DisusunOleh:
Hendrik Jonathan Sitorus (1114020038)
Raden Nur Muhammad Mardiansyah (1114020012)
DosenPembimbing :
Denny Yatmadi S.T. M.T.
NIP: 19751205 199802 1 001
LEMBAR PENGESAHAN
PROJECT WORK I
PERENCANAAN BENDUNG TETAP
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Project Work 1
Perencanaan Irigasi Unit Bendung Tetap tepat pada waktunya. Adapun tugas ini
dimaksudkan untuk memenuhi syarat mata kuliah Project Work 1 pada semester
5, yang mana tugas ini lebih di titik beratkan kepada penerapan teori dan
pengaplikasiannya di lapangan.
Laporan Project Work 1 ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak yang telah mendukung dalam penulisan laporan ini. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua kami yang selalu memberikan motivasi pada diri kami.
2. Bapak Deny Yatmadi S.T. M.T. selaku pembimbing kami.
3. Dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Akan tetapi dalam laporan Project Work ini, kami menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak.
Dan pada akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan dapat menjadi pedoman nantinya di dunia kerja.
Penyusun
DAFTAR ISI
Contents
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
1 DAFTAR GAMBAR......................................................................................1
2 DAFTAR TABEL...........................................................................................2
3 BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
3.1 Latar Belakang....................................................................................................3
3.2 Permasalahan dan Pembatasan Masalah.............................................................4
3.2.1 Permasalahan.......................................................................................................4
3.2.2 Pembatasan Masalah...........................................................................................4
3.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................5
3.4 Sistematika Penulisan.........................................................................................5
4 BAB II DASAR TEORI..................................................................................6
4.1 Pengertian dan Manfaat Bendung.......................................................................6
4.2 Klasifikasi Bendung............................................................................................6
4.3 Analisis Hidrologi...............................................................................................9
4.3.1 Curah Hujan..........................................................................................................9
4.3.2 Analisis frekuensi................................................................................................11
4.3.3 Pengujian Terhadap Analisis Frekuensi...............................................................17
4.3.4 Analisis Debit Banjir Rencana.............................................................................18
4.3.5 Analisis Debit Andalan........................................................................................24
4.4 Analisis Hidrolis Bendung................................................................................25
4.4.1 Analisa Pendimensian Bendung..........................................................................25
4.4.2 Analisa Stabilitas Bendung..................................................................................41
4.4.3 Kontrol Stabilitas................................................................................................45
4.4.4 Bangunan Pelengkap..........................................................................................47
5 BAB III DATA PERENCANAAN...............................................................54
5.1 Sistematika Perencanaan Bendung...................................................................54
5.2 Data Topografi..................................................................................................54
5.2.1 Lokasi..................................................................................................................54
5.2.2 Daerah Aliran Sungai..........................................................................................55
1 DAFTAR GAMBAR
2 DAFTAR TABEL
3 BAB I
PENDAHULUAN
Irigasi berasal dari istilah Irrigatie dalam bahasa Belanda atau Irrigationdalam
bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk
mendatnagnkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengaliarkan dan
membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali.
Istilah pengairan yang sering pula didengar dapat diartikan sebagai usaha
pemanfaatan air pada umumny, berarti irigasi termasuk pada umumnya.
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan UmuM Bandung yang diartikan
dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air
atau untuk meninggikan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Bendung tetap adalah bendung
yang terdiri dari ambang tetap sehingga muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya.
Dibangun umumnya di sungai-sungai ruas hulu dan tengah.
Bendung juga mempunyai fungsi, yaitu sebagai :
a) Meninggikan taraf muka air
b) Mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan
dan tepi kiri sungai untuk mengalirkan kedalam saluran melalui sebuah
bangunan pengambilan jaringan irigasi
c) Penangkap air dan penyimpanannya dimusim hujan waktu air sungai
mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan
d) Untk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai
sehingga air dapat dimanfaatkan secra aman, efektif, efisien dan
optimal
e) Pengontrol penurunana dasar sungai
3.2.1 Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam Projeck Work ini adalah bagaimana cara
menghitung dan menganalisis bendung tetap agar tubuh bendung mempu menahan
beban sendiri bendung, gaya gempa, tekanan lumpur, gaya hidrostatik dan uplift
pressure pada Muka Air Normal (MAN) dan Muka Air Banjir (MAB).
Dalam Project Work ini, masalah yang dibahas adalah sebagai berikut :
1. Analisis Hidrologi
Curah hujan rata-rata
Menentukan tebal hujan rata-rata dari suatu DPS
Frekuensi
Mencari besarnya curah hujan yang diharapkan berulang setiap “n
tahun”
Debit Banjir Rencana
Mencari besarnya dait yang direncaakan melewati sebuah bengunan air
(bendung) dengan periode ulang tertentu.
1. Dapat menghitung debit banjir andalan dan debit banjir rencana dengan data
curah hujan pada Bendung Tetap Suplesi Cisadane.
2. Dapat menganalisa gaya-gaya yang terjadi dan menentukan dimensi bendung
pada Bendung Tetap Cisadane.
3. Dapat membuat sketsa gambar bendung yang sudah dianalisa.
BAB I,berisi tentang pendahulauan dan gambaran tentang isi dari penulisan
BAB II, berisi tentang Dasar Teori yang berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan. Adapun yang dibahas yaitu teori-teori yang digunakan dalam
perencanaan bendung seperti, pengisian data kasong atau hilang dari suatu data
vurah hujan, teori perhitungan analisis frekuaensi, debit banjir rencana sampai
analsa stabilitas bendung.
BAB III, berisi tentang data-data yang dibutuhkan. Seperti data curah hujan,
peta lokasi bendung, data morfologi atau peta situasi bendung.
BAB IV, berisi tentang analisa menegnai semua perhitungan dalam perencanaan
bendung mulai dari perhitungan curah hujan sampai stabilitas tubuh bendung.
BAB V, berisi kesimpulan Project Work 1 dan Saran dan Kritik.
4 BAB II
DASAR TEORI
• Bendung semi permanen, seperti bending bronjong, cerucuk kayu dan lain
sebagainya.
• Bendung darurat, biasanya dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti tumpukan
batu dan sebagainya.
Bendung kombinasi
Yaitu merupakan kombinasi antara bendung tetap dan gerak, dan banyak dipakai
untuk mengalirkan air berlebih melalui pintu baja yang terletak pada tubuh
bendung kombinasi tersebut.
Bendung saringan bawah
Merupakan bangunan peninggi muka air pada bagian hulu sungai yang memiliki
mercu yang tidak dapat digerakkan (permanen) dan biasanya terbuat dari batu
kali atau cor yang memiliki saringan dibagian bawah mercunya arah tegak lurus
dan berfungsi untuk menampung air yang sudah bebas dari bahan organic dan
anorganik tertentu untuk diolah menjadi air minum.
Pada bahasan Project Work ini yang menjadi pokok bahasan adalah bendung
tetap, sehingga pembahasan akan dititik beratkan pada bendung dengan jenis
tersebut.
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya pergerakan dan distribusi
air di bumi, baik ditinjau secara kuantitas maupun kualitas yang secara umum dalam 2 (dua)
kategori, yaitu :
Hidrologi Pemeliharaan
Hal ini menyangkut pemasangan alat-alat ukur pada stasiun pengamatan, data
klimatologi, data debit, data curah hujan.
Hidrologi Terapan
Berhubungan dengan hokum-hukum yang berlaku berdasarkan ilmu murni pada
kejadian praktis dalam kehidupan.
Pada kegiatan perancangan bendung tetap yang bertujuan untuk keperluan irigasi,
tercakup langkah-langkah analisis hidrologi, sebagai berikut :
- Menentukan curah hujan rata-rata suatu DPS
- Memperkirakan frekuensi adau periode ulang tertentu
- Memperkirakan debit banjir rencana
Curah hujan yang dipakai untuk perancangan. Bendung adalah curah hujan
harian maksimum dan curah hujan bulanan. Adapun metode yang dipakai untuk
menganalisa curah hujan rata-rata tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Metode rata-rata hitung (Arithmatic Mean)
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 9
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Cara ini adalah cara yang paling sederhana dan biasanya digunakan untuk
daerah mendatar dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan
anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut bersifat seragam (uniform
distributuin).
R 1+ R 2+ R 3+...+ Rn
R¿
n
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
R1- Rn = Curah hujan masing-masing stasiun (mm)
n = Jumlah stasiun hujan
2. Metode Thiesen
Cara ini diperoleh dengan membuat polygon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis hubung dua pos penakar hujan (Rn) akan terletak pada suatu
wilayah polygon tertutup dengan luas (An). Metode ini bisa digunakan jika kondisi
curah hujan tidak merata dan jumlah stasiun curah hujan sedikit.
R 1. A 1+ R 2. A 2+ R 3. A 3+...+ Rn . An
R¿
At
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
R1- Rn = Curah hujan masing-masing stasiun (mm)
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5587 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5553 0.5561 0.5463 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
n = Kurun waktu pengamatan data curah hujan
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
b. Cara grafis
Metode awal dari Gumbel yang merupakan cara manual dengan
metode pemasukan koordinat X (curah hujan) dan Y (reduced variated) pada
media Gumbel Paper, sehingga akam membentuk satu garis diagonal lurus
yang memotong angka periode tahunan (curah hujan maksimum pada periode
ulang tersebut).
Rumus yang dugunakan adalah :
1
X=N+ xY
α
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 12
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
4) Hitung koefisien kepencengan dengan rumus sebagai berikut
Σ ( log xi−log xa )3
Cs =
( n−1 ) ×(n−2)×(Si)3
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
5) Hitung logaritma curah hujan dengan return period yang dikehendaki dengan
rumus :
Log Q = Log X + (G × Si)
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Harga G dapat diambil dari tabel 2.4
3. Metode Haspers
Metode ini tidak menggunakan statistik. Rumus yang digunakan :
Xt = Ra + (µ × Sx)
1
Sx =
2 (( R1−Ra
μ1 ) +(
R 2−Ra
μ 2 ))
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
Rt = curah hujan dengan return periode 1 tahun ( mm )
Ra = curah hujan rata-rata ( mm )
Sx = standard deviasi untuk pengamatan n tahun
R1 = curah hujan maksimum absolut 1
R2 = curah hujan maksimum absolut 2
µ = standard valuable untuk periode ulang T
µ1 = standard variable untuk peroide ulang R1 (tabel 2.5)
µ2 = standard variable untuk periode ulang R2 (tabel 2.5)
Untuk mencari µ harus dicari terlebih dahulu nilai T yang digunakan untuk
melihat tabel, sehingga nilai U diperoleh.g digunakan :
n+1 n+1
µ1 T1 = ; T2 =
m1 m2
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana:
m1 & m2 = masing-masing ranking dari curah hujan R1 dan R2
n = jumlah tahun pengamatan
µ = standar deviasi untuk return periode T
Tabel 2.5 Standard Variable untuk setiap harga return period
T µ T µ T µ T µ
1.00 -1.86 6.0 0.81 38 2.49 94 3.37
Dari metode analisa frekwensi diatas akan memberikan hasil perhitungan yang
berbeda – beda, oleh karena itu harus menguji hasil mana yang merupakan terbaik,
yaitu hasil dengan penyimpangan terkecil.
Test yang diadakan biasanya berdasarkan pada perbedaan antara nilai yang
diamati atau yang dihitung dengan nilai-nilai yang diharapkan atau yang diperoleh
secara teoritis. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah “ Chi-square test “.
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 16
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
2 Σ(Oi – Ei)2
Chi-square ( X ) =
Ei
( “Cara Menghitung Design Flood, DPU” hal. 14 )
Dimana :
Oi = nilai X yang diamati
Ei = nilai X yang diharapkan
Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih
tinggi daripada suatu ketinggian tertentu ( pada umumnya ditetapkam sama dengan
titik tinggi bantaran sungai ).
Debit banjir adalah besarnya aliran sungai yang diukur dalam satuan m 3/ dt
pada waktu banjir. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang dipergunakan sebagai
dasar untuk merencanakan kemampuan dan ketahanan suatu bangunan pengairan
yang akan dibangun pada alur suatu sungai. Dalam menetapkan debit banjir rencana,
harus diperhatikan pertimbangan – pertimbangan teknis dan ekonomis, selain itu
harus diperhatikan juga pertimbangan – pertimbangan non teknis lainnya, seperti nilai
– nilai yang patut, yang cocok dan sesuai dengan waktu dan keadaan setempat.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan debit banjir ini :
1. Metode Rasional Dr. Mononobe
Rumus dasarnya adalah :
Q = . r . f ( English Unit)
α⋅r⋅f
Q= 3 .6 (Metric Unit)
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
dimana :
= run off coefficient
R = intensitas curah hujan selama time of concentration (mm/jam)
f = luas daerah pengaliran DPS ( km2 )
Q = debit maksimum ( m3/detik )
Prosedur perhitungan :
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 17
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
1) Tentukan nilai
2) Kemudian hitung nilai v dengan rumus :
0. 6
H
v = 72
()
L
H
( )
L = s = kemiringan dasar saluran
3) Hitung t dengan rumus :
0.9 L
t= v
4) Hitung r dengan menggunakan rumus :
2
R 24 24
r=
24
×( )
t
3
α⋅r⋅f
3 .6
Q=
2. Metode Melchior
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 18
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Dasar dari metode ini adalah Rational. Metode ini dilakukan dengan cara
membuat elips yang mengelilingi daerah pengaliran.
Bentuk persamaan diambil berdasarkan persamaan Pascher :
Rt
Qt = α × q × f ×
200
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
dimana :
= run of coefisient ( koefisien pengaliran ) tabel 2.6 disarankan diambil
0,52
Rm = curah hujan dengan periode ulang t tahun ( mm )
q = intensitas hujan ( m3/km2/dt )
f = luas daerah pengaliran ( km2 )
Langkah perhitungan metode Melchior :
1) Lukis elips yang mengelilingi DAS, dengan sumbu panjang ( a ) 1,5 kali
sumbu pendek ( b ), kemudian hitung luasnya dengan rumus :
nf = ¼ . . a . b ( km2 )
0,2
α
5 2
v = 1,31√ q 1 × F × S × ( )
0,52
s = kemiringan dasar sungai
4) Hitung waktu konsentrasi :
T = 1000L / 60 . v ( menit )
5) Tentukannilai q1 apakah = q2 dengan melihat tabel 2.7
6) Demikian seterusnya sampai diperoleh nilai qn = q ( n-1 )
7) Harga q akhir harus dikoreksi dengan melihat tabel 2.8
980-1070 14 2380-2465 30
1070-1150 15 2465-2550 31
1150-1240 16 2550-2640 32
1240-1330 17 2640-2725 33
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
3. Metode Haspers
Rumus dasar dari metode ini sama dengan dua rumus terdahulu :
Qt = × × q × f
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
Qt = Debit dengan probabilitas ulang T tahun (m3/dt)
= Run off coefficient
= Reduction coefficient
f = Luas daerah pengaliran
q = Intensitas hujan yang diperhitungkan
Prosedur perhitungan :
1) Hitung nilai dengan rumus :
1+ 0.012 f 0.7
=
1+ 0.075 f 0.7
2) Hitung nilai dengan rumus :
1 t+3.7 × 10−0.4 . t f 0.75
=1+ ×
β t 2+15 12
3) Hitung t dengan rumus :
t = 0,1 . L 0,8 . s –0,3
s = kemiringan dasar sungai
4) Hitung p dengan rumus :
( untuk t < 2 jam )
(t × R )
r=
( t+1 )− ( 0.08 × ( 260−R ) × ( 2−t )2 )
( untuk 2 jam < t < 19 jam )
t×R
r=
t+1
( untuk t 19 jam < t < 30 jam)
r = 0.707 × R × √ t+1
R = curah hujan ( mm )
5) Hitung q dengan rumus :
q = p / ( 3,6 . t ) ( t dalam jam )
q = p / ( 86,4 . t ) ( t dalam hari )
Debit andalan adalah debit yang dibutuhkan dan selalu ada setiap saat. Untuk
menhitung besarnya debit andalan digunakan curah hujan efektif dengan intensitas
yang didasarkan pada kemungkinan 80%. Besarnya debit andalan dengan dihitung
dengan menggunakan metode rasional (Dr. Mononobe).
Rumusnya adalah sebagai berikut :
α ×r × f
Q=
3.6
Sumber : Diktat Kuliah Hidrologi oleh Dosen Drs. Desi Supriyan, ST.
Dimana :
α = Koefisien pengaliran (tabel 2.6)
r = Intensitas curah hujan (mm/jam)
f = Luas daerah pengaliran DPS (km2)
Q = Debit maksimum (m3/detik)
Prosedur perhitungan :
1) Tentukan nilai
2) Kemudian hitung nilai v dengan rumus :
0. 6
H
v = 72
()
L
H
( )
L = s = kemiringan dasar saluran
3) Hitung t dengan rumus :
0.9 L
t= v
r= 24⋅t
R = curah hujan (mm)
5) Hitung Q dengan rumus :
α⋅r⋅f
3 .6
Q=
1. Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan:
Elevasi sawah tertinggi yang akan dialiri,
Kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran pengendap,
Pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk
mengalirkan debit banjir rencana,
Untuk mendapatkan sifat aliran sempurna.
Kriteria lain yang harus dipenuhi dalam penentuan elevasi mercu bendung antara lain
yaitu:
Harus terpenuhi pencapaian pengaliran air ke bangunan pengendap,
Perkiraan respon morfologi sungai dibagian hulu dan hilir terhadap bendung
dan elevasi tersebut,
Kestabilan bendung secara keseluruhan, biaya pembangunan, dengan tidak
menutup kemungkinan pemilihan lokasi lain.
Dalam penentuan elevasi mercu bendung dapat dilakukan langkah kegiatan sebagai
berikut:
Tinggi mercu bendung, p: yaitu ketinggian antara elevasi mercu dan elevasi
lantai hulu/dasar sungai di hulu bendung. Diusahakan agar tinggi bendung di atas
dasar sungai tidak terlalu tinggi untuk mengindari berbagai kesulitan dalam stabilitas
maupun pelaksanaan.
Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus dipertimbangkan terhadap :
Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekanan,
Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan,
Tinggi muka air genangan yang akan terjadi,
Kesempurnaan aliran pada bendung,
Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Rumus yang digunakan adalah :
P = elevasi mercu – elevasi lantai muka
Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi keduannya.
Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat dapat memberikan keuntungan karena
bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga
koefisien debit 44% lebih tinggi dibanding koefisien bendung lebar, karena
lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu. Syarat jari – jari mercu
bendung berdasarkan kp.02 halaman 42, yaitu :
• untuk mercu terbuat dari beton berkisar dari 0.1 sampai dengan 0,7 H 1
maks
• untuk mercu terbuat dari pasangan batu berkisar dari 0,3 sampai
dengan 0,7 H1 maks
Bentuk mercu bendung harus didesain sesederhana mungkin sesuai
dengan kriteria desain untuk memudahkan dalam pelaksanaan. Kriteria yang
dimaksud menyangkut :
- parameter aliran
- debit rencana untuk kapasitas limpah
- kemungkinan kavitasi dan benturan batu
Salah satu type mercu bulat dengan satu radius adalah type Bunchu
dengan rumus sebagai berikut :
Q d = m . b . d .√ g. d
Dimana :
Qd = debit banjir rencana (m3/det)
m = koefisien pengaliran
= 1,49 – 0,018 ( 5 – h/r )
b = lebar efektif mercu bendung (m)
d = 2/3 H
H =h+k
h : tinggi air diatas mercu bendung (m)
k : tinggi kecepatan
: 4/27 . m2 . h3 . ( 1 / (h + p) )2
Dari rumus tersebut akan didapat harga d, dari harga d tersebut dapat pula
diperoleh nilai H dengan rumus :
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 25
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
3d
H=
2
Harga H ini dipergunakan untuk mencari harga r dengan persamaan :
H
= 3,8
r
Sedangkan untuk mercu bendung dengan dua jari – jari (R2), jari – jari hilir digunakan
untuk menentukan harga koefisien debit.
Persamaan debit diatas mercu :
2
Q = Cd . .
3 (√ 23 × g). bef . H 1
3/2
Dimana :
Q = debit aliran ( m3/dt )
Cd = koefisien debit ( Cd = Co.C1.C2 )
Bef = lebar efektif mercu (m)
g = percepatan gravitasi ( m/dt2 )
H1 = tinggi energi di hulu bendung
= h1 + V12/2g
koefisien debit Cd, adalah :
Co = f ( H1/r ) ( gambar 4.5 – kp.02 )
C1 = f ( p/H1 ) ( gambar 4.6 – kp.02 )
C2 = f ( p/H1 ) kemiringan hulu bendung (gambar4.7 kp.02)
Mercu Ogee
Mercu ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam
aliran. Oleh karena itu bendung dengan mercu type ini tidak akan memberikan
tekanan sub-atmosfer ( tekanan negatif ) pada permukaan mercu. Pada waktu
bendung mengalirkan air pada debit banjir rencana.
Mercu Ogee bentuk standar yang disusun oleh U.S. Army Corps of
Engineers, berdasarkan data – data hasil percobaan U.S. Bureau of Reclemation
( USBR ). Bentuk – bentuk baku ini disebut standard W.E.S ( Waterways
Experiment Station ).
Persamaan profil penampang mercu :
x = k . Hdn-1 . y ( kp.02 halaman46 )
Dimana :
x,y = koordinat profil mercu dimulai dari titik tertinggi mercu
Hd = tinggi energi rencana diatas mercu tanpa tinggi kecepatan aliran
yang masuk.
k,n = parameter yang tergantung pada kemiringan mercu bagian hulu.
Nilai k dan n ditetapkan sebagai berikut :
Kemiringan Muka K n
Bagian hulu
Tegak lurus 2 1,85
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee,
adalah:
Q = Cd . 2/3 . (2/3) g . bef . H13/2
Dimana : ( lihat Gb. 4.9 – kp.02 )
Q = debit rencana (m3/dt)
Cd = koefisien debit (Cd = Co.C1.C2)
C0 = 1,30 (konstanta)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
bef = lebar efektif mercu (m)
H1 = tinggi energi diatas ambang (m)
C1 = f ( p/hd ) dan ( H1/hd ) (gb. 4.0 kp-02)
C2 = f (p/H1) dan kemiringan permukaan (gb. 4.7 kp-02)
3. Lebar Bendung
Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya ( abutment ),
sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian stabil. Lebar maksimum
bendung hendaknya tidak lebih dari 6/5 kali lebar rata – rata sungai
Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus diperhitungkan terhadap:
Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup,
Batas tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan:
Sama dengan lebar rata – rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full discharge)
Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar rata – rata, pada ruas sungai yang
telah stabil.
Pengambilan panjang mercu bendung tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula
terlalu lebar. Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan memberikan
tinggi muka air di atas mercu lebih tinggi. Akibatnya tanggul banjir di hulu akan
bertambah tinggi pula. Demikian pula genangan banjir akan bertambah luas.
Sebaliknya bila terlalu lebar dapat mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula
sehingga akan terjadi pengendapan sedimen di hulu bendung yang dapat
menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran
persatuan lebar berkisar 12 – 14 m3/dt m.Sedangkan lebar efektif bendung (Bef)
adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit. Dalam menentukan
panjang mercu bendung efektif harus diketahui bagaimanan pintu bilas dioperasikan.
Sudah merupakan salah satu ketentuan dalam pengoprasian pintu bilas dan intake
waktu banjir harus ditutup. Sehingga tidak ada aliran yang lewat bawah pintu
pembilas. Dan aliran yang melimpah melalui pintu bilas tidak semulus dibandingkan
dengan aliran yang melimpah melalui mercu bendung. Karena itu kapasitas melewati
atas pintu pembilas biasanya hanya diambil sebasar 80% dari panjang rencana, untuk
mengkompensasi perbedaan koefisien debit dibandingkan dengan mercu bendung.
Rumusnya adalah : Bef = B – 2.( N x Kp + Ka ).H
Sumber : KP-02, “Kriteria Perencanaan Bagian hal. 38”
Dimana : Bef = Lebar efektif bendung ( m )
B = Lebar mercu bendung ( m )
N = Jumlah pilar
Kp = Koefisien kontraksi pilar ( diambil 0,01 untuk pilar berujung
bulat dari tabel KP-02 )
Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung ( diambil 0,1 dari
tabel KP-02 )
Harga – harga koefisien kontraksi
Tabel 2. 9 Nilai Kp
Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut – sudut yang
dibulatkan 0,02
Untuk pilar berujung bulat 0,01
Untuk pilar berujung runcing 0
Tabel 2. 10 Nilai Ka
Ka
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada
900 kearah aliran 0,2
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 0
kearah aliran dengan 0,5 H1> r > 0,15 H1 0,1
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H 1 dengan
tembok hulu tidak lebih dari 450 kearah aliran 0
4. Tebal Pilar
Pilar – pilar yang terdapat pada tubuh bendung kemungkinan adalah pilar –
pilar jembatan dan pilar-pilar pintu pembilas. Tebal pilar jembatan ditentukan oleh
beban yang akan ditanggungnya dan bahan yang digunakan, yaitu:
pilar dengan pasangan batu kali, tebal (2 – 3) m.
Pilar dari beton, tebal (1 – 2) m.
Pilar dapat dibuat dari bermacam – macam jenis bahan antara lain pasangan batu kali
dan beton bertulang atau tanpa tulangan.
Tebal pilar pintu bilas, tergantung ada tidaknya pengambilan lewat tubuh
bendung dan tergantung dari lebar pintu bilas serta tinggi pilar itu sendiri.
Prosedur perhitungan :
1) Ambil suatu nilai h dalam meter
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 31
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
b. Di Hilir
Untuk mencari tinggi muka air banjir di hilir kita gunakan cara coba-coba.
Persamaan yang dipakai adalah :
Q = A . C . √R . S
Sumber : Hidrolika II, TEDC Bandung
Di mana :
A = luas basah ( m )
C = koefisien Chezy
157,6
= 1,81+ m
( )
√R
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 32
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Setelah itu cari harga ( h ) sampai didapatkan harga debit ( Q ) sama dengan
harga debit ( Q ) rencana dengan menggunakan cara coba-coba.
6. Kolam Olakan
Kolam olakan adalah sebuah bangunan yang terletak dihilir bendung yang
dibuat sedemikian rupa yang berfungsi untuk menahan energi jatuh air dari atas mercu
bendung, sehingga pada daerah hilir ini scouring atau gerusan dapat dikurangi.
Kolam olakan bisa juga disebutsebagai peredam energi. Kolam ini diperlukan
karena aliran air sungai akan membawa sedimen transport yang dapat berupa
bongkahan – bongkahan batu yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian hilir
bendung.
Berikut ini beberapa tipe ruang olakan yang sering digunakan dalam perencanaan
sebuah bendung :
Tipe bak tenggelam / submerged bucket
Digunakan jika sungai mengangkut bongkah batu atau batu-batu besar
dengan dasar yang relatif tahan gerusan.
Tipe bak tenggelam peredam energi ( kolam loncat air tanpa blok-blok
halangan ).
Digunakan jika sungai mengangkut batu-batu besar tetapi juga mengandung
bahan aluvial dengan dasar tahan gerusan.
Tipe kolam loncat air yang diperpendek dengan blok – blok halang.
Digunakan jika sungai membawa atau mengangkut bahan – bahan halus.
Yang harus diperhatikan dalam merencanakan ruang olakan dari suatu bendung
adalah sebagai berikut :
Tinggi terjunan
Penggerusan lokal ( local Scouring )
Degradasi dasar sungai
Benturan dan abrasi sedimen
Rembesan dan debit rencana, dengan kriteria keamanan dan resiko
akibat penggerusan, pelimpahan dan kekuatan struktur.
Sedangkan didalam perencanaan ruang olakan didasarkan pada:
- perbedaan tinggi muka air di udik dan di hilir bendung atau berdasarkan
bilangan Froude yang terjadi pada ruang olakan
- sediment transport.
Pada perencanaan bendung tetap ini dipilh kolam olakan tipe bak tenggelam, kolam
olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat berhasil pada
bendung-bendung rendah. Perhitungan untuk tipe kolam ini adalah sebagai berikut :
1
q2
hc = ( )
g
3
Dimana :
q = debit persatuan lebar
=Q/B
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 34
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen – momen lentur. Oleh sebab itu, tebal
lantai kolam olak dihitung sebagai berikut :
S ×( Px – Wx)
Dx>
γ
Sumber : KP-02, halaman 123
Di mana :
dx = tebal lantai pada titik x (m)
Px = gaya angkat pada titik x (kg/m3)
= Hx – ( (Lx/L) . H)
L = panjang creep line dari ujung hulu sampai ujung hilir bendung (m)
Lx = panjang creep line dari ujung hulu bendung sampai titik x
Wx = kedalaman air pada titik x (m)
= berat jenis bahan ( kg/m3 )
S = faktor keamanan (untuk kondisi normal = 1,5 dan untuk kondisi
ekstrem = 1,25)
7. Lantai Muka
Bangunan – bangunan utama seperti bendung harus dicek panjang creep line
untuk memastikan apakah panjang creep line dari desain awal sudah cukup atau
desain mesti dirubah.Dengan catatan bidang – bidang yang lebih dari 45 o dianggap
bidang vertikal dan bidang yang kurang dari 45 o dianggap bidang horisontal. Dan
diambil harga L yang terbesar.
Ada beberapa metode pengecekan yang ada :
a. Metode Bligh
Teori ini menyatakan bahwa perbedaan tekanan sebanding dengan panjang
jalannya air dan berbanding terbalik dengan creep ratio.
Secara matematik dapat dituliskan :
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 37
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
L>H.C
Dimana :
H = perbedaan tekanan (m)
L = panjang creep line dari ujung hulu sampai ujung hilir bendung (m)
= Lv + Lh
C = Creep line (tabel 2.12)
b. Metode Lane
Metode lane yang juga disebut metode angka rembesan. Lane adalah metode
yang dianjurkan untuk mencek bangunan – bangunan utama untuk
mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode memberikan hasil yang aman
dan mudah dipakai. Untuk bangunan – bangunan yang relatif lebih, metode
– metode lain mungkin akan dapat memberikan hasil – hasil yang lebih baik,
tetapi penggunaannya sulit.
Rumus yang digunakan :
C L . H < Lv + 1/3 Lh
Sumber : KP-02, “Kriteria Perencanaan Bagian hal 124”
Dimana :
CL = angka rembesan Lane
H = beda tinggi muka air ( m )
Lv = panjang creep line vertikal ( m )
Lh = panjang creep line horisontal ( m )
Tabel 2. 11 Harga – Harga Minimum Creep Ratio (C)
No. Material Lane Bligh
1 Pasir sangat halus atau lanau 8,5 18
2 Pasir halus 7,0 15
3 Pasir sedang 6,0
4 Pasir kasar 5,0 12
5 Kerikil halus 4,0
6 Kerikil sedang 3,5
7 Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0
8 Bongkahan dengan sedikit berangkal & kerikil 2,5 4–6
Lempung lunak 3,0
Gaya – gaya yang bekerja pada tubuh bendung dan mempunyai arti penting
perencanaan adalah :
1. Berat Sendiri Bendung ( G )
Gaya berat sendiri adalah gaya yang ditimbulkan karena berat sendiri yang
dimiliki oleh konstruksi bangunan tersebut. Arah kerja dari gaya berat ini adalah
arah vertikal ke bawah melalui titik beratnya. Berat bengunan bergantung pada
bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tujuan ` – tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga –
harga berat volume di bawah ini.
Pasangan batu ....................... 22 kN / m3 (2200 Kgf / m 3)
Beton tumbuk ....................... 23 kN / m3 (2300 Kgf / m 3)
Beton bertulang..................... 24 kN / m3 (2400 Kgf / m 3)
dimana :
V = volume (m3)
= berat jenis (t / m3)
yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat dihitung
sebagai berikut:
γs ×h2 1−sin φ
Ws1 =
2
×(1+sin φ )
Ws2 = (1/2 x a x h ) s
Sumber : KP – 02 “Kriteria Perencanaan Bag. Hal. 116”
dimana :
Ws = Gaya tekan lumpur
s = Berat jenis lumpur (kN)
h = dalamnya lumpur (m)
= sudut gesekan ()
4. Gaya Hidrostatik
Gaya hidrostatik disebabkan oleh gaya tekan air yang menggenangi tubuh
bendung. Gaya mirip dengan tekanan tanah aktif. Gaya ini dibagi dalam dua
kondisi muka air:
a. Kondisi muka air normal
Arah dari gaya uplift pressure adalah tegak lurus dengan bidang kontaknya.
ΣH f
tanθ = <
Σ(V −U ) s
Sumber :KP – 02, “Kriteria Perencanaan Bag. Hal. 120”
Dimana :
(H) = jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan (kN)
(V – U) = jumlah gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan keatas yang
bekerja pada bangunan (kN)
= sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal (0)
F = koefisien gasekan ( “KP – 02, hal 121”)
2. Kontrol guling
Kestabilan terhadap guling dikontrol berdasarkan besarnya kedudukan gaya
resultan yang ditimbulkan oleh beban yang bekerja. Dengan istilah lain titik
tangkap gaya resultan pada dasar pondasi harus selalu diusahakan agar terletak
didalam bidang inti (kern).
Mt
> 1,5
Mg
Sumber : Pondasi, Zainal Nur Arifin Ing. Dipl. Ir. Sri Respati hal. 132
Dimana : Mt = momen tahanan (tm)
Mg = momen guling (tm)
3. Kontrol Eksentrisitas
Tanah tidak dapat menahan gaya tarik, maka bila dari hitungan secara teoritis
akan terjadi tegangan tarik, tegangan tarik tesebut diabaikan. Untuk menghindari
perbedaan penurunan yang besar dan agar lebih ekonamis, maka diusahakan
agar seluruh dasar dinding hanya menerima tegangan tekan saja. Untuk
mencapai hal itu, maka titik tangkap gaya resultan pada dasar pondasi harus
selalu diusahakan agar terletak didalam didalam bidang inti (kern).
Dengan rumus dapat dituliskan sebagai berikut :
M B
≤
N 6
B
e≤
6
Sumber : “Pondasi, Zainal Nur Arifin Ing. Dipl. Ir. Sri Respati 133”
Dimana : M = resultan dari momen (tm)
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 44
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
= Mtahan – Mguling
N = gaya normal (ton)
B = lebar bidang kontak (m)
1. Bangunan Pengambilan
Pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi dibelokkan
dari sungai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam merencanakan
sebuah bangunan pengambilan adalah debit rencana dan pengelakan sedimen.
Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai dalam
jumlah yang diinginkan.
masing – masing lubang kurang dari 2,50 m. Dilihat dari arah sungai/bendung
mulut intake tidak kelihatan karena tenggelam. Pengoperasian pintu intake
dilakukan secara mekanis, bila tidak akan sangat berat.
Intake frontal : intake di letakkan di tembok pangkal, jauh dari bangiunan
pembilas/bendung. Arah aliran sungai dari hulu frontal terhadap mulut intake
sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran. Tetapi angkutan sedimen
relatif banyak masuk ke intake, yang ditanggulangidenagn bangunan sand
ejector dan kantong sedimen.
Dua intake di satu sisi bendung : dimana pintu intake untuk sisi yang lain
diletakkan di pilar pembilas bendung. Pengaliran ke sisi yang lain itu melalui
gorang – gorong di dalam tubuh bendung. Jumlah gorong – gorong dapat dua
buah, yang umumnya dipakai gorong – gorong berbentuk bulat.
Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas. Lebih disukai
jika pengambilan ditempatkan diujung tikungan luar sungai atau pada ruas luar
guna memperkecil masuknya sedimen. Dalam kaitan ini mulut intake diatur
sedemikian rupa sehingga terletak tidak terlalu dekat dan tidak pula terletak
terlalu jauh dari pintu pembilas. Kalau terlalu dekat dengan pintu pembilas maka
pengaliran ke intake akan terganggu oleh tembok baya – baya. Dan bila terlalu
jauh, bangunan underslice akan semakin panjang.
Dalam pengaturan tata letak intake perlu diperhatikan pula pengaturan letak dan
panjang tembok pangkal dan tembok sayap hulu. Ini untuk menghindarkan
turbulensi aliran sebanyak mungkin dan untuk mengupayakan agar aliran
menjadi mulus menuju intake.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120 % dari kebutuhan
pengambilan guna menambah fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan
yang lebih tinggi selama umur proyek.
2. Bangunan Pembilas
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 47
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Dimensi pintu pembilas dipengaruhi oleh perhitungan gaya yang terjadi pada
pintu :
a. Gaya hidrostatik akibat tekanan air
P1=wxh
F 1 = P1 x L x b
Dimana : P1 = gaya terpusat akibat hidrostatik
F1= beban merata akibat hidrostatik
b = lebar kayu
w = berat jenis air
L = lebar pintu bilas diambil per 1 m
h = tinggi muka air banjir
b. Gaya akibat tekanan lumpur setinggi mercu.
P 2 = Ka x lumpur x h 1
F 2 = P2 x L x b
Dimana : P2 = gaya terpusat akibat hidrostatik
F2 = beban merata akibat lumpur setinggi mercu
w = berat jenis lumpur
L = lebar pintu bilas diambil per 1 m
h = tinggi lumpur
c. Total gaya akibat tekanan air dan lumpur
Q = F1 + F2
Dimana : Q = beban merata akibat tekanan air dan lumpur
3. Side Wall
Side wall atau dinding penahan samping adalah suatu konstruksi penahan agar
tanah tidak longsor. Konstruksi ini digunakan untuk suatu tebing yang agak
curam/tegak yang tanpa dinding penahan, tebing tersebut akan longsor. Dinding
penahan tanah juga digunakan bila suatu sungai dibuat bendungnya untuk
melindungi bendung dari longsornya tanah.
Jenis bahan yang dapat digunakan untuk dinding penahan adalah pasangan batu,
beton tanpa tulangan, beton dengan tulangan dan lain – lain. Untuk perencanaan
bendung Ciliwung, side wall ini dibuat dari dinding penahan tanah gravitasi
yang terbuat dari bahan pasangan batu kali.
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 49
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Pemilihan macam dinding penahan tanah tergantung dari penahan teknik dan
ekonomi. Yang perlu diperhatikan adalah sifat – sifat tanah asli, kondisi tanah
urugan, kondisi lingkungan setempat dan kondisi lapangan.
Sebagai pegangan dapat digunakan ketentuan seperti berikut ini :
Dinding penahan dari pasangan batu dan dinding penahan gravitasi dapat
digunakan untuk ketinggian 3 – 5 meter.
Dinding penahan dengan balok kantilever digunakan untuk ketinggian 3 –8
meter.
Dinding penahan dengan plat penopang dapat digunakan untuk ketinggian 8 –
15 meter.
Gaya – gaya yang bekerja pada side wall ini antara lain adalah :
a. Tekanan tanah
Tekanan tanah ini terdiri dari :
* Tekanan tanah aktif
Tekanan tanah ini dihitung dengan rumus :
H = V . K
Sumber : “Pondasi, Zainal Nur Arifin Ing. Dipl. Ir. Sri Respati hal.121”
Dimana : H = tekanan tanah lateral
V = teganagan vertikal tanah
=H
H = kedalaman tanah ( m )
K = koefisien tekanan tanah
Pada keadaan diam = Ko
Pada keadaan aktif = Ka
Pada keadaan pasif = Kp
b. Berat dinding penahan tanah ( pasangan batu kali ).
Berat dinding sendiri dihitung dengan rumus :
G = volume . bahan
c. Berat tanah
Untuk menghitung gaya ini dipakai rumus yang sama dengan rumus berat
sendiri.
o Gaya akibat gempa
G’ = K . G
Dimana : G’ = gaya akibat gempa
K = koefesien gempa
G = berat sendiri konstruksi bendung
Seperti pada perhitungan tubuh bendung, untuk dinding penahan tanah juga
stabilitasnya.
5 BAB III
DATA PERENCANAAN
Pencarian Data
Kontrol Stabilitas
OK! TIDAK
5.2.1 Lokasi
Sungai Cisadane ini mempunyai luasan aeral DAS Cisadane sebesar 1518.08 km2.
DAS Cisadane berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, DAS Cimandiri bagian selatan,
DAS Ciliwung dan DAS Kali Angke di sebelah timur dan DAS Cimanceri di sebelah
baratnya. DAS Cisadane terbagi atas tujuh sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus,
Ciampea Cihideung, Cianten, Cikaniki, Cisadane Tengah dan Cisadane Hilir.
Sumber air DAS Cisadane berasal dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) dan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS). Aliran sungai Cisadane mengalir
sejauh 147 km dari kawasan hulu hingga hilir dengan lebar 45 m. Aliran sungai ini banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat yang bermukim disekitar bantaran untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dengan pola pemanfaatan yang beragam. DAS Cisadane bagian hulu yang
meliputi Kabupaten Bogor dan sebagian kota Bogor di dominasi oleh penggunaan lahan
berupa hutan, ladang, perkebunan pemukiman dan lahan kosong. Sedangkan di bagian tengah
dan hilir, penggunaan lahan didomansi oleh pemukiman, ladang dan lahan kosong.
DAS Cisadane mempunyai bentuk topografi yang bervariasi dari hulu hingga hilir.
Wilayah hulu merupakan pegunungan dengan kemiringan 300 mdpl – 3000 mdpl, wilayah
tengah merupakan daratan dengan ketinggian 100 mdpl – 300 mdpl, dan wilayah hilir
merupakan daratan rendah dengan ketinggian 0 mdpl – 100 mdpldan kemiringan lereng
mencapai 40%. Sedangkan bagian hilir sampai bagian tengah merupakan daerah datar hingga
bergelombang.
O Sindur a n
1. 2006 88 99 92 93 97,533
100,04
2. 2007 20,5 114 45 59,833 8
129,06
3. 2008 105 138 88 110,333 8
145,26
4. 2009 30 154 125 103 4
134,84
5. 2010 20,5 145 107 90,833 1
117,29
6. 2011 20,2 122 114 85,4 8
127,60
7. 2012 60,3 140 78 92,767 9
8. 2013 64,8 99 94 85,933 97,059
9. 2014 63,5 102 66 77,167 95,069
10
. 2015 290 72 32 131,333 73,141
23,582 563,266 108,687
LUAS 8 4 5
Tabel 3. 1 Curah Hujan Harian
Diketahui bahwa dominasi kelas lereng yang berada di DAS Cisadane adalah pada
kelas lereng datar dengan persentase 67,51% dari total luas DAS. Kelas lereng datar pada
umumnya berada pada DAS Cisadane bagian tengah dan hilir.
berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang berumur
sekarang. Litostratigrafi dari yang berumur tua hingga muda dapat dikemukakan secara
singkat sebagai berikut:
a. Aluvium (Qa)
Terdiri dari lempung pasir, kerikil, kerakal dan bongkahan. Endapan ini meliputi
endapan pantai sekarang, endapan sungai dan rawa. Sebaran satuan ini terlampar
di sepanjang pantai utara dan di sepanjang lembah sungai.
b. Satuan Batu Pasir Tufan dan Konglomerat/Kipas Aluvium (Qav)
Terdiri dari tuf halus berlapis, tuf konglomerat berselang-seling dengan tuf pasiran
dan batu apung. Umur satuan ini diduga Pleistosen Akhir atau lebih muda. Tebal
satuan ini diduga sekitar 300 m. Satuan ini terlempar sangat luas, dari selatan ke
utara.
c. Formasi Bojongmanik (Tmb)
Terdiri dari perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu
gamping. Tebal formasi ini diperkirakan mencapai 1.000 m. Berdasarkan
kesamaan batuan dan umur nisbinya, formasi ini dapat dikorelasikan dengan
formasi Bojongmanik bagian bawah.
d. Formasi Genteng (Tpg)
Terdiri dari tuf batu apung, batu pasir tufan, breksi, andesit, konglomerat dan
sisipan lempung tufan. Tebal lapisan ini diperkirakan puluhan hingga ratusan
meter, sebarannya meliputi daerah-daerah Dago hilir, Pasirawi, Celong,
Pagedangan dan Curugwetan.
e. Formasi Serpong (Tpss)
Tersusun oleh perselingan konglomerat, batu pasir,batu lanau, batu lempung
dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung dan tuf batu apung. Berdasarkan
kedudukan stratigrafinya yang menindih secara tidak selaras Formasi
Bojongmanik dan Formasi Genteng, dan ditindih Secara selaras oleh batuan
vulkanik muda. Diduga Formasi Serpong berumur Pliosen Akhir. Berdasarkan
kenampakan batuan, struktur sedimen dan bentuk sebarannya yang di sepanjang
sungai, maka formasi ini diduga diendapkan pada sungai tua yang berpola
Daerah perencanaan bendung tetap suplesi ini terletak pada wilayah zona 4 yaitu Jawa
Barat, aka nilai z = 1,2. Jenis tanah yang ada adalah alluvium, maka didapatkan koefisien
tanah n = 1,56 dan m = 0,89. Dengan periode ulang 100 tahun maka didapatkan percepatan
dasar gempa (ac) = 160 cm/dt².
BAB IV
ANALISIS PERANCANGAN BENDUNG
Data curah hujan untuk perancangan bendung tetap ini diambil dari tiga
stasiun pencatat curah hujan yang terdekat yaitu Gn.Sindur,Parung,Rumpin
N Gn. Aritmatik Thiese
O Tahun Sindur Parung Rumpin a n
1. 2006 88 99 92 93 97,533
100,04
2. 2007 20,5 114 45 59,833 8
129,06
3. 2008 105 138 88 110,333 8
145,26
4. 2009 30 154 125 103 4
134,84
5. 2010 20,5 145 107 90,833 1
117,29
6. 2011 20,2 122 114 85,4 8
127,60
7. 2012 60,3 140 78 92,767 9
8. 2013 64,8 99 94 85,933 97,059
9. 2014 63,5 102 66 77,167 95,069
10
. 2015 290 72 32 131,333 73,141
23,582 563,266 108,687
LUAS 8 4 5
Tabel 4. 1 Analisis Curah Huajan Rata-rata
Analisis frekuensi dalam perancangan bendung tetap ini memakai tiga metode yaitu
metode Gumbel analitis, Log Pearson III dan Haspers.
a. Metode Gumbel
Tahu
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
n
100,04 129,06 145,26 134,84 117,29 127,60 95,06
Xi 97,533 97,059 73,141
8 8 4 1 8 9 9
Tabel 4. 2 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rata-rata
Xa = 111,693 Sn = 0,949
Sx = 22,5150 Sx = 22,5150
Yn = 0,4952
Y t −Y n
Rumus periode ulang : X t= X a + ×Sx
Sn
Periode 2 5 10 20 25 50 70 100
135,529 153,330 170,184 175,828
Xt (mm) 108,6396 5 4 7 9 192,517 199,143 209,0819
1116,930 20,3965
Total 0 7 -0,0837 0,0756 -0,0046
Rata-rata (Xa) 111,6930
Log Xa 2,048026
Si 0,091673
Cs -0,831815
Periode 2 5 10 20 25 50 70 100
G 0,1371 0,8554 1,1600 1,3433 1,4350 1,5879 1,6366 1,7098
Si 0,0917 0,0917 0,0917 0,0917 0,0917 0,0917 0,0917 0,0917
Log X 2,0606 2,1264 2,1544 2,1712 2,1796 2,1936 2,1981 2,2048
114,972 133,795 142,680 148,309 151,207 156,167
X 4 1 0 8 5 6 157,7834 160,2385
c. Metode Haspers
Gn. Thiesen
NO Tahun Parung Rumpin (xi - xa) (Xi - Xa)²
Sindur (xi)
1. 2006 88 99 92 97,5332 -14,1598 200,5004
2. 2007 20,5 114 45 100,0476 -11,6454 135,6162
3. 2008 105 138 88 129,0679 17,3749 301,8868
1127,012
4. 2009 30 154 125 145,2640 33,5710 2
5. 2010 20,5 145 107 134,8407 23,1477 535,8147
6. 2011 20,2 122 114 117,2983 5,6053 31,4190
7. 2012 60,3 140 78 127,6093 15,9163 253,3291
8. 2013 64,8 99 94 97,0591 -14,6339 214,1512
9. 2014 63,5 102 66 95,0691 -16,6239 276,3538
1486,263
10. 2015 290 72 32 73,1409 -38,5521 3
23,582 563,266 108,687
LUAS 8 4 5
1,421E- 4562,346
Total 1116,930 13 7
Rata-rata (Xa) 111,6930
Tabel 4. 6 Perhitungan Metode Harspers
Rumus periode ulang: Rt =Ra + μ S x
Period
2 5 10 20 25 50 70 100
e
Sx 24,3343 24,3343 24,3343 24,3343 24,3343 24,3343 24,3343 24,3343
145,264 145,264 145,264 145,264 145,264 145,264 145,264
R1 0 0 0 0 0 145,2640 0 0
129,067 129,067 129,067 129,067 129,067 129,067 129,067
R2 9 9 9 9 9 129,0679 9 9
111,693 111,693 111,693 111,693 111,693 111,693 111,693
Ra 0 0 0 0 0 111,6930 0 0
T1 11 11 11 11 11 11 11 11
T2 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
µ1 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35
µ2 0,73 0,73 0,73 0,73 0,73 0,73 0,73 0,73
µ -0,22 0,64 1,26 1,89 2,1 2,75 3,08 3,43
106,339 142,354 157,684 162,795 178,6123 186,642 195,159
R 5 127,267 2 9 1 7 7 7
a. Metode Harspers
Diketahui :
695,536
A 7 Km2
776,517
nf 5 Km2
0,04603
i 7 Km
H 2,139
L 51,625 Km
α 0,52
V 1,6694 Km/jam
5,42937
T 2 jam
a 38,5 Km
b 25,67 Km
Maka q
nf q q q =q'
720 2,3
776,52 2,28 2,3 2,3 2,461
2080 1,85
Q DATA Q DATA
Q DATA GUMBEL PEARSON III HASPERS
Q2 483,4963 Q2 511,6801 Q2 473,2596
Q50 856,7896 Q50 856,7896 Q50 794,9074
Analisis hidrolis ini berpengaruh dalam menentukan dimensi dari bagian-bagian pokok
bangunan utama dari sebuah perencanaan bendung.
Diketahui:
Debit banjir rencana (Qd) = 529,9383 m 3 / det
Lebar sungai = 34 m
Kemiringan dasar sungai = 0,046037
Elevasi dasar sungai = 72
Tinggi Mercu =4m
Tebal pilar beton =1m
Panjang lantai muka = 40 m
Material tanah dibawah = pasir campur kerikil
Elevasi mercu bendung ini dihitung dari muka air rencana dihilir ditambah dengan
kehilangan akibat pengambilan faktor keamanan. Tetapi dalam Tugas ini tinggi mercu sudah
ditentukan oleh pembimbing
Dari data yang diperoleh dari BBWS daerah setempat maka lebar bendung yang akan
di rencanakan sebesar lebar rata-rata alur sungai Cisadane yaitu, B = 34 meter.
Bef
Dengan adanya pilar – pilar pintu pembillas maka air tidak seluruhnya mengalir dari sebelah
udiknya. Lebar yang bermanfaat untuk mengalirkan debit adalah dimensi lebar efektif
bendung yang akan dirancang.
Diketahui 1:
Tebal Pilar (t) =1m
Banyak Pilar (n) = 2 buah
Kp (pilar berujung bulat) = 0.01
Ka = 0.1
Perhitungan:
Bm=B−( n ×t )¿ 36−( 2× 1 )¿ 34 mBef =Bm−2 ( n × Kp+ Ka ) × H 1
1
Sumber: KP-02, “Perencanaan Hidrolis”
4 1 4 1
k= × m2 ×h3 × ¿ ×1,364 2 × 2,35803 ×
27 ( h+ p ) 2
27 ( 2,3580+ 4 )2
2 2
¿ 0,089H=h+k¿ 2,3580+0,089¿ 2,447d= H ¿ ×2,447 ¿ 1,632
3 3
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai h yang mendekati Q rencama 100
tahunan sebesar 2.15 m dengan nilai Q = 513.73 m 3/det. Dengan didapatkannya
nilai h (tinggi air diatas mercu), maka elevasi muka air banjir di hulu dan tinggi
energi di hulu dapat dicari sebagai berikut:
Elevasi muka air banjir di hulu = Elevasi mercu + h
= 76 + 3,1770
= + 79,177 m
Elevasi tinggi energi di hulu = Elevasi muka air banjir di hulu + k
= 79,177 + 0,189
= + 79,3656 m
Kst = 40
s = 0.046
b = 34 m
m = 1,418
Qd = 529,938 m3/det
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 65
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Q
h (m) A (m^2) Lu (m) R (m) V (m/det)
(m3/det)
0,50 17,355 35,735 0,486 5,303 92,025
1,00 35,418 37,471 0,945 8,266 292,773
0,4000 13,827 35,388 0,391 4,587 63,423
1,01 35,787 37,505 0,954 8,318 297,684
1,20 42,842 38,165 1,123 9,270 397,154
1,3800 49,621 38,789 1,279 10,114 501,855
Tabel 4. 10 Perhitungan Tinggi Muka Air di Hilir Bendung
Perhitungan:
1
A=( b+m ×h ) ×h ¿ ( 34+1,41 x 1,01 ) ×1,01=35,787 m2 L =b +2× h ( m2+ 1 ) 2
u
1
2 2
¿ 34+ 2×1,01 ( 1,418 +1 ) =37,505 m
A 35,787 2 1
R= ¿ =0,954 mQ=Kst × A × R 3 × s 2
Lu 37,505
2 1
¿ 40 × 35,787× 0,954 3 ×0,046 2 =297,684 m3 /det
Q 297,684
V= ¿ =8,318 m/det
A 35,787
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai h yang mendekati Q rencana 50
tahunan yakni h = 1,38 m dengan nilai Q = 501,855 m3/det.
Dengan didapatkannya nilai h (tinggi air di hilir), maka elevasi muka air banjir
dan elevasi tinggi energi di hilir dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
= + 76,217 m
Ho =71,003 – 70,633
= 0,37 m
Hd = 79,177 – 78,358
= 0,82 m
2
Ho ¿ × Hd
3
2
0,37 ¿ ×1.05
3
0,37 ¿ 0,54 → tipe aliran tidak tenggelam
Setelah nilai ( ∆hcH ) didapatkan, maka dimasukkan kedalam grafik USBR untuk
mendapatkan nilai ( Rhcmin ). Sehingga akan didapatkan nilai jari-jari untuk kolam
olakan.
R min
Dari grafik USBR didapatkan nilai = 1.55
hc
R min
Maka, = 1,55
hc
R min = 1,55 x 2,849 = 4,415
2. Menentukan batas minimum tinggi air di hilir (T min)
∆H
=1,1054
hc
Nilai ( ∆hcH ) dimasukkan kedalam grafik USBR untuk mendapatkan nilai ( T hcmin ).
Sehingga akan didapatkan nilai T min.
T min
Dari grafik USBR di dapat nilai =1,95
hc
T min
Maka, = 1,95
hc
T min = hc x 1,95 = 5,555
DigunakanR = 5,6 m
Elevasi dasar olakan = MAB dihilir – T min guna
= 71,003 – 5,6 = 65,403
1
q2
( )
¿ 1.76 × √ 25 ( faktor lumpur LOREY =25 mm )¿ 0.88 R=1.34 ×
f
3
1
15,0582 3
¿ 1.34 × (
0,88 )
=8,527T =1.5 × R →( faktor keamanan=1.5)
¿ 1.5 ×8,527=12,790 m
Dx > Sx ( Px−Wx
γ beton )
S =1.25 (untuk kondisi ekstrim)
Px =Hx – (Lx/L) H
Hx = MAN (12,955) MAB (13,774)
Lx = 95,7739 m (lihat gambar)
L = 116,7906 m (lihat gambar)
γ Beton = 2.4
H = MAN (7,725) MAB (8,174)
Px = MAN (6,620) MAB (7,071)
2,5 > 0,8688 MAN
2,5 > 0,9193 MAB
AMAN
Lantai muka pada bendung sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya tekanan yang
terjadi akibat gaya tekan ke atas di bawah lantai dan tekanan air diatas lantai muka yang bisa
mengakibatkan erosi di bawah tanah dan kehilangan beda tinggi energi per satuan panjang
pada jalur rembesan. sehingga dalam perancangan bendung Tetap Pakulonan ini harus
direncanakan lantai muka yang aman dari rembesan air yang mengalir ke arah tubuh
bendung. Untuk kontrol lantai muka digunakan 2 teori, yaitu teori Bligh dan teori Lane.
Panjang lantai muka bendung tetap direncanakan sebesar 40 meter.
1. Teori Bligh
H < L/C
Dimana :
C = 12 (untuk pasir campur kerikil)
L = 116,7906
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 70
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
H = 7,725 m MAN
7,725 <116,7906/ 12
7,725 < 9,7326 (Aman)
H = 8,174 m MAB
8,174 <116,7906/ 12
8,174 < 9,7326 (Aman)
2. Teori Lane
C = 5 ( untuk pasir campur kerikil )
( LV + LH3 )> H ×C
( 45.52+ 54.42
3 )
>7,725 ×5
( 45.52+ 54.42
3 )
>8,174 × 5
Analisis stabilitas bendung ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tekanan gaya-
gaya yang bekerja pada tubuh bendung, seperti gaya berat, gaya gempa, tekanan lumpur,
gaya hidrostatik dan gaya uplift pressure.
Gaya berat dihitung dengan arah vertical ke bawah yang garis kerjanya melewati titik
berat konstruksi. Agar memudahkan perhitungan maka tubuh bendung dibagi menjadi
beberapa bagian.
Contoh perhitungan:
t
G=Volume × Berat jenis batu kali(2.2 )
m3
Lengan momen adalah jarak antara arah titik berat dengan titik tinjauan.
Lengan momen = 19,7575 m
Maka, momen terhadap titik tinjauan adalah:
G ×lengan momen=5,865 ton×19,7575 m=115,882 ton. meter
Berat Sendiri Bendung
P L V (m2) G (V*ğ) Lengan Momen
1 4 1,333 2,666 5,865 19,7575 115,882
2 4 1,117 4,468 9,830 18,7546 184,350
3 4 4,0139 8,028 17,661 16,8581 297,734
4 6,5967 6,4642 42,642 93,813 17,4143 1633,692
5 6,0609 2,5 15,152 33,335 17,6159 587,225
6 2,5 1,4033 3,508 7,718 19,3964 149,704
7 2,5609 1,4033 1,797 3,953 17,2928 68,360
8 6,5967 6,5967 21,758 47,868 11,9833 573,618
9 7 2,5 17,500 38,500 11,0855 426,792
1
14,000 30,800 11,0855 341,433
0 7 2
1
8,101 17,823 5,9653 106,318
1 3,2405 2,5
1
1,717 3,778 2,7817 10,508
2 2,345 1,4645
1
5,863 12,898 3,1725 40,917
3 2,5 2,345
1
5,499 12,098 2,7817 33,653
4 4,69 2,345
1
17,309 38,080 1 38,080
5 8,6545 2
∑ 374,019 4608,266
Gaya Vertikal Momen Tahanan
Tabel 4. 11 Perhitungan Gaya Berat
Gaya gempa ini dihitung dengan arah horizontal yang garis kerjanya melewati titik
berat konstruksi. Agar memudahkan perhitungan maka tubuh bendung dibagi menjadi
beberapa bagian.Daerah perencanaan bendung tetap suplesi ini terletak pada wilayah zona 4
yaitu Jawa Barat, aka nilai z = 1.2. Jenis tanah yang ada adalah alluvium, maka didapatkan
koefisien tanah n = 1.56 dan m = 0,89. Dengan periode ulang 100 tahu n maka didapatkan
percepatan dasar gempa (ac) = 160 cm/dt².
K¿ f x G
Contoh perhitungan :
Diketahui : m = 0,89 , n = 1,56 , z = 1.2 , ac = 160 cm/dt2
Menghitung koefisien gempa ( f )
ad ¿ n ( Z x ac )m f ¿ ad / g
0 ,89
ad ¿ 1,56 ( 1,2 x 1,6 ) ¿ 0,397 /9,81=0,040
¿ 2,787
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 73
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
Endapan lumpur yang dibawa aliran air yang kemudian mengendap di muka
bendung menimbulkan tekanan lumpur dari arah horizontal dan dari arah vertikal ke
bawah.
Contoh perhitungan :
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 74
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
1 2
Ws 1 ¿ ×h × s × ka
2
1
Ws 2¿ ×a × h ×s
2
Ka ¿(1−sin)/(1+sin)
¿(1 – sin30)/(1+ sin30)=0.333
s¿ 1,6
Untuk tekanan lumpur pada Ws 1 yaitu :
Sudut gesek asumsi 30°
1,6. 42 1−sin 30
Ws1=
2 {
1+ sin 30 }
= 4,267 ton
Lengan momen adalah jarak antara arah titik berat dengan titik tinjauan, yaitu 15.120 m
Maka, Momen terhadap titik tinjauan adalah Ws 1 × lengan momen
Momen = 4,267 ton x 15,120
Ws2 ¿ 4,267
Lengan momen sebesar 20,202 meter.
Sehingga,
Momen = 86,193 ton.meter (Momen Tahanan)
Tekanan Lumpur
12,8
0,5 1,5
0,333 Panjang Lengan Momen
x y Guling Tahan
Ws 1 4,267 15,120 64,512
Ws 2 4,267 20,202 86,193
Tabel 4. 13 Hasil perhitungan tekanan lumpur
Gaya hidrostatik disebabkan oleh gaya tekan air yang menggenangi tubuh bendung
sehingga menimbulkan gaya tekan air dari arah horizontal dan dari arah vertikal ke bawah.
Gaya hidrostatik dibagi dalam dua kondisi muka air, yaitu :
1. Kondisi Air Normal (Q2)
Contoh perhitungan :
W1 = (4 x 4) / 2 = 8
Lengan momen = 15,120 meter
Maka, Momen terhadap titik tinjauan adalah W1 x lengan momen
Momen = 15,120 x 8
= 120,958 ton.meter
Normal
gm a 1
a 2,4504 Guling Tahan
269,85
h1 2,358 8 415,836
h2 4
h3 5,23
g 9,81
Panjang
Bidang Panjang Lebar V Arah G Lengan Momen
W1 4 4 8,000 → 78,480 15,120 120,958
W2 4 2,358 9,432 → 92,528 15,787 148,900
W3 4 1,333 2,666 ↓ 26,153 20,202 53,859
W4 2,4504 2,358 5,778 ↓ 56,683 19,421 112,217
134,16
W5 5,23 5,23 13,676 ↓ 6 9,329 127,585
134,16
W6 5,23 5,23 13,676 ← 6 8,933 122,176
36,842 217,002
Tabel 4. 14 Hasil perhitungan Gaya Hidrostatik Pada Kondisi Air Normal
Arah dari gaya uplift pressure adalah tegak lurus dengan bidang
kontaknya. Untuk gaya ini harus dicari tekanan pada tiap – tiap titik sudut, dicari
besarnya gaya yang bekerja pada tiap – tiap bidang. Secara umum besarnya tekanan
pada setiap titik sudut.
65,305
4,858
1 5 0,266 1;2 8,000 2,726 47,879 - 47,879
2 73,306 16,858 11,704 2;3 2,500 1,247 29,039 - -29,039
3 75,806 16,858 11,528 3;4 2,920 1,424 31,315 29 -15,182 27,388
15,454
4 78,726 7 9,919 4;5 1,000 0,499 9,884 - -9,884
15,454
5 79,726 7 9,849 5;6 2,000 0,971 21,557 - 21,557
17,454
6 81,726 7 11,708 6;7 7,000 3,475 80,235 - -80,235
17,454
7 88,726 7 11,216 7;8 2,000 1,035 20,291 20,291
15,454
8 90,726 7 9,075 8;9 3,241 1,613 29,040 - -29,040
-
15,454 26,2055
9 93,966 7 8,848 9;10 5,244 2,793 57,723 27 3 51,431
20,144
10 99,210 7 13,169 10;11 2,000 0,998 26,197 - -26,197
101,21 20,144
11 0 7 13,028
-
215,782 168,54
Total 3 7
5 7 7 1 9 18,621 4
78,725 16,27 12,37 0,50 12,35 -
4;5
4 7 4 9 1,000 0 4 12,354
79,725 16,27 12,33 0,97 26,56 26,56
5;6
5 7 4 0 2,000 6 0 0
81,725 18,27 14,23 3,48 98,40 -
6;7
6 7 37 1 7,000 6 3 98,403
88,725 18,27 13,88 1,02 25,67 25,67
7;8
7 7 37 4 2,000 7 0 0
90,725 16,27 11,78 1,61 37,93 -
8;9
8 7 37 5 3,241 7 1 37,931
-
93,966 16,27 11,62 9;10 2,76 72,57 27 32,947 64,66
9 2 37 5 5,244 2 4 88 4
99,209 20,96 16,05 0,99 32,01 -
10;11
10 8 37 6 2,000 9 3 32,013
101,20 20,96 15,95
11 98 37 7
-
267,24 220,4
21 75
Panjang Lengan Momen
Segmen x Y Tahan Guling
475,33
1;2 6,7917
5
678,39
2;3 19,3984
7
152,65 648,79
3;4 16,8915 3,9744
4 3
186,37
4;5 15,0855
2
5;6 3,7051 98,409
1092,2
6;7 11,0995
24
95,415
7;8 3,717
085
226,39
8;9 5,9685
2
179,29 234,79
9;10 3,2352 2,4705
392 1
32,012
10;11 1
619
459,37 3640,7
∑
6 14
321,56 2548,5
70% UP 3 00
Kontrol stabilitas adalah syarat yang harus dipenuhi agar kondisi bendung stabil dan
aman. Kontrol yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan dengan faktor keamanan.
Kontrol yang dilakukan adalah kontrol terhadap guling, kontrol terhadap geser, kontrol
terhadap eksentrisitas, dan kontrol terhadap daya dukung tanah.
Suatu konstruksi tidak boleh terguling akibat dari gaya – gaya yang bekerja. Maka,
momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari momen guling (Mg).
Mt
FK= ≥1,5
Mg
Dimana :
Mt = Momen tahanan (t.m)
Mg = Momen guling (t.m)
Pada suatu konstruksi bendung yang menggunakan batu kali, maka tidak boleh
adanya tegangan tarik, ini berarti bahwa resultan gaya-gaya yang bekerja harus masuk kern.
B ∑M B
e= − <
2 ∑V 6
Dimana :
M = Resultan dari momen = M tahan – M guling (t.m)
E = (L/2) – (M/∑V) < L/6
B = Panjang telapak pondasi (m)
∑V = Jumlah gaya vertikal (t)
q minimum:
Vc3
=
g
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 86
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap
1,660193
=
9.81
= 0,466 m3/det
1. Operasional pintu
Pintu dibuka setinggi 1 m
Hal ini bertujun unuk menghindari adanya kemacetan pintu dan sedimen yang
berdiameter kecil bisa keluar secara rutin.
V = µ × √ 2× g× h
µ = 0,62
V = 0,62 × √ 2× 9,81 ×3 , 5
= 5,138 m/det > 1,66 m/det ( OK! )
Q =V×A
= 5,138 m/det × (1,75 m × 1,0 m)
= 8,9915 m3/det
Kontrol kebutuhan debit untuk pembilasan:
q = Q / Lebar pintu pembilas
= 8,9915 / 1,75
= 5,138 m3/det > 0,466 m3/det … ( OK! )
V = µ × √ 2× g× h
µ = 0,62
V = 0,62 × √ 2× 9,81 ×3 , 5
= 5,138 m/det > 1,66 m/det ( OK! )
Q =V×A
= 5,138 m/det × (1,75 m × 1 m)
= 8,9915 m3/det
V = µ × √ 2× g× z
µ = 0.75
z = 1/3 H = 1/3 × 4 = 1,333 m
h = 2/3 H = 2/3 × 4 = 2,667 m
V = 0.75 × √ 2× 9.81 ×1,333
= 3,835 m/det > 1,66 m/det
Q =V×A
= 3,835 × ( 1,75 × 2,667 )
= 17,899 m3/det
Kontrol kebutuhan debit untuk pembilasan:
q = Q / Lebar pintu pembilas
= 17,899 / 1,75
= 10,228 m3/det > 0,696 m3/det … ( OK! )
2. Perhitungan ukuran pintu kayu dan stang pintu untuk bangunan pembilas
A. Ukuran tebal pintu
Lebar pintu = 1,75 m
Tinggi pintu = Elevasi Mercu – Elevasi Dasar Lantai
= 76 – 72 = 4 m
Tinggi satu balok = 0,2 m = 20 cm
MAB = + 79,177 m
Di bagian a
P2 = (w × H2) + ½ × s × h2 × ( 1−sinθ/ 1+ sinθ )
= (1 × 7,177) + ½ + 1.6 × (1)2 × ( 1−sin 30 /1+sin 30 )
= 7,177 + 0,267
= 7,444 ton/m
Jadi, tekanan yang terjadi adalah:
q = ( P +2 P ) × t
1 2
= ( 8,157+8,357
2 ) ((7,244+7,444)/2) × 0,2
= 1,4688 ton/m
Momen maksimum pada pintu:
1
M max = × q × l2
8
1
= × 1,4688 × 1,752
8
= 0,562275 ton.m
= 56227,5 kg.cm
M 20642,5
W perlu = = 18360/86,67 = 211,838 cm3
σd 86,7
1
W (momen lawan) = × t × b2
6
6W 6 × 238,09112
b =
√ √
t
=
20
= 7,97 cm ~ 10 cm
kontrol tegangan
20642,5
M
= = 1 ×20 ×10 2
w
6
= 55,08 < 86,67 kg/cm2 … ( OK! )
B. Ukuran Stang Pintu
Lebar pintu =2m
Tinggi angkat =1m
Koefisien geser = 0.4
+79,177
3,
+76
+73
P2
+72
Gambar 4. 10 Gaya yang bekerja pada stang Pintu untuk bangunan Pembilas
Tekanan
Tekanan air pada P1 = 3,177 × 1000 = 3177 kg/m2
Tekanan air pada P2 = 4 × 1000 = 4000 kg/m2
P 1+ P 3 2940+5150
Tekanan air = =
2 2
= 3588,5 kg/m2
Jumlah tekanan pada pintu:
= 1 × 4 × 3,588 t/m2
= 14,352 ton
Kekuatan tarik = (jumlah tekanan pada pintu × koefisien geser) + berat
sendiri pintu
Berat sendiri kayu = lebar pintu x Lebar balok x (tinggi angkat + tinggi
balok) x BJ kayu
= 2 × 0,1 × ( 1 + 0,2 ) × 900
= 0,216 ton
Berat sendiri besi = 1 ton/m3
Kekuatan tarik = 14,352 × 0.4 + (0,108 + 0.7)
= 7,28 ton
9,1407
Untuk 1 stang = 7,28 / 2
2
= 3,64 ton
Kekuatan tekan = jumlah tekanan pada pintu × koefisien geser - berat
sendiri pintu
= 14,352 × 0.4 - (0,108 + 0.7)
= 4,9328 ton
7,5247
Untuk 1 stang = 4,9328 / 2
2
= 2,4664 ton
3,143 × E × d 4
5×2466,4 = 2 E(modulus elastisitas besi)=2 × 106
64 L
3,143 × ( 2 ×106 ) × d 4
5 × 2466,4 = L = 100 cm
64 ×1002
Rn baru ¿ Mn /bd 2
= 3,333 / (1 x 0,12)
ρ baru
Mn
Rn baru
1332,8
kN/m2 = 1,333 Mpa
ρ baru
10 m3/det
10 = 5,78 b
b = 10 / 5,78 = 1,7 ≈ 1,5
KONTROL
A=bxa
= 1,5 x 2,5
= 3,75
V = Q / A = 10 / 5,475 = 2,67 m/dt
P = 1,5
Tinggi pintu = a + 0,2 = 2,5 + 0,2
= 2,7 m
Tinggi satu balok = 20 cm
MAB = +79,177
TEKANAN AIR
P1 = ᵞw x h
= 1 x (79,177 – 76)
= 3,177 t/m2 => Bagian a
P2 = ᵞw x h
= 1 x (79,177 – 75,15)
= 4,027 t/m2 => Bagian b
P = ( (P1 + P2) / 2 ) x t
= ( (3,177 + 4,027) / 2 ) x 2,7
= 9,725 t/m
Mmax = 1/8 x P x l2
= 1/8 x 9,725 x (1,5 + 0,4)2
= 4,3884 tm
= 438840 kgcm
DIMENSI KAYU
Ϭlt (Kayu Jati) = 130 kg/cm2
Ϭlt = 2/3 x 130 = 86,7 kg/cm2 (untuk bangunan terendah)
KONTROL TEGANGAN
Ϭ = M/W = 438840 / (1/6 x 270 x 122) = 67,722 kg/cm2
MAB +79,177
MAN + 78,358
+ 3,177
+ 76
+ 2,5 3,17
7
+ 73,5 2,5
Gambar 4. 12 Gaya yang bekerja pada stang Pintu untuk bangunan Intake
TEKANAN
Tekanan air pada P1 : 3,177 x 1000 = 3177 kg/m2
Tekanan air pada P2 : 2,5 x 1000 = 2500 kg/m2
Tekanan air : (P1+P2)/2 = (3177+2500)/2 = 2838,5 kg/m2
Jumlah tekanan pada pintu= b x tp x tek. air
= 1,5 x 2,5 x 2838,5
= 10644,375 kg = 10,644 ton
Berat sendiri kayu = 2,5 m x 2,7 m x 0,12 m
= 0,81 ton
Berat sendiri besi = 1 ton/m3
>> Kekuatan tarik = jumlah tekanan pada pintu x koefisien geser + berat
sendri pintu
Kekuatan Tarik = 10,644 ton x 0.4 + (0,81 + 1)
= 6,07 ton
Untuk 1 stang = 6,07 / 2 = 3,035 ton
>>Kekuatan Tekan = jumlah tekanan pada pintu x koefisien geser - berat
sendri pintu
= 10,644 ton x 0.4 - (0,81 + 1)
= 2,45
Untuk 1 stang = 2,45 / 2 = 1,225
P =¼x x d2 x 6 kg/mm2
3035 = ¼ x 3,14 x d2 x 6
d2 = 3035 / (1/4 x 3,14 x 6)
= 644,37
d = √644,37
= 25,38 mm ~ 30 mm
Perhitungan pada tekan:
Angka keamanan 5 × P
d = 6,269 ~ 7 cm
Jadi, ukuran stang pintu yang digunakan adalah stang pintu dengan
diameter (d) = 7 cm.
1. Tekanan tanah
Pa
= 3,7257
2. Tekanan Air
W
= ½ x 1 x 8,177 x 1
= 4,0885 ton
Z (jarak gaya ke titik tinjau)
= 3,7257
3. Berat sendiri konstruksi
σ tanh=
∑ V =(1± 6×e )
B B < ᵟ DDT Izin
86,4248 6 x 0,67
= x (1 + ) < 32,2
5,5 5,5
= 27, 199 < 32,2 ( OK !)
- Kontrol Stabilitas konstruksi pada saat bendung belum beroperasi atau dalam
kondisi tidak ada air (tanpa w):
1. Kontrol terhadap guling
MT
FK = > 1,5
MG
268,144
= > 1,5
104,047
= 2,57 > 1,5 ( OK ! )
σ tanh=
∑ V =(1± 6×e )
B B < ᵟ DDT Izin
86,4248 6 x 0,67
= x (1 + ) < 32,2
5,5 5,5
= 27, 199 < 32,2 ( OK !)
BAB V
PENUTUP
5.10 Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab – bab sebelumnya, maka kami dapatmengambil kesimpulan
sebagai berikut :
Perancangan Bendung di sungai Cisadane ini yang kami analisis agar dapat memenuhi
kebutuhan DAS 151.808 ha adalah sebagai berikut:
Curah hujan : Data curah hujan yang digunakan berasal dari 3
stasiun curah hujan yaitu Rumpin,Gn. Sindur, Parung
Debit banjir rencana : Data yang dipakai untuk perhitungan analisis debit
banjir rencana adalah data analisis frekuensi Log Pearson III maka didapat debit
banjir rencana (Q50) dengan motode meichlor yaitu 529,9383 m3/det
Tinggi mercu : Tinggi murcu = 4 m, dengan elevasi mercu +76 dan
elevasi dasar sungai +72.
Lebar bendung : Lebar bendung sesuai denga lebar rata-rata sungai,
yaitu 34 meter.
Tinggi muka air : TMA banjir hulu + 79,177
TMA banjir hilir + 71,003
Kolam olakan : Tipe bak tenggelam dengan jari-jari 6 meter
Tebal lantai olakan :1.25 meter
Lantai muka : Panjang
Kontrol stabilitas :
a) Kondisi Muka Air Normal
- Gaya guling
Tanpa Uplift : FK = 11,26 ≥ 1.5
Dengan Uplift : FK = 2,16 ≥ 1.5
- Gaya geser
Tanpa Uplift : FK = 7,939 ≥ 1.5
Dengan Uplift : FK = 1,912 ≥ 1.5
- Eksentrisitas
Tanpa Uplift : FK = 0,327 < 16,3
Dengan Uplift : FK = 1,64< 16,3
Hendrik Jonathan Sitorus | Raden Nur Muhammad 107
PROJECT WORK 1 Desain Bendung Tetap