
Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair
dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi
dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.
Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang
bangsawan Athena.
Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya
setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih
kebijakan. Namun dari sekitar 150.000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang
dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur,
demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad
Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan
peran agama dalam kehidupan manusia.
Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap
masyarakat Barat. Karena itu, demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti
idenya tidak bersumber dari agama dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah-
kaidah berdemokrasi.
Orang beragama tertentu bisa saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil
menjadi aturan main dalam berdemokrasi. Secara implisit, beliau mencoba
mengingatkan mereka yang menerima demokrasi secara buta, tanpa menilik latar belakang
dan situasi sejarah yang melingkupi kelahirannya.
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah
demokrasi, yakni konsensus atau ijma’. Konsensus memainkan peranan yang
menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan sangat
besar pada korpus hukum atau tafsir hukum. Dalam pengertian yang lebih luas,
konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi
demokrasi Islam modern.
Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi
Islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci
menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas
dinyatakan oleh Khursid Ahmad: “Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama
dan memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan
arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya”. Itjihad dapat berbentuk
seruan untuk melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat
dinamis, pendekatan kitalah yang telah menjadi statis.
Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar
untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan kreativitas. Dalam
pengertian politik murni, Muhammad Iqbal menegaskan hubungan antara konsensus
demokratisasi dan ijtihad.
Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam ia menyatakan
bahwa tumbuhnya semangat republik dan pembentukan secara bertahap majelis-
majelis legislatif di negara-negara muslim merupakan langkah awal yang besar.
Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting
bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-
kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
B. Saran
a) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara demokrasi di
Indonesia dan demokrasi Islam dan dapat melihat sisi baik dan buruknya.
b) Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya HAM
dalam kehidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.
DAFTAR PUSTAKA
Kosasih, Ahmad. 2003. HAM dalam perspektif ISLAM. Jakarta: Salemba Diniyah
Azra, Azyumardi, dkk.2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta: dir. Perguruan Tinggi Agama Islam
Fanani, Sunan. 2010. Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam. Sidoarjo:
PT. Al Maktabah.
Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Materi instruksional pendidikan agama islam di
perguruan tinggi umum. Jakarta : dir. Pt. Agama Islam
· Husain, syekh syaukat, 1991, Hak asasi – manusia dalam islam, Jakarta. Gema
Insani perss
· Lopa, Baharuddin, 1999. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT.
Dana Bakti Prima Yasa.
· Ilyas, Muhtarom, 2009. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
· Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia
2004