Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH INDIVIDU

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PERAWAT DI TATANAN


PELAYANAN PRIMER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas

Dosen Mata Ajar : Eva Nurlina Aprilia, M. Kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh :

Vivi Amalia Violeta 2920183319

Kelas 3B

DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, saya panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Peningkatan Mutu Pelayanan Perawat
di Tatanan Pelayanan Primer” guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas yang diampu oleh Ibu Eva Nurlina Aprilia, M. Kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Eva Nurlina Aprilia, M.


Kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom selaku dosen pengampu yang telah memberikan dukungan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 10 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II KONSEP DASAR MATERI...................................................................... 3
A. Pelayanan Prima Dalam Pelayanan Keperawatan ........................................ 3
1. Definisi Pelayanan Prima ......................................................................... 3
2. Syarat Pelayanan yang Baik ..................................................................... 4
3. Kualitas Pelayanan Prima ......................................................................... 4
4. Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan Prima ...................................... 5
5. Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Prima .............................................. 6
6. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan .................................................. 7
7. Modal Dasar Perawat Dalam Pelayanan Prima ........................................ 8
B. Komunikasi Terapeutik Yang Efektif Dalam Pelayanan Keperawatan ....... 9
1. Definisi Komunikasi Terapeutik .............................................................. 9
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik .............................................................. 10
3. Kegunaan Komunikasi Terapeutik ......................................................... 10
4. Komunikasi sebagai Elemen Terapi ....................................................... 10
5. Sikap Komunikasi Terapeutik ................................................................ 11
6. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik .................................................. 11
7. Hambatan Komunikasi Terapeutik ......................................................... 13
C. Caring Sebagai Core Profesionalisme Perawat .......................................... 14
1. Definsi Caring ........................................................................................ 14
2. Karakteristik Caring ............................................................................... 14

iii
3. Dimensi Caring menurut K.M Swanson ................................................ 15
4. Komponen Caring .................................................................................. 16
5. Faktor pembentuk Perilaku Caring......................................................... 17
6. Perilaku Caring Perawat ......................................................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Saran ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Kesehatan yang berkualitas merupakan hak dari setiap
pasien, sehingga hal ini memicu para penyelenggara pelayanan kesehatan
termasuk rumah sakit untuk secara serius berupaya meningkatkan mutu
pelayanan yang diberikan. Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam
kualitas mutu pelayanan di suatu rumah sakit adalah pelayanan keperawatan
(Nursalam, 2011).
Salah satu bentuk pelayanan keperawatan yang perlu mendapatkan
perhatian adalah perilaku caring perawat yang merupakan bagian penting dari
suatu bentuk praktek keperawatan professional. Perilaku caring dijadikan
sebagai inti atau sentral paling utama dalam memberikan praktik
keperawatan, perilaku caring perawat penting dilakukan pada saat perawat
melakukan asuhan keperawatan bagi pasien sebagai pengguna jasa dalam
pelayanan keperawatan karena dapat membantu proses dari kesembuhan
pasien (Manurung dan Hutasoit, 2013).
Perilaku caring perawat di beberapa Negara di dunia yang masih
tergolong buruk yaitu seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Aiken
(2012) yang menunjukkan jumlah persentase perawat yang masih memiliki
kualitas pelayanan caring yang buruk terdapat pada Negara Irlandia 11%, dan
Yunani 47%. Bulan Juli 2010 Kementrian Kesehatan menerima hasil survey
dari Citizen Report Card (CRC) yang mengambil sampel pasien rawat inap
sebanyak 738 pasien di 23 Rumah Sakit (Umum dan Swasta). Survey
dilakukan di lima kota besar di Indonesia dan ditemukan 9 poin
permasalahan, salah satunya adalah sebanyak 65,4% pasien mengeluh
terhadap sikap perawat yang kurang ramah, kurang simpatik dan jarang
tersenyum. Pelayanan keperawatan di Indonesia saat ini masih kurang
memuaskan salah satu penyebabnya karena kurangnya perilaku caring

1
perawat dimana pasien mengeluh terhadap sikap perawat yang kurang ramah,
kurang simpatik, dan jarang tersenyum dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Dari hasil survey di atas dapat diketahui bahwa perilaku caring di
Indonesia masih kurang baik atau terbilang masih rendah (Purwanti, 2020).
Sedangkan pelayanan prima yang harus diberikan perawat seperti mau
mendengar keluhan pasien secara tuntas, penuh pengertian, penerimaan dan
ketulusan serta empati akan sangat membantu proses kesembuhan pasien dan
munculnya ketersediaan pasien untuk bekerja sama dalam proses pengobatan,
akibatnya perasaan cemas, takut dan depresi akan berkurang dan akibat lebih
lanjut berupa kesembuhan pasien menjadi lebih cepat tercapai(Hadjman,
2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dari itu penulis tertarik untuk
membahas lebih detail tentang peningkatan mutu pelayanan perawat di
tatanan pelayanan primer terhadap tingkat kepuasan pasien yang akan kami
bahas di bab selanjutnya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui
peningkatan mutu pelayanan perawat di tatanan pelayanan primer terhadap
kepuasan pasien.

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu mengetahui pelayanan prima.
b. Mahasiswa mampu mengetahui komunikasi terapeutik.
c. Mahasiswa mampu mengetahui perilaku caring perawat.

2
BAB II

KONSEP DASAR MATERI

A. Pelayanan Prima Dalam Pelayanan Keperawatan

1. Definisi Pelayanan Prima


Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu proses kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien sesuai standar
keperawatan (Kusnanto, 2019). Pelayanan prima di Rumah Sakit
merupakan pelayanan yang bermutu tinggi yang diberikan pada pasien,
berdasarkan standar kualitas tertentu untuk memenuhi bahkan melebihi
kebutuhan dan harapan pasien, sehingga tercapai kepuasan pasien dan
akan menyebabkan peningkatan kepercayaan pasien kepada Rumah Sakit.
Pelayanan prima merupakan suatu ketrampilan yang dapat dipelajari dan
harus dipunyai oleh seorang perawat yang ideal, karena dalam pelayanan
prima tekandung suatu aspek sosial yaitu suka melakukan tindakan sosial
atau prosocial behavior tanpa harus ada penguat (Hadjam, 2015).
Pelayanan prima (service excellence) perawat merupakan sikap
kepedulian perawat kepada pasien dalam memberikan pelayanan yang
terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan pasien,
sehingga dapat digunakan untuk mewujudkan kepuasan bagi pasien agar
terciptanya pelayanan yang berkualitas serta menciptakan kesetiaan dari
penggunaan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Kelana, 2015).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang terbaik dalam
memenuhi kebutuhan pasien guna mewujudkan kepuasan bagi pasien.

3
2. Syarat Pelayanan yang Baik
Menurut Azlina (2014), pelayanan yang efisien harus memenuhi
persyaratan bahwa pelayanan itu merupakan pelayanan yang :
a. Berdaya hasil (efektif) yaitu bahwa pelayanan itu baik corak maupun
kegunaanya benar-benar sesuai dengan kebutuhan kegiatan dalam
mencapai tujuan.
b. Dapat dipertanggungjawabkan (validity service) yaitu bahwa
pelayanan telah diolah atau disusun atas dasar data, fakta, angka atau
ketentuan yang berlaku hingga dapat pertanggungjawabkan.
c. Sehat (sound service) yaitu pelayanan disampaikan melalui hirarki dan
tata hubungan yang telah ditetapkan dalam suasana komunikasi yang
baik.
d. Memuaskan (satisfactory service) yaitu bahwa pelayanan itu diberikan
dengsn cepat, tepat pada waktunya, rapi serta tanpa kesalahan teknis.

3. Kualitas Pelayanan Prima


Menurut Ristiani (2017), kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan
dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan, dan disediakan
secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan
aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi
dilihat dari aspek apapun, khususnya suku ras, agama, golongan,
status sosial, dan lain-lain.

4
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.

4. Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan Prima


Menurut Ristiani (2017), terdapat lima indikator pelayanan dalam
mengevaluasi kegiatan kualitas pelayanan, antara lain adalah :
a. Reliability (Keandalan), ditandai dengan pemberian pelayanan yang
tepat dan benar. Indikator keandalan :
1) Jadwal pelayanan tepat waktu (kehadiran, kunjungan dokter,
perawat, istirahat)
2) Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang cepat dan tepat.
3) Prosedur penerimaan pasien dan pelayanan lainnya yang mudah
atau tidak berbelit.
b. Tangibles (Bukti Fisik), ditandai dengan penyediaan yang memadai
meliputi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Indikator
bukti : fasilitas fisik, perlengkapan, sarana komunikasi yang harus
disediakan dalam memberikan pelayanan keperawatan, material yang
digunakan rumah sakit dan penampilan karyawan yang ada.
c. Responsiveness (Daya tanggap), ditandai dengan keinginan untuk
melayani klien dengan cepat dan tepat dengan menyampaikan
informasi yang jelas. Indikator ketanggapan :
1) Kemampuan dokter dan perawat untuk cepat dan tanggap
terhadap keluhan pasien.
2) Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan.
d. Assurance (Jaminan dan kepastian), ditandai dengan tingkat perhatian
terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan. Indikator
jaminan :
1) Pengetahuan dan kemampuan dokter dalam menetapkan diagnosis
penyakit.

5
2) Ketrampilan dan kecakapan dokter, perawat dan petugas lainnya
dalam menjalankan tugas.
3) Pelayanan yang sopan dan ramah.
4) Jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap peralatan medis dan
obat-obatan bagi pasien (bebas dari resiko)
e. Empathy (empati), ditandai dengan tingkat kemauan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan klien. Indikator empati :
1) Memberikan perhatian khusus kepada pasien.
2) Perhatian dan pemahaman terhadap keluhan pasien dan
keluarganya.
3) Komunikasi yang hangat antara petugas dengan pasien

5. Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Prima


Menurut Ristiani (2017), bahwa penyelenggaraan pelayanan harus
memenuhi beberapa prinsip, sebagai berikut :
a. Keserdahanaan, prosedur pelayanan tidak terbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan, mencakup dalam hal :
1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertangggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c. Kepastian waktu, pelayanan-pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan
sah.
e. Keamanan, proses pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum.
f. Tangggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan

6
pelayanan dan penyelesaian keluhan dalam pelaksanaan pelayanan
publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika).
h. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, pemberi pelayanan harus
disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan
dengan ikhlas.
j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti
parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

6. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Kusnanto (2019), indikator mutu pelayanan keperawatan antara
lain :
a. Safety (keselamatan), terkait kegagalan penyelamatan pasien,
resiko jatuh dan kejadian dekubitus.
b. Effectiveness (efektivitas), terkait pola dan level perawat, berkaitan
dengan kepuasan perawat yang dikaitkan dengan persepsi perawat
terhadap lingkungan kerja.
c. Compassion (perhatian), terkait pengalaman pasien selama dirawat
terutama terkait pengalaman pasien dalam komunikasi.

7
7. Modal Dasar Perawat Dalam Pelayanan Prima
Menurut Hadjam (2015), modal dasar perawat dalam pelayanan prima
sebagai berikut :
a. Profesional dalam bidang tugasnya.
Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari
kemampuan perawat berinsipirasi, menjalin kepercayaan dengan
pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas
terhadap pekerjaan.
b. Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi
Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi
perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya
berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.
c. Memegang teguh etika profesi
Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada
bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga
profesional berusaha memegang teguh etika profesi.
d. Mempunyai emosi yang stabil
Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang masak, stabil
dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan
tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi,
maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.
e. Percaya diri
Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat
dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam
melakasanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
f. Bersikap wajar
Sikap yang wajar dan tidak dibuat-buat akan memberikan makna yang
besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya
berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya.

8
g. Berpenampilan memadai
Perawat dengan penampilan yang bersih, seragam yang bersih, dengan
penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan
diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.

B. Komunikasi Terapeutik Yang Efektif Dalam Pelayanan Keperawatan

1. Definisi Komunikasi Terapeutik


Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal
dengan fokus adanya saling pengertian antara perawat dengan pasien.
Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dengan
pasien sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Anjaswarni, 2016). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
dirancang dan direncanakan secara sadar oleh perawat dengan maksud
membangun hubungan kepercayaan demi kesembuhan pasien. Melalui
pengalaman bersama antara perawat-klien bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien (Lalongkoe, 2013).
Dapat disimpulkan komunikasi terapeutik adalah komunikasi
interpersonal antara perawat dengan klien yang dilakukan secara sadar
ketika perawat dan klien saling mempengaruhi dan memperoleh
pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah
klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya
mencapai kesembuhan klien.

9
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Anjaswarni (2016), berikut tujuan dari komunikasi terapeutik
adalah :
a. Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban
perasaan dan pikiran klien.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien atau pasien.
c. Memperbaiki pengalaman emosional klien.
d. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

3. Kegunaan Komunikasi Terapeutik


Menurut Anjaswarni (2016), kegunaan dari komunikasi terapeutik adalah
sebagai berikut :
a. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan
tenaga kesehatan.
b. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau
pasien.
c. Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
d. Sebagai tolak ukur kepuasaan pasien.
e. Sebagai tolak ukur komplain tidakan dan rehabilitasi.

4. Komunikasi sebagai Elemen Terapi


Komunikasi sebagai elemen terapi mempunyai makna bahwa
komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah mempunyai tujuan
terapi atau memberikan efek penyembuhan buat klien. Komunikasi
adalah salah satu alat yang paling esensial bagi perawat. Dengan
komunikasi (verbal ataupun nonverbal), perawat dapat memberikan
kesembuhan buat klien. Senyum perawat, kesabaran, kelembutan, kata
kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang disampaikan
dengan jelas dapat mempengaruhi perilaku klien untuk berbuat lebih baik
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatannya (Anjaswarni, 2016).

10
5. Sikap Komunikasi Terapeutik
Menurut Lalongkoe (2013), lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri
secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik yaitu :
a. Sikap berhadapan, artinya dari posisi ini adalah “saya siap untuk
anda”
b. Sikap mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang
sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
c. Sikap membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan
untuk mengatkan atau mendengar sesuatu.
d. Sikap mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Sikap tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

6. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik


Menurut Anjaswarni (2016), teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk
mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang
dikomunikasikan.
b. Menunjukkan penerimaan (Accepting)
Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain, tanpa
menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh ang menujukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan
tidak percaya.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang akan
dibicarakan dan menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya
klien.

11
d. Mengulang (restating/repeating)
Teknik ini dapat memberikan makna bahwa perawat memberikan
umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti
dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
e. Klarifikasi (clarification)
Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau
tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat perlu
mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien
f. Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat membantu klien
membicarakan topik yang telah dipilih dan penting.
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah
pesan diterima dengan benar.
h. Memberi informasi (informing)
Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam
rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui
pendidikan kesehatan. Setelah informasi disampaikan, perawat
memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
i. Diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi
dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses
informasi.
j. Meringkas
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat.

12
k. Memberikan penghargaan (reward)
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya untuk
menghargai jangan sampai menjadi beban bagi klien yang berakibat
klien melakukan segala upaya untuk mendapatkan pujian.
l. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih
topik pembicaraan.
m. Menganurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan
hampir seluruh pembicaraan.
n. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
o. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif klien.

7. Hambatan Komunikasi Terapeutik


Menurut Anjaswarni (2016), hambatan komunikasi terapeutik sebagai
berikut :
a. Adanya perbedaan persepsi.
b. Terlalu cepat menyimpulkan.
c. Adanya pamdangan stereotipe.
d. Kurangnya pengetahuan.
e. Kurangnya minat.
f. Sulit mengekspresikan diri.
g. Adanya emosi dan adanya tipe kepribadian tertentu
Menurut Anjaswarni (2016), upaya-upaya yang dapat dilakukan perawat
dalam mengatasi hambatan komunikasi sebagai berikut:
a. Mengecek kembali maksud yang disampaikan klien.
b. Meminta penjelasan lebih lanjut.

13
c. Mengecek umpan balik perawat-klien.
d. Mengulangi pesan yang disampaikan dan memperkuat informasi
dengan bahasa nonverbal.
e. Mengakrabkan hubungan interpersonal antara sender dan receiver.
f. Pesan dibuat secara singkat, jelas dan padat.
g. Memfokuskan pesan pada topik spesifik yang telah dipilih.
h. Komunikasi dilakukan dengan berfokus pada penerima pesan bukan
pada pengirim pesan.

C. Caring Sebagai Core Profesionalisme Perawat

1. Definsi Caring
Caring merupakan suatu perilaku atau tindakan yang dilakukan
untuk memberikan rasa aman secara fisik dan emosi dengan orang lain
secara tulus. Caring merupakan sentral untuk praktek keperawatan,
seorang perawat dituntut untuk lebih peduli kepada pasien (Kusnanto,
2019). Caring merupakan suatu dasar penting yang dijadikan sebagai inti
dalam seluruh proses praktik keperawatan dengan cara meningkatkan
kepedulian serta pendekatan dinamis guna membantu proses kesembuhan
pasien yang salah satunya dipengaruhi oleh motivasi kerja. Motivasi kerja
menjadi faktor penting bagi perawat dalam menjalankan perannya sebagai
pelaksana asuhan keperawatan (Purwanti, 2020).
Dapat disimpulkan bahwa caring adalah suatu dasar penting dalam
seluruh proses keperawatan yang dimana seorang perawat dituntut untuk
meningkatkan kepedulian terhadap klien guna membantu proses dari
kesembuhan pasien.

2. Karakteristik Caring
Menurut Kusnanto (2019), karakteristik caring terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Professional caring, yaitu sebagai wujud dari kemampuan secara
kognitif. Sebagai perawat professional dalam melakukan tindakan

14
harus berdasarkan ilmu, sikap dan keterampilan professional agar
dapat memberikan bantuan sesuai kebutuhan klien, dapat
menyelesaikan masalah dan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama antara perawat dan klien.
b. Scientific caring, yaitu segala keputusan dan tindakan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki perawat.
c. Humanistic caring, yaitu proses pemberian bantuan pada klien bersifat
kreatif, intuitif atau kognitif dan didasarkan pada filosofi,
fenomenologi, perasaan objektif maupun subyektif.

3. Dimensi Caring menurut K.M Swanson


Ada lima dimensi yang mendasari konsep caring yaitu :
a. Maintening belief
Maintening belief adalah kepekaan diri seseorng terhadap harapan
yang diinginkan orang lain ataupun membangun harapan. Tujuannya
adalah untuk membantu orang lain supaya bisa menemukan arti dan
mempertahankan sikap yang penuh harap.
b. Knowing (mengetahui)
Mempertahankan kepercayaan merupakan dasar dari Caring
keperawatan, knowing adalah mampu mengetahui dan memahami
pengalaman hidup klien dengan mengesampingkan asumsi perawat
mengetahui kebutuhan klien, menggali/menyelami informasi klien
secara detail, sensitive terhadap petunjuk verbal dan non verbal, fokus
pada satu tujuan keperawatan, serta mengikutsertakan orang yang
memberi asuhan dan orang yang diberi asuhan dan menyamakan
persepsi antara perawat dan klien.
c. Being With (Kehadiran)
Being with merupakan kehadiran dari perawat untuk pasien, perawat
tidak hanya hadir secara fisik saja, tetapi juga melakukan komunikasi
membicarakan kesiapan/ kesediaan untuk bisa membantu serta

15
berbagi perasaan dengan tidak membebani pasien. Perawat juga hadir
dengan berbagi perasaan tanpa beban dan secara emosional bersama
klien dengan maksud memberikan dukungan kepada klien,
memberikan kenyamanan, pemantauan dan mengurangi intensitas
perasaan yang tidak diinginkan
d. Doing for (Melakukan)
Doing for berarti bekerja sama melakukan sesuatu tindakan yang bisa
dilakukan, mengantisipasi kebutuhan yang diperlukan, kenyamanan,
menjaga privasi dan martabat klien.
e. Enabling (Memampukan)
Enabling adalah memampukan atau memberdayakan klien, perawat
memberikan informasi, menjelaskan memberi dukungan dengan fokus
masalah yang relevan, berfikir melalui masalah dan menghasilkan
alternatif pemecahan masalah agar klien mampu melewati masa
transisi dalam hidup yang belum pernah dialaminya sehingga bisa
mempercepat penyembuhan klien ataupun supaya klien mampu
melakukan tindakan yang tidak biasa dilakukannya. memberikan
umpan balik / feedback

4. Komponen Caring
Menurut Swanson (1991) dalam Kusnanto (2019), mendeskripsikan 5
proses caring menjadi lebih praktis dalam empirical development of a
middle range theory of caring yaitu:
a. Komponen mempertahankan keyakinan, mengakutualisasi diri untuk
membantu orang lain, mampu membantu orang lain dengan tulus,
memberikan ketenangan kepada klien dan memiliki sikap yang positif.
b. Komponen pengetahuan, memberikan pemahaman klinis tentang
kondisi dan situasi klien, melaksanakan setiap tindakan sesuai
peraturan dan menghindari terjadinya komplikasi.

16
c. Komponen kebersamaan, ada secara emosional dengan orang lain,
bisa berbagi secara tulus dengan klien dan membina kepercayaan
terhadap klien.
d. Komponen tindakan yang dilakukan, melakukan tindakan terapeutik
seperti membuat klien merasa nyaman, mengantisipasi bahaya dan
intervensi yang kompeten.
e. Komponen memungkinkan, melakukan informent consent pada setiap
tindakan, memberikan respon yang positif terhadap keluhan klien.

5. Faktor pembentuk Perilaku Caring


Menurut Watson (2005) dalam Kusnanto (2019), faktor pembentuk
perilaku caring sebagai berikut :
a. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik
b. Menanamkan keyakinan dan harapan
c. Mengembangkan sensivitas untuk diri sendiri dan orang lain
d. Membina hubungan saling percaya dan saling membantu
e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif
f. Menggunakan proses pemecah masalah kreatif
g. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal
h. Memfasilitasi lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki
mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual.
i. Membantu memuaskan kebutuhan manusia

6. Perilaku Caring Perawat


Menurut Dedi (2008), ada tujuh (7) tema perilaku caring perawat sebagai
berikut :
a. Sikap peduli terhadap pemenuhan kebutuhan klien
Sikap peduli bisa diamati dengan kegiatan perawat sesegara mungkin
mendatang klien untuk memenuhi kebutuhan klien dan menyatakan
kesediaan untuk membantu klien dengan tetap melakukan komunikasi
yang ramah.

17
b. Bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan klien
Kepekaan perawat terhadap penderitaan klien, keluarga dan peduli
dengan situasi serta kondisi lingkungan dimana klien dirawat,
merupakan perilaku caring perawat, perilaku caring merupakan
bentuk tanggung jawab perawat terhadap perannya dalam memenuhi
kebutuhan klien.
c. Ramah dalam melayani klien
Tersenyum merupakan salah satu indikator seorang perawat bersikap
ramah, hangat, bergembira, dan sabar terhadap klien dan keluarga saat
memberikan pelayanan. Sikap ramah perawat akan membuat klien
merasa akrab dan dekat dalam hubungan interpersonal dengan
perawat, sehingga klien bebas mengungkapkan keluhan.
d. Sikap tenang dan sabar dalam melayani klien
Perawat yang tenang dan sabar dalam melayani klien akan memberi
rasa nyaman kepada klien yang dirawat dirumah sakit dan
membutuhkan bantuan perawat. Perasaan nyaman akan membantu
klien untuk memperoleh kesembuhan karena secara psikologis klien
akan merasa aman ketika dilayani perawat yang tenang dan penuh
kesabaran.
e. Selalu siap sedia memenuhi kebutuhan klien
Perawat siap sedia untuk melayani kebutuhan klien tanpa diminta
sekalipun mengunjungi kamar klien sebelum bel berbunyi akan
memberikan kepuasan kepada klien, sehingga akan membuat klien
merasa nyaman. Kesiapsediaan perawat memenuhi kebutuhan klien
akan membuat citra rumah sakit meningkat dan dampak terhadap citra
profesi perawat dimata klien semakin baik.
f. Memberi motivasi kepada klien dalam memberikan pelayanan
Perawat dalam memberikan pelayananan juga memberikan dukungan
moral kepada klien sehingga klien termotivasi untuk mempertahankan
atau meningkatkan kondisi kesehatannya, dengan memberikan
kerjasama yang baik dalam tindakan keperawatan yang diterimanya,

18
sehingga klien akan patuh dan taat dalam tindakan pengobatan yang
dijalaninya.
g. Sikap empati terhadap klien dan keluarga klien.
Perawat ikut turut berempati dengan kesedihan keluarga yang berduka
tetapi tidak keterusan. Perawat mengucapkan bela sungkawa,
menepuk punggung dan mengelus tangan keluarga yang berduka.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan prima (service excellent) merupakan salah satu proses
kegiatan yang dilakukan oleh perawat dengan menunjukan sikap kepedulian,
keramahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
memberikan pelayanan yang terbaik, serta kebutuhan pasien dapat tercukupi
dengan baik dan pasien puas terhadap pelayanan yang sudah diberikan.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi antara perawat dengan klien
dengan sadar, yang dilakukan untuk membantu mengatasi masalah klien serta
untuk mencapai kesembuhan klien. Caring sendiri merupakan suatu perilaku
dasar penting yang harus dimiliki oleh perawat, dimana perawat dituntut
untuk meningkatkan rasa kepedulian terhadap klien dengan menunjukan rasa
kepedulian terhadap klien yang diberikan secara tulus. Dengan adanya
pelayanan yang prima yang diberikan serta menggunakan komunikasi yang
terapeutik dan sikap caring dalam memberikan pelayanan dapat membantu
proses dari kesembuhan pasien dan meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan.

B. Saran
1. Rumah Sakit
a. Manajemen rumah sakit diharapkan untuk meningkatkan dan memperbaiki
mutu pelayanan keperawatan guna memenuhi kepuasan pasien.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap pasien dengan tidak membeda-bedakan
kelas perawatan.

20
2. Perawat
Perawat sebaiknya dapat memberikan pelayanan yang prima dengan niat
yang tulus dan dengan perilaku caring serta komunikasi yang baik, sehingga
dengan pelayanan yang prima ini diharapkan dapat memberikan kesan yang
positif terhadap mutu pelayanan keperawatan yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : Kemenkes RI


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/
Komunikasi-dalam-Keperawatan-Komprehensif.pdf
Azlina. 2014. Kualitas Pelayanan Prima (Service Excellent) Pada Instalasi Rawat
Inap Penyakit Dalam Pasien Kurang Mampu (Studi di RSUD Kota
Tanjungpinang). Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, Vol 2 (3):
8-3.
http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb2
32a03a96d0947c6478e525e/2015/09/Jurnal2.pdf
Dedi, Blacius., Setyowati., & Afiyanti, Y. 2008. Perilaku Caring Perawat
Pelaksana Di Sebuah Rumah Sakit Di Bandung: Studi Grounded
Theory. Jural Keperawatan Indonesia, Vol 12 (1) : 40-46.
https://www.neliti.com/id/publications/105423/perilaku-caringperawat-
pelaksana-di-sebuah-rumah-sakit-di-bandung-studi-grounde
Hadjam, M.N.R. 2015. Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya
Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi). Jurnal
Psikologi, Vol 28 (2) : 105-115.
Kelana, M.T. 2015. Pengaruh Penerapan Pelayanan Prima (Service Excellent)
Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit
Universitas Tanjungpura Kota Pontianak. Naskah Publikasi. Pontianak
: Universitas Tanjungpura.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/view/110
04
Kusnanto. 2019. Perilaku Caring Perawat Profesional. Surabaya : Pusat
Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (AUP).
http://repository.unair.ac.id/91826/1/BUKU%202019%20MEMBANG
UN%20PERILAKU%20%20CARING%20PERAWAT%20PROFSIO
NAL.pdf

22
Lalongkoe, M.R. 2013. Komunikasi Keperawatan Metode Berbicara Asuhan
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Manurung, S., & Hutasoit, M.L.C. 2013. Persepsi Pasien Terhadap Perilaku
Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Kesmas: National
Public Health Journal, Vol 8 (3) : 104.
Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan Aplikasi Keperawatan Profesional
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Purwanti, Ery., Lestari, S., & Novyriana, E. 2020. Hubungan Motivasi Kerja
Dengan Perilaku Caring Perawat. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, Vol 2 (3) : 256-278.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/dow
nload/134/109/
Ristiani, I.Y. 2017. Pengaruh Sarana Prasarana dan Kulaitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien. Coopettion, Vol 8 (2): 155-166.
http://ikopin.ac.id/jurnal/index.php/coopetition/article/download/34/35

23

Anda mungkin juga menyukai